INTISARI
Komposit adalah penggabungan dua macam material atau lebih yaitu serat dan matriks. Untuk dapat mengetahui sifat dan karateristik yang baik dari komposit, Beberapa faktor yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah curing. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas dari komposit serabut kelapa yang mendapat curing dengan variasi suhu 80oC, 100oC dan 120oC.
Penelitian ini menggunakan serat serabut kelapa dengan susunan serat searah. Resin yang digunakan ialah resin polyester, katalis dan hand body sebagai release agent. Dalam pembuatan komposit dengan serat alam ini, perbandingan yang digunakan yaitu 69,7% resin polyester, 0,3% katalis, dan 30% serat. Jumlah resin yang diperlukan untuk satu kali mencetak komposit dengan ukuran cetakan 30 x 20 x 0,5 cm adalah 209,1 ml. Untuk satu kali mencetak diperlukan 129,6 gr serat serabut kelapa, sedangkan setiap satu lapisan diperlukan 64,8 gr serat. Pembuatan komposit ini hanya menggunakan dua lapisan serat. Cara pengambilan data adalah dengan melakukan pengujian tarik pada setiap benda uji komposit yang sudah diberi perlakuan curing dengan variasi suhu 80oC,100oC dan 120oC selama 3 jam.
Komposit yang tidak diberi perlakuan curing akan memperoleh hasil dengan kekuatan tarik rata-rata sebesar 21,17 MPa, regangan sebesar 0,84%, dan modulus elastisitas sebesar 1027,67 MPa. Komposit yang diberi perlakuan curing dengan variasi suhu akan memperoleh hasil dengan kekuatan tarik rata-rata sebagai berikut: Pada komposit curing dengan suhu 80oC sebesar 17,88 MPa, regangan sebesar 1,01%, dan modulus elastisitas sebesar 1770,3 MPa. Kekuatan tarik rata-rata pada komposit curing dengan suhu 100oC sebesar 22,92 MPa, regangan sebesar 0,84%, dan modulus elastisitas sebesar 2728,57 MPa. Kekuatan tarik rata-rata pada komposit curing dengan suhu 120oC sebesar 18,24 MPa, regangan 1% dan modulus elastisitasnya 1824 MPa. Kekuatan tarik dan modulus elastisitas rata-rata yang terbaik pada komposit adalah dengan perlakuan curing 100oC, dan regangan rata-rata yang terbaik pada komposit adalah dengan yang tidak diberi perlakuan curing.
ABSTRACT
Composite is the merger of two or more kinds of material that is fiber and the matrix. To be able to know the nature and characteristics of the good of the composite, several factors need to be, one of which is curing. The purpose of this study was to determine the value of tensile strength, strain and modulus of elasticity of composite coconut fiber gets cured by variations in temperature 80oC, 100oC, and 120oC.
This study uses coir fiber with unidirectional fiber arrangement. Resins which is used are polyester resin, catalyst, and hand body as a release agent. In the manufacture of composites with natural fibers, the ratio used is 69,7% polyester resin, 0,3% of the catalyst, and 30% fiber. The amount of resin needed for one print composite with the print size of 30 x 20 x 0,5 cm was 209.1 ml. For one print is required 129,6 grams of fiber coconut fiber, whereas each of the layers required 64,8 grams of fiber. This composite manufacture just use two layers of fibers. How to take data retrieval is to perform tensile tests on each composite test specimens that have been treated with a curing temperature variations 80oC, 100oC, and 120oC for 3 hours.
The untreated composites by curing will get results with an average tensile strength of 21,17 MPa, the strain of 0,84%, and a modulus of elasticity of 1027,67 MPa. Composite treated by curing with temperature variation will get results with an average tensile strength as follows: In the composite curing temperature of 80°C at 17,88 MPa, the strain of 1,01%, and a modulus of elasticity of 1770,3 MPa. Average tensile strength to the composite curing at 100°C amounted to 22,92 MPa, the strain of 0,84%, and a modulus of elasticity of 2728,57 MPa. Average tensile strength to the composite curing at 120oC temperature of 18,24 MPa, the strain of 1% and a modulus of elasticity 1824 MPa. The tensile strength and modulus of elasticity of the average of the best in the composite is at 100oC curing treatment, and the average strain of the best in the composite is with untreated curing.
KARASTERISTIK CURING 80
oC, 100
oC dan 120
oC KOMPOSIT
SERABUT KELAPA
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat
Mencapai derajat sarjana S-1
Disusun oleh :
HERWIN SIHOTANG NIM: 125214091
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
CURING CHARACTERISTICS OF 80
oC, 100
oC and 120
oC
COCONUT FIBER COMPOSITES
FINAL PROJECT
As partial fulfillment of the requirement
to obtain the Sarjana Teknik degree
in Mechanical Engineering
By:
HERWIN SIHOTANG Student Number: 125214091
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
viii
INTISARI
Komposit adalah penggabungan dua macam material atau lebih yaitu serat dan matriks. Untuk dapat mengetahui sifat dan karateristik yang baik dari komposit, Beberapa faktor yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah curing. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas dari komposit serabut kelapa yang mendapat curing dengan variasi suhu 80oC, 100oC dan 120oC.
Penelitian ini menggunakan serat serabut kelapa dengan susunan serat searah. Resin yang digunakan ialah resin polyester, katalis dan hand body sebagai release agent. Dalam pembuatan komposit dengan serat alam ini, perbandingan yang digunakan yaitu 69,7% resin polyester, 0,3% katalis, dan 30% serat. Jumlah resin yang diperlukan untuk satu kali mencetak komposit dengan ukuran cetakan 30 x 20 x 0,5 cm adalah 209,1 ml. Untuk satu kali mencetak diperlukan 129,6 gr serat serabut kelapa, sedangkan setiap satu lapisan diperlukan 64,8 gr serat. Pembuatan komposit ini hanya menggunakan dua lapisan serat. Cara pengambilan data adalah dengan melakukan pengujian tarik pada setiap benda uji komposit yang sudah diberi perlakuan curing dengan variasi suhu 80oC,100oC dan 120oC selama 3 jam.
Komposit yang tidak diberi perlakuan curing akan memperoleh hasil dengan kekuatan tarik rata-rata sebesar 21,17 MPa, regangan sebesar 0,84%, dan modulus elastisitas sebesar 1027,67 MPa. Komposit yang diberi perlakuan curing dengan variasi suhu akan memperoleh hasil dengan kekuatan tarik rata-rata sebagai berikut: Pada komposit curing dengan suhu 80oC sebesar 17,88 MPa, regangan sebesar 1,01%, dan modulus elastisitas sebesar 1770,3 MPa. Kekuatan tarik rata-rata pada komposit curing dengan suhu 100oC sebesar 22,92 MPa, regangan sebesar 0,84%, dan modulus elastisitas sebesar 2728,57 MPa. Kekuatan tarik rata-rata pada komposit curing dengan suhu 120oC sebesar 18,24 MPa, regangan 1% dan modulus elastisitasnya 1824 MPa. Kekuatan tarik dan modulus elastisitas rata-rata yang terbaik pada komposit adalah dengan perlakuan curing 100oC, dan regangan rata-rata yang terbaik pada komposit adalah dengan yang tidak diberi perlakuan curing.
ix
ABSTRACT
Composite is the merger of two or more kinds of material that is fiber and the matrix. To be able to know the nature and characteristics of the good of the composite, several factors need to be, one of which is curing. The purpose of this study was to determine the value of tensile strength, strain and modulus of elasticity of composite coconut fiber gets cured by variations in temperature 80oC, 100oC, and 120oC.
This study uses coir fiber with unidirectional fiber arrangement. Resins which is used are polyester resin, catalyst, and hand body as a release agent. In the manufacture of composites with natural fibers, the ratio used is 69,7% polyester resin, 0,3% of the catalyst, and 30% fiber. The amount of resin needed for one print composite with the print size of 30 x 20 x 0,5 cm was 209.1 ml. For one print is required 129,6 grams of fiber coconut fiber, whereas each of the layers required 64,8 grams of fiber. This composite manufacture just use two layers of fibers. How to take data retrieval is to perform tensile tests on each composite test specimens that have been treated with a curing temperature variations 80oC, 100oC, and 120oC for 3 hours.
