• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU PEMBIMBING KHUSUS DALAM PEMBINAAN PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH INKLUSI : Penelitian deskriptif di SD Interaktif Abdussalam Cihanjuang Kab. Bandung Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN GURU PEMBIMBING KHUSUS DALAM PEMBINAAN PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH INKLUSI : Penelitian deskriptif di SD Interaktif Abdussalam Cihanjuang Kab. Bandung Barat."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z., dan Rochyadi, E (2007). Modul 3: Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak Unit I Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak dengan Gangguan Kognitif atau Kecerdasan. Bandung: tidak diterbitkan

Amin, Moh. (1994). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tenaga Guru.

Atkinso, Ret a L, et al. (2000). Pengantar Psikologi Edisi Sebelas Jilid Satu. Batam. Interaksa

Bierna-Smith, Mary., Henbach, Richard F, dan Patton, James R. (2000). Mental Retardation (sixht edition). New Jersey: Merrill Prentice Hall

Delphie, Bandi (2005). Bimbingan Konseling Untuk Perilaku Non-Adaptif. Bandung :Pustaka Bani Quraisy

Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita Suatu Pengantar dalam

Pendidikan Inklusi. Bandung : PT Refika Aditama

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusif. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Dirokterat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (tidak diterbitkan)

Departemen Sosial RI. (2007). Pedoman umum Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Cacat Mental (Tuna Grahita). Jakarta : Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial 2007 (tidak diterbitkan)

Johnsen Berit H, dan Skjorten, Miriam D (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar. Bandung : unipub forlag

Moleong, lexy J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya

Munawar, Muhdar Dkk. (2011). Model Pendidikan Inklusif Untuk Anak Autis. Bandung, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

(2)

Riduwan (2009). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung : CV Alfabeta

Smith, J.David (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Nuansa

Soendari, T. Nani, M.E. (2010). Asesmen dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: CV. Catur Karya Mandiri

Somantri, Sutjihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT.Refika Aditama.

Sudjana, N. (2005). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung : Sinar Baru

Sugiyono. (2008). Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Bandung: Penerbit Alfabeta

Suherman, Uman (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung : Rizqi Press

Tarsidi, D. (2002). Pendidikan Inklusif Ketika hanya ada sedikit sumber.

Tersedia [online]:

http://www.eenet.org.uk/resources/docs/IE%20few%20resources%20Baha sa.pdf

Ulfatusholihat, Ria (2009). Peran Orang Tua dalam Penyesuaian Diri Anak

Tunagrahita [online]. Tersedia :

(3)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Meskipun kebijakan untuk menyatukan siswa berkebutuhan khusus telah

ada sejak lama, tindakan nyata untuk menempatkan siswa-siswa ini di kelas

pendidikan umum ternyata baru dilakukan lama setelah kebijakan itu dikeluarkan.

Wacana yang terjadi di lapangan khususnya di Indonesia masih ada diskriminasi

terhadap anak berkebutuhan khusus/ABK untuk mendapatkan pendidikan. Masih

banyak ditemui penolakan oleh institusi sekolah terhadap ABK. Padahal

jelas-jelas itu adalah perbuatan melanggar hukum yang berlaku di negara ini.

Seharusnya tidak ada lagi penolakan yang terjadi. Bukanlah hal yang tidak

memungkinkan jika ABK mempunyai kemampuan kognitif yang optimal tetapi

tidak mampu mengoptimalkan kemampuannya dikarenakan adanya diskriminasi

pendidikan.

Badan organisasi PBB dalam bidang Pendidikan UNESCO (United Nation

Education Organization) mengemban Pendidikan Internasional. Salah satu dari

filsafat yang dipakai adalah Education For All, yaitu pendidikan untuk semua.

Indonesia adalah salah satu anggota dari PBB yang juga memiliki

kewajiban meningkatkan pendidikan baik secara Nasional maupun Internasional.

(4)

satunya adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, dan UUD 1945 pasal 31

ayat 1 menyatakan “Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Undang Undang nomor 4 tahun 1997 pasal 5 menyebutkan “setiap penyandang cacat

mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan

penghidupan”.

