• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING PADA GURU-GURU SEKOLAH DASAR LUAR BIASA TUNARUNGU CICENDO MELALUI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING PADA GURU-GURU SEKOLAH DASAR LUAR BIASA TUNARUNGU CICENDO MELALUI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

GURU-GURU SEKOLAH DASAR LUAR BIASA TUNARUNGU

CICENDO MELALUI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu

Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

Promovendus

Lela Helawati Pridi

NIM. 0806579

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

MODEL PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN PENERAPAN

PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING PADA

GURU-GURU SEKOLAH DASAR LUAR BIASA CICENDO

MELALUI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

Oleh

Lela Helawati Pridi

BA, IKIP Bandung, 1979

Dra. IKIP Bandung, 1980

M.Pd. UPI Bandung, 2002

Dr. UPI Bandung, 2015

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Prodi Bimingan dan Konseling

©

Lela Helawati Pridi

2015

Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

Promotor Merangkap Ketua:

Prof. Dr. Ahman, M.Pd.

NIP.19590104 198503 1002

Ko-Promotor Merangkap Sekretaris

Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf L N, M.Pd.

NIP.19520620 198002 1001

Anggota

Dr. H. Zaenal Alimin, M.Ed.

NIP.19590324 198403 1002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

Lela Helawati Pridi. 2014.”Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling pada Guru Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu Cicendo Melalui Pelatihan Berbasis

Kompetensi”. Disertasi. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ahman, M.Pd. (promotor); Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. (ko-promotor); dan Dr. H. Zaenal Alimin, M.Ed. (anggota). Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kompetensi guru Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu Cicendo dalam melaksanakan tugas tambahan sebagai guru bimbingan dan konseling, melalui pelatihan berbasis kompetensi. Masalah penelitian: tidak adanya guru bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu Cicendo Bandung.Teori yang mendasari penelitian ini mengacu kepada pengembangan program pelatihan berbasis kompetensi dengan implementasi model ADDI (Analysis,

Design, Development, Implementation, dan Evaluation).Metode penelitian menggunakan penelitian dan

pengembangan yang terdiri dari empat tahapan utama, yaitu: studi pendahuluan, pengembangan model, validasi model, dan implementasi model.Sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) guru-guru masih sangat tidak kompeten dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling, baik pada kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesional; dan (2) model pelatihan berbasis kompetensi ini efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan guru Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu Cicendo Bandung dalam menjalankan tugas tambahan sebagai guru bimbingan dan konseling, terbukti setelah mengikuti pelatihan, kompetensi guru-guru mengalami kenaikan sebesar: 14,6, yakni dilihat dari rerata skor pretest sebelum pelatihan sebesar 13,7 dan rerata skor posttest sebesar 28,3. Rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada lembaga pelatihan, antara lain: Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Luar Biasa atau lembaga lain terkait, untuk ditindaklanjuti di Sekolah Dasar Luar Biasa-Sekolah Dasar Luar Biasa lain dengan menggunakan pelatihan berbasis kompetensi; rekomendasi berikutnya bagi peneliti lain yang berminat.

Kata Kunci: Model pelatihan berbasis kompetensi, kompetensi guru, layanan bimbingan dan

(5)

Guidance and Counseling in Primary Teachers in Special School Deaf Cicendo Through Competency-Based Training”. Dissertation. Supervised by: Prof. Dr. Ahman. M.Pd. (Promotor); Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf L N, M.Pd. (Co-promotor); and Dr. H. Zaenal Alimin, M.Ed. (Member). Guidance and Counseling Study Program, Graduate School, University of Education Indonesia, Bandung.

The purpose of this research is to improve the competence of Primary Teachers in Special School Deaf Cicendo, in carrying out additional duties as a guidance and counseling teacher, through competency-based training. The research problem: the lack of guidance and counceling teacher in Primary School for the Deaf Cicendo Bandung. The underlying theory of this study refers to the development of competency-based training program with implementation of the ADDIE model (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). The research methodology is applying the research and development that consists of four main stages, which are: preliminary study, model development, model validation, and model implementation. The r esearch sample is using purposive sampling technique. The results showed that: (1) teacher are still very incompetent in guidance and counseling, both on pedagogical and professional competence; and (2) this competency-based training model is effective to improve the knowledge and perception of Extraordinary School Teacher Cicendo Bandung, in carrying out the additional duties as a guidance and counseling teacher, that is proved after the training, the competence of teacher increased by: 14,6, which is seen from a pretest mean score of 13,7 before the training and post test mean score of 28,3. This recommendations study is aimed to training institution, which is: Center for Empowerment of Teachers and Education Personnel Kindergarten and Special Education, or other relevant institutions, to follow up on Primary Special School-Primary School Extraordinary other by using a competency-based training; following recommendations for other researchers who are interested.

Keywords: Competency-based training model, the competence of teachers, guidance and

(6)

PERNYATAAN………..…………... iii

C.Fokus dan Pertanyaan Penelitian………..………..………...

D.Tujuan Penelitian………..………..…

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL MODEL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BAGI GURU SDLB

A.Karakteristik Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus………. B.Kompetensi Guru SDLB dalam Melaksanakan Layanan BK……… C.Peningkatan Kompetensi Guru SDLB dalam Melaksanakan BK melalui Pelatihan….. D.Model-model Pelatihan……….……….. E. Pola Pelatihan BK bagi Guru SDLB ….……… F. Kerangka Konseptual Model Pelatihan Bimbingan dan Konseling bagi Guru SDLB

22

BAB III METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Penelitian…………..……….

B.Desain Penelitian………..……….. C.Metode Penelitian….…...………

D.Definisi Operasional……….………...………..……..

(7)

A.Hasil Penelitian……….……….………. B.Model Pelatihan yang Dikembangkan……….………...

C.Pembahasan Hasil Penelitian………..…...

131 145 172

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Simpulan………...

B.Rekomendasi………..…………

183 185

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Masalah kualitas pendidikan di Indonesia erat sekali kaitannya dengan

kualitas sumber daya manusia.Kualitas pendidikan merupakan suatu kondisi baik

tidaknya layanan dan hasil pendidikan di suatu lembaga pendidikan berdasarkan

kriteria ideal dan harapan masyarakat. Suatu pendidikan dikatakan berkualitas

jika sudah sesuai dengan indikator utama yang sudah ditentukan.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, maka sumber daya manusia

perlu ditingkatkan kulitasnya. Salah satu pilar terpenting adalah melalui pendidikan,

karena pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan sangat

penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan

bahkan akan terbelakang, maka pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk

menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, disamping memiliki

budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan diri peserta didik, pemenuhan

kebutuhan hidup secara material maupun non material, memperoleh manfaat dari

ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas kehidupan dimasa

yang akan datang. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 3.

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008,

bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, ditetapkan Peraturan

(9)

Pendidikan, di antaranya mengatur tentang standar pendidik yang menjadi acuan

sekaligus kriteria dalam menetapkan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.

