• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

3

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Geralch dan Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampulan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

2.2 Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan alat yang berfungsi sebagai perantara atau penyampai isi berupa informasi pengetahuan berupa visual dan verbal untuk keperluan pembelajaran. Secara umum, media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau keterampilan siswa/mahasiswanya sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar (Triyanto, dkk, 2013)

Keberadaan media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Tenaga pendidik sebagai penyampai pesan memiliki kepentingan yang besar untuk memudahkan tugasnya dalam menyampaikan pesan-pesan atau materi pembelajaran kepada peserta didik. Mereka juga menyadari bahwa tanpa media, materi pembelajaran akan sulit untuk dapat dicerna dan dipahami oleh peserta didik, apalagi bila materi pembelajaran yang harus disampaikan tergolong rumit dan kompleks. Untuk itu penggunaan media mutlak harus dilakukan agar materi dapat sampai ke peserta didik secara efektif dan efisien. Secara umum, manfaat media

(2)

dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara tenaga pendidik dan peserta didik sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.

Kemp dan Dayton (Muhson, 2010) mengidentifikasikan beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu :

1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan.

2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.

3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.

4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga.

5. Meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik.

6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.

7. Media dapat menumbuhkan sikap positif peserta didik terhadap materi dan proses belajar.

8. Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.

Eko Triyanto (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pemanfaatan media pembelajaran mempunyai dampak positif dalam mendukung pembelajaran, sangat membantu untuk memperjelas materi pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan proses proses pembelajaran menjadi lebih efektif.

Lalu Ali Muhson (2010) dalam penelitianya juga menyatakan bahwa media pembelajaran dapat merupakan wahana penyalur pesan dan informasi belajar.

Media pembelajaran yang dirancang secara baik akan sangat membantu peserta didik dalam mencerna dan memahami materi pelajaran. Fungsi media dalam kegiatan pembelajaran bukan sekedar alat peraga bagi guru melainkan sebagai pembawa informasi/pesan pembelajaran.

2.3 Jenis-Jenis Media

Berdasarkan kategori media, Paul dan David (1999) melalui Rishe (2007) berpendapat bahwa ada enam kategori, yaitu media yang tidak diproyeksikan, media yang diproyeksikan, media audio, media film dan video, multimedia, dan media berbasis komunikasi. Sementara, menurut Schramm mengkategorikan media dari dua segi: dari segi kompleksitas dan besarnya biaya dan menurut kemampuan

(3)

daya liputannya. Briggs mengidentifikasikan tiga belas macam media pembelajaran yaitu objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film televise, dan film gambar.

Gagne menyebutkan tujuh macam pengelompokkan media, yaitu benda untuk didemostrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin belajar. Menurut Edling,ada enam macam media pembelajaran yaitu kodifikasi subjektif visual, dan kodifikasi objektif audio, kodifikasi subjektif audio, dan kodifikasi objektif visual, pengalaman langsung dengan orang, dan pengalaman langsung dengan benda-benda. Soeparno (1988), berpendapat bahwa klasifikasi media dilakukan dengan menggunakan tiga unsur berdasarkan karakteristiknya, berdasarkan dimensi presentasinya, dan berdasarkan pemakaiannya.

Bretz (dalam Hujair., 2009) mengidentifikasi ciri utama dari media menjadi tiga unsur pokok, yaitu suara, visual, dan gerak. Visual dibedakan menjadi tiga yaitu gambar, garis, dan simbol yang merupakan suatu kontinum dari bentuk yang dapat ditangkap dengan indera penglihatan. Di samping itu, Bretz juga membedakan antara media siar (telecommunication) dan media rekam (recording) sehingga terdapat delapan klasifikasi media: (1) media audio visual gerak, (2) media audio visual diam, (3) media audio visual semi gerak, (3) media visual gerak, (5) media visual diam, (6) media semi gerak, (7) media audio, dan (8) media cetak.

Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dengan pengalaman suara (audio), penglihatan (visual), dan pengalaman gerakan dapat diatasi sikap pasif peserta didik dalam pembelajaran. Contoh dari masing-masing media tersebut di atas tampak pada Tabel 2.1.

(4)

Tabel 2.1. Jenis-Jenis Media Menurut Bretz

Media Transmisi

Suara Gambar Garis Simbol Gerak

Media Rekaman Audio Visual Gerak

X X X X X Film/Suara

Televisi X X X X X Pita Video

Film TV X X X X X Holografi

Gambar/Suara X X X X X

Audio Visual Diam Slow-Scan TV, Time-

Shared TV X X X X TV Diam

X X X X Film rangkai/Suara

X X X X Film bingkai/suara

X X X X Halaman/suara

X X X X Buku dengan

Audio

Audio Visual Semi Gerak

Tulisan Jauh X X X Rekaman

tulisan jauh X X X X Audio pointer Visual Gerak

X X X X Film bisu Visual Diam

Faksimile X X X Halaman cetak

Film rangkai Seri gambar Microform Arsip video Visual Semi Gerak

Teleautograph X X X

Audio

Telepon Radio X X X

Cakram (piringan) audio Pita audio Cetak

Teletip X Pita berlubang

(5)

Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu media audio, media visual, media audio-visual, dan media serba neka.

1. Media Audio: radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder dan telepon 2. Media Visual

a. media visual diam: foto, buku, ensiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi, dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai, film rangkai, transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram dan sketsa, poster, gambar kartun, peta dan globe

b. media visual gerak: film bisu 3. Media Audio-Visual

a. Media Audio-Visual Diam: televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara, buku dan suara.

b. Media Audio- Visual Gerak: video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara

4. Media Serba Neka

a. Papan dan display: papan tulis, papan

pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, whiteboard, mesin pengganda

b. Media Tiga Dimensi: realia, sampel, artifact, model, diorama, display

c. Media teknik dramatisasi: drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka,

simulasi

d. Sumber belajar pada masyarakat: kerja lapangan, studi wisata, perkemahan

e. Belajar terprogram f. Komputer

(6)

2.4 Elemen-Elemen Multimedia

Istilah multimedia terdiri dari dua kata, yaitu multi dan media. Pengertian multi berarti banyak atau lebih dari satu, sedangkan kata media berarti alat/sarana/piranti untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan hubungan atau interaksi dua arah. Dengan adanya komunikasi sebuah informasi akan mudah dipahami oleh indera.

