GURU-GURU SEKOLAH DASAR LUAR BIASA TUNARUNGU
CICENDO MELALUI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu
Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling
Promovendus
Lela Helawati Pridi
NIM. 0806579
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH PASCASARJANA
MODEL PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN PENERAPAN
PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING PADA
GURU-GURU SEKOLAH DASAR LUAR BIASA CICENDO
MELALUI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
Oleh
Lela Helawati Pridi
BA, IKIP Bandung, 1979
Dra. IKIP Bandung, 1980
M.Pd. UPI Bandung, 2002
Dr. UPI Bandung, 2015
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Prodi Bimingan dan Konseling
©
Lela Helawati Pridi
2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Maret 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Promotor Merangkap Ketua:
Prof. Dr. Ahman, M.Pd.
NIP.19590104 198503 1002
Ko-Promotor Merangkap Sekretaris
Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf L N, M.Pd.
NIP.19520620 198002 1001
Anggota
Dr. H. Zaenal Alimin, M.Ed.
NIP.19590324 198403 1002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Lela Helawati Pridi. 2014.”Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling pada Guru Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu Cicendo Melalui Pelatihan Berbasis
Kompetensi”. Disertasi. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ahman, M.Pd. (promotor); Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. (ko-promotor); dan Dr. H. Zaenal Alimin, M.Ed. (anggota). Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kompetensi guru Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu Cicendo dalam melaksanakan tugas tambahan sebagai guru bimbingan dan konseling, melalui pelatihan berbasis kompetensi. Masalah penelitian: tidak adanya guru bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu Cicendo Bandung.Teori yang mendasari penelitian ini mengacu kepada pengembangan program pelatihan berbasis kompetensi dengan implementasi model ADDI (Analysis,
Design, Development, Implementation, dan Evaluation).Metode penelitian menggunakan penelitian dan
pengembangan yang terdiri dari empat tahapan utama, yaitu: studi pendahuluan, pengembangan model, validasi model, dan implementasi model.Sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) guru-guru masih sangat tidak kompeten dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling, baik pada kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesional; dan (2) model pelatihan berbasis kompetensi ini efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan guru Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu Cicendo Bandung dalam menjalankan tugas tambahan sebagai guru bimbingan dan konseling, terbukti setelah mengikuti pelatihan, kompetensi guru-guru mengalami kenaikan sebesar: 14,6, yakni dilihat dari rerata skor pretest sebelum pelatihan sebesar 13,7 dan rerata skor posttest sebesar 28,3. Rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada lembaga pelatihan, antara lain: Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Luar Biasa atau lembaga lain terkait, untuk ditindaklanjuti di Sekolah Dasar Luar Biasa-Sekolah Dasar Luar Biasa lain dengan menggunakan pelatihan berbasis kompetensi; rekomendasi berikutnya bagi peneliti lain yang berminat.
Kata Kunci: Model pelatihan berbasis kompetensi, kompetensi guru, layanan bimbingan dan
“
Guidance and Counseling in Primary Teachers in Special School Deaf Cicendo Through Competency-Based Training”. Dissertation. Supervised by: Prof. Dr. Ahman. M.Pd. (Promotor); Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf L N, M.Pd. (Co-promotor); and Dr. H. Zaenal Alimin, M.Ed. (Member). Guidance and Counseling Study Program, Graduate School, University of Education Indonesia, Bandung.
The purpose of this research is to improve the competence of Primary Teachers in Special School Deaf Cicendo, in carrying out additional duties as a guidance and counseling teacher, through competency-based training. The research problem: the lack of guidance and counceling teacher in Primary School for the Deaf Cicendo Bandung. The underlying theory of this study refers to the development of competency-based training program with implementation of the ADDIE model (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). The research methodology is applying the research and development that consists of four main stages, which are: preliminary study, model development, model validation, and model implementation. The r esearch sample is using purposive sampling technique. The results showed that: (1) teacher are still very incompetent in guidance and counseling, both on pedagogical and professional competence; and (2) this competency-based training model is effective to improve the knowledge and perception of Extraordinary School Teacher Cicendo Bandung, in carrying out the additional duties as a guidance and counseling teacher, that is proved after the training, the competence of teacher increased by: 14,6, which is seen from a pretest mean score of 13,7 before the training and post test mean score of 28,3. This recommendations study is aimed to training institution, which is: Center for Empowerment of Teachers and Education Personnel Kindergarten and Special Education, or other relevant institutions, to follow up on Primary Special School-Primary School Extraordinary other by using a competency-based training; following recommendations for other researchers who are interested.
Keywords: Competency-based training model, the competence of teachers, guidance and
PERNYATAAN………..…………... iii
C.Fokus dan Pertanyaan Penelitian………..………..………...
D.Tujuan Penelitian………..………..…
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL MODEL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BAGI GURU SDLB
A.Karakteristik Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus………. B.Kompetensi Guru SDLB dalam Melaksanakan Layanan BK……… C.Peningkatan Kompetensi Guru SDLB dalam Melaksanakan BK melalui Pelatihan….. D.Model-model Pelatihan……….……….. E. Pola Pelatihan BK bagi Guru SDLB ….……… F. Kerangka Konseptual Model Pelatihan Bimbingan dan Konseling bagi Guru SDLB
22
BAB III METODE PENELITIAN
A.Lokasi dan Subjek Penelitian…………..……….
B.Desain Penelitian………..……….. C.Metode Penelitian….…...………
D.Definisi Operasional……….………...………..……..
A.Hasil Penelitian……….……….………. B.Model Pelatihan yang Dikembangkan……….………...
C.Pembahasan Hasil Penelitian………..…...
131 145 172
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Simpulan………...
B.Rekomendasi………..…………
183 185
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Masalah kualitas pendidikan di Indonesia erat sekali kaitannya dengan
kualitas sumber daya manusia.Kualitas pendidikan merupakan suatu kondisi baik
tidaknya layanan dan hasil pendidikan di suatu lembaga pendidikan berdasarkan
kriteria ideal dan harapan masyarakat. Suatu pendidikan dikatakan berkualitas
jika sudah sesuai dengan indikator utama yang sudah ditentukan.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, maka sumber daya manusia
perlu ditingkatkan kulitasnya. Salah satu pilar terpenting adalah melalui pendidikan,
karena pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan sangat
penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan
bahkan akan terbelakang, maka pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk
menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, disamping memiliki
budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan diri peserta didik, pemenuhan
kebutuhan hidup secara material maupun non material, memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas kehidupan dimasa
yang akan datang. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 3.
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008,
bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, ditetapkan Peraturan
Pendidikan, di antaranya mengatur tentang standar pendidik yang menjadi acuan
sekaligus kriteria dalam menetapkan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.
