• Tidak ada hasil yang ditemukan

URETRITIS GONORE DENGAN TERAPI CEFIXIME.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "URETRITIS GONORE DENGAN TERAPI CEFIXIME."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1

URETRITIS GONORE DENGAN TERAPI CEFIXIME

I Wayan Dede Fridayantara, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

ABSTRAK

Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Individu dengan infeksi ini sebagian besar datang dengan keluhan keluarnya discharge purulent dari alat kelamin disertai dysuria baik pada pria dan wanita. Dilaporkan kasus gonore dengan gejala klinis uretritis pada pasien pria berumur 22 tahun dengan keluhan keluarnya discharge purulent disertai dysuria sejak 5 hari yang lalu. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diperoleh discharge purulent pada orifisium uretra eksterna (OUE) pasien dengan eritema dan oedema disekitarnya. Dari pengecatan gram dengan spesimen discharge pasien, diperoleh sebaran leukosit > 50/lpb serta ditemukan bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan extrasel. Pengobatan yang diberikan adalah Cefixime 400 mg per-oral dosis tunggal. Pasien diberikan KIE dan dijadwalkan melakukan follow-up tiga hari kemudian. Hasil follow-up tidak ditemukan discharge, eritema serta oedema dengan sebaran leukosit 5-10/lpb dan tidak dijumpai bakteri diplokokus gram negatif. Prognosis pasien baik.

Kata kunci: gonore, uretritis, discharge purulent, cefixime

URETHRITIS GONORRHEA WITH CEFIXIME THERAPY

ABSTRACT

Gonorrhea is a sexually transmitted disease which is caused by Neisseria gonorrhoeae

infection. Both men and women with gonorrhea come to the physicians with dysuria and profuse purulent discharge from genital as the main complain. Reported case of 22 years old men with chief complain profuse purulent discharge from his genital system accompanied with dysuria since 5 days ago. From the anamnesis and physical examination, we found purulent discharge from orificium urethra externa (OUE) patient that surrounded by erythema and oedema. Gram staining test was conducted and found

PMN’s leukocyte count > 50/lpb with the presence of diplococcus gram negative bacteria intracellular and extracellular. Treatment given to this patient is Cefixime 400 mg single dose orally. Moreover education and information about the disease had given to this patient and he had to do a follow-up after 3 days. Follow-up result shown

discharge, erythema and oedema weren’t found, with leukocyte count 5-10/lpb and no

presence of diplococcus gram negative bacteria. The patient’s prognosis is good.

Keywords: gonorrhea, urethritis, purulent discharge, cefixime

PENDAHULUAN

Gonore merupakan salah satu penyakit menular seksual dengan angka insiden tinggi yang sering dijumpai

diantara penyakit menular seksual lainnya.1,2 Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri diplokokus gram negatif

(2)

2 gonore umumnya menular dari satu

individu ke individu lainnya melalui kontak seksual, namun infeksi juga dapat terjadi melalui transmisi vertikal selama persalinan.3 Individu yang aktif secara seksual mempunyai kecenderungan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi gonore.4 Di Amerika Serikat dilaporkan terdapat sekitar 350.000 kasus baru gonore pada tahun 2006.5 Angka kejadian tertinggi ditemukan pada wanita dengan rentang usia 15-19 tahun dan pria dengan rentang usia 20-24 tahun.3,5,6 Dikatakan bahwa insiden kasus gonore lebih tinggi pada negara berkembang dibandingkan dengan negara industri.5

Gejala penyakit gonore dapat bersifat simptomatis maupun asimptomatis.4 Bakteri Neisseria

gonorrhoeae menyerang membran

mukosa terutama membran mukosa dengan jenis epitel kolumnar sebagai tempat infeksinya.1,3 Epitel jenis ini banyak dijumpai pada servik, rektum, faring dan konjungtiva sehingga manifestasi klinis infeksi gonore bersifat variatif.3 Pada pria dengan gonore, keluhan uretritis akut paling sering dijumpai.1,3-5 Keluhan ini disertai dengan keluarnya discharge purulent

dari alat kelamin dan rasa nyeri saat kencing.1,3,5 Pada wanita, sekitar 50% kasus bersifat asimptomatis. Dari

beberapa kasus, servisitis merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada wanita yang terinfeksi gonore.1,3,5 Selain manifestasi berupa uretritis, infeksi gonore juga dapat memberikan gambaran klinis proktitis, orofaringitis, konjungtivitis dan gonore diseminata.1,3,5 Penegakan diagnosis gonore berdasarkan anamnesis pasien, pemerikssaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1 Pemeriksaan penunjang pengecatan gram memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi dalam membantu mendiagnosis infeksi gonore pada pria.1,3,5 Pada wanita, kultur hapusan vagina memiliki tingkat keakuratan diagnosis yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengecatan gram.3,5

Terapi gonore sangat bergantung pada modalitas antibiotik yang digunakan.3,5 Saat ini, terapi kombinasi merupakan pilihan terapi lini utama dalam pegobatan gonore guna mencegah berkembangnya resistensi.3,5 Prognosis penyakit ini akan sangat baik jika memperoleh terapi antibiotik yang tepat dan adekuat.3

LAPORAN KASUS

(3)

3 dengan nomor rekam medis: 01599541.

Pasien datang dengan keluhan utama keluarnya cairan berupa nanah dari alat kelamin sejak lebih kurang 5 hari yang lalu. Keluarnya cairan berupa nanah dari alat kelamin pasien tanpa disertai rasa gatal, namun dijumpai adanya nyeri saat buang air kecil. Dari anamnesis pasien, diketahui bahwa pasien yang bersangkutan pernah melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu lebih kurang 14 hari terakhir. Riwayat pengobatan, riwayat penyakit dan riwayat operasi disangkal. Dari riwayat keluarga tidak ada yang pernah mengalami penyakit serupa dan riwayat penyakit lain dalam keluarga juga disangkal. Pasien juga menyangkal riwayat alergi.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan status internus pasien dalam batas normal. Dimana tekanan darah pasien 110/70 mmHg dengan laju respirasi 20 kali/menit dan nadi 80 kali/menit serta suhu axilla 36oC. Pada pemeriksaan status venerologi pasien, pada daerah orifisium uretra eksterna (OUE) ditemukan adanya eritema dengan disertai keluarnya discharge purulent.

Oedema juga ditemukan pada OUE pasien.

Pasien yang bersangkutan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang laboratorium

yaitu pemeriksaan pengecatan gram. Dari pengecatan gram diperoleh sebaran leukosit > 50/lpb dan dengan ditemukannya bakteri diplokokus gram negatifintrasel dan ekstrasel.Pasien tidak melakukan pemeriksaan histopatologi maupun pemeriksaan PA. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik (status internus dan status venerologi) dan pemeriksaan penunjang (pengecatan gram) yang telah dilakukan tersebut, pasien didiagnosis dengan uretritis gonore dan direncanakan mendapatkan terapi farmakologis berupa Cefixime dosis tunggal dengan dosis 400mg per-oral. Pasien diberikan KIE dan juga jadwal follow-up kembali 3 hari kemudian.Pada hari keempat, pasien datang kembali ke poliklinik untuk melakukan follow-up pengobatan, diperoleh keadaan umum pasien baik, tidak ada keluhan dysuria kembali,

discharge purulent disangkal dan tidak ditemukan eritema dan oedema di OUE. Dilakukan pengecatan gram pada swab genital pasien, dengan diperoleh hasil sebaran PMN leukosit 5-10/lpb dan tidak ditemukan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel.

DISKUSI

(4)

4 disebabkan oleh infeksi Neisseria

gonorrhoeae.1,3,5 Penularan gonore

umunya terjadi melalui kontak seksual dengan individu atau pasangan yang terinfeksi Neisseria gonorrhoeae.1,3,5 Faktor resiko yang terlibat untuk terjadinya infeksi gonore meliputi hubungan seksual multipartner dan berganti-ganti, usia muda, belum menikah, pengguna obat-obatan terlarang, kelompok dengan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah, serta riwayat infeksi gonore sebelumnya.3 Pada kasus, pasien berusia muda dengan tingkat pendidikan terakhir mengecap bangku sekolah menengah atas. Pasien juga memiliki riwayat berhubungan seksual, namun tidak dijelaskan lebih lanjut penggunaan alat kontrasepsi saat berhubungan seksual.