Menurut Senn, di dalam multimedia terdapat beberapa elemen, elemen elemen tersebut diantaranya adalah text, image, audio, video dan animasi (Purwanto, 2008 dalam Andri, 2017).

2.4.1 Text

Bentuk data multimedia yang paling mudah disimpan dan dikendalikan adalah text (teks). Kebutuhan teks bergantung pada penggunaan aplikasi multimedia.

2.4.2 Image

Image (grafik) merupakan hasil sebuah pengambilan citra yang didapat melalui alat penangkap citra, seperti kamera dan scanner, yang hasilnya sering disebut dengan gambar. Gambar dapat berwujud sebuah ikon, foto ataupun simbol.

2.4.3 Audio

Audio (suara) adalah komponen multimedia yang dapat berwujud narasi, musik, efek suara atau penggabungan di antara ketiganya.

2.4.4 Video

Video merupakan sajian gambar dan suara yang ditangkap oleh sebuah kamera, kemudian disusun ke dalam urutan frame untuk dibaca dalam satuan detik.

2.4.5 Animasi

Animasi yaitu penggunaan komputer untuk menciptakan gerak pada layer.

Penciptaan animasi terdiri dari tiga tahap yaitu, permodelan, layout dan animasi, dan rendering. frame-frame gambar secara tepat yang untuk menghasilkan efek pergerakan, sehingga tampil seperti hidup.

(7)

2.5 Metode Pengembangan Multimedia

Menurut Luther (1994), metodologi pengembangan multimedia terdiri dari enam tahap, yaitu concept (pengonsepan), design (pendesainan), material collecting (pengumpulan materi), assembly (pembuatan), testing (pengujian), dan distribution (pendistribusian). Keenam tahap ini tidak harus berurutan dalam praktiknya, tahap-tahap tersebut dapat saling bertukar posisi. Meskipun begitu, tahap concept memang harus menjadi hal yang pertama kali dikerjakan (Binanto, 2010).

Sutopo (2003) mengadopsi metodologi Luther dengan modifikasi, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Tahapan Pengembangan Multimedia (Sutopo, 2003)

2.5.1 Concept

Tahap concept (pengonsepan) adalah tahap untuk menentukan tujuan dan siapa pengguna program (identifikasi audiens). Tujuan dan pengguna akhir program berpengaruh pada nuansa multimedia sebagai pencerminan dari identitas organisasi yang menginginkan informasi sampai pada pengguna akhir.

Karakteristik pengguna termasuk kemampuan pengguna juga perlu dipertimbangkan karena dapat memengaruhi pembuatan desain.

2.5.2 Design

Design (pendesainan) adalah tahap pembuatan spesifikasi mengenai arsitektur program, gaya, tampilan, dan kebutuhan material/bahan untuk program.

Spesifikasi dibuat serinci mungkin sehingga pada tahap berikutnya, yaitu material collecting dan assembly, pengambilan keputusan baru tidak diperlukan lagi, cukup

(8)

menggunakan keputusan yang sudah ditentukan pada tahap ini. Meskipun demikian, pada praktiknya, pengerjaan proyek pada tahap awal masih akan sering mengalami penambahan bahan atau pengurangan bagian aplikasi, atau perubahan- perubahan lain.

2.5.3 Material collecting

Material collecting adalah tahap pengumpulan bahan yang sesuai dengan kebutuhan yang dikerjakan. Bahan-bahan tersebut, antara lain gambar clip art, foto, animasi, video, audio, dan lain-lain yang dapat diperoleh secara gratis atau dengan pemesanan kepada pihak lain sesuai dengan rancangannya. Tahap ini dapat dikerjakan secara paralel dengan tahap assembly. Namun, pada beberapa kasus, tahap material collecting dan tahap assembly akan dikerjakan secara linear dan tidak paralel.

2.5.4 Assembly

Tahap assembly adalah tahap pembuatan semua objek atau bahan multimedia.

Pembuatan aplikasi didasarkan pada tahap design, seperti storyboard, bagan alir, dan/atau struktur navigasi.

2.5.5 Testing

Tahap testing (pengujian) dilakukan setelah menyelesaikan tahap pembuatan (assembly) dengan menjalankan aplikasi/program dan melihatnya apakah ada kesalahan atau tidak. Tahap pertama pada tahap ini disebut tahap pengujian alpha (alpha test) yang pengujiannya dilakukan oleh pembuat atau lingkungan pembuatnya sendiri.

2.5.6 Distribution

Pada tahap ini, aplikasi akan disimpan dalam suatu media penyimpanan, jika media penyimpanan tidak cukup untuk menampung aplikasinya, kompresi terhadap aplikasi tersebut akan dilakukan.

Tahap ini juga dapat disebut tahap evaluasi untuk pengembangan produk yang sudah jadi supaya menjadi lebih baik. Hasil evaluasi ini dapat digunakan sebagai masukan untuk tahap concept pada produk selanjutnya.

(9)

2.6 Flowchart

Flowchart adalah penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan uruturutan prosedur dari suatu program. Flowchart menolong analyst dan programmer untuk memecahkan masalah kedalam segmen-segmen yang lebih kecil dan menolong dalam menganalisis alternatif-alternatif lain dalam pengoperasian.

Flowchart biasanya mempermudah penyelesaian suatu masalah khususnya masalah yang perlu dipelajari dan dievaluasi lebih lanjut.

Flowchart adalah bentuk gambar/diagram yang mempunyai aliran satu atau dua arah secara sekuensial. Flowchart digunakan untuk merepresentasikan maupun mendesain program. Oleh karena itu flowchart harus bisa merepresentasikan komponen-komponen dalam bahasa pemrograman (Adelia & Setiawan, 2011).

