Universitas Kristen Maranatha
小津
安二郎
東京物語本音 建前 分析
序論
日本人 言 本音 建前 あ く言わ
言う 心 思 あ 程度異 言う あ
う 本音 建前 使い分 時 自己葛藤 生
あ
本 論 文 本 音 建 前 い う 概 念 理 解
う 自己葛藤 生 いう 研究 目的 あ 研究分析
当 心理学的アフロ チ 使用
本音 建前 場人物 感情 深く関わ あ 研究分析
材料
小津 安二郎
作
東京物語 使う本論
本 音 建 前 日 本 い 心 理 的 示 言 葉 あ
同 日本特有 社会現象 表 日本語 あ 。 本音 真実
感情 欲求 指 。 社会 立場 期待 要求 違
Universitas Kristen Maranatha
あ ノ 寝 ふ い 本音 自分 泣い い
あ 実際 対話 ノ 感情 抑え ト 気分
害 い ノ 何 い う 振 舞う あ
結論
映 画 東 京 物 語 昭 和 日 本 家 族 間 中 本 音
建前 現在 日本人 い 本音 建前
言う概念 社会構造 和及び調和 保 あ あ
本音 出 相手 快感 え 建前 言う 普通
あ 本音 出 話 手 気楽 場合
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 1
1.2Pembatasan Masalah 5
1.3Tujuan Penelitian 6
1.4Metode Penelitian 6
1.5Organisasi Penulisan 10
BAB 2
HONNE DAN TATEMAE
2.1 Definisi Honne dan Tatemae 12
2.2 Latar Belakang dan Perkembangan Honne dan Tatemae 14
2.3 Perwujudan Honne dan Tatemae 18
2.4 Pandangan serta Pengaruh Honne dan Tatemae 23
2.4.1 Terhadap Masyarakat Jepang 25
Universitas Kristen Maranatha
BAB 3
ANALISIS FILM TOKYO STORY
3.1 Peristiwa Kedatangan Shukichi dan Tomi Hirayama ke Tokyo 31
3.2 Mengirim Orang Tua ke Penginapan 44
3.3 Shukichi dan Tomi Hirayama Meninggalkan Penginapan 52
3.4 Meninggalnya Tomi 61
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 Simpulan 78
SINOPSIS
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Kristen Maranatha
LAMPIRAN
HONNE DAN TATEMAE DALAM FILM
TOKYO MONOGATARI (1953)
DATA HONNE DAN TATEMAE
Waktu Honne/
Tatemae
Pelaku Keterangan
0.05.04 Honne Sukichi dan Tomi ketika menungkapkan kebahagiaan mengunjungi anak merekake Tokyo
0.13.03 Tatemae Fumiko ketika memberikan ide tambahan makan malam
0.14.26 Tatemae Noriko kepada Tomi ketika menyangkal kesibukan kerja
0.19.52 Tatemae Sukichi dan Tomi ketika diminta segera tidur oleh Koichi
Sukichi dan Tomi di rumah Koichi
0.25.10 Tatemae Sukichi kepada Koichi
ketika pasrah batal berjalan-jalan
0.26.22 Honne Minoru kepada untuk Sukichi dan Tomi
0.35.10 Tatemae dilakukan Tomi ketika Shige menyuruh memakai sandalnya yang kotor
0.41.24 Tatemae Noriko kepada Sukichi dan Tomi
melakukan penolakan
Universitas Kristen Maranatha
0.57.40 Tatemae Sukichi dan Tomi tidak mengatakah hal buruk mengenai Atami
0.58.59 Honne Shige kecewa orang tuanya pulang lebih awal dari Atami
“ Tatemae Sukichi dan Tomi menanggapi pernyataan Shige mengenai keberadaan Sukichi dan Tomi yang menganggu tanpa bertanya apa
1.09.02 Honne Sukichi dan Numata ketika mabuk di kedai sake
1.15.04 Tatemae Noriko menyangkal kesepian setelah ditinggalkan Shoji ketika Tomi
1.58.16 Tatemae Kyoko menanggapi pernyataan Shige ketika meminta pakaian milik Tomi sesaat setelah kematianTomi
1.59.32 Tatemae Sukichi menanggapi pernyataan Shige mengenai Tomi yang sakit