Tujuan pendidikan yang diharapkan adalah ”mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,

memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian

yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, guru

sebagai tenaga profesional, wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan

memiliki kompetensi akademik sebagai agen pembelajaran, sertifikat pendidik,

serta sehat jasmani dan rohani, sebagaimana yang diamanatkan oleh

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

dengan mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia (RI) No.14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat (1) dengan tegas menjelaskan bahwa: Guru adalah tenaga profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia sekolah pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Melihat tugas guru seperti yang dipaparkan di atas, maka guru merupakan

faktor utama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan

meningkatkan mutu pendidikan di tingkat satuan pendidikan, melalui proses

pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus memiliki kemampuan yang memadai dan

terstandar dalam hal menyerap berbagai inovasi pendidikan untuk memecahkan

masalah-masalah pendidikan, dan mewujudkan proses pembelajaran yang

berkualitas. Kualitas akademik berkaitan erat dengan tingkat pendidikan minimal

yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Hal ini dapat dibuktikan dengan ijazah

dan/atau sertifikat keakhlian yang relevan sesuai dengan ketentuan

(10)

mempunyai kemampuan kinerja yang sesuai dengan standar kualifikasi akademik

dan kompetensi guru sebagai pendidik profesional.

Kualifikasi akademik dan kompetensi profesional sebagai agen pembelajaran

yang harus dimiliki oleh seorang guru, telah ditetapkan secara khusus dalam

peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar

Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, juga menurut Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

pada Pasal 39 ayat (2), menyatakan bahwa ”pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan”.

Untuk mewujudkannya, maka dalam Permenpan No. 16 Tahun 2009 Bab 4

Pasal 10 tentang instansi pembina dan tugas instansi tercantum pernyataan bahwa

membina jabatan fungsional guru menurut perundang-undangan dengan fungsinya

antara lain: (1) penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis

fungsional guru; (2) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis

dan penetapan sertifikasi guru. pada (Bab 5, Pasal (11) Sub Unsur (b) pembimbingan

dan tugas tertentu, meliputi (1) melaksanakan proses bimbingan, bagi guru BK, (2)

pengembangan keprofesian berkelanjutan, meliputi; (a) pengembangan diri yaitu

diklat fungsional.

Pada Bab 7 Pasal 13 ayat (1) tentang rincian guru kelas, (a) melaksanakan

layanan BK di kelas yang menjadi tanggung jawabnya”. Ayat (3) tentang rincian kegiatan guru BK: (a) menyusun kurikulum BK; (b) menyusun silabus BK; (c)

menyusun satuan layanan BK; (d) melaksanakan BK per semester; (e) menyusun

alat ukur/lembar kerja program BK; (f) mengevaluasi proses dan hasil BK; (g)

menganalisis proses dan hasil BK; (h) menganalisis hasil BK; (i) melaksanakan

pembelajaran/perbaikan dan tindak lanjut BK dengan memanfaatkan hasil evalusi

(j) menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar

(11)

induksi; (l) membimbing peserta didik pada kegiatan ekstrakurikuler proses

pembelajaran; (m) melaksanakan pengembangan diri; (n) melaksanakan publikasi

ilmiah; dan (o) membuat karya inovatif”.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka dalam Peraturan Pemerintah

RI No.19 Tahun 2005 pada Bab VI Pasal 28 ayat (1) terdapat pernyataan bahwa ”Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Tujuan lembaga sekolah dapat dicapai secara maksimal apabila tenaga guru memiliki kompetensi yang telah ditetapkan

pemerintah, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi

sosial, dan kompetensi profesional.

Kenyataan dilapangan berdasarkan hasil analisis Pendidikan dan Latihan

Profesi Guru (PLPG) khususnya guru-guru sekolah dasar selama peneliti

ditugaskan menjadi instruktur di PLPG Rayon Universitas Pasundan sejak tahun

2009 sampai dengan 2014, masih banyak guru-guru yang kurang memenuhi

kompetensi profesional, hal ini dibuktikan kurangnya pengetahuan dan wawasan

tentang materi yang akan diajarkan, karena mereka mengajar hanya mengandalkan

satu buku sumber, yakni buku pegangan peserta didik, sehingga pengetahuan guru

tergantung buku sumber tersebut.

Kenyataan seperti hal di atas menunjukkan bahwa daya inovasi dan

kreativitas guru sekolah dasar masih perlu ditingkatkan. Keadaan seperti ini dapat

menjatuhkan wibawa guru sehingga pengakuan terhadap profesi guru semakin

menurun. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu kiranya merubah paradigma

kebiasaan guru-guru untuk mengandalkan hanya satu buku sumber, sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menyatakan

bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

(12)

menengah. Berdasarkan catatan dari Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK

Kemdiknas Tahun 2010, masih terdapat sejumlah permasalahan yang terkait dengan

profesi guru yang harus segera mendapat penanganan dan pemecahannya. Masalah

lainnya adalah tentang beban mengajar guru yang sangat bervariasi antara daerah

yang satu dengan daerah lainnya, merupakan masalah yang berkelanjutan dan

sangat berkaitan dengan masalah kelebihan dan kekurangan guru. Hal ini

berdampak pada proses inovasi pembelajaran yang menekankan pada

pembelajaran keaktifan peserta didik di sekolah, yakni melaksanakan pembelajaran

aktif interaktif kreatif efektif dan menyenangkan (PAIKEM).

PAIKEM dapat membangkitkan motivasi dan tantangan bagi peserta didik

untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, dan memberikan kesempatan yang

luas kepada peserta didik untuk memiliki inisiatif, kreativitas, dan kemandirian,

sesuai dengan standar nasional pendidikan. Untuk pembelajaran seperti ini,

dituntut guru memahami betul berbagai strategi, metode, pendekatan, media

pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.

Kenyataan di lapangan menurut hasil analisis peneliti selama peneliti

ditugaskan menjadi instruktur dalam pelatihan pengawas sekolah dari tahun 2010

sampai dengan tahun 2012, dimana pelaksanaannya in-on-in (in-service-Learning

1- On The Job Learning selama satu bulan dan (In Service Learning 2) di beberapa

provinsi dan diberi tugas untuk mendampingi para pengawas sekolah tersebut di

beberapa sekolah binaannya, peneliti mendapat data bahwa kurangnya

pengetahuan dan wawasan baik pengawas, kepala sekolah maupun guru-guru,

terutama tenaga kependidikan yang berasal dari daerah terpencil, seperti materi

pelajaran, strategi, metode, pendekatan, media pembelajaran yang sesuai dengan

materi yang akan diajarkan. Begitu pula halnya dengan PAIKEM maupun

tematik, di beberapa tempat tenaga kependidikan ada yang belum mengenalnya.

Hal ini sangat memprihatinkan, dan perlu pemikiran bersama dalam

(13)

Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah sebagaimana dinyatakan dalam

Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007. Hasil wawancara dengan pengawas

sekolah dan guru-guru di beberapa provinsi selama peneliti ditugaskan

memberikan materi diklat dan mendampingi para pengawas ke sekolah-sekolah

binaan (in-on-in), masih banyak guru-guru yang merangkap menjadi kepala

sekolah dan memegang beberapa kelas (satu sekolah hanya dipegang 2-3 orang

guru merangkap kepala sekolah), juga guru-guru di daerah terpencil masih

banyak yang tidak berlatar belakang keguruan.

Peraturan perundang-undangan yang mengamanatkan bahwa guru harus

memiliki kualifikasi akademik minimal S-1/D-IV, memiliki kompetensi sertifikat

pendidikan, sampai saat ini belum terpenuhi sepenuhnya, dalam Hernawan, A H

(2012, hlm. 9) bahwa guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV

sampai dengan tahun 2009 jumlahnya masih sekitar 57,42 %, juga belum semua

guru mendapatkan program peningkatan kompetensi, sehingga masih banyak

guru yang berkompetensi rendah.