Berikut merupakan simbol-simbol flowchart beserta fungsinya:

Tabel 2.2 Simbol-Simbol Flowchart

No Simbol Fungsi

1 Terminal Point Symbol / Simbol Titik

Terminal menunjukkan permulaan (start) atau akhir (stop) dari suatu proses.

2 Flow Direction Symbol / Simbol Arus adalah simbol yang digunakan untuk menghubungkan antara simbol yang satu dengan simbol yang lain (connecting line).

Simbol ini juga berfungsi untuk menunjukkan garis alir dari proses.

3 Processing Symbol / Simbol Proses digunakan untuk menunjukkan kegiatan yang dilakukan oleh komputer.

Pada bidang industri (proses produksi barang), simbol ini menggambarkan kegiatan inspeksi atau yang biasa dikenal dengan simbol inspeksi

4 Decision Symbol / Simbol Keputusan merupakan simbol yang digunakan untuk memilih proses atau keputusan

(10)

berdasarkan kondisi yang ada. Simbol ini biasanya ditemui pada flowchart program.

5 Input-Output / Simbol Keluar-Masuk menunjukkan proses input-output yang terjadi tanpa bergantung dari jenis peralatannya.

6 Predefined Process / Simbol Proses Terdefinisi

merupakan simbol yang digunakan untuk menunjukkan pelaksanaan suatu bagian prosedur (sub-proses). Dengan kata lain, prosedur yang terinformasi di sini belum detail dan akan dirinci di tempat lain

7 Connector (On-page)

Simbol ini fungsinya adalah untuk menyederhanakan hubungan antar simbol yang letaknya berjauhan atau rumit bila dihubungkan dengan garis dalam satu halaman

8 Connector (Off-page)

Sama seperti on-page connector, hanya saya simbol ini digunakan untuk menghubungkan simbol dalam halaman berbeda. label dari simbol ini dapat menggunakan huruf atau angka

9 Preparation Symbol / Simbol Persiapan merupakan simbol yang digunakan untuk mempersiapkan penyimpanan di dalam storage.

10 Manual Input Symbol digunakan untuk menunjukkan input data secara manual menggunakan online keyboard.

11 Manual Operation Symbol / Simbol Kegiatan

Manual digunakan untuk menunjukkan kegiatan/proses yang tidak dilakukan oleh komputer.

12 Document Symbol

Jika Anda menemukan simbol ini artinya input berasal

(11)

dari dokumen dalam bentuk kertas, atau output yang perlu dicetak di atas kertas.

13 Multiple Documents

sama seperti document symbol hanya saja dokumen yang digunakan lebih dari satu dalam simbol ini

14 Delay Symbol

sesuai dengan namanya digunakan untuk menunjukkan proses delay (menunggu) yang perlu dilakukan. Seperti menunggu surat untuk diarsipkan dan lain lain.

2.7 Skala Likert

Rensis Likert di tahun 1932 telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan skala Likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel yang dapat diukur (Yusi & Idris, 2016). Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak ukur untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negative, yang dapat berupa kata-kata antara lain : Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju = 5 Sangat Setuju = 1

Setuju = 4 Setuju = 2

Ragu / Cukup = 3 Ragu / Cukup = 3

Kurang Setuju = 2 Kurang Setuju = 4

Tidak Setuju = 1 Tidak Setuju = 5

(12)

2.8 Lighting

Pencahayaan memiliki peranan sangat penting dalam suatu film maupun animasi, terutama dalam membantu memperkuat penceritaan. Ketika departemen animasi lainnya bertugas membentuk dunia animasi dan tokoh, bercerita adalah tujuan utama dari pencahayaan (Katatikarn dan Tanzillo: 2016).

Menurut Glebas (2009:188) bentuk dan pola yang dihasilkan pencahayaan dan shadow dapat membantu penyampaian cerita film. Namun menurut Brown (2008:35) tidak ada cara untuk menentukan suatu pencahayaan yang baik di dalam film. Sehingga hal terpenting dalam pencahayaan adalah mengetahui tujuan dari penataan pencahayaan tersebut, tujuan apa yang ingin dicapai dengan penataan tersebut. Polak mengatakan, terdapat empat kategori utama pencahayaan yang dapat membangun suasana, yaitu tata warna, contrast, arah, dan kualitas.

2.8.1 Peran Pencahayaan

Menurut Katatikarn dan Tanzillo (2016) secara umum pencahayaan memiliki tiga peran yaitu penekanan emosi, mengarahkan mata atau perhatian penonton dan sebagai visual shaping.

1. Emphasizing the Mood

Salah satu kunci keberhasilan suatu cerita adalah tersampainya emosi kepada penonton. Sehingga tujuan utama dari pencahayaan adalah membantu dalam penyampaian emosi di dalam film. Pencahayaan dapat membantu penyampaian emosi melalui prinsip contrast dan afinity. Contoh, Pada Gambar 2.3, penggunaan pencahayaan yang keras akan menggambarkan suasana suram, sebaliknya pencahayaan yang halus akan menggambarkan suasana yang ceria.

(13)

Gambar 2.3. Emphasizing the mood

(Lighting for Animation: The Art of Visual Storytelling, 2016) 2. Directing the Viewer’s Eye

Seiring jalan suatu cerita akan semakin kompleks, sehingga menjadi tugas seorang lighter untuk meyakinkan fokus penonton kepada titik terpenting dalam suatu shot (Gambar 2.4). Hal ini sangat penting terutama pada adegan dengan tempo waktu yang singkat, menjadikan penonton memiliki waktu sedikit untuk berfokus pada shot tersebut (Katatikarn dan Tanzillo: 2016). Secara psikologi, mata kita akan melihat pada area yang paling terang atau paling contrast terlebih dahulu.

Hal ini membuktikan bagaimana pencahayaan sangat efektif dalam menarik fokus penonton daripada komponen-komponen visual lainnya (Barnbaum: 2011). Hal ini didukung oleh pernyataan (Russell: 2012), di mana ia mengatakan bahwa secara naluri, manusia tertarik pada cahaya, naluri ini disebut sebagai phototropism (bahasa latin untuk light-attracted).