Dalam upaya mewujudkan demokratisasi pendidikan di Indonesia, perlu

diselaraskan dengan program UNESCO “Education for All”, hal tersebut perlu

didukung oleh lembaga formal, agar pendidikan dapat berjalan secara baik perlu

melibatkan masyarakat. Paradigma Pendidikan Luar Biasa di Indonesia telah

mengalami perkembangan dengan terjadinya perubahan segregrasi kearah yang

lebih inklusif. Hal ini telah ditegaskan oleh Deklarasi Pendidikan Untuk Semua,

yang menyatakan bahwa selama memungkinkan semua anak seharusnya belajar

bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada

pada mereka.

Pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi

pernyataan Salamanca tahun 1994. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan

sekolah-sekolah reguler dapat melayani semua anak terutama anak-anak yang

memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Di Indonesia melalui SK Mendiknas

No.002 /u /1986 telah terintis pengembangan sekolah regular yang melayani

penuntasan wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus. Dalam “Deklarasi

(5)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

jelas menyebutkan tujuh point yang membahas menjamin dalam hal

pendidikannya.

Sekolah merupakan suatu wadah atau tempat bagi setiap anak belajar

secara formal untuk mendapatkan layanan pendidikan sebagai bekal bagi mereka

dalam menghadapi masa depannya. Setiap anak menginginkan mereka dapat

diterima dan menjadi bagian dari komunitas sekolah baik itu di kelas, dengan

guru, dan teman sebaya. Penerimaan yang baik dilingkungan sekolah akan

membantu anak untuk dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam lingkungan

yang lebih luas yakni dalam lingkungan masyarakat. Hal ini juga berlaku pada

anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Dewasa ini sebagian anak yang berkebutuhan khusus sudah ada yang

mengikuti pendidikan di sekolah regular, namun karena ketiadaan pelayan khusus

bagi mereka, akibatnya mereka berpotensi tinggal kelas yang pada akhirnya akan

putus sekolah. Akibat lebih lanjut program wajib belajar pendidikan 9 tahun akan

sulit tercapai. Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan

kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperolah

pendidikan di sekolah regular. yang disebut dengan istilah “pendidikan inklusif”. Dalam pendidikan inklusif, semua anak belajar dan memperoleh

dukungan yang sama dalam proses pembelajaran dengan anak-anak regular.

Apabila ada kegagalan dalam belajar, maka kegagalan itu adalah kegagalan

(6)

hanya anak yang mengalami kecacatan. Dengan demikian, guru dan sekolah

bertanggung jawab terhadap pembelajaran anak, dan pembelajaran berfokus pada

kurikulum yang fleksibel. Soebagyo Brotosedjati (2003:3), memberikan batasan

tentang pendidikan inklusif yaitu “suatu model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat (berkebutuhan khusus) yang diselenggarakan bersama

anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang

berlaku di lembaga yang bersangkutan”.

Pendidikan inklusif adalah “sebuah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus dapat belajar di sekolah umum yang ada dilingkungan

mereka dan sekolah tersebut dilengkapi dengan layanan pendukung serta

pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak”.

(Konferensi tingkat menteri pendidikan negara-negara Afrika - MINEDAF VIII).

Pendidikan inklusif sangat relevan dengan falsafah negara kita, yaitu

Bhineka Tunggal Ika. Berangkat dari kebhinekaan maka sistem pendidikan di

Indonesia harus memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa yang beragam.

Dengan demikian akan terjadi sikap silih asah, silih asih dan silih asuh dalam

kehidupan sehari-hari. Sehingga walaupun karakteristik dari siswa dalam satu

kelas atau satu sekolah beragam, tetapi tetap dapat belajar secara bersama-sama.

Pendidikan Inklusif berarti bahwa sekolah dan pendidik harus

mengakomodasi dan bersikap tanggap terhadap peserta didik secara individual.

(7)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

pendidikan sebagai tujuan seumur hidup, dan sasaran akhir tercapainya warga

negara yang sehat dan produktif. Dengan demikian perlu ada pembenahan dalam

perangkat pendidikan itu sendiri. Adanya tenaga profesional, yaitu GPK yang

dapat memahami pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk

ditempatkan di sekolah inklusi sedikit menjawab kegelisahan dalam sekolah

inklusi itu sendiri. Prastowo (2005), mengartikan GPK sebagai “seorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak berkelainan atau siswa

berkebutuhan khusus pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat

berjalan lancar tanpa gangguan”.

Dari hasil realita di lapangan bahwa dalam pelaksanaannya, peran seorang

guru pembimbing khusus ternyata tidak hanya dilakukan oleh guru pembimbing

khusus itu sendiri, melainkan adapula yang dilakukan oleh guru pendamping.