2.00.20 Tatemae Sukichi penerimaan terhadap rencana kepulangan anak- anak mereka ke Tokyo
Universitas Kristen Maranatha
2.06.57 Tatemae Noriko menyangkal setiap pujian yang diberikan Sukichi ketika akan palang ke Tokyo
2.08.25 Honne Noriko perasaan sebenarnya mengenai kesulitan dan kesepian yang dialami setelah ditinggalkan Shoji
2.11.20 Honne Sukichi mengungkapkan segala
Universitas Kristen Maranatha
Universitas Kristen Maranatha
LAMPIRAN
HONNE DAN TATEMAE DALAM FILM
TOKYO MONOGATARI (1953)
DATA HONNE DAN TATEMAE
Waktu Honne/
Tatemae
Pelaku Keterangan
0.05.04 Honne Sukichi dan Tomi ketika menungkapkan kebahagiaan mengunjungi anak merekake Tokyo
0.13.03 Tatemae Fumiko ketika memberikan ide tambahan makan malam
0.14.26 Tatemae Noriko kepada Tomi ketika menyangkal kesibukan kerja
0.19.52 Tatemae Sukichi dan Tomi ketika diminta segera tidur oleh Koichi
Sukichi dan Tomi di rumah Koichi
0.25.10 Tatemae Sukichi kepada Koichi
ketika pasrah batal berjalan-jalan
0.26.22 Honne Minoru kepada Fumiko
Universitas Kristen Maranatha
0.31.36 Honne Shige menyayangkan suami yang membeli kue mahal untuk Sukichi dan Tomi
0.35.10 Tatemae dilakukan Tomi ketika Shige menyuruh memakai sandalnya yang kotor
0.41.24 Tatemae Noriko kepada Sukichi dan Tomi
melakukan penolakan
terhadap pujian (setelah membawa jalan-jalan Sukichi dan Tomi)
0.45.53 Honne Shige dan Koichi rencana pengiriman ke Atami
0.57.40 Tatemae Sukichi dan Tomi tidak mengatakah hal buruk mengenai Atami
0.58.59 Honne Shige kecewa orang tuanya pulang lebih awal dari Atami
“ Tatemae Sukichi dan Tomi menanggapi pernyataan Shige mengenai keberadaan Sukichi dan Tomi yang menganggu tanpa bertanya apa
1.09.02 Honne Sukichi dan Numata ketika mabuk di kedai sake
Universitas Kristen Maranatha
1.58.16 Tatemae Kyoko menanggapi pernyataan Shige ketika meminta pakaian milik Tomi sesaat setelah kematianTomi
1.59.32 Tatemae Sukichi menanggapi pernyataan Shige mengenai Tomi yang sakit
2.00.20 Tatemae Sukichi penerimaan terhadap rencana kepulangan anak- anak mereka ke Tokyo
2.03.27 Honne Kyoko berbicara pada Noriko mengenai kekecewaan terhadap perlakuan kakaknya terutama Shige
2.06.57 Tatemae Noriko menyangkal setiap pujian yang diberikan Sukichi ketika akan palang ke Tokyo
2.08.25 Honne Noriko perasaan sebenarnya mengenai kesulitan dan kesepian yang dialami setelah ditinggalkan Shoji
2.11.20 Honne Sukichi mengungkapkan segala
Universitas Kristen Maranatha
Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowaki mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Film merupakan salah satu hasil dari sebuah kebudayaan.
