• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNGJAWAB PT. PLN (PERSERO) AREA BALI SELATAN DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA MASYARAKAT TERKAIT DENGAN POTONGAN BIAYA PENGGUNAAN LISTRIK PRABAYAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TANGGUNGJAWAB PT. PLN (PERSERO) AREA BALI SELATAN DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA MASYARAKAT TERKAIT DENGAN POTONGAN BIAYA PENGGUNAAN LISTRIK PRABAYAR."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

ii

SKRIPSI

TANGGUNGJAWAB PT. PLN (PERSERO)

AREA BALI SELATAN DALAM MEMBERIKAN

INFORMASI KEPADA MASYARAKAT

TERKAIT DENGAN POTONGAN BIAYA

PENGGUNAAN LISTRIK PRABAYAR

I KADEK ARI PEBRIARTA

NIM. 1103005218

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

iii

TANGGUNGJAWAB PT. PLN (PERSERO)

AREA BALI SELATAN DALAM MEMBERIKAN

INFORMASI KEPADA MASYARAKAT

TERKAIT DENGAN POTONGAN BIAYA

PENGGUNAAN LISTIK PRABAYAR

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I KADEK ARI PEBRIARTA NIM. 1103005218

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

iv

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 4 APRIL 2016

Pembimbing I

Dr. I Ketut Westra, SH.,MH. 19580917 198601 1 002

Pembimbing II

(4)

v

SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL 3 JUNI 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor: 1060/UN14.1.11.1/PP.05.02/2016

Tanggal 13 April 2016

Ketua : Dr. I Ketut Westra, SH., MH. ( ... )

Sekretaris : I Nyoman Darmadha, SH., MH ( ... )

Anggota : 1. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum. ( ... )

2. Ni Putu Purwanti, SH., M.Hum ( ... )

(5)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat-Nyalah penulisan skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Judul yang dipilih dalam penulisan skripsi ini adalah “Tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan Dalam Memberikan Informasi Kepada Masyarakat Terkait

Dengan Potongan Biaya Penggunaan Listrik Prabayar”.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui tulisan ini, penulis ingin meluangkan waktu untuk dorongan, semangat, bimbingan dan saranhingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

(6)

vii

8. Bapak A.A Ketut Sukrantha, SH., MH., Pembing Akademik, yang telah membimbing dan menuntun penulis sejak awal kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

9. Segenap Bapak dan Ibu Dosen pengajar di Fakultas Hukum Universitas Udayana, yang telah banyak memberi ilmu pengetahuan dalam perkuliahan, sehingga dapat menjadi bekal dalam penyusunan skripsi ini.

10. Segenap staf dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Udayana, yang telah membantu dalam proses administrasi.

11. Kedua orang tua penulis, Drs. I Nyoman Arthana dan Ibu Ni Nyoman Sumini, serta kakak penulis I Wayan Adi Sumiarta SH., M.Kn, Kadek Cita Citra Dewi S.Kep. dan keluarga, serta seluruh keluarga besar yang sangat saya sayangi. Penulis ucapkan banyak terimakasih atas doa, kasih sayang, motivasi, dukungan material dan inmaterial yang telah diberikan kepada penulis.

12. Bapak I Putu Armaya, SH., Ketua Yayasan Lembaga Perlindung Konsumen (YLPK) Bali, Ibu Retno Aji Wulandari (Pengawas Pelayanan Pelanggan PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan), dan seluruh Narasumber yang telah membantu memberikan informasi dalam penulisan skripsi ini.

13. Kepada Sahabat-sahabat penulis di kampus Yoga, Riki, Tole, Surya, Gandi, Gung Gus, Nanta, Sukarno, Yogik, Agus, Agung Jordika dan seluruh teman-teman angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Udayana, yang telah banyak membantu penulis baik semasa mengikuti perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Semua pihak yang telah mendukung proses pembuatan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini tentu ada kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah kepustakaan di bidang hukum serta berguna bagi masyarakat.

Denpasar, April 2016

(7)

viii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/ Penulisan hukum/ Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila karya Ilmiah/ Penulisan Hukum/ Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/ atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini penyusun buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, April 2016

(8)

ix DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN

SAMPUL DALAM ... ii

PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

LEMBAR PENGESAHANPANITIAPENGUJISKRIPSI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 9

(9)

x

1.9.4. Sumber data ... 19

1.9.5. Teknik pengumpulan data ... 20

1.9.6. Teknik penentuan sampel penelitian ... 20

1.9.7. Teknik analisis data ... 21

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNGJAWAB, INFORMASI, PT. PLN (PERSERO) AREA BALI SELATAN DAN MASYARAKAT KONSUMEN 2.1. Tanggungjawab ... 22

2.1.1. Pengertian tanggungjawab ... 22

2.1.2. Prinsip – prinsip tanggungjawab ... 24

2.4.3. Bentuk dan Tujuan Usaha PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan ... 44

BAB III TANGGUNGJAWAB PT. PLN (PERSERO) AREA BALI

SELATAN YANG TIDAK MEMBERIKAN INFORMASI

MENGENAI PEMOTONGAN BESARAN TENAGA LISTRIK

(10)

xi

3.1. Hak dan Kewajiban Konsumen selaku Pemanfaat

Tenaga Listrik Prabayar ... 49 3.2. Hak dan Kewajiban PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan

selaku Penyedia Tenaga Listrik Prabayar ... 52 3.3. Tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan

selaku Penyedia Tenaga Listrik Prabayar ... 56

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA KERUGIAN KONSUMEN

TERHADAP PEMOTONGAN SEPIHAK BESARAN TENAGA

LISTRIK OLEH PT. PLN (PERSERO) AREA BALI SELATAN

4.1. Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan Umum ... 69 4.2. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan ... 78

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 84 5.2. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA

(11)

xii ABSTRAK

TANGGUNGJAWAB PT. PLN (PERSERO) AREA BALI SELATAN DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADA MASYARAKAT TERKAIT DENGAN POTONGAN BIAYA PENGGUNAAN LISTRIK PRABAYAR

Dalam kedudukannya sebagai pelaku usaha tunggal penyedia tenaga listrik di wilayah Denpasar, Kuta, Mengwi dan Tabanan, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) {PT. PLN (Persero)} Area Bali Selatan memiliki kewajiban untukmemberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa dalam konteks ini terkait tenaga listrik yang dipasarkannya. Kewajiban ini secara eksplisit diatur dalam Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).Namun dalam kenyataannya sangat bertolak belakang, dimana terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut yang direpresentasikan dengan tindakan pemotongan besaran tenaga listrik sepihak yang tidak sesuai dengan nominal harga token tanpa adanya informasi yang memadai yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat diuraikan permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimana tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan bilamana tidak memberikan informasi mengenai pemotongan besaran tenaga listrik yang tidak sesuai dengan nominal harga token yang merugikan konsumen?(2) Bagaimana usaha penyelesaian sengketa kerugian konsumen terhadap pemotongan sepihak besaran tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan?.Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan memahami tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan dan usaha penyelesaian sengketa kerugian konsumenterkait permasalahan pemotongan besaran tenaga listrik sepihak yang tidak sesuai dengan nominal harga token yang merugikan konsumen.

Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris yang bertujuan mengetahui sejauhmana bekerjanya hukum dalam masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan tersebut adalah pemberian ganti kerugian kepada konsumen. Usaha penyelesaian sengketa kerugian sebagaimana dimaksud diatas adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan dilingkungan peradilan umum (litigasi) maupun diluar pengadilan (non litigasi). Saran: PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan hendaknya lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suatu produk terkait ketenagalistrikan dan para konsumen listrik yang merasa dirugikan seyogianya lebih proaktif untuk menyelesaikan sengketa konsumen.

(12)

xiii

ABSTRACT

RESPONSIBILITY PT. PLN (PERSERO) SOUTHBALI AREA TO PROVIDE INFORMATION TO THE PUBLIC IN CONNECTION WITH

THE USE OF ELECTRICITY COST CUTTING PREPAID

In capacity as a single business actor electricity providers in Denpasar, Kuta, Mengwi and Tabanan, PT. PLN (Persero) South BaliArea has an obligation to provideinformation which correct, clear and honest about the condition and guarantee of the goods and/or service in this context related to electricity markets. This obligation is explicitly stipulated in Article 7 paragraph b Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection. But in reality the so different, where there is a violation of these provisions are represented by cutting measures the amount of electric power that is not in accordance with the unilateral nominal tokens price in the absence of sufficient information by PT. PLN (Persero) South BaliArea. From the background, can be described the problem as follows: (1) How is the responsibility of PT. PLN (Persero) South Bali Area when not provide information on cutting the amount of electricity that does not comply with the nominal price of tokens are detrimental to consumers? (2) How does the business dispute resolution of consumer losses against unilateral cuts the amount of electricity byPT. PLN (Persero) South Bali Area?. This studies are to find out and understand the responsibility of PT. PLN (Persero) South Bali Area and business losses related consumer dispute resolution issues unilateral cuts the amount of electricity that does not correspond to the nominal price of tokens that harm resolution referred to above is the settlement of disputes through the courts in the general court (litigation) and outside the court (non litigation). Suggestion: PT. PLN (Persero) South Bali Area should be more careful in issuing an electricity-related products and electricity consumers who feel aggrieved should be more proactive to resolve consumer disputes.

(13)
(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakangMasalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas tujuh belas ribuan pulau, beraneka suku bangsa dan adat istiadat dengan satu tujuan dan cita-cita bernegara sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disingkat UUD NRI 1945). Alenia IV Pembukaan UUD NRI 1945 menyatakanbahwatujuan Negara Indonesia adalah melindungisegenapbangsa Indonesia danseluruhtumpahdarah Indonesia dan memajukankesejahteraanumum, mencerdaskankehidupanbangsa sertaikutmelaksanakanketertibandunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamainan abadi dan keadilan sosial.

Dalam tujuan

(15)

Kemajuan teknologi telah membawa dampak yang sangat besar dalam tatanan kehidupan sekarang ini. Dengan majunya teknologi manusia semakin mudah dalam melakukan kegiatan di segala bidang kehidupan, baik bidang transportasi, telekomunikasi, informasi dan bidang-bidang lainnya. Semua teknologi tersebut pada umumnya bergantung pada tenaga listrik. Listrik telah menjadi kebutuhan yang mendasar untuk berbagai aktifitas manusia, yang kemudian digunakan untuk beragam fungsi kedepannya. Listrik menjadikan manusia ketergantungan akan keberadaannya. Dapat dibayangkan apabila sehari saja listrik padam, maka dapat dipastikan akan mempengaruhi kegiatan manusia.

PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) {yang selanjutnya disingkat PT. PLN (Persero)}merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan kewenangan untuk mengurus sektor ketenagalistrikan di Indonesia oleh Pemerintah.Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, PT. PLN (Persero) dikatakan sebagai pemegang “kuasa” usaha ketenagalistrikan, namun karena kata “kuasa” tersebut dianggap terlalu mutlak kemudian undang-undang tersebut diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan sehingga kata kuasa tersebut diperhalus menjadi pemegang izin usaha penyedia tenaga listrik atau dengan kata lain, PT. PLN (Persero) merupakan pemain tunggal penyedia tenaga listrik di Indonesia.

(16)

(Persero) sebagaimana dimaksud di atas meliputi bidang penyediaan, pemanfaatan, transmisi, distribusi hingga penjualan tenaga listrik.

Salah satu hal yang menarik untuk ditelusuri terkait kewenangan PT. PLN (Persero) tersebut adalah dalam hal usaha penjualan tenaga listrik dimana PT. PLN (Persero) sebagai produsen dan masyarakat yang menjadi konsumennya. Masyarakat sebagai konsumen merasa ketergantungan akan kebutuhan listrik memang tidak memiliki banyak pilihan dalam pemenuhan kebutuhan listrik selain PT. PLN (Persero).

Dalam melakukan kegiatan penjualan listrik kepada konsumen,PT. PLN (Persero) awalnya menjual tenaga listrik dengan sistem pasca bayar, dimana besaran tenaga listrik yang digunakan oleh konsumen, dihitung dengan satuan Kilowatt per Hours (KWH) dikalkulasikan dengan nominal rupiah yang harus dibayarkan oleh konsumen setiap bulannya. Pembayaran ini paling lambat per tanggal 20 setiap bulannya, bilamana lewat dari tanggal tersebut maka akan dikenakan denda administrasit perharinya.

Sistem penjualan tenaga listrik pasca bayar sebagaimana dimaksud diatas dalam keberlakuannya cenderung kurang efektif dan efisien, dikatakan demikian karena banyak konsumen yang terlambat membayarkan tagihannya tiap bulan bahkan sampai selang waktu 3 (tiga) bulan dimana hal ini mengakibatkan PT. PLN (Persero) mengalami kerugian sehingga harus mengambil tindakan dengan memutus aliran tenaga listrik.