Masalah kualifikasi akademik pendidikan guru dan guru BK di Indonesia,

seperti yang telah dipaparkan di atas, perlu kiranya memikirkan upaya apa untuk

mengembangkan sumber daya manusia agar ke depan berubah ke arah yang lebih

baik, karena kualifikasi akademik merupakan salah satu prasyarat utama layak

tidaknya seorang guru melaksanakan tugas kependidikan.

Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut di atas, maka guru diwajibkan

belajar secara terus menerus untuk Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

(PKB), sesuai dengan Peraturan Menteri Kementerian Pendidikan nasional No.

10 Tahun 2009 tertanggal 2 Maret 2009 tentang sertifikasi guru, kebijakan

nasional dalam bidang pendidikan mensyaratkan guru sebagai tenaga profesional

di sekolah perlu memiliki sertifikasi tenaga pendidik, tuntutan terhadap guru agar

(14)

akan berpengaruh kepada penilaian kinerja guru. Hasil penilaian kinerja, akan

menentukan jumlah angka kredit yang bersangkutan untuk kenaikan jenjang

kepangkatan guru. Tuntutan terhadap kualifikasi guru dipertegas lagi dengan

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka

kreditnya. Hal ini tercantum dalam buku PKB Bab Pendahuluan hal.2 bahwa: Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dikembangkan berda sarkan profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil penilaian kinerja guru, didukung oleh hasil evaluasi diri. Jika hasil penilaian kinerja guru masih berada di bawah standar kompetensi yang dipersyaratkan, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan yang diorientasikan sebagai pembinaan dalam pencapaian standar kompetensi guru. Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerja nya sudah mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan, kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan diarahkan kepada pengem bangan kompetensi untuk memenuhi layanan pembelajaran berkualitas dan peningkatan karir guru.

Kompetensi guru ke depan akan dinilai secara terus menerus dan

berke-lanjutan melalui penilaian kinerja guru, yakni melalui penilaian portofolio dalam

bentuk dokumen tentang kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan,

pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, proses

pembelajaran di kelas, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik,

gagasan pengembangan profesi, keikutseraan dalam forum ilmiah, pengalaman

organisasi di bidang kependidikan dan sosial, serta penghargaan lainnya yang

relevan dengan bidang pendidikan.

Untuk guru BK/konselor, pelaksanaan penilaian kinerja dilakukan dengan

pengamatan dan/atau pemantauan. Pengamatan adalah kegiatan penilaian terhadap

pelaksanaan layanan BK, layanan bimbingan kelompok, dan/atau layanan

konseling kelompok tidak termasuk layanan konseling individual, sedangkan

pemantauan adalah kegiatan penilaian melalui pemeriksaan dokumen, wawancara

dengan guru BK/konselor dan/atau wawancara dengan warga sekolah. Khusus

untuk layanan konseling individual, pemantauan dilakukan melalui transkrip

(15)

proses pembimbingan baik yang dilakukan dalam kelas maupun di luar kelas, baik

pada saat pembim- bingan individu maupun kelompok. Sama halnya dengan

penilaian kinerja guru kelas/mata pelajaran, penilaian kinerja guru BK/konselor

juga dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis dokumen perencanaan

maupun dokumen pendukung lainnya serta catatan hasil pengamatan maupun hasil

wawancara dengan peserta didik, orang tua dan teman guru bersangkutan dengan

rubrik penilaian yang telah tersedia dalam paket instrumen penilaian kinerja.

Ada juga organisasi profesi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia

(ABKIN) sebagai organisasi profesi konseling di Indonesia yang mengembangkan

tugas dalam mengembangkan profesi BK turut serta mendukung pelaksanaan

kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kemampuan guru BK di

sekolah melalui pendidikan dan pelatihan dalam jabatan.

ABKIN selaku asosiasi profesi yang telah berjuang keras dan berpartisi- pasi

aktif, dan berhasil dalam upaya agar dikeluarkannya Keputusan Peraturan Menteri

(Permen) No. 27 Tahun 2008 oleh pemerintah, tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Konselor serta Kode Etik Profesi Bimbingan dan

Konseling sebagai landasan bekerjanya seorang Konselor. Aturan-aturan tersebut

menuju ke arah standar kompetensi konselor yang diharapkan, yaitu berhasil.

Keberadaan guru sangat menentukan keberhasilan program kegiatan sekolah. Dalam

mengelola pembelajaran hendaknya guru dapat menciptakan kondisi yang kondusif,

sebagaimana tercantum pada PP No. 19 Tahun 2005 Bab IV, Pasal 19 (1), yang menyatakan ”perlunya partisipasi aktif peserta didik”. Menurut Kartadinata, S (2003, hlm. 3):

(16)

Khusus untuk guru BK, mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia No 27 Tahun 2008, tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Konselor, pada Pasal 1 ayat (1) “untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan

kompetensi konselor yang berlaku secara nasional”. Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan BK yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan

memandirikan konseli dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk

mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan

umum, terutama dalam jalur pendidikan formal dan nonformal yang disebut

konselor. Tentang kompetensi konselor ini tercantum dalam pendahuluan

permendiknas No 27 Tahun 2008 paragraf ketiga, yakni;

Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli BK senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli, dan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan.

Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan ”sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur” (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (6). Masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor,

memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Standar kualifikasi

akademik dan kompetensi konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar

kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.

Adapun sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik

dan profesional sebagai satu kesatuan yang utuh. Kompetensi akademik

merupakan landasan ilmiah untuk melaksanakan pelayanan BK, juga merupakan

landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, terdiri dari: (1) memahami

secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka

teoretik BK, (3) menyelenggarakan pelayanan BK yang memandirikan, dan (4)

(17)

Unjuk kerja konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan ke

empat hal tersebut di atas, yang dilandasi oleh sikap, nilai, serta kenderungan

pribadi yang mendukung. Kompetensi akademik dan profesional konselor atau

guru BK secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik,

kepribadian, sosial, dan profesional.

Kompetensi akademik konselor atau guru BK, prosesnya melalui pendidikan

formal jenjang strata satu (S-1) bidang BK, yang bermuara pada penganugerahan

ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang BK, sedangkan kompetensi

profesional merupakan penguasaan penyelenggaraan BK, yang diasah melalui

latihan dalam menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam

konteks otentik Pendidikan Profesi Konselor (PPK) yang berorientasi pada

pengalaman dan kemampuan praktik lapangan. Tamatannya akan memperoleh

sertifikat profesi BK dengan gelar profesi konselor, disingkat kons.

Dalam konteks sistem pendidikan nasional Indonesia, BK ditempatkan

sebagai bantuan kepada peserta didik untuk dapat menemukan pribadi,

memahami lingkungan, dan merencanakan masa depan. Layanan BK dalam

tataran pendidikan, khususnya di persekolahan secara formal telah dilaksanakan

sejak berlakunya kurikulum 1975 sampai sekarang. Begitu pula halnya

pendidikan khusus dewasa ini, terjadi perubahan paradigma, yang semula

berbasis filosofis fatalistik menjadi berbasis filosofis perspektif.

Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi ABK memiliki perspektif masa

depan, jika mereka memperoleh layanan pendidikan yang representatif dengan

potensi dan permasalahan yang dimiliki ABK. Dalam hal ini, pendidikan

ditempatkan sebagai hal yang sangat utama dalam memfasilitasi pengembangan

potensi yang dimiliki oleh ABK, sehingga pada akhirnya melalui upaya

pendidikan dimaksud, ABK dapat berkembang menjadi pribadi mandiri dan

(18)

tidak cukup melalui pendekatan instruksional (pembelajaran di kelas), namun

memerlukan pendekatan psycho-educational yang tercermin dalam layanan BK.

Persoalan psikologis yang dihadapi ABK, seperti perasaan rendah diri,

konsep diri yang salah, rendahnya motivasi dan minat dalam belajar, nyatanya tidak

cukup disentuh melalui pendekatan pembelajaran di dalam kelas, bisa juga melalui

pendekatan psycho-educational berbagai persoalan psikologis ABK dapat diatasi.

Kenyataan di lapangan hasil studi pendahuluan, menunjukkan bahwa;

kompetensi guru kelas SDLB ABK yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK,

masih perlu ditingkatkan kompetensinya. Beberapa kompetensi yang harus dimiliki

oleh guru tersebut, menyangkut pemahaman filosofis, kebijakan, konseptual, dan

teknik operasional. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memandang perlu untuk

meningkatkan kompetensi guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru

BK melalui suatu pelatihan dalam upaya memaksimalkan pelayanan BK.

Beberapa penelitian yang terkait dengan kinerja guru BK di sekolah

menunjukkan, bahwa perilaku guru BK kurang profesional. Penelitian yang dilakukan

oleh Asrori, M (1990, hlm. 99-100) terhadap kinerja petugas BK menunjukkan

40,63% yang termasuk kategori tinggi, dan 59,3% termasuk kategori sedang.

Meningkatkan pemerataan layanan pendidikan kepada ABK secara

kuantitas dan kualitas yang disertai peningkatan dan pengembangan kompetensi,

serta wawasan pendidik dan tenaga kependidikan. Menurut Nurhisan, AJ (1993,

hlm. 5) dalam penelitiannya ditemukan bahwa dalam pelaksanaan konseling

masih kurangnya kemampuan guru BK dalam menangani dan menggali masalah

yang dihadapi peserta didik.

Penelitian Marjohan (1993, hlm. 96), menunjukkan bahwa baru 39,47%

(19)

Menurut hasil penelitian Suherman, U. et al (2011, hlm. 34, 39) penguasaan

kompetensi konselor menunjukkan belum memadai secara merata ke seluruh

kompetensi yang digariskan sesuai Peratuaran Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 27 Tahun 2008, juga tentang kualitas layanan BK secara umum belum

memuaskan peserta didik yang menjadi subyek layanannya, baik pada

aspek-aspek: ketanggapan (responsiveness); (2) penjaminan (asurance); (3) empati

(empathy); (4) kehandalan (reliability); (5) bukti fisik (tangibles).

Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam studi pendahuluan terhadap

pelaksanaan layanan BK di beberapa SDLB yang ada di Kota Bandung,

dilaksanakan oleh SDLB yang diberi tugas tambahan sebagai guru BK oleh

kepala sekolah, fakta menunjukkan bahwa kompetensi profesional memberikan

kontribusi sebesar 24,2 % terhadap kinerja guru SDLB, sedangkan kekuatan

hubungan kompetensi profesional dengan kinerja guru SDLB yang mendapat

tugas tambahan sebagai guru BK memiliki nilai 0,492 dan kekuatan hubungan

kompetensi guru tersebut adalah sedang, (Helawati, P L. 2011, hlm. 5, 32).

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 17 Maret Tahun 2013 yang

dilakukan peneliti terhadap guru kelas di SDLB Cicendo yang mendapat tugas

tambahan sebagai guru BK, pada umumnya belum/kurang bahkan tidak punya

pengetahuan tentang keilmuan di bidang BK, dan saat melaksanakan layanan

BK hanya berdasarkan akal sehat (common sense) atau asumsi-asumsi. Dalam

melayani anak berkebutuhan khusus tunnarungu di SDLB Cicendo, seharusnya

memerlukan penanganan khusus sesuai dengan ketunaan dan berbagai

permasalahnya. Hal tersebut peneliti simpulkan bahwa kinerja guru kelas di

SDLB Cicendo belum atau tidak profesional dalam hal pelayanan BK.

Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti bermaksud ingin meningkatkan

pengetahuan dan wawasan tentang pelaksanaan BK di kelas melalui pelatihan.

(20)

tersebut agar mutu layanan BK meningkat, dan dapat menumbuhkan kepuasan

dan kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan.

Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi

guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, melalui ”Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan Prinsip-prinsip Bimbingan melalui Pelatihan Berbasis Kompetensi” Hal ini diharapkan setelah mengikut pelatihan dapat meningkatkan kompetensi guru SDLB.

Adapun perancangan model peningkatan pengetahuan dan penerapan

prinsip-prinsip bimbingan dan konseling melalui pelatihan ini, didasarkan pada

kebutuhan guru SDLB Cicendo yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK

melalui asesmen kebutuhan di lapangan. Untuk meningkatkan kualitas guru atau

kualitas pendidikan pada umumnya, pemerintah selalu berupaya melalui berbagai

kegiatan pelatihan, baik yang bersifat regional maupun yang bersifat nasional,

namun hasil pelatihan tersebut seringkali tidak dapat diterapkan secara langsung di

lapangan, dengan alasan berbagai hal, seperti tidak tersedianya infra struktur

pendukung yang memungkinkan hasil pelatihan diterapkan, sehingga usaha dari

pemerintah kurang berdampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru.

Ada dua hal penting gagalnya pelatihan, penyebabnya adalah: (1) Pelatihan

tidak berbasis pada permasalahan yang ada di lapangan, materi pelatihan

disamakan bagi seluruh peserta pelatihan dengan tidak memperhatikan dari daerah

mana mereka berasal, karena kondisi sekolah dari daerah yang satu belum tentu

sama dengan sekolah yang berasal dari daerah lain, selain itu apakah pas jika

digunakan dengan kondisi di Indonesia (jika mengadopsi dari Negara lain). (2)

Hasil pelatihan hanya sebatas pengetahuan saja, tidak di implementasikan pada

pelayanan di kelas, jika diterapkan hanya satu, dua kali saja dan selanjutnya

kembali ke pelayanan semula (back to basic). Hal ini terjadi, karena setelah

kegiatan pelatihan tidak ada kegiatan monitoring atau pendampingan pasca

(21)

hasil pelatihan. Selain itu juga kepala sekolah tidak membuka forum sharing

pengalaman atau tidak diwajibkan mendesiminasikan/menyebarluaskan hasil

pelatihan kepada guru-guru lain, sering hanya orang-orang terdekat saja yang

mengetahui atau guru tertentu secara individual mempunyai keingintahuan hasil

dari pelatihan atau mungkin bahkan tidak dilakukan sama sekali, Hendayana, S. et al

(2006, hlm. 36). Artinya pelatihan tersebut masih bersifat konvensional, belum

memperhatikan kebutuhan-kebutuhan guru-guru di lapangan.