Film berisi adegan-adegan yang direkam oleh kamera untuk kemudian disajikan
dalam layar. Film dibuat sebagai pemuasan terhadap masyarakat, oleh karena itu
terdapat berbagai jenis film seperti: film dokumenter, film komedi, film horor,
dan lain sebagainya. Film dapat juga menjadi refleksi dari suatu keadaan dalam
masyarakat.
Sebagai negara yang sarat akan tradisi, aturan dan adat istiadat
menghasilkan suatu pola pikir yang menjadikan bangsa Jepang mempunyai jati
diri yang tidak tergoyahkan hingga akhirnya menjadi bangsa yang diakui di dunia.
Jepang juga merupakan negara yang dapat dikatakan mencerminkan moderenitas
dan kebudayaan, seperti sebuah mata uang, dalam masyarakat Jepang
kebudayaan bersanding dengan modernitas. Jepang merupakan negara penguasa
teknologi di Asia dan diakui sebagai bangsa yang sangat maju di dunia.
Salah satu kata yang paling penting untuk memahami pemikiran bangsa
Jepang adalah 和(wa). Wa merupakan harmoni. Menjaga harmonisasi dalam
Universitas Kristen Maranatha
keadaan tetap sejalan dan dapat membuat bangsa Jepang kuat dan mampu
bertahan menghadapi segala tekanan yang ada. Menjaga harmoni tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara salah satunya, yaitu yang disebut dengan
honne本音dan tatemae 建前.
tachiba kara kikai – youkyuu sareru koto to chigau baai ga ari, shibashiba
syoujiki ni hyougen sarenai. Mata ippou, tatemae towa kouni arawasu
koudou – iken wo sasu. Korera wa shakai – tachiba kara kikai – youkyuu
sareru koto de, honne to icchishinai baai ga aru…
Honne dan tatemae merupakan kosakata dalam bahasa Jepang yang mengekspresikan fenomena dalam masyarakat. Pertama-tama, honne merupakan hasrat yang menunjukan keinginan sebenarnya. Adanya situasi yang tidak sesuai dan pengharapan dari masyarakat, sehingga seringkali kejujuran tidak dapat ditunjukan. Di lain pihak tatemae adalah sesuatu yang ditujukan untuk mewakili pendapat umum. Dengan adanya pengharapan dari masyarakat, membuat situasi ini tidak sesuai dengan honne.
Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa honne dan tatemae merupakan
unsur yang sangat penting dalam masyarakat Jepang, terbentuk untuk menjaga
keharmonisan lingkungan. Honne merupakan perasaan yang sebenarnya, yang
akan sangat tabu bagi masyarakat Jepang untuk menggungkapkannya karena
khawatir hanya akan membuat konflik. Sangat sulit untuk orang Jepang
mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan, seperti menolak permintaan,
1
本音 建前 (20 oktober 2008)
Universitas Kristen Maranatha
menolak ajakan dll, dikarenakan ketakutan menimbulkan lingkungan yang tidak
kondusif.
Tatemae merupakan perilaku, atau pendapat yang diungkapkan
berdasarkan harapan dari masyarakat, dan bukan berdasarkan perasaan yang
sebenarnya. Tatemae bukanlah suatu kebohongan yang disengaja tetapi sesuatu
yang ada untuk menstabilkan lingkungan, meskipun penggunaannya seringkali
membuat pelaku tidak nyaman karena harus menekan perasaan yang sebenarnya
Suatu kondisi dalam masarakat untuk dapat menjaga lingkungan dengan
cara menekan perasaan yang sebenarnya, membuat penulis tertarik untuk
membahas honne dan tatemae. Dalam hal ini yang akan penulis analisa adalah
konsep honne dan tatemae yang tercermin dalam film Tokyo Story yang memiliki
judul asli 東京物語Tokyo Monogatari (1953).