(17)

Sistem listrik prabayar atau yang lebih dikenal dengan sebutan listrik prabayar adalah

sistempenjualantenagalistrikdimanakonsumendiharuskanmembelipulsalistrikatau

yang lebihdikenaldengansebutan token

terlebihdahulusebelumdapatmenggunakantenagalistrik. Setelahmembeli token, konsumenakandiberikankombinasiangkasebanyak 20 digit untukkemudiandiinputkedalammeteranlistrik digital milik PT. PLN (Persero) yang telah terinstalasi di masing-masingrumah/gedungkonsumen.

Sistemlistrikprabayarmemiliki beberapakeunggulan yaitu “konsumentidakperlukhawatirakankesalahanpencatatan,

tidakdirepotkanuntukmenerimapetugaspencatat meter yang berkunjungsetiapbulan, privasikonsumentidakterganggu, pemakaiantenagalistriksepenuhnyadikendalikanolehkonsumen,

dankonsumentidakterlalukhawatirakanterjadinyapemutusanalirantenagalistrik”.1

Kelebihanberikutnya,

konsumentidakperlukhawatirmatilistriksaatjumlahtenagalistrik yang tertera di meteranlistrik digital sudahhabis. Secaraotomatis, meteranlistrik digital akanmemberi alarm peringatanjikajumlahtenagalistrik yang dihitungdalamsatuanKilowatt per Hours (KWH) sudahmulaihabis. Denganitukonsumendapatsegeramelakukanisiulang token yang besarnyavariatifmulaidari Rp. 20.000,-; Rp.50.000,-; Rp.100.000,-; Rp.500.000,-;

1

(18)

Rp.1.000.000,- yang dapatdibeli di kantorpelayanan PT. PLN (Persero), Bank Bukopin, BRI, Bank Mandiri, Bank Arthagraha, dll.2

Berbagaikelebihandarisistemlistrikprabayarsebagaimanadiuraikandiatas,

dalamkeberlakuannyaternyataterdapatkelemahan yang

cenderungmerugikankonsumen.Hal

inididasarkanpadafenomenaketidakproporsionalanbesaran KWH yang diterimakonsumendengan nominal harga yang dibayarkan. Contohkonkrethalinikerap dialami masyarakat Kota Denpasar, Kuta, Mengwi, dan Tabanan (Wilayah Bali Selatan) sebagai representasi Provinsi Bali. Dalam konteks ini masyarakat konsumen listrik prabayar yang termasuk golongan rumah tangga dimana daya listrik yang digunakan dalam rentang 450 VA (Volt Ampere), 900 VA, 1300 VA dan 2200 VA sering mengeluhkan permasalahan besaran token yang tidak sesuai jumlah yang dibayarkan. Contohnya adalah nilai nominal token denganjumlah Rp.100.000,- yang dijualdengan hargapasaran Rp. 100.000,- sampai dengan Rp. 105.000,-seharusnyabesarantenagalistrik yang diterimakonsumenadalah 100 KWH, namundalampenerapannyatidaklahdemikian. Token seharga Rp.100.000, -hanyaberisikan 69 KWH, begitu pula dengan token seharga Rp.50.000,- yang hanyaberisikan 35 KWH.

Pemotongansepihakbesarantenagalistrik yang dibeliolehkonsumen listrik golongan rumah tangga di seputaran wilayah Bali Selatan dimaksud sebagaimana diatas seharusnyadiinformasikanterlebihdahuluoleh PT. PLN (Persero) dalam hal ini adalah PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan yang membawahi

2

(19)

wilayah tersebut. Dalam hal ini, PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan adalah perusahaan cabang dari PT. PLN (Persero) pusat yang berkedudukan di Jakarta, dimana antara kantor cabang dan kantor pusat merupakan satu kesatuan perusahaan.

Dalam kaitan ini, secara yuridis PT. PLN (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perseroan terbatas dimana badan hukum ini merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasaran perjanjian yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dengan tujuan utama yang dikejar adalah keuntungan (vide Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas jo. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara). Dalam kedudukannya sebagai Badan Usaha Milik Negara (yang selanjutnya disingkat BUMN) PT. PLN (Persero) baik pusat maupun cabang memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi publik terkait dengan permasalahan sebagaimana dimaksud di atas. Hal ini secara normatif dirumuskan dalam Pasal 14 Huruf h Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik- (yang selanjutnya disingkat UU KIP) yang menyatakan bahwa “Informasi Publik

yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh Negara dalam undang-undang ini adalah…pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik

(20)

pusat maupun cabang dalam kedudukannya sebagai pelaku usaha tunggal penyedia tenaga listrik di Indonesia juga memiliki kewajiban serupa, dimana hal ini secara eksplisit diatur dalam Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disingkat UUPK). Dalam rumusan pasal ini dinyatakan bahwa “Kewajiban pelaku usaha

adalah…memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan”.

Namundalamkenyataannyatidaklah demikian. Dalam kasus posisi di atas, informasi yang di sebarluaskan oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan sangat

minim bahkancenderungtidak

diketahuiolehmasyarakatluaskarenabegitusedikitnyasosialisasi. Hal ini tentu kontradiktif dengan ketentuan pasal-pasal tersebut, yang pada dasarnya merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada konsumen, serta pelanggaran terhadap prinsip transparansi, dimana prinsip ini pada pokoknya menyatakan keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil yang relevan mengenai perusahaan.

Kemudian daripada itu, pada hakikatnya kewajiban PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan selaku pelaku usaha merupakan antinomi dari hak masyarakat selaku konsumen. Pasal 4 huruf c UUPK menyatakan bahwa “hak konsumen

adalah…hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

(21)

Ketiada pemenuhan hak masyarakat selaku konsumen atas informasi yang jelas terkait potongan biaya penggunaan listrik prabayar yang dalam kasus posisi ini dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan terindikasi telah melanggar beberapa ketentuan normatif sebagaimana tersebut diatas. Adanya kesenjangan peraturan dengan pelaksanaannya atau kesenjangan antara das sollen dengan das sein tersebut sangat menarik untuk disusun sebuah skripsi dengan judul “Tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan dalam Memberikan Informasi kepada Masyarakat terkait dengan Potongan Biaya

Penggunaan Listrik Prabayar”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkanuraianlatar belakangmasalahdiatas,

makadapatdirumuskanbeberapapermasalahan yang

akanpenulisbahasdalamskripsiini, antaralain :

1. Bagaimanakah tanggungjawabPT. PLN (Persero) Area Bali Selatanbilamana tidakmemberikan informasi mengenai pemotongan besarantenagalistrik yang tidaksesuaidengan nominal harga token yang merugikankonsumen?