Untuk mengatasi kelemahan pelatihan konvensional yang kurang atau

tidak menekankan kepada pasca pelatihan, maka ada suatu model in-service

training lebih difokuskan kepada upaya pemberdayaan guru sesuai kapasitas dan

permasalahan yang dihadapi masing-masing guru, dan dapat memperkuat

pola-pola pelatihan yang ada, sehingga proses peningkatan keprofesionalan guru dapat

dilakukan lebih efektif lagi.

Model pelatihan tersebut dikenal dengan Pelatihan Berbasis Kompetensi

(PBK) (Competency Based Training) merupakan salah satu pendekatan

penyelenggaraan pelatihan kerja yang mengacu kepada Standar Kompetensi

Kerja sesuai kebutuhan industri/pasar kerja. Pada pelatihan ini praktek lebih

banyak dari pada teori, maka dengan demikian para peserta akan menjadi

terampil dan mahir menguasai bidang yang dipilihnya. Program Pelatihan

Berbasis Kompetensi diselenggarakan secara terpadu baik di lembaga pelatihan

kerja maupun di tempat kerja secara langsung dibimbing dan diawasi oleh

instruktur yang kompeten di bidangnya.

Dalam proses Pelatihan Berbasis Kompetensi peranan Instruktur/

pembimbing teknis di Lembaga Pelatihan berfungsi sebagai fasilitator dan

supervisor, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Bab V Pasal 10, bahwa penyusunan program pelatihan dapat

(22)

Menakertrans. Melalui kebijakan desentralisasi penyelenggaraan pelatihan

berbasis kompetensi, maka Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dapat menyusun dan

mengembangkan program BK sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Putu Sudira (2009) pembelajaran berbasis kompetensi mencakup

prinsip-prinsip: (1) terpusat pada peserta pelatihan, (2) berfokus pada penguasaan

kompetensi, (3) tujuan pembelajaran spesifik, (4) penekanan pembelajaran pada

unjuk kerja/kinerja, (5) pembelajaran lebih bersifat individual, (6) interaksi

menggunakan multi metoda: aktif, pemecahan masalah dan kontekstual, (7)

pengajar lebih berfungsi sebagai fasilitator, (8) berorientasi pada kebutuhan

individu, (9) umpan balik langsung, (10) menggunakan modul, (11) belajar di

lapangan (praktek), (12) kriteria penilaian menggunakan acuan patokan (PAP).

Pelatih lebih berperan sebagai sumber belajar yang memfasilitasi peserta

untuk mencapai tujuan pelatihan, namun peneliti memodifikasi model pelatihan ini

dengan unsur-unsur PAIKEM, lesson study, yaitu suatu model pembinaan profesi

pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan

berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun

komunitas belajar.

Kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metoda/strategi

pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi

guru. Strategi lesson study memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan model

in-service training guru yang lainnya (Hendayana, S. et al 2006, hlm.9-10, 37).

Menurut pengamatan peneliti, sebetulnya model pembelajaran yang ada di

Indonesia banyak yang bagus, jika saja dilaksanakan dalam pembelajaran secara

betul di antaranya dikenal dengan pembelajaran CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif),

PAKEM (Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Kedua

model pembelajaran ini jika diterapkan dan dirancang dengan baik, maka

(23)

dirancang agar menyenangkan sehingga peserta didik belajar bersemangat dan

konsep-konsep materi pelajaran akan lebih dipahami peserta didik dengan mudah.

Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan, maka keberadaan guru BK

merupakan komponen penting, dan perlu dikembangkan profesionalitasnya dalam

penyelenggaraan program pembelajaran tersebut. Salah satu masalah yang sangat

krusial pada pelaksanaan layanan konseling menurut hasil analisa studi

pendahuluan tentang profil kompetensi guru sekolah dasar luar biasa dipandang

lemah dan tidak sesuai kebutuhan, mengingat guru BK di SDLB merupakan guru

kelas yang diberi tugas tambahan sebagai guru BK dengan latar belakang

pendidikan luar biasa (PLB). Indikasi lemahnya kompetensi BK didasarkan pada

miss-macth antara bidang keahlian dengan tugas tambahan sebagai guru BK.

Berdasarkan keadaan di lapangan seperti ini, perlu kiranya pengembangan

kualitas guru kelas SDLB tersebut melalui pelatihan. Di lingkungan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, pelatihan masih menunjukan pola-pola pelatihan

konvensional, belum mengembangkan model pelatihan yang disesuaikan dengan

asesmen kinerja guru, apakah sudah efektif atau belum. Hal ini masih

dimungkinkan adanya upaya pengembangan suatu model pelatihan untuk

meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional.

Peranan guru BK cukup strategis dalam setiap upaya peningkatan mutu,

relevansi, dan efisiensi pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan program BK,

maka peningkatan profesionalisme guru BK merupakan suatu kebutuhan. Oleh

sebab itu guru BK di sekolah turut berperan dalam meningkatkan mutu

pendidikan di sekolah.

Guru BK memiliki standar kualifikasi tertentu, sehingga memenuhi

standar kompetensi sebagai guru pembimbing atau konselor. Kompetensi

tersebut membentuk guru BK menjadi efektif, kredibel dan legitimed. Sesuai

(24)

mendalam konseli yang hendak dilayani, (2) Menguasai landasan teoretik BK,

(3) Menyelenggarakan BK yang memandirikan.

Seorang guru BK dituntut menguasai landasan teori dan praktik semua

kegiatan dan proses BK, tidak hanya hapal dan menguasai teori secara praktis

prosedur pelayanan BK, namun juga dituntut mampu mengaplikasikan berbagai

teori tersebut, menjadi seorang peneliti unggul, mampu mengembangkan dan

merumuskan berbagai hasil penelitiannya untuk memajukan kegiatan profesi BK,

mampu menyusun rancangan dan konsep pelaksanaan BK berdasarkan hasil

analisa yang komprehensif, mampu menilai secara sistematis, dan kompeten

memberikan peta konsep serta perkiraan permasalahan dan penyelesaian masalah

konseli secara ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan. Kompetensi lain yang

wajib dimiliki seorang guru BK profesional, yaitu memiliki semangat meyakini

Tuhan Yang Maha Esa, dengan performan kepribadian yang stabil dan kuat,

memiliki kesadaran dan mematuhi kode etik profesional sebagai guru BK.

Selanjutnya setelah semua mencukupi, guru BK juga diharuskan aktif

berkomunikasi dengan sesama guru dalam lembaga pendidikannya serta aktif

dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang bermanfaat untuk orang

banyak, melalui keterlibatannya dalam organisasi profesi. Profesionalisme guru

BK merupakan proses yang dijalani secara terus menerus dan berkelanjutan.

Proses ini bisa melalui berbagai cara, seperti melalui pra-jabatan (preservice

education), pendidikan dalam jabatan termasuk pelatihan (in-service

training),juga penghargaan masyarakat terhadap guru BK, menegakan kode etik

profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru BK, besar kecilnya insentif

dan lain sebagainya, dapat menentukan profesionalisme guru BK.

B.Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasi

(25)

1. Lemahnya kompetensi guru kelas yang mendapat tugas tambahan sebagai guru

BK dan berlatarbelakang non-ke BK-an dalam melaksanakan tugas layanan

konseling.

2. Umumnya guru kelas yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, belum

memenuhi kualifikasi pendidikan sesuai standar kompetensi yang disyaratkan.

3. Kurangnya strategi, metode, dan teknik layanan BK yang digunakan guru kelas

yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK.