The untreated composites by curing will get results with an average tensile strength of 21,17 MPa, the strain of 0,84%, and a modulus of elasticity of 1027,67 MPa. Composite treated by curing with temperature variation will get results with an average tensile strength as follows: In the composite curing temperature of 80°C at 17,88 MPa, the strain of 1,01%, and a modulus of elasticity of 1770,3 MPa. Average tensile strength to the composite curing at 100°C amounted to 22,92 MPa, the strain of 0,84%, and a modulus of elasticity of 2728,57 MPa. Average tensile strength to the composite curing at 120oC temperature of 18,24 MPa, the strain of 1% and a modulus of elasticity 1824 MPa. The tensile strength and modulus of elasticity of the average of the best in the composite is at 100oC curing treatment, and the average strain of the best in the composite is with untreated curing.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang oleh tuntunan dan
penghiburanNya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Skripsi merupakan salah satu syarat wajib untuk setiap mahasiswa Jurusan
Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma sebelum menulis skripsi. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Mesin
Universitas Sanata Dharma untuk memperoleh ijazah maupun gelar S-1.
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
atas bantuan dari orang-orang yang sangat berarti, yaitu kepada:
1. Sudi Mungkasi, Ph.D. M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Budi Setyahandana, M.T., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
4. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma.
5. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Studi Teknik Mesin Fakultas
Sains dan Teknologi yang telah membantu penulis selama perkuliahan hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
6. Deliana Tumanggor, orang tua saya yang telah mendukung dan membimbing
saya hingga dapat selesai.
7. Teman-teman Teknik Mesin Sanata Dharma yang telah membantu dan telah
memberi dukungan sehigga skripsi ini dapat selesai.
8. Komunitas Soldier Of Sadar, yang telah banyak memberi semangat saya dalam
xi
9. Pipin Erixson Sintumorang S.Pd., yang telah membantu dalam pengerjaan
skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidaklah sempurna,karena kesempurnaan adalah milik yang Mahakuasa. Penulis berharap agar melalui skripsi ini memberi pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca karya tulis ini.
Yogyakarta, 30 Agustus 2016
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
TITLE PAGE... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERNYATAAN... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
INTISARI... viii
ABSTRACK... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 2
1.3 Tujuan Penelitian... 2
1.4 Batasan Masalah... 3
1.5 Manfaat Penelitian... 3
BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1 Komposit ... 4
2.1.1 Bahan penyusun Komposit ……...……... 5
2.1.2 Phase pertama (Matrik) ....………... 6
2.1.3 Polimer ... 7
xiii
2.2 Komposit Serat ... 9
2.2.1 Serat ... 10
2.2.2 Partikel ... 12
2.2.3 Flake ... 12
2.2.4 Bahan-bahan tambahan ... 12
2.2.5 Komposit matrik polimer ... 14
2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan FRP ... 15
2.2.6.1 Orientasi serat ... 15
2.2.6.2 Jenis Komposit serat ... 17
2.2.6.3 Komposisi dan bentuk serat ... 18
2.2.6.4 Faktor matrik ... 18
2.2.6.5 Fase ikatan ... 19
2.2.6.6 Suhu curing ... 19
2.2.7 Mekanika komposit ... 19
2.2.8 Kaidah pencampuran komposit ... 20
2.2.9 Rumus perhitungan tegangan dan regangan ... 22
2.2.10 Kecacatan pada komposit ... 23
2.2.10.1 Kecacatan pada komposit ... 23
2.2.10.2 kecacatan akibat beban tarik transversal ... 24
2.2.11 Proses curing ... 25
2.2.11.1 Oven ... 25
xiv
2.2.11.3 Lampu ... 26
2.2.11.4 Proses curing yang lain ... 26
2.2.12 Tinjauan pustaka ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Skema penelitian ... 28
3.2 Persiapan benda uji ... 29
3.3.1 Alat ... 29
3.3.2 Bahan... 31
3.3 Perlakuan alkalisasi pada serat dengan NaOH 5% ... 33
3.4 Perhitungan komposisi komposit ... 34
3.5 Pembuatan benda uji ... 35
3.6 Standar ukuran benda uji ... 36
3.7 Curing ... 36
3.8 Metode penelitian ... 37
3.8.1 Uji tarik ... 37
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN ... 38
4.1 Hasil Penelitian... 38
4.1.1 Hasil Pengujian benda uji ... 38
4.3 Pembahasan... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 60
5.1 Kesimpulan... 60
xv
DAFTAR PUSTAKA ... 61
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Polymeric Matrix Materials For Fiberglass ... 7
Tabel 2.2 Sifat Epoksi dan Resin Poliester ... 8
Tabel 2.3 Sifat-sifat serat yang digunakan dalam FRP ... 10
Tabel 2.4 Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam ... 11
Tabel 4.1 Dimensi benda uji serat tanpa alkalisasi ... 39
Tabel 4.2 Kekuatan tarik serat tanpa perlakuan alkalisasi ... 39
Tabel 4.3 Regangan dan modulus elastisitas serat tanpa perlakuan alkalisasi ... 39
Tabel 4.4 Dimensi benda uji serat dengan perlakuan alkalisasi... 40
Tabel 4.5 Kekuatan tarik serat dengan perlakuan alkalisasi ... 40
Tabel 4.6 Regangan dan modulus elastisitas serat dengan perlakuan alkalisasi ... 40
Tabel 4.7 Dimensi benda uji matrik ... 40
Tabel 4.8 Kekuatan tarik matrik ... 41
Tabel 4.9 Regangan dan modulus elastisitas matrik ... 41
Tabel 4.10 Dimensi benda uji komposit tanpa curing ... 41
Tabel 4.11 Kekuatan tarik komposit tanpa curing ... 41
Tabel 4.12 Regangan dan modulus elastisitas komposit tanpa Curing ... 42
Tabel 4.13 Dimensi benda uji dengan curing 80oC ... 42
Tabel 4.14 kekuatan tarik komposit dengan curing 80oC ... 42
Tabel 4.15 Regangan dan modulus elastisitas curing 80oC ... 42
Tabel 4.16 Dimensi benda uji dengan curing 100oC ... 43
Tabel 4.17 kekuatan tarik komposit dengan curing 100oC ... 43
Tabel 4.18 Regangan dan modulus elastisitas curing 100oC ... 43
Tabel 4.19 Dimensi benda uji dengan curing 120oC ... 43
Tabel 4.20 kekuatan tarik komposit dengan curing 120oC ... 44
xvii
Tabel 4.22 Hasil pengujian ... 55
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Klasifikasi Komposit Berdasarkan Fase Matrik ... 5
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk Reinforcing Sgent ... 9
Gambar 2.3 Partikel Sebagai Penguat Komposit ... 12
Gambar 2.4 Flake ... 13
Gambar 2.5 Orientasi serat ... 16
Gambar 2.6 Diagram Hubungan Antara Kekuatan, Fraksi Volume dan Susunan Serat ... 17
Gambar 2.7 Interface dan Interphase dalam komposit ... 21
Gambar 2.8 crack dan Interface ... 21
Gambar 2.9 Kecacatan pada komposit akibat beban tarik longitudinal ... 24
Gambar 2.10 kecacatan pada komposit akibat beban tarik transversal 25 Gambar 3.1 skema penelitian ... 28
Gambar 3.2 Resin yukalac 235 ... 31
Gambar 3.3 Serat Serabut Kelapa ... 32
Gambar 3.4 Aseton ... 32
Gambar 3.5 Katalis MEKPO ... 33
Gambar 3.6 NaOH kristal ... 33
Gambar 3.7 Standar Uji ... 36
Gambar 4.1 Diagram kekuatan tarik serat tanpa perlakuan alkalisasi 44 Gambar 4.2 Diagram regangan serat tanpa perlakuan alkalisasi .... 45
xix
Gambar 4.4 Diagram kekuatan tarik serat dengan perlakuan
alkalisasi ... 46
Gambar 4.5 Diagram regangan serat dengan perlakuan alkalisasi .. 46
Gambar 4.6 Diagram modulus elastisitas serat dengan perlakuan alkalisasi ... 47
Gambar 4.7 Diagram kekuatan tarik matrik ... 47
Gambar 4.8 Diagram regangan matrik ... 48
Gambar 4.9 Diagram modulus elastisitas matrik ... 48
Gambar 4.10 Diagram kekuatan tarik kompsit serabut kelapa tanpa Curing ... 49
Gambar 4.11 Diagram regangan tanpa curing ... 49
Gambar 4.12 Diagram modulus elastisitas kompsit serabut kelapa tanpa curing ... 50
Gambar 4.13 Diagram kekuatan tarik komposit serabut kelapa dengan curing 80oC ... 50
Gambar 4.14 Diagram regangan komposit serabut kelapa curing 80oC ... 51
Gambar 4.15 Diagram modulus elastisitas komposit serabut kelapa curing 80oC ... 51
Gambar 4.16 Diagram kekuatan tarik komposit serabut kelapa Curing 100oC ... 52
Gambar 4.17 Diagram regangan komposit serabut kelapa curing 100oC ... 52
xx
curing 120oC ... 53
Gambar 4.20 Diagram regangan komposit serabut kelapa curing 120oC ... 54
Gambar 4.21 Diagram modulus elastisitas serabut kelapa curing 120oC ... 54
Gambar 4.22 Diagram rata-rata kekuatan tarik komposit serabut kelapa ... 56
Gambar 4.23 Diagram rata-rata Regangan komposit serabut kelapa 57 Gambar 4.24 Diagram rata-rata modulus elastisitas komposit serabut kelapa ... 57
Gambar 4.25 Komposit serabut kelapa tanpa curing ... 59
Gambar 4.26 Komposit serabut kelapa curing ... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Teknologi ramah lingkungan semakin serius dikembangkan oleh
negara-negara di dunia saat ini dan menjadikan suatu tantangan yang terus diteliti oleh para
pakar untuk dapat mendukung kemajuan teknologi ini. Salah satunya adalah
teknologi komposit dengan material serat alam (Natural Fiber). Tuntutan teknologi
ini disesuaikan juga dengan keadaan alam yang mendukung untuk pemanfaatannya
secara langsung. Keuntungan mendasar yang dimiliki oleh serat alam adalah
jumlahnya berlimpah, memiliki specific cost yang rendah, dapat diperbarui, serta tidak mencemari lingkungan. Kelapa merupakan tanaman perkebunan/industri
berupa pohon batang lurus dari family Palmae. Tanaman kelapa (Cocos Nucifera)
merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia, sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena
hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun dan buahnya dapat
dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari.