2. Bagaimana usaha penyelesaian sengketa kerugian konsumen terhadap pemotongan sepihak besarantenaga listrik olehPT. PLN (Persero) Area Bali Selatan?

(22)

Gunamendekatpermasalahan yang akandibahas agar tidakmenyimpangdaripokokpembahasan,makaperludiuraikantentangruanglingkup bahasannyayaituhanyadibatasi pada bagaimana tanggungjawabPT. PLN (Persero) Area Bali Selatan dalamhal pemberian informasi mengenai pemotongan besarantenaga listrik yang tidaksesuaidengan nominal harga token yang merugikan konsumen serta usaha apa yang dapat ditempuh oleh konsumen terkaitdengan kerugian yang dialamiakibatpemotonganbesarantenagalistrik sepihak oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Sepanjang pengetahuan penulis dan dari penelusuran kepustakaan, penelitian yang berjudul “Tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan

dalam Memberikan Informasi kepada Masyarakat sebagai Konsumen Terkait dengan Potongan Biaya Penggunaan Listrik Prabayar” belum pernah dilakukan

oleh peneliti-peneliti sebelumnya baik di lingkungan Universitas Udayana

maupun di luar lingkungan Universitas Udayana. Namun ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian penulis yaitu:

1. Skripsi atas nama Liza Fauzia, Tahun 2008, NIM 040200255,mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan”. Adapun yang menjadi pokok permasalahannya adalah apakah

(23)

PT. PLN (Persero) dalam memenuhi hak-hak konsumen, serta bagaimana perlindungan hukum yang diterima konsumen terhadap pelayanan PT. PLN (Persero).

Hasil penelitian dari skripsi tersebut menyimpulkan, hambatan yang ditemui yaitu luasnya jangkauan pelayanan PT. PLN (Persero) menunjukan bahwa tidak mudah memberikan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat selain itu juga PT. PLN (Persero) belum didukung dengan peralatan kelistrikan dan juga sumber daya manusia yang optimal, sedangkan upaya yang dilakukan PT. PLN (Persero) adalah dengan memberikan pelayanan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan untuk perlindungan hukum yang diterima oleh konsumen terhadap pelayanan dari PT. PLN (Persero)adalah dengan melalui mediasi dan jarang sampai ke pengadilan.

2. Skripsi atas nama Ismed Tri Wijanarko, Tahun 2004, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang dengan judul “Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Konsumen PT. PLN (Persero) dalam Pemanfaatan Listrik”. Adapun yang menjadi pokok permasalahannya adalah

bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen PT. PLN (Persero) dalam pemanfaatan jasa tenaga listrik serta hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam rangka perlindungan hukum bagi konsumen oleh PT. PLN (Persero) Semarang.

(24)

tidak berimbang kedudukan konsumen dalam perjanjian jual beli tenaga listrik dan hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan perlindungan hukum konsumen PT. PLN (Persero) di Semarang adalah karena adanya faktor yuridis yaitu ketidakseimbangan posisi para pihak dimana dalam perjanjian jual beli tanaga listrik konsumen sebagai pihak yang lemah dan hambatan teknis yaitu peralatan kelistrikan yang dimiliki PT. PLN (Persero) masih kurang memadai.

Apabila disimak kedua hasil penelitian tersebut tidak dijumpai penelitian yang sama dengan penelitian ini. Selain itu, penelitian ini mengambil permasalahan yang berbeda dari ketiga penelitian tersebut di atas, yang artinya penelitian ini mengangkat sebuah topik permasalahan dengan mengupas sisi lain dari suatu objek penelitian yang memang belum tereksplorasi, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

1.5. TujuanPenelitian

Berdasarkanpermasalahantersebut di atas, makatujuan yang hendakdicapaidalampenelitianiniadalah :

1.5.1 Tujuanumum.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk :

(25)

2. Mengetahui usaha penyelesaian sengketa kerugian konsumen terhadap pemotongan sepihak besarantenaga listrik olehPT. PLN (Persero) Area Bali Selatan.

1.5.2 Tujuankhusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

1. MemahamitanggungjawabPT. PLN (Persero) Area Bali Selatan bilamana tidakmemberikan informasi mengenai pemotongan besarantenagalistrik yang tidaksesuaidengan nominal harga token yang merugikankonsumen. 2. Memahami usaha penyelesaian sengketa kerugian konsumen terhadap

pemotongan sepihak besarantenaga listrik olehPT. PLN (Persero) Area Bali Selatan.

1.6. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:

1.6.1.Manfaat teoritis.

(26)

1.6.2.Manfaat praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat sebagai konsumen, khususnya kepada pelanggan listrik prabayar, terkait akan arti pentingnya perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna listrik prabayarmengingat adanya pemotongan sepihak besaran tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan.

1.7. Landasan Teoritis

Adapun judul yang penulis kemukakan adalah “Tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan dalam Memberikan Informasi kepada Masyarakat sebagai Konsumen terkait dengan Potongan Biaya Penggunaan Listrik Prabayar”,

maka sebelum diuraikan lebih lanjut, terlebih dahulu penulis akan memberikan penjelasan tentang pengertian judul dengan maksud untuk menghindarkan kesalahpahaman dan memberikan pembatasan yang jelas.

(27)

hukum keperdataan sering memberikan pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen yaitu pelaku usaha.

Disisi lain, walaupun konsumen yang sering dirugikan oleh produk dari pelaku usaha, namun konsumen tidak pernah henti memakai atau menggunakan produk dari pelaku usaha dengan alasan karena kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan ini, khususnya Kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang dalam perkembangan saat ini sangatlah mendesak. Apalagi dalam era globalisasi sekarang ini, yang ditandai dengan adanya saling ketergantungan antara pelaku usaha dan konsumen, dimana pelaku usaha membutuhkan konsumen demi mendapatkan laba atau keuntungan, sedangkan konsumen memakai atau menggunakan produk dari pelaku usaha dikarenakan kebutuhan.

Dalam kaitan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, teori yang relevan dipergunakan untuk mengupas aspek perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan akibat pemotongan sepihak besaran tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan adalah teori perlindungan konsumen.

Terkait dengan uraian diatas, Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan bahwa “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Rumusan pengertian

(28)

benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi kepentingan perlindungan konsumen.3

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.4 Perlindungan konsumen merupakan perlindungan dalam arti hukum yang diberikan kepada konsumen (mereka yang melakukan kontrak selain untuk tujuan bisnis untuk mendapatkan barang dan jasa dari mereka yang menyediakannya untuk tujuan bisnis). Perlindungan konsumen merupakan suatu kebijakan hukum pada saat ini untuk melindungi konsumen terhadap ketentuan-ketentuan di dalam kontrak yang tidak adil.

