• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksperimentasi Terapi Musik untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Verbal dan Non Verbal pada Anak Autistik di SLBN Semarang T1 852005002 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksperimentasi Terapi Musik untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Verbal dan Non Verbal pada Anak Autistik di SLBN Semarang T1 852005002 BAB I"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu.1 Kata autisme ini berasal dari bahasa Yunani yaitu, “autos” atau “sendiri”, yang dapat diartikan memiliki keanehan dalam bersosialisasi dengan dunia di luar dirinya.2

Saat ini, autisme merupakan salah satu hal nyata yang ramai dibicarakan. Jumlah penyandang autisme berkembang sangat pesat baik di negara-negara maju maupun negara berkembang. Angka penyandang autisme di Jepang dan Kanada meningkat 40 persen sejak 1980. Di California tercatat pada tahun 2002, terdapat sembilan kasus autisme per hari. Di Inggris pada awal tahun 2002, dicurigai satu diantara 10 anak menderita autisme. Untuk negara Indonesia sendiri, data yang diperoleh baru

terkumpul dari catatan dokter yang menangani kasus anak dengan autisme dan penerimaan siswa di sekolah-sekolah. Pada tahun 2008, tercatat dokter-dokter di Indonesia menangani tiga sampai lima penyandang autisme setiap harinya. Kemudian, data terbaru menyebutkan, prevalensi anak autistik di Indonesia meningkat pada tahun 2011, menjadi delapan dari tiap 1000 anak.

(2)

2

Angka perbandingan kejadian autisme antara laki-laki dan perempuan adalah 4 : 1, namun bila terjadi pada anak perempuan biasanya akan menunjukkan gejala yang lebih parah.3 Tingginya angka kejadian yang menimpa anak laki-laki disebabkan oleh tingginya kadar testosteron. Pada sel saraf, testosteron yang meningkat akan menurunkan kemampuan sel untuk menghidupkan RORA4, sementara RORA bertugas menghidupkan gen lain.5

Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai autisme. Sebuah sumber menyatakan bahwa autisme adalah gangguan pada saraf yang ditandai dengan lemahnya kemampuan kognitif, komunikasi dan kemampuan sosial.6 Terhambatnya perkembangan komunikasi inilah yang juga akan berimbas pada terbatasnya kemampuan interaksi sosial penyandang autisme.

Para penyandang autisme memiliki kecenderungan tidak responssif terhadap percakapan yang terjadi dengan orang di sekitarnya. Sekalipun ada yang mampu terlibat dalam percakapan dan merespons, namun mereka akan kesulitan menjaga percakapan tetap pada topik semula dan umumnya akan mengemukakan respons-respons yang tidak berhubungan dengan percakapan yang sedang terjadi. Gangguan komunikasi para penyandang autisme ini pun berbeda-beda tingkatannya. Mulai dari keterlambatan perkembangan penggunaan bahasa yang ekspresif sampai pada kemampuan bahasa yang tidak berkembang sama sekali.

3 http://autism.blogsome.com/2006/09/10/

4Related Orphan Receptor A http://www.ncbi.nlm.nih.gov/gene/6095

5 Lusia Kus Anna, Edukasi.kompas.com/read/2011/02/19/0910417/ mengapa.autisme.sering.dialami.anak.laki-laki

(3)

3

Selain dari segi komunikasi, autisme juga ditandai dengan kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial secara ekstrim. Bermacam cara pun ditempuh untuk mencari solusi bagi kesembuhan penyandang autisme, seperti terapi sensor-motorik, terapi sensor-auditif, Applied Behaviour Analysis (ABA)7 dan juga terapi musik. Namun memang belum ada satu terapi ataupun program yang bisa menolong semua penyandang autisme. Ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa individu autisme itu unik dan mereka merespons satu macam terapi dengan cara yang berbeda-beda pula. Dapat terjadi berhasil dalam menggunakan salah satu metode/terapi untuk seorang anak tetapi, hasil yang berbeda ditunjukkan ketika terapi tersebut ditujukan pada individu lainnya.

Beberapa penulis menyatakan bahwa musik berperan sebagai rangsangan yang bersifat tidak mengancam bagi anak/dewasa dengan autisme karena tidak banyak melibatkan kontak secara langsung dengan orang lain. Menurut Heaton dalam The Effects of Music Therapy on The Social Behavior of Children with Autism oleh Jane L. Barrow-Moore, musik sering digunakan baik dalam bidang edukasi maupun terapeutik bagi individu dengan autisme dan tercatat bahwa para penyandang autisme ini cenderung memiliki sensitivitas yang tidak biasa terhadap musik.8 Dari hasil riset pun dilaporkan bahwa anak autistik merespons musik dengan kapasitas yang baik.9 Kenyataan ini memperkuat alasan mengapa musik dipakai sebagai

7 Brenda Scheuermann dan Jo Webber, Autism|Teaching Does Make a Differences (Canada: Wadsworth, 2002), 28. Dikenal juga, secara informal sebagai tehnik modifikasi perilaku. ABA dilakukan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak pantas serta mengajarkan perilaku baru.

