• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karasteristik curing 80 derajat celsius, 100 derajat celcius dan 120 derajat celsius komposit serabut kelapa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karasteristik curing 80 derajat celsius, 100 derajat celcius dan 120 derajat celsius komposit serabut kelapa."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Komposit adalah penggabungan dua macam material atau lebih yaitu serat dan matriks. Untuk dapat mengetahui sifat dan karateristik yang baik dari komposit, Beberapa faktor yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah curing. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas dari komposit serabut kelapa yang mendapat curing dengan variasi suhu 80oC, 100oC dan 120oC.

Penelitian ini menggunakan serat serabut kelapa dengan susunan serat searah. Resin yang digunakan ialah resin polyester, katalis dan hand body sebagai release agent. Dalam pembuatan komposit dengan serat alam ini, perbandingan yang digunakan yaitu 69,7% resin polyester, 0,3% katalis, dan 30% serat. Jumlah resin yang diperlukan untuk satu kali mencetak komposit dengan ukuran cetakan 30 x 20 x 0,5 cm adalah 209,1 ml. Untuk satu kali mencetak diperlukan 129,6 gr serat serabut kelapa, sedangkan setiap satu lapisan diperlukan 64,8 gr serat. Pembuatan komposit ini hanya menggunakan dua lapisan serat. Cara pengambilan data adalah dengan melakukan pengujian tarik pada setiap benda uji komposit yang sudah diberi perlakuan curing dengan variasi suhu 80oC,100oC dan 120oC selama 3 jam.

Komposit yang tidak diberi perlakuan curing akan memperoleh hasil dengan kekuatan tarik rata-rata sebesar 21,17 MPa, regangan sebesar 0,84%, dan modulus elastisitas sebesar 1027,67 MPa. Komposit yang diberi perlakuan curing dengan variasi suhu akan memperoleh hasil dengan kekuatan tarik rata-rata sebagai berikut: Pada komposit curing dengan suhu 80oC sebesar 17,88 MPa, regangan sebesar 1,01%, dan modulus elastisitas sebesar 1770,3 MPa. Kekuatan tarik rata-rata pada komposit curing dengan suhu 100oC sebesar 22,92 MPa, regangan sebesar 0,84%, dan modulus elastisitas sebesar 2728,57 MPa. Kekuatan tarik rata-rata pada komposit curing dengan suhu 120oC sebesar 18,24 MPa, regangan 1% dan modulus elastisitasnya 1824 MPa. Kekuatan tarik dan modulus elastisitas rata-rata yang terbaik pada komposit adalah dengan perlakuan curing 100oC, dan regangan rata-rata yang terbaik pada komposit adalah dengan yang tidak diberi perlakuan curing.

(2)

ABSTRACT

Composite is the merger of two or more kinds of material that is fiber and the matrix. To be able to know the nature and characteristics of the good of the composite, several factors need to be, one of which is curing. The purpose of this study was to determine the value of tensile strength, strain and modulus of elasticity of composite coconut fiber gets cured by variations in temperature 80oC, 100oC, and 120oC.

This study uses coir fiber with unidirectional fiber arrangement. Resins which is used are polyester resin, catalyst, and hand body as a release agent. In the manufacture of composites with natural fibers, the ratio used is 69,7% polyester resin, 0,3% of the catalyst, and 30% fiber. The amount of resin needed for one print composite with the print size of 30 x 20 x 0,5 cm was 209.1 ml. For one print is required 129,6 grams of fiber coconut fiber, whereas each of the layers required 64,8 grams of fiber. This composite manufacture just use two layers of fibers. How to take data retrieval is to perform tensile tests on each composite test specimens that have been treated with a curing temperature variations 80oC, 100oC, and 120oC for 3 hours.

The untreated composites by curing will get results with an average tensile strength of 21,17 MPa, the strain of 0,84%, and a modulus of elasticity of 1027,67 MPa. Composite treated by curing with temperature variation will get results with an average tensile strength as follows: In the composite curing temperature of 80°C at 17,88 MPa, the strain of 1,01%, and a modulus of elasticity of 1770,3 MPa. Average tensile strength to the composite curing at 100°C amounted to 22,92 MPa, the strain of 0,84%, and a modulus of elasticity of 2728,57 MPa. Average tensile strength to the composite curing at 120oC temperature of 18,24 MPa, the strain of 1% and a modulus of elasticity 1824 MPa. The tensile strength and modulus of elasticity of the average of the best in the composite is at 100oC curing treatment, and the average strain of the best in the composite is with untreated curing.

(3)

KARASTERISTIK CURING 80

o

C, 100

o

C dan 120

o

C KOMPOSIT

SERABUT KELAPA

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat

Mencapai derajat sarjana S-1

Disusun oleh :

HERWIN SIHOTANG NIM: 125214091

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

CURING CHARACTERISTICS OF 80

o

C, 100

o

C and 120

o

C

COCONUT FIBER COMPOSITES

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement

to obtain the Sarjana Teknik degree

in Mechanical Engineering

By:

HERWIN SIHOTANG Student Number: 125214091

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

viii

INTISARI

Komposit adalah penggabungan dua macam material atau lebih yaitu serat dan matriks. Untuk dapat mengetahui sifat dan karateristik yang baik dari komposit, Beberapa faktor yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah curing. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas dari komposit serabut kelapa yang mendapat curing dengan variasi suhu 80oC, 100oC dan 120oC.

Penelitian ini menggunakan serat serabut kelapa dengan susunan serat searah. Resin yang digunakan ialah resin polyester, katalis dan hand body sebagai release agent. Dalam pembuatan komposit dengan serat alam ini, perbandingan yang digunakan yaitu 69,7% resin polyester, 0,3% katalis, dan 30% serat. Jumlah resin yang diperlukan untuk satu kali mencetak komposit dengan ukuran cetakan 30 x 20 x 0,5 cm adalah 209,1 ml. Untuk satu kali mencetak diperlukan 129,6 gr serat serabut kelapa, sedangkan setiap satu lapisan diperlukan 64,8 gr serat. Pembuatan komposit ini hanya menggunakan dua lapisan serat. Cara pengambilan data adalah dengan melakukan pengujian tarik pada setiap benda uji komposit yang sudah diberi perlakuan curing dengan variasi suhu 80oC,100oC dan 120oC selama 3 jam.

Komposit yang tidak diberi perlakuan curing akan memperoleh hasil dengan kekuatan tarik rata-rata sebesar 21,17 MPa, regangan sebesar 0,84%, dan modulus elastisitas sebesar 1027,67 MPa. Komposit yang diberi perlakuan curing dengan variasi suhu akan memperoleh hasil dengan kekuatan tarik rata-rata sebagai berikut: Pada komposit curing dengan suhu 80oC sebesar 17,88 MPa, regangan sebesar 1,01%, dan modulus elastisitas sebesar 1770,3 MPa. Kekuatan tarik rata-rata pada komposit curing dengan suhu 100oC sebesar 22,92 MPa, regangan sebesar 0,84%, dan modulus elastisitas sebesar 2728,57 MPa. Kekuatan tarik rata-rata pada komposit curing dengan suhu 120oC sebesar 18,24 MPa, regangan 1% dan modulus elastisitasnya 1824 MPa. Kekuatan tarik dan modulus elastisitas rata-rata yang terbaik pada komposit adalah dengan perlakuan curing 100oC, dan regangan rata-rata yang terbaik pada komposit adalah dengan yang tidak diberi perlakuan curing.

(10)

ix

ABSTRACT

Composite is the merger of two or more kinds of material that is fiber and the matrix. To be able to know the nature and characteristics of the good of the composite, several factors need to be, one of which is curing. The purpose of this study was to determine the value of tensile strength, strain and modulus of elasticity of composite coconut fiber gets cured by variations in temperature 80oC, 100oC, and 120oC.

This study uses coir fiber with unidirectional fiber arrangement. Resins which is used are polyester resin, catalyst, and hand body as a release agent. In the manufacture of composites with natural fibers, the ratio used is 69,7% polyester resin, 0,3% of the catalyst, and 30% fiber. The amount of resin needed for one print composite with the print size of 30 x 20 x 0,5 cm was 209.1 ml. For one print is required 129,6 grams of fiber coconut fiber, whereas each of the layers required 64,8 grams of fiber. This composite manufacture just use two layers of fibers. How to take data retrieval is to perform tensile tests on each composite test specimens that have been treated with a curing temperature variations 80oC, 100oC, and 120oC for 3 hours.