GPK berkoordinasi dengan Guru Pendamping dan Guru Reguler sehingga

terbentuk pola koordinasi segitiga diantara ketiganya. Kemampuan GPK di

sekolah inklusi ini dapat dikatakan cukup berat, khususnya ketika mengahadapi

anak tunagrahita didalam setting inklusif ini.

American Asociation on Mental Deficiency (AAMD) (dalam Alimin dan

Rochyadi, 2007 : 23) merumuskan definisi tunagrahita sebagai berikut : “mental

retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning

exxsisting concurrently with deficits in adaptif, and manifested during

(8)

suatu kondisi dengan kemampuan fungsi intelektual di bawah rata-rata dengan

diiringi hambatan perilaku adaptif, dan terjadi selama periode perkembangan. “AAMD mengelompokan tunagrahita kedalam empat kelompok, yaitu ringan

(mild), sedang (moderate), berat (severe), dan sangat berat (profound)” (dalam

Alimin dan Rochyadi, 2007:26).

Anak tunagrahita akan mengalami kesulitan di bidang akademik serta

kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena anak mengalami

hambatan dalam hal kognitif dan perilaku adaptifnya. Leland (delphie, 2005:78),

menyatakan bahwa : “Perilaku adaptif merupakan bentuk kemampuan seseorang

berkaitan dengan keberfungsian kemandirian atau independent functioning,

tanggung jawab pribadi atau personal responsibility, dan tanggung jawab social

atau social responsibility”.

Dengan hambatan dalam perilaku adaptif tersebut, anak tunagrahita

kurang dapat memahami dan mentaati norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Dampak dari hambatan dalam perilaku adaptif tersebut, anak tunagrahita

mengalami keterbatasan dalam mengartikan norma-norma, sering bertingkah laku

aneh atau tidak lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya. Seringkali orang

lain menganggap anak tunagrahita seperti orang gila dengan tingkahlakunya yang

aneh dan ganjil tersebut. Menurut Alimin dan Rochyadi (2007:47) keganjilan

tingkah laku anak tunagrahita berkaitan dengan ketidaksesuaian antara perilaku

(9)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

Dalam pembinaan perilaku adaptif terhadap anak tunagrahita di sekolah

inklusi untuk menjalankan perannya secara profesional, maka GPK harus

memiliki pemahaman yang benar mengenai peran dan tanggung-jawabnya

tentang pentingnya pembinaan perilaku adaptif, sehingga ia mampu menjalankan

perannya dengan optimal, dan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak,

khususnya oleh siswa berkebutuhan khusus itu sendiri. Kerjasama dan perhatian

dari semua pihak yang terlibat dalam pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus

untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama, mutlak diperlukan.

Dalam upaya memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi semua pihak.

Dari pernyataan di atas tersebut dapat menggambarkan bahwa betapa

besarnya peranan GPK dalam upaya pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita,

khususnya di sekolah inklusi. GPK dituntut agar anak yang memiliki kebutuhan

ini dapat berperilaku sesuai aturan dan norma yang berlaku di lingkungannnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian mengenai peranan guru pembimbing

khusus dalam upaya pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di

sekolah inklusi dapat memberikan sebuah informasi kepada pihak sekolah,

keluarga, dan masyarakat umumnya serta pembaca itu sendiri. Dari uraian diatas

tersebut, sehingga peneliti tertarik melakukan studi kasus terhadap peranan guru

pembimbing khusus dalam upaya pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita

(10)

B. Fokus Kajian Penelitian dan Pertanyaan Penelitian

Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam aspek perilaku adaptifnya,

tetapi tidak berarti bahwa anak tersebut tidak memiliki suatu potensi yang dapat

dikembangkan, terlebih pada anak tunagrahita ringan. Dengan memberikan

perlakuan yang sesuai, potensi yang ada pada anak tunagrahita ringan dapat

dikembangkan secara optimal. Tidak sedikit anak tunagrahita yang memiliki

hambatan dalam perilaku adaptifnya dapat beradaptasi dengan lingkungan

sekitarnya, baik dalam hal sosialisasi, komunikasi maupun hal kemandirian. Hal

tersebut tidak terlepas dari upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah khususnya

guru pembimbing khusus (GPK). Maka dari itu, pada penelitian ini di fokuskan

pada “Bagaimana Peran Guru Pembimbing Khusus (GPK) terhadap pembinaan perilaku adaptif Anak Tunagrahita Ringan di sekolah inklusif”.