Sifat dasar manusia ini lah yang digunakan oleh arsitek dalam merancang pencahayaan rumah, di mana bila pencahayaan diletakkan secara tepat maka pencahayaan tersebut dapat menjadi panduan arah jalan seseorang. Menarik perhatian penonton melalui pencahayaan dapat digunakan prinsip contrast seperti cahaya terang pada area gelap dan sebaliknya. (Katatikarn dan Tanzillo: 2016).

(14)

Gambar 2.4. Directing the viewer's eye

(Lighting for Animation: The Art of Visual Storytelling, 2016) 3. Visual Shaping

Pencahayaan dapat dimanfaatkan untuk memperjelas suatu objek atau kedalaman objek dalam suatu shot. Teknik visual shaping ini adalah menciptakan kesan tiga dimensi dengan memberikan tinggi, lebar dan volume kepada objek dua dimensi, terlihat pada Gambar 2.5. Dengan visual shaping yang bagus, maka suatu shot dapat terlihat lebih detail dan menarik daripada shot yang flat.

Gambar 2.5. Visual shaping

(Lighting for Animation: The Art of Visual Storytelling, 2016)

(15)

2.8.2 Jenis Pencahayaan

Pemanfaatan pencahayaan yang baik harus didasari dengan pengetahuan mengenai jenis – jenis pencahayaan yang digunakan. Sehingga dengan memahami dasar dari pencahayaan maka diharapkan penggunaan pencahayaan dapat dilakukan secara maksimal. Pada film, pencahayaan yang digunakan tidak hanya satu atau dua, namun banyak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Namun meski pencahayaan yang digunakan banyak, penataan pencahayaan tetap dilakukan agar pencahayaan tersebut tetap terlihat konsisten dengan lokasi shot tersebut. Dalam penentuan pencahayaan pada suatu shot, maka akan ditentukan dua pencahayaan utama yaitu key light dan fill light (Bordwell dan Thompson: 2015).

Key light adalah pencahayaan utama pada suatu shot, biasanya pencahayaan jenis ini adalah yang paling terang dan akan menghasilkan bayangan utama.

Peletakan key light biasanya disesuaikan dengan lokasi dan kebutuhan suatu adegan. Fill light adalah pencahayaan yang lebih kecil intensitasnya daripada key light, dan bayangan yang dihasilkan lebih halus. Biasanya fill light digunakan untuk menghaluskan bayangan dan menerangkan sisi gelap objek yang dihasilkan oleh key light (Bordwell dan Thompson: 2015).

Backlight adalah jenis pencahayaan ketiga yang digunakan untuk memperjelas bentuk suatu objek dan memisahkan objek dari background. Backlight juga dapat membentuk silouet dari objek, penggunaan backlight ini sering disebut sebagai rim light. Dengan penggunaan ketika jenis pencahayaan ini maka dapat dihasilkan jenis pencahayaan yaitu three point lighting (Bordwell dan Thompson:

2015). Jenis pencahayaan lainnya adalah background lighting yang memiliki fungsi yang sama seperti fill light, yaitu memberi penerangan tambahan pada background untuk memperjelas lokasi dan material pada background (Gloman: 2009).

(16)

Cahaya pada dunia nyata dapat disimulasikan ke dalam animasi 3D dengan menggunakan lighting dalam aplikasi 3D Maya. Terdapat 6 tipe lighting yang berbeda, yaitu spot light, ambient, directional light, point light, area light dan volume light. Di mana masing – masing tipe lighting tersebut memiliki keunikan tersendiri dan akan digunakan pada situasi yang berbeda – beda (Lanier: 2008).

1. Spot Light

Nama spot light diambil dari nama lampu spot light yang berada pada panggung dan lampu yang digunakan pada produksi film. Spot light dalam aplikasi Maya memiliki bentuk kerucut, di mana cahaya spot light akan keluar dari sebuah titik di mana akan keluar membentuk kerucut menyesuaikan dengan bentuknya.

Cahaya spot light tidak dapat digunakan untuk meniru cahaya matahari, disebabkan oleh cahaya yang dihasilkan spot light bukan cahaya parallel (sejajar). Spot light tepat digunakan untuk mensimulasikan cahaya pada beberapa kondisi seperti cahaya divergen (menyebar), cahaya yang dekat dengan objek dan intensitas cahaya yang teridentifikasikan antara 0 hingga 100 persen. Maka cahaya spot light pun dapat digunakan untuk mensimulasikan cahaya senter, lampu mobil, lampu meja dengan penutup, dan cahaya matahari yang terpantulkan melalui jendela dan sebagainya (Lanier: 2008).

2. Directional Light

Directional Light akan mengeluarkan cahaya tanpa batas pada satu arah, sehingga posisi dan ukurannya tidak akan memiliki pengaruh pada cahaya yang dikeluarkannya. Tipe lighting ini, tepat digunakan pada lokasi yang sangat luas.

Directional light tepat digunakan untuk mensimulasikan cahaya pada beberapa kondisi seperti cahaya paralel, berupa sumber cahaya yang sangat jauh dengan objek dan cahaya tanpa tepi atau redupan. Maka cahaya directional light dapat digunakan untuk mensimulasikan cahaya matahari dan bulan (Lanier, 2008).

(17)

3. Ambient Light

Ambient light menghasilkan soft light yang akan memancar ke segala arah.

Perubahan ukuran ambient light tidak akan memberikan pengaruh apapun. Ambient light tepat digunakan untuk mensimulasikan cahaya pada beberapa kondisi seperti, cahaya difus atau pantulan tak tentu, intensitas cahaya rendah atau bervariasi, dan cahaya yang terlihat pada area jatuhnya bayangan. Maka ambient light pun dapat digunakan sebagai fill light, dan mensimulasikan cahaya yang memantul dari tanah maupun tembok (Lanier, 2008).

4. Point Light

Point light akan mengeluarkan cahaya menuju segala arah, dan sama halnya dengan spot light, point light akan mengeluarkan cahaya dari satu titik tepat pada tengah icon point light. Tipe lighting ini digunakan untuk mensimulasikan cahaya dengan posisi yang sudah pasti. Point light pun tepat digunakan untuk mensimulasikan cahaya pada beberapa kondisi seperti, cahaya segala arah dan cahaya yang menyerupai bentuk sphere. Cahaya ambient pun dapat digunakan untuk mensimulasikan cahaya bohlam lampu, LED, dan compact fluorescent lighting (Lanier, 2008).