Perfilman Jepang mulai berkembang sekitar tahun 1890-an dan masih
berupa film bisu. Film dokumentasi pertama dibuat pada tahun 1899. Sampai
sekitar tahun 1930 film bisu masih diproduksi di Jepang. Tahun 1950 merupakan
puncak dari perfilman Jepang dengan 3 film (Rashomon, Seven Samurai, dan
Tokyo Story). Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
perfilman Jepang pun semakin berkembang, dan pada tahun 1980-an dibuat film
animasi pertama yang kelak menjadi sangat populer di abad ke-20.
Tokyo Story dengan sutradara Yasujiro Ozu, dan produsernya Takeshi
Yamamoto, meraih sukses yang sangat besar. Cerita ditulis oleh Kogo Noda dan
Yasujiro Ozu, musik ditata oleh Kojun Saito, sinematograpi oleh Yuuharu Atsuta,
Universitas Kristen Maranatha
Limited, salah satu studio film Jepang yang pada awalnya memproduksi kabuki2
hingga kemudian memproduksi anime3 dan film.
Yasujirō Ozu (1903 - 1963) adalah sutradara film Jepang yang sangat
berpengaruh, Ozu merupakan salah satu sutradara yang sangat produktif.
Sepanjang karirnya Ozu telah menyutradarai 53 film, dan 26 film diproduksi
dalam 5 tahun karir pertamanya. Ozu diakui di dunia dan dapat disejajarkan
dengan Akira Kurosawa4. Tokyo Story merupakan masterpiece dari Ozu yang
banyak meraih penghargaan diantaranya memenangkan Sutherland trophy5 pada
tahun 1958, Tokyo Story terdaftar sebagai salah satu dari sepuluh film terbesar
yang pernah dibuat; juga disebutkan bahwa Tokyo Story termasuk dalam daftar
100 film terbaik sepanjang masa.
Dalam Tokyo Story dikisahkan pasangan kakek dan nenek Sukichi dan
Tomi Hirayama dari kota kecil tepi laut Onomichi, mengunjungi anak-anak
mereka yang sibuk di Tokyo. Setibanya di Tokyo pasangan Hirayama ternyata
terabaikan. Anaknya telah memiliki keluarga sendiri, dengan kesibukan yang ada
menjadi sangat sulit membagi waktu antara orangtua dan keluarganya. Hanya
menantu perempuan (janda salah satu anak mereka yang meninggal) Noriko,
bersikap sangat baik dan ramah terhadap mereka.
Anak mereka tidak mengetahui bagaimana untuk menghibur orang tua
sehingga memutuskan untuk mengirimkan orang tuanya ke tempat peristirahatan
2 Seni teater tradisional khas Jepang, dan semua pemainnya adalah lelaki. 3 Sebutan untuk animasi khas Jepang
4 Akira Kurosawa
黒泽 (1910 - 1998) merupakan salah seorang tokoh penting perfilman Jepang ,
produser film, dan juga penulis skenario
Universitas Kristen Maranatha
dengan harga murah, di sana penuh sesak dan sangat bising karena penginapan itu
merupakan tempat untuk anak muda bersenang-senang. Karena merasa tidak
nyaman pasangan ini kembali lebih awal ke rumah anak perempuan mereka Shige.
Kedatangan tak diduga mereka mengganggu pertemuan yang dijadwalkan
Shige. Sebagai akibatnya, Sukichi Hirayama mencari beberapa teman tua di kota,
mengharapkan diundang untuk menghabiskan malam dan Tomi Hirayama
menghabiskan satu malam terakhir dengan Noriko sebelum kembali menuju ke
Onomichi. Setelah beberapa hari di Tokyo, pasangan ini kembali pulang. Di
kereta api Tomi jatuh sakit, sampai di Onomichi anak-anak dipanggil, dan segera
setelah itu Tomi Hirayama meninggal, dikelilingi oleh keluarganya.