Komposit didefinisikan sebagai penggabungan dua macam material atau
lebih dengan fase yang berbeda. Penggabungan di dalam komposit ini adalah
penggabungan antara bahan matriks atau pengikat dan reinforcement atau bahan
penguat. Dari dua bahan atau lebih yang digabungkan dalam satu bahan komposit
ini akan menghasilkan sifat-sifat dari bahan baru yang lebih baik dari atau tidak
dimiliki oleh bahan penyusunnya.
Komposit serat merupakan perpaduan antara serat sebagai komponen
penguat dan matriks sebagai komponen penguat serat. Serat biasanya mempunyai
kekuatan dan kekakuan yang lebih besar daripada matriks dan pada umumnya
bersifat ortotropik. Pada saat serat dan matriks dipadukan untuk menghasilkan
komposit, kedua komponen tersebut tetap mempertahankan sifat-sifat yang
dihasilkan. Secara khusus dapat dikatakan bahwa harga kekuatan maupun kekakuan
komposit terletak diantara kekakuan dan kekuatan serat serta matriks yang
digunakan. Dalam artian bahwa kemampuan komposit terdapat antara kemampuan
serat dan matriks pengikatnya serta memiliki sifat-sifat dari bahan yang menjadi
penyusunnya.
Keunggulan komposit dibandingkan dengan bahan logam:
1. Dapat dirancang dengan kekuatan dan kekakuan tinggi, sehingga dapat
memberikan kekuatan dan kekakuan spesifik yang melebihi sifat logam.
2. Sifat fatigue dan toughness yang baik.
3. Dapat dirancang sedemikian rupa sehingga terhindar dari korosi.
4. Daya redam bunyi yang baik.
5. Bahan komposit dapat memberikan penampilan dan kehalusan permukaan
lebih baik.
6. Dapat dirancang dengan bobot yang ringan.
7. Dapat dirancang dengan keelastisan yang tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Komposit merupakan material yang kemampuannya sangat dipengaruhi oleh sifat dan jenis dari bahan yang menjadi penyusun. Untuk mendapat sifat dan
karasteristk yang baik dari komposit, maka perlu memperhatikan beberapa faktor,
salah satunya adalah curing. Oleh karena itu masalah yang akan diteliti dalam tugas
akhir ini adalah bagaimana pengaruh beberapa variasi suhu curing terhadap komposit.
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian dalam Skripsi ini mempunyai tujuan yaitu:
1. Untuk mengetahui kekuatan tarik rata-rata, regangan dan modulus
elastisitas rata-rata yang diperoleh pada komposit serat alam yang tidak
2. Untuk mengetahui kekuatan tarik rata-rata, regangan dan modulus
elastisitas rata-rata yang diperoleh pada komposit serat alam yang diberi
perlakuan curing dengan variasi suhu 80oC, 100oC dan 120oC.
3. Untuk mengetahui kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas
rata-rata yang terbaik dari masing-masing variasi benda uji.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang diambil dalam penelitian tugas akhir ini adalah:
1. Pengujian yang dilakukan pada komposit adalah uji tarik.
2. Bahan pengikat seratnya adalah komposit.
3. Pengeras yang digunakan adalah katalis.
4. Serat yang digunakan adalah serat serabut kelapa.
5. Cetakan yang dipakai adalah cetakan kaca berukuran 30 cm x 20 cm x 0,5
cm.
6. Proses curing menggunakan oven dengan variasi suhu 80oC, 100oC dan 120oC dengan lama curing selama 3 jam.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian tentang komposit ini adalah:
1. Hasil penelitian dapat menjadi referensi bagi pembuat dan peneliti yang
menggunakan komposit serat alam.
4
BAB II
DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 komposit
Komposit dalam pengertian bahan komposit berarti suatu bahan yang
terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur. Pada
umumnya bahan komposit terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) dan bahan
pengikat serat tersebut yang disebut matrik. Unsur utama bahan komposit adalah
serat. Serat inilah yang terutama menentukan karakteristik bahan komposit, seperti
kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanik yang lain. Seratlah yang menahan
sebagian besar gaya-gaya yang bekerja pada komposit sedang matrik bertugas
melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik. Karena itu untuk
bahan serat digunakan bahan yang kuat dan getas, seperti: karbon, glass dan boron.
Sedang bahan matrik dipilih bahan yang lunak, seperti: plastik dan logam-logam
lunak.
Bahan material yang digabungkan atau dicampur, biasanya
materialmaterial tersebut memiliki sifat yang lebih baik dari sifat asal
pembentuknya, tetapi pada bahan komposit yang menggabungkan dua atau lebih
material yang memiliki fase yang berbeda sifat asli dari bahan pembentuk masih
terlihat nyata.
Pengelompokkan komposit dapat dilihat dari bahan penguat pada matrik
atau dapat juga dilihat dari bahan yang menjadi matrik pengikat. Untuk komposit
yang dilihat dari bahan penguat dibagi menjadi komposit dengan bahan penguat
serat atau penguat non serat. Komposit dengan penguat serat masih dibagi lagi
menjadi 2 bagian:
1. Komposit tradisional (komposit alam) yang biasa berupa serat kayu, jerami,
kapas, wol, sutera, serat enceng gondok, serat pisang, dll.
2. Komposit sintesis, yaitu komposit yang mempunyai bahan penguat serat
komponen-komponennya diproduksi secara terpisah, kemudian digabungkan dengan
teknik tertentu agar diperoleh struktur, sifat dan geometri yang diinginkan.
Serat sintesis ini dapat berupa serat gelas karbon, nilon dan polyester.
Sedangkan untuk penggolongan komposit berdasar fase matriknya dapat dilihat
pada Gambar 2.1 beserta penjelasannya:
Gambar 2.1 Klasifikasi Komposit Berdasarkan Fase Matrik
1. Metal Matrix Composite (MMC) adalah komposit dengan fase matriknya
berupa logam, komposit ini terbentuk dari campuran logam dan keramik
seperti karbida wolfram.
2. Ceramic Matrix Composite (CMC) adalah komposit dengan fase matriknya
berupa keramik, pada komposit jenis ini untuk reinforce agent digunakan
oksida aluminium, karbida silikon, dan serat dengan tujuan untuk
meningkatkan sifat tahan terhadap suhu tinggi.
3. Polymer Matrix Composite (PMC) adalah komposit dengan fase matrik
polimer, polimer yang digunakan biasa berupa resin thermosetting epoxy,
dan polyester dengan reinforce agent berupa fiber.
2.1.1 Bahan Penyusun Komposit
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa komposit merupakan
penggabungan dua macam material atau lebih dengan phase (fase) yang
berbeda. Digunakannya istilah phase dalam hal ini untuk menunjukkan bahan
tersebut adalah homogen, seperti logam atau keramik yang semua
Penggabungan beberapa fase yang berbeda akan tercipta suatu bahan
dengan unjuk kerja (performance) yang dapat lebih baik dari fase-fase awal
sebagai penyusunnya. Efek ini dapat disebut dengan synergistic. Ada beberapa
bahan yang berfungsi sebagai bahan penyusun suatu komposit. Bahan-bahan
tersebut antara lain: phase pertama (matrik), phase kedua (reinforcing), katalis
dan bahan tambahan lain.