5. Area Light

Cahaya area light dapat mensimulasikan cahaya yang keluar dari sumber yang datar. Area light tepat digunakan untuk mensimulasikan cahaya pada beberapa kondisi seperti, sumber cahaya yang datar atau sempit, terpantul dari permukaan besar dan datar, dan memiliki decay (pengurangan cahaya) yang dipengaruhi oleh jarak dan arah. Cahaya area light pun dapat digunakan untuk mensimulasikan cahaya yang melewati jendela atau terpantul dari tembok besar, fluorescent lighting fixtures, strip neon light, back- lit signs, dan lampu pijar (Lanier: 2008).

(18)

6. Volume Light

Volume light memiliki berbagai bentuk seperti bola, kotak, silinder, dan kerucut yang akan membatasi jangkauan cahaya yang dikeluarkannya. Sama halnya dengan point light, cahaya volume light akan keluar melalui titik tengah icon volume light. Namun yang membedakan adalah cahaya volume light tidak akan keluar dari bentuk volume light tersebut. Dapat diaturnya lokasi jatuhnya cahaya dan jarak tata warna menjadi keunggulan volume light. Volume light pun dapat berfungsi sama halnya seperti ambient light, point light maupun directional light (Lanier: 2008).

2.8.3 Kualitas Pencahayaan

Pencahayaan memiliki kualitas yang dapat membentuk suatu emosi dan atmosfir dalam suatu shot. Kualitas suatu lampu dapat ditentukan melalui tingkat intensitas suatu lampu. Kualitas suatu pencahayaan dapat dibagi menjadi banyak variasi, namun pembahasan kualitas pencahayaan pada skirpsi penciptaan ini hanya akan membahas seputar high key dan low key (Brown, 2008).

Low key dapat menciptakan suasana yang lebih dramatis. Pada low key, value dari fill light sangat rendah dengan key light yang jauh dari tokoh, sehingga menciptakan bayangan yang panjang dan kasar atau biasa disebut hard light.

Dengan digunakannya low key, maka jarak antara ruang gelap dan terang semakin kecil sehingga terciptanya tingkat kontras yang tinggi. Sesuai dengan prinsip contrast sebelumnya, semakin kontras suatu elemen pada suatu adegan maka semakin tinggi intensitas adegan tersebut. Maka low key sering digunakan pada adegan misterius atau pada adegan dengan intensitas tertinggi (Katarikarn dan Tanzillo: 2016).

(19)

Gambar 2.6. Low key light

(Lighting for Animation: The Art of Visual Storytelling, 2016) Berbeda dengan low key yang memberikan suasana dramatis, High key dapat menciptakan suasana yang ceria, tenang dan hangat sehingga sering digunakan pada film dengan genre komedi dan musikal. Menurut Katarikarn dan Tanzillo (2016), penggunaan high key untuk meminimalis bayangan pada suatu adegan terutama bayangan yang kasar. Maka key light dan fill light memiliki value yang hampir sama, sehingga bayangan yang diciptakan low key cenderung halus atau biasa disebut soft light. Karena bayangan yang kasar dapat menciptakan suasana yang dramatis. High key juga digunakan untuk menghilangkan detail kecil pada adegan, sehingga penonton akan fokus pada keseluruhan objek.

Gambar 2.7. High key light

(Lighting for Animation: The Art of Visual Storytelling, 2016)

(20)

2.8.4 Arah Pencahayaan

Arah pencahayaan seperti dari atas, bawah dan samping, bisa mempengaruhi tingkat intensitas suatu gambar. Arah pencahayaan yang paling memperngaruhi intensitas adalah arah dari bawah dan atas (Brodwell: 2013).

Brown mengatakan untuk menghindari penggunaan frontal lighting atau cahaya depan, karena dapat menghilangkan bayangan dan tekstur sehingga dapat menghasilkan gambar yang flat dan tidak menarik (Brown: 2008). Pencahayaan dengan posisi sejajar dengan objek dari setiap arah seperti frontal, side maupun back light pun tidak dapat menghasilkan efek yang maksimal. Millerson (2013: 72) mengatakan setiap pencahayaan apa pun arahnya harus memiliki posisi yang lebih tinggi atau rendah dari objek, sehingga dapat menghasilkan bayangan dan tekstur yang membuat gambar lebih menarik.

Menurut Bordwell dan Thompson (2013), dengan arah pencahayaan dari bawah atau disebut underlighting dapat membuat suatu objek seakan-akan terbalik, sehingga dapat meningkatkan intensitas suatu shot dan banyak digunakan pada film bergenre misteri dan horror. Arah pencahayaan dari bawah pun sering digunakan untuk menggambarkan tokoh antagonis (Katarikarn dan Tanzillo: 2016).

Gambar 2.8. Underlight

(Lighting for Animation: The Art of Visual Storytelling, 2016)

(21)

Arah pencahayaan dari atas atau sering disebut top lighting yang dapat memberikan rasa mempesona (Bordwell dan Thompson: 2013). Menurut Day dan Midbjer (2007), top lighting terjadi pada outdoor atau underground, underground menurutnya apabila penggunaan top lighting pada sebuah ruangan atau lokasi gelap dapat menimbulkan kesan seolah – olah berada dalam underground. Ia pun mengatakan bagi manusia pada dasarnya, lubang, gua, ruang bawah tanah dan sebagainya dapat bermakna bersembunyi, hibernasi, dan misteri. Maka top lighting pun dapat membangun suasana terlindungi dan dramatis (Day dan Midbjer: 2007).

2.8.5 Pencahayaan Natural

Pencahayaan natural adalah pencahayaan yang disesuaikan dengan lokasi sesungguhnya. Pencahayaan akan diatur sedemikian rupa sehingga penonton akan menerima pencahayaan tersebut secara logika sesuai dengan lokasi dan waktu (Lanier: 2008).