Pada tahun 2006, di Amerika Serikat dilaporkan terdapat sekitar 350.000 kasus baru gonore, dengan angka kejadian yang tinggi pada kelompok usia muda.5 Angka kejadian infeksi gonore tertinggi tercatat terjadi pada wanita dengan kelompok usia 15-19 tahun dan pria dengan kelompok usia 20-24 tahun.3,5,6 Pasien pada kasus diatas berusia 22 tahun, ini menunjukkan pasien ini memiliki faktor resiko untuk terinfeksi gonore.

Patogenesis infeksi gonore melibatkan kemampuan melekatnya bakteri Neisseria gonorrhoeae pada mukosa jaringan yang tersusun atas epitel kolumnar yang banyak dijumpai pada traktus urogenitalis, rektum, faring dan konjungtiva.3 Pelekatan bakteri

Neisseria gonorrhoea difasilitasi oleh struktur fimbrae yang dimilikinya.3 Proses pelekatan pada sel epitel kolumnar selanjutnya akan diikuti oleh proses invasi yang dimediasi oleh adhesin dan spingomyelinase melalui proses endositosis.3 Setelah berhasil masuk ke dalam sel, bakteri ini kemudian memulai proses replikasi di dalam sel yang selanjutnya memicu proses inflamasi dan mampu tumbuh dalam lingkungan aerob maupun anaerob.3

Infeksi gonore dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis berupa uretritis, servisitis, proktitis, orofaringitis, konjungtivitis hingga gonore diseminata.3,5 Uretritis merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien dengan infeksi

(5)

5 inflamasi, ini menimbulkan

karakterisktik nyeri saat urinasi, munculnya eritema lokal disekitar meatus uretra anterior dan oedema.3 Pada kasus ini, pasien berusia 22 tahun datang dengan keluhan kencing nanah sejak 5 hari sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik pada daerah genital yang telah dilakukan, didapatkan

discharge purulent pada orifisium

uretra eksterna pasien disertai dengan eritema dan oedema yang ditemukan mengelilingi wilayah orifisium uretra eksterna pasien. Pasien juga mengeluhkan rasa nyeri yang dirasakan ketika urinasi dan pasien datang dengan terlihat nyeri (visual analogue scale 1). Dari anamnesis yang dilakukan, pasien memiliki riwayat berhubungan seksual lebih kurang 14 hari yang lalu. Adanya

discharge purulent yang keluar dari alat kelamin, eritema, oedema disekitar OUE disertai timbulnya rasa nyeri saat urinasi pasien mengarahkan diagnosis ke arah infeksi gonore yaitu uretritis gonore. Ini diperkuat dengan adanya riwayat berhubungan seksual sebelumnya yang merupakan faktor resiko infeksi gonore.

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang juga berperan sebagai modalitas dalam mempertajam diagnosis gonore.1 Kultur bakteri discharge ataupun hapusan

membran mukosa yang terinfeksi masih merupakan gold standard uji laboratorium gonore, namun pemeriksaan dengan metode pengecatan gram dari discharge pasien juga dapat memberikan diagnosis yang akurat.3,5 Pada laki-laki dengan gejala simptomatis uretritis gonore yang jelas, pemeriksaan laboratorium dengan metode pengecatan gram menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.1-4 Sedangakan pada wanita dengan gejala servisitis gonore, keakuratan diagnosis hanya 50%.5 Uji laboratorium dengan metode pengecatan gram akan menunjukkan peningkatkan jumlah polimorfonuklear sel leukosit mencapai ≥ 30 /lapang pandang yang membuktikan adanya proses inflamasi yang terjadi.5 Selain jumlah PMN yang abnormal, pada pengecatan gram akan ditemukan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel.3,5 Pada kasus diatas, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pengecatan gram untuk menunjang diagnosis. Dari hasil pengecatan gram dengan menggunakan spesimen dari discharge

pasien, diperoleh adanya peningkatan jumlah PMN leukosit mencapai > 50/lpb. Selain itu, pengecatan gram dari

discharge pasien pasien juga

(6)

6 diplokokus gram negatif dan ekstrasel.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium PA dan histologi. Hasil pemeriksaan penunjang ini mendukung diagnosis pasien mengarah pada gonore.

Diagnosis banding pada kasus gonore dengan manifestasi klinis berupa uretritis yaitu uretritis non-gonokokal yang biasanya disebabkan oleh bakteri

C. trachomatis.7 Pada uretritis non-gonokokal masa inkubasi bakteri penyebab uretritis berlangsung lebih lama sekitar 1-5 minggu dengan manifestasi klinis yang mengikuti seperti keluarnya discharge dari uretra, disuria dan terkadang disertai hematuria.7 Discharge uretra pada uretritis non-gonokokal lebih mukoid dan eksresinya lebih cenderung terjadi di pagi hari.7 Diagnosis banding uretritis non-gonokokal dapat disingkirkan karena sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik discharge yang diperoleh tidak mukoid, namun lebih

purulent. Selain itu dari pengecatan

gram, ditemukan adanya

mikroorganisme diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel yang merupakan ciri khas dari infeksi gonokokal.

Pemilihan antibiotik yang tepat dengan dosis yang sesuai merupakan prinsip dasar dalam pengobatan

gonore.7 Beberapa obat antibiotika secara aktif melawan infeksi Neisseria gonorrhoeae, namun sejak berkembang dan meluasnya resistensi antibiotik, kini hanya sedikit antibiotika yang masih efektif untuk melawan infeksi Neisseria gonorrhoeae.8 Saat ini World Health

Organization (WHO) dan Central for

Disease Control and Prevention (CDC)

merekomendasikan penggunaan antibiotik dengan cure rate≥ 95% dalam pengobatan gonore.2Sebagai terapi lini pertama dalam pengobatan gonore, WHO dan CDC merekomendasikan penggunaan antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga.5,8,9

Pemberian antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga dosis tunggal baik secara intramuskular ataupun per-oral merupakan terapi utama dalam pengobatan gonore.5 Sefalosporin merupakan salah satu antibiotika golongan β-laktam dengan generasi ketiganya yaitu cefixime (oral)

ceftriaxone (intramuskular) yang

menunjukkan efektifitas menjanjikan pada terapi gonore.2Sefalosporin memiliki sifat yang lebih stabil terhadap cincin β-laktamase yang diproduksi bakteri sehingga ia memiliki spektrum kerja yang lebih luas.2,10 Antibiotik golongan ini berperan sebagai bakterisidal, membunuh bakteri N.

(7)

7 melewati sawar darah otak.10 Meskipun

penggunaan injeksi intramuskular

ceftriaxone lebih direkomendasikan dan lebih banyak digunakan, namun penggunaan oral cefixime juga memberikan efektifitas terapi yang menjanjikan.8 Pemberian dosis tunggal

cefixime 400 mg oral pada pengobatan gonore, menunjukkan efektifitas yang hampir sebanding dengan pemberian

ceftriaxone (97,5 % cure; 95% CI, 95,4-98,8%).2,8 Selain cefixime dan

ceftriaxone, antibiotik lain yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan gonore meliputi siprofloksasin, ofloksasin, dan lefofloksasin.3

Terapi dosis tunggal yang dianjurkan untuk gonore tanpa komplikasi yaitu pemberian antibiotika

Ceftriaxone 125 mg intramuskular dosis tunggal atau dengan antibiotika

Cefixime 400 mg per-oral dosis

tunggal.2,3,5,8 Alternatif antibiotik lain yang dapat diberikan yaitu siprofloksasin 500 mg per-oral dosis tunggal, ofloksasin 400 mg per-oral dosis tunggal, atau lefofloksasin 250 mg per-oral dosis tunggal.3 Apabila terjadi reaksi alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin ataupun kuinolon, pengobatan gonore dilakukan dengan pemberian antibiotik