Tujuan pendidikan yang diharapkan adalah ”mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, guru
sebagai tenaga profesional, wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan
memiliki kompetensi akademik sebagai agen pembelajaran, sertifikat pendidik,
serta sehat jasmani dan rohani, sebagaimana yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
dengan mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia (RI) No.14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat (1) dengan tegas menjelaskan bahwa: Guru adalah tenaga profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia sekolah pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Melihat tugas guru seperti yang dipaparkan di atas, maka guru merupakan
faktor utama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
meningkatkan mutu pendidikan di tingkat satuan pendidikan, melalui proses
pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus memiliki kemampuan yang memadai dan
terstandar dalam hal menyerap berbagai inovasi pendidikan untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan, dan mewujudkan proses pembelajaran yang
berkualitas. Kualitas akademik berkaitan erat dengan tingkat pendidikan minimal
yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Hal ini dapat dibuktikan dengan ijazah
dan/atau sertifikat keakhlian yang relevan sesuai dengan ketentuan
mempunyai kemampuan kinerja yang sesuai dengan standar kualifikasi akademik
dan kompetensi guru sebagai pendidik profesional.
Kualifikasi akademik dan kompetensi profesional sebagai agen pembelajaran
yang harus dimiliki oleh seorang guru, telah ditetapkan secara khusus dalam
peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, juga menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 39 ayat (2), menyatakan bahwa ”pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan”.
Untuk mewujudkannya, maka dalam Permenpan No. 16 Tahun 2009 Bab 4
Pasal 10 tentang instansi pembina dan tugas instansi tercantum pernyataan bahwa
membina jabatan fungsional guru menurut perundang-undangan dengan fungsinya
antara lain: (1) penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis
fungsional guru; (2) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis
dan penetapan sertifikasi guru. pada (Bab 5, Pasal (11) Sub Unsur (b) pembimbingan
dan tugas tertentu, meliputi (1) melaksanakan proses bimbingan, bagi guru BK, (2)
pengembangan keprofesian berkelanjutan, meliputi; (a) pengembangan diri yaitu
diklat fungsional.
Pada Bab 7 Pasal 13 ayat (1) tentang rincian guru kelas, (a) melaksanakan
layanan BK di kelas yang menjadi tanggung jawabnya”. Ayat (3) tentang rincian kegiatan guru BK: (a) menyusun kurikulum BK; (b) menyusun silabus BK; (c)
menyusun satuan layanan BK; (d) melaksanakan BK per semester; (e) menyusun
alat ukur/lembar kerja program BK; (f) mengevaluasi proses dan hasil BK; (g)
menganalisis proses dan hasil BK; (h) menganalisis hasil BK; (i) melaksanakan
pembelajaran/perbaikan dan tindak lanjut BK dengan memanfaatkan hasil evalusi
(j) menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar
induksi; (l) membimbing peserta didik pada kegiatan ekstrakurikuler proses
pembelajaran; (m) melaksanakan pengembangan diri; (n) melaksanakan publikasi
ilmiah; dan (o) membuat karya inovatif”.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka dalam Peraturan Pemerintah
RI No.19 Tahun 2005 pada Bab VI Pasal 28 ayat (1) terdapat pernyataan bahwa ”Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Tujuan lembaga sekolah dapat dicapai secara maksimal apabila tenaga guru memiliki kompetensi yang telah ditetapkan
pemerintah, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional.
Kenyataan dilapangan berdasarkan hasil analisis Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG) khususnya guru-guru sekolah dasar selama peneliti
ditugaskan menjadi instruktur di PLPG Rayon Universitas Pasundan sejak tahun
2009 sampai dengan 2014, masih banyak guru-guru yang kurang memenuhi
kompetensi profesional, hal ini dibuktikan kurangnya pengetahuan dan wawasan
tentang materi yang akan diajarkan, karena mereka mengajar hanya mengandalkan
satu buku sumber, yakni buku pegangan peserta didik, sehingga pengetahuan guru
tergantung buku sumber tersebut.
Kenyataan seperti hal di atas menunjukkan bahwa daya inovasi dan
kreativitas guru sekolah dasar masih perlu ditingkatkan. Keadaan seperti ini dapat
menjatuhkan wibawa guru sehingga pengakuan terhadap profesi guru semakin
menurun. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu kiranya merubah paradigma
kebiasaan guru-guru untuk mengandalkan hanya satu buku sumber, sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menyatakan
bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
menengah. Berdasarkan catatan dari Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK
Kemdiknas Tahun 2010, masih terdapat sejumlah permasalahan yang terkait dengan
profesi guru yang harus segera mendapat penanganan dan pemecahannya. Masalah
lainnya adalah tentang beban mengajar guru yang sangat bervariasi antara daerah
yang satu dengan daerah lainnya, merupakan masalah yang berkelanjutan dan
sangat berkaitan dengan masalah kelebihan dan kekurangan guru. Hal ini
berdampak pada proses inovasi pembelajaran yang menekankan pada
pembelajaran keaktifan peserta didik di sekolah, yakni melaksanakan pembelajaran
aktif interaktif kreatif efektif dan menyenangkan (PAIKEM).
PAIKEM dapat membangkitkan motivasi dan tantangan bagi peserta didik
untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, dan memberikan kesempatan yang
luas kepada peserta didik untuk memiliki inisiatif, kreativitas, dan kemandirian,
sesuai dengan standar nasional pendidikan. Untuk pembelajaran seperti ini,
dituntut guru memahami betul berbagai strategi, metode, pendekatan, media
pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
Kenyataan di lapangan menurut hasil analisis peneliti selama peneliti
ditugaskan menjadi instruktur dalam pelatihan pengawas sekolah dari tahun 2010
sampai dengan tahun 2012, dimana pelaksanaannya in-on-in (in-service-Learning
1- On The Job Learning selama satu bulan dan (In Service Learning 2) di beberapa
provinsi dan diberi tugas untuk mendampingi para pengawas sekolah tersebut di
beberapa sekolah binaannya, peneliti mendapat data bahwa kurangnya
pengetahuan dan wawasan baik pengawas, kepala sekolah maupun guru-guru,
terutama tenaga kependidikan yang berasal dari daerah terpencil, seperti materi
pelajaran, strategi, metode, pendekatan, media pembelajaran yang sesuai dengan
materi yang akan diajarkan. Begitu pula halnya dengan PAIKEM maupun
tematik, di beberapa tempat tenaga kependidikan ada yang belum mengenalnya.
Hal ini sangat memprihatinkan, dan perlu pemikiran bersama dalam
Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah sebagaimana dinyatakan dalam
Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007. Hasil wawancara dengan pengawas
sekolah dan guru-guru di beberapa provinsi selama peneliti ditugaskan
memberikan materi diklat dan mendampingi para pengawas ke sekolah-sekolah
binaan (in-on-in), masih banyak guru-guru yang merangkap menjadi kepala
sekolah dan memegang beberapa kelas (satu sekolah hanya dipegang 2-3 orang
guru merangkap kepala sekolah), juga guru-guru di daerah terpencil masih
banyak yang tidak berlatar belakang keguruan.
Peraturan perundang-undangan yang mengamanatkan bahwa guru harus
memiliki kualifikasi akademik minimal S-1/D-IV, memiliki kompetensi sertifikat
pendidikan, sampai saat ini belum terpenuhi sepenuhnya, dalam Hernawan, A H
(2012, hlm. 9) bahwa guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV
sampai dengan tahun 2009 jumlahnya masih sekitar 57,42 %, juga belum semua
guru mendapatkan program peningkatan kompetensi, sehingga masih banyak
guru yang berkompetensi rendah.