The untreated composites by curing will get results with an average tensile strength of 21,17 MPa, the strain of 0,84%, and a modulus of elasticity of 1027,67 MPa. Composite treated by curing with temperature variation will get results with an average tensile strength as follows: In the composite curing temperature of 80°C at 17,88 MPa, the strain of 1,01%, and a modulus of elasticity of 1770,3 MPa. Average tensile strength to the composite curing at 100°C amounted to 22,92 MPa, the strain of 0,84%, and a modulus of elasticity of 2728,57 MPa. Average tensile strength to the composite curing at 120oC temperature of 18,24 MPa, the strain of 1% and a modulus of elasticity 1824 MPa. The tensile strength and modulus of elasticity of the average of the best in the composite is at 100oC curing treatment, and the average strain of the best in the composite is with untreated curing.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang oleh tuntunan dan

penghiburanNya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik dan tepat

pada waktunya.

Skripsi merupakan salah satu syarat wajib untuk setiap mahasiswa Jurusan

Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma sebelum menulis skripsi. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma untuk memperoleh ijazah maupun gelar S-1.

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih

atas bantuan dari orang-orang yang sangat berarti, yaitu kepada:

1. Sudi Mungkasi, Ph.D. M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Budi Setyahandana, M.T., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

4. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Studi Teknik Mesin Fakultas

Sains dan Teknologi yang telah membantu penulis selama perkuliahan hingga

selesainya penulisan skripsi ini.

6. Deliana Tumanggor, orang tua saya yang telah mendukung dan membimbing

saya hingga dapat selesai.

7. Teman-teman Teknik Mesin Sanata Dharma yang telah membantu dan telah

memberi dukungan sehigga skripsi ini dapat selesai.

8. Komunitas Soldier Of Sadar, yang telah banyak memberi semangat saya dalam

(12)

xi

9. Pipin Erixson Sintumorang S.Pd., yang telah membantu dalam pengerjaan

skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidaklah sempurna,karena kesempurnaan adalah milik yang Mahakuasa. Penulis berharap agar melalui skripsi ini memberi pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca karya tulis ini.

Yogyakarta, 30 Agustus 2016

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

TITLE PAGE... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

INTISARI... viii

ABSTRACK... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 2

1.4 Batasan Masalah... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Komposit ... 4

2.1.1 Bahan penyusun Komposit ……...……... 5

2.1.2 Phase pertama (Matrik) ....………... 6

2.1.3 Polimer ... 7

(14)

xiii

2.2 Komposit Serat ... 9

2.2.1 Serat ... 10

2.2.2 Partikel ... 12

2.2.3 Flake ... 12

2.2.4 Bahan-bahan tambahan ... 12

2.2.5 Komposit matrik polimer ... 14

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan FRP ... 15

2.2.6.1 Orientasi serat ... 15

2.2.6.2 Jenis Komposit serat ... 17

2.2.6.3 Komposisi dan bentuk serat ... 18

2.2.6.4 Faktor matrik ... 18

2.2.6.5 Fase ikatan ... 19

2.2.6.6 Suhu curing ... 19

2.2.7 Mekanika komposit ... 19

2.2.8 Kaidah pencampuran komposit ... 20

2.2.9 Rumus perhitungan tegangan dan regangan ... 22

2.2.10 Kecacatan pada komposit ... 23

2.2.10.1 Kecacatan pada komposit ... 23

2.2.10.2 kecacatan akibat beban tarik transversal ... 24

2.2.11 Proses curing ... 25

2.2.11.1 Oven ... 25

(15)

xiv

2.2.11.3 Lampu ... 26

2.2.11.4 Proses curing yang lain ... 26

2.2.12 Tinjauan pustaka ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Skema penelitian ... 28

3.2 Persiapan benda uji ... 29

3.3.1 Alat ... 29

3.3.2 Bahan... 31

3.3 Perlakuan alkalisasi pada serat dengan NaOH 5% ... 33

3.4 Perhitungan komposisi komposit ... 34

3.5 Pembuatan benda uji ... 35

3.6 Standar ukuran benda uji ... 36

3.7 Curing ... 36

3.8 Metode penelitian ... 37

3.8.1 Uji tarik ... 37

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Hasil Penelitian... 38

4.1.1 Hasil Pengujian benda uji ... 38

4.3 Pembahasan... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 60

5.1 Kesimpulan... 60

(16)

xv

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Polymeric Matrix Materials For Fiberglass ... 7

Tabel 2.2 Sifat Epoksi dan Resin Poliester ... 8

Tabel 2.3 Sifat-sifat serat yang digunakan dalam FRP ... 10

Tabel 2.4 Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam ... 11

Tabel 4.1 Dimensi benda uji serat tanpa alkalisasi ... 39

Tabel 4.2 Kekuatan tarik serat tanpa perlakuan alkalisasi ... 39

Tabel 4.3 Regangan dan modulus elastisitas serat tanpa perlakuan alkalisasi ... 39

Tabel 4.4 Dimensi benda uji serat dengan perlakuan alkalisasi... 40

Tabel 4.5 Kekuatan tarik serat dengan perlakuan alkalisasi ... 40

Tabel 4.6 Regangan dan modulus elastisitas serat dengan perlakuan alkalisasi ... 40

Tabel 4.7 Dimensi benda uji matrik ... 40

Tabel 4.8 Kekuatan tarik matrik ... 41

Tabel 4.9 Regangan dan modulus elastisitas matrik ... 41

Tabel 4.10 Dimensi benda uji komposit tanpa curing ... 41

Tabel 4.11 Kekuatan tarik komposit tanpa curing ... 41

Tabel 4.12 Regangan dan modulus elastisitas komposit tanpa Curing ... 42

Tabel 4.13 Dimensi benda uji dengan curing 80oC ... 42

Tabel 4.14 kekuatan tarik komposit dengan curing 80oC ... 42

Tabel 4.15 Regangan dan modulus elastisitas curing 80oC ... 42

Tabel 4.16 Dimensi benda uji dengan curing 100oC ... 43

Tabel 4.17 kekuatan tarik komposit dengan curing 100oC ... 43

Tabel 4.18 Regangan dan modulus elastisitas curing 100oC ... 43

Tabel 4.19 Dimensi benda uji dengan curing 120oC ... 43

Tabel 4.20 kekuatan tarik komposit dengan curing 120oC ... 44

(18)

xvii

Tabel 4.22 Hasil pengujian ... 55

(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Komposit Berdasarkan Fase Matrik ... 5

Gambar 2.2 Bentuk-bentuk Reinforcing Sgent ... 9

Gambar 2.3 Partikel Sebagai Penguat Komposit ... 12

Gambar 2.4 Flake ... 13

Gambar 2.5 Orientasi serat ... 16

Gambar 2.6 Diagram Hubungan Antara Kekuatan, Fraksi Volume dan Susunan Serat ... 17

Gambar 2.7 Interface dan Interphase dalam komposit ... 21

Gambar 2.8 crack dan Interface ... 21

Gambar 2.9 Kecacatan pada komposit akibat beban tarik longitudinal ... 24

Gambar 2.10 kecacatan pada komposit akibat beban tarik transversal 25 Gambar 3.1 skema penelitian ... 28

Gambar 3.2 Resin yukalac 235 ... 31

Gambar 3.3 Serat Serabut Kelapa ... 32

Gambar 3.4 Aseton ... 32

Gambar 3.5 Katalis MEKPO ... 33

Gambar 3.6 NaOH kristal ... 33

Gambar 3.7 Standar Uji ... 36

Gambar 4.1 Diagram kekuatan tarik serat tanpa perlakuan alkalisasi 44 Gambar 4.2 Diagram regangan serat tanpa perlakuan alkalisasi .... 45

(20)

xix

Gambar 4.4 Diagram kekuatan tarik serat dengan perlakuan

alkalisasi ... 46

Gambar 4.5 Diagram regangan serat dengan perlakuan alkalisasi .. 46

Gambar 4.6 Diagram modulus elastisitas serat dengan perlakuan alkalisasi ... 47

Gambar 4.7 Diagram kekuatan tarik matrik ... 47

Gambar 4.8 Diagram regangan matrik ... 48

Gambar 4.9 Diagram modulus elastisitas matrik ... 48

Gambar 4.10 Diagram kekuatan tarik kompsit serabut kelapa tanpa Curing ... 49

Gambar 4.11 Diagram regangan tanpa curing ... 49

Gambar 4.12 Diagram modulus elastisitas kompsit serabut kelapa tanpa curing ... 50

Gambar 4.13 Diagram kekuatan tarik komposit serabut kelapa dengan curing 80oC ... 50

Gambar 4.14 Diagram regangan komposit serabut kelapa curing 80oC ... 51

Gambar 4.15 Diagram modulus elastisitas komposit serabut kelapa curing 80oC ... 51

Gambar 4.16 Diagram kekuatan tarik komposit serabut kelapa Curing 100oC ... 52

Gambar 4.17 Diagram regangan komposit serabut kelapa curing 100oC ... 52

(21)

xx

curing 120oC ... 53

Gambar 4.20 Diagram regangan komposit serabut kelapa curing 120oC ... 54

Gambar 4.21 Diagram modulus elastisitas serabut kelapa curing 120oC ... 54

Gambar 4.22 Diagram rata-rata kekuatan tarik komposit serabut kelapa ... 56

Gambar 4.23 Diagram rata-rata Regangan komposit serabut kelapa 57 Gambar 4.24 Diagram rata-rata modulus elastisitas komposit serabut kelapa ... 57

Gambar 4.25 Komposit serabut kelapa tanpa curing ... 59

Gambar 4.26 Komposit serabut kelapa curing ... 59

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Teknologi ramah lingkungan semakin serius dikembangkan oleh

negara-negara di dunia saat ini dan menjadikan suatu tantangan yang terus diteliti oleh para

pakar untuk dapat mendukung kemajuan teknologi ini. Salah satunya adalah

teknologi komposit dengan material serat alam (Natural Fiber). Tuntutan teknologi

ini disesuaikan juga dengan keadaan alam yang mendukung untuk pemanfaatannya

secara langsung. Keuntungan mendasar yang dimiliki oleh serat alam adalah

jumlahnya berlimpah, memiliki specific cost yang rendah, dapat diperbarui, serta tidak mencemari lingkungan. Kelapa merupakan tanaman perkebunan/industri

berupa pohon batang lurus dari family Palmae. Tanaman kelapa (Cocos Nucifera)

merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi

tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

manusia, sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena

hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun dan buahnya dapat

dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari.