Spectinomycin 2 gram dosis tunggal

intramuskular.3,5,8 WHO dan CDC juga merekomendasikan untuk melakukan terapi kombinasi dengan azithromycin

atau doksisiklin pada terapi gonore untuk mengatasi co-infeksi yang disebabkan oleh C. trachomatis yang tidak bisa disingkirkan melalui diagnosis.3,5 Dosis yang dianjurkan sebagai terapi kombinasi yaitu

azythromycin 1 gram per-oral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg per-oral dua kali sehari selama 7 hari.2,3,5 Pada pasien ini, pengobatan gonore yang diberikan sesuai dengan guideline

dan rekomendasi dari WHO dan CDC. Pada kasus, pasien diberikan antibiotik

Cefixime 400 mg per-oral dosis tunggal. Pemberian cefixime yang bersifat bakterisida bertujuan untuk membunuh bakteri diplokokus gram negatif N.

gonorrhoeae yang menyebabkan

(8)

8 tidak ada keluhan dysuria kembali,

discharge purulent disangkal dan tidak ditemukan eritema serta oedema di OUE. Dilakukan pengecatan gram pada swab genital pasien, diperoleh sebaran PMN leukosit 5-10/lpb dan tidak ditemukan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel. Dari hasil follow-up tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi oral cefixime 400 mg dosis tunggal memberikan hasil terapi yang memuaskan pada pasien tersebut.

Prognosis pasien gonore akan sangat baik jika pengobatan dilakukan sedini mungkin dengan pemberian antibiotika yang tepat dan dosis yang sesuai.3 Pada kasus ini pasien menunjukkan prognosis yang baik, ini ditunjukkan dari adanya perbaikan klinis yang terlihat setelah menjalani terapi. Sembuh dari infeksi Neisseria

gonorrhoeae yang sebelumnya tidak

akan menutup kemungkinan untuk kembali terjadinya infeksi/re-infection.3

Selain penatalaksanaan secara medikamentosa, pasien juga diberikan informasi dan edukasi melalui komunikasi dua arah dengan dokter. Adapun KIE yang diberikan pada pasien seperti tidak melakukan hubungan seksual jika memungkinkan. Apabila berpotensi melakukan hubungan seksual terlebih dengan

pasangan yang beresiko tinggi tertular penyakit menular seksual selalu menggunakan alat kontrasepsi kondom dan dianjurkan untuk melakukan skrining penyakit menular seksual secara berkala.

SIMPULAN

Dilaporkan kasus, pria berusia 22 tahun mengalami infeksi gonore dengan keluhan keluarnya discharge purulent

dari OUE dan dysuria sejak 5 hari sebelumnya. Diperoleh adanya eritema, oedema dan discharge purulent pada OUE pasien. Uji laboratorium dengan pengecatan gram pada discharge

menunjukkan sebaran PMN leukosit > 50/lpb dengan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel. Pasien diberikan terapi antibiotika Cefixime 400mg dosis tunggal per-oral. KIE diberikan pada pasien, dan pada follow-up 3 hari kemudian pasien menunjukkan keadaan klinis membaik, tidak ditemukan

(9)

9 DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF. Gonore. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2009;h: 369-380.

2. Barry MP dan Klausner JD. The use of cephalosporins for gonorrhea: the impending problem of resistance. Expert Opinion Pharmacother. 2009;10(4):1-23.

3. Garcia Al, Madkan VK dan Tyring SK. Gonorrhea and Other Venereal Diseases. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, penyunting.

Fitzpatick’s Dermatology In

General Medicine. Edisi ke-7. United State: Mc Graw-Hill, 2008;h 1993-2000.

4. Mayor TM, Roett MA dan Uduhiri KA. Diagnosis and Management of Gonococcal Infections. American Academy of Family Physicians. 2012;86(10): 931-938.

5. Ram S dan Rice PA. Gonococcal Infections. Dalam: Kasper DL dan Fauci AS,

penyunting. Harrison’s

Infectious Diseases. United

State: Mc Graw-Hill, 2010:h 459-468.

6. Putten JV dan Tonjum T. Neisseria. Dalam: Cohen J, Powderly WG, Opal SM, Calandra T, Clumeck N, Farrar J dkk, penyunting. Infectious Diseases. Edisi ke-3. United State: Mosby Elsevier, 2010: h 1676-1689.

7. Hatta TH, Amiruddin MD dan Adam AM. Case Report: Urethritis Gonnorhea in Homosexual. International Journal of Dermato Venerology. 2012;1(1): 73-77.

8. Bala M dan Sood S. Cephalosporin Resistance in Neisseria gonorrhoeae. Journal of Global Infectious Diseases. 2010:2(3): 284-290.

9. Horgan MM. Practice Point 29: Management of gonorrhea. Dalam: Cohen J, Powderly WG, Opal SM, Calandra T, Clumeck N, Farrar J dkk, penyunting. Infectious Diseases. Edisi ke-3. United State: Mosby Elsevier, 2010: h 665-666.

10.Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10.

Jakarta: EGC,

(10)
(11)

1

URETRITIS GONORE DENGAN TERAPI CEFIXIME

I Wayan Dede Fridayantara, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

ABSTRAK

Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Individu dengan infeksi ini sebagian besar datang dengan keluhan keluarnya discharge purulent dari alat kelamin disertai dysuria baik pada pria dan wanita. Dilaporkan kasus gonore dengan gejala klinis uretritis pada pasien pria berumur 22 tahun dengan keluhan keluarnya discharge purulent disertai dysuria sejak 5 hari yang lalu. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diperoleh discharge purulent pada orifisium uretra eksterna (OUE) pasien dengan eritema dan oedema disekitarnya. Dari pengecatan gram dengan spesimen discharge pasien, diperoleh sebaran leukosit > 50/lpb serta ditemukan bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan extrasel. Pengobatan yang diberikan adalah Cefixime 400 mg per-oral dosis tunggal. Pasien diberikan KIE dan dijadwalkan melakukan follow-up tiga hari kemudian. Hasil follow-up tidak ditemukan discharge, eritema serta oedema dengan sebaran leukosit 5-10/lpb dan tidak dijumpai bakteri diplokokus gram negatif. Prognosis pasien baik.

Kata kunci: gonore, uretritis, discharge purulent, cefixime

URETHRITIS GONORRHEA WITH CEFIXIME THERAPY

ABSTRACT

Gonorrhea is a sexually transmitted disease which is caused by Neisseria gonorrhoeae

infection. Both men and women with gonorrhea come to the physicians with dysuria and profuse purulent discharge from genital as the main complain. Reported case of 22 years old men with chief complain profuse purulent discharge from his genital system accompanied with dysuria since 5 days ago. From the anamnesis and physical examination, we found purulent discharge from orificium urethra externa (OUE) patient that surrounded by erythema and oedema. Gram staining test was conducted and found

PMN’s leukocyte count > 50/lpb with the presence of diplococcus gram negative bacteria intracellular and extracellular. Treatment given to this patient is Cefixime 400 mg single dose orally. Moreover education and information about the disease had given to this patient and he had to do a follow-up after 3 days. Follow-up result shown

discharge, erythema and oedema weren’t found, with leukocyte count 5-10/lpb and no

presence of diplococcus gram negative bacteria. The patient’s prognosis is good.