Secara khusus, konsumen dilindungi dari ketentuan-ketentuan yang mengecualikan atau membatasi tanggungjawab pelaku usaha yang secara tidak langsung atau dimilikinya hak menjual barang-barang tersebut (oleh pelaku usaha), apakah barang-barang tersebut sesuai dengan gambaran atau contoh, dan memiliki kualitas yang layak untuk diperdagangkan sesuai dengan tujuan utamanya.5

Kemudian, pembahasan mengenai tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan sebagaimana dimaksud diatas dapat dibedah dengan mempergunakan

(29)

teori tanggungjawab hukum. Secara terminologi, tanggungjawab hukum berasal dari kata tanggungjawab dan hukum. “Tanggungjawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut), dipersalahkan, diperkarakan, dsb., sedangkan hukum berarti peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas”.6

Apabila dirumuskan, maka teori tanggungjawab hukum berarti teori yang mengakaji dan menganalisis tentang kesediaan dari subyek hukum menanggung segala akibat dari perbuatannya baik karena kesengajaan maupun karena kealpaan.

Berkenaan dengan uraian diatas, “Hans Kelsen mengemukakan sebuah teori

yang ia sebut dengan teori tradisional, dimana dalam teori ini tanggungjawab dibedakan menjadi 2 macam, yaitu (a) tanggungjawab yang didasarkan kesalahan; dan (b) tanggung jawab mutlak”.7

Tanggungjawab yang didasarkan pada kesalahan baik karena kesengajaan maupun kealpaan merupakan suatu tanggungjawab yang dibebankan kepada subyek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan yang dinilai melanggar hukum. Sedangkan tanggungjawab mutlak, bahwa perbuatannya menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu

6

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 1006 dan 359.

7

(30)

hubungan eksternal antara perbuatannya dengan akibatnya. Tiadanya keadaan jiwa si pelaku dengan akibat perbuatannya.8

Dalam kaitan dengan uraian di atas, untuk membedah permasalahan terkait dengan penyelesaian sengketa kerugian konsumen terhadap pemotongan sepihak besaran tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan dapat dipergunakan teori penyelesaian sengketa konsumen. UUPK memberikan hak kepada konsumen untuk mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 45 ayat (1) yang mengatur bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Berdasarkan ketentuan ini, konsumen dijamin oleh undang-undang untuk dapat mempertahankan haknya terhadap pelaku usaha. Selain itu, konsumen juga diberikan pilihan untuk menentukan bentuk penyelesaian sengketa yang akan dipilih sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 45 (2) UUPK yakni penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.9

1.8. Hipotesis

8

Ibid., h. 212.

9

(31)

Berdasarkan pada landasan teoritis diatas maka dibuatlah hipotesis terkait dengan rumusan masalah diatas. Adapun kesimpulan sementara yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut :

a. Pelaku usaha dalam hal ini PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan bertanggungjawab atas ketiadapemenuhan hak konsumen atas informasi yang benar dan jelas mengenai pemotongan sepihak besarantenagalistrik yang tidaksesuaidengan nominal harga token yang dibayarkankonsumen dalam menggunakan listrik prabayar. Pertanggungjawaban tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian ganti rugi kepada konsumen.

b. Apabila konsumen listrik prabyar mengalami kerugian dengan adanya pemotongan sepihak besarantenagalistrik yang tidaksesuaidengan nominal harga token dan ketidakpuasan terhadap pelayanan PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan, maka konsumen tersebut dapat menempuh penyelesaian masalah secara non litigasi (diluar pengadilan) terlebih dahulu. Apabila penyelesaian secara non litigasi dianggap tidak menemukan solusi, maka konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (secara litigasi).

1.9. Metode Penelitian

(32)

dipertanggungjawabkan. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut10:

1.9.1 Jenis penelitian.

Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum yang kemudian dikaitkan dengan kenyataan di lapangan.

1.9.2 Jenis pendekatan.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan fakta (The Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach).Pendekatan fakta (The Fact Approach) memusatkan perhatian pada suatu kenyataan. Sedangkan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.11

1.9.3 Sifat penelitian

Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau gejala sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menjelaskan tanggung jawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan terhadap kerugian konsumen akibat pemotongan

10

Alimudin Tuwu, 1993, Pengantar Metode Penelitian. Get. I, Universitas Indonesia, Jakarta, h. 73.

11

(33)

sepihak besaran tenaga listrik, dimana hal ini dilakukan tanpa memberikan informasi yang benar dan jelas kepada konsumen.

1.9.4 Sumber data.

Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah sumber data primer, sumber data sekunder dan sumber data tersier dimana sumber data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan (Field Research), sumber data sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum, dan sumber data tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti dari kamus atau ensiklopedia.12

1.9.5 Teknik pengumpulan data.

Teknik pengumpulan bahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik studi dokumen yaitu dengan cara membaca dan menyalin catatan-catatan penting dari bahan-bahan hukum serta menggunakan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan penelitian. Selain itu data juga diperoleh melalui wawancara dengan para informan dan/atau responden di lapangan. Wawancara adalah poses percakapan dengan maksud untuk mengonstruksi mengenal orang, kejadian, organisasi,

12

(34)

motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan oleh satu pihak dengan orang yang diwawancarai.13

1.9.6 Teknik penentuan sampel penelitian.

Penelitian ini menggunakan teknik penentuan sampel penelitian non-probabilitas atau non-random sampling. Teknik non-probability tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel harus diambil agar dapat mewakili populasinya, teknik non-probability sampling digunakan dalam hal : data tentang poulasi sangat langka atau tidak diketahui secara pasti jumlah populasinya; penelitian berifat studi eksploratif atau deskripstif; dan tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi tentang populasinya.

Adapun bentuk teknik non-probability yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk purposive sampling, yakni penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya. Penarikan sampel dengan purpose sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian di PT. PLN (Persero) Bali Area Bali Selatan,Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali dan Masyarakat konsumen listrik di wilayah Bali Selatan (Denpasar, Kuta, Mengwi dan Tabanan).