1. Morning

Ketika matahari mulai terbit, intensitas cahaya yang dihasilkan mulai menaik dengan cepat. Hal ini disebabkan karena posisi matahari yang mulai berada di atas garis cakrawala. Temperatur cahaya pun mulai menaik, sehingga tata warna yang dihasilkankan pun perlahan menjadi netral. Menurut Frost (2007), cahaya pada pagi hari masih cenderung rendah dengan bayangan panjang yang dapat membantu dalam memperjelas objek dan kedalaman gambar. Dua jam pertama dari matahari terbit pun menjadi waktu – waktu yang paling tepat untuk mengambil foto pemandangan. Setelah melewati dua jam dari matahari terbit atau sekitar jam 6 pagi, cahaya yang indah itu pun akan hilang.

2. Middle hours

Frost (2007) mengatakan ketika sudah melewati dua jam pertama matahari terbit, cahaya yang dihasilkan akan menjadi lebih bersih. Semakin tinggi posisi matahari, maka semakin kuat intensitas cahaya yang dihasilkan dan semakin pendek dan padat juga bayangan yang dihasilkan. Cahaya siang akan menghasilkan cahaya yang flat dengan tata warna biru langit yang cenderung tertutup kabut asap

(22)

sehingga akan menghasilkan gambar yang kurang menarik. Namun ia mengatakan, cahaya terang siang hari akan bagus digunakan untuk menonjolkan tata warna dan pola objek karena cahayanya yg kuat.

3. Evening and Sunset

Semakin mendekati sore hari, maka cahaya yang dihasilkan akan semakin indah kembali. Ketika matahari perlahan terbenam dan mendekati garis cakrawala, intensitas cahaya yang dihasilkan pun perlahan menurun dan cahaya yang dihasilkan pun lebih soft. Bayangan akan kembali memanjang dan perlahan melemah. Frost (2007) mengatakan, cahaya sore dan cahaya pagi berbeda karena atmosfir yang lebih tebal maka tata warna yang dihasilkan cahaya sore pun menjadi lebih warm. Waktu – waktu mendekati sunset sering disebut sebagai golden hours oleh kebanyakan photographer. Pada waktu sunset, apabila kamera diarahkan pada matahari maka dapat dihasilkan gambar sillouthe yang indah. Selain itu salah satu aspek yang memperindah gambar pada waktu sunset adalah adanya golden glow.

4. Twilight

Ketika matahari telah tenggelam, cahaya pada bumi akan dipantulkan oleh cahaya dari langit. Cahaya yang dihasilkan pun lebih soft dengan intensitas yang rendah, bayangan yang dihasilkan juga cenderung soft. Waktu malam hari adalah waktu yang tepat untuk mengambil gambar pada perkotaan atau tempat yang memiliki lampu. Karena pada malam hari cahaya natural dan cahaya artifisial menjadi seimbang, di mana terjadinya pencampuran antara tata warna biru langit dengan tata warna hangat dari lampu buatan manusia (Frost: 2007).

Posisi matahari tidak hanya mempengaruhi intensitas cahaya, namun juga tata warna yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ketebalan atmosfir yang dilewati oleh cahaya matahari. Ketika matahari terbit dan terbenam, cahaya matahari harus melewati atmosfir yang lebih tebal sehingga tata warna yang ditimbulkan jauh lebih hangat. Sementara pada siang hari katika matahari berada pada tengah langit, cahaya akan melewati atmosfir yang lebih tipis sehingga tata

(23)

warna yang dihasilkan lebih netral. Semakin hangat suatu cahaya maka semakin rendah color temperature, sebaliknya semakin dingin suatu cahaya maka semakin tinggi color temperature.

Dapat dilihat pada tabel di bawah, di mana semakin rendah color temperature akan menghasilkan tata warna warm, sebaliknya semakin tinggi color temperature semakin akan menghasilkan tata warna cool (Frost: 2007).

Tabel 2.3 Color Temperature

Suhu (K) Sumber Cahaya

10.000 Kelvin Langit biru 9.000 Kelvin Langit mendung 7.000 Kelvin

Cahaya matahari (DAY LIGHT) 5.600 Kelvin

4.900 Kelvin Lampu Neon

4.200 Kelvin 2 jam setelah matahari terbit/

Sebelum terbenam (TUNGSTEN) 3.800 Kelvin 1 Jam setelah matahari terbit 3.200 Kelvin Lampu halogen

2.800 Kelvin Lampu Pijar

2.200 Kelvin Matahari terbit/terbenam 1.600 Kelvin Cahaya Matahari

2.9 Software yang digunakan

• Adobe Flash CS 6

Madcoms (2012: 2) menjelaskan bahwa Flash merupakan program animasi berbasis vektor untuk membuat berbagai macam animasi seperti, animasi kartun, web, movie, presentasi, company profile, e-card dan game dengan hasil f ile yang ringan sehingga mudah diakses tanpa membutuhkan waktu yang lama.

Adobe adalah vendor software yang memiliki flash dari vendor

(24)

sebelumnya yaitu Macromedia. Sebelumnya, flash merupakan perangkat lunak di bawah perusahaan Macromedia, pada tahun 2005 Macromedia diakuisisi oleh Adobe Flash 8, dan kemudian dikembangkan menjadi Adobe flash CS3. Selain dapat mendukung AIR 3.4 dan Flash Player 11.4, versi ini juga memiliki fitur- fitur yang dapat meningkatkan pengembangan aplikasi untuk perangkat iOS dan Android. (Ichwan K, 2015: 1).

Gambar 2.9. (dari kiri ke kanan)Ikon Adobe Flash CS6

Adobe Flash CS6 (Gambar 2.9) merupakan software aplikasi komputer yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang dapat menarik minat peserta didik dan menunjang keefektifan peserta didik dalam menerima serta memahami materi pembelajaran dengan metode CAI.

Adobe Flash CS6 memiliki 5 bagian pokok area kerja yang selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2.10.

(25)

Gambar 2.10. Tampilan awal Adobe Flash CS6

Pada Gambar 2 . 1 0 di atas, Adobe Flash CS6 memiliki 1 menu meliputi file, edit, view, insert, modify, text, commands, control, debug, window, dan help.