Keywords: gonorrhea, urethritis, purulent discharge, cefixime

PENDAHULUAN

Gonore merupakan salah satu penyakit menular seksual dengan angka insiden tinggi yang sering dijumpai

diantara penyakit menular seksual lainnya.1,2 Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri diplokokus gram negatif

(12)

2 gonore umumnya menular dari satu

individu ke individu lainnya melalui kontak seksual, namun infeksi juga dapat terjadi melalui transmisi vertikal selama persalinan.3 Individu yang aktif secara seksual mempunyai kecenderungan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi gonore.4 Di Amerika Serikat dilaporkan terdapat sekitar 350.000 kasus baru gonore pada tahun 2006.5 Angka kejadian tertinggi ditemukan pada wanita dengan rentang usia 15-19 tahun dan pria dengan rentang usia 20-24 tahun.3,5,6 Dikatakan bahwa insiden kasus gonore lebih tinggi pada negara berkembang dibandingkan dengan negara industri.5

Gejala penyakit gonore dapat bersifat simptomatis maupun asimptomatis.4 Bakteri Neisseria

gonorrhoeae menyerang membran

mukosa terutama membran mukosa dengan jenis epitel kolumnar sebagai tempat infeksinya.1,3 Epitel jenis ini banyak dijumpai pada servik, rektum, faring dan konjungtiva sehingga manifestasi klinis infeksi gonore bersifat variatif.3 Pada pria dengan gonore, keluhan uretritis akut paling sering dijumpai.1,3-5 Keluhan ini disertai dengan keluarnya discharge purulent

dari alat kelamin dan rasa nyeri saat kencing.1,3,5 Pada wanita, sekitar 50% kasus bersifat asimptomatis. Dari

beberapa kasus, servisitis merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada wanita yang terinfeksi gonore.1,3,5 Selain manifestasi berupa uretritis, infeksi gonore juga dapat memberikan gambaran klinis proktitis, orofaringitis, konjungtivitis dan gonore diseminata.1,3,5 Penegakan diagnosis gonore berdasarkan anamnesis pasien, pemerikssaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1 Pemeriksaan penunjang pengecatan gram memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi dalam membantu mendiagnosis infeksi gonore pada pria.1,3,5 Pada wanita, kultur hapusan vagina memiliki tingkat keakuratan diagnosis yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengecatan gram.3,5

Terapi gonore sangat bergantung pada modalitas antibiotik yang digunakan.3,5 Saat ini, terapi kombinasi merupakan pilihan terapi lini utama dalam pegobatan gonore guna mencegah berkembangnya resistensi.3,5 Prognosis penyakit ini akan sangat baik jika memperoleh terapi antibiotik yang tepat dan adekuat.3

LAPORAN KASUS

(13)

3 dengan nomor rekam medis: 01599541.

Pasien datang dengan keluhan utama keluarnya cairan berupa nanah dari alat kelamin sejak lebih kurang 5 hari yang lalu. Keluarnya cairan berupa nanah dari alat kelamin pasien tanpa disertai rasa gatal, namun dijumpai adanya nyeri saat buang air kecil. Dari anamnesis pasien, diketahui bahwa pasien yang bersangkutan pernah melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu lebih kurang 14 hari terakhir. Riwayat pengobatan, riwayat penyakit dan riwayat operasi disangkal. Dari riwayat keluarga tidak ada yang pernah mengalami penyakit serupa dan riwayat penyakit lain dalam keluarga juga disangkal. Pasien juga menyangkal riwayat alergi.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan status internus pasien dalam batas normal. Dimana tekanan darah pasien 110/70 mmHg dengan laju respirasi 20 kali/menit dan nadi 80 kali/menit serta suhu axilla 36oC. Pada pemeriksaan status venerologi pasien, pada daerah orifisium uretra eksterna (OUE) ditemukan adanya eritema dengan disertai keluarnya discharge purulent.

Oedema juga ditemukan pada OUE pasien.

Pasien yang bersangkutan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang laboratorium

yaitu pemeriksaan pengecatan gram. Dari pengecatan gram diperoleh sebaran leukosit > 50/lpb dan dengan ditemukannya bakteri diplokokus gram negatifintrasel dan ekstrasel.Pasien tidak melakukan pemeriksaan histopatologi maupun pemeriksaan PA. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik (status internus dan status venerologi) dan pemeriksaan penunjang (pengecatan gram) yang telah dilakukan tersebut, pasien didiagnosis dengan uretritis gonore dan direncanakan mendapatkan terapi farmakologis berupa Cefixime dosis tunggal dengan dosis 400mg per-oral. Pasien diberikan KIE dan juga jadwal follow-up kembali 3 hari kemudian.Pada hari keempat, pasien datang kembali ke poliklinik untuk melakukan follow-up pengobatan, diperoleh keadaan umum pasien baik, tidak ada keluhan dysuria kembali,

discharge purulent disangkal dan tidak ditemukan eritema dan oedema di OUE. Dilakukan pengecatan gram pada swab genital pasien, dengan diperoleh hasil sebaran PMN leukosit 5-10/lpb dan tidak ditemukan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel.

DISKUSI

(14)

4 disebabkan oleh infeksi Neisseria

gonorrhoeae.1,3,5 Penularan gonore

umunya terjadi melalui kontak seksual dengan individu atau pasangan yang terinfeksi Neisseria gonorrhoeae.1,3,5 Faktor resiko yang terlibat untuk terjadinya infeksi gonore meliputi hubungan seksual multipartner dan berganti-ganti, usia muda, belum menikah, pengguna obat-obatan terlarang, kelompok dengan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah, serta riwayat infeksi gonore sebelumnya.3 Pada kasus, pasien berusia muda dengan tingkat pendidikan terakhir mengecap bangku sekolah menengah atas. Pasien juga memiliki riwayat berhubungan seksual, namun tidak dijelaskan lebih lanjut penggunaan alat kontrasepsi saat berhubungan seksual.

Pada tahun 2006, di Amerika Serikat dilaporkan terdapat sekitar 350.000 kasus baru gonore, dengan angka kejadian yang tinggi pada kelompok usia muda.5 Angka kejadian infeksi gonore tertinggi tercatat terjadi pada wanita dengan kelompok usia 15-19 tahun dan pria dengan kelompok usia 20-24 tahun.3,5,6 Pasien pada kasus diatas berusia 22 tahun, ini menunjukkan pasien ini memiliki faktor resiko untuk terinfeksi gonore.

Patogenesis infeksi gonore melibatkan kemampuan melekatnya bakteri Neisseria gonorrhoeae pada mukosa jaringan yang tersusun atas epitel kolumnar yang banyak dijumpai pada traktus urogenitalis, rektum, faring dan konjungtiva.3 Pelekatan bakteri

Neisseria gonorrhoea difasilitasi oleh struktur fimbrae yang dimilikinya.3 Proses pelekatan pada sel epitel kolumnar selanjutnya akan diikuti oleh proses invasi yang dimediasi oleh adhesin dan spingomyelinase melalui proses endositosis.3 Setelah berhasil masuk ke dalam sel, bakteri ini kemudian memulai proses replikasi di dalam sel yang selanjutnya memicu proses inflamasi dan mampu tumbuh dalam lingkungan aerob maupun anaerob.3

Infeksi gonore dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis berupa uretritis, servisitis, proktitis, orofaringitis, konjungtivitis hingga gonore diseminata.3,5 Uretritis merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien dengan infeksi

(15)

5 inflamasi, ini menimbulkan

karakterisktik nyeri saat urinasi, munculnya eritema lokal disekitar meatus uretra anterior dan oedema.3 Pada kasus ini, pasien berusia 22 tahun datang dengan keluhan kencing nanah sejak 5 hari sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik pada daerah genital yang telah dilakukan, didapatkan

discharge purulent pada orifisium

uretra eksterna pasien disertai dengan eritema dan oedema yang ditemukan mengelilingi wilayah orifisium uretra eksterna pasien. Pasien juga mengeluhkan rasa nyeri yang dirasakan ketika urinasi dan pasien datang dengan terlihat nyeri (visual analogue scale 1). Dari anamnesis yang dilakukan, pasien memiliki riwayat berhubungan seksual lebih kurang 14 hari yang lalu. Adanya

discharge purulent yang keluar dari alat kelamin, eritema, oedema disekitar OUE disertai timbulnya rasa nyeri saat urinasi pasien mengarahkan diagnosis ke arah infeksi gonore yaitu uretritis gonore. Ini diperkuat dengan adanya riwayat berhubungan seksual sebelumnya yang merupakan faktor resiko infeksi gonore.