8 Jane L. Barrow-Moore, The Effects of Music Therapy on The Social Behavior of Children with

(4)

4

salah satu sarana yang digunakan untuk mendorong perkembangan anak autistik. Adanya elemen kesenangan yang berulang, mendorong kreativitas dan ekspresi diri, musik pun mempengaruhi banyak hal seperti kognitif, fisik, sistem saraf dan bagian emosional.

Anak dengan autisme pun berhak dan layak untuk mendapatkan terapi dan perlakuan yang baik sehingga diharapkan dengan begitu anak-anak autistik dapat tumbuh menjadi dewasa yang mandiri dengan segala kekurangan yang dimilikinya.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana peran musik berkarakter sebagai berikut: memiliki interval melodi yang bergerak melangkah dan melompat, serta memiliki polaritme sederhana berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi anak dengan autisme dalam proses terapinya?

C. Tujuan Penelitian

(5)

5 D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, baik dalam lingkup SLBN Semarang maupun dalam lingkup Fakultas Seni Pertunjukan, terutama orang-orang yang membutuhkan informasi mengenai terapi musik yang mungkin dilakukan terhadap anak autistik. Selain itu, manfaat yang dirasakan secara langsung oleh penulis yaitu bertambahnya pengalaman serta pengetahuan mengenai proses pembuatan karya sederhana, terapi musik dan autisme.

E. Batasan Masalah

Untuk menghindari perluasaan pembahasan, maka dalam penelitian ini, penulis membatasi pembahasan pada:

Anak dengan autisme memiliki kondisi mental, sosial dan emosional yang berbeda dibandingkan dengan anak normal pada umumnya.

Anak normal umumnya usia empat tahun sudah kemampuan komunikasinya sudah dapat memebentuk 4-5 kata dalam sebuah kalimat, bercerita, dan menanyakan arti sebuah kata10.

Terapi musik ditujukan untuk anak autistik.

F. Batasan Istilah

Eksperimentasi adalah percobaan sistematis dan berencana (untuk membuktikan kebenaran suatu teori dsb).11

10 Rohmani Nur Indah, http://www.jurnallingua.com/edisi-2006/4-vol-1-no-1/26-proses pemerolehan-

bahasa-dari-kemampuan-hingga-kekurangmampuan-berbahasa.html

(6)

6

Terapi merupakan usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit perawatan penyakit.12 Dalam penelitian ini musik digunakan sebagai media untuk terapi. Sedangkan terapi musik dapat digambarkan sebagai penggunaan suara dan musik dalam rangka mengembangkan hubungan antara anak/dewasa dan terapis untuk mendukung baik secara fisik, mental, sosial dan emosional.13

Komunikasi sendiri menurut Cliffort T. Morgan, yaitu rangsangan yang dibuat oleh suatu organisme yang mengandung makna bagi organisme lain sehingga berpengaruh terhadap perilaku.14

Anak autistik adalah anak-anak yang menunjukan gangguan pola perilaku termasuk menjauhkan diri secara sosial dan menyendiri secara ekstrim.15

G. Metode Penelitian

Secara garis besar terdapat dua hal yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu: 1) pembuatan lagu sederhana; dan 2) pengaplikasian lagu tersebut kepada anak-anak autistik.

Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang yang berada di daerah Mangunharjo, Tembalang. Sekolah Luar Biasa ini memiliki beberapa program berkaitan dengan musik. Pertama, adalah program terapi musik untuk anak autistik; kedua, program musik sebagai hiburan; dan yang terakhir adalah program musik prestasi. Bagi anak autistik yang mau mengikuti program terapi musik di SLB ini

12Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1506. 13 Leslie Bunt, The Social Pshycology of Music (Oxford University Press, 1999), 251.

(7)

7

disyaratkan sudah mengikuti terapi perilaku, sehingga sudah lebih tenang dan dapat diatur.

Program terapi musik untuk anak autistik ini berlangsung pada hari Senin, Selasa, Rabu, Jumat dan Sabtu. Tiap harinya dimulai pada pukul 07.30 WIB sampai dengan 09.00 WIB. Masing-masing anak mendapatkan kesempatan terapi musik satu kali dalam seminggu selama @ 45 menit. Jumlah anak autistik yang mengikuti terapi hanya dua orang setiap harinya, kecuali hari Sabtu yang mencapai empat orang.

