Mochamad Chandra Zakaria, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, Z., dan Rochyadi, E (2007). Modul 3: Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak Unit I Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak dengan Gangguan Kognitif atau Kecerdasan. Bandung: tidak diterbitkan
Amin, Moh. (1994). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tenaga Guru.
Atkinso, Ret a L, et al. (2000). Pengantar Psikologi Edisi Sebelas Jilid Satu. Batam. Interaksa
Bierna-Smith, Mary., Henbach, Richard F, dan Patton, James R. (2000). Mental Retardation (sixht edition). New Jersey: Merrill Prentice Hall
Delphie, Bandi (2005). Bimbingan Konseling Untuk Perilaku Non-Adaptif. Bandung :Pustaka Bani Quraisy
Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita Suatu Pengantar dalam
Pendidikan Inklusi. Bandung : PT Refika Aditama
Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusif. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Dirokterat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (tidak diterbitkan)
Departemen Sosial RI. (2007). Pedoman umum Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Cacat Mental (Tuna Grahita). Jakarta : Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial 2007 (tidak diterbitkan)
Johnsen Berit H, dan Skjorten, Miriam D (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar. Bandung : unipub forlag
Moleong, lexy J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya
Munawar, Muhdar Dkk. (2011). Model Pendidikan Inklusif Untuk Anak Autis. Bandung, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
Riduwan (2009). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung : CV Alfabeta
Smith, J.David (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Nuansa
Soendari, T. Nani, M.E. (2010). Asesmen dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: CV. Catur Karya Mandiri
Somantri, Sutjihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT.Refika Aditama.
Sudjana, N. (2005). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung : Sinar Baru
Sugiyono. (2008). Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Bandung: Penerbit Alfabeta
Suherman, Uman (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung : Rizqi Press
Tarsidi, D. (2002). Pendidikan Inklusif Ketika hanya ada sedikit sumber.
Tersedia [online]:
http://www.eenet.org.uk/resources/docs/IE%20few%20resources%20Baha sa.pdf
Ulfatusholihat, Ria (2009). Peran Orang Tua dalam Penyesuaian Diri Anak
Tunagrahita [online]. Tersedia :
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Meskipun kebijakan untuk menyatukan siswa berkebutuhan khusus telah
ada sejak lama, tindakan nyata untuk menempatkan siswa-siswa ini di kelas
pendidikan umum ternyata baru dilakukan lama setelah kebijakan itu dikeluarkan.
Wacana yang terjadi di lapangan khususnya di Indonesia masih ada diskriminasi
terhadap anak berkebutuhan khusus/ABK untuk mendapatkan pendidikan. Masih
banyak ditemui penolakan oleh institusi sekolah terhadap ABK. Padahal
jelas-jelas itu adalah perbuatan melanggar hukum yang berlaku di negara ini.
Seharusnya tidak ada lagi penolakan yang terjadi. Bukanlah hal yang tidak
memungkinkan jika ABK mempunyai kemampuan kognitif yang optimal tetapi
tidak mampu mengoptimalkan kemampuannya dikarenakan adanya diskriminasi
pendidikan.
Badan organisasi PBB dalam bidang Pendidikan UNESCO (United Nation
Education Organization) mengemban Pendidikan Internasional. Salah satu dari
filsafat yang dipakai adalah Education For All, yaitu pendidikan untuk semua.
Indonesia adalah salah satu anggota dari PBB yang juga memiliki
kewajiban meningkatkan pendidikan baik secara Nasional maupun Internasional.
satunya adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, dan UUD 1945 pasal 31
ayat 1 menyatakan “Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Undang Undang nomor 4 tahun 1997 pasal 5 menyebutkan “setiap penyandang cacat
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan
penghidupan”.
Dalam upaya mewujudkan demokratisasi pendidikan di Indonesia, perlu
diselaraskan dengan program UNESCO “Education for All”, hal tersebut perlu
didukung oleh lembaga formal, agar pendidikan dapat berjalan secara baik perlu
melibatkan masyarakat. Paradigma Pendidikan Luar Biasa di Indonesia telah
mengalami perkembangan dengan terjadinya perubahan segregrasi kearah yang
lebih inklusif. Hal ini telah ditegaskan oleh Deklarasi Pendidikan Untuk Semua,
yang menyatakan bahwa selama memungkinkan semua anak seharusnya belajar
bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada
pada mereka.
Pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi
pernyataan Salamanca tahun 1994. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan
sekolah-sekolah reguler dapat melayani semua anak terutama anak-anak yang
memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Di Indonesia melalui SK Mendiknas
No.002 /u /1986 telah terintis pengembangan sekolah regular yang melayani
penuntasan wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus. Dalam “Deklarasi
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
jelas menyebutkan tujuh point yang membahas menjamin dalam hal
pendidikannya.