4. Lemahnya kemampuan guru kelas yang mendapat tugas tambahan sebagai guru

BK dalam merancang program BK, serta lemahnya melaksanakan evaluasi

hasil layanan konseling.

5. Kurangnya pelaksanaan pelatihan untuk guru kelas yang diberi tugas tambahan

sebagai guru BK oleh penyelenggara pelatihan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka akan mengakibatkan rendahnya

kualitas layanan BK dalam penyelenggaraan program BK di sekolah. Hal ini salah

satu faktor penting yang turut menentukan kualitas pembelajaran dalam program

layanan konseling adalah kompetensi guru kelas dalam kaitannya melaksanakan

layanan konseling yang memadai sesuai dengan standar kompetensi yang ditentukan.

Dalam peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan dimana kompetensi pendidik meliputi empat jenis kompetensi,

yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,dan

kompetensi profesional. Mengingat kondisi faktual guru yang ada di SDLB pada

umumnya tidak berlatar belakang BK, dan terjadi miss-match bidang keahlian

dengan tugas dalam layanan konseling menyebabkan kualitas dan kompetensi

layanan konseling lemah, dalam memenuhi standar kompetensi sebagaimana yang

dipersyaratkan.

Di lain pihak, program-program pelatihan pengembangan kompetensi guru

(26)

kompetensi pedagogik guru BK belum memperoleh perhatian secara khusus dan

proporsional, padahal pengembangan kompetensi pedagogik merupakan hal yang

penting manakala kita memandang guru BK sebagai agen layanan konseling.

C.Fokus dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

difokuskan pada permasalahan ”Apakah Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling pada Guru-guru Sekolah

Dasar Luar Biasa Cicendo Melalui Pelatihan Berbasis Kompetensi dapat

meningkatkan kompetensi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK?” Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian ini, maka permasalahan tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimana kondisi awal kompetensi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?

2. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi guru-guru tersebut selama ini dalam

menjalankan tugas tambahan sebagai guru BK?

3. Kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan guru selama ini untuk

menjalankan tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?

4. Upaya apa saja yang pernah dilakukan sekolah dalam membantu guru-guru

tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasannya agar dapat

menjalankan tugas tambahan sebagai guru BK dengan benar?

5. Bagaimana model konseptual pelatihan berbasis kompetensi untuk meningkat-

kan kompetensi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?

6. Bagaimana implementasi model pelatihan berbasis kompetensi untuk mening- katkan kompetensi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di

SDLB Cicendo ?

D.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh rumusan model peningkatan

(27)

Tunarungu Cicendo yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK melalui pelatihan

berbasis kompetensi, agar mampu memperbaiki kinerjanya dalam layanan BK.

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka perlu dirumuskan tujuan

penelitian secara spesifik dan terukur yaitu:

1. Mengetahui kondisi awal kompetensi guru-guru yang mendapat tugas tambahan

sebagai guru BK di SDLB Cicendo.

2. Mengetahui masalah apa saja yang dihadapi guru-guru selama ini yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?

3. Mengetahui kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan guru-guru selama ini yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?

4. Mengetahui upaya apa saja yang pernah dilakukan sekolah selama ini dalam membantu guru-guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB

Cicendo?

5. Menyusun model pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam melaksanakan tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo.

6. Mengimplementasikan model pelatihan berbasis kompetensi pada guru-guru SDLB Cicendo yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK.

E.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara positif

dalam tataran teoretik maupun praksis.

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembang Pelatihan,

bahwa pelatihan berbasis kompetensi sebagai salah satu model pelatihan bagi guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK.

b. Memperkaya pengetahuan dan wawasan guru-guru sekolah luar biasa yang

mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, agar dapat menjalankan tugas layanan dengan handal.

(28)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak

yang berkepentingan, di antaranya:

a. Bagi Penyelenggara Pelatihan

1) Dapat menjadi acuan dan bahan pertimbangan dalam merancang kegiatan

pelatihan terutama bagi guru-guru SDLB.

2) Dapat memotivasi dan memperbaiki model program pelatihan di lembaga

Diklat seperti lembaga Diklat PPPPTK TK dan PLB Bandung, di PPPPTK

Penjas Orkes dan BK Parung Bogor, dalam mengembangkan Model Pelatihan

Berbasis Kompetensi yang telah dimodifikasi, sehingga model pelatihan yang

dikembangkan menjadi salah satu alternatif dalam penyelenggaraan pelatihan.

3) Penelitian ini bermanfaat bagi pemangku kepentingan pengembangan

kompetensi guru BK, baik yang ada di pusat maupun yang ada di daerah seperti Subdin PLB Dinas Pendidikan Provinsi.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

1) Bermanfaat sebagai bahan kajian dan dapat memberikan arah bagi pihak lain yang berminat untuk meneliti permasalahan ini secara lebih lanjut.

2) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi pihak

yang diberikan rekomendasi dalam upaya merespon kebutuhan belajar dengan model yang relatif sudah teruji dan disertai pemaparan keunggulan

dan kelemahan model.

3) Penelitian ini dapat menjadi sumber pengembangan model penelitian

yang sama yang dapat diterapkan di sekolah-sekolah lainnya.

F. Struktur Organisasi Disertasi

Disertasi ini terdiri dari lima Bab dengan daftar pustaka dan lampiran. Isi

pendahuluan pada BAB. I Pendahuluan, memaparkan tentang latar belakang masalah,

identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

struktur organisasi penulisan. BAB. II berisi Kerangka Konseptual Model Pelatihan

Berbasis Kompetensi bagi Guru SDLB, yang menguraikan tentang konsep BK,

(29)

tentang makna pengetahuan, keterampilan, serta sikap, pelaksanaan proses BK, dan

hasil penelitian yang relevan. BAB. III berisi tentang lokasi dan subjek penelitian,

Metode Penelitian, memuat uraian: pendekatan penelitian, prosedur penelitian, teknik

pengumpulan data, jadwal pelaksanaan penelitian, serta analisis dan penafsiran data.

BAB. IV berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan, memaparkan tentang hasil studi

pendahuluan, pengembangan Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan

Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling pada Guru SDLB Cicendo melalui

Pelatihan Berbasis Kompetensi, dan pembahasan. BAB. V berisi Simpulan yang

diperoleh dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, implikasi hasil

penelitian, serta Rekomendasi yang penting bagi berbagai pihak terkait dengan

penerapan Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan Prinsip-prinsip Bimbingan

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu Sekolah Luar Biasa Negeri

(SLBN) di Kota Bandung. Sebagai gambaran perlu juga disampaikan bahwa

SLBN tersebut berdiri sejak tahun 1954 yang ditetapkan oleh Departemen

Pendidikan sebagai lembaga pendidikan untuk para penyandang cacat di

Indonesia yang diberi nama Sekolah Luar Biasa (SLB) Cicendo, karena terletak

di jalan Cicendo Kota Bandung.