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah empat orang dan semuanya berjenis kelamin laki-laki dengan rentang usia antara lima hingga tujuh tahun. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sebagian besar sudah memiliki artikulasi yang cukup bisa dipahami tetapi ada juga yang artikulasinya belum jelas. Beberapa diantaranya masih mengalami echolalia16, sementara yang lain tidak terlalu aktif menggunakan komunikasi verbal. Selain itu, beberapa partisipan sudah dapat melakukan kontak mata walaupun frekuensinya masih relatif sedikit. Kontak mata pun terjadi dalam waktu yang sangat terbatas dan terkadang harus diarahkan terus menerus. Kontak mata menjadi penting karena merupakan sebuah jembatan agar terapis dapat memberikan instruksi kepada anak. Dalam hal ekspresi saat berkomunikasi, kemampuan mereka pun berbeda-beda. Sebagian dapat dengan tepat menunjukan apa yang dirasakan namun sebagian lainnya berkomunikasi dengan ekspresi yang datar. Satu hal yang menarik bahwa mereka memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap instrumen perkusi, baik rebana maupun drum set yang ada di ruang terapi musik.

(8)

8

Lagu sederhana yang dibuat akan menyesuaikan dengan range/wilayah suara anak-anak, dan tujuan lagu tersebut. Tujuan lagu ini adalah untuk melatih komunikasi umum bagi anak, seperti mengucapkan nama dirinya, nama terapis dan “selamat pagi”. Berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka rentang nada pada lagu ini hanya akan berada di seputar c4 sampai dengan g417. Karena itulah maka C mayor menjadi pilihan tonalitas yang dianggap paling ideal. Tonalitas C mayor pun secara keseluruhan memiliki karakteristik yang menggambarkan kemurnian, tidak bersalah, kesederhanaan, tidak dibuat-buat, dan percakapan anak-anak18. Pilihan interval pun mayoritas pergerakan antara interval dua dan tiga. Dimana interval 2 memiliki gambaran suasana senang, gembira dan suasana positif. Sedangkan untuk interval 3 menggambarkan kegembiraan dan optimistis19. Selain itu tempo yang dipilih adalah berkisar 90-120MM untuk menyesuaikan dengan irama detak jantung anak-anak per menit. Lirik yang digunakan bersumber dari kata-kata yang diucapkan anak-anak sebelum tiap sesi dimulai.

Repetisi banyak dibuat untuk membantu partisipan mengingat dan menirukan kata-kata yang dipakai. Ada pula bagian yang dinyanyikan bersamaan dengan terapis tetapi ada juga yang dinyanyikan secara bergantian. Metode semacam ini membantu anak mengenal giliran dan bertukar peran, misalnya: tentang siapa yang diikuti dan siapa yang

17

Debbie Cavalier, Wriring Music for Children: A 10 Point Kid Tested Checklist for Success

http://www.artistshousemusic.org/articles/writing+music+for+children+a+10+point+kid+tested+che cklist+for+success

18

Christian Schubart's Ideen zu einer Aesthetik der Tonkunst (1806) translated by Rita Steblin in A History of Key Characteristics in the 18th and Early 19th Centuries. UMI Research Press (1983). http://www.wmich.edu/mus-theo/courses/keys.html

19 Music, Musical Know-How and Music Technology for You, 2003.

(9)

9

mengikuti. Fungsi lainnya adalah membantu anak mengendalikan dirinya, yaitu kapan harus diam dan mendengarkan orang lain berbicara, dan saat kapan anak memiliki kesempatan untuk berbicara/bernyanyi/terlibat dalam sebuah komunikasi.

Proses pengumpulan data pertama-tama melalui wawancara dengan orang tua anak, kemudian dari para terapis lain yang juga menangani anak tersebut. Data yang dikumpulkan antara lain berisi latar belakang dalam keluarga, respons musikal, perilaku sehari-hari atau kebiasaan-kebiasaan. Data-data yang terkumpul dapat dijadikan sebuah assessment20. Dari hasil

assessment tersebut dapat dijadikan acuan untuk menentukan langkah

selanjutnya, yaitu memperkenalkan lagu yang akan digunakan untuk membantu tujuan yang diinginkan. Setelah pengumpulan data selesai, barulah dilanjutkan dengan tahap mengujicobakan lagu kepada partisipan.