Sekolah merupakan suatu wadah atau tempat bagi setiap anak belajar
secara formal untuk mendapatkan layanan pendidikan sebagai bekal bagi mereka
dalam menghadapi masa depannya. Setiap anak menginginkan mereka dapat
diterima dan menjadi bagian dari komunitas sekolah baik itu di kelas, dengan
guru, dan teman sebaya. Penerimaan yang baik dilingkungan sekolah akan
membantu anak untuk dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam lingkungan
yang lebih luas yakni dalam lingkungan masyarakat. Hal ini juga berlaku pada
anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Dewasa ini sebagian anak yang berkebutuhan khusus sudah ada yang
mengikuti pendidikan di sekolah regular, namun karena ketiadaan pelayan khusus
bagi mereka, akibatnya mereka berpotensi tinggal kelas yang pada akhirnya akan
putus sekolah. Akibat lebih lanjut program wajib belajar pendidikan 9 tahun akan
sulit tercapai. Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan
kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperolah
pendidikan di sekolah regular. yang disebut dengan istilah “pendidikan inklusif”. Dalam pendidikan inklusif, semua anak belajar dan memperoleh
dukungan yang sama dalam proses pembelajaran dengan anak-anak regular.
Apabila ada kegagalan dalam belajar, maka kegagalan itu adalah kegagalan
hanya anak yang mengalami kecacatan. Dengan demikian, guru dan sekolah
bertanggung jawab terhadap pembelajaran anak, dan pembelajaran berfokus pada
kurikulum yang fleksibel. Soebagyo Brotosedjati (2003:3), memberikan batasan
tentang pendidikan inklusif yaitu “suatu model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat (berkebutuhan khusus) yang diselenggarakan bersama
anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang
berlaku di lembaga yang bersangkutan”.
Pendidikan inklusif adalah “sebuah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus dapat belajar di sekolah umum yang ada dilingkungan
mereka dan sekolah tersebut dilengkapi dengan layanan pendukung serta
pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak”.
(Konferensi tingkat menteri pendidikan negara-negara Afrika - MINEDAF VIII).
Pendidikan inklusif sangat relevan dengan falsafah negara kita, yaitu
Bhineka Tunggal Ika. Berangkat dari kebhinekaan maka sistem pendidikan di
Indonesia harus memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa yang beragam.
Dengan demikian akan terjadi sikap silih asah, silih asih dan silih asuh dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga walaupun karakteristik dari siswa dalam satu
kelas atau satu sekolah beragam, tetapi tetap dapat belajar secara bersama-sama.
Pendidikan Inklusif berarti bahwa sekolah dan pendidik harus
mengakomodasi dan bersikap tanggap terhadap peserta didik secara individual.
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
pendidikan sebagai tujuan seumur hidup, dan sasaran akhir tercapainya warga
negara yang sehat dan produktif. Dengan demikian perlu ada pembenahan dalam
perangkat pendidikan itu sendiri. Adanya tenaga profesional, yaitu GPK yang
dapat memahami pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk
ditempatkan di sekolah inklusi sedikit menjawab kegelisahan dalam sekolah
inklusi itu sendiri. Prastowo (2005), mengartikan GPK sebagai “seorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak berkelainan atau siswa
berkebutuhan khusus pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat
berjalan lancar tanpa gangguan”.
Dari hasil realita di lapangan bahwa dalam pelaksanaannya, peran seorang
guru pembimbing khusus ternyata tidak hanya dilakukan oleh guru pembimbing
khusus itu sendiri, melainkan adapula yang dilakukan oleh guru pendamping.
GPK berkoordinasi dengan Guru Pendamping dan Guru Reguler sehingga
terbentuk pola koordinasi segitiga diantara ketiganya. Kemampuan GPK di
sekolah inklusi ini dapat dikatakan cukup berat, khususnya ketika mengahadapi
anak tunagrahita didalam setting inklusif ini.
American Asociation on Mental Deficiency (AAMD) (dalam Alimin dan
Rochyadi, 2007 : 23) merumuskan definisi tunagrahita sebagai berikut : “mental
retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning
exxsisting concurrently with deficits in adaptif, and manifested during
suatu kondisi dengan kemampuan fungsi intelektual di bawah rata-rata dengan
diiringi hambatan perilaku adaptif, dan terjadi selama periode perkembangan. “AAMD mengelompokan tunagrahita kedalam empat kelompok, yaitu ringan
(mild), sedang (moderate), berat (severe), dan sangat berat (profound)” (dalam
Alimin dan Rochyadi, 2007:26).
Anak tunagrahita akan mengalami kesulitan di bidang akademik serta
kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena anak mengalami
hambatan dalam hal kognitif dan perilaku adaptifnya. Leland (delphie, 2005:78),
menyatakan bahwa : “Perilaku adaptif merupakan bentuk kemampuan seseorang
berkaitan dengan keberfungsian kemandirian atau independent functioning,
tanggung jawab pribadi atau personal responsibility, dan tanggung jawab social
atau social responsibility”.