Masalah kualifikasi akademik pendidikan guru dan guru BK di Indonesia,
seperti yang telah dipaparkan di atas, perlu kiranya memikirkan upaya apa untuk
mengembangkan sumber daya manusia agar ke depan berubah ke arah yang lebih
baik, karena kualifikasi akademik merupakan salah satu prasyarat utama layak
tidaknya seorang guru melaksanakan tugas kependidikan.
Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut di atas, maka guru diwajibkan
belajar secara terus menerus untuk Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB), sesuai dengan Peraturan Menteri Kementerian Pendidikan nasional No.
10 Tahun 2009 tertanggal 2 Maret 2009 tentang sertifikasi guru, kebijakan
nasional dalam bidang pendidikan mensyaratkan guru sebagai tenaga profesional
di sekolah perlu memiliki sertifikasi tenaga pendidik, tuntutan terhadap guru agar
akan berpengaruh kepada penilaian kinerja guru. Hasil penilaian kinerja, akan
menentukan jumlah angka kredit yang bersangkutan untuk kenaikan jenjang
kepangkatan guru. Tuntutan terhadap kualifikasi guru dipertegas lagi dengan
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya. Hal ini tercantum dalam buku PKB Bab Pendahuluan hal.2 bahwa: Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dikembangkan berda sarkan profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil penilaian kinerja guru, didukung oleh hasil evaluasi diri. Jika hasil penilaian kinerja guru masih berada di bawah standar kompetensi yang dipersyaratkan, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan yang diorientasikan sebagai pembinaan dalam pencapaian standar kompetensi guru. Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerja nya sudah mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan, kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan diarahkan kepada pengem bangan kompetensi untuk memenuhi layanan pembelajaran berkualitas dan peningkatan karir guru.
Kompetensi guru ke depan akan dinilai secara terus menerus dan
berke-lanjutan melalui penilaian kinerja guru, yakni melalui penilaian portofolio dalam
bentuk dokumen tentang kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan,
pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, proses
pembelajaran di kelas, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik,
gagasan pengembangan profesi, keikutseraan dalam forum ilmiah, pengalaman
organisasi di bidang kependidikan dan sosial, serta penghargaan lainnya yang
relevan dengan bidang pendidikan.
Untuk guru BK/konselor, pelaksanaan penilaian kinerja dilakukan dengan
pengamatan dan/atau pemantauan. Pengamatan adalah kegiatan penilaian terhadap
pelaksanaan layanan BK, layanan bimbingan kelompok, dan/atau layanan
konseling kelompok tidak termasuk layanan konseling individual, sedangkan
pemantauan adalah kegiatan penilaian melalui pemeriksaan dokumen, wawancara
dengan guru BK/konselor dan/atau wawancara dengan warga sekolah. Khusus
untuk layanan konseling individual, pemantauan dilakukan melalui transkrip
proses pembimbingan baik yang dilakukan dalam kelas maupun di luar kelas, baik
pada saat pembim- bingan individu maupun kelompok. Sama halnya dengan
penilaian kinerja guru kelas/mata pelajaran, penilaian kinerja guru BK/konselor
juga dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis dokumen perencanaan
maupun dokumen pendukung lainnya serta catatan hasil pengamatan maupun hasil
wawancara dengan peserta didik, orang tua dan teman guru bersangkutan dengan
rubrik penilaian yang telah tersedia dalam paket instrumen penilaian kinerja.
Ada juga organisasi profesi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) sebagai organisasi profesi konseling di Indonesia yang mengembangkan
tugas dalam mengembangkan profesi BK turut serta mendukung pelaksanaan
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kemampuan guru BK di
sekolah melalui pendidikan dan pelatihan dalam jabatan.
ABKIN selaku asosiasi profesi yang telah berjuang keras dan berpartisi- pasi
aktif, dan berhasil dalam upaya agar dikeluarkannya Keputusan Peraturan Menteri
(Permen) No. 27 Tahun 2008 oleh pemerintah, tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor serta Kode Etik Profesi Bimbingan dan
Konseling sebagai landasan bekerjanya seorang Konselor. Aturan-aturan tersebut
menuju ke arah standar kompetensi konselor yang diharapkan, yaitu berhasil.
Keberadaan guru sangat menentukan keberhasilan program kegiatan sekolah. Dalam
mengelola pembelajaran hendaknya guru dapat menciptakan kondisi yang kondusif,
sebagaimana tercantum pada PP No. 19 Tahun 2005 Bab IV, Pasal 19 (1), yang menyatakan ”perlunya partisipasi aktif peserta didik”. Menurut Kartadinata, S (2003, hlm. 3):
Khusus untuk guru BK, mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No 27 Tahun 2008, tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor, pada Pasal 1 ayat (1) “untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan
kompetensi konselor yang berlaku secara nasional”. Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan BK yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan
memandirikan konseli dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk
mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan
umum, terutama dalam jalur pendidikan formal dan nonformal yang disebut
konselor. Tentang kompetensi konselor ini tercantum dalam pendahuluan
permendiknas No 27 Tahun 2008 paragraf ketiga, yakni;
Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli BK senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli, dan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan.
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan ”sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur” (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (6). Masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor,
memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar
kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.
Adapun sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik
dan profesional sebagai satu kesatuan yang utuh. Kompetensi akademik
merupakan landasan ilmiah untuk melaksanakan pelayanan BK, juga merupakan
landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, terdiri dari: (1) memahami
secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka
teoretik BK, (3) menyelenggarakan pelayanan BK yang memandirikan, dan (4)
Unjuk kerja konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan ke
empat hal tersebut di atas, yang dilandasi oleh sikap, nilai, serta kenderungan
pribadi yang mendukung. Kompetensi akademik dan profesional konselor atau
guru BK secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional.
Kompetensi akademik konselor atau guru BK, prosesnya melalui pendidikan
formal jenjang strata satu (S-1) bidang BK, yang bermuara pada penganugerahan
ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang BK, sedangkan kompetensi
profesional merupakan penguasaan penyelenggaraan BK, yang diasah melalui
latihan dalam menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam
konteks otentik Pendidikan Profesi Konselor (PPK) yang berorientasi pada
pengalaman dan kemampuan praktik lapangan. Tamatannya akan memperoleh
sertifikat profesi BK dengan gelar profesi konselor, disingkat kons.
Dalam konteks sistem pendidikan nasional Indonesia, BK ditempatkan
sebagai bantuan kepada peserta didik untuk dapat menemukan pribadi,
memahami lingkungan, dan merencanakan masa depan. Layanan BK dalam
tataran pendidikan, khususnya di persekolahan secara formal telah dilaksanakan
sejak berlakunya kurikulum 1975 sampai sekarang. Begitu pula halnya
pendidikan khusus dewasa ini, terjadi perubahan paradigma, yang semula
berbasis filosofis fatalistik menjadi berbasis filosofis perspektif.
Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi ABK memiliki perspektif masa
depan, jika mereka memperoleh layanan pendidikan yang representatif dengan
potensi dan permasalahan yang dimiliki ABK. Dalam hal ini, pendidikan
ditempatkan sebagai hal yang sangat utama dalam memfasilitasi pengembangan
potensi yang dimiliki oleh ABK, sehingga pada akhirnya melalui upaya
pendidikan dimaksud, ABK dapat berkembang menjadi pribadi mandiri dan
tidak cukup melalui pendekatan instruksional (pembelajaran di kelas), namun
memerlukan pendekatan psycho-educational yang tercermin dalam layanan BK.
Persoalan psikologis yang dihadapi ABK, seperti perasaan rendah diri,
konsep diri yang salah, rendahnya motivasi dan minat dalam belajar, nyatanya tidak
cukup disentuh melalui pendekatan pembelajaran di dalam kelas, bisa juga melalui
pendekatan psycho-educational berbagai persoalan psikologis ABK dapat diatasi.
Kenyataan di lapangan hasil studi pendahuluan, menunjukkan bahwa;
kompetensi guru kelas SDLB ABK yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK,
masih perlu ditingkatkan kompetensinya. Beberapa kompetensi yang harus dimiliki
oleh guru tersebut, menyangkut pemahaman filosofis, kebijakan, konseptual, dan
teknik operasional. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memandang perlu untuk
meningkatkan kompetensi guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru
BK melalui suatu pelatihan dalam upaya memaksimalkan pelayanan BK.
Beberapa penelitian yang terkait dengan kinerja guru BK di sekolah
menunjukkan, bahwa perilaku guru BK kurang profesional. Penelitian yang dilakukan
oleh Asrori, M (1990, hlm. 99-100) terhadap kinerja petugas BK menunjukkan
40,63% yang termasuk kategori tinggi, dan 59,3% termasuk kategori sedang.
Meningkatkan pemerataan layanan pendidikan kepada ABK secara
kuantitas dan kualitas yang disertai peningkatan dan pengembangan kompetensi,
serta wawasan pendidik dan tenaga kependidikan. Menurut Nurhisan, AJ (1993,
hlm. 5) dalam penelitiannya ditemukan bahwa dalam pelaksanaan konseling
masih kurangnya kemampuan guru BK dalam menangani dan menggali masalah
yang dihadapi peserta didik.
Penelitian Marjohan (1993, hlm. 96), menunjukkan bahwa baru 39,47%
Menurut hasil penelitian Suherman, U. et al (2011, hlm. 34, 39) penguasaan
kompetensi konselor menunjukkan belum memadai secara merata ke seluruh
kompetensi yang digariskan sesuai Peratuaran Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 27 Tahun 2008, juga tentang kualitas layanan BK secara umum belum
memuaskan peserta didik yang menjadi subyek layanannya, baik pada
aspek-aspek: ketanggapan (responsiveness); (2) penjaminan (asurance); (3) empati
(empathy); (4) kehandalan (reliability); (5) bukti fisik (tangibles).
Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam studi pendahuluan terhadap
pelaksanaan layanan BK di beberapa SDLB yang ada di Kota Bandung,
dilaksanakan oleh SDLB yang diberi tugas tambahan sebagai guru BK oleh
kepala sekolah, fakta menunjukkan bahwa kompetensi profesional memberikan
kontribusi sebesar 24,2 % terhadap kinerja guru SDLB, sedangkan kekuatan
hubungan kompetensi profesional dengan kinerja guru SDLB yang mendapat
tugas tambahan sebagai guru BK memiliki nilai 0,492 dan kekuatan hubungan
kompetensi guru tersebut adalah sedang, (Helawati, P L. 2011, hlm. 5, 32).
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 17 Maret Tahun 2013 yang
dilakukan peneliti terhadap guru kelas di SDLB Cicendo yang mendapat tugas
tambahan sebagai guru BK, pada umumnya belum/kurang bahkan tidak punya
pengetahuan tentang keilmuan di bidang BK, dan saat melaksanakan layanan
BK hanya berdasarkan akal sehat (common sense) atau asumsi-asumsi. Dalam
melayani anak berkebutuhan khusus tunnarungu di SDLB Cicendo, seharusnya
memerlukan penanganan khusus sesuai dengan ketunaan dan berbagai
permasalahnya. Hal tersebut peneliti simpulkan bahwa kinerja guru kelas di
SDLB Cicendo belum atau tidak profesional dalam hal pelayanan BK.
Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti bermaksud ingin meningkatkan
pengetahuan dan wawasan tentang pelaksanaan BK di kelas melalui pelatihan.
tersebut agar mutu layanan BK meningkat, dan dapat menumbuhkan kepuasan
dan kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan.
Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi
guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, melalui ”Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan Prinsip-prinsip Bimbingan melalui Pelatihan Berbasis Kompetensi” Hal ini diharapkan setelah mengikut pelatihan dapat meningkatkan kompetensi guru SDLB.
Adapun perancangan model peningkatan pengetahuan dan penerapan
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling melalui pelatihan ini, didasarkan pada
kebutuhan guru SDLB Cicendo yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK
melalui asesmen kebutuhan di lapangan. Untuk meningkatkan kualitas guru atau
kualitas pendidikan pada umumnya, pemerintah selalu berupaya melalui berbagai
kegiatan pelatihan, baik yang bersifat regional maupun yang bersifat nasional,
namun hasil pelatihan tersebut seringkali tidak dapat diterapkan secara langsung di
lapangan, dengan alasan berbagai hal, seperti tidak tersedianya infra struktur
pendukung yang memungkinkan hasil pelatihan diterapkan, sehingga usaha dari
pemerintah kurang berdampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru.
Ada dua hal penting gagalnya pelatihan, penyebabnya adalah: (1) Pelatihan
tidak berbasis pada permasalahan yang ada di lapangan, materi pelatihan
disamakan bagi seluruh peserta pelatihan dengan tidak memperhatikan dari daerah
mana mereka berasal, karena kondisi sekolah dari daerah yang satu belum tentu
sama dengan sekolah yang berasal dari daerah lain, selain itu apakah pas jika
digunakan dengan kondisi di Indonesia (jika mengadopsi dari Negara lain). (2)
Hasil pelatihan hanya sebatas pengetahuan saja, tidak di implementasikan pada
pelayanan di kelas, jika diterapkan hanya satu, dua kali saja dan selanjutnya
kembali ke pelayanan semula (back to basic). Hal ini terjadi, karena setelah
kegiatan pelatihan tidak ada kegiatan monitoring atau pendampingan pasca
hasil pelatihan. Selain itu juga kepala sekolah tidak membuka forum sharing
pengalaman atau tidak diwajibkan mendesiminasikan/menyebarluaskan hasil
pelatihan kepada guru-guru lain, sering hanya orang-orang terdekat saja yang
mengetahui atau guru tertentu secara individual mempunyai keingintahuan hasil
dari pelatihan atau mungkin bahkan tidak dilakukan sama sekali, Hendayana, S. et al
(2006, hlm. 36). Artinya pelatihan tersebut masih bersifat konvensional, belum
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan guru-guru di lapangan.