Ada dua macam tipe penelitian yang dapat membantu untuk melakukan penelitian ini, yaitu metode penelitian eksperimental dan metode single system research. Keduanya memang banyak digunakan dalam penelitian

yang menggali lebih dalam mengenai “akan menjadi seperti apa, bila seseorang diberi suatu treatment/stimulus tertentu”.

Single system research21 lebih dipilih karena dengan metode ini dapat

memonitor perubahan perilaku beberapa jumlah anak selama terapi musik dilakukan. Sedangkan metode penelitian eksperimental lebih banyak digunakan dalam penelitian yang melibatkan beberapa grup. Dalam metode

20 Kate E. Gfeller & William B. Davis, An Introduction to Music Therapy| Theory and Practice,

(The McGraw-Hill Companies, 1999), 276. Dalam buku ini menyatakan assesment adalah sebuah analisis mengenai kemampuan seseorang, kebutuhan-kebutuhannya dan problem yang dialami dan ini dilengkapi sebelum melangkah kepada treatment (Cohen & Gericke 1972; Punwap 1988).

21 Kate E. Gfeller & William B. Davis, An Introduction to Music Therapy| Theory and Practice,

(10)

10

yang dikenal dengan SSR ini terdapat tiga tahapan yang dapat diaplikasikan, yaitu:

1. Baseline: merupakan periode dimana pemberlakuan terapi musik

tidak diterapkan. Perilaku-perilaku anak dalam kejadian sehari-hari yang sesungguhnya akan terlihat.

2. Intervention: merupakan periode dimana pemberlakuan terapi

musik diterapkan. Dengan kata lain bagaimana anak-anak autistik ini akan merespons selama proses musik terapi.

3. Reversal: periode disaat pemberlakuan terapi musik dihentikan. Reversal ini membantu menegaskan perubahan perilaku terjadi dikarenakan perlakuan yang telah dilalui.

Dalam penelitian ini, respons verbal, kontak mata dan non-verbal anak autistik akan menjadi dependent variable. Nantinya dependent variable ini yang akan dihitung berapa banyak munculnya dalam suatu sesi terapi.

Kemudian periode baseline akan dilaksanakan selama dua sesi untuk mengumpulkan dan mengetahui bagaimana perilaku dan karakteristik masing-masing anak, berikut dengan kelebihan dan kekurangannya. Langkah kedua yaitu intervention akan dilakukan selama empat sesi, dimana komposisi yang telah dibuat akan diperkenalkan dan diarahkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan tahapan terakhir, yaitu reversal juga akan dilaksanakan selama dua sesi.

(11)

11

lambaian tangan/berjabat tangan (respons non-verbal), menyapa atau mengucapkan salam (mengatakan”selamat pagi” dan menyebut nama

terapis/guru), dan respons verbal lain yang dirasa tepat (kata-kata yang diucapkan akan dicatat). Respons verbal lain yang termasuk dalam kategori tepat antara lain, satu suku kata dari sebuah kata misalnya “-gi” pada kata “pagi”. Adapun waktu yang paling lama untuk menanggapi/merespons

adalah lima detik. Catatan lapangan ini akan menjadi data primer dalam penyusunan hasil penelitian.

Langkah yang digunakan pada saat tahap intervention dilakukan adalah memperdengarkan lagu sembari menyanyikannya dan mengajak para partisipan untuk mengikuti/menirukan. Kemudian beberapa bantuan yang digunakan adalah gambar, tulisan yang mengikuti lirik yang sedang dinyanyikan, dan juga memberikan tanda-tanda instruksi melalui gerakan tubuh.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dukungan anggaran kegiatan deteksi/penyelidikan intelijen, pengamanan dan penggalangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f, harus dibuat rencana kegiatan

setelah cek jam perkelas tidak ada kejanggalan maka kita cek kesesuaian antara jumlah jam dan prnrmpatan guru dengan menggunakan menu tes yaitu klik – jadwal- klik –tes-.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengetahui proses berpikir siswa dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dalam menyelesaikan soal

Permasalahan yang terjadi adalah masih ditemukan sekolah yang kurang mengembangkan kreativitas dan hanya berfokus pada baca, tulis dan hitung sedangkan kreativitas

Tujuan umum yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah untuk merancang modul pembelajaran prosedur pembersihan dan penataan kamar mandi berbasis discovery

Namun, dengan terdapatnya unsur ketidakpastian dalam mekanisme transmisi, penggunaan policy rule tersebut tidak dimaksudkan untuk digunakan secara kaku (strict). Dalam hal ini,

Berdasarkan hasil sintesis nanopartikel dari pasir silika dan kuarsit tampak bahwa sintesis nano silika dengan metode alkali fusion diperoleh ukuran partikel yang