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang juga berperan sebagai modalitas dalam mempertajam diagnosis gonore.1 Kultur bakteri discharge ataupun hapusan

membran mukosa yang terinfeksi masih merupakan gold standard uji laboratorium gonore, namun pemeriksaan dengan metode pengecatan gram dari discharge pasien juga dapat memberikan diagnosis yang akurat.3,5 Pada laki-laki dengan gejala simptomatis uretritis gonore yang jelas, pemeriksaan laboratorium dengan metode pengecatan gram menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.1-4 Sedangakan pada wanita dengan gejala servisitis gonore, keakuratan diagnosis hanya 50%.5 Uji laboratorium dengan metode pengecatan gram akan menunjukkan peningkatkan jumlah polimorfonuklear sel leukosit mencapai ≥ 30 /lapang pandang yang membuktikan adanya proses inflamasi yang terjadi.5 Selain jumlah PMN yang abnormal, pada pengecatan gram akan ditemukan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel.3,5 Pada kasus diatas, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pengecatan gram untuk menunjang diagnosis. Dari hasil pengecatan gram dengan menggunakan spesimen dari discharge

pasien, diperoleh adanya peningkatan jumlah PMN leukosit mencapai > 50/lpb. Selain itu, pengecatan gram dari

discharge pasien pasien juga

(16)

6 diplokokus gram negatif dan ekstrasel.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium PA dan histologi. Hasil pemeriksaan penunjang ini mendukung diagnosis pasien mengarah pada gonore.

Diagnosis banding pada kasus gonore dengan manifestasi klinis berupa uretritis yaitu uretritis non-gonokokal yang biasanya disebabkan oleh bakteri

C. trachomatis.7 Pada uretritis non-gonokokal masa inkubasi bakteri penyebab uretritis berlangsung lebih lama sekitar 1-5 minggu dengan manifestasi klinis yang mengikuti seperti keluarnya discharge dari uretra, disuria dan terkadang disertai hematuria.7 Discharge uretra pada uretritis non-gonokokal lebih mukoid dan eksresinya lebih cenderung terjadi di pagi hari.7 Diagnosis banding uretritis non-gonokokal dapat disingkirkan karena sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik discharge yang diperoleh tidak mukoid, namun lebih

purulent. Selain itu dari pengecatan

gram, ditemukan adanya

mikroorganisme diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel yang merupakan ciri khas dari infeksi gonokokal.

Pemilihan antibiotik yang tepat dengan dosis yang sesuai merupakan prinsip dasar dalam pengobatan

gonore.7 Beberapa obat antibiotika secara aktif melawan infeksi Neisseria gonorrhoeae, namun sejak berkembang dan meluasnya resistensi antibiotik, kini hanya sedikit antibiotika yang masih efektif untuk melawan infeksi Neisseria gonorrhoeae.8 Saat ini World Health

Organization (WHO) dan Central for

Disease Control and Prevention (CDC)

merekomendasikan penggunaan antibiotik dengan cure rate≥ 95% dalam pengobatan gonore.2Sebagai terapi lini pertama dalam pengobatan gonore, WHO dan CDC merekomendasikan penggunaan antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga.5,8,9

Pemberian antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga dosis tunggal baik secara intramuskular ataupun per-oral merupakan terapi utama dalam pengobatan gonore.5 Sefalosporin merupakan salah satu antibiotika golongan β-laktam dengan generasi ketiganya yaitu cefixime (oral)

ceftriaxone (intramuskular) yang

menunjukkan efektifitas menjanjikan pada terapi gonore.2Sefalosporin memiliki sifat yang lebih stabil terhadap cincin β-laktamase yang diproduksi bakteri sehingga ia memiliki spektrum kerja yang lebih luas.2,10 Antibiotik golongan ini berperan sebagai bakterisidal, membunuh bakteri N.

(17)

7 melewati sawar darah otak.10 Meskipun

penggunaan injeksi intramuskular

ceftriaxone lebih direkomendasikan dan lebih banyak digunakan, namun penggunaan oral cefixime juga memberikan efektifitas terapi yang menjanjikan.8 Pemberian dosis tunggal

cefixime 400 mg oral pada pengobatan gonore, menunjukkan efektifitas yang hampir sebanding dengan pemberian

ceftriaxone (97,5 % cure; 95% CI, 95,4-98,8%).2,8 Selain cefixime dan

ceftriaxone, antibiotik lain yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan gonore meliputi siprofloksasin, ofloksasin, dan lefofloksasin.3

Terapi dosis tunggal yang dianjurkan untuk gonore tanpa komplikasi yaitu pemberian antibiotika

Ceftriaxone 125 mg intramuskular dosis tunggal atau dengan antibiotika

Cefixime 400 mg per-oral dosis

tunggal.2,3,5,8 Alternatif antibiotik lain yang dapat diberikan yaitu siprofloksasin 500 mg per-oral dosis tunggal, ofloksasin 400 mg per-oral dosis tunggal, atau lefofloksasin 250 mg per-oral dosis tunggal.3 Apabila terjadi reaksi alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin ataupun kuinolon, pengobatan gonore dilakukan dengan pemberian antibiotik

Spectinomycin 2 gram dosis tunggal

intramuskular.3,5,8 WHO dan CDC juga merekomendasikan untuk melakukan terapi kombinasi dengan azithromycin

atau doksisiklin pada terapi gonore untuk mengatasi co-infeksi yang disebabkan oleh C. trachomatis yang tidak bisa disingkirkan melalui diagnosis.3,5 Dosis yang dianjurkan sebagai terapi kombinasi yaitu

azythromycin 1 gram per-oral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg per-oral dua kali sehari selama 7 hari.2,3,5 Pada pasien ini, pengobatan gonore yang diberikan sesuai dengan guideline

dan rekomendasi dari WHO dan CDC. Pada kasus, pasien diberikan antibiotik

Cefixime 400 mg per-oral dosis tunggal. Pemberian cefixime yang bersifat bakterisida bertujuan untuk membunuh bakteri diplokokus gram negatif N.

gonorrhoeae yang menyebabkan

(18)

8 tidak ada keluhan dysuria kembali,

discharge purulent disangkal dan tidak ditemukan eritema serta oedema di OUE. Dilakukan pengecatan gram pada swab genital pasien, diperoleh sebaran PMN leukosit 5-10/lpb dan tidak ditemukan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel. Dari hasil follow-up tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi oral cefixime 400 mg dosis tunggal memberikan hasil terapi yang memuaskan pada pasien tersebut.

Prognosis pasien gonore akan sangat baik jika pengobatan dilakukan sedini mungkin dengan pemberian antibiotika yang tepat dan dosis yang sesuai.3 Pada kasus ini pasien menunjukkan prognosis yang baik, ini ditunjukkan dari adanya perbaikan klinis yang terlihat setelah menjalani terapi. Sembuh dari infeksi Neisseria

gonorrhoeae yang sebelumnya tidak

akan menutup kemungkinan untuk kembali terjadinya infeksi/re-infection.3

Selain penatalaksanaan secara medikamentosa, pasien juga diberikan informasi dan edukasi melalui komunikasi dua arah dengan dokter. Adapun KIE yang diberikan pada pasien seperti tidak melakukan hubungan seksual jika memungkinkan. Apabila berpotensi melakukan hubungan seksual terlebih dengan

pasangan yang beresiko tinggi tertular penyakit menular seksual selalu menggunakan alat kontrasepsi kondom dan dianjurkan untuk melakukan skrining penyakit menular seksual secara berkala.

SIMPULAN

Dilaporkan kasus, pria berusia 22 tahun mengalami infeksi gonore dengan keluhan keluarnya discharge purulent

dari OUE dan dysuria sejak 5 hari sebelumnya. Diperoleh adanya eritema, oedema dan discharge purulent pada OUE pasien. Uji laboratorium dengan pengecatan gram pada discharge

menunjukkan sebaran PMN leukosit > 50/lpb dengan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel. Pasien diberikan terapi antibiotika Cefixime 400mg dosis tunggal per-oral. KIE diberikan pada pasien, dan pada follow-up 3 hari kemudian pasien menunjukkan keadaan klinis membaik, tidak ditemukan

(19)

9 DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF. Gonore. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2009;h: 369-380.

2. Barry MP dan Klausner JD. The use of cephalosporins for gonorrhea: the impending problem of resistance. Expert Opinion Pharmacother. 2009;10(4):1-23.