Untuk mengatasi kelemahan pelatihan konvensional yang kurang atau
tidak menekankan kepada pasca pelatihan, maka ada suatu model in-service
training lebih difokuskan kepada upaya pemberdayaan guru sesuai kapasitas dan
permasalahan yang dihadapi masing-masing guru, dan dapat memperkuat
pola-pola pelatihan yang ada, sehingga proses peningkatan keprofesionalan guru dapat
dilakukan lebih efektif lagi.
Model pelatihan tersebut dikenal dengan Pelatihan Berbasis Kompetensi
(PBK) (Competency Based Training) merupakan salah satu pendekatan
penyelenggaraan pelatihan kerja yang mengacu kepada Standar Kompetensi
Kerja sesuai kebutuhan industri/pasar kerja. Pada pelatihan ini praktek lebih
banyak dari pada teori, maka dengan demikian para peserta akan menjadi
terampil dan mahir menguasai bidang yang dipilihnya. Program Pelatihan
Berbasis Kompetensi diselenggarakan secara terpadu baik di lembaga pelatihan
kerja maupun di tempat kerja secara langsung dibimbing dan diawasi oleh
instruktur yang kompeten di bidangnya.
Dalam proses Pelatihan Berbasis Kompetensi peranan Instruktur/
pembimbing teknis di Lembaga Pelatihan berfungsi sebagai fasilitator dan
supervisor, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Bab V Pasal 10, bahwa penyusunan program pelatihan dapat
Menakertrans. Melalui kebijakan desentralisasi penyelenggaraan pelatihan
berbasis kompetensi, maka Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dapat menyusun dan
mengembangkan program BK sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Putu Sudira (2009) pembelajaran berbasis kompetensi mencakup
prinsip-prinsip: (1) terpusat pada peserta pelatihan, (2) berfokus pada penguasaan
kompetensi, (3) tujuan pembelajaran spesifik, (4) penekanan pembelajaran pada
unjuk kerja/kinerja, (5) pembelajaran lebih bersifat individual, (6) interaksi
menggunakan multi metoda: aktif, pemecahan masalah dan kontekstual, (7)
pengajar lebih berfungsi sebagai fasilitator, (8) berorientasi pada kebutuhan
individu, (9) umpan balik langsung, (10) menggunakan modul, (11) belajar di
lapangan (praktek), (12) kriteria penilaian menggunakan acuan patokan (PAP).
Pelatih lebih berperan sebagai sumber belajar yang memfasilitasi peserta
untuk mencapai tujuan pelatihan, namun peneliti memodifikasi model pelatihan ini
dengan unsur-unsur PAIKEM, lesson study, yaitu suatu model pembinaan profesi
pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
komunitas belajar.
Kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metoda/strategi
pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi
guru. Strategi lesson study memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan model
in-service training guru yang lainnya (Hendayana, S. et al 2006, hlm.9-10, 37).
Menurut pengamatan peneliti, sebetulnya model pembelajaran yang ada di
Indonesia banyak yang bagus, jika saja dilaksanakan dalam pembelajaran secara
betul di antaranya dikenal dengan pembelajaran CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif),
PAKEM (Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Kedua
model pembelajaran ini jika diterapkan dan dirancang dengan baik, maka
dirancang agar menyenangkan sehingga peserta didik belajar bersemangat dan
konsep-konsep materi pelajaran akan lebih dipahami peserta didik dengan mudah.
Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan, maka keberadaan guru BK
merupakan komponen penting, dan perlu dikembangkan profesionalitasnya dalam
penyelenggaraan program pembelajaran tersebut. Salah satu masalah yang sangat
krusial pada pelaksanaan layanan konseling menurut hasil analisa studi
pendahuluan tentang profil kompetensi guru sekolah dasar luar biasa dipandang
lemah dan tidak sesuai kebutuhan, mengingat guru BK di SDLB merupakan guru
kelas yang diberi tugas tambahan sebagai guru BK dengan latar belakang
pendidikan luar biasa (PLB). Indikasi lemahnya kompetensi BK didasarkan pada
miss-macth antara bidang keahlian dengan tugas tambahan sebagai guru BK.
Berdasarkan keadaan di lapangan seperti ini, perlu kiranya pengembangan
kualitas guru kelas SDLB tersebut melalui pelatihan. Di lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, pelatihan masih menunjukan pola-pola pelatihan
konvensional, belum mengembangkan model pelatihan yang disesuaikan dengan
asesmen kinerja guru, apakah sudah efektif atau belum. Hal ini masih
dimungkinkan adanya upaya pengembangan suatu model pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional.
Peranan guru BK cukup strategis dalam setiap upaya peningkatan mutu,
relevansi, dan efisiensi pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan program BK,
maka peningkatan profesionalisme guru BK merupakan suatu kebutuhan. Oleh
sebab itu guru BK di sekolah turut berperan dalam meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah.
Guru BK memiliki standar kualifikasi tertentu, sehingga memenuhi
standar kompetensi sebagai guru pembimbing atau konselor. Kompetensi
tersebut membentuk guru BK menjadi efektif, kredibel dan legitimed. Sesuai
mendalam konseli yang hendak dilayani, (2) Menguasai landasan teoretik BK,
(3) Menyelenggarakan BK yang memandirikan.
Seorang guru BK dituntut menguasai landasan teori dan praktik semua
kegiatan dan proses BK, tidak hanya hapal dan menguasai teori secara praktis
prosedur pelayanan BK, namun juga dituntut mampu mengaplikasikan berbagai
teori tersebut, menjadi seorang peneliti unggul, mampu mengembangkan dan
merumuskan berbagai hasil penelitiannya untuk memajukan kegiatan profesi BK,
mampu menyusun rancangan dan konsep pelaksanaan BK berdasarkan hasil
analisa yang komprehensif, mampu menilai secara sistematis, dan kompeten
memberikan peta konsep serta perkiraan permasalahan dan penyelesaian masalah
konseli secara ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan. Kompetensi lain yang
wajib dimiliki seorang guru BK profesional, yaitu memiliki semangat meyakini
Tuhan Yang Maha Esa, dengan performan kepribadian yang stabil dan kuat,
memiliki kesadaran dan mematuhi kode etik profesional sebagai guru BK.
Selanjutnya setelah semua mencukupi, guru BK juga diharuskan aktif
berkomunikasi dengan sesama guru dalam lembaga pendidikannya serta aktif
dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang bermanfaat untuk orang
banyak, melalui keterlibatannya dalam organisasi profesi. Profesionalisme guru
BK merupakan proses yang dijalani secara terus menerus dan berkelanjutan.
Proses ini bisa melalui berbagai cara, seperti melalui pra-jabatan (preservice
education), pendidikan dalam jabatan termasuk pelatihan (in-service
training),juga penghargaan masyarakat terhadap guru BK, menegakan kode etik
profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru BK, besar kecilnya insentif
dan lain sebagainya, dapat menentukan profesionalisme guru BK.