2.1.1.1Phase Pertama (Matrik)
Matrik adalah suatu bahan utama dalam penyusunan komposit yang
berfungsi sebagai pengikat secara bersama-sama, selain itu matrik berfungsi
sebagai pelindung serat dari kerusakan eksternal, pelindung filamen terhadap
keausan, goresan dan zat kimia ganas, penerus gaya (principal load-carying
agent) dari satu serat ke serat lain, mengikat phase reinforcing (khusunya
seratserat) dalam sebuah unit struktur, menjaganya pada jarak yang sama,
menyumbang beberapa sifat yang diperlukan seperti keuletan dan ketangguhan.
Jika dalam pembebanan aksial ada fiber yang putus (patah), maka beban dari
sisi fiber yang putus pertama kali akan diteruskan ke matrik selanjutnya baru ke
fiber yang lain.
Tidak terdapat reaksi kimia yang signifikan antara kedua bahan (matrik
dan serat) kecuali untuk menguatkan ikatan pada permukaannya. Juga tidak
benar bahwa reaksi antara kedua bahan dapat menimbulkan efek negatif
terhadap komposit. Matrik dan phase reinforcing (penguat) saling melengkapi
sifatnya satu sama lain.
Matrik bahan komposit dapat berupa logam, keramik dan polimer.
Logamlogam yang biasa digunakan sebagai bahan pengikat adalah Nikel dan
Cobalt. Keramik yang digunakan sebagai matrik antara lain: Alumina (Al2O3),
Karbida Boron (B4C), Nitride Boron (BN), Karbida Silikon (SiC), Nitride
Silicone (Si3N4), Karbida Titanium (TiC). Polimer yang digunakan sebagai
matrik dapat berupa plastik thermosetting (tidak dapat didaur ulang) dengan
thermoplastic (dapat didaur ulang) dengan contohnya antara lain: nilon,
polycarbonate, polystyrene, polyvinyl chloride.
2.1.1.1.1 Polimer
Polimer merupakan nama lain dari plastik, yaitu molekul yang besar
atau makro molekul yang terdiri dari satuan yang berulang-ulang atau mer.
Polimer telah mengambil peran penting dalam teknologi. Hal ini dikarenakan
polimer memiliki sifat-sifat seperti ringan, mudah dibentuk. Polimer yang
sering dipakai adalah polimer yang sering disebut dengan plastik. Plastik dibagi
dalam dua kategori menurut sifat-sifatnya terhadap suhu, yaitu:
1. Thermosetting
Polimer kategori termoset ini adalah polimer yang dapat menerima suhu
tinggi dan tidak berubah karena panas, contohnya: poliamid, polidifenileter,
unsaturated polyester, melamines, silicon, epoksi.
2. Thermoplastik
Polimer termoplastik adalah polimer yang tidak dapat menerima suhu tinggi
dan dapat dikatakan berubah karena panas, contohnya: polyehterimide,
polyphenylene, ethenic, polycarbonates, polystyere, polivinil klorida.
Tabel 2.1 Polymeric Matrix Materials For Fiberglass
Polymer Characteristic and Applications
Thermosetting
Epoxies
Polyester
Phenolic
Silicones
High strength (for filament-wound vessels)
For general structures (usually fabric-reinforced)
High-temperature applications
Electrical applications (printed-circuit panels)
Thermoplastic
Nylon
Polycarbonate
Polystyrene
Dalam pembuatan komposit, resin yang banyak digunakan adalah dari jenis
polimer thermosetting yang terdiri dari:
1. Resin Poliester
Resin poliester adalah bahan matrik polimer yang paling luas
penggunaanya sebagai matrik pengikat, dari proses pengerjaan yang
sederhana sampai hasil produksi yang dikerjakan dengan proses cetakan
mesin. Sebagai resin thermosetting, poliester memiliki kekuatan
mekanis yang cukup bagus, ketahanan terhadap bahan kimia, selain itu
harganya relatif cukup murah. Resin jenis ini banyak digunakan dalam
fiber reinforced plastic karena jika diperkuat dengan serat gelas maka
ketahanan panas akan lebih baik, tetapi kurang kuat. Resin poliester
dapat mengalami proses curing dalam suhu kamar dan dapat dipercepat
dengan menambahkan katalis. Bahan poliester banyak dipergunakan
untuk komposit berpenguat serat gelas, contohnya: kapal, tangki
penyimpan air dan perlengkapan bangunan.
2. Resin Epoksi
Resin ini harganya sedikit mahal, tetapi resin jenis ini memiliki
keunggulan dalam hal kekuatan yang tinggi dan penyusutan yang relatif
kecil setelah proses curing. Resin ini banyak dipakai sebagai matrik pada komposit polimer dengan penguatnya serat karbon atau Kevlar.
Tabel 2.2 Sifat Epoksi dan Resin Poliester
Sifat Poliester Epoksi
Kekuatan tarik (MPa) 40-90 55-130
Modulus elastis (GPa) 2,0-4,4 2,8-4,2
Kekuatan impak (J/m) 10,6-21,2 5,3-53
2.1.2.2 Phase Kedua (Reinforcing Agent)
Phase penting kedua dalam penyusunan bahan komposit adalah phase
penguat (reinforcing agent), phase ini dapat berupa: fiber, partikel, dan flake,
berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai phase penguat.
[image:30.595.84.513.203.769.2]
(a) (b) (c)
Gambar 2.2. Bentuk-bentuk Reinforcing Sgent (a) Fiber (b) Partikel (c) Flake
2.2 Komposit Serat
Komposit serat merupakan salah satu jenis dari komposit matrik
polimer atau Polymer Matrix Composites (PMC). Dimana serat berfungsi
sebagai penguat atau reinforcement agents, dan polymer atau plastik berfungsi
sebagai matrik atau pengikatnya. Untuk mendapatkan komposit yang lebih baik,
dimungkinkan mengkombinasikan dua jenis serat atau lebih. Komposit hybrid.
Komposit jenis ini memiliki kekuatan dan kekauan yang lebih baik, tangguh dan
lebih tahan terhadap beban kejut, serta lebih ringan. Berikut ini adalah beberapa
kenggulan komposit matrik polimer:
1. Tegangan spesifik cukup tinggi.
2. Modulus spesisfik cukup tinggi.
3. Kerapatan rendah.
4. Memiliki tegangan fatik yang baik.
5. Ketahanan korosi yang baik.
6. Stabilitas ukuran yang baik karena koefisien dilatasinya rendah.
2.2.1 Serat
Serat merupakan filamen dari bahan reinforcing. Penampangnya dapat
berbentuk bulat, segitiga atau heksagonal. Diameter dari serat bervariasi
tergantung dari bahannya. Jenis fiber ada yang alami (hewan, tumbuhan, dan
mineral) dan ada yang sintesis (buatan manusia dari bahan polimer atau
keramik) dan logam. Prosentase jenis serat, bentuk serat, jumlah serat, dan
orientasi serat yang dipakai dalam membuat komposit menentukan
karakteristik komposit yang terbentuk.
Beberapa jenis bahan serat yang sering digunakan ialah sebagai berikut:
1. Glass: Digunakan sebagai serat pada matrik polimer. Fiberglass adalah
glass-fiber-reinforced plastic (GFRP). Ada dua jenis glass fiber yang
umum di pasaran yaitu: serat E-glass dan S-glass.
E-glass cukup kuat dan harganya relatif murah, tetapi modulus
elastisnya lebih rendah dibandingkan S-glass, S-glass cukup kaku dan
memiliki tegangan tarik terbesar diantara bahan serat, hal ini
[image:31.595.87.515.160.702.2]menyebabkan bahan ini menjadi lebih mahal.
Tabel 2.3 Sifat-sifat serat yang digunakan dalam FRP
Material
Tensile
strength
(N/cm2 x 103)
Modulus
(N/cm2 x 106)
Density
(g/cm3)
E-glass 345 7,2 2,55
S-glass 450 8,6 2,5
PRD 49-III 275 13 1,45
Boron 275-310 38-41 2,4
Carbon 103-310 69-72 1,4-1,9
Steel wire 206-512 20 7,7-7,8
2. Carbon: Karbon dapat menjadi serat dengan modulus elastis tinggi. Di
samping kekakuan yang tinggi, karbon memiliki kerapatan dilatasi
yang rendah. Serat C (C-fiber) merupakan perpaduan antara grafit
dengan karbon amorphous.