Komposit didefinisikan sebagai penggabungan dua macam material atau

lebih dengan fase yang berbeda. Penggabungan di dalam komposit ini adalah

penggabungan antara bahan matriks atau pengikat dan reinforcement atau bahan

penguat. Dari dua bahan atau lebih yang digabungkan dalam satu bahan komposit

ini akan menghasilkan sifat-sifat dari bahan baru yang lebih baik dari atau tidak

dimiliki oleh bahan penyusunnya.

Komposit serat merupakan perpaduan antara serat sebagai komponen

penguat dan matriks sebagai komponen penguat serat. Serat biasanya mempunyai

kekuatan dan kekakuan yang lebih besar daripada matriks dan pada umumnya

bersifat ortotropik. Pada saat serat dan matriks dipadukan untuk menghasilkan

komposit, kedua komponen tersebut tetap mempertahankan sifat-sifat yang

(23)

dihasilkan. Secara khusus dapat dikatakan bahwa harga kekuatan maupun kekakuan

komposit terletak diantara kekakuan dan kekuatan serat serta matriks yang

digunakan. Dalam artian bahwa kemampuan komposit terdapat antara kemampuan

serat dan matriks pengikatnya serta memiliki sifat-sifat dari bahan yang menjadi

penyusunnya.

Keunggulan komposit dibandingkan dengan bahan logam:

1. Dapat dirancang dengan kekuatan dan kekakuan tinggi, sehingga dapat

memberikan kekuatan dan kekakuan spesifik yang melebihi sifat logam.

2. Sifat fatigue dan toughness yang baik.

3. Dapat dirancang sedemikian rupa sehingga terhindar dari korosi.

4. Daya redam bunyi yang baik.

5. Bahan komposit dapat memberikan penampilan dan kehalusan permukaan

lebih baik.

6. Dapat dirancang dengan bobot yang ringan.

7. Dapat dirancang dengan keelastisan yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Komposit merupakan material yang kemampuannya sangat dipengaruhi oleh sifat dan jenis dari bahan yang menjadi penyusun. Untuk mendapat sifat dan

karasteristk yang baik dari komposit, maka perlu memperhatikan beberapa faktor,

salah satunya adalah curing. Oleh karena itu masalah yang akan diteliti dalam tugas

akhir ini adalah bagaimana pengaruh beberapa variasi suhu curing terhadap komposit.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian dalam Skripsi ini mempunyai tujuan yaitu:

1. Untuk mengetahui kekuatan tarik rata-rata, regangan dan modulus

elastisitas rata-rata yang diperoleh pada komposit serat alam yang tidak

(24)

2. Untuk mengetahui kekuatan tarik rata-rata, regangan dan modulus

elastisitas rata-rata yang diperoleh pada komposit serat alam yang diberi

perlakuan curing dengan variasi suhu 80oC, 100oC dan 120oC.

3. Untuk mengetahui kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas

rata-rata yang terbaik dari masing-masing variasi benda uji.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang diambil dalam penelitian tugas akhir ini adalah:

1. Pengujian yang dilakukan pada komposit adalah uji tarik.

2. Bahan pengikat seratnya adalah komposit.

3. Pengeras yang digunakan adalah katalis.

4. Serat yang digunakan adalah serat serabut kelapa.

5. Cetakan yang dipakai adalah cetakan kaca berukuran 30 cm x 20 cm x 0,5

cm.

6. Proses curing menggunakan oven dengan variasi suhu 80oC, 100oC dan 120oC dengan lama curing selama 3 jam.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tentang komposit ini adalah:

1. Hasil penelitian dapat menjadi referensi bagi pembuat dan peneliti yang

menggunakan komposit serat alam.

(25)

4

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 komposit

Komposit dalam pengertian bahan komposit berarti suatu bahan yang

terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur. Pada

umumnya bahan komposit terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) dan bahan

pengikat serat tersebut yang disebut matrik. Unsur utama bahan komposit adalah

serat. Serat inilah yang terutama menentukan karakteristik bahan komposit, seperti

kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanik yang lain. Seratlah yang menahan

sebagian besar gaya-gaya yang bekerja pada komposit sedang matrik bertugas

melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik. Karena itu untuk

bahan serat digunakan bahan yang kuat dan getas, seperti: karbon, glass dan boron.

Sedang bahan matrik dipilih bahan yang lunak, seperti: plastik dan logam-logam

lunak.

Bahan material yang digabungkan atau dicampur, biasanya

materialmaterial tersebut memiliki sifat yang lebih baik dari sifat asal

pembentuknya, tetapi pada bahan komposit yang menggabungkan dua atau lebih

material yang memiliki fase yang berbeda sifat asli dari bahan pembentuk masih

terlihat nyata.

Pengelompokkan komposit dapat dilihat dari bahan penguat pada matrik

atau dapat juga dilihat dari bahan yang menjadi matrik pengikat. Untuk komposit

yang dilihat dari bahan penguat dibagi menjadi komposit dengan bahan penguat

serat atau penguat non serat. Komposit dengan penguat serat masih dibagi lagi

menjadi 2 bagian:

1. Komposit tradisional (komposit alam) yang biasa berupa serat kayu, jerami,

kapas, wol, sutera, serat enceng gondok, serat pisang, dll.

2. Komposit sintesis, yaitu komposit yang mempunyai bahan penguat serat

(26)

komponen-komponennya diproduksi secara terpisah, kemudian digabungkan dengan

teknik tertentu agar diperoleh struktur, sifat dan geometri yang diinginkan.

Serat sintesis ini dapat berupa serat gelas karbon, nilon dan polyester.

Sedangkan untuk penggolongan komposit berdasar fase matriknya dapat dilihat

pada Gambar 2.1 beserta penjelasannya:

Gambar 2.1 Klasifikasi Komposit Berdasarkan Fase Matrik

1. Metal Matrix Composite (MMC) adalah komposit dengan fase matriknya

berupa logam, komposit ini terbentuk dari campuran logam dan keramik

seperti karbida wolfram.

2. Ceramic Matrix Composite (CMC) adalah komposit dengan fase matriknya

berupa keramik, pada komposit jenis ini untuk reinforce agent digunakan

oksida aluminium, karbida silikon, dan serat dengan tujuan untuk

meningkatkan sifat tahan terhadap suhu tinggi.

3. Polymer Matrix Composite (PMC) adalah komposit dengan fase matrik

polimer, polimer yang digunakan biasa berupa resin thermosetting epoxy,

dan polyester dengan reinforce agent berupa fiber.

2.1.1 Bahan Penyusun Komposit

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa komposit merupakan

penggabungan dua macam material atau lebih dengan phase (fase) yang

berbeda. Digunakannya istilah phase dalam hal ini untuk menunjukkan bahan

tersebut adalah homogen, seperti logam atau keramik yang semua

(27)

Penggabungan beberapa fase yang berbeda akan tercipta suatu bahan

dengan unjuk kerja (performance) yang dapat lebih baik dari fase-fase awal

sebagai penyusunnya. Efek ini dapat disebut dengan synergistic. Ada beberapa

bahan yang berfungsi sebagai bahan penyusun suatu komposit. Bahan-bahan

tersebut antara lain: phase pertama (matrik), phase kedua (reinforcing), katalis

dan bahan tambahan lain.

2.1.1.1Phase Pertama (Matrik)

Matrik adalah suatu bahan utama dalam penyusunan komposit yang

berfungsi sebagai pengikat secara bersama-sama, selain itu matrik berfungsi

sebagai pelindung serat dari kerusakan eksternal, pelindung filamen terhadap

keausan, goresan dan zat kimia ganas, penerus gaya (principal load-carying

agent) dari satu serat ke serat lain, mengikat phase reinforcing (khusunya

seratserat) dalam sebuah unit struktur, menjaganya pada jarak yang sama,

menyumbang beberapa sifat yang diperlukan seperti keuletan dan ketangguhan.