B.Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasi
1. Lemahnya kompetensi guru kelas yang mendapat tugas tambahan sebagai guru
BK dan berlatarbelakang non-ke BK-an dalam melaksanakan tugas layanan
konseling.
2. Umumnya guru kelas yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, belum
memenuhi kualifikasi pendidikan sesuai standar kompetensi yang disyaratkan.
3. Kurangnya strategi, metode, dan teknik layanan BK yang digunakan guru kelas
yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK.
4. Lemahnya kemampuan guru kelas yang mendapat tugas tambahan sebagai guru
BK dalam merancang program BK, serta lemahnya melaksanakan evaluasi
hasil layanan konseling.
5. Kurangnya pelaksanaan pelatihan untuk guru kelas yang diberi tugas tambahan
sebagai guru BK oleh penyelenggara pelatihan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka akan mengakibatkan rendahnya
kualitas layanan BK dalam penyelenggaraan program BK di sekolah. Hal ini salah
satu faktor penting yang turut menentukan kualitas pembelajaran dalam program
layanan konseling adalah kompetensi guru kelas dalam kaitannya melaksanakan
layanan konseling yang memadai sesuai dengan standar kompetensi yang ditentukan.
Dalam peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dimana kompetensi pendidik meliputi empat jenis kompetensi,
yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,dan
kompetensi profesional. Mengingat kondisi faktual guru yang ada di SDLB pada
umumnya tidak berlatar belakang BK, dan terjadi miss-match bidang keahlian
dengan tugas dalam layanan konseling menyebabkan kualitas dan kompetensi
layanan konseling lemah, dalam memenuhi standar kompetensi sebagaimana yang
dipersyaratkan.
Di lain pihak, program-program pelatihan pengembangan kompetensi guru
kompetensi pedagogik guru BK belum memperoleh perhatian secara khusus dan
proporsional, padahal pengembangan kompetensi pedagogik merupakan hal yang
penting manakala kita memandang guru BK sebagai agen layanan konseling.
C.Fokus dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
difokuskan pada permasalahan ”Apakah Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling pada Guru-guru Sekolah
Dasar Luar Biasa Cicendo Melalui Pelatihan Berbasis Kompetensi dapat
meningkatkan kompetensi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK?” Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian ini, maka permasalahan tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana kondisi awal kompetensi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?
2. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi guru-guru tersebut selama ini dalam
menjalankan tugas tambahan sebagai guru BK?
3. Kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan guru selama ini untuk
menjalankan tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?
4. Upaya apa saja yang pernah dilakukan sekolah dalam membantu guru-guru
tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasannya agar dapat
menjalankan tugas tambahan sebagai guru BK dengan benar?
5. Bagaimana model konseptual pelatihan berbasis kompetensi untuk meningkat-
kan kompetensi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?
6. Bagaimana implementasi model pelatihan berbasis kompetensi untuk mening- katkan kompetensi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di
SDLB Cicendo ?
D.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh rumusan model peningkatan
Tunarungu Cicendo yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK melalui pelatihan
berbasis kompetensi, agar mampu memperbaiki kinerjanya dalam layanan BK.
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka perlu dirumuskan tujuan
penelitian secara spesifik dan terukur yaitu:
1. Mengetahui kondisi awal kompetensi guru-guru yang mendapat tugas tambahan
sebagai guru BK di SDLB Cicendo.
2. Mengetahui masalah apa saja yang dihadapi guru-guru selama ini yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?
3. Mengetahui kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan guru-guru selama ini yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo?
4. Mengetahui upaya apa saja yang pernah dilakukan sekolah selama ini dalam membantu guru-guru yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB
Cicendo?
5. Menyusun model pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam melaksanakan tugas tambahan sebagai guru BK di SDLB Cicendo.
6. Mengimplementasikan model pelatihan berbasis kompetensi pada guru-guru SDLB Cicendo yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK.
E.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara positif
dalam tataran teoretik maupun praksis.
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembang Pelatihan,
bahwa pelatihan berbasis kompetensi sebagai salah satu model pelatihan bagi guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK.
b. Memperkaya pengetahuan dan wawasan guru-guru sekolah luar biasa yang
mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, agar dapat menjalankan tugas layanan dengan handal.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak
yang berkepentingan, di antaranya:
a. Bagi Penyelenggara Pelatihan
1) Dapat menjadi acuan dan bahan pertimbangan dalam merancang kegiatan
pelatihan terutama bagi guru-guru SDLB.
2) Dapat memotivasi dan memperbaiki model program pelatihan di lembaga
Diklat seperti lembaga Diklat PPPPTK TK dan PLB Bandung, di PPPPTK
Penjas Orkes dan BK Parung Bogor, dalam mengembangkan Model Pelatihan
Berbasis Kompetensi yang telah dimodifikasi, sehingga model pelatihan yang
dikembangkan menjadi salah satu alternatif dalam penyelenggaraan pelatihan.
3) Penelitian ini bermanfaat bagi pemangku kepentingan pengembangan
kompetensi guru BK, baik yang ada di pusat maupun yang ada di daerah seperti Subdin PLB Dinas Pendidikan Provinsi.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
1) Bermanfaat sebagai bahan kajian dan dapat memberikan arah bagi pihak lain yang berminat untuk meneliti permasalahan ini secara lebih lanjut.
2) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi pihak
yang diberikan rekomendasi dalam upaya merespon kebutuhan belajar dengan model yang relatif sudah teruji dan disertai pemaparan keunggulan
dan kelemahan model.
3) Penelitian ini dapat menjadi sumber pengembangan model penelitian
yang sama yang dapat diterapkan di sekolah-sekolah lainnya.
F. Struktur Organisasi Disertasi
Disertasi ini terdiri dari lima Bab dengan daftar pustaka dan lampiran. Isi
pendahuluan pada BAB. I Pendahuluan, memaparkan tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
struktur organisasi penulisan. BAB. II berisi Kerangka Konseptual Model Pelatihan
Berbasis Kompetensi bagi Guru SDLB, yang menguraikan tentang konsep BK,
tentang makna pengetahuan, keterampilan, serta sikap, pelaksanaan proses BK, dan
hasil penelitian yang relevan. BAB. III berisi tentang lokasi dan subjek penelitian,
Metode Penelitian, memuat uraian: pendekatan penelitian, prosedur penelitian, teknik
pengumpulan data, jadwal pelaksanaan penelitian, serta analisis dan penafsiran data.
BAB. IV berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan, memaparkan tentang hasil studi
pendahuluan, pengembangan Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan
Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling pada Guru SDLB Cicendo melalui
Pelatihan Berbasis Kompetensi, dan pembahasan. BAB. V berisi Simpulan yang
diperoleh dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, implikasi hasil
penelitian, serta Rekomendasi yang penting bagi berbagai pihak terkait dengan
penerapan Model Peningkatan Pengetahuan dan Penerapan Prinsip-prinsip Bimbingan
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu Sekolah Luar Biasa Negeri
(SLBN) di Kota Bandung. Sebagai gambaran perlu juga disampaikan bahwa
SLBN tersebut berdiri sejak tahun 1954 yang ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan sebagai lembaga pendidikan untuk para penyandang cacat di
Indonesia yang diberi nama Sekolah Luar Biasa (SLB) Cicendo, karena terletak
di jalan Cicendo Kota Bandung.