3. Garcia Al, Madkan VK dan Tyring SK. Gonorrhea and Other Venereal Diseases. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, penyunting.

Fitzpatick’s Dermatology In

General Medicine. Edisi ke-7. United State: Mc Graw-Hill, 2008;h 1993-2000.

4. Mayor TM, Roett MA dan Uduhiri KA. Diagnosis and Management of Gonococcal Infections. American Academy of Family Physicians. 2012;86(10): 931-938.

5. Ram S dan Rice PA. Gonococcal Infections. Dalam: Kasper DL dan Fauci AS,

penyunting. Harrison’s

Infectious Diseases. United

State: Mc Graw-Hill, 2010:h 459-468.

6. Putten JV dan Tonjum T. Neisseria. Dalam: Cohen J, Powderly WG, Opal SM, Calandra T, Clumeck N, Farrar J dkk, penyunting. Infectious Diseases. Edisi ke-3. United State: Mosby Elsevier, 2010: h 1676-1689.

7. Hatta TH, Amiruddin MD dan Adam AM. Case Report: Urethritis Gonnorhea in Homosexual. International Journal of Dermato Venerology. 2012;1(1): 73-77.

8. Bala M dan Sood S. Cephalosporin Resistance in Neisseria gonorrhoeae. Journal of Global Infectious Diseases. 2010:2(3): 284-290.

9. Horgan MM. Practice Point 29: Management of gonorrhea. Dalam: Cohen J, Powderly WG, Opal SM, Calandra T, Clumeck N, Farrar J dkk, penyunting. Infectious Diseases. Edisi ke-3. United State: Mosby Elsevier, 2010: h 665-666.

10.Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10.

Jakarta: EGC,

(20)
(21)

1

URETRITIS GONORE DENGAN TERAPI CEFIXIME

I Wayan Dede Fridayantara, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

ABSTRAK

Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Individu dengan infeksi ini sebagian besar datang dengan keluhan keluarnya discharge purulent dari alat kelamin disertai dysuria baik pada pria dan wanita. Dilaporkan kasus gonore dengan gejala klinis uretritis pada pasien pria berumur 22 tahun dengan keluhan keluarnya discharge purulent disertai dysuria sejak 5 hari yang lalu. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diperoleh discharge purulent pada orifisium uretra eksterna (OUE) pasien dengan eritema dan oedema disekitarnya. Dari pengecatan gram dengan spesimen discharge pasien, diperoleh sebaran leukosit > 50/lpb serta ditemukan bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan extrasel. Pengobatan yang diberikan adalah Cefixime 400 mg per-oral dosis tunggal. Pasien diberikan KIE dan dijadwalkan melakukan follow-up tiga hari kemudian. Hasil follow-up tidak ditemukan discharge, eritema serta oedema dengan sebaran leukosit 5-10/lpb dan tidak dijumpai bakteri diplokokus gram negatif. Prognosis pasien baik.

Kata kunci: gonore, uretritis, discharge purulent, cefixime

URETHRITIS GONORRHEA WITH CEFIXIME THERAPY

ABSTRACT

Gonorrhea is a sexually transmitted disease which is caused by Neisseria gonorrhoeae

infection. Both men and women with gonorrhea come to the physicians with dysuria and profuse purulent discharge from genital as the main complain. Reported case of 22 years old men with chief complain profuse purulent discharge from his genital system accompanied with dysuria since 5 days ago. From the anamnesis and physical examination, we found purulent discharge from orificium urethra externa (OUE) patient that surrounded by erythema and oedema. Gram staining test was conducted and found

PMN’s leukocyte count > 50/lpb with the presence of diplococcus gram negative bacteria intracellular and extracellular. Treatment given to this patient is Cefixime 400 mg single dose orally. Moreover education and information about the disease had given to this patient and he had to do a follow-up after 3 days. Follow-up result shown

discharge, erythema and oedema weren’t found, with leukocyte count 5-10/lpb and no

presence of diplococcus gram negative bacteria. The patient’s prognosis is good.

Keywords: gonorrhea, urethritis, purulent discharge, cefixime

PENDAHULUAN

Gonore merupakan salah satu penyakit menular seksual dengan angka insiden tinggi yang sering dijumpai

diantara penyakit menular seksual lainnya.1,2 Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri diplokokus gram negatif

(22)

2 gonore umumnya menular dari satu

individu ke individu lainnya melalui kontak seksual, namun infeksi juga dapat terjadi melalui transmisi vertikal selama persalinan.3 Individu yang aktif secara seksual mempunyai kecenderungan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi gonore.4 Di Amerika Serikat dilaporkan terdapat sekitar 350.000 kasus baru gonore pada tahun 2006.5 Angka kejadian tertinggi ditemukan pada wanita dengan rentang usia 15-19 tahun dan pria dengan rentang usia 20-24 tahun.3,5,6 Dikatakan bahwa insiden kasus gonore lebih tinggi pada negara berkembang dibandingkan dengan negara industri.5

Gejala penyakit gonore dapat bersifat simptomatis maupun asimptomatis.4 Bakteri Neisseria

gonorrhoeae menyerang membran

mukosa terutama membran mukosa dengan jenis epitel kolumnar sebagai tempat infeksinya.1,3 Epitel jenis ini banyak dijumpai pada servik, rektum, faring dan konjungtiva sehingga manifestasi klinis infeksi gonore bersifat variatif.3 Pada pria dengan gonore, keluhan uretritis akut paling sering dijumpai.1,3-5 Keluhan ini disertai dengan keluarnya discharge purulent

dari alat kelamin dan rasa nyeri saat kencing.1,3,5 Pada wanita, sekitar 50% kasus bersifat asimptomatis. Dari

beberapa kasus, servisitis merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada wanita yang terinfeksi gonore.1,3,5 Selain manifestasi berupa uretritis, infeksi gonore juga dapat memberikan gambaran klinis proktitis, orofaringitis, konjungtivitis dan gonore diseminata.1,3,5 Penegakan diagnosis gonore berdasarkan anamnesis pasien, pemerikssaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1 Pemeriksaan penunjang pengecatan gram memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi dalam membantu mendiagnosis infeksi gonore pada pria.1,3,5 Pada wanita, kultur hapusan vagina memiliki tingkat keakuratan diagnosis yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengecatan gram.3,5

Terapi gonore sangat bergantung pada modalitas antibiotik yang digunakan.3,5 Saat ini, terapi kombinasi merupakan pilihan terapi lini utama dalam pegobatan gonore guna mencegah berkembangnya resistensi.3,5 Prognosis penyakit ini akan sangat baik jika memperoleh terapi antibiotik yang tepat dan adekuat.3

LAPORAN KASUS

(23)

3 dengan nomor rekam medis: 01599541.

Pasien datang dengan keluhan utama keluarnya cairan berupa nanah dari alat kelamin sejak lebih kurang 5 hari yang lalu. Keluarnya cairan berupa nanah dari alat kelamin pasien tanpa disertai rasa gatal, namun dijumpai adanya nyeri saat buang air kecil. Dari anamnesis pasien, diketahui bahwa pasien yang bersangkutan pernah melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu lebih kurang 14 hari terakhir. Riwayat pengobatan, riwayat penyakit dan riwayat operasi disangkal. Dari riwayat keluarga tidak ada yang pernah mengalami penyakit serupa dan riwayat penyakit lain dalam keluarga juga disangkal. Pasien juga menyangkal riwayat alergi.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan status internus pasien dalam batas normal. Dimana tekanan darah pasien 110/70 mmHg dengan laju respirasi 20 kali/menit dan nadi 80 kali/menit serta suhu axilla 36oC. Pada pemeriksaan status venerologi pasien, pada daerah orifisium uretra eksterna (OUE) ditemukan adanya eritema dengan disertai keluarnya discharge purulent.

Oedema juga ditemukan pada OUE pasien.