C. Rumusan Masalah

Dari fokus kajian penelitian tersebut, dapat dijabarkan beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam penyusunan program

pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi?

2. Bagaimana sistem koordinasi antara Guru Pembimbing Khusus dengan pihak

sekolah dan orang tua siswa dalam hal penyusunan program pembinaan

(11)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

3. Bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam memberikan bimbingan

kepada anak tunagrahita ringan dalam mengatasi hambatan atau permasalahan

perilaku adaptif?

4. Bantuan seperti apakah yang diberikan Guru Pembimbing Khusus kepada

guru reguler atau guru kelas agar mereka dapat memberikan layanan

pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan ?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran upaya

yang dilakukan oleh guru pembimbing khusus di dalam pembinaan perilaku

adaptif pada anak tunagrahita ringan di setting sekolah inklusi. Dari paparan

tersebut dapat diuraikan beberapa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam

penyusunan program pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan

di sekolah inklusi.

a. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam

penyusunan instrumen asesmen perilaku adaptif anak tunagrahita

ringan.

b. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam

(12)

c. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam

pengolahan hasil aesmen.

d. Mengetahui bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam

penyusunan program perilaku adaptif untuk anak tunagrahita

ringan.

2. Bagaimana sistem koordinasi antara Guru Pembimbing Khusus dengan

pihak sekolah dan orang tua siswa dalam hal penyusunan program

pembinaan perilaku adaptif.

a. Mengetahui bagaimana persiapan penyusunan program pembinaan

perilaku adaptif bagi anak tunagrhita ringan.

b. Mengetahui bagaimana pelaksanaan program pembinaan perilaku

adaptif bagi bagi anak tunagrhita ringan.

c. Mengetahui bagaimana evaluasi program pembinaan perilaku

adaptif bagi bagi anak tunagrhita ringan.

d. Mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan agar sistem

koordinasi berjalan dengan baik dan berkesinambungan.

3. Bagaimana peran Guru Pembimbing Khusus dalam memberikan

bimbingan kepada anak tunagrahita ringan dalam mengatasi hambatan

atau permasalahan perilaku adaptif.

a. Mengetahui bagaimana bimbingan yang di berikan oleh Guru

(13)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

b. Mengetahui bagaimana proses pelaksanaan bimbingan yang

diberikan oleh Guru Pembimbing Khusus.

4. Bantuan seperti apakah yang diberikan Guru Pembimbing Khusus kepada

guru reguler atau guru kelas agar mereka dapat memberikan layanan

pembinaan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan.

Mengetahui bagaimana cara yang dilakukan Guru Pembimbing

Khusus dalam memberikan bantuan (sharing pengalaman) kepada

guru kelas dan/ atau guru mata pelajaran.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan

sumbangan pemikiran dan gambaran tentang pentingya upaya

pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan dilihat dari

persepsi guru pembimbing khusus di sekolah inklusif.

b. Kegunaan Praktis

1. Bagi orang tua yang memiliki anak tunagrahita, melalui penelitian ini

diharapkan mampu memberikan informasi dan gambaran mengenai

pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan yang dapat

dilakukan oleh orang tua. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu

memberikan pemahaman akan pentingnya mengembangkan potensi

(14)

2. Bagi Guru Pembimbing Khusus (GPK) diharapkan penelitian ini dapat

menjadi pedoman atau acuan dalam membina kemampuan perilaku

adaptif anak tunagrahita di sekolah khususnya dan masyarakat

umumnya.

3. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam

memberikan informasi mengenai pembinaan perilaku adaptif pada

anak tunagrahita ringan yang dilakukan oleh GPK. Dengan demikian

sekolah juga dapat menerapkan apa yang telah diterapkan oleh orang

tua dirumah dalam membina perilaku adaptif anaknya, sehingga orang

tua dan pihak sekolah dapat bekerjasama dalam membantu membina

perilaku adaptif anak tersebut.

4. Bagi peneliti sendiri dapat memberi wawasan mengenai upaya

pembinaan perilaku adaptif yang diberikan kepada anak tunagrahita

ringan. Serta memberikan pemahaman mengenai kehidupan anak

(15)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat deskriptif.

Dalam penelitian ini pada akhirnya akan mendapatkan hasil tentang peran GPK

dalam pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi.