3. Boron: Boron memiliki modulus elastis sangat tinggi, tetapi bahan ini
mahal sehingga pemakaiannya dibatasi pada komponen peralatan
aerospace.
4. Kevlar 49: bahan ini terutama digunakan sebagai serat untuk polimer.
Kerapantannya rendah dan memberi kekuatan spesifik (strenght to
weight) terbesar untuk semua fiber yang ada.
5. Keramik: Karbide silicon (SiC) dan oksida aluminium (Al2O3)
merupakan serat utama yang sering dijumpai pada keramik. Kedua
bahan ini mempunyai modulus elastis tinggi dan dapat digunakan untuk
menguatkan logam-logam dengan kerapatan dan modulus elastisitas
rendah seperti aluminium dan magnesium.
6. Logam: Filamen baja (kontinyu atau tidak kontinyu) sering digunakan
[image:32.595.84.515.102.657.2]sebagai serat dalam plastik.
Tabel 2.4 Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam
2.2.2 Partikel
Partikel digunakan sebagai phase reinforcing pada logam dan keramik.
Penyebaran partikel di dalam komposit tersusun secara random. Mekanisme
penguatan partikel ini dipengaruhi oleh ukuran partikelnya. Dalam skala
mikroskopis, partikel yang digunakan berupa serbuk sangat halus (kurang dari 1
µm) yang tersebar dalam matrik dengan konsentrasi maksimum 15 %. Serbuk ini
akan membuat matrik mengeras dan menghambat gerakan dislokasi yang timbul.
Dalam hal ini, sebagian besar beban luar yang diberikan bekerja pada matrik.
Peningkatan ukuran partikel sampai ukuran makroskopis, penggunaan
partikel dapat mencapai konsentrasi lebih besar dari 25 %. Dalam hal ini beban luar
[image:33.595.86.514.152.609.2]yang diberikan didukung bersama-sama oleh matrik dan partikelnya.
Gambar 2.3 Partikel Sebagai Penguat Komposit
2.2.3 Flake
Flake umumnya berbentuk partikel dua dimensi. Misalnya adalah mika
mineral (silika K dan Al) dan tale (Mg3Si4O10(OH)2), digunakan sebagai fase
reinforcing pada plastik. Bahan ini dengan harga yang relatif murah dan ukurannya
Gambar 2.4 Flake
2.2.4 Bahan-bahan Tambahan
Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam penelitian ini. Ada beberapa
bahan tambahan yang memiliki tujuan untuk menghasilkan kualitas komposit yang
baik.
Bahan-bahannya adalah sebagai berikut:
1. Katalis
Katalis adalah bahan pemicu (initiator) yang berfungsi untuk mempersingkat
proses curing pada temperatur ruang. Prosentase katalis dalam suatu bahan komposit relatif kecil (0,01-0,5%). Komposisi katalis pada komposit harus
selalu diperhatikan. Komposit dengan kadar katalis yang terlalu sedikit akan
mengakibatkan proses curing yang terlalu lama, dan apabila kelebihan katalis
maka akan menimbulkan panas yang berlebihan saat proses curing sehingga akan merusak produk komposit yang dibuat. Katalis yang digunakan berasal
dari organic peroxide seperti methyl ethyl ketone peroxide dan acetyl acetone
peroxide. 2. Akselerator
Akselerator adalah suatu bahan yang biasa digunakan dengan tujuan untuk
mempercepat proses curing. Akselerator yang bereaksi dengan katalis di dalam
proses curing, perbandingan akselerator sekitar 1% volume resin, sedangkan untuk katalis menggunakan perbandingan volume 0,5% dari volume resin.
3. Pigmen atau pasta berwarna
Pigmen atau pasta pewarna hanya dipergunakan pada akhir proses dari
pembuatan FRP, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penurunan
kemampuan FRP. Apabila pigmen dan pasta pewarna ini digunakan saat
produksi, maka harus dipilih bahan yang sesuai sehingga tidak mempengaruhi
proses curing. Pada pelapisan akhir (gel coating), perbandingan pigmen atau pasta pewarna adalah 10 - 15% dari berat resin. Beberapa pilihan warna dari
pigmen antara lain: zinc yellow, chrome orange, dan red iron oxide.
4. Release agent
Release agent atau zat pelapis yang berfungsi untuk mencegah lengketnya produk pada cetakan saat proses pembuatan. Pelapisan dilakukan sebelum
proses pembuatan dilakukan. Release agent yang biasa digunakan antara lain:
waxes (semir), mirror glass, polyvynil alcohol, film forming, dan oli. 5. Filer
Penggunaan bahan ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya dalam produksi.
Selain itu filer juga dipergunakan untuk meningkatkan viskositas resin.
Penggunaan filer sebagai bahan campuran tidak boleh memiliki 30% dari
perbandingan terhadap berat resin. Alumina, calcium carbonate, serbuk silika
adalah filer yang sering digunakan sebagai penyusun komposit FRP.
Selain bahan-bahan tesebut diatas, masih ada bahan tambahan lain yang dapat
memberi tampilan lebih pada produk FRP. Adiktif sebagai penambah kemampuan
elektrik adalah melamine synaturate dan masih banyak bahan tambahan lain yang
dapat diaplikasikan pada komposit FRP dengan tujuan meningkatkan mutu dan
kualitas produk.
2.2.5 Komposit Matrik Polimer (Fiber Reinforced Polymer)
Saat ini, bahan komposit yang sering dimanfaatkan adalah Fiber Reinforced
Komposit jenis ini mempunyai kandungan serat yang cukup besar (lebih dari 50%
volume). Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh FRP adalah :
1. Kerapatan yang rendah
2. Memiliki tegangan fatik yang baik
3. Ketahanan terhadap korosi yang baik
4. Tegangan spesifik tinggi
5. Modulus spesifik tinggi
6. Mempunyai stabilitas ukuran yang baik, karena koefisien dilatasi rendah
Saat ini bahan berpenguat serat telah mengalami banyak inovasi, peningkatan
mutu, ringan dan relatif murah, serta penggunaanya semakin meluas. Dengan
keuntungan yang didapat dari bahan tersebut, maka pengguna terbesar FRP adalah
indrustri aerospace, industri pesawat terbang, industri otomotif dan industri
alat-alat olahraga.
2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan FRP
Fiber Reinforced Polymer atau FRP adalah suatu bahan komposit yang diperkuat oleh serat yang diikat dalam matrik. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi kekuatan FRP adalah orientasi serat, panjang, bentuk, komposisi
serat, dan sifat mekanik dari matrik serta ikatan yang ada dalam komposit tersebut.
2.2.6.1 Orientasi Serat
Dalam komposit, orientasi serat sangat mempengaruhi dan dapat menentukan
kekuatan suatu bahan komposit. Secara umum penyusunan dari arah serat tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Unidirectional, yaitu serat disusun paralel satu sama yang lainnya. Disini kekuatan tarik terbesar terdapat pada bahan yang sejajar dengan arah
serat. Sedangkan kekuatan yang terkecil pada bahan yang tegak lurus
2. Pseudoisotropic, yaitu serat disusun secara acak dan kekuatan tarik pada satu titik pengujian mempunyai nilai kekuatan yang sama.
3. Bidirectional, yaitu serat disusun tegak lurus satu sama lainnya (orthogonal) contohnya pada woven roving. Pada susunan ini kekuatan
tertinggi terdapat pada arah serat 0o dan 90o dan kekuatan terendah terdapat pada arah serat 45o.
Sifat mekanik dari pemasangan satu arah ini adalah jenis yang paling
proporsional, karena pada pemasangan satu arah serat ini dapat memberi kontribusi
pemakaian serat paling banyak. Hal tersebut disebabkan karena pemasangan serat
yang semakin acak maka konstribusi serat yang dipasang akan semakin sedikit
(fraksi volume kecil) sehingga menyebabkan kekuatan komposit semakin menurun.
(a) (b)
[image:37.595.85.512.171.596.2](c)
Gambar 2.5 orientasi serat
Jumlah serat pada bahan komposit serat dapat dinyatakan dalam fraksi
volume serat (Vf) yaitu perbandingan volume serat (Vf) terhadap volume bahan
komposit (Vc). Semakin besar kandungan volume serat dalam komposit maka akan
Gambar 2.6 Diagram Hubungan Antara Kekuatan, Fraksi Volume dan Susunan
Serat
2.2.6.2 Jenis Komposit Serat
Berdasarkan ukuran panjang, serat terbagi menjadi serat kontinyu (continuous) dan
tidak kontinyu (discontinuous). Kemampuan serat sangat dipengaruhi oleh ukuran
panjang serat pada bahan komposit dalam menahan gaya dari luar. Ukuran serat
yang semakin panjang, maka akan semakin efisien menahan gaya dalam arah serat,
dan juga secera teori lebih efektif dalam hal transmisi beban dibandingkan serat
pendek. Namun dalam hal praktek cukup sulit untuk dibuktikan, karena faktor
manufaktur yang tidak memungkinkan untuk menghasilkan kekuatan optimum
pada seluruh panjang serat, dan pada serat yang panjang terjadi penerimaan beban
yang tidak merata antara serat dan beban.