1.9.7 Teknik analisis data

13

(35)
(36)
(37)

22 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNGJAWAB, INFORMASI,

MASYARAKAT KONSUMEN, DAN PT. PLN (PERSERO) AREA BALI

SELATAN

2.1 TanggungJawab

2.1.1 Pengertian tanggungjawab.

Secara umum tanggungjawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.Sehingga bertanggungjawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.1 Tanggungjawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Menurut Frans Magnis Suseno, tanggungjawab merupakan kesediaan dasariah untuk melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Respondeo ergo sum (aku bertanggung jawab, jadi aku ada), demikian tegas Emmanuel Levinas. Adapun uraiannya sebagai berikut: kebebasan memberikan pilihan bagi manusia untuk bersikap dan berprilaku. Oleh karena itu, manusia wajib bertanggungjawab atas pilihan yang telah dibuatnya. Pertimbangan moral baru akan mempunyai arti apabila manusia tersebut mampu dan/atau mau bertanggungjawab atas pilihan yang dibuatnya. Dengan bahasa yang lebih sederhana dikatakan, bahwa

1

(38)

pertimbangan-pertimbangan moral hanya mungkin ditunjukan bagi orang yang dapat dan/atau mau bertanggungjawab.2

Dalam kaitan uraian diatas, setiap orang harus bertanggungjawab (aanspraklijk) atas perbuatannya. Oleh karena itu, bertanggungjawab dalam pengertian hukum berarti keterkaitan. Tanggungjawab hukum (legal responsibility) dimaksudkan sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan hukum.3

Menurut Ridwan Halim, tanggungjawab hukum adalah suatu akibat lanjutan dari pelakasanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan/atau kewajiban dan/atau kekuasaan. Secara umum tanggungjawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu yang tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.4

Purbacaraka berpendapat bahwa tanggungjawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak dan/atau melaksanankan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak, baik yang dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggungjawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan.5

2

Frans Magnis Suseno, 2000, Dua Belas Tokoh Etika Abad ke-21, Kanisius, Yogyakarta, hal. 87.

3

Anak Agung Sagung Ngurah Indradewi, 2014, Tanggung Jawab Yuridis Media Penyiar Iklan, Udayana University Press, Denpasar, hal. 143.

4

Khairunnisa, 2008, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, tanpa penerbit, Medan, hal. 4.

5

(39)

2.1.2 Prinsip - prinsip tanggungjawab.

Secara umum prinsip-prinsip tanggungjawab dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Prinsip tanggungjawab atas dasar kesalahan (liability based on fault)

Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPer, prinsip ini di pegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHPer, yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu :

1. adanya perbuatan; 2. adanya unsur kesalahan;

3. adanya kerugian yang diderita; dan

4. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.6

b. Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab

Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggungjawab, sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah, jadi beban pembuktian ada pada si penggugat. Dasar pemikiran dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocemence) yang lazim dikenal

6

(40)

dalam hukum positif Indonesia. Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak lalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan si tergugat.

c. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab

Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip untuk selalu bertanggung jawab.Prinsip untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.

d. Prinsip tanggungjawab mutlak

(41)

e. Prinsip tanggungjawab dengan pembatasan

Prinsip tanggungjawab dengan pembatasan (limitation of liability principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film yang ingin dicuci/cetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas) maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.7

2.2. Informasi

2.2.1. Pengertian informasi.

Istilah informasi sering disebut dalam lingkup teknologi, seperti istilah teknologi informasi yang umumdiketahui, namuninformasi memiliki pengertian yang sangat luas bukan hanya ada dalam teknologi.

Secara etimologi, kata informasi ini berasal dari kata bahasa Perancis kuno informacion, kata ini berasal dari akar kata bahasa Latin yaitu informationem yang berarti konsep, ide atau garis besar.Informasi ini merupakan kata benda dari informare yang berarti ‘pengetahuan yang dikomunikasikan’.8Menurut KBBI, informasi didefinisikan sebagai “penerangan;pemberitahuan; kabar atau berita tentang sesuatu; dan lingkungan keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlihat dalam bagian-bagian amanat itu”.9

7

Ibid, h. 64.

8Wikipedia, 2005, “Definisi Informasi”, http://wikipedia.com., diakses pada tanggal 18 Desember

2015.

9

(42)

Sedangkan menurut pendapat para sarjana, yakni: Abdul Kadir, et. al., informasi didefinisikan sebagai data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut.Azhar Susanto menyatakan bahwa informasi adalah hasil pengolahan data yang memberikan arti dan manfaat, dan Burch dan Strater menyatakan bahwa informasi adalah pengumpulan atau pengolahan data untuk memberikan pengetahuan atau keterangan.10

Merujuk pada uraian diatas, dapat diketahui bahwa informasi adalah sekumpulan fakta-fakta yang telah diolah menjadi bentuk data, sehingga dapat menjadi lebih berguna dan dapat digunakan oleh siapa saja yang membutuhkan data-data tersebut sebagai pengetahuan ataupun dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.

2.2.2. Pengaturan informasi.

Secara legal formal perihal informasi di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan terkait. Dalam konteks ini, secara konstitusional perihal informasi diatur dalam Pasal 28F UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Syahdan,

regulasi dalam hirarki yang lebih rendah yang mengatur perihal informasi adalah

10

(43)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksaaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-08/MBU/2014 tentang Pedoman Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi di LingkunganKementerian Badan Usaha Milik Negara, serta PeraturanKomisi InformasiNomor1Tahun 2010 tentangStandar Layanan Informasi Publik.

2.2.3. Jenis-jenis informasi.

Secara umum, jenis-jenis informasi dapat dibedakan dalam beberapa kategori, diantaranya:

a. Informasi berdasarkan fungsi dan kegunaan, adalah informasi berdasarkan materi dan kegunaan informasi tersebut. Informasi jenis ini diantaranya meliputi: (1) Informasi yang menambah pengetahuan, misalnya: peristiwa-peristiwa, pendidikan, kegiatan selebritis; (2) Informasi yang mengajari pembaca (informasi edukatif), misalnya makalah yang berisi tentang caraberternak itik, artikel tentang cara membina persahabatan, dan lain-lain; dan (3) Informasi berdasarkan format penyajian, yaitu informasi yang dibedakan berdasarkan bentuk penyajian informasinya. Misalnya: informasi dalam bentuk tulisan (berita, artikel, esai, resensi, kolom, tajuk rencana, dll).