Dengan hambatan dalam perilaku adaptif tersebut, anak tunagrahita
kurang dapat memahami dan mentaati norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Dampak dari hambatan dalam perilaku adaptif tersebut, anak tunagrahita
mengalami keterbatasan dalam mengartikan norma-norma, sering bertingkah laku
aneh atau tidak lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya. Seringkali orang
lain menganggap anak tunagrahita seperti orang gila dengan tingkahlakunya yang
aneh dan ganjil tersebut. Menurut Alimin dan Rochyadi (2007:47) keganjilan
tingkah laku anak tunagrahita berkaitan dengan ketidaksesuaian antara perilaku
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Dalam pembinaan perilaku adaptif terhadap anak tunagrahita di sekolah
inklusi untuk menjalankan perannya secara profesional, maka GPK harus
memiliki pemahaman yang benar mengenai peran dan tanggung-jawabnya
tentang pentingnya pembinaan perilaku adaptif, sehingga ia mampu menjalankan
perannya dengan optimal, dan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak,
khususnya oleh siswa berkebutuhan khusus itu sendiri. Kerjasama dan perhatian
dari semua pihak yang terlibat dalam pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama, mutlak diperlukan.
Dalam upaya memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi semua pihak.
Dari pernyataan di atas tersebut dapat menggambarkan bahwa betapa
besarnya peranan GPK dalam upaya pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita,
khususnya di sekolah inklusi. GPK dituntut agar anak yang memiliki kebutuhan
ini dapat berperilaku sesuai aturan dan norma yang berlaku di lingkungannnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian mengenai peranan guru pembimbing
khusus dalam upaya pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di
sekolah inklusi dapat memberikan sebuah informasi kepada pihak sekolah,
keluarga, dan masyarakat umumnya serta pembaca itu sendiri. Dari uraian diatas
tersebut, sehingga peneliti tertarik melakukan studi kasus terhadap peranan guru
pembimbing khusus dalam upaya pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita
B. Fokus Kajian Penelitian dan Pertanyaan Penelitian
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam aspek perilaku adaptifnya,
tetapi tidak berarti bahwa anak tersebut tidak memiliki suatu potensi yang dapat
dikembangkan, terlebih pada anak tunagrahita ringan. Dengan memberikan
perlakuan yang sesuai, potensi yang ada pada anak tunagrahita ringan dapat
dikembangkan secara optimal. Tidak sedikit anak tunagrahita yang memiliki
hambatan dalam perilaku adaptifnya dapat beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya, baik dalam hal sosialisasi, komunikasi maupun hal kemandirian. Hal
tersebut tidak terlepas dari upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah khususnya
guru pembimbing khusus (GPK). Maka dari itu, pada penelitian ini di fokuskan
pada “Bagaimana Peran Guru Pembimbing Khusus (GPK) terhadap pembinaan perilaku adaptif Anak Tunagrahita Ringan di sekolah inklusif”.
C. Rumusan Masalah
Dari fokus kajian penelitian tersebut, dapat dijabarkan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam penyusunan program
pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi?
2. Bagaimana sistem koordinasi antara Guru Pembimbing Khusus dengan pihak
sekolah dan orang tua siswa dalam hal penyusunan program pembinaan
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
3. Bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam memberikan bimbingan
kepada anak tunagrahita ringan dalam mengatasi hambatan atau permasalahan
perilaku adaptif?
4. Bantuan seperti apakah yang diberikan Guru Pembimbing Khusus kepada
guru reguler atau guru kelas agar mereka dapat memberikan layanan
pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan ?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran upaya
yang dilakukan oleh guru pembimbing khusus di dalam pembinaan perilaku
adaptif pada anak tunagrahita ringan di setting sekolah inklusi. Dari paparan
tersebut dapat diuraikan beberapa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam
penyusunan program pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan
di sekolah inklusi.
a. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam
penyusunan instrumen asesmen perilaku adaptif anak tunagrahita
ringan.
b. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam
c. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam
pengolahan hasil aesmen.
d. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam
penyusunan program perilaku adaptif untuk anak tunagrahita
ringan.
2. Bagaimana sistem koordinasi antara Guru Pembimbing Khusus dengan
pihak sekolah dan orang tua siswa dalam hal penyusunan program
pembinaan perilaku adaptif.
a. Mengetahui bagaimana persiapan penyusunan program pembinaan
perilaku adaptif bagi anak tunagrhita ringan.
b. Mengetahui bagaimana pelaksanaan program pembinaan perilaku
adaptif bagi bagi anak tunagrhita ringan.
c. Mengetahui bagaimana evaluasi program pembinaan perilaku
adaptif bagi bagi anak tunagrhita ringan.
d. Mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan agar sistem
koordinasi berjalan dengan baik dan berkesinambungan.
3. Bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam memberikan
bimbingan kepada anak tunagrahita ringan dalam mengatasi hambatan
atau permasalahan perilaku adaptif.
a. Mengetahui bagaimana bimbingan yang di berikan oleh Guru
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
b. Mengetahui bagaimana proses pelaksanaan bimbingan yang
diberikan oleh Guru Pembimbing Khusus.
4. Bantuan seperti apakah yang diberikan Guru Pembimbing Khusus kepada
guru reguler atau guru kelas agar mereka dapat memberikan layanan
pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan.