Pasien yang bersangkutan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang laboratorium

yaitu pemeriksaan pengecatan gram. Dari pengecatan gram diperoleh sebaran leukosit > 50/lpb dan dengan ditemukannya bakteri diplokokus gram negatifintrasel dan ekstrasel.Pasien tidak melakukan pemeriksaan histopatologi maupun pemeriksaan PA. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik (status internus dan status venerologi) dan pemeriksaan penunjang (pengecatan gram) yang telah dilakukan tersebut, pasien didiagnosis dengan uretritis gonore dan direncanakan mendapatkan terapi farmakologis berupa Cefixime dosis tunggal dengan dosis 400mg per-oral. Pasien diberikan KIE dan juga jadwal follow-up kembali 3 hari kemudian.Pada hari keempat, pasien datang kembali ke poliklinik untuk melakukan follow-up pengobatan, diperoleh keadaan umum pasien baik, tidak ada keluhan dysuria kembali,

discharge purulent disangkal dan tidak ditemukan eritema dan oedema di OUE. Dilakukan pengecatan gram pada swab genital pasien, dengan diperoleh hasil sebaran PMN leukosit 5-10/lpb dan tidak ditemukan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel.

DISKUSI

(24)

4 disebabkan oleh infeksi Neisseria

gonorrhoeae.1,3,5 Penularan gonore

umunya terjadi melalui kontak seksual dengan individu atau pasangan yang terinfeksi Neisseria gonorrhoeae.1,3,5 Faktor resiko yang terlibat untuk terjadinya infeksi gonore meliputi hubungan seksual multipartner dan berganti-ganti, usia muda, belum menikah, pengguna obat-obatan terlarang, kelompok dengan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah, serta riwayat infeksi gonore sebelumnya.3 Pada kasus, pasien berusia muda dengan tingkat pendidikan terakhir mengecap bangku sekolah menengah atas. Pasien juga memiliki riwayat berhubungan seksual, namun tidak dijelaskan lebih lanjut penggunaan alat kontrasepsi saat berhubungan seksual.

Pada tahun 2006, di Amerika Serikat dilaporkan terdapat sekitar 350.000 kasus baru gonore, dengan angka kejadian yang tinggi pada kelompok usia muda.5 Angka kejadian infeksi gonore tertinggi tercatat terjadi pada wanita dengan kelompok usia 15-19 tahun dan pria dengan kelompok usia 20-24 tahun.3,5,6 Pasien pada kasus diatas berusia 22 tahun, ini menunjukkan pasien ini memiliki faktor resiko untuk terinfeksi gonore.

Patogenesis infeksi gonore melibatkan kemampuan melekatnya bakteri Neisseria gonorrhoeae pada mukosa jaringan yang tersusun atas epitel kolumnar yang banyak dijumpai pada traktus urogenitalis, rektum, faring dan konjungtiva.3 Pelekatan bakteri

Neisseria gonorrhoea difasilitasi oleh struktur fimbrae yang dimilikinya.3 Proses pelekatan pada sel epitel kolumnar selanjutnya akan diikuti oleh proses invasi yang dimediasi oleh adhesin dan spingomyelinase melalui proses endositosis.3 Setelah berhasil masuk ke dalam sel, bakteri ini kemudian memulai proses replikasi di dalam sel yang selanjutnya memicu proses inflamasi dan mampu tumbuh dalam lingkungan aerob maupun anaerob.3

Infeksi gonore dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis berupa uretritis, servisitis, proktitis, orofaringitis, konjungtivitis hingga gonore diseminata.3,5 Uretritis merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien dengan infeksi

(25)

5 inflamasi, ini menimbulkan

karakterisktik nyeri saat urinasi, munculnya eritema lokal disekitar meatus uretra anterior dan oedema.3 Pada kasus ini, pasien berusia 22 tahun datang dengan keluhan kencing nanah sejak 5 hari sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik pada daerah genital yang telah dilakukan, didapatkan

discharge purulent pada orifisium

uretra eksterna pasien disertai dengan eritema dan oedema yang ditemukan mengelilingi wilayah orifisium uretra eksterna pasien. Pasien juga mengeluhkan rasa nyeri yang dirasakan ketika urinasi dan pasien datang dengan terlihat nyeri (visual analogue scale 1). Dari anamnesis yang dilakukan, pasien memiliki riwayat berhubungan seksual lebih kurang 14 hari yang lalu. Adanya

discharge purulent yang keluar dari alat kelamin, eritema, oedema disekitar OUE disertai timbulnya rasa nyeri saat urinasi pasien mengarahkan diagnosis ke arah infeksi gonore yaitu uretritis gonore. Ini diperkuat dengan adanya riwayat berhubungan seksual sebelumnya yang merupakan faktor resiko infeksi gonore.

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang juga berperan sebagai modalitas dalam mempertajam diagnosis gonore.1 Kultur bakteri discharge ataupun hapusan

membran mukosa yang terinfeksi masih merupakan gold standard uji laboratorium gonore, namun pemeriksaan dengan metode pengecatan gram dari discharge pasien juga dapat memberikan diagnosis yang akurat.3,5 Pada laki-laki dengan gejala simptomatis uretritis gonore yang jelas, pemeriksaan laboratorium dengan metode pengecatan gram menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.1-4 Sedangakan pada wanita dengan gejala servisitis gonore, keakuratan diagnosis hanya 50%.5 Uji laboratorium dengan metode pengecatan gram akan menunjukkan peningkatkan jumlah polimorfonuklear sel leukosit mencapai ≥ 30 /lapang pandang yang membuktikan adanya proses inflamasi yang terjadi.5 Selain jumlah PMN yang abnormal, pada pengecatan gram akan ditemukan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel.3,5 Pada kasus diatas, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pengecatan gram untuk menunjang diagnosis. Dari hasil pengecatan gram dengan menggunakan spesimen dari discharge

pasien, diperoleh adanya peningkatan jumlah PMN leukosit mencapai > 50/lpb. Selain itu, pengecatan gram dari

discharge pasien pasien juga

(26)

6 diplokokus gram negatif dan ekstrasel.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium PA dan histologi. Hasil pemeriksaan penunjang ini mendukung diagnosis pasien mengarah pada gonore.

Diagnosis banding pada kasus gonore dengan manifestasi klinis berupa uretritis yaitu uretritis non-gonokokal yang biasanya disebabkan oleh bakteri

C. trachomatis.7 Pada uretritis non-gonokokal masa inkubasi bakteri penyebab uretritis berlangsung lebih lama sekitar 1-5 minggu dengan manifestasi klinis yang mengikuti seperti keluarnya discharge dari uretra, disuria dan terkadang disertai hematuria.7 Discharge uretra pada uretritis non-gonokokal lebih mukoid dan eksresinya lebih cenderung terjadi di pagi hari.7 Diagnosis banding uretritis non-gonokokal dapat disingkirkan karena sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik discharge yang diperoleh tidak mukoid, namun lebih

purulent. Selain itu dari pengecatan

gram, ditemukan adanya

mikroorganisme diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel yang merupakan ciri khas dari infeksi gonokokal.

Pemilihan antibiotik yang tepat dengan dosis yang sesuai merupakan prinsip dasar dalam pengobatan

gonore.7 Beberapa obat antibiotika secara aktif melawan infeksi Neisseria gonorrhoeae, namun sejak berkembang dan meluasnya resistensi antibiotik, kini hanya sedikit antibiotika yang masih efektif untuk melawan infeksi Neisseria gonorrhoeae.8 Saat ini World Health

Organization (WHO) dan Central for

Disease Control and Prevention (CDC)

merekomendasikan penggunaan antibiotik dengan cure rate≥ 95% dalam pengobatan gonore.2Sebagai terapi lini pertama dalam pengobatan gonore, WHO dan CDC merekomendasikan penggunaan antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga.5,8,9

Pemberian antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga dosis tunggal baik secara intramuskular ataupun per-oral merupakan terapi utama dalam pengobatan gonore.5 Sefalosporin merupakan salah satu antibiotika golongan β-laktam dengan generasi ketiganya yaitu cefixime (oral)

ceftriaxone (intramuskular) yang

menunjukkan efektifitas menjanjikan pada terapi gonore.2Sefalosporin memiliki sifat yang lebih stabil terhadap cincin β-laktamase yang diproduksi bakteri sehingga ia memiliki spektrum kerja yang lebih luas.2,10 Antibiotik golongan ini berperan sebagai bakterisidal, membunuh bakteri N.