Sebagian serat mengalami ketegangan sedangkan yang lain dalam posisi
bebas dari tegangan, sehingga jika komposit tersebut dibebani sampai kekuatan
patahnya, sebagian serat akan patah terlebih dahulu dibanding yang lainnya. Serat
yang panjang juga menghilangkan kemungkinan terjadinya retak sepanjang batas
pertemuan antara serat dan matrik. Oleh sebab itu bahan komposit serat kontinyu
Unidireksional
Pseuidootropic
Bidireksional
Fraksi Volume Serat
K
[image:38.595.88.513.102.639.2]sangat kuat dan liat jika dibandingkan dengan komposit serat tidak kontinyu. Tetapi
adakalanya komposit yang diperkuat dengan serat pendek akan menghasilkan
kekuatan yang lebih besar daripada yang diperkuat dengan serat panjang, yaitu
dengan cara pemasangan orientasi pada arah optimum yang dapat ditahan serat.
2.2.6.3 Komposisi dan Bentuk Serat
Berdasarkan bentuk, secara umum serat penguat mempunyai bentuk
penampang lingkaran, segitiga, heksagonal atau bentuk yang lain, misalnya bujur
sangkar. Diameter suatu serat tergantung pada bahannya, dan bervariasi. Kekuatan
serat juga dapat dilihat dari diameter serat itu sendiri. Diameter serat yang semakin
kecil maka pertambahan kekuatan semakin cepat, namun sebaliknya pertambahan
diameter akan mengakibatkan kekuatan semakin berkurang. Perbandingan antara
panjang dan diameter serat harus cukup besar, hal ini agar tegangan geser yang
terjadi pada permukaan antar serat dan matrik kecil.
Berdasarkan komposisi serat, serat yang digunakan sebagai bahan penguat
komposit dibagi menjadi:
1. Serat organik, yaitu serat yang berasal dari bahan organik, misalnya
selulosa, polipropilena, grafit, serat jerami, serat pisang, serat kapas, serat
serabut kelapa dll
2. Serat anorganik, yaitu serat yang dibuat dari bahan-bahan anorganik,
misalnya glass dan keramik. Adapun serat yang mempunyai kekuatan tinggi
dan tahan panas (hybrid fiber).
2.2.6.4 Faktor Matrik
Sebagai bahan pengikat dalam pembuatan komposit, matrik dibedakan
menjadi bermacam-macam jenis. Dari berbagai macam jenis yang ada, matrik
tersebut mempunyai fungsi yang sama yaitu:
1. Sebagai transfer beban, yaitu dengan mendistribusikan beban ke serat yang
2. Sebagai pengikat fase serat pada posisinya. Pada proses pembuatan
komposit, matrik harus mempunyai sifat adhesi yang baik untuk
menghasilkan struktur komposit yang baik. Jika sifat adhesinya kurang baik,
maka transfer beban tidak sempurna dan menyebabkan kegagalan berupa
lepasnya ikatan antara matrik dengan serat (debounding failure).
3. Melindungi permukaan serat, permukaan serat cenderung mengalami abrasi
yang diakibatkan oleh perlakuan secara mekanik, misalnya gesekan antar
serat.
2.2.6.5 Fase Ikatan
Kemampuan ikatan antara serat dan matrik dapat ditingkatkan dengan
memberikan aplikasi permukaan yang disebut coupling agent. Tujuannya adalah
meningkatkan sifat adhesi antara serat dan matrik. Coupling agent diperlakukan
pada serat sebagai perlakuan secara kimiawi dalam bentuk sizing (perlakuan
permukaan ketika serat pada proses pembentukan) dan finishing (perlakuan yang
diterapkan setelah serat dalam bentuk benang). Proses ini juga dapat melindungi
dan mencegah terjadinya kerusakan akibat gesekan antar serat sebelum dibuat
menjadi struktur komposit.
2.2.5.6 Suhu Curing
Pengaruh suhu pada polimer pada proses curing sangat besar. Apabila semakin tinggi suhu pada komposit maka akan mempengaruhi pada kekuatan
tariknya yang akan meningkat pula. Tetapi pada regangan akan mengalami
penurunan. Suhu curing pada polimer perlu dilakukan untuk meningkatkan kekuatan pada komposit. Kekuatan pada komposit dapat meningkat karena reaksi
yang terjadi pada komposit akan lebih sempurna. Suhu curing maksimum dapat terjadi tergantung pada jenis polimer yang digunakan.
2.2.7 Mekanika Komposit
Sifat mekanik bahan komposit berbeda dengan sifat bahan teknik
konvensional lainnya. Tidak seperti bahan teknik lainnya yang pada umumnya
anisotropik, sifat heterogen komposit terjadi karena komposit tersusun atas dua atau
lebih bahan yang mempunyai sifat-sifat mekanis yang berbeda sedangkan sifat
anisotropik yaitu sifat bahan antara satu lokasi dengan lokasi lainnya mempunyai
sifat yang berbeda tergantung pada pengukuran yang dilakukan. Sifat- sifat
komposit ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:
1. Phase reinforcing sebagai penyusun komposit.
2. Bentuk geometri dari penyusun komposit.
3. Interaksi antar phase penyusun komposit.
Mekanika komposit dapat dianalisa dari dua sudut pandang, yaitu dengan
analisa mikromekanik bahan komposit dengan memperlihatkan sifat-sifat mekanik
bahan penyusunnya, hubungan antara komponen penyusun tersebut dan sifat-sifat
akhir dari komposit yang dihasilkan. Sedangkan analisa makromekanik
memperlihatkan sifat-sifat bahan komposit secara umum tanpa memperhatikan sifat
maupun hubungan antara komponen penyusunnya (Robert. J. M., 1975: 11). Jika
komposit lamina diambil sebagai komponen dasar analisa bahan komposit, analisa
makromekanik dari lamina dapat diambil dari tegangan rata-rata, maupun sifat
mekanik rata-rata dari bahan homogen yang ekuivalen.
2.2.8 Kaidah Pencampuran Komposit
Dalam pemilihan bahan komposit, haruslah dipilih kombinasi yang
optimum dari sifat masing-masing bahan penyusunnya. Pencampuran dengan
kombinasi yang optimum akan menghasilkan komposit dengan unjuk kerja yang
baik pula. Sifat-sifat komposit ditentukan oleh phase matrik dan phase reinforcing
sebagai bahan penyusunnya, bentuk geometri bahan penyusunnya serta interaksi
antar phase penyusun komposit. Rongga udara (void), tidak merekatnya phase
reinforcing pada phase matrik (interface), rusak atau retaknya serat (crack) dan
adanya rongga antara phase reinforcing dan phase matrik (interphase) harus
Gambar 2.7 Interface dan Interphase dalam komposit
Gambar 2.8 crack dan Interface
Bahan komposit dibuat untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan
penyusunnya. Komposit meningkatkan kekuatan tarik matrik dan mengurangi
regangan matrik. Komposit juga menurunkan kekuatan tarik serat dan
meningkatkan regangan serat. Serat yang memiliki sifat getas tetapi memiliki
kekuatan tarik tinggi dipadukan dengan matrik yang memiliki kekuatan tarik yang
sifat yang lebih baik. Perbaikan sifat inilah yang membuat bahan dari komposit
banyak digunakan sebagai bahan yang digunakan dalam bidang teknik dan industri.