Mengetahui bagaimana cara yang dilakukan Guru Pembimbing
Khusus dalam memberikan bantuan (sharing pengalaman) kepada
guru kelas dan/ atau guru mata pelajaran.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan
sumbangan pemikiran dan gambaran tentang pentingya upaya
pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan dilihat dari
persepsi guru pembimbing khusus di sekolah inklusif.
b. Kegunaan Praktis
1. Bagi orang tua yang memiliki anak tunagrahita, melalui penelitian ini
diharapkan mampu memberikan informasi dan gambaran mengenai
pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan yang dapat
dilakukan oleh orang tua. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pemahaman akan pentingnya mengembangkan potensi
2. Bagi Guru Pembimbing Khusus (GPK) diharapkan penelitian ini dapat
menjadi pedoman atau acuan dalam membina kemampuan perilaku
adaptif anak tunagrahita di sekolah khususnya dan masyarakat
umumnya.
3. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam
memberikan informasi mengenai pembinaan perilaku adaptif pada
anak tunagrahita ringan yang dilakukan oleh GPK. Dengan demikian
sekolah juga dapat menerapkan apa yang telah diterapkan oleh orang
tua dirumah dalam membina perilaku adaptif anaknya, sehingga orang
tua dan pihak sekolah dapat bekerjasama dalam membantu membina
perilaku adaptif anak tersebut.
4. Bagi peneliti sendiri dapat memberi wawasan mengenai upaya
pembinaan perilaku adaptif yang diberikan kepada anak tunagrahita
ringan. Serta memberikan pemahaman mengenai kehidupan anak
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat deskriptif.
Dalam penelitian ini pada akhirnya akan mendapatkan hasil tentang peran GPK
dalam pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi.
Proses dari awal dan hasil akhir dalam penelitian ini akan digambarkan sebagai
seperti bagan dibawah ini:
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
Peran GPK dalam Pembinaan Perilaku Adaptif
Keterangan Bagan :
Pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan studi pendahuluan
terhadap Guru Pembimbing Khusus dalam Pembinaan Perilaku Adaptif pada
Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Inklusi. Setelah melakukan studi
pendahuluan, penulis menentukan fokus penelitian. Setelah fokus penelitian sudah
jelas, penulis menyusun dan membuat instrumen penelitian atau pedoman
penelitian. Dengan instrumen tersebut penulis mengumpulkan data terhadap
sumber data yaitu GPK, Guru Reguler dan Orang Tua Anak. Data tersebut
dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Dari proses
tersebut maka dapat ditemukan peran GPK dalam pembinaan perilaku adaptif
anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi.
A. Tempat dan Subjek Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar inklusi, yaitu sekolah
dasar yang melayani layanan pendidikan seluruh pesertadidik dengan
berbagai kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya. Untuk tempat
penelitian sendiri, peneliti melaksanakan di SD Interaktif Abdussalam
(SIAS) yang berada di tepi Jalan Cihanjuang Cibaligo No. 17 Kab.
Bandung Barat. Alasan peneliti mengambil SD Interaktif Abdussalam
(SIAS) sebagai tempat penelitian ini karena di sekolah ini terdapat
siswa-siswi yang bervariasi. Bervariasi yang dimaksud adalah terdapat berbagai
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
siswa reguler pada umumnya juga terdapat beberapa Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK). Selain siswa yang berbagai kondisi, di SD SIAS ini juga
terdapat Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang membantu anak
berkebutuhan khusus dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Berikut
gambar denah lokasi penelitian ini :
Gambar 3.2 Denah Sekolah
Ketika sekolah ini mencanangkan sistem pendidikan secara
inklusif, sekolah ini menerima para siswa yang memilki kebutuhan khusus.
Jumlah siswa berkebutuhan khusus (ABK) khususnya anak tunagrahita
ringan di sekolah ini tiap tahun mengalami peningkatan dalam segi
jumlahnya. Karena jumlah ABK yang cukup banyak, sehingga sekolah
menyiapkan tenaga ahli, yaitu Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam
membantu ABK yang ada di sekolah tersebut. Sekolah juga menghadapi
kendala dengan jumlah peserta didik berkebutuhan khusus yang banyak
tersebut. Dari kendala tersebut banyak ABK yang tidak didampingi oleh Lt.2 Mushola, kelas 5 Perpus & Ruang Guru
guru pembimbing khusus, padahal mereka sangat memerlukan bantuan
yang diberikan oleh GPK tersebut dalam membantu perkembangannya
baik dalam hal akademik maupun hal perilaku adaptifnya.
Jumlah peserta didik tiap kelasnya rata-rata menampung 20 peserta
didik, dengan jumlah tersebut maka dalam satu kelas keadaannya cukup
kondusif. Kelas yang dijadikan lokasi penelitian meliputi kelas 3, 4 dan 6.