Cerita dalam film drama Tokyo Story menggambarkan tradisi pada masa
itu, menunjukan pembaharuan serta mengisyaratkan bermacam pemaknaan
melalui tingkah laku para tokoh. Rasa cemas, gelisah dan penekanan perasaan
sangat kental terasa. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti
lebih jauh mengenai honne dan tatemae yang merupakan pola pikir masyarakat
Jepang, dalam hal ini dikaitkan dengan perilaku para tokoh dalam film Tokyo
Story.
1.2 Pembatasan Masalah
Penulisan skripsi ini akan membatasi permasalahan dengan
mengkhususkan pada pembahasan honne dan tatemae yang tercermin dalam film
Universitas Kristen Maranatha
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami konsep honne dan tatemae
dalam film Tokyo Story, serta untuk mengetahui mengapa penerapan konsep
tersebut dapat menimbulkan konflik dalam diri individu.
1.4 Metode Penelitian
Metode memiliki kesamaan pengertian dengan prosedur, tata cara, alat,
dan teknik, atau dapat pula dikatakan sebagai suatu aturan yang dibuat supaya
mendapatkan hasil yang sistematis dan logis. Metode dapat dikatakan suatu
kerangka berpikir yang tersusun dengan suatu maksud dan tujuan, metode
penelitian sastra yang pada awalnya hanya digunakan untuk menjelaskan segala
sesuatu yang berhubungan dengan text atau bahasa, sekarang telah diterapkan
untuk dapat mengkaji non-fiksi, fiksi popular, film, dokumen sejarah, hukum,
periklanan, dll, yang terkait di bidang studi budaya.6
Budaya akan selalu berhubungan dengan masyarakat karena masyarakat
itu sendiri terdiri dari individu yang mempunyai berbagai pemikiran dan
keinginan sendiri. Maka untuk dapat memahami suatu konsep berpikir honne dan
tatemae sebagai hasil pembentukan masyarkat dalam kaitannya dengan individu
penulis menggunakan dialog, gestur7dan konflik pada tokoh-tokoh sebagai dasar
untuk memahami honne dan tatemae pada film Tokyo Story. Penulis
6 Literary theory (5 November 2008) <www.iep.utm.edu/i/literary.htm>
Universitas Kristen Maranatha
menggunakan metode analisis psikologis supaya mendapatkan hasil yang
diinginkan.
Metode penelitian psikologis dalam meneliti suatu karya seperti film
adalah metode yang bertolak dari asumsi bahwa suatu karya akan selalu terkait
dengan peristiwa kehidupan manusia. Manusia selalu menunjukan perilaku yang
beragam sehingga untuk memahaminya diperlukan pemahaman psikologis.
Penerapan metode psikologis ini, banyak bersandar pada teori dari psikiatris
Austrian Sigsmund Shlomo Freud (1856 - 1939), atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Freud menyatakan bahwa manusia dikuasai oleh batinnya sendiri. Freud
juga berbicara mengenai proses penciptaan seni yang merupakan akibat dari
tekanan dan timbunan masalah di alam bawah sadar yang kemudian
disublimasikan kedalam bentuk penciptaan karya seni.
Kebudayaan dan kepribadian sangat saling terikat. Hal ini diakui oleh
Edward Sapir (Ball, 197:157) bahwa hubungan kebudayaan dan kepribadian
sangat menantang untuk diteliti. Metode psikologis dengan lebih mengacu pada
psikologi sosial, memberikan suatu arahan yang dapat menjelaskan dan
memahami lebih jauh mengenai perilaku individu dalam masyarakat. Psikologi
sosial mempelajari bagaimana kondisi sosial mempengaruhi manusia. Psikologi
sosial mempunyai tiga ruang lingkup8, yaitu :
1. studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya : studi
tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat)
Universitas Kristen Maranatha
2. studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa, sikap sosial,
perilaku meniru dan lain-lain
3. studi tentang interaksi kelompok, misalnya : kepemimpinan, komunikasi
hubungan kekuasaan, kerjasama dalam kelompok, persaingan, konflik
Psikologi sosial cenderung lebih mungkin untuk memeriksa bagaimana
persepsi individu, sistem kepercayaan, norma-norma kesusilaan, identitas, dan
perilaku yang ditentukan oleh posisi seseorang di ruang sosial. Menurut psikolog
Gordon Allport, psikologi sosial adalah disiplin ilmu yang menggunakan metode
ilmiah "untuk memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan dan
perilaku individu sebenarnya dipengaruhi oleh sesuatu yang dibayangkan, atau
atas kehadiran manusia lain" (1985). Psikologi sosial melihat berbagai macam
topik sosial, termasuk kelompok perilaku, persepsi sosial, kepemimpinan, perilaku
nonverbal, kesesuaian, agresi, dan prasangka.