Jika dalam pembebanan aksial ada fiber yang putus (patah), maka beban dari

sisi fiber yang putus pertama kali akan diteruskan ke matrik selanjutnya baru ke

fiber yang lain.

Tidak terdapat reaksi kimia yang signifikan antara kedua bahan (matrik

dan serat) kecuali untuk menguatkan ikatan pada permukaannya. Juga tidak

benar bahwa reaksi antara kedua bahan dapat menimbulkan efek negatif

terhadap komposit. Matrik dan phase reinforcing (penguat) saling melengkapi

sifatnya satu sama lain.

Matrik bahan komposit dapat berupa logam, keramik dan polimer.

Logamlogam yang biasa digunakan sebagai bahan pengikat adalah Nikel dan

Cobalt. Keramik yang digunakan sebagai matrik antara lain: Alumina (Al2O3),

Karbida Boron (B4C), Nitride Boron (BN), Karbida Silikon (SiC), Nitride

Silicone (Si3N4), Karbida Titanium (TiC). Polimer yang digunakan sebagai

matrik dapat berupa plastik thermosetting (tidak dapat didaur ulang) dengan

(28)

thermoplastic (dapat didaur ulang) dengan contohnya antara lain: nilon,

polycarbonate, polystyrene, polyvinyl chloride.

2.1.1.1.1 Polimer

Polimer merupakan nama lain dari plastik, yaitu molekul yang besar

atau makro molekul yang terdiri dari satuan yang berulang-ulang atau mer.

Polimer telah mengambil peran penting dalam teknologi. Hal ini dikarenakan

polimer memiliki sifat-sifat seperti ringan, mudah dibentuk. Polimer yang

sering dipakai adalah polimer yang sering disebut dengan plastik. Plastik dibagi

dalam dua kategori menurut sifat-sifatnya terhadap suhu, yaitu:

1. Thermosetting

Polimer kategori termoset ini adalah polimer yang dapat menerima suhu

tinggi dan tidak berubah karena panas, contohnya: poliamid, polidifenileter,

unsaturated polyester, melamines, silicon, epoksi.

2. Thermoplastik

Polimer termoplastik adalah polimer yang tidak dapat menerima suhu tinggi

dan dapat dikatakan berubah karena panas, contohnya: polyehterimide,

polyphenylene, ethenic, polycarbonates, polystyere, polivinil klorida.

Tabel 2.1 Polymeric Matrix Materials For Fiberglass

Polymer Characteristic and Applications

Thermosetting

Epoxies

Polyester

Phenolic

Silicones

High strength (for filament-wound vessels)

For general structures (usually fabric-reinforced)

High-temperature applications

Electrical applications (printed-circuit panels)

Thermoplastic

Nylon

Polycarbonate

Polystyrene

(29)

Dalam pembuatan komposit, resin yang banyak digunakan adalah dari jenis

polimer thermosetting yang terdiri dari:

1. Resin Poliester

Resin poliester adalah bahan matrik polimer yang paling luas

penggunaanya sebagai matrik pengikat, dari proses pengerjaan yang

sederhana sampai hasil produksi yang dikerjakan dengan proses cetakan

mesin. Sebagai resin thermosetting, poliester memiliki kekuatan

mekanis yang cukup bagus, ketahanan terhadap bahan kimia, selain itu

harganya relatif cukup murah. Resin jenis ini banyak digunakan dalam

fiber reinforced plastic karena jika diperkuat dengan serat gelas maka

ketahanan panas akan lebih baik, tetapi kurang kuat. Resin poliester

dapat mengalami proses curing dalam suhu kamar dan dapat dipercepat

dengan menambahkan katalis. Bahan poliester banyak dipergunakan

untuk komposit berpenguat serat gelas, contohnya: kapal, tangki

penyimpan air dan perlengkapan bangunan.

2. Resin Epoksi

Resin ini harganya sedikit mahal, tetapi resin jenis ini memiliki

keunggulan dalam hal kekuatan yang tinggi dan penyusutan yang relatif

kecil setelah proses curing. Resin ini banyak dipakai sebagai matrik pada komposit polimer dengan penguatnya serat karbon atau Kevlar.

Tabel 2.2 Sifat Epoksi dan Resin Poliester

Sifat Poliester Epoksi

Kekuatan tarik (MPa) 40-90 55-130

Modulus elastis (GPa) 2,0-4,4 2,8-4,2

Kekuatan impak (J/m) 10,6-21,2 5,3-53

(30)

2.1.2.2 Phase Kedua (Reinforcing Agent)

Phase penting kedua dalam penyusunan bahan komposit adalah phase

penguat (reinforcing agent), phase ini dapat berupa: fiber, partikel, dan flake,

berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai phase penguat.

[image:30.595.84.513.203.769.2]

(a) (b) (c)

Gambar 2.2. Bentuk-bentuk Reinforcing Sgent (a) Fiber (b) Partikel (c) Flake

2.2 Komposit Serat

Komposit serat merupakan salah satu jenis dari komposit matrik

polimer atau Polymer Matrix Composites (PMC). Dimana serat berfungsi

sebagai penguat atau reinforcement agents, dan polymer atau plastik berfungsi

sebagai matrik atau pengikatnya. Untuk mendapatkan komposit yang lebih baik,

dimungkinkan mengkombinasikan dua jenis serat atau lebih. Komposit hybrid.

Komposit jenis ini memiliki kekuatan dan kekauan yang lebih baik, tangguh dan

lebih tahan terhadap beban kejut, serta lebih ringan. Berikut ini adalah beberapa

kenggulan komposit matrik polimer:

1. Tegangan spesifik cukup tinggi.

2. Modulus spesisfik cukup tinggi.

3. Kerapatan rendah.

4. Memiliki tegangan fatik yang baik.

5. Ketahanan korosi yang baik.

6. Stabilitas ukuran yang baik karena koefisien dilatasinya rendah.

(31)

2.2.1 Serat

Serat merupakan filamen dari bahan reinforcing. Penampangnya dapat

berbentuk bulat, segitiga atau heksagonal. Diameter dari serat bervariasi

tergantung dari bahannya. Jenis fiber ada yang alami (hewan, tumbuhan, dan

mineral) dan ada yang sintesis (buatan manusia dari bahan polimer atau

keramik) dan logam. Prosentase jenis serat, bentuk serat, jumlah serat, dan

orientasi serat yang dipakai dalam membuat komposit menentukan

karakteristik komposit yang terbentuk.

Beberapa jenis bahan serat yang sering digunakan ialah sebagai berikut:

1. Glass: Digunakan sebagai serat pada matrik polimer. Fiberglass adalah

glass-fiber-reinforced plastic (GFRP). Ada dua jenis glass fiber yang

umum di pasaran yaitu: serat E-glass dan S-glass.

E-glass cukup kuat dan harganya relatif murah, tetapi modulus

elastisnya lebih rendah dibandingkan S-glass, S-glass cukup kaku dan

memiliki tegangan tarik terbesar diantara bahan serat, hal ini

[image:31.595.87.515.160.702.2]

menyebabkan bahan ini menjadi lebih mahal.

Tabel 2.3 Sifat-sifat serat yang digunakan dalam FRP

Material

Tensile

strength

(N/cm2 x 103)

Modulus

(N/cm2 x 106)

Density

(g/cm3)

E-glass 345 7,2 2,55

S-glass 450 8,6 2,5

PRD 49-III 275 13 1,45

Boron 275-310 38-41 2,4

Carbon 103-310 69-72 1,4-1,9

Steel wire 206-512 20 7,7-7,8

(32)

2. Carbon: Karbon dapat menjadi serat dengan modulus elastis tinggi. Di

samping kekakuan yang tinggi, karbon memiliki kerapatan dilatasi

yang rendah. Serat C (C-fiber) merupakan perpaduan antara grafit

dengan karbon amorphous.

3. Boron: Boron memiliki modulus elastis sangat tinggi, tetapi bahan ini

mahal sehingga pemakaiannya dibatasi pada komponen peralatan

aerospace.

4. Kevlar 49: bahan ini terutama digunakan sebagai serat untuk polimer.

Kerapantannya rendah dan memberi kekuatan spesifik (strenght to

weight) terbesar untuk semua fiber yang ada.

5. Keramik: Karbide silicon (SiC) dan oksida aluminium (Al2O3)

merupakan serat utama yang sering dijumpai pada keramik. Kedua

bahan ini mempunyai modulus elastis tinggi dan dapat digunakan untuk

menguatkan logam-logam dengan kerapatan dan modulus elastisitas

rendah seperti aluminium dan magnesium.