Andi Pramono (2006: 2), Tim Divisi Penelitian dan Pengembangan Madcoms (2012:1) dan Aaron Jibril (2011: 3-4) menyebutkan tentang keunggulan dari program/software Adobe Flash dalam mengolah animasi adalah sebagai berikut:

a. Dapat membuat tombol interaktif lebih dinamis dengan memaksimalkan action script 3.0 untuk membuat sebuah movie atau objek lain dan mengubah transparansi warna dalam movie.

b. Dapat membuat objek 3 dimensi.

c. Beberapa tool grafis yang terdapat pada software grafis Adobe diadaptasi dan dimaksimalkan di software Adobe Flash.

d. Tampilan interface yang lebih sederhana dan cukup mudah dicerna.

e. Membuat gerakan animasi dengan mengikuti alur yang telah ditetapkan sebelumnya.

f. Hasil akhir berkas flash dapat dikonversi dan dipublikasikan ke dalam beberapa tipe yang cukup umum di penggunaan software lain, seperti .swf,.html, .gif, .jpg, .png, .exe, .mov dan lain sebagainya.

(26)

g. Mampu mengimport hampir semua berkas gambar dan berkas audio sehingga lebih menarik

h. Font presentasi tidak akan berubah meskipun Personal Computer (PC) yang digunakan tidak memiliki font tersebut

i. Gambar pada Adobe flash merupakan gambar vector sehingga tidak pernah pecah meskipun diperbesar ratusan kali.

j. Adobe Flash mampu dijalankan pada sistem operasi Windows maupun Mac Os.

k. Adobe Flash terintegrasi dengan Adobe Photoshop dan illustrator.

l. Adobe Flash mampu mengolah dan membuat animasi dari objek Bitmap.

Flash versi terbaru (Wandah: 2017) mendukung beberapa output diantaranya adalah :

1. SWF (Desktop dan Web Browser)

File bertipe SWF merupakan file output standar yang dihasilkan oleh aplikasi flash. File bertipe SWF dapat dijalankan langsung pada PC Desktop apabila memiliki aplikasi Flash Player (yang dapat di-download di situs Adobe), atau dijalankan di browser yang telah terinstall plugin flash player.

2. Windows Projector (.exe Desktop)

Format Windows projector akan menghasilkan file bertipe EXE yang dapat dijalankan secara langsung oleh PC Desktop, meskipun komputer pengguna tidak memiliki aplikasi Flash player.

3. Adobe AIR (Desktop installer)

Format Adobe AIR hampir sama dengan format Windows Projector (.exe).

Dengan format Adobe AIR hasil akhir akan berekstensi .air dan dapat diinstall di desktop sebagaimana aplikasi berekstensi exe.

4. HTML 5 (Web Browser)

Standar baru HTML yaitu HTML 5 memiliki fitur baru yaitu canvas.

Mempublish flash dengan output HTML 5 akan menghasilkan file HTML yang menghandle aplikasi flash dalam format HTML canvas.

(27)

5. AIR for Android (APK)

Format baru AIR for Android ditujukan untuk pengguna mobilephone berbasis android.

6. AIR for iOS (IPA)

Format baru AIR for iOS akan menghasilkan file berekstensi IPA dan ditujukan untuk pengguna mobilephone berbasis iOS.

2.10 Hardware yang digunakan

“Komputer merupakan alat untuk mengolah data sesuai perintah yang sudah dirumuskan secara cepat dan tepat, serta diorganisasikan supaya secara otomatis menerima dan menyimpan data berdasarkan intruksi intruksi yang telah tersimpan di dalam memori”(Nur Elfi: 2016). Kata komputer pada awalnya dipergunakan untuk menggambarkan orang yang pekerjaannya melakukan perhitungan aritmetika, dengan atau tanpa alat bantu, tetapi arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu sendiri.

Spesifikasi yang dibutuhkan dalam pembuatan segala produk multimedia mempunyai kriteria tersendiri, semua tergantung perangkat lunak yang digunakan dalam komputer atau laptop itu. Spesifikasi komputer atau laptop yang digunakan dalam pembuatan media pembelajaran ini minimal Core i5 NVIDIA GeForce 930MX, RAM 4 GB, HDD 500 GB, OS Windows 10.

2.11 Perbandingan Metode

Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan penulis, sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian. Penelitian tentang Adobe Flash, media pembelajaran dan Tata Cahaya. Berikut merupakan penelitian terdahulu dari beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis :

(28)

1. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif Adobe Flash CS6 Untuk Keterampilan Membaca Bahasa Prancis Peserta Didik Kelas X Sma Negeri 1 Depok

Skripsi milik Sri Wahyuni (2014) ini membahas tentang pengembangan dan kualitas media pembelajaran berbasis multimedia interaktif Adobe Flash CS6 dalam keterampilan membaca bahasa Prancis SMA kelas X.

Media pembelajaran berbasis multimedia interaktif yang berjudul “Voilà!

C'est mon identité” dapat menjadi salah satu sarana bagi peserta didik maupun guru yang sifatnya pilihan tetapi dapat dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan tentang media pembelajaran interaktif, Bahasa Prancis khususnya keterampilan membaca pada materi l’identité. Media ini diharapkan bisa memudahkan proses belajar mengajar yang lebih menarik untuk meningkatkan antusias peserta didik dalam belajar Bahasa Prancis.

2. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi Jurnal yang disusun oleh Ali Muhson ini menjelaskan tentang media pembelajaran.

Media pembelajaran dapat merupakan wahana penyalur pesan dan informasi belajar. Media pembelajaran yang dirancang secara baik akan sangat membantu peserta didik dalam mencerna dan memahami materi pelajaran.

Fungsi media dalam kegiatan pembelajaran bukan sekedar alat peraga bagi guru melainkan sebagai pembawa informasi/pesan pembelajaran. Masing- masing jenis media pembelajaran memiliki karakteristik, kelebihan serta kekurangannya. Itulah sebabnya maka perlu adanya perencanaan yang sistematis untuk penggunaan media pembelajaran.