Dalam psikologi sosial terdapat asumsi dasar mengenai hal paling penting
yang bisa dipertimbangkan sebagai sesuatu yang bisa digunakan untuk memahami
perilaku sosial. Ada empat prespektif, yaitu :
1. perilaku (behavioral perspectives) yang menekankan, bahwa untuk dapat
lebih memahami perilaku seseorang, seyogianya kita mengabaikan
informasi tentang apa yang dipikirkan oleh seseorang.
2. kognitif (cognitive perspectives) yang menekankan pada pandangan
bahwa kita tidak bisa memahami perilaku seseorang tanpa mempelajari
Universitas Kristen Maranatha
3. stuktural (structural perspectives) yang menekankan bahwa perilaku
seseorang dapat dimengerti dengan sangat baik jika diketahui peran
sosialnya.
4. interaksionis (interactionist perspectives) yang lebih menekankan bahwa
manusia merupakan agen yang aktif dalam menetapkan perilakunya
sendiri, dan mereka yang membangun harapan-harapan sosial.
William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan kebiasaan
individual, tetapi James dan Dewey juga mencatat bahwa kebiasaan individu
mencerminkan kebiasaan kelompok yaitu adat istiadat masyarakat atau struktur
sosial. Adanya berbagai macam perspektif dari psikologi sosial, terutama teori
prespektif struktural dan prespektif interaksional yang dapat memberikan arahan
secara lebih terfokus mengenai hubungan individu dengan masyarakat.
Prespektif stuktural menjelaskan perilaku manusia dan hubungannya
dengan peran sosial, setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap
anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori
yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Anggota kelompok membentuk
harapan-harapan atas dirinya sendiri dan diri anggota lain, sesuai dengan tugas-tugas yang
relevan dengan kemampuan mereka, dan harapan-harapan tersebut mempengaruhi
gaya interaksi diantara anggota-anggota kelompok. Sedangkan dalam masyarakat
modern, secara gradual seseorang akan kehilangan individualitas-nya atau
kemandiriannya, konsep diri, atau jati diri. (Denzin, 1986; Murphy, 1989; Dowd,
Universitas Kristen Maranatha
Menurut prespektif interaksionis gerak-isyarat yang maknanya diberi
bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam interaksi adalah merupakan simbol
yang berarti penting. Kata-kata dan suara-lainnya, gerakan-gerakan fisik, bahasa
tubuh (body langguage), baju, status, kesemuanya merupakan simbol yang
bermakna. Prespektif interaksionis didukung juga dengan pernyataan bahwa
terjadi saling mempengaruhi antar individu dengan struktur sosial yang lebih
besar lagi (masyarakat).
Berdasar pada acuan teori tersebut diatas penulis memilih menggunakan
metode penelitian psikologis karena mempunyai koorelasi yang paling dekat
dengan kasus yang sedang diteliti sehingga dapat menjelaskan dengan baik dan
mendapatkan hasil yang memuaskan.