Alasan dipilihnya sekolah ini dijadikan lokasi penelitian, di antaranya
ada dua hal: (a) alasan yang pertama, bahwa ada dua orang guru dari SDLB
Cicendo yang sudah pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat)
Layanan Bimbingan dan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bagi
Guru PLB yang diselenggarakan lembaga Diklat Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-kanak dan
Pendidikan Luar Biasa (PPPPTK TK dan PLB) dimana peneliti bekerja, yakni
pada tahun 2011 yang dilaksanakan di Kota Cimahi (b) Alasan yang kedua,
bahwa guru-gurunya pernah melaksanakan pembelajaran lesson study pada
tahun 2004, dengan guru modelnya satu dari Jepang dan satu dari SLB-B
tersebut.Observernya berasal dari guru-guru SLB di Jawa Barat dan mahasiswa
S2 PLB UPI. Pakarnya dari dosen PLB UPI, University of Tsukuba dan Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Merujuk kepada dua hal tersebut di atas, maka dipandang refresentatif
dalam pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi, yang diawali dengan
training need assesmen (TNA) agar mengetahui terlebih dahulu kondisi awal
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah guru pada satuan pendidikan sekolah dasar luar
biasa (SDLB) di SLBN Cicendo Kota Bandung. Penentuan subyek penelitian
dilakukan secara purpossive sampling. Kriteria guru yang dijadikan objek
penelitian adalah guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK,
karena guru-guru tersebut tidak berlatar BK, sehingga peneliti ingin mengetahui
profil guru-guru tersebut dalam melaksanakan layanan BK.
B.Desain Penelitian
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah tersusunnya “Model Peningkatan
Pengetahuan dan penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada guru
SDLB Cicendo melalui pelatihan berbasis kompetensi”Kerangka isi dan komponen
disusun berdasarkan kajian konsep dan teori pelatihan berbasis kompetensi dengan
pendekatan andragogi, yaitu “… ilmu dan seni membantu orang dewasa melakukan
kegiatan belajar Sudjana (2001, hlm. 36), kajian hasil penelitian terdahulu yang
relevan, studi pendahuluan yang menjaring data permasalahan ditinjau dari aspek
kebutuhan pelatihan dan profil guru SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai
guru BK, serta uji empiris terhadap model. Jika dibagankan skenario/alur kegiatan
keseluruhan dari pengembangan sebuah model pelatihan dapat digambarkan seperti
3.1 Model Rancang Bangun Pelatihan (Borg & Gall, 2003)
C.Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model peningkatan pengetahuan
dan penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada guru-guru sekolah dasar
luar biasa Cicendo melalui pelatihan berbasis kompetensi. Pengembangan model ini
dirumuskan berdasarkan pada analisis empiris dan kerangka konseptual tentang
layanan BK. Sumber data yang dijadikan rujukan dalam analisis empiris pada
penelitian ini bersumber dari data lapangan tentang: (1) kondisi awal guru tersebut
dalam layanan BK; (2) kebutuhan guru dalam layanan BK.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian dan Pengembangan atau Research and
Development (R & D), Borg dan Gall (2003,hlm. 569) menyatakan bahwa R & D
adalah penelitian dan pengembangan yang digunakan untuk mendesain produk atau
prosedur baru yang kemudian di uji di lapangan secara sistematis, dan di evaluasi,
dikembangkan dan disaring sampai produk atau prosedur tersebut memenuhi kriteria
efektivitas, kualitas, atau standar tertentu. Dalam upaya pengembangan model ini,
Kajian Empirik Kajian Konseptual
Merancang Model Hipotetik
Validasi Model Hipotetik
Revisi Model Hipotetik
Ujicoba Terbatas Model
Revisi Hasil Ujicoba Terbatas Model
Uji Lapangan Model
Merancang Model Ahir (Model ADDIE)
jenis penelitiannya multi tahap, artinya penelitian ini dilakukan setidaknya melalui
tiga tahap, yakni: penelitian pendahuluan, pengembangan, dan pengujian. Tiap tahap
disajikan berdasarkan jenis penelitian; data, sumber data, teknik pengumpulan data
dan analisisnya; subjek yang terlibat serta alokasi waktu penelitian yang digunakan.
Tentang data penelitian dari penelitian pendahuluan, peneliti berupaya
mendeskripsikan dan memaknainya, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar empiris
dalam mengembangkan dan merumuskan model pelatihan berbasis kompetensi bagi
guru SDLB dalam mengoptimalkan layanan bimbingan dan konseling.
Dalam kegiatan pelaksanaan penelitian dan pengembangan, terdapat tiga
metode yang digunakan, yaitu: deskriptif, eksperimen, dan evaluative (Syaodih, N.
2010). Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini, untuk menghimpun data
tentang permasalahan ditinjau dari aspek kebutuhan pelatihan guru di SDLB Cicendo
yang mendapat tugas tambahan sebagai guru bimbingan dan konseling sebagai studi
pendahuluan. Penggunaan metode eksperimen untuk menguji ke efektifan model
pelatihan berbasis kompetensi, dan penggunaan metode evaluative untuk meng-
evaluasi proses uji coba pengembangan model pelatihan berbasis kompetensi,
meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Rancangan penelitian yang digunakan pada saat melakukan uji coba terhadap
model pelatihan berbasis kompetensi adalah rancangan kombinasi kuantitatif dan
kualitatif (combined quantitative and qualitative design) dengan menggunakan model
rancangan dominan-kurang dominan (dominan-less dominan design) Creswell (1994).
Dalam rancangan ini, penelitian kuantitatif berdasarkan pada pengujian empiris
terhadap model pelatihan yang ditunjang dengan teknik wawancara, dan pengisian
inventori, serta observasi saat model diujicobakan.
Adapun alasan digunakannya pendekatan R & D pada penelitian ini, ada dua
hal, pertama peneliti ingin menggali data lapangan, yang kedua peneliti ingin
kinerja guru kelas di SDLB yang mendapat tugas tambahan sebagai guru bimbingan
dan konseling (BK). Penelitian ini difokuskan pada pengembangan Model
peningkatan pengetahuan dan penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
pada guru-guru sekolah dasar luar biasa Cicendo melalui pelatihan berbasis
kompetensi, sehingga produk akhir dari penelitian ini adalah merumuskan Model
Pelatihan Berbasis Kompetensi yang sudah dimodifikasi. Disebut dimodifikasi karena
tidak 100% berbasis kompetensi, karena dalam pelaksanaannya terdapat unsur-unsur
lesson study dan PAKEM.