Alasan dipilihnya sekolah ini dijadikan lokasi penelitian, di antaranya

ada dua hal: (a) alasan yang pertama, bahwa ada dua orang guru dari SDLB

Cicendo yang sudah pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat)

Layanan Bimbingan dan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bagi

Guru PLB yang diselenggarakan lembaga Diklat Pusat Pengembangan dan

Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-kanak dan

Pendidikan Luar Biasa (PPPPTK TK dan PLB) dimana peneliti bekerja, yakni

pada tahun 2011 yang dilaksanakan di Kota Cimahi (b) Alasan yang kedua,

bahwa guru-gurunya pernah melaksanakan pembelajaran lesson study pada

tahun 2004, dengan guru modelnya satu dari Jepang dan satu dari SLB-B

tersebut.Observernya berasal dari guru-guru SLB di Jawa Barat dan mahasiswa

S2 PLB UPI. Pakarnya dari dosen PLB UPI, University of Tsukuba dan Dinas

Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Merujuk kepada dua hal tersebut di atas, maka dipandang refresentatif

dalam pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi, yang diawali dengan

training need assesmen (TNA) agar mengetahui terlebih dahulu kondisi awal

(31)

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah guru pada satuan pendidikan sekolah dasar luar

biasa (SDLB) di SLBN Cicendo Kota Bandung. Penentuan subyek penelitian

dilakukan secara purpossive sampling. Kriteria guru yang dijadikan objek

penelitian adalah guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK,

karena guru-guru tersebut tidak berlatar BK, sehingga peneliti ingin mengetahui

profil guru-guru tersebut dalam melaksanakan layanan BK.

B.Desain Penelitian

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah tersusunnya “Model Peningkatan

Pengetahuan dan penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada guru

SDLB Cicendo melalui pelatihan berbasis kompetensi”Kerangka isi dan komponen

disusun berdasarkan kajian konsep dan teori pelatihan berbasis kompetensi dengan

pendekatan andragogi, yaitu “… ilmu dan seni membantu orang dewasa melakukan

kegiatan belajar Sudjana (2001, hlm. 36), kajian hasil penelitian terdahulu yang

relevan, studi pendahuluan yang menjaring data permasalahan ditinjau dari aspek

kebutuhan pelatihan dan profil guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai

guru BK, serta uji empiris terhadap model. Jika dibagankan skenario/alur kegiatan

keseluruhan dari pengembangan sebuah model pelatihan dapat digambarkan seperti

(32)

3.1 Model Rancang Bangun Pelatihan (Borg & Gall, 2003)

C.Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model peningkatan pengetahuan

dan penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada guru-guru sekolah dasar

luar biasa Cicendo melalui pelatihan berbasis kompetensi. Pengembangan model ini

dirumuskan berdasarkan pada analisis empiris dan kerangka konseptual tentang

layanan BK. Sumber data yang dijadikan rujukan dalam analisis empiris pada

penelitian ini bersumber dari data lapangan tentang: (1) kondisi awal guru tersebut

dalam layanan BK; (2) kebutuhan guru dalam layanan BK.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian dan Pengembangan atau Research and

Development (R & D), Borg dan Gall (2003,hlm. 569) menyatakan bahwa R & D

adalah penelitian dan pengembangan yang digunakan untuk mendesain produk atau

prosedur baru yang kemudian di uji di lapangan secara sistematis, dan di evaluasi,

dikembangkan dan disaring sampai produk atau prosedur tersebut memenuhi kriteria

efektivitas, kualitas, atau standar tertentu. Dalam upaya pengembangan model ini,

Kajian Empirik Kajian Konseptual

Merancang Model Hipotetik

Validasi Model Hipotetik

Revisi Model Hipotetik

Ujicoba Terbatas Model

Revisi Hasil Ujicoba Terbatas Model

Uji Lapangan Model

Merancang Model Ahir (Model ADDIE)

(33)

jenis penelitiannya multi tahap, artinya penelitian ini dilakukan setidaknya melalui

tiga tahap, yakni: penelitian pendahuluan, pengembangan, dan pengujian. Tiap tahap

disajikan berdasarkan jenis penelitian; data, sumber data, teknik pengumpulan data

dan analisisnya; subjek yang terlibat serta alokasi waktu penelitian yang digunakan.

Tentang data penelitian dari penelitian pendahuluan, peneliti berupaya

mendeskripsikan dan memaknainya, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar empiris

dalam mengembangkan dan merumuskan model pelatihan berbasis kompetensi bagi

guru SDLB dalam mengoptimalkan layanan bimbingan dan konseling.

Dalam kegiatan pelaksanaan penelitian dan pengembangan, terdapat tiga

metode yang digunakan, yaitu: deskriptif, eksperimen, dan evaluative (Syaodih, N.

2010). Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini, untuk menghimpun data

tentang permasalahan ditinjau dari aspek kebutuhan pelatihan guru di SDLB Cicendo

yang mendapat tugas tambahan sebagai guru bimbingan dan konseling sebagai studi

pendahuluan. Penggunaan metode eksperimen untuk menguji ke efektifan model

pelatihan berbasis kompetensi, dan penggunaan metode evaluative untuk meng-

evaluasi proses uji coba pengembangan model pelatihan berbasis kompetensi,

meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil.

Rancangan penelitian yang digunakan pada saat melakukan uji coba terhadap

model pelatihan berbasis kompetensi adalah rancangan kombinasi kuantitatif dan

kualitatif (combined quantitative and qualitative design) dengan menggunakan model

rancangan dominan-kurang dominan (dominan-less dominan design) Creswell (1994).

Dalam rancangan ini, penelitian kuantitatif berdasarkan pada pengujian empiris

terhadap model pelatihan yang ditunjang dengan teknik wawancara, dan pengisian

inventori, serta observasi saat model diujicobakan.

Adapun alasan digunakannya pendekatan R & D pada penelitian ini, ada dua

hal, pertama peneliti ingin menggali data lapangan, yang kedua peneliti ingin

(34)

kinerja guru kelas di SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru bimbingan

dan konseling (BK). Penelitian ini difokuskan pada pengembangan Model

peningkatan pengetahuan dan penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling

pada guru-guru sekolah dasar luar biasa Cicendo melalui pelatihan berbasis

kompetensi, sehingga produk akhir dari penelitian ini adalah merumuskan Model

Pelatihan Berbasis Kompetensi yang sudah dimodifikasi. Disebut dimodifikasi karena

tidak 100% berbasis kompetensi, karena dalam pelaksanaannya terdapat unsur-unsur

lesson study dan PAKEM.

Penelitian ini merupakan penelaahan terhadap suatu masalah secara terencana

dengan menggunakan metode dan langkah-langkah yang sistematis. Prosedur yang

ditempuh dalam penelitian ini sesuai dengan pendekatan sebagaimana dalam research

and development (R & D) Sugiyono (2009, hlm 298), Borg dan Gall (2003, hlm.

625). Penelitian yang dirancang dengan pendekatan R & D, sebagaimana pendapat

Borg & Gall. 2003 (hlm. 624) dimaksud ialah“a process used develop and validate

educational products”. Pengertian ini mengandung makna bahwa metode penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan pada prinsipnya merupakan proses

untuk mengembangkan suatu produk penelitian, selanjutnya memvalidasi produk

tersebut. Artinya metode penelitian dan pengembangan diterapkan untuk

menghasilkan produk dan menguji ke efektifan produk.