Proses dari awal dan hasil akhir dalam penelitian ini akan digambarkan sebagai

seperti bagan dibawah ini:

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian

Peran GPK dalam Pembinaan Perilaku Adaptif

(16)

Keterangan Bagan :

Pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan studi pendahuluan

terhadap Guru Pembimbing Khusus dalam Pembinaan Perilaku Adaptif pada

Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Inklusi. Setelah melakukan studi

pendahuluan, penulis menentukan fokus penelitian. Setelah fokus penelitian sudah

jelas, penulis menyusun dan membuat instrumen penelitian atau pedoman

penelitian. Dengan instrumen tersebut penulis mengumpulkan data terhadap

sumber data yaitu GPK, Guru Reguler dan Orang Tua Anak. Data tersebut

dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Dari proses

tersebut maka dapat ditemukan peran GPK dalam pembinaan perilaku adaptif

anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi.

A. Tempat dan Subjek Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar inklusi, yaitu sekolah

dasar yang melayani layanan pendidikan seluruh pesertadidik dengan

berbagai kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya. Untuk tempat

penelitian sendiri, peneliti melaksanakan di SD Interaktif Abdussalam

(SIAS) yang berada di tepi Jalan Cihanjuang Cibaligo No. 17 Kab.

Bandung Barat. Alasan peneliti mengambil SD Interaktif Abdussalam

(SIAS) sebagai tempat penelitian ini karena di sekolah ini terdapat

siswa-siswi yang bervariasi. Bervariasi yang dimaksud adalah terdapat berbagai

(17)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

siswa reguler pada umumnya juga terdapat beberapa Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK). Selain siswa yang berbagai kondisi, di SD SIAS ini juga

terdapat Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang membantu anak

berkebutuhan khusus dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Berikut

gambar denah lokasi penelitian ini :

Gambar 3.2 Denah Sekolah

Ketika sekolah ini mencanangkan sistem pendidikan secara

inklusif, sekolah ini menerima para siswa yang memilki kebutuhan khusus.

Jumlah siswa berkebutuhan khusus (ABK) khususnya anak tunagrahita

ringan di sekolah ini tiap tahun mengalami peningkatan dalam segi

jumlahnya. Karena jumlah ABK yang cukup banyak, sehingga sekolah

menyiapkan tenaga ahli, yaitu Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam

membantu ABK yang ada di sekolah tersebut. Sekolah juga menghadapi

kendala dengan jumlah peserta didik berkebutuhan khusus yang banyak

tersebut. Dari kendala tersebut banyak ABK yang tidak didampingi oleh Lt.2 Mushola, kelas 5 Perpus & Ruang Guru

(18)

guru pembimbing khusus, padahal mereka sangat memerlukan bantuan

yang diberikan oleh GPK tersebut dalam membantu perkembangannya

baik dalam hal akademik maupun hal perilaku adaptifnya.

Jumlah peserta didik tiap kelasnya rata-rata menampung 20 peserta

didik, dengan jumlah tersebut maka dalam satu kelas keadaannya cukup

kondusif. Kelas yang dijadikan lokasi penelitian meliputi kelas 3, 4 dan 6.

Pada kelas 3 terdapat ATG ringan tiga orang dengan dua GPK, kelas 4

jumlah ATG ringan sebanyak dua orang dengan GPK sebanyak dua orang

dan kelas 6 ATG ringan sebanyak tiga orang dan GPK sebanyak dua

orang. Berikut adalah formasi kelas yang dijadikan lokasi penelitian :

Gambar 3.3 Formasi Kelas di Kelas 3

Gambar 3.4 Formasi Kelas di Kelas 4

(19)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

Gambar 3.5 Formasi Kelas di Kelas 6

Dalam teknis pembelajaran di tiap kelas peserta didik yang

berkebutuhan khusus bersama melakukan proses belajar pembelajaran

tanpa ada deskriminasi. Untuk posisi duduk tiap anak telah diatur oleh

guru kelas, khusus peserta didik yang berkebutuhan khusus ditempatkan di

depan kelas dengan didampingi oleh GPKnya masing-masing. Berikut

profil GPK yang menjadi subjek penelitian ini:

b. Subjek Penelitian

Disini dijelaskan mengenai profil guru pembimbing khusus (GPK),

mulai dari latar belakang pendidikan, pemahaman mengenai pendidikan

khusus, pengalaman menjadi pendidik serta proses yang menjadikannya

sebagai GPK. Pada sekolah ini terdapat 6 GPK, tetapi peneliti hanya

mengambil sampel GPK hanya 3 orang saja yaitu GPK 1, GPK 2 dan GPK

3 dengan berbagai pertimbangan yang telah dilakukan. Berikut profil GPK

yang menjadi subjek penelitian :