(44)

c. Informasi berdasarkan bidang kehidupan, misalnya pendidikan, olahraga, musik, sastra, budaya, dan iptek.

d. Informasi berdasar penyampaian, yang terdiri dari: 1. Informasi yang disediakan secara berkala; 2. Informasi yang disediakan secara tiba-tiba; 3. Informasi yang disediakan setiap saat; 4. Informasi yang dikecualikan; dan

5. Informasi yang diperoleh berdasarkan permintaan.11

2.3. Konsumen

2.3.1. Pengertian konsumen.

Pengertian konsumen dalam tataran yuridis dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Pasal 1 angka 15 undang-undang ini disebutkan bahwa“konsumen sebagai setiap pemakai dan/atau penggunaan barang dan/atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain. Sedangkan UUPK sendiri juga memberikan rumusan pengertian konsumen yang lebih komprehensif. Menurut Pasal 1 angka 2 UUPK, “konsumen adalahsetiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

11

(45)

Syahdan, secara etimologi dalam hal ini merujuk pada KBBI, konsumen diartikan sebagai pemakai barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dsb), penerima pesan iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).12Sedangkan menurut pandangan para sarjana, semisal Janus Sidabalok, konsumen diartikan sebagai “semua orang yang membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan

hidupnya sendiri, keluarganya, ataupun untuk memelihara atau merawat harta bendanya”.13 Menurut Munir Fuady, “konsumen adalah pengguna akhir (

end user) dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.14

Menurut Hornby, konsumen (consumer) adalah “seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa, seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.15

2.3.2. Pengaturan konsumen.

Pengaturan konsumen di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya:

1. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

12

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h. 300.

13

Janus Sidabalok, op. cit., h. 17.

14

Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 227

15 Anonim, 2010, “Hukum Perlindungan Konsumen”, http://hukbis.files.wordpress.com/

(46)

2. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat;

3. Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen;

5. Surat Edaran Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri Nomor 235/DJPDN/VII/2001 tentang Penangan Pengaduan Konsumen yang Ditujukan kepada Seluruh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi/Kabupaten/Kota; dan

6. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 795//DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

2.3.3. Jenis - jenis konsumen.

Dalam khazanah teoritis, jenis-jenis konsumen yang dikenal secara luas meliputi 2 jenis, yakni:

a. Konsumen akhir; dan b. Konsumen antara.

(47)

produk. Hal ini tercermin dari beberapa unsur yang terkandung dalam definisi konsumen tersebut, diantaranya:

1. Setiap orang (natuurlijke persoon) atau pribadi kodrati dan bukan berbentuk badan hukum (recht persoon);

2. Pemakai yang dalam hal ini ditekankan pada pemakai akhir; 3. Barang dan/atau jasa;

4. Tersedia dalam masyarakat;

5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain; dan

6. Barang dan/ atau jasa tersebut tidak untuk diperdagangkan.16

Jenis konsumen lainnya adalah konsumen antara. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/atau jasa lain untuk diperdagangkan kembali. Bagi jenis konsumen ini, barang dan/atau jasa itu adalah barang dan/atau jasa kapital, berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya (produsen). Kalau ia distributor atau pedagang berupa barang setengah jadi atau barang jadi yang menjadi mata dagangannya. Konsumen antara ini mendapatkan barang dan/atau jasa itu dari pasar industri atau pasar produsen. Pada hakikatnya konsumen antara ini adalah merupakan sebutan lain dari pelaku usaha sebagaimana dikenal dalam UUPK, namun terminologi konsumen antara ini lebih dikenal dalam khazanah ilmu ekonomi.17

16

Celina Tri SiwiKristyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta. hal. 87

17

(48)

Merujuk pengertian diatas terlihat bahwa ada perbedaan antara kedua jenis konsumen tersebut. Tujuan pemanfaatan dari produk barang dan/atau jasa yang diperolehnya adalah pembeda utama. Dalam konsumen akhir, tujuan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperolehnya adalah untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan, sedangkan pada konsumen antara, tujuan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperolehnya adalah untuk mendapatkan barang dan/atau jasa lainnya dan/atau untuk diperdagangkan kembali (tujuan komersil).

2.3.4. Hak dan kewajiban konsumen.

Konsumen sebagai pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat memiliki hak-hak yang dilindungi oleh undang-undang. Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu :

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right safety);

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed); 3. Hak untuk memilih (the right to choose); dan

4. Hak untuk didengar (the right to heard).

Empat hak dasar ini diakui secara Internasional, dalam perkembangannya organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan beberapa hak, seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang lebih baik dan sehat.18

Dalam UUPK, disebutkan bahwa hak konsumen adalah :

18

(49)

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/jasa yang digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

(50)

konsumen untuk memilih barang dan/atau jasa yang sesuai dengan kebutuhannya serta memilih barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Untuk dapat melaksanakan haknya tersebut, konsumen berhak mendapatkan informasi yang akurat tentang barang dan/atau jasa yang digunakannya. Selanjutnya, apabila terjadi sengketa, konsumen berhak untuk mendapatkan bantuan hukum, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut, sehingga hak-hak konsumen sebagai pemakai barang dan/atau jasa dapat ditegakkan.19

Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, secara keseluruhan pada dasarnya dikenal 10 (sepuluh) macam hak konsumen, yaitu sebagai berikut : 1. Hak atas keamanan dan keselamatan.

Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang dan/atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk.

2. Hak untuk memperoleh informasi.

Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai.Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat

19

(51)

memilih produk yang diinginkan atau sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.

3. Hak untuk memilih.

Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini, konsumen berhak memutuskan untuk mengonsumsi atau tidak mengonsumsi terhadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.

4. Hak untuk didengar.

Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk-produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.

5. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup.

(52)

papan, serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan dan lain-lain.

6. Hak untuk memperoleh ganti kerugian.

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen.Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik berupa kerugia n materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen.Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan secara damai (di luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.

7. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen.

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.

8. Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap konsumen dan lingkungan. Hak untuk memperoleh lingkungan bersih dan sehat diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(53)

Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar.Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang dan/jasa yang diperolehnya. 10. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.