Penelitian ini merupakan penelaahan terhadap suatu masalah secara terencana
dengan menggunakan metode dan langkah-langkah yang sistematis. Prosedur yang
ditempuh dalam penelitian ini sesuai dengan pendekatan sebagaimana dalam research
and development (R & D) Sugiyono (2009, hlm 298), Borg dan Gall (2003, hlm.
625). Penelitian yang dirancang dengan pendekatan R & D, sebagaimana pendapat
Borg & Gall. 2003 (hlm. 624) dimaksud ialah“a process used develop and validate
educational products”. Pengertian ini mengandung makna bahwa metode penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan pada prinsipnya merupakan proses
untuk mengembangkan suatu produk penelitian, selanjutnya memvalidasi produk
tersebut. Artinya metode penelitian dan pengembangan diterapkan untuk
menghasilkan produk dan menguji ke efektifan produk.
Dalam konteks penelitian ini, produk penelitian yang akan dikembangkan dan
di validasi adalah model pelatihan berbasis kompetensi, bagi guru SDLB yang
mendapat tugas tambahan sebagai guru BK. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini, yakni menghasilkan sebuah Model Pelatihan Berbasis
Kompetensi yang tervalidasi untuk direkomendasikan, maka kegiatan penelitian ini
diarahkan kepada 10 langkah kegiatan utama yang dikembangkan, Borg dan Gall
(2003, hlm. 570) yaitu (1) survei terbatas dan pengumpulan informasi (research and
information collection), (2) melakukan perencanaan (planning), (3) mengembangkan
ujicoba produk awal (preliminary field testing), (5) menyempurnakan produk utama
(main product revision), (6) melakukan uji lapangan produk utama (main field
testing), (7) memperbaiki kembali hasil uji lapangan (operational product revision),
(8) melakukan ujicoba kembali (operational field testing), (9) menyempurnakan
model untuk mengembangkan model akhir (final product revision), dan (10)
diseminasi dan sosialisasi model (dissemination and distribution).
Pelelitian yang dikembangkan peneliti, dari ke sepuluh langkah pendekatan
model penelitian yang dikembangkan Borg dan Gall, peneliti memodifikasi atau di
sederhanakan menjadi menjadi sembilan langkah, yaitu: (1) studi pendahuluan, (2)
merancang model hipotetik, (3) validasi model hipotetik, (4) revisi model hipotetik,
(5) ujicoba terbatas model hipotetik, (6) revisi hasil ujicoba terbatas model, (7) uji
lapangan model, (8), merancang model akhir, (9) desiminasi model. Desiminasi
merupakan proses untuk membantu para calon pengguna mengenal dan mengetahui
lebih jauh tentang produk yang telah dihasilkan. Implementasi merupakan kegiatan
pengembang produk membantu para pengguna, mengadopsi produk yang telah
dikembangkan. Institusionalisasi merupakan proses menerapkan produk yang telah
dikembangkan dalam keseluruhan kegiatan dan organisasi pendidikan yang
menggunakannya.
D.Definisi operasional
Berkenaan dengan penelitian tentang pengembangan model pelatihan
berbasis kompetensi untuk meningkatkan kompetensi guru SDLB Cicendo yang
mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, peneliti perlu menjabarkan definisi
operasional sebagai fokus pemasalahan yang menjadi penelitian, yakni: (1)
peningakatan pengetahuan; (2) prinsip-prinsip BK; (3) kompetensi; (4) standar
kompetensi; (5) kompetensi guru; (6) Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK/ CBT),
1. Peningkatan pengetahuan, meupakan upaya untuk menambah pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih baik, untuk mencapainya dapat
melalui pelatihan dengan perencanaan yang baik.
2. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, merupakan hasil kajian teoritik dan
telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang
dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan konseling prinsip-prinsip pada
umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah konseli, tujuan dan
proses penanganan masalah, program pelayanan, dan penyelenggaraan pelayanan.
Dalam layanan bimbingan dan konseling perlu diperhatikan sejumlah prinsip.
3. Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
4. Standar Kompetensi adalah uraian kompetensi dan pengetahuan yang baku
disusun berdasarkan analisis dan jabatan tertentu yang harus dikuasai oleh setiap
tenaga kerja untuk mampu melaksanakan tugasnya secara efisien, efektif dan
produktif.
5. Kompetensi guru adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
6. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik
yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
7. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian (1) mantap dan stabil yang memiliki konsistensi dalam bertindak
sesuai norma hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku, dan bangga sebagai
guru; (2) dewasa, yang berarti mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai
perilaku yang menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak,
menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah,
dan masyarakat; (4) berwibawa, yaitu perilaku guru yang disegani sehingga
berpengaruh positif terhadap peserta didik; dan (5) memiliki akhlak mulia dan
memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik, bertindak sesuai norma
religious, jujur, ikhlas, dan suka menolong (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan)
8. Kompetensi sosial: yaitu kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi
dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar.
9. Kompetensi profesional: merupakan kemampuan guru dalam penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/
teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada
dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d)
penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e)
kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai
dan budaya nasional, juga termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya
seperti kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang
sesuai yang berperan sebagai pendukung profesionalisme guru.
10. Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK/CBT) adalah pelatihan yang memperhati-
kan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan di tempat kerja agar
dapat melakukan pekerjaan dengan kompeten.
11. ADDIE adalah pendekatan dan model yang dapat digunakan untuk mendesain dan
mengembangkan program pembelajaran yang berisi langkah-langkah: analisis,
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Pengumpulan data diawali dengan: (a) studi kepustakaan, untuk menemukan
konsep atau teori pendukung bagi masalah yang diteliti; (b) melakukan kajian pada
penelitian orang lain; (c) mempelajari metode penelitian dari buku teks; (d)
melakukan wawancara,wawancara digunakan untuk menghimpun data atau
informasi verbal secara langsung dari subjek penelitian. Melalui teknik wawancara,
diharapkan dapat diperoleh berbagai informasi. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas; yaitu “proses wawancara dimana interviewer tidak secara sengaja mengarahkan tanya jawab pada pokok-pokok persoalan dari fokus penelitian dan interviewer orang yang diwawancarai” (Supardi, 2006:100). Melalui wawancara, peneliti mengetahui hal-hal lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa
ditemukan melalui observasi.Hasil wawancara segera harus dicatat setelah selesai
melakukan wawancara agar tidak lupa atau bahkan hilang; (e) observasi untuk
memperoleh data empirik dari lokasi penelitian. Observasi, dilaksanakan dengan
mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang sedang diteliti yakni
kondisi di lapangan saat melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang
dilaksanakan di SDLB Cicendo di Kota Bandung. Ada empat jenis alat
pengumpul data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, yakni:
a. Tes (pre-test, post-test), dikembangkan dan digunakan untuk menjaring data
yang bersifat pengetahuan dalam penguasaan kompetensi pedagogik guru
SDLB Cicendo yang mendapat tugas tambahan sebagai guru BK, me- liputi
komponen: (1) memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pem
belajaran, (2) memahami peserta pelatihan yang mendukung kemampuannya