(20)

Pendidikan : S1 PAI

Usia : 24 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Lama menjadi GPK : 1 tahun

Lama menjadi pendidik selain GPK : 1 tahun

Proses menjadi GPK : melamar

Pengetahuan ke-PLB-an dari : sekolah

Riwayat singkat :

GPK 1 ini mendampingi peserta didik berkebutuhan khusus di

kelas tiga SD. Selama menjadi GPK di sekolah ini, GPK 1 ini bertugas

bukan hanya membantu anak dalam aspek akademiknya saja,

melainkan dia juga sering melakukan berupa treatment mengenai

perilaku sosial yang menyimpang pada anak asuhnya. Proses menjadi

GPK yaitu dengan cara melamar langsung ke sekolah, dengan latar

pendidikan yang sesuai maka sekolahpun menerima GPK 1 ini

menjadi GPK tetap di sekolah ini.

b) GPK 2

Pendidikan : S1 PLB

Usia : 24 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Lama menjadi GPK : 2 tahun

Lama menjadi pendidik selain GPK : -

(21)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

Pengetahuan ke-PLB-an dari : perkuliahan

Riwayat singkat :

GPK 1 ini bertugas di kelas 4 SD, memegang salah satu anak

tunagrahita ringan di kelas tersebut. Dari latar belakang pendidikan

GPK 4 ini berasal dari jurusan PLB, sehingga tidak mengalami

hambatan dalam mengemban tugas yang diberikan oleh pihak sekolah.

GPK 4 ini telah menjadi GPK di sekolah ini selama 2 tahun, proses

dia menjadi GPK yaitu dengan bantuan temannya dalam proses

melamarnya. Ketika peneliti melakukan pengamatan terhadap GPK 2

ini, terlihat sangat kooperatif dalam membantu anak, khususnya dalam

hal memperbaiki perilaku adaptifnya di kelas maupun di lingkungan

sekolah.

c) GPK 3

Pendidikan : S1 PAI

Usia : 38 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Lama menjadi GPK : 2 tahun

Lama menjadi pendidik selain GPK : 7 tahun

Proses menjadi GPK : di rekrut

Pengetahuan ke-PLB-an dari : sharing, dan dari teman

Riwayat singkat :

GPK 3 ini merupakan salah satu GPK yang memilki waktu jam

(22)

sekolah ini. Di lingkungan sekolah GPK 3 ini sering melakukan

sharing/ berbagi mengenai cara menangani ABK, khususnya ATG

ringan yang ada di sekolah dengan GPK yang lainnya. Proses menjadi

GPKnya sendiri GPK 3 ini dengan cara direkrut langsung oleh pihak

sekolah, karena kebutuhan yang sangat penting yang dihadapi oleh

sekolah tersebut. Dalam keseharian mengerjakan tugasnya, GPK 3 ini

memegang dua anak berkebutuhan khusus, tetapi dengan waktu yang

berbeda.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat

deskriptif, yaitu penilitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,

peristiwa, kejadian yang terjadi saat ini (Nana Sudjana, 1997:64)..

Pendekatan kualitatif atau kajian kualitatif (qualitative research atau

qualitative study) digunakan dalam penelitian ini, karena penelitian ini

menekankan pada upaya atau peran guru pembimbing khusus dalam

membina perilaku adaptif anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi.

Penelitian ini menekankan pada upaya investigative untuk mengkaji secara

natural (alamiah) fenomena yang tengah terjadi dalam keseluruhan

kompleksitasnya (Sastradipoera, 2005:226-227). Penelitian ini bersifat

deskriftif karena berusaha mendeskrifsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian

yang terjadi saat sekarang dimana peneliti berusaha memotret peristiwa dan

kejadian yang menjadi pusat perhatiannya untuk kemudian dijabarkan

(23)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Van Maanen dalam Tarsidi

(2002) bahwa „Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang berupaya

mendeskrifsikan, mengungkap, mengenalkan dan menafsirkan fenomena

social tertentu yang terjadi secara alami dari segi makna bukan frekuensi‟.