Pada kelas 3 terdapat ATG ringan tiga orang dengan dua GPK, kelas 4
jumlah ATG ringan sebanyak dua orang dengan GPK sebanyak dua orang
dan kelas 6 ATG ringan sebanyak tiga orang dan GPK sebanyak dua
orang. Berikut adalah formasi kelas yang dijadikan lokasi penelitian :
Gambar 3.3 Formasi Kelas di Kelas 3
Gambar 3.4 Formasi Kelas di Kelas 4
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Gambar 3.5 Formasi Kelas di Kelas 6
Dalam teknis pembelajaran di tiap kelas peserta didik yang
berkebutuhan khusus bersama melakukan proses belajar pembelajaran
tanpa ada deskriminasi. Untuk posisi duduk tiap anak telah diatur oleh
guru kelas, khusus peserta didik yang berkebutuhan khusus ditempatkan di
depan kelas dengan didampingi oleh GPKnya masing-masing. Berikut
profil GPK yang menjadi subjek penelitian ini:
b. Subjek Penelitian
Disini dijelaskan mengenai profil guru pembimbing khusus (GPK),
mulai dari latar belakang pendidikan, pemahaman mengenai pendidikan
khusus, pengalaman menjadi pendidik serta proses yang menjadikannya
sebagai GPK. Pada sekolah ini terdapat 6 GPK, tetapi peneliti hanya
mengambil sampel GPK hanya 3 orang saja yaitu GPK 1, GPK 2 dan GPK
3 dengan berbagai pertimbangan yang telah dilakukan. Berikut profil GPK
yang menjadi subjek penelitian :
Pendidikan : S1 PAI
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Lama menjadi GPK : 1 tahun
Lama menjadi pendidik selain GPK : 1 tahun
Proses menjadi GPK : melamar
Pengetahuan ke-PLB-an dari : sekolah
Riwayat singkat :
GPK 1 ini mendampingi peserta didik berkebutuhan khusus di
kelas tiga SD. Selama menjadi GPK di sekolah ini, GPK 1 ini bertugas
bukan hanya membantu anak dalam aspek akademiknya saja,
melainkan dia juga sering melakukan berupa treatment mengenai
perilaku sosial yang menyimpang pada anak asuhnya. Proses menjadi
GPK yaitu dengan cara melamar langsung ke sekolah, dengan latar
pendidikan yang sesuai maka sekolahpun menerima GPK 1 ini
menjadi GPK tetap di sekolah ini.
b) GPK 2
Pendidikan : S1 PLB
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Lama menjadi GPK : 2 tahun
Lama menjadi pendidik selain GPK : -
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Pengetahuan ke-PLB-an dari : perkuliahan
Riwayat singkat :
GPK 1 ini bertugas di kelas 4 SD, memegang salah satu anak
tunagrahita ringan di kelas tersebut. Dari latar belakang pendidikan
GPK 4 ini berasal dari jurusan PLB, sehingga tidak mengalami
hambatan dalam mengemban tugas yang diberikan oleh pihak sekolah.
GPK 4 ini telah menjadi GPK di sekolah ini selama 2 tahun, proses
dia menjadi GPK yaitu dengan bantuan temannya dalam proses
melamarnya. Ketika peneliti melakukan pengamatan terhadap GPK 2
ini, terlihat sangat kooperatif dalam membantu anak, khususnya dalam
hal memperbaiki perilaku adaptifnya di kelas maupun di lingkungan
sekolah.
c) GPK 3
Pendidikan : S1 PAI
Usia : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Lama menjadi GPK : 2 tahun
Lama menjadi pendidik selain GPK : 7 tahun
Proses menjadi GPK : di rekrut
Pengetahuan ke-PLB-an dari : sharing, dan dari teman
Riwayat singkat :
GPK 3 ini merupakan salah satu GPK yang memilki waktu jam
sekolah ini. Di lingkungan sekolah GPK 3 ini sering melakukan
sharing/ berbagi mengenai cara menangani ABK, khususnya ATG
ringan yang ada di sekolah dengan GPK yang lainnya. Proses menjadi
GPKnya sendiri GPK 3 ini dengan cara direkrut langsung oleh pihak
sekolah, karena kebutuhan yang sangat penting yang dihadapi oleh
sekolah tersebut. Dalam keseharian mengerjakan tugasnya, GPK 3 ini
memegang dua anak berkebutuhan khusus, tetapi dengan waktu yang
berbeda.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat
deskriptif, yaitu penilitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa, kejadian yang terjadi saat ini (Nana Sudjana, 1997:64)..
Pendekatan kualitatif atau kajian kualitatif (qualitative research atau
qualitative study) digunakan dalam penelitian ini, karena penelitian ini
menekankan pada upaya atau peran guru pembimbing khusus dalam
membina perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi.
Penelitian ini menekankan pada upaya investigative untuk mengkaji secara
natural (alamiah) fenomena yang tengah terjadi dalam keseluruhan
kompleksitasnya (Sastradipoera, 2005:226-227). Penelitian ini bersifat
deskriftif karena berusaha mendeskrifsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian
yang terjadi saat sekarang dimana peneliti berusaha memotret peristiwa dan
kejadian yang menjadi pusat perhatiannya untuk kemudian dijabarkan
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Van Maanen dalam Tarsidi
(2002) bahwa „Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang berupaya
mendeskrifsikan, mengungkap, mengenalkan dan menafsirkan fenomena
social tertentu yang terjadi secara alami dari segi makna bukan frekuensi‟.
Tarsidi (2002) mendeskripsikan „pendekatan kualitatif sebagai penyelidikan
atas pemikiran kritis, fenomena social tanpa bergantung pada abstrack
symbol-simbol numeric. Moleong (2004: 3) mengemukakan lima
karakteristik utama penelitian kualitatif, yaitu:
(1)peneliti sendiri sebagai instrument utama untuk mendatangi secara langsung sumber data, (2) mengimplikasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka, (3) menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses, tidak semata-mata kepada hasil, (4)melalui analisis peneliti mengungkap makna dari keadaan yang diamati, (5) mengungkap makna sebagai hasil yang esensial dari pendekatan kualitatif.