6. Logam: Filamen baja (kontinyu atau tidak kontinyu) sering digunakan

[image:32.595.84.515.102.657.2]

sebagai serat dalam plastik.

Tabel 2.4 Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam

(33)

2.2.2 Partikel

Partikel digunakan sebagai phase reinforcing pada logam dan keramik.

Penyebaran partikel di dalam komposit tersusun secara random. Mekanisme

penguatan partikel ini dipengaruhi oleh ukuran partikelnya. Dalam skala

mikroskopis, partikel yang digunakan berupa serbuk sangat halus (kurang dari 1

µm) yang tersebar dalam matrik dengan konsentrasi maksimum 15 %. Serbuk ini

akan membuat matrik mengeras dan menghambat gerakan dislokasi yang timbul.

Dalam hal ini, sebagian besar beban luar yang diberikan bekerja pada matrik.

Peningkatan ukuran partikel sampai ukuran makroskopis, penggunaan

partikel dapat mencapai konsentrasi lebih besar dari 25 %. Dalam hal ini beban luar

[image:33.595.86.514.152.609.2]

yang diberikan didukung bersama-sama oleh matrik dan partikelnya.

Gambar 2.3 Partikel Sebagai Penguat Komposit

2.2.3 Flake

Flake umumnya berbentuk partikel dua dimensi. Misalnya adalah mika

mineral (silika K dan Al) dan tale (Mg3Si4O10(OH)2), digunakan sebagai fase

reinforcing pada plastik. Bahan ini dengan harga yang relatif murah dan ukurannya

(34)
[image:34.595.85.509.86.724.2]

Gambar 2.4 Flake

2.2.4 Bahan-bahan Tambahan

Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam penelitian ini. Ada beberapa

bahan tambahan yang memiliki tujuan untuk menghasilkan kualitas komposit yang

baik.

Bahan-bahannya adalah sebagai berikut:

1. Katalis

Katalis adalah bahan pemicu (initiator) yang berfungsi untuk mempersingkat

proses curing pada temperatur ruang. Prosentase katalis dalam suatu bahan komposit relatif kecil (0,01-0,5%). Komposisi katalis pada komposit harus

selalu diperhatikan. Komposit dengan kadar katalis yang terlalu sedikit akan

mengakibatkan proses curing yang terlalu lama, dan apabila kelebihan katalis

maka akan menimbulkan panas yang berlebihan saat proses curing sehingga akan merusak produk komposit yang dibuat. Katalis yang digunakan berasal

dari organic peroxide seperti methyl ethyl ketone peroxide dan acetyl acetone

peroxide. 2. Akselerator

Akselerator adalah suatu bahan yang biasa digunakan dengan tujuan untuk

mempercepat proses curing. Akselerator yang bereaksi dengan katalis di dalam

(35)

proses curing, perbandingan akselerator sekitar 1% volume resin, sedangkan untuk katalis menggunakan perbandingan volume 0,5% dari volume resin.

3. Pigmen atau pasta berwarna

Pigmen atau pasta pewarna hanya dipergunakan pada akhir proses dari

pembuatan FRP, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penurunan

kemampuan FRP. Apabila pigmen dan pasta pewarna ini digunakan saat

produksi, maka harus dipilih bahan yang sesuai sehingga tidak mempengaruhi

proses curing. Pada pelapisan akhir (gel coating), perbandingan pigmen atau pasta pewarna adalah 10 - 15% dari berat resin. Beberapa pilihan warna dari

pigmen antara lain: zinc yellow, chrome orange, dan red iron oxide.

4. Release agent

Release agent atau zat pelapis yang berfungsi untuk mencegah lengketnya produk pada cetakan saat proses pembuatan. Pelapisan dilakukan sebelum

proses pembuatan dilakukan. Release agent yang biasa digunakan antara lain:

waxes (semir), mirror glass, polyvynil alcohol, film forming, dan oli. 5. Filer

Penggunaan bahan ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya dalam produksi.

Selain itu filer juga dipergunakan untuk meningkatkan viskositas resin.

Penggunaan filer sebagai bahan campuran tidak boleh memiliki 30% dari

perbandingan terhadap berat resin. Alumina, calcium carbonate, serbuk silika

adalah filer yang sering digunakan sebagai penyusun komposit FRP.

Selain bahan-bahan tesebut diatas, masih ada bahan tambahan lain yang dapat

memberi tampilan lebih pada produk FRP. Adiktif sebagai penambah kemampuan

elektrik adalah melamine synaturate dan masih banyak bahan tambahan lain yang

dapat diaplikasikan pada komposit FRP dengan tujuan meningkatkan mutu dan

kualitas produk.

2.2.5 Komposit Matrik Polimer (Fiber Reinforced Polymer)

Saat ini, bahan komposit yang sering dimanfaatkan adalah Fiber Reinforced

(36)

Komposit jenis ini mempunyai kandungan serat yang cukup besar (lebih dari 50%

volume). Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh FRP adalah :

1. Kerapatan yang rendah

2. Memiliki tegangan fatik yang baik

3. Ketahanan terhadap korosi yang baik

4. Tegangan spesifik tinggi

5. Modulus spesifik tinggi

6. Mempunyai stabilitas ukuran yang baik, karena koefisien dilatasi rendah

Saat ini bahan berpenguat serat telah mengalami banyak inovasi, peningkatan

mutu, ringan dan relatif murah, serta penggunaanya semakin meluas. Dengan

keuntungan yang didapat dari bahan tersebut, maka pengguna terbesar FRP adalah

indrustri aerospace, industri pesawat terbang, industri otomotif dan industri

alat-alat olahraga.

2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan FRP

Fiber Reinforced Polymer atau FRP adalah suatu bahan komposit yang diperkuat oleh serat yang diikat dalam matrik. Adapun beberapa faktor yang

mempengaruhi kekuatan FRP adalah orientasi serat, panjang, bentuk, komposisi

serat, dan sifat mekanik dari matrik serta ikatan yang ada dalam komposit tersebut.

2.2.6.1 Orientasi Serat

Dalam komposit, orientasi serat sangat mempengaruhi dan dapat menentukan

kekuatan suatu bahan komposit. Secara umum penyusunan dari arah serat tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Unidirectional, yaitu serat disusun paralel satu sama yang lainnya. Disini kekuatan tarik terbesar terdapat pada bahan yang sejajar dengan arah

serat. Sedangkan kekuatan yang terkecil pada bahan yang tegak lurus

(37)

2. Pseudoisotropic, yaitu serat disusun secara acak dan kekuatan tarik pada satu titik pengujian mempunyai nilai kekuatan yang sama.

3. Bidirectional, yaitu serat disusun tegak lurus satu sama lainnya (orthogonal) contohnya pada woven roving. Pada susunan ini kekuatan

tertinggi terdapat pada arah serat 0o dan 90o dan kekuatan terendah terdapat pada arah serat 45o.

Sifat mekanik dari pemasangan satu arah ini adalah jenis yang paling

proporsional, karena pada pemasangan satu arah serat ini dapat memberi kontribusi

pemakaian serat paling banyak. Hal tersebut disebabkan karena pemasangan serat

yang semakin acak maka konstribusi serat yang dipasang akan semakin sedikit

(fraksi volume kecil) sehingga menyebabkan kekuatan komposit semakin menurun.

(a) (b)

[image:37.595.85.512.171.596.2]

(c)

Gambar 2.5 orientasi serat

Jumlah serat pada bahan komposit serat dapat dinyatakan dalam fraksi

volume serat (Vf) yaitu perbandingan volume serat (Vf) terhadap volume bahan

komposit (Vc). Semakin besar kandungan volume serat dalam komposit maka akan

(38)

Gambar 2.6 Diagram Hubungan Antara Kekuatan, Fraksi Volume dan Susunan

Serat

2.2.6.2 Jenis Komposit Serat

Berdasarkan ukuran panjang, serat terbagi menjadi serat kontinyu (continuous) dan

tidak kontinyu (discontinuous). Kemampuan serat sangat dipengaruhi oleh ukuran

panjang serat pada bahan komposit dalam menahan gaya dari luar. Ukuran serat

yang semakin panjang, maka akan semakin efisien menahan gaya dalam arah serat,

dan juga secera teori lebih efektif dalam hal transmisi beban dibandingkan serat

pendek. Namun dalam hal praktek cukup sulit untuk dibuktikan, karena faktor

manufaktur yang tidak memungkinkan untuk menghasilkan kekuatan optimum

pada seluruh panjang serat, dan pada serat yang panjang terjadi penerimaan beban

yang tidak merata antara serat dan beban.