Hak ini tentu saja dimaksud untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk, dengan melalui jalur hukum.20

Syahdan terkait kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 UUPK, disebutkan bahwa kewajiban konsumen adalah :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Bertindak baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; dan

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Adaya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan, merupakan hal penting mendapat pengaturan. Adapun pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan kewajiban ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggungjawab jika konsumen

20

(54)

yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut.Menyangkut kewajiban konsumen beritikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian barang dan/atau jasa.Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan pelaku usaha mulai pada saat melakukan transaksi dengan pelaku usaha.Berbeda dengan pelaku usaha, kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang atau diproduksi oleh pelaku usaha atau produsen.21

Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dengan pelaku usaha adalah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya demikian.Kewajiban yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru, sebab sebelum diundangkannya UUPK hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam kasus pidana tersangka atau terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh aparat kepolisian dan/atau kejaksaan.Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam UUPK dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini akanmenjadi lebih mudah diperoleh jika konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patut. Hanya saja kewajiban konsumen ini, tidak

21

(55)

cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha.22

2.4. PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan

2.4.1. Profil PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan.

Sebelum Perang Dunia II pada zaman penjajahan Belanda perusahaan listrik di Denpasar bernama N.V Electriciteit Bali Lombok (N.V Ebalom Denpasar) yang dibangun pada tahun 1927 dan dioperasikan pada tahun 1928. Ketika Perang Dunia II berlangsung, Jepang menang atas Sekutu (salah satunya Belanda) sehingga Jepang mengambil alih daerah kekuasaan Sekutu, termasuk Indonesia. Menjelang datangnya tentara Jepang ke Indonesia, orang-orang Belanda yang ada di Denpasar saat itu mengungsi ke luar Indonesia, termasuk pemimpin N.V Ebalom Denpasar, L de Yong, yang mengungsi ke Australia. Saat itu Belanda menyerahkan kepengurusan N.V Ebalom Denpasar kepada B.O.W. (sekarang disebut dengan Dinas Pekerjaan Umum) dan selanjutnya dipimpin oleh I Ketut Mandra (pimpinan B.O.W ketika itu).

Jepang masuk ke Bali pada Desember 1942 dan mengambil alih perusahaan listrik N.V Ebalom Denpasar dan mengganti namanya menjadi Nipon Hatsudeng yang dikepalai oleh Kawaguci. Akan tetapi di akhir Perang Dunia II tahun 1945, Jepang kalah perang atas Sekutu dan selanjutnya Jepang meninggalkan Indonesia termasuk Denpasar dan menyerahkan perusahaan listrik

22

(56)

Nipon Hatsudeng kepada Dinas Pekerjaan Umum yang saat itu dikepalai oleh I Ketut Mandra.

Usai Perang Dunia II sekitar tahun1946, Tentara Sekutu yang diwakili Inggris masuk ke Bali disusul pula dengan pendaratan Tentara Gajah Merah Belanda dipantai Sanur pada tanggal 2 Maret 1946. Beberapa hari kemudian perusahaan listrik dikuasai kembali oleh Belanda serta dijaga oleh Tentara Belanda. L de Yong yang didatangkan dari Australia ke Denpasar, kembali memimpin perusahaan yang diganti namanya kembali menjadi N.V Ebalom.

Setelah penyerahan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia pada Desember 1949, N.V Ebalom masih dikuasai oleh Belanda sampai saat terakhir penguasaan oleh Belanda, N.V Ebalom Denpasar dipimpin oleh antara lain L de Yong, J.de Hart, Kwee The Tjong, Renould, J.J.Welters, Shoerincha, dan lain-lain.

Sekitar tahun 1956 – 1957 N.V Ebalom Denpasar dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia. Namanyapun diganti menjadi Perusahaan Listrik Negara (PLN) Eksploitasi IX Cabang Denpasar dan ditempatkan di bawah pengawasan/pembinaan Kantor Besar PLN Surabaya, yang kemudian kantor Besar Surabaya berganti sebutan menjadi Kantor PLN Exploitasi X Surabaya.

(57)

Surabaya, dimana semenjak saat itu Kantor PLN Exploitasi IX Cabang Denpasar berlokasi di Jl. P.B. Sudirman-Lingkungan Br. Gemeh, Denpasar, hingga kini.

Perusahaan Listrik Negara Exploitasi IX Cabang Denpasar inilah yang menjadi cikal bakal dari PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan sebagaimana yang dikenal sekarang. Semenjak restrukturisasi PLN tahun 1994 melalui Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 32.K/010/DIR/2001, PT PLN (Persero) Eksploitasi IX Cabang Denpasar berganti nama menjadi PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan. Perkembangan selanjutnya adalah bahwa berdasarkan Surat Keputusan Direksi Nomor: 119.K/010/DIR/2002 tentang perubahan keputusan Direksi PLN (Persero) Nomor : 089.K/010/DIR/2002 maka PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan ditetapkan untuk membawahi PT. PLN (Persero) Rayon Denpasar, PT. PLN (Persero) Rayon Kuta, PT. PLN (Persero) Rayon Mengwi, dan PT. PLN (Persero) Rayon Tabanan.23

2.4.2. Wilayah Usaha PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan.

Menurut Retno Aji Wulandari selaku Supervisor Pelayanan Pelanggan PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan, disebutkan bahwa wilayah usaha PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan selaku pelaku usaha penyedia tenaga listrik yang melingkupi sejumlah wilayah di area Bali Selatan dalam keberlakuannya membawahi beberapa rayon PT. PLN (Persero). Dalam artian bahwa PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan adalah “atasan” dalam suatu susunan hirarki dari PT.

23 PT. PLN (Persero), 2011, “Profil PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan”,

(58)

PLN (Persero) Rayon Denpasar, PT. PLN (Persero) Rayon Kuta, PT. PLN (Persero) Rayon Mengwi dan PT. PLN (Persero) Rayon Tabanan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan eksistensi kesenian Warak Dugder tahun 2000-2013 dalam Tradisi Dugderan di Kota Semarang, Jawa Tengah. Kesenian Warak Dugder

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis diperoleh bahwa Tenaga kerja di Perusahaan garmen Bengawan Solo terdiri dari dua kelompok, yaitu: Karyawan tetap,

Hal ini sebenarnya merupakan strategi yang dilakukan oleh Jawa Pos agar khalayak, terutama mereka yang terlibat dalam DBL beserta orang-orang terdekatnya (keluarga, kerabat,

a Neraca 2016 Ka PPID Utama Tahun 2017 Hard & Soft selama berlaku http://ppid.jatengprov.go.id/catatan- pegawai dilingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.. Adalah

Dari hasil normalisasi maka didapatlah rancangan model konseptual yang dibuat di Oracle SQL Developer Data Modeler seperti pada Gambar 7..

Kriteria kebaikan model yaitu MAPE dan RMSE yang diterapkan pada data out-sample menunjukkan bahwa MAPE dan RMSE model ANFIS febih kecil yaitu sebesar 3.81%

Pertama-tama saya ingin mengucapkan Alhamdullilah puji syukur terhadap Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas akhir

Tindakan perataan laba cenderung dilakukan oleh perusahaan yang profitabilitasnya rendah, karena profitabilitas merupakan ukuran penting untuk menilai sehat atau