Alasan menggunakan penelitian kualitatif antara lain karena (1)
metode ini telah digunakan secara luas dan dapat meliputi lebih banyak segi
dibanding dengan metode penyelidikan lain, (2) metode ini banyak
memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian
informasi keadaan mutakhir, dan dapat membantu mengidentifikasi factor
yang berguna untuk pelaksanaan percobaan, (3) dapat digunakan dalam
menggambarkan keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu, (4)
data yang terkumpul dianggap sangat bermanfaat dalam membantu untuk
menyesuaikan diri, atau dapat memecahkan masalah yang timbul dalam
mencapai tujuan yang diinginkan, dan (6) dapat diterapkan pada berbagai
masalah.
C. Prosedur Penelitian
Seperti yang telah dijelaskan pada metode penelitian, penelitian ini
terdiri dari satu tahap. Pada tahap prosedur penelitian menggunakan
pendekatan kualitatif. Proses persiapan, pengambilan, dan pengolahan data
pada penelitian ini akan digambarkan pada bagan dibawah ini :
Membuat item pedoman wawancara
Melakukan validasi pedoman wawancara
dengan profesional
judgment
Merevisi pedoman wawancara hasil
judgment expert
Mendata subjek (Guru Pembimbing Khusus/
GPK)
Pemilihan subjek sebanyak 3 orang dilihat dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu
Melakukan proses wawancara terhadap 3
orang subjek terpilih Melakukan proses transkrip/ verbatim
data wawancara
Melakukan proses analisis data yang berupa reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
TAHAP
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
D. Instrument Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, adapun instrumen
dalam penelitian kualitatif yaitu peneliti itu sendiri. Dari pernyataan tersebut
peneliti disini sebagai human instrument, yang berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan
data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat
kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2008: 222). Selain itu kedudukan
peneliti dalam penelitian ini sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data,
analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil
penelitiannya. Dalam kondisi ini dapat disimpulkan bahwa peneliti sebagai
instrument kunci dalam penelitian.
Agar penelitian ini berjalan dengan baik dan terarah, maka peneliti
merancang, membuat dan mengembangkan instrumen penelitian. Dengan
adanya instrumen penelitian ini, diharapkan peneliti dapat menemukan
berbagai data-data yang terdapat di lapangan. Data yang terkumpul tersebut
dapat dijadikan acuan untuk membuat penelitian ini menjadi jelas sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa
wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
1. Wawancara.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden
dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara) (Moleong, 2007:193).
Data yang dikumpulkan melalui wawancara bersifat verbal,
hasil wawancara direkam agar memudahkan peneliti dalam
mendokumentasikan berbagai data dan informasi yang disampaikan
responden. Dengan teknik wawancara peneliti akan mengetahui
hal-hal lebih mendalam tentang partisipan dalam memandang situasi atau
fenomena yang terjadi.
Wawancara dilakukan terhadap guru pembimbing khusus dan
guru reguler atau guru kelas serta orang tua dengan pedoman
instrumen yang telah disusun. Data yang diperoleh melalui
wawancara akan direkam dengan menggunakan alat perekam/ tape
recorder lalu hasil dari wawancara tersebut dicatat ke dalam transkrip
wawancara. Pada saat wawancara berlangsung peneliti membuat
beberapa catatan lapangan yang diharapkan mampu membantu dalam
melakukan analisis data.
Moleong (2007:190) mengungkapkan wawancara yang
dilakukan adalah wawancara yang bersifat terstruktur. Wawancara
terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya (interviewer)
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertnayaan yang
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk memudahkan pengumpulan data.
2. Observasi
Kegiatan pengamatan dalam penelitian ini yaitu dengan
observasi partisipatif. Dalam observasi ini peneliti terlibat dalam
kehidupan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagi sumber penelitian. Peneliti mengamati apa yang dilakukan
pembimbing khusus (GPK) dalam upaya pembinaan perilaku adaptif
pada anak tunagrahita ringan. Dengan observasi partisipan ini data yang
diperoleh akan lebih lengkap, spesifik dan mengetahui arti dari setiap
perilaku atau peristiwa yang tampak. Kegiatan observasi dilakukan oleh
peneliti, dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi ini berhubungan dengan dokumen-dokumen
yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Dokumen dapat berbentuk
tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Hasil
penelitian akan lebih kredibel/ dapat dipercaya bila didukung oleh
foto-foto atau karya tulis akademik yang telah ada. Ada dua kategori foto-foto
yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang
dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri (Bogdan
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
E. Pengujian Keabsahan Data
Penelitian kualitatif menghadapai persoalan penting mengenai
pengujian keabsahan data hasil penelitian. Banyak hasil penelitian kualitatif
yang diragukan kebenerannya karena beberapa hal, antara lain: subjektivitas
peneliti, alat penelitian banyak kelemahan, dan akurasi penelitian.