Sebagian serat mengalami ketegangan sedangkan yang lain dalam posisi

bebas dari tegangan, sehingga jika komposit tersebut dibebani sampai kekuatan

patahnya, sebagian serat akan patah terlebih dahulu dibanding yang lainnya. Serat

yang panjang juga menghilangkan kemungkinan terjadinya retak sepanjang batas

pertemuan antara serat dan matrik. Oleh sebab itu bahan komposit serat kontinyu

Unidireksional

Pseuidootropic

Bidireksional

Fraksi Volume Serat

K

[image:38.595.88.513.102.639.2]
(39)

sangat kuat dan liat jika dibandingkan dengan komposit serat tidak kontinyu. Tetapi

adakalanya komposit yang diperkuat dengan serat pendek akan menghasilkan

kekuatan yang lebih besar daripada yang diperkuat dengan serat panjang, yaitu

dengan cara pemasangan orientasi pada arah optimum yang dapat ditahan serat.

2.2.6.3 Komposisi dan Bentuk Serat

Berdasarkan bentuk, secara umum serat penguat mempunyai bentuk

penampang lingkaran, segitiga, heksagonal atau bentuk yang lain, misalnya bujur

sangkar. Diameter suatu serat tergantung pada bahannya, dan bervariasi. Kekuatan

serat juga dapat dilihat dari diameter serat itu sendiri. Diameter serat yang semakin

kecil maka pertambahan kekuatan semakin cepat, namun sebaliknya pertambahan

diameter akan mengakibatkan kekuatan semakin berkurang. Perbandingan antara

panjang dan diameter serat harus cukup besar, hal ini agar tegangan geser yang

terjadi pada permukaan antar serat dan matrik kecil.

Berdasarkan komposisi serat, serat yang digunakan sebagai bahan penguat

komposit dibagi menjadi:

1. Serat organik, yaitu serat yang berasal dari bahan organik, misalnya

selulosa, polipropilena, grafit, serat jerami, serat pisang, serat kapas, serat

serabut kelapa dll

2. Serat anorganik, yaitu serat yang dibuat dari bahan-bahan anorganik,

misalnya glass dan keramik. Adapun serat yang mempunyai kekuatan tinggi

dan tahan panas (hybrid fiber).

2.2.6.4 Faktor Matrik

Sebagai bahan pengikat dalam pembuatan komposit, matrik dibedakan

menjadi bermacam-macam jenis. Dari berbagai macam jenis yang ada, matrik

tersebut mempunyai fungsi yang sama yaitu:

1. Sebagai transfer beban, yaitu dengan mendistribusikan beban ke serat yang

(40)

2. Sebagai pengikat fase serat pada posisinya. Pada proses pembuatan

komposit, matrik harus mempunyai sifat adhesi yang baik untuk

menghasilkan struktur komposit yang baik. Jika sifat adhesinya kurang baik,

maka transfer beban tidak sempurna dan menyebabkan kegagalan berupa

lepasnya ikatan antara matrik dengan serat (debounding failure).

3. Melindungi permukaan serat, permukaan serat cenderung mengalami abrasi

yang diakibatkan oleh perlakuan secara mekanik, misalnya gesekan antar

serat.

2.2.6.5 Fase Ikatan

Kemampuan ikatan antara serat dan matrik dapat ditingkatkan dengan

memberikan aplikasi permukaan yang disebut coupling agent. Tujuannya adalah

meningkatkan sifat adhesi antara serat dan matrik. Coupling agent diperlakukan

pada serat sebagai perlakuan secara kimiawi dalam bentuk sizing (perlakuan

permukaan ketika serat pada proses pembentukan) dan finishing (perlakuan yang

diterapkan setelah serat dalam bentuk benang). Proses ini juga dapat melindungi

dan mencegah terjadinya kerusakan akibat gesekan antar serat sebelum dibuat

menjadi struktur komposit.

2.2.5.6 Suhu Curing

Pengaruh suhu pada polimer pada proses curing sangat besar. Apabila semakin tinggi suhu pada komposit maka akan mempengaruhi pada kekuatan

tariknya yang akan meningkat pula. Tetapi pada regangan akan mengalami

penurunan. Suhu curing pada polimer perlu dilakukan untuk meningkatkan kekuatan pada komposit. Kekuatan pada komposit dapat meningkat karena reaksi

yang terjadi pada komposit akan lebih sempurna. Suhu curing maksimum dapat terjadi tergantung pada jenis polimer yang digunakan.

2.2.7 Mekanika Komposit

Sifat mekanik bahan komposit berbeda dengan sifat bahan teknik

konvensional lainnya. Tidak seperti bahan teknik lainnya yang pada umumnya

(41)

anisotropik, sifat heterogen komposit terjadi karena komposit tersusun atas dua atau

lebih bahan yang mempunyai sifat-sifat mekanis yang berbeda sedangkan sifat

anisotropik yaitu sifat bahan antara satu lokasi dengan lokasi lainnya mempunyai

sifat yang berbeda tergantung pada pengukuran yang dilakukan. Sifat- sifat

komposit ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:

1. Phase reinforcing sebagai penyusun komposit.

2. Bentuk geometri dari penyusun komposit.

3. Interaksi antar phase penyusun komposit.

Mekanika komposit dapat dianalisa dari dua sudut pandang, yaitu dengan

analisa mikromekanik bahan komposit dengan memperlihatkan sifat-sifat mekanik

bahan penyusunnya, hubungan antara komponen penyusun tersebut dan sifat-sifat

akhir dari komposit yang dihasilkan. Sedangkan analisa makromekanik

memperlihatkan sifat-sifat bahan komposit secara umum tanpa memperhatikan sifat

maupun hubungan antara komponen penyusunnya (Robert. J. M., 1975: 11). Jika

komposit lamina diambil sebagai komponen dasar analisa bahan komposit, analisa

makromekanik dari lamina dapat diambil dari tegangan rata-rata, maupun sifat

mekanik rata-rata dari bahan homogen yang ekuivalen.

2.2.8 Kaidah Pencampuran Komposit

Dalam pemilihan bahan komposit, haruslah dipilih kombinasi yang

optimum dari sifat masing-masing bahan penyusunnya. Pencampuran dengan

kombinasi yang optimum akan menghasilkan komposit dengan unjuk kerja yang

baik pula. Sifat-sifat komposit ditentukan oleh phase matrik dan phase reinforcing

sebagai bahan penyusunnya, bentuk geometri bahan penyusunnya serta interaksi

antar phase penyusun komposit. Rongga udara (void), tidak merekatnya phase

reinforcing pada phase matrik (interface), rusak atau retaknya serat (crack) dan

adanya rongga antara phase reinforcing dan phase matrik (interphase) harus

(42)
[image:42.595.89.508.110.617.2]

Gambar 2.7 Interface dan Interphase dalam komposit

Gambar 2.8 crack dan Interface

Bahan komposit dibuat untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan

penyusunnya. Komposit meningkatkan kekuatan tarik matrik dan mengurangi

regangan matrik. Komposit juga menurunkan kekuatan tarik serat dan

meningkatkan regangan serat. Serat yang memiliki sifat getas tetapi memiliki

kekuatan tarik tinggi dipadukan dengan matrik yang memiliki kekuatan tarik yang

(43)

sifat yang lebih baik. Perbaikan sifat inilah yang membuat bahan dari komposit

banyak digunakan sebagai bahan yang digunakan dalam bidang teknik dan industri.

Beberapa perhitungan bahan komposit antara lain :

1. Massa komposit (mc)

mc = mm+mr (2.1)

Dengan : mm = massa matrik

mr = massa renforce

2. Volume komposit (Vc)

Vc = Vm+Vr+Vv (2.2)

Dengan : Vm = volume matrik

Vr = volume reinforce

Vv = volume voids (rongga,cacat)

3. Kerapatan komposit (ρc) Ρc =

c r r m m c r m c c V V x V x V m m V

m ( )( )

(2.3)

Dengan : ρm = kerapatan matrik ρr = kerapatan reinforce

atau:

ρc = (fm x ρm)+(fr x ρr) (2.4)

Dengan: fm =

c m

v v

dan fr =

c r

v v

(2.5)

2.2.9 Rumus Perhitungan Tegangan dan Regangan

Pada pengujian tarik yang dilakukan, hasilnya berupa print-out grafik

hubungan beban dan pertambahan panjang. Untuk menghitung besarnya kekuatan

tarik dari pengujian tersebut, maka rumus yang digunakan adalah rumus tegangan,

(44)

A p

(2.6)

Dimana:

= kekuatan tarik (kg/mm2)

P = beban (kg)

A = luas penampang (mm2) = lebar x tebal

Hasil dari pengujian tarik juga dapat digunakan untuk mencari regangan dari

benda uji, yaitu dengan menggunakan rumus:

� = Lo

L 

× 100% (2.7)

Dimana: ε = regangan (%)

ΔL = pertambahan panjang (mm)

Lo = panjang mula-mula (mm)

2.2.10 Kecacatan Pada Komposit

Pada umumnya ada tiga macam pembebanan yang menyebabkan

kerusakan suatu bahan komposit, yaitu pembebanan tarik tekan baik dalam arah

longitudinal maupun transversal, serta geser.