Beberapa perhitungan bahan komposit antara lain :
1. Massa komposit (mc)
mc = mm+mr (2.1)
Dengan : mm = massa matrik
mr = massa renforce
2. Volume komposit (Vc)
Vc = Vm+Vr+Vv (2.2)
Dengan : Vm = volume matrik
Vr = volume reinforce
Vv = volume voids (rongga,cacat)
3. Kerapatan komposit (ρc) Ρc =
c r r m m c r m c c V V x V x V m m V
m ( )( )
(2.3)
Dengan : ρm = kerapatan matrik ρr = kerapatan reinforce
atau:
ρc = (fm x ρm)+(fr x ρr) (2.4)
Dengan: fm =
c m
v v
dan fr =
c r
v v
(2.5)
2.2.9 Rumus Perhitungan Tegangan dan Regangan
Pada pengujian tarik yang dilakukan, hasilnya berupa print-out grafik
hubungan beban dan pertambahan panjang. Untuk menghitung besarnya kekuatan
tarik dari pengujian tersebut, maka rumus yang digunakan adalah rumus tegangan,
A p
(2.6)
Dimana:
= kekuatan tarik (kg/mm2)P = beban (kg)
A = luas penampang (mm2) = lebar x tebal
Hasil dari pengujian tarik juga dapat digunakan untuk mencari regangan dari
benda uji, yaitu dengan menggunakan rumus:
� = Lo
L
× 100% (2.7)
Dimana: ε = regangan (%)
ΔL = pertambahan panjang (mm)
Lo = panjang mula-mula (mm)
2.2.10 Kecacatan Pada Komposit
Pada umumnya ada tiga macam pembebanan yang menyebabkan
kerusakan suatu bahan komposit, yaitu pembebanan tarik tekan baik dalam arah
longitudinal maupun transversal, serta geser.
2.2.10.1 Kecacatan pada Komposit
Pada bahan komposit yang diberi beban searah dengan serat. Kecacatan
berawal dari serat-serat yang patah pada penampang yang paling lemah. Apabila
beban yang diberikan semakin besar, maka semakin banyak serat yang akan patah.
Kebanyakan komposit serat tidak sekaligus patah pada waktu yang bersamaan.
Variasi kerusakan serat yang patah relatif kecil kurang dari 50% beban maksimum.
Jika serat yang patah dalam jumlah yang banyak, maka ada tiga kemungkinan yang
1 Bila serat mampu menahan gaya geser dan meneruskan ke serat sekitar,
maka serat yang patah akan semakin banyak. Hal ini akan menimbulkan
yang disebut retakan. Patahan yang terjadi disebut patah getas (brittle
failure).
2 Bila matrik tidak mampu menahan konsentrasi tegangan geser yang timbul
di ujung, serat dapat terlepas dari matrik (debounding) dan komposit akan
rusak tegak lurus arah serat.
3 Kombinasi dari kedua tipe diatas, pada kasus ini terjadi di sembarang tempat
disertai dengan kerusakan matrik. Kerusakan yang terjadi berupa patahan
[image:45.595.83.514.104.702.2]seperti sikat (brush type).
Gambar 2.9 Kecacatan pada komposit akibat beban tarik longitudinal
2.2.10.2 kecacatan akibat beban tarik transversal
Serat pada komposit yang mengalami pembebanan tegak lurus arah serat
(transversal), akan mengalami konsentrasi tegangan pada interface antar serat dan
matrik itu sendiri. Oleh karena itu, bahan komposit yang mengalami beban
transversal akan mengalami kerusakan pada interface. Kerusakan transversal ini
juga dapat terjadi pada komposit dengan jenis serat acak dan lemah dalam arah
transversal. dengan demikian, kerusakan akibat beban tarik transversal terjadi
karena:
1. Kegagalan tarik matrik
Gambar 2.10 kecacatan pada komposit akibat beban tarik transversal
2.2.11 Proses Curing
Proses curing adalah proses pengeringan bahan-bahan penyusun komposit
yang sedang dibuat. Kecepatan dari proses curing ini berbeda-beda tergantung dari
katalis dan temperatur lingkungan sekitar dicetaknya bahan komposit tersebut.
Diharapkan pada proses curing tersebut dapat mengurangi rongga yang ada di dalam komposit dan merata pada seluruh bagian dari bahan komposit sehingga
komposit yang dihasilkan berkualitas baik. Terdapat beberapa macam proses
curing, antara lain: oven, minyak panas, lampu, uap panas, autoclave, microwave, dan beberapa proses curing yang lain.
2.2.11.1 Oven
Oven dengan gas dan oven dengan listrik bersikulasi udara adalah model
umum yang umum digunakan. Model ini tergolong mahal dan dapat digunakan
dalam skala besar. Beberapa tekanan sering ditambahkan dalam proses ini dengan
shrink tape atau dengan sebuah kantong vakum. Energi yang digunakan jelas lebih
besar dibanding proses curing yang lain. Hal ini disebabkan karena energi dipakai
untuk memanaskan seluruh ruang termasuk udara, cashing, penyangga oven bahkan
2.2.11.2 Minyak Panas
Metode dengan minyak panas ini sering dipakai pada komposit atau matrik
dengan waktu sangat cepat, biasanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit.
Minyak panas digunakan untuk mendapatkan pemanasan yang sangat cepat pada
lapisan dan mengurangi kebutuhan akan proses curing dengan metode oven. Suhu
curing pada metode ini berkisar antara 150-240°C.
2.2.11.3 Lampu
Pada metode ini, panas lampu digunakan pada komposit yang
permukaannya dapat memantulkan cahaya. Panas yang dicapai sekitar 171oC. selain mudah dipergunakan, penanganan yang tepat juga diperlukan agar proses
curing bisa merata pada seluruh bahan komposit. Metode lain dari proses ini adalah pulsed xenon lamp yang digunakan pada komposit dengan katalis yang peka
cahaya. Dapat juga digunakan lampu infra merah, meskipun metode ini jarang
digunakan.
2.2.11.4 Proses Curing Yang Lain
Proses curing yang lain biasanya menggunakan electron beam, laser, radio
frequency (FR) energy, ultrasonic, dan induction curing. Proses-proses ini mempunyai tingkat keefektifan dan keberhasilan yang berbeda-beda dalam
pelaksanaan proses curing untuk komposit.
2.2.12 Tinjauan Pustaka
Maryanti (2011), telah meneliti tentang Pengaruh Alkalisasi Komposit
Serat serabut kelapa Poliester Terhadap Kekuatan Tarik bahwa: variasi persentase
konsentrasi NaOH 0 %, 2%, 5% dan 8% memberikan pengaruh pada permukaan
serat dimana konsentrasi NaOH 5% menghasilkan komposit dengan nilai optimum
untuk kekuatan tariknya sebesar 97.356 N/mm2, sedangkan tanpa alkalisasi atau
alkalisasi 0% menghasilkan komposit dengan kekuatan tarik terendah sebesar
90.144 N/mm2. Perlakuan awal juga sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis
Vinna Marcelia Tamaela (2016), telah meneliti komposit yang diberi
perlakuan curing 100oC bila dibandingkan dengan komposit yang diberi perlakuan curing 80oC dan komposit yang tidak diberi perlakuan curing. Nilai regangan rata-rata terbaik terdapat pada komposit yang tidak diberi perlakuan curing bila dibandingkan dengan komposit yang diberi perlakuan curing 80oC dan komposit yang diberi perlakuan curing 100oC. Kekuatan tarik rata-rata tertinggi pada komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 100oC yaitu 5,73 kg/mm2 atau 56,11 MPa, lalu pada yang tidak mengalami proses curing nilai kekuatan tarik
rata-rata tertingginya adalah 5,24 kg/mm2 atau 51,34 MPa dan pada komposit yang
mengalami proses curing dengan suhu 80oC nilai kekuatan tarik rata-rata tertingginya 4,89 kg/mm2 atau 47,89 MPa. Regangan rata-rata terbesar pada
komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 100oC yaitu 1,11%, lalu pada pada komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 80oC nilai regangan rata-rata terbesarnya adalah 1% dan komposit yang tidak mengalami proses curing
nilai regangan rata-rata terbesarnya adalah 1,31%. Nilai modulus elastisitas dari
komposit yang tidak mengalami proses curing yang tertinggi adalah 5,64 GPa, dan
yang terendah 3,11 GPa. lalu pada komposit yang mengalami proses curing dengan
suhu 80oC nilai modulus elastisitas yang tertinggi adalah 5,42 GPa dan yang terendah 4,67 GPa. dan komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 100oC nilai modulus elastisitas yang tertinggi adalah 6,02 GPa dan yang terendah adalah 4,04 GPa.
Maka kesimpulan yang dapat diambil dari kedua penelitian tersebut adalah
pada komposit serat serabut kelapa harus diberi perlakuan alkalisasi agar kekuatan
28
BAB III
METODE PENELITIAN
[image:49.595.85.512.200.646.2]3.1 Skema Penelitian
Gambar 3.1 Skema penelitian Pembelian dan peminjaman bahan
Analisis Serat Alam (serabut kelapa)
Hasil penelitian
Resin Yukalac 235
Kesimpulan Pembuatan Benda Uji
Pengujian :
1. Pengujian tarik Katalis Mekpo Mulai
Perendaman dengan NaOH 5%
3.2 Persiapan Benda Uji
Sebelum pengujian dimulai, alat dan bahan dalam menengerjakan benda uji
perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Proses persiapan ini dimulai dengan membeli
dan meminjam alat-alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini.