Pemeriksaan keabsahan data mempunyai tujuan untuk menetapkan keabsahan
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
data. Pelaksanaan pemeriksaan keabsahan data itu sendiri didasarkan pada
kriteria yang digunakan dalam suatu penelitian.
Pelaksanaan pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik
triangulasi. Moleong (2007:330) menyebutkan bahwa “triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu”.
Moleong (2011: 324) pengujian keabsahan data didasarkan empat
kriteria, yaitu derajar kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
kebergantungan (dependability), dan kepastian (confimability). Moleong
membangun teknik pengujian keabsahan data yang diberi nama teknik
pemeriksaan, berikut uraiannya:
Tabel 3.1
Pemeriksaan Data Kualitatif Moleong
(Moleong dalam Burhan Bungin, 2007: 254)
Kriteria Teknik Pemeriksaan
Kredibilitas
(Derajat Kepercayaan)
1) Perpanjangan keikiutsertaan
2) Ketekunan pengamatan
3) Triangulasi
4) Pengecekan sejawat
5) Kecukupan referensial
6) Kajian kasus negatif
Kepastian 8) Uraian rinci
Kebergantungan 9) Audit kebergantungan
Kepastian 10)Audit kepastian
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengujian
keabsahan data harus didasarkan empat kriteria tersebut. Triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik, yaitu data yang
diperoleh melalui wawancara dan observasi direduksi. Proses reduksi dalam
penelitian ini dengan menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu isi dari data. Selanjutnya yaitu proses
pengkodean dengan menggunakan analisis konten, dan diorganisasi dengan
cara sedemikian rupa dengan menggunakan analisis domain berdasarkan
kategori-kategori yang ditemukan. Kemudian dilakukan analisis komparatif
dengan melakukan cek silang diantara kedua data tersebut. Setiap sumber
data di crosscheck dengan sumber data lainnya. Dengan demikian validitas
data yang ada dapat dipertanggungjawabkan, karena data akhir yang didapat
adalah hasil perbandingan dari berbagai metode pengambilan datanya.
F. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yang mencakup tiga kegiatan
yang bersamaan, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
1. Reduksi Data ( Data Reduction)
Data yang dihasilkan melalui hasil wawancara, studi dokumentasi
dan observasi dalam proses penelitian begitu banyak sehingga perlu
dilakukannya reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya (Sugiyono, 2008,: 247). Mereduksi data berfungsi untuk data
berfungsi untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu, dan mengorganisasi sehingga interpretasi bisa ditarik
(Basrowi dan Suwandi, 2008: 209).
Pada tahap ini, reduksi dilakukan setelah proses wawancara ditulis
kedalam transkrip wawancara, kemudian peneliti mengidentifikasi
satuan-satuan data atau pernyataan-pernyataan subjek yang memiliki makna bila
dikaitkan dengan fokus penelitian kali ini. Kemudian dilakukan analisis
komparatif dengan melakukan crosscheck atau cek silang di antara kedua
data tersebut. Setiap sumber data dicrosscheck dengan sumber data
lainnya. Dengan demikian validitas data yang ada dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Penyajian Data ( Display Data)
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan
tindakan (Basrowi dan Suwandi, 2008: 209). Dengan mendisplaykan data,
kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono,
2008: 249). Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berupa teks yang bersifat naratif yang telah dipilah-pilah ke dalam
bagian-bagian/ aspek yang memiliki kesamaan.
3. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification)
Setelah data direduksi dan data disajikan maka langkah selanjutnya
adalah menarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.
Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Basrowi dan
Suwandi (2008: 210) mengungkapkan :
Dalam tahap ini, peneliti membuat rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada, pengelompokan data yang telah terbentuk, dan proposisi yang telah dirumuskan
Dalam menarik kesimpulan perlu melakukan verifikasi data agar
hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu dilakukan
verifikasi yang merupakan aktivitas pengulangan untuk tujuan
pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat. Peneliti selain
melakukan verifikasi yang telah dijelaskan, juga melakukan verifikasi
melalui berdiskusi, atau saling memeriksa antar teman. Hal dilakukan
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pelayanan bantuan dalam hal perilaku adaptif anak merupakan bagian
yang sangat penting, dengan cara memberikan pembinaan perilaku adaptif
merupakan salah satu jawabannya. Pada lokasi yang menjadi lokasi penelitian
GPK sudah melakukan pembinaan perilaku pada anak tunagrahita ringan
yang ada di sekolah tersebut. Fakta yang terjadi belum semua GPK
melakukan pembinaan perilaku adaptif ini secara terstruktur dan prosedural.
Kinerja GPK masih belum optimal dalam menyusun instrumen, koordinasi
dengan pihak lain, memberikan bimbingan kepada anak, dan memberikan
bantuan kepada guru reguler/ guru kelas.
Untuk menjalankan perannya secara profesional, GPK harus memiliki
pemahaman dan kemampuan yang baik mengenai peran dan
tanggung-jawabnya di sekolah inklusi. Dengan pemahaman dan kemampuan tersebut
diharapkan GPK mampu menjalankan perannya dengan optimal, dan
dirasakan manfaatnya oleh semua pihak, khususnya oleh anak tunagrahita
ringan. Aspek kerjasama dan perhatian dari semua pihak yang terlibat juga
mutlak diperlukan dalam upaya pembinaan perilaku adaptif bagi siswa
berkebutuhan khusus untuk mencapai tujuan yang diharapkan bersama.