2.2.10.1 Kecacatan pada Komposit

Pada bahan komposit yang diberi beban searah dengan serat. Kecacatan

berawal dari serat-serat yang patah pada penampang yang paling lemah. Apabila

beban yang diberikan semakin besar, maka semakin banyak serat yang akan patah.

Kebanyakan komposit serat tidak sekaligus patah pada waktu yang bersamaan.

Variasi kerusakan serat yang patah relatif kecil kurang dari 50% beban maksimum.

Jika serat yang patah dalam jumlah yang banyak, maka ada tiga kemungkinan yang

(45)

1 Bila serat mampu menahan gaya geser dan meneruskan ke serat sekitar,

maka serat yang patah akan semakin banyak. Hal ini akan menimbulkan

yang disebut retakan. Patahan yang terjadi disebut patah getas (brittle

failure).

2 Bila matrik tidak mampu menahan konsentrasi tegangan geser yang timbul

di ujung, serat dapat terlepas dari matrik (debounding) dan komposit akan

rusak tegak lurus arah serat.

3 Kombinasi dari kedua tipe diatas, pada kasus ini terjadi di sembarang tempat

disertai dengan kerusakan matrik. Kerusakan yang terjadi berupa patahan

[image:45.595.83.514.104.702.2]

seperti sikat (brush type).

Gambar 2.9 Kecacatan pada komposit akibat beban tarik longitudinal

2.2.10.2 kecacatan akibat beban tarik transversal

Serat pada komposit yang mengalami pembebanan tegak lurus arah serat

(transversal), akan mengalami konsentrasi tegangan pada interface antar serat dan

matrik itu sendiri. Oleh karena itu, bahan komposit yang mengalami beban

transversal akan mengalami kerusakan pada interface. Kerusakan transversal ini

juga dapat terjadi pada komposit dengan jenis serat acak dan lemah dalam arah

transversal. dengan demikian, kerusakan akibat beban tarik transversal terjadi

karena:

1. Kegagalan tarik matrik

(46)
[image:46.595.85.509.109.597.2]

Gambar 2.10 kecacatan pada komposit akibat beban tarik transversal

2.2.11 Proses Curing

Proses curing adalah proses pengeringan bahan-bahan penyusun komposit

yang sedang dibuat. Kecepatan dari proses curing ini berbeda-beda tergantung dari

katalis dan temperatur lingkungan sekitar dicetaknya bahan komposit tersebut.

Diharapkan pada proses curing tersebut dapat mengurangi rongga yang ada di dalam komposit dan merata pada seluruh bagian dari bahan komposit sehingga

komposit yang dihasilkan berkualitas baik. Terdapat beberapa macam proses

curing, antara lain: oven, minyak panas, lampu, uap panas, autoclave, microwave, dan beberapa proses curing yang lain.

2.2.11.1 Oven

Oven dengan gas dan oven dengan listrik bersikulasi udara adalah model

umum yang umum digunakan. Model ini tergolong mahal dan dapat digunakan

dalam skala besar. Beberapa tekanan sering ditambahkan dalam proses ini dengan

shrink tape atau dengan sebuah kantong vakum. Energi yang digunakan jelas lebih

besar dibanding proses curing yang lain. Hal ini disebabkan karena energi dipakai

untuk memanaskan seluruh ruang termasuk udara, cashing, penyangga oven bahkan

(47)

2.2.11.2 Minyak Panas

Metode dengan minyak panas ini sering dipakai pada komposit atau matrik

dengan waktu sangat cepat, biasanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit.

Minyak panas digunakan untuk mendapatkan pemanasan yang sangat cepat pada

lapisan dan mengurangi kebutuhan akan proses curing dengan metode oven. Suhu

curing pada metode ini berkisar antara 150-240°C.

2.2.11.3 Lampu

Pada metode ini, panas lampu digunakan pada komposit yang

permukaannya dapat memantulkan cahaya. Panas yang dicapai sekitar 171oC. selain mudah dipergunakan, penanganan yang tepat juga diperlukan agar proses

curing bisa merata pada seluruh bahan komposit. Metode lain dari proses ini adalah pulsed xenon lamp yang digunakan pada komposit dengan katalis yang peka

cahaya. Dapat juga digunakan lampu infra merah, meskipun metode ini jarang

digunakan.

2.2.11.4 Proses Curing Yang Lain

Proses curing yang lain biasanya menggunakan electron beam, laser, radio

frequency (FR) energy, ultrasonic, dan induction curing. Proses-proses ini mempunyai tingkat keefektifan dan keberhasilan yang berbeda-beda dalam

pelaksanaan proses curing untuk komposit.

2.2.12 Tinjauan Pustaka

Maryanti (2011), telah meneliti tentang Pengaruh Alkalisasi Komposit

Serat serabut kelapa Poliester Terhadap Kekuatan Tarik bahwa: variasi persentase

konsentrasi NaOH 0 %, 2%, 5% dan 8% memberikan pengaruh pada permukaan

serat dimana konsentrasi NaOH 5% menghasilkan komposit dengan nilai optimum

untuk kekuatan tariknya sebesar 97.356 N/mm2, sedangkan tanpa alkalisasi atau

alkalisasi 0% menghasilkan komposit dengan kekuatan tarik terendah sebesar

90.144 N/mm2. Perlakuan awal juga sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis

(48)

Vinna Marcelia Tamaela (2016), telah meneliti komposit yang diberi

perlakuan curing 100oC bila dibandingkan dengan komposit yang diberi perlakuan curing 80oC dan komposit yang tidak diberi perlakuan curing. Nilai regangan rata-rata terbaik terdapat pada komposit yang tidak diberi perlakuan curing bila dibandingkan dengan komposit yang diberi perlakuan curing 80oC dan komposit yang diberi perlakuan curing 100oC. Kekuatan tarik rata-rata tertinggi pada komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 100oC yaitu 5,73 kg/mm2 atau 56,11 MPa, lalu pada yang tidak mengalami proses curing nilai kekuatan tarik

rata-rata tertingginya adalah 5,24 kg/mm2 atau 51,34 MPa dan pada komposit yang

mengalami proses curing dengan suhu 80oC nilai kekuatan tarik rata-rata tertingginya 4,89 kg/mm2 atau 47,89 MPa. Regangan rata-rata terbesar pada

komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 100oC yaitu 1,11%, lalu pada pada komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 80oC nilai regangan rata-rata terbesarnya adalah 1% dan komposit yang tidak mengalami proses curing

nilai regangan rata-rata terbesarnya adalah 1,31%. Nilai modulus elastisitas dari

komposit yang tidak mengalami proses curing yang tertinggi adalah 5,64 GPa, dan

yang terendah 3,11 GPa. lalu pada komposit yang mengalami proses curing dengan

suhu 80oC nilai modulus elastisitas yang tertinggi adalah 5,42 GPa dan yang terendah 4,67 GPa. dan komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 100oC nilai modulus elastisitas yang tertinggi adalah 6,02 GPa dan yang terendah adalah 4,04 GPa.

Maka kesimpulan yang dapat diambil dari kedua penelitian tersebut adalah

pada komposit serat serabut kelapa harus diberi perlakuan alkalisasi agar kekuatan

(49)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

[image:49.595.85.512.200.646.2]

3.1 Skema Penelitian

Gambar 3.1 Skema penelitian Pembelian dan peminjaman bahan

Analisis Serat Alam (serabut kelapa)

Hasil penelitian

Resin Yukalac 235

Kesimpulan Pembuatan Benda Uji

Pengujian :

1. Pengujian tarik Katalis Mekpo Mulai

Perendaman dengan NaOH 5%

(50)

3.2 Persiapan Benda Uji

Sebelum pengujian dimulai, alat dan bahan dalam menengerjakan benda uji

perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Proses persiapan ini dimulai dengan membeli

dan meminjam alat-alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini.

3.2.1 Alat

Alat alat yang digunakan untuk membuat komposit serat alam ini, yaitu:

a. Cetakan kaca 30 x 20 x 0,5 b. Gunting

c. Gerinda d. Gelas Ukur 1000cc

(51)

g. Timbangan digital h. Gelas Beker

i. Kuas j. Sisir

(52)

m. Mesin uji tarik n. Mesin miling

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan komposit ini adalah

sebagai berikut:

1. Resin

Resin yang digunakan dalam pembuatan komposit ini adalah resin jenis

[image:52.595.85.528.110.634.2]

poliester dengan merk Yukalac 235.

(53)

2. Serat

Pada penelitian ini serat yang digunakan adalah serat alam (serat serabut

kelapa).

Gambar 3.3 Serat Serabut Kelapa

3. Aseton

Aseton digunakan untuk membersihkan alat-alat yang terkena sisa-sisa

campuran resin dan katalis.

(54)

4. Katalis

Katalis digunakan untuk campuran resin agar proses pengeringan menjadi

lebih cepat. Katalis yang digunakan adalah katalis MEKPO ( Methyl Ethyl

Ketone Peroxide ).