1.5 Organisasi Penulisan
Penulisan skripsi ini terbagi menjadi empat bab dan di dalam setiap
bab-nya terdapat sub-bab. Bab I merupakan pendahuluan, terdiri dari latar belakang
masalah mengungkapkan alasan pengambilan penelitian, pembatasan masalah,
tujuan penelitian, metodologi penelitian yang merupakan kerangka dalam
penulisan, dan terakhir adalah organisiasi penulisan, yang merinci secara garis
besar isi dari skripsi ini. Bab II merupakan landasan teori yang membahas
mengenai pengertian juga perkembangan honne dan tatemae dalam masyarakat
Jepang. Bab III merupakan analisis honne dan tatemae yang mengemukakan
analisis dialog dan gestur yang mencerminkan honne dan tatemae, penulisan
Universitas Kristen Maranatha
Yasujiro Ozu. Kemudian bab IV merupakan kesimpulan dari analisis honne dan
Universitas Kristen Maranatha
BAB IV
SIMPULAN
Sebagai kesimpulan dari apa yang penulis uraikan pada bab-bab
sebelumnya, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut.
Honne merupakan perasaan, keinginan atau pendapat yang sebenarnya dari
seseorang dan akan sangat sulit untuk mengungkapkannya karena ditakutkan akan
menimbulkan pertentangan dalam kelompok sosial. Sedangkan tatemae
merupakan rangkaian sikap, perilaku atau pendapat yang dirancang untuk
konsumsi publik supaya tercipta keselarasan dan menghindari konflik dengan
kelompok sosial.
Dalam film Tokyo Story, honne dapat diungkapkan apabila seseorang
berada atau berhadapan dengan situasi dimana terdapat ikatan hubungan yang erat
atau akrab. Honne dapat pula tampak pada saat situasi lingkungan tempat
seseorang berada tidak lagi dapat dikendalikan. Selain itu apabila terdapat rasa
percaya diantara pembicara dan lawan bicara honne dapat pula diungkapkan. Dan
yang terakhir honne dapat terungkap ketika perasaan yang sebenarnya tidak dapat
ditahan atau disembunyikan lagi.
Tatemae yang merupakan statement publik dapat diungkapkan apabila
seseorang berhadapan dengan seseorang yang dihormati atau dihargainya.
Tatemae juga banyak dipakai untuk menghindari konflik dengan lingkungan
sekitar. Terdapat pula alasan tatemae digunakan yaitu untuk melindungi
Universitas Kristen Maranatha
merendahkan diri. Tatemae dapat juga digunakan sebagai penghargaan atas usaha
atau pemberian orang lain. Selanjutnya tatemae yang tercermin dalam Tokyo Story
dapat terlihat apabila seseorang membutuhkan perlindungan atau sebagai proteksi
diri.
Pemakaian honne dan tatemae dalam berbagai situasi tentulah
memberikan suatu dampak atau efek baik pada pembicara ataupun lawan bicara.
Beberapa diantara dampak pemakaian honne yaitu akan timbul perasaan tidak
nyaman pada lawan bicara atau sekitar ketika honne diungkapkan. Honne juga
dapat memberikan kesan buruk terhadap pribadi pengguna. Akan tetapi honne
juga dapat memberikan kelegaan atau ketenangan pikiran pada pengguna karena
telah diungkapkan. Dengan kata lain penggunaan honne akan menimbulkan
dampak yang lebih besar terhadap orang lain daripada diri sendiri.
Sedangkan untuk tatemae, penggunaannya dapat memberikan situasi yang
tetap terjaga dengan baik, juga dapat menghindari pertentangan yang mungkin
terjadi, selain itu dapat memberikan kesan baik pada pengguna. Akan tetapi selain
hal-hal yang disebutkan tadi, penggunaan tatemaepun memberikan dampak
berupa tekanan psikologis yang besar terhadap pribadi pengguna karena
seseorang yang menggunakan tatemae harus menahan segala keinginan atau
perasaan yang sebenarnya dirasakan, seperti perasaan kecewa, kesal, sedih dan
marah. Secara singkat penggunaan tatemae akan menimbulkan dampak yang lebih
besar terhadap diri sendiri daripada orang lain.