3.2.1 Alat
Alat alat yang digunakan untuk membuat komposit serat alam ini, yaitu:
a. Cetakan kaca 30 x 20 x 0,5 b. Gunting
c. Gerinda d. Gelas Ukur 1000cc
g. Timbangan digital h. Gelas Beker
i. Kuas j. Sisir
m. Mesin uji tarik n. Mesin miling
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan komposit ini adalah
sebagai berikut:
1. Resin
Resin yang digunakan dalam pembuatan komposit ini adalah resin jenis
[image:52.595.85.528.110.634.2]poliester dengan merk Yukalac 235.
2. Serat
Pada penelitian ini serat yang digunakan adalah serat alam (serat serabut
kelapa).
Gambar 3.3 Serat Serabut Kelapa
3. Aseton
Aseton digunakan untuk membersihkan alat-alat yang terkena sisa-sisa
campuran resin dan katalis.
4. Katalis
Katalis digunakan untuk campuran resin agar proses pengeringan menjadi
lebih cepat. Katalis yang digunakan adalah katalis MEKPO ( Methyl Ethyl
Ketone Peroxide ).
Gambar 3.5 Katalis MEKPO
5. NaOH kristal
Dalam perlakuan alkalisasi digunakan NaOH kristal sebagai bahan
perendaman serat sabut kelapa sebesar 5% dari pelarut air.
Gambar 3.6 NaOH kristal
3.3 Perlakuan Alkalisasi pada Serat dengan NaOH 5%
Perendaman serat dilakukan dengan NaOH 5% selama 2 jam, tujuan dari
proses perendaman ini untuk menghilangkan unsur-unsur yang terdapat pada serat
tersebut seperti kotoran, minyak, unsur warna dan lain-lain. Setelah itu serat
3.4 Perhitungan komposisi komposit
Komposisi dalam pembuatan komposit yang dibuat adalah 30% serat,
69,7% resin, dan 0,3% katalis. Perhitungan komposit ini berdasarkan perhitungan
volume total pada cetakan. Ukuran cetakan yang dipergunakan adalah
20x30x0,5cm.
Berikut ini merupakan perhitungan yang dilakukan :
1) Menghitung volume cetakan
Dengan asumsi yang dipakai volume cetakan = volume komposit,
sehingga perhitungannya adalah :
Volume cetakan = volume komposit
Vcet = Vkomp
Sehingga volume komposit :
Vkomposit = 30cmx20cmx0,5cm
= 300 cm3 2) Menghitung volume serat
Volume serat (Vserat) = 30% x Vkomposit
= x 300 cm3 = 90 cm3
3) Masa serat dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan
volume serat :
ρ = MV , dengan masa jenis serat =1,44 gr⁄cm3
Sehingga masa seratnya :
Mserat = ρserat x Vserat =1,44 gr⁄cm3 x 90 cm3 Mserat = 129,6 gr
4) Untuk menghitung jumlah resin dapat dihitumng sebagai berikut:
Volume resin = 69,7% x Vkomposit
= 209,1 ml
5) Menghitung jumlah katalis yang dipakai :
Volume katalis = 0,3% x Vkomposit
= , x 300 cm3 = 0,9 cm3 = 0,9 ml
3.5 Pembuatan benda uji
proses pembuatan benda uji tarik ini adalah proses hand lay-up dengan
standar ASTM D3039. Dibutuhkan 4 spesimen benda uji untuk suhu Curing. Ada
3 macam variasi suhu Curing yang dipergunakan. sehingga total spesimen yang dibutuhkan ada 12 spesimen. Orientasi serat yang dipergunakan sama, yaitu serat
searah dengan jumlah resin dan katalis sama pada tiap jumlah lapisan. Hal ini
bertujuan semua lapisan serat memiliki perbandingan resin dan katalis yang sama.
Berikut adalah langkah-langkah pembuatan benda uji:
1. Cetakan disiapkan dan dilapisi dengan hand body terlebih dahulu.
2. Serat dipotong dengan ukuran 20 x 30 cm sebanyak ± 13 gram. Karena
dalam pembuatan benda uji terdiri dari satu sampai 4 lapisan serat.
3. Campuran resin dan katalis dituang dalam cetakan, dengan urutan resin,
kemudian serat, setelah serat dilapisi lagi dengan resin.
4. Setelah resin diratakan pada dasar cetakan, serat pertama diletakkan di atas
resin yang sudah merata pada dasar cetakan. Kemudian dituang kembali
dengan resin dan diratakan menggunakan spatula kecil agar resin dapat
meresap dalam serat yang telah disusun.
5. Urutan dalam proses pembuatan dalam menuang resin dan meletakkan serat
adalah resin, serat, resin, serat, resin
6. Proses berikutnya komposit ditunggu hingga benar-benar kering. Dimana
lamanya proses pengeringan adalah tiga hari.
8. Setelah kering komposit dapat dipotong dan dibentuk sesuai ukuran yang
sudah ditentukan.
9. Komposit siap dicuring.
3.6 Standar Ukuran Benda Uji
Berikut adalah standar ASTM yang digunakan pada penelitian ini:
Gambar 3.7 Standar Uji
3.7 Curing
Setelah pemotongan benda uji, proses selanjutnya adalah proses curing dengan menggunakan oven. Selain untuk meningkatkan kemampuan komposit,
proses ini juga bertujuan untuk memperkuat ikatan-ikatan permukaan. Proses
curing ini dilakukan dengan 3 variasi suhu suhu yaitu 80oC, 100oC dan 120oC. Lama proses curing dilakukan selama 3 jam. Proses curing ini menggunakan oven
yang memiliki skala pengaturan suhu yang dapat diatur, untuk memantau kestabilan
suhu di dalam ruang oven, digunakan alat termokopel. Langkah-langkah curing pada benda uji adalah sebagai berikut:
1. Benda uji yang akan dicuring disiapkan, dan ditandai urutan untuk suhu curing.
2. Oven dan termokopel disiapkan, lalu suhu pada oven diatur.
3. Oven dihidupkan selama kurang lebih 30 menit dan dipantau suhunya selama
30 menit dengan termokopel hingga suhu yang dikehendaki sesuai dan stabil.
20
200
4. Benda uji dimasukkan ke dalam oven, timer diatur dan suhu terus dipantau dari
termokopel.
5. Setelah selesai, benda uji dikeluarkan dari oven.
6. Langkah 3 sampai 5 kembali diulang sampai suhu yang dikehendaki selesai.
7. Komposit yang sudah dicuring siap untuk diuji tarik.
3.8 Metode Penelitian
Komposit yang diuji menggunakan metode pengujian tarik dan struktur
mikro. Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik dari komposit.
Struktur mikro dilakukan untuk mengetahui perubahan dari sifat-sifat komposit
yang diakibatkan dari beban tarik dan variasi suhu curing.
3.8.1 Uji Tarik
Langkah - langkah untuk pengujian tarik dari benda uji komposit adalah
sebagai berikut :
1. Benda uji yang sudah dicuring disiapkan.
2. Kertas millimeter blok diletakkan pada printer.
3. Mesin kemudian dinyalakan, lalu benda uji dipasang pada grip.
4. Grip dikencangkan, dan jangan terlalu keras agar tidak merusak benda uji.
5. Pemasangan extensometer pada benda uji dan nilai elongationnya diatur
menjadi nol.
6. Nilai beban diatur juga menjadi nol.
7. Kecepatan uji diatur, area start ditekan sebanyak dua kali kemudian tombol
down ditekan.
8. Setelah data dari pengujian tarik didapatkan, proses pengujian tarik diulang
38
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian
Dari hasil penelitian pengujian tarik benda uji komposit didapat grafik
hubungan beban dan pertambahan panjang. Data-data beban dan pertambahan
panjang selanjutnya dapat diolah dan dibuat grafik tegangan dan regangan.
4.1.1 Hasil Pengujian Benda Uji
Pengujian tarik pada benda uji komposit dilakukan pada spesimen
komposit dengan variasi suhu curing 80oC, 100oC dan 120oC dengan lama curing 3 jam. Dari hasil pengujian, didapat print out grafik hubungan beban dengan
pertambahan panjang. Dari data tersebut dapat dihitung nilai tegangan dan regangan
dari benda uji komposit dari setiap variasi suhu. Berikut adalah langkahlangkah
dalam pengujian tarik komposit:
1. Benda uji komposit dibentuk sesuai dengan standar ASTM D 3039
2. Benda uji dipasang pada grip mesin uji tarik.
3. Sesudah mendapatkan nilai beban dan pertambahan panjang, mak