Dalam konteks penelitian ini, produk penelitian yang akan dikembangkan dan

di validasi adalah model pelatihan berbasis kompetensi, bagi guru SDLB yang

mendapat tugas tambahan sebagai guru BK. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini, yakni menghasilkan sebuah Model Pelatihan Berbasis

Kompetensi yang tervalidasi untuk direkomendasikan, maka kegiatan penelitian ini

diarahkan kepada 10 langkah kegiatan utama yang dikembangkan, Borg dan Gall

(2003, hlm. 570) yaitu (1) survei terbatas dan pengumpulan informasi (research and

information collection), (2) melakukan perencanaan (planning), (3) mengembangkan

(35)

ujicoba produk awal (preliminary field testing), (5) menyempurnakan produk utama

(main product revision), (6) melakukan uji lapangan produk utama (main field

testing), (7) memperbaiki kembali hasil uji lapangan (operational product revision),

(8) melakukan ujicoba kembali (operational field testing), (9) menyempurnakan

model untuk mengembangkan model akhir (final product revision), dan (10)

diseminasi dan sosialisasi model (dissemination and distribution).

Pelelitian yang dikembangkan peneliti, dari ke sepuluh langkah pendekatan

model penelitian yang dikembangkan Borg dan Gall, peneliti memodifikasi atau di

sederhanakan menjadi menjadi sembilan langkah, yaitu: (1) studi pendahuluan, (2)

merancang model hipotetik, (3) validasi model hipotetik, (4) revisi model hipotetik,

(5) ujicoba terbatas model hipotetik, (6) revisi hasil ujicoba terbatas model, (7) uji

lapangan model, (8), merancang model akhir, (9) desiminasi model. Desiminasi

merupakan proses untuk membantu para calon pengguna mengenal dan mengetahui

lebih jauh tentang produk yang telah dihasilkan. Implementasi merupakan kegiatan

pengembang produk membantu para pengguna, mengadopsi produk yang telah

dikembangkan. Institusionalisasi merupakan proses menerapkan produk yang telah

dikembangkan dalam keseluruhan kegiatan dan organisasi pendidikan yang

menggunakannya.

D.Definisi operasional

Berkenaan dengan penelitian tentang pengembangan model pelatihan

berbasis kompetensi untuk meningkatkan kompetensi guru SDLB Cicendo yang

mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, peneliti perlu menjabarkan definisi

operasional sebagai fokus pemasalahan yang menjadi penelitian, yakni: (1)

peningakatan pengetahuan; (2) prinsip-prinsip BK; (3) kompetensi; (4) standar

kompetensi; (5) kompetensi guru; (6) Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK/ CBT),

(36)

1. Peningkatan pengetahuan, meupakan upaya untuk menambah pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih baik, untuk mencapainya dapat

melalui pelatihan dengan perencanaan yang baik.

2. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, merupakan hasil kajian teoritik dan

telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang

dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan konseling prinsip-prinsip pada

umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah konseli, tujuan dan

proses penanganan masalah, program pelayanan, dan penyelenggaraan pelayanan.

Dalam layanan bimbingan dan konseling perlu diperhatikan sejumlah prinsip.

3. Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek

pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang

ditetapkan.

4. Standar Kompetensi adalah uraian kompetensi dan pengetahuan yang baku

disusun berdasarkan analisis dan jabatan tertentu yang harus dikuasai oleh setiap

tenaga kerja untuk mampu melaksanakan tugasnya secara efisien, efektif dan

produktif.

5. Kompetensi guru adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang

dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat

melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

6. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik

yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan

pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

7. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan

kepribadian (1) mantap dan stabil yang memiliki konsistensi dalam bertindak

sesuai norma hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku, dan bangga sebagai

guru; (2) dewasa, yang berarti mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai

(37)

perilaku yang menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak,

menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah,

dan masyarakat; (4) berwibawa, yaitu perilaku guru yang disegani sehingga

berpengaruh positif terhadap peserta didik; dan (5) memiliki akhlak mulia dan

memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik, bertindak sesuai norma

religious, jujur, ikhlas, dan suka menolong (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan)

8. Kompetensi sosial: yaitu kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat

untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi

dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik,

sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul

secara santun dengan masyarakat sekitar.

9. Kompetensi profesional: merupakan kemampuan guru dalam penguasaan materi

pelajaran secara luas dan mendalam (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/

teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada

dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d)

penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e)

kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai

dan budaya nasional, juga termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya

seperti kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang

sesuai yang berperan sebagai pendukung profesionalisme guru.

10. Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK/CBT) adalah pelatihan yang memperhati-

kan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan di tempat kerja agar

dapat melakukan pekerjaan dengan kompeten.

11. ADDIE adalah pendekatan dan model yang dapat digunakan untuk mendesain dan

mengembangkan program pembelajaran yang berisi langkah-langkah: analisis,

(38)

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Pengumpulan data diawali dengan: (a) studi kepustakaan, untuk menemukan

konsep atau teori pendukung bagi masalah yang diteliti; (b) melakukan kajian pada

penelitian orang lain; (c) mempelajari metode penelitian dari buku teks; (d)

melakukan wawancara,wawancara digunakan untuk menghimpun data atau

informasi verbal secara langsung dari subjek penelitian. Melalui teknik wawancara,

diharapkan dapat diperoleh berbagai informasi. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas; yaitu “proses wawancara dimana interviewer tidak secara sengaja mengarahkan tanya jawab pada pokok-pokok persoalan dari fokus penelitian dan interviewer orang yang diwawancarai” (Supardi, 2006:100). Melalui wawancara, peneliti mengetahui hal-hal lebih mendalam tentang partisipan dalam

menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa

ditemukan melalui observasi.Hasil wawancara segera harus dicatat setelah selesai

melakukan wawancara agar tidak lupa atau bahkan hilang; (e) observasi untuk

memperoleh data empirik dari lokasi penelitian. Observasi, dilaksanakan dengan

mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang sedang diteliti yakni

kondisi di lapangan saat melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang

dilaksanakan di SDLB Cicendo di Kota Bandung. Ada empat jenis alat

pengumpul data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, yakni:

a. Tes (pre-test, post-test), dikembangkan dan digunakan untuk menjaring data

yang bersifat pengetahuan dalam penguasaan kompetensi pedagogik guru

SDLB Cicendo yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, me- liputi

komponen: (1) memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pem

belajaran, (2) memahami peserta pelatihan yang mendukung kemampuannya

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen (Inventori) Penelitian
Tabel 3.1 di atas.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila efek infeksi bakteri hasil isolasi dari ikan sakit terhadap ikan sehat menyebabkan ikan sehat tersebut menjadi sakit dengan gejala seperti ikan sakit pada

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam waktu yang relatif lama

Intuisi merupakan suatu kemampuan seseorang melalui perasaan yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu tanpa melalui penalaran yang

Hal ini didukung dengan temuan di lapangan selama proses pembelajaran dengan menggunakan metode pictorial riddle siswa terlihat lebih aktif dan cenderung lebih siap

Suatu radiofarmaka yang akan digunakan untuk tujuan diagnosis di dalam tubuh, harus terakumulasi dengan baik pada organ atau tempat yang akan disidik dengan rentang waktu

signifikan terhadap strategi fleksibilitas. Hasil pengujian dengan variabel dependen kualitas menunjukkan kepemimpinan biaya memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas

concentration in medium causes accumulation of Reactive Oxygen Species (ROS) in plants which in turn will create cell damage, hence there is an increase of

 Areas supporting priority habitats and species listed in the UK Biodiversity Action Plan. Examples of where woodlands affect natural processes include watershed management