Selain hal-hal yang telah disampaikan sebelumnya, pada Tokyo Story,
Universitas Kristen Maranatha
sengaja akan berupa obrolan wajar yang mengemukakan pandangan ataupun
keinginan yang sebenarnya. Sedangkan apabila situasi yang berlangsung tidak
sesuai dengan yang diharapkan maka honne akan tampak berupa luapan emosi
seperti kemarahan, kekesalan, kekecewaan ataupun tangis dari si pengguna.
Apabila pemakaian tatemae yang digunakan merupakan bentuk
penghormatan atau penghargaan terhadap lawan bicara maka tatemae akan
tampak berupa sikap merendahkan diri dengan pemakaian keigo atau dapat pula
dengan penyangkalan terhadap pujian atau rasa terimakasih yang diberikan.
Sedangkan apabila tatemae yang diungkapkan merupakan hasil dari penekanan
perasaan maka akan tampak sikap diam, peneriman atau mengiyakan tanpa
mempertentangkan hal-hal yang sebenarnya tidak sesuai dengan keinginan atau
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Alston, John P. and Takei, Isao. 2005. Japanese Business Culture and Practice. I Universe.
Befu, Harumi.2001. Anthropological Analysis of "Nihonjinron". Trans Pacific Press, Australia.
_____ 2001. Hegemony of Homogeneity. Trans Pacific Press, Australia.
Bramble, P Sean. 2004. Culture Shock : A Survival Guide to Customs and Etiquette. Marshall Cavendish International.
Davies, Roger J, Osamu Ikeno.2002. The Japanese Mind: Understanding Contemporary Japanese Culture. Tuttle Publishing, North Clarendon
Doi, Takeo.1986. The Anatomy of Self: The Individual Versus Society. Oxford University Press, United State.
Gamble, Adam. and Watanabe, Takesato.2004. A Public Betrayed : An Inside Look at Japanese Media Atrocities and Their Warnings to the West. Regnery Publishing, Washington DC
Gielen, Uwe P. Et.al.1992. “Tatemae and Honne : A Stsudy of Moral Relativis in Japanese Culture”(1992). Psychology in international perspective: 50 years of the
International Council of Psychologists.Taylor & Francis, New York.
Hall, E. 1976. Beyond culture. Anchor Press, New York.
Universitas Kristen Maranatha Kodansha.1993. Japan an Illustrated Encyclopedia. 7th ed. Kodansha, Tokyo
Lebra, Takie Sugiyama.2004. The Japanese Self in Cultural Logic.University of Hawaii Press, New York.
Mente, Boye Lafayette de.2003. Kata : The Key to Understanding and Dealing With the Japanese. Tuttle Publishing, North Clarendon
Minoru, Nishio.1986. Kokugo Jiten. Iwanami Shoolen, Tokyo.
Mitsubishi, Shoji.1988. Tatemae and Honne: Distinguishing Between Good Form and Real Intention in Japanese Business Culture. Kabushiki Kaisha, Tokyo.
Nakane, Chie.1972. Japanese Society. University of California Press, London.
Proferes, Nicholas T.2004. Film directing fundamentals: see your film before shooting. Focal Press, United Kingdom.
Richie, Donald.1977.Ozu. University of California Press
Semi Atar.1993. Metode penelitian Sastra. Bandung : Angkasa
Shiego Hinata, 2000. Keigo no Renshuuchoo. Chuukei Shuppan, Tokyo
Sugiura, Yoichi. and Gillespie, John K. 2004. Nihongo wo Eeigo de Shokaisuru Jiten. Natsume, Tokyo.
Soepardjo, Djojok. dan Setiawan, Wawan. 1999. “Komunikasi Hubungan Personal Orang Jepang” (1999). Budaya Jepang Masa Kini (Kumpulan Artikel). CV Bintang, Surabaya.