Penggunaan media pembelajaran ekonomi dapat memperlancar proses pembelajaran dan mengoptimalkan hasil belajar untuk itu sebagai pendidik seyogyanya mampu memilih dan mengembangkan media yang tepat agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

(29)

3. Aplikasi Media Pembelajaran Memahami Cara Penggunaan Peralatan Tata Cahaya

Tugas Akhir Ardian Nevrianto Subekti ini menjelaskan tentang bagaimana mengembangkan sebuah media pembelajaran tentang Cara Penggunaan Peralatan Tata Cahaya, kesimpulan yang telah didapatkan, yaitu:

Rancang bangun Aplikasi Media Pembelajaran Memahami Cara Penggunaan Peralatan Tata Cahaya dengan melibatkan data eksternal serta model-model yang terkait dengan permasalahan di atas tersebut, menghasilkan suatu sistem yang membantu proses belajar mengajar di SMK Kristen YBPK Pare.

4. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif dengan Menggunakan Metode Multimedia Development Life Cycle

Jurnal ini menerapkan metode MDLC dalam pembuatan media pembelajarannya, dibuat oleh Mustika, Eka Prasetya Adhy Sugara dan Maissy Pratiwi. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa, metode MDLC dapat digunakan dalam pengembangan media pembelajaran manajemen proyek IT.

Penelitian ini menghasilkan media pembelajaran multimedia interaktif berupa aplikasi media pembelajaran Manajemen Proyek IT pada materi Metodologi Manajemen Proyek yang bertujuan untuk memudahkan proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa.

Media pembelajaran Manajemen Proyek IT pada materi Metodologi Manajemen Proyek berisi penjelasan tentang tahapan inisiasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penutupan proyek, serta dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pembangunan proyek IT. Media pembelajaran yang dibuat sudah diuji dengan teknik blackbox testing dengan hasil baik.

5. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Pada Mata Kuliah Teori Dan Praktik Plambing Di Program Studi S1 PVKB UNJ

Jurnal yang dibuat oleh Nanda Dewi, R. Eka Murtinugraha dan Riyan Arthur, merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan media

(30)

pembelajaran interaktif pada mata kuliah Teori dan Praktik Plambing dengan berbantuan perangkat lunak Adobe Flash CS6.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Research and Development (R&D) dengan model Borg & Gall. Penelitian ini menggunakan angket sebagai instrumen pengumpulan data uji validasi dari ahli media, ahli materi dan penilaian mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Teori dan Praktik Plambing.

Berikut ini (Tabel 2.4), terdapat persamaan dan perbedaan pada penelitian yang sekarang dengan sebelumnya:

Tabel 2.4. Persamaan dan Perbedaan Penelitian

No Judul Jurnal Persamaan Perbedaan

1 Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif Adobe Flash CS6 Untuk Keterampilan

Membaca Bahasa Prancis Peserta Didik Kelas X Sma Negeri 1 Depok

- Meneliti tentang keefektifan

pembelajaran

menggunakan media pembelajaran

Penulis sebelumnya membawakan materi Membaca Bahasa Prancis, sedangkan penulis sekarang membahas tentang Tata Cahaya.

2 Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi

- menjelaskan media pembelajaran sebagai wahana penyalur pesan dan informasi belajar untuk peserta didik

Penulis sekarang menerapkan materi menggunakan media pembelajaran, sedangkan penulis sebelumnya menerapkannya melalui teori.

(31)

3 Aplikasi Media Pembelajaran

Memahami Cara Penggunaan

Peralatan Tata Cahaya

Tema yang dibahas peneliti sekarang dengan peneliti terdahulu sama (Penelitian terdahulu menjadi sumber data penulis sekarang)

Metodologi yang dipakai penulis sebelumnya menggunakan LCG (Linear Congruential Generator), sedangkan penulis sekarang menggunakan MDLC (Multimedia

Development Life Cycle) 4 Pengembangan

Media Pembelajaran Interaktif dengan Menggunakan

Metode Multimedia Development Life Cycle

Peneliti menggunakan metode Multimedia Development Life

Cycle untuk

pembuatan media pembelajarannya.

Peneliti sekarang menggunakan Adobe Flash CS6, sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan Adobe Flash Professional CS3

5 Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Pada Mata Kuliah Teori Dan Praktik Plambing Di Program Studi S1 PVKB UNJ

Peneliti terdahulu dan sekarang membuat media pembelajaran berbasis interaktif (Penelitian terdahulu menjadi sumber data penulis sekarang)

Peneliti sebelumnya menggunakan metode penelitian Research and Development (R&D) dengan model Borg &

Gall, sedangkan peneliti sekarang menggunakan MDLC (Multimedia Development Life Cycle)

Referensi

Dokumen terkait

Profile of anemia in chronic renal failure patients: comparison between predialyzed and dialyzed patients at the Division of Nephrology, Department of Internal Medicine,

- Perjumpaan kesembilan bagi tahun 2017 - Guru penasihat mengambil kehadiran ahli - Senaman asas (warming-up) dan larian. - Murid diajar guru kemahiran asas dalam permainan

Data hasil pengkajian tanda dan gejala demam typoid yang dialami kedua klien berbeda yaitu klien pertama mengalami penurunan nafsu makan sedangkan klien

Perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial dalam hal ini adalah corporate environmental disclosure memiliki tujuan untuk membangun

 Penggunaan lining beton akan memberikan kestabilan yang lebih baik terutama pada daerah-daerah dengan muka air tanah yang tinggi, bilamana perlu dapat

Sebanyak 3 subjek melakukan kesalahan pemahaman pada saat menyelesaikan masalah faktorisasi suku aljabar. Meskipun tidak ada kata-kata sulit dalam masalah, berdasarkan hasil

Perbaikan lengas tanah pada awal pertumbuhan berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh dan tinggi tanaman umur 21 HST, akan tetapi pada saat panen tidak berbeda nyata, selanjutnya

Permasalahan yang timbul dalam proses transaksi pembayaran jasa akuntan pada Kantor Akuntan Publik Drs.Thomas, Blasius, Widartoyo & Rekan adalah dalam proses