B. Implikasi
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi bagi setiap
membantu pesertadidik, khususnya yang memiliki keterbatasan. Berikut saran
dan rekomendasi yang dapat diberikan penulis dari hasil penelitian ini,
antaralain :
1.Bagi GPK
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian di atas bahwa salah satu
syarat sekolah yang inklusi yaitu adanya tenaga Guru Pembimbing
Khusus (GPK). Maka disini perlu adanya peningkatan profesionalisme
dalam mengemban kinerjanya. Tugas GPK adalah membantu guru
reguler dalam melaksanakan kegiatan selama di kelas dan di sekolah
umumnya. Menyusun instrumen asesmen, melakukan koordinasi dengan
pihak yang terkait, melakukan bimbingan adalah hal yang wajib
dilakukan oleh GPK. Dan semoga dari penelitian ini dapat memberikan
sedikit bantuan kepada GPK, khususnya dalam hal pembinaan perilaku
adaptif.
2.Bagi Guru Reguler
Guru reguler di sekolah inklusi adalah partner dari Guru
Pembimbing Khusus (GPK). Jadi diharapkan Guru Reguler dan GPK
dapat saling bekerjasama untuk melakukan pembinaan perilaku adaptif
pada peserta didik yang memilki kebutuhan khsusu di kelasnya.
Koordinasi dengan cara sharing dan diskusi membahas hambatan dan
kebutuhan yang dihadapi anak adalah salah satu jalannya.
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
Keluarga sebagai tempat terdekat dengan anak sehingga keluarga
harus lebih mengetahui kebutuhan anak dan harus memberikan motivasi
dan bimbingan terhadap anak. Bimbingan perilaku adaptif yang lebih
intens juga perlu dilakukan orang tua kepada anaknya. Orang tua adalah
sosok yang selalu bersama dan lebih lama dalam segi kuantitas waktunya.
Hal tersebut perlu dimanfaatkan oleh orang tua secara efektif dan efisien
mungkin. Bentuk kasih sayang dan ketulusan adalah hal yang mutlak
harus diberikan kepada anak agar anak tersebut merasa nyaman dalam
menjalani kehidupan sehari-harinya.
4.Bagi Peneliti Selanjutnya
Dari hasil penelitian ini, semoga dapat menjadi sebuah acuan dan
dapat memberikan gambaran secara umum mengenai bagaimana peran
Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam pembinaan perilaku adaptif
pada anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi. Penelitian ini bukan
untuk menilai baik atau buruknya kinerja GPK itu, melainkan untuk
melihat sejauh mana proses pembinaan perilaku adaptif ini berjalan.
Ketika peneliti selanjutnya membaca hasil penelitian ini, semoga
penelitan yang berkaitan dengan penelitian ini dapat menjadi masukan
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A..Latar Belakang Masalah ... 1
B..Fokus Kajian Penelitian dan Pertanyaan Penelitian ... 8
C..Rumusan Masalah ... 8
D..Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A..Pengetian Tunagrahita ... 13
B..Pengertian Tunagrahita Ringan ... 17
C..Pengertian Perilaku Adaptif ... 18
D..Pengertian Guru Pembimbing Khusus ... 26
E..Pengertian Sekolah Inklusi ... 32
F..Penelitian Dahulu yang Relevan ... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
A..Tempat dan Subjek Penelitian ... 42
B..Metode Penelitian ... 48
C..Prosedur Penelitian ... 50
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
F..Teknik Analisis Data ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
A..Hasil Penelitian ... 61
a. Keterlibatan GPK dalam Persiapan Penyusunan Program Pembinaan Perilaku Adaptif ... 62
b. Sistem Koordinasi GPK dengan Pihak Sekolah dan Orang Tua Siswa ... 70
c. Bimbingan GPK terhadap ATG Ringan di Sekolah ... 77
d. Bantuan GPK terhadap Guru Reguler agar dapat Memberikan Layanan Pembinaan Perilaku Adaptif ... 80
C..Pembahasan ... 82
a. Keterlibatan GPK dalam Persiapan Penyusunan Program Pembinaan Perilaku Adaptif ... 82
b. Sistem Koordinasi GPK dengan Pihak Sekolah dan Orang Tua Siswa ... 90
c. Bimbingan GPK terhadap ATG Ringan di Sekolah ... 100
d. Bantuan GPK terhadap Guru Reguler agar dapat Memberikan Layanan Pembinaan Perilaku Adaptif ... 104
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKSI ... 108
A..Kesimpulan ... 108
B..Implikasi ... 108
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 ... 14
TABEL 2.2 ... 16
TABEL 2.3 ... 22
Mochamad Chandra Zakaria, 2012
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 ... 29
GAMBAR 3.1 ... 41
GAMBAR 3.2 ... 43
GAMBAR 3.3 ... 44
GAMBAR 3.4 ... 44
GAMBAR 3.5 ... 45