Gambar 3.5 Katalis MEKPO

5. NaOH kristal

Dalam perlakuan alkalisasi digunakan NaOH kristal sebagai bahan

perendaman serat sabut kelapa sebesar 5% dari pelarut air.

Gambar 3.6 NaOH kristal

3.3 Perlakuan Alkalisasi pada Serat dengan NaOH 5%

Perendaman serat dilakukan dengan NaOH 5% selama 2 jam, tujuan dari

proses perendaman ini untuk menghilangkan unsur-unsur yang terdapat pada serat

tersebut seperti kotoran, minyak, unsur warna dan lain-lain. Setelah itu serat

(55)

3.4 Perhitungan komposisi komposit

Komposisi dalam pembuatan komposit yang dibuat adalah 30% serat,

69,7% resin, dan 0,3% katalis. Perhitungan komposit ini berdasarkan perhitungan

volume total pada cetakan. Ukuran cetakan yang dipergunakan adalah

20x30x0,5cm.

Berikut ini merupakan perhitungan yang dilakukan :

1) Menghitung volume cetakan

Dengan asumsi yang dipakai volume cetakan = volume komposit,

sehingga perhitungannya adalah :

Volume cetakan = volume komposit

Vcet = Vkomp

Sehingga volume komposit :

Vkomposit = 30cmx20cmx0,5cm

= 300 cm3 2) Menghitung volume serat

Volume serat (Vserat) = 30% x Vkomposit

= x 300 cm3 = 90 cm3

3) Masa serat dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan

volume serat :

ρ = MV , dengan masa jenis serat =1,44 gr⁄cm3

Sehingga masa seratnya :

Mserat = ρserat x Vserat =1,44 gr⁄cm3 x 90 cm3 Mserat = 129,6 gr

4) Untuk menghitung jumlah resin dapat dihitumng sebagai berikut:

Volume resin = 69,7% x Vkomposit

(56)

= 209,1 ml

5) Menghitung jumlah katalis yang dipakai :

Volume katalis = 0,3% x Vkomposit

= , x 300 cm3 = 0,9 cm3 = 0,9 ml

3.5 Pembuatan benda uji

proses pembuatan benda uji tarik ini adalah proses hand lay-up dengan

standar ASTM D3039. Dibutuhkan 4 spesimen benda uji untuk suhu Curing. Ada

3 macam variasi suhu Curing yang dipergunakan. sehingga total spesimen yang dibutuhkan ada 12 spesimen. Orientasi serat yang dipergunakan sama, yaitu serat

searah dengan jumlah resin dan katalis sama pada tiap jumlah lapisan. Hal ini

bertujuan semua lapisan serat memiliki perbandingan resin dan katalis yang sama.

Berikut adalah langkah-langkah pembuatan benda uji:

1. Cetakan disiapkan dan dilapisi dengan hand body terlebih dahulu.

2. Serat dipotong dengan ukuran 20 x 30 cm sebanyak ± 13 gram. Karena

dalam pembuatan benda uji terdiri dari satu sampai 4 lapisan serat.

3. Campuran resin dan katalis dituang dalam cetakan, dengan urutan resin,

kemudian serat, setelah serat dilapisi lagi dengan resin.

4. Setelah resin diratakan pada dasar cetakan, serat pertama diletakkan di atas

resin yang sudah merata pada dasar cetakan. Kemudian dituang kembali

dengan resin dan diratakan menggunakan spatula kecil agar resin dapat

meresap dalam serat yang telah disusun.

5. Urutan dalam proses pembuatan dalam menuang resin dan meletakkan serat

adalah resin, serat, resin, serat, resin

6. Proses berikutnya komposit ditunggu hingga benar-benar kering. Dimana

lamanya proses pengeringan adalah tiga hari.

(57)

8. Setelah kering komposit dapat dipotong dan dibentuk sesuai ukuran yang

sudah ditentukan.

9. Komposit siap dicuring.

3.6 Standar Ukuran Benda Uji

Berikut adalah standar ASTM yang digunakan pada penelitian ini:

Gambar 3.7 Standar Uji

3.7 Curing

Setelah pemotongan benda uji, proses selanjutnya adalah proses curing dengan menggunakan oven. Selain untuk meningkatkan kemampuan komposit,

proses ini juga bertujuan untuk memperkuat ikatan-ikatan permukaan. Proses

curing ini dilakukan dengan 3 variasi suhu suhu yaitu 80oC, 100oC dan 120oC. Lama proses curing dilakukan selama 3 jam. Proses curing ini menggunakan oven

yang memiliki skala pengaturan suhu yang dapat diatur, untuk memantau kestabilan

suhu di dalam ruang oven, digunakan alat termokopel. Langkah-langkah curing pada benda uji adalah sebagai berikut:

1. Benda uji yang akan dicuring disiapkan, dan ditandai urutan untuk suhu curing.

2. Oven dan termokopel disiapkan, lalu suhu pada oven diatur.

3. Oven dihidupkan selama kurang lebih 30 menit dan dipantau suhunya selama

30 menit dengan termokopel hingga suhu yang dikehendaki sesuai dan stabil.

20

200

(58)

4. Benda uji dimasukkan ke dalam oven, timer diatur dan suhu terus dipantau dari

termokopel.

5. Setelah selesai, benda uji dikeluarkan dari oven.

6. Langkah 3 sampai 5 kembali diulang sampai suhu yang dikehendaki selesai.

7. Komposit yang sudah dicuring siap untuk diuji tarik.

3.8 Metode Penelitian

Komposit yang diuji menggunakan metode pengujian tarik dan struktur

mikro. Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik dari komposit.

Struktur mikro dilakukan untuk mengetahui perubahan dari sifat-sifat komposit

yang diakibatkan dari beban tarik dan variasi suhu curing.

3.8.1 Uji Tarik

Langkah - langkah untuk pengujian tarik dari benda uji komposit adalah

sebagai berikut :

1. Benda uji yang sudah dicuring disiapkan.

2. Kertas millimeter blok diletakkan pada printer.

3. Mesin kemudian dinyalakan, lalu benda uji dipasang pada grip.

4. Grip dikencangkan, dan jangan terlalu keras agar tidak merusak benda uji.

5. Pemasangan extensometer pada benda uji dan nilai elongationnya diatur

menjadi nol.

6. Nilai beban diatur juga menjadi nol.

7. Kecepatan uji diatur, area start ditekan sebanyak dua kali kemudian tombol

down ditekan.

8. Setelah data dari pengujian tarik didapatkan, proses pengujian tarik diulang

(59)

38

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian

Dari hasil penelitian pengujian tarik benda uji komposit didapat grafik

hubungan beban dan pertambahan panjang. Data-data beban dan pertambahan

panjang selanjutnya dapat diolah dan dibuat grafik tegangan dan regangan.

4.1.1 Hasil Pengujian Benda Uji

Pengujian tarik pada benda uji komposit dilakukan pada spesimen

komposit dengan variasi suhu curing 80oC, 100oC dan 120oC dengan lama curing 3 jam. Dari hasil pengujian, didapat print out grafik hubungan beban dengan

pertambahan panjang. Dari data tersebut dapat dihitung nilai tegangan dan regangan

dari benda uji komposit dari setiap variasi suhu. Berikut adalah langkahlangkah

dalam pengujian tarik komposit:

1. Benda uji komposit dibentuk sesuai dengan standar ASTM D 3039

2. Benda uji dipasang pada grip mesin uji tarik.

3. Sesudah mendapatkan nilai beban dan pertambahan panjang, mak

Gambar

Gambar 2.2. Bentuk-bentuk Reinforcing Sgent (a) Fiber (b) Partikel (c) Flake
Tabel 2.3 Sifat-sifat serat yang digunakan dalam FRP
Tabel 2.4 Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam
Gambar 2.3 Partikel Sebagai Penguat Komposit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan berkarbon (sukrosa) dan probiotik dalam suatu lingkungan budidaya terhadap profil kualitas

x Untuk menghambat arus starting yang besar, dipasang tahanan seri pada rangkaian belitan jangkar. x Persamaan putaran motor berlaku rumus n | Ui/Ɏ E , sehingga jika

Kedua teori diatas, menyatakan bahwa pelanggan yang puas terhadap suatu produk, dipastikan pelanggan itu akan melakukan pembelian ulang dan hal lain yang dilakukan oleh pelanggan

Selenit: Büyük dilinim yüzeyleri gösteren iri ve saydam jips kristallerine selenit denir. Saydam ve parlak oldukları için meryem camı da denilmektedir. Selenit su ile dolu bir

Berdasarkan uraian tersebut dalam makalah ini akan dibahas mengenai “ Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah DangkalmDi TPA ( Tempat.. Pembuangan Akhir

[r]

[r]

Menuntut siswa dari keadaan yang sangat konkrit (melalui proses matematisasi horizontal, matematika dalam tingkatan ini adalah matematika informal). Biasanya para