(27)

7 melewati sawar darah otak.10 Meskipun

penggunaan injeksi intramuskular

ceftriaxone lebih direkomendasikan dan lebih banyak digunakan, namun penggunaan oral cefixime juga memberikan efektifitas terapi yang menjanjikan.8 Pemberian dosis tunggal

cefixime 400 mg oral pada pengobatan gonore, menunjukkan efektifitas yang hampir sebanding dengan pemberian

ceftriaxone (97,5 % cure; 95% CI, 95,4-98,8%).2,8 Selain cefixime dan

ceftriaxone, antibiotik lain yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan gonore meliputi siprofloksasin, ofloksasin, dan lefofloksasin.3

Terapi dosis tunggal yang dianjurkan untuk gonore tanpa komplikasi yaitu pemberian antibiotika

Ceftriaxone 125 mg intramuskular dosis tunggal atau dengan antibiotika

Cefixime 400 mg per-oral dosis

tunggal.2,3,5,8 Alternatif antibiotik lain yang dapat diberikan yaitu siprofloksasin 500 mg per-oral dosis tunggal, ofloksasin 400 mg per-oral dosis tunggal, atau lefofloksasin 250 mg per-oral dosis tunggal.3 Apabila terjadi reaksi alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin ataupun kuinolon, pengobatan gonore dilakukan dengan pemberian antibiotik

Spectinomycin 2 gram dosis tunggal

intramuskular.3,5,8 WHO dan CDC juga merekomendasikan untuk melakukan terapi kombinasi dengan azithromycin

atau doksisiklin pada terapi gonore untuk mengatasi co-infeksi yang disebabkan oleh C. trachomatis yang tidak bisa disingkirkan melalui diagnosis.3,5 Dosis yang dianjurkan sebagai terapi kombinasi yaitu

azythromycin 1 gram per-oral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg per-oral dua kali sehari selama 7 hari.2,3,5 Pada pasien ini, pengobatan gonore yang diberikan sesuai dengan guideline

dan rekomendasi dari WHO dan CDC. Pada kasus, pasien diberikan antibiotik

Cefixime 400 mg per-oral dosis tunggal. Pemberian cefixime yang bersifat bakterisida bertujuan untuk membunuh bakteri diplokokus gram negatif N.

gonorrhoeae yang menyebabkan

(28)

8 tidak ada keluhan dysuria kembali,

discharge purulent disangkal dan tidak ditemukan eritema serta oedema di OUE. Dilakukan pengecatan gram pada swab genital pasien, diperoleh sebaran PMN leukosit 5-10/lpb dan tidak ditemukan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel. Dari hasil follow-up tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi oral cefixime 400 mg dosis tunggal memberikan hasil terapi yang memuaskan pada pasien tersebut.

Prognosis pasien gonore akan sangat baik jika pengobatan dilakukan sedini mungkin dengan pemberian antibiotika yang tepat dan dosis yang sesuai.3 Pada kasus ini pasien menunjukkan prognosis yang baik, ini ditunjukkan dari adanya perbaikan klinis yang terlihat setelah menjalani terapi. Sembuh dari infeksi Neisseria

gonorrhoeae yang sebelumnya tidak

akan menutup kemungkinan untuk kembali terjadinya infeksi/re-infection.3

Selain penatalaksanaan secara medikamentosa, pasien juga diberikan informasi dan edukasi melalui komunikasi dua arah dengan dokter. Adapun KIE yang diberikan pada pasien seperti tidak melakukan hubungan seksual jika memungkinkan. Apabila berpotensi melakukan hubungan seksual terlebih dengan

pasangan yang beresiko tinggi tertular penyakit menular seksual selalu menggunakan alat kontrasepsi kondom dan dianjurkan untuk melakukan skrining penyakit menular seksual secara berkala.

SIMPULAN

Dilaporkan kasus, pria berusia 22 tahun mengalami infeksi gonore dengan keluhan keluarnya discharge purulent

dari OUE dan dysuria sejak 5 hari sebelumnya. Diperoleh adanya eritema, oedema dan discharge purulent pada OUE pasien. Uji laboratorium dengan pengecatan gram pada discharge

menunjukkan sebaran PMN leukosit > 50/lpb dengan adanya bakteri diplokokus gram negatif intrasel dan ekstrasel. Pasien diberikan terapi antibiotika Cefixime 400mg dosis tunggal per-oral. KIE diberikan pada pasien, dan pada follow-up 3 hari kemudian pasien menunjukkan keadaan klinis membaik, tidak ditemukan

(29)

9 DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF. Gonore. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2009;h: 369-380.

2. Barry MP dan Klausner JD. The use of cephalosporins for gonorrhea: the impending problem of resistance. Expert Opinion Pharmacother. 2009;10(4):1-23.

3. Garcia Al, Madkan VK dan Tyring SK. Gonorrhea and Other Venereal Diseases. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, penyunting.

Fitzpatick’s Dermatology In

General Medicine. Edisi ke-7. United State: Mc Graw-Hill, 2008;h 1993-2000.

4. Mayor TM, Roett MA dan Uduhiri KA. Diagnosis and Management of Gonococcal Infections. American Academy of Family Physicians. 2012;86(10): 931-938.

5. Ram S dan Rice PA. Gonococcal Infections. Dalam: Kasper DL dan Fauci AS,

penyunting. Harrison’s

Infectious Diseases. United

State: Mc Graw-Hill, 2010:h 459-468.

6. Putten JV dan Tonjum T. Neisseria. Dalam: Cohen J, Powderly WG, Opal SM, Calandra T, Clumeck N, Farrar J dkk, penyunting. Infectious Diseases. Edisi ke-3. United State: Mosby Elsevier, 2010: h 1676-1689.

7. Hatta TH, Amiruddin MD dan Adam AM. Case Report: Urethritis Gonnorhea in Homosexual. International Journal of Dermato Venerology. 2012;1(1): 73-77.

8. Bala M dan Sood S. Cephalosporin Resistance in Neisseria gonorrhoeae. Journal of Global Infectious Diseases. 2010:2(3): 284-290.

9. Horgan MM. Practice Point 29: Management of gonorrhea. Dalam: Cohen J, Powderly WG, Opal SM, Calandra T, Clumeck N, Farrar J dkk, penyunting. Infectious Diseases. Edisi ke-3. United State: Mosby Elsevier, 2010: h 665-666.

10.Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10.

Jakarta: EGC,

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Sistem layanan mailbox pada penelitian ini berfungsi untuk mendapatkan sinyal wicara yang akan diolah pada proses speech to text format file yang diperoleh dari

“Saya melihat bahwa pelibatan ASN di acara kegiatan Partai Golkar itu adalah sebuah kepentingan jabatan dimana bupati selaku atasan dari ASN di lingkup

Kegiatan menetapkan laboratorium rujukan pelayanan laboratorium rujukan untuk seluruh kegiatan permintaan pelayanan pemeriksaan laboratorium hematologi,

Penelitian ini terdiri dari lima tahap, yaitu (a) karakterisasi olein sawit kasar dan adsorben yang akan digunakan pada proses adsorpsi, (b) penentuan kondisi kesetimbangan

UNAIR NEWS – Tiga mahasiswa yang tergabung dalam anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Penalaran (UKM Penalaran) Universitas Airlangga berhasil menyabet juara I pada Lomba Karya

(3) faktor- faktor penghambat pelaksanaan SMM ISO 9001:2008 di SMK Negeri 1 Wonogiri yaitu: kurangnya pemahaman personel terhadap SMM ISO 9001:2008, koordinasi antara lini kerja

This study is based on Teaching English for Young Learners and suggested techniques of Teaching English to Young Learners; media (pictures, real objects, puppets) ,

Penelitian ini pada dasarnya untuk menganalisis indeks erosivitas serta mengetahui besarnya erosivitas berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti jenis