Tarsidi (2002) mendeskripsikan „pendekatan kualitatif sebagai penyelidikan

atas pemikiran kritis, fenomena social tanpa bergantung pada abstrack

symbol-simbol numeric. Moleong (2004: 3) mengemukakan lima

karakteristik utama penelitian kualitatif, yaitu:

(1)peneliti sendiri sebagai instrument utama untuk mendatangi secara langsung sumber data, (2) mengimplikasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka, (3) menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses, tidak semata-mata kepada hasil, (4)melalui analisis peneliti mengungkap makna dari keadaan yang diamati, (5) mengungkap makna sebagai hasil yang esensial dari pendekatan kualitatif.

Alasan menggunakan penelitian kualitatif antara lain karena (1)

metode ini telah digunakan secara luas dan dapat meliputi lebih banyak segi

dibanding dengan metode penyelidikan lain, (2) metode ini banyak

memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian

informasi keadaan mutakhir, dan dapat membantu mengidentifikasi factor

yang berguna untuk pelaksanaan percobaan, (3) dapat digunakan dalam

menggambarkan keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu, (4)

data yang terkumpul dianggap sangat bermanfaat dalam membantu untuk

menyesuaikan diri, atau dapat memecahkan masalah yang timbul dalam

(24)

mencapai tujuan yang diinginkan, dan (6) dapat diterapkan pada berbagai

masalah.

C. Prosedur Penelitian

Seperti yang telah dijelaskan pada metode penelitian, penelitian ini

terdiri dari satu tahap. Pada tahap prosedur penelitian menggunakan

pendekatan kualitatif. Proses persiapan, pengambilan, dan pengolahan data

pada penelitian ini akan digambarkan pada bagan dibawah ini :

Membuat item pedoman wawancara

Melakukan validasi pedoman wawancara

dengan profesional

judgment

Merevisi pedoman wawancara hasil

judgment expert

Mendata subjek (Guru Pembimbing Khusus/

GPK)

Pemilihan subjek sebanyak 3 orang dilihat dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu

Melakukan proses wawancara terhadap 3

orang subjek terpilih Melakukan proses transkrip/ verbatim

data wawancara

Melakukan proses analisis data yang berupa reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan.

TAHAP

(25)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

D. Instrument Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, adapun instrumen

dalam penelitian kualitatif yaitu peneliti itu sendiri. Dari pernyataan tersebut

peneliti disini sebagai human instrument, yang berfungsi menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan

data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat

kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2008: 222). Selain itu kedudukan

peneliti dalam penelitian ini sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data,

analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil

penelitiannya. Dalam kondisi ini dapat disimpulkan bahwa peneliti sebagai

instrument kunci dalam penelitian.

Agar penelitian ini berjalan dengan baik dan terarah, maka peneliti

merancang, membuat dan mengembangkan instrumen penelitian. Dengan

adanya instrumen penelitian ini, diharapkan peneliti dapat menemukan

berbagai data-data yang terdapat di lapangan. Data yang terkumpul tersebut

dapat dijadikan acuan untuk membuat penelitian ini menjadi jelas sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa

wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

1. Wawancara.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

(26)

penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden

dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan

wawancara) (Moleong, 2007:193).

Data yang dikumpulkan melalui wawancara bersifat verbal,

hasil wawancara direkam agar memudahkan peneliti dalam

mendokumentasikan berbagai data dan informasi yang disampaikan

responden. Dengan teknik wawancara peneliti akan mengetahui

hal-hal lebih mendalam tentang partisipan dalam memandang situasi atau

fenomena yang terjadi.

Wawancara dilakukan terhadap guru pembimbing khusus dan

guru reguler atau guru kelas serta orang tua dengan pedoman

instrumen yang telah disusun. Data yang diperoleh melalui

wawancara akan direkam dengan menggunakan alat perekam/ tape

recorder lalu hasil dari wawancara tersebut dicatat ke dalam transkrip

wawancara. Pada saat wawancara berlangsung peneliti membuat

beberapa catatan lapangan yang diharapkan mampu membantu dalam

melakukan analisis data.

Moleong (2007:190) mengungkapkan wawancara yang

dilakukan adalah wawancara yang bersifat terstruktur. Wawancara

terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya (interviewer)

menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertnayaan yang

(27)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa

pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk memudahkan pengumpulan data.

2. Observasi

Kegiatan pengamatan dalam penelitian ini yaitu dengan

observasi partisipatif. Dalam observasi ini peneliti terlibat dalam

kehidupan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan

sebagi sumber penelitian. Peneliti mengamati apa yang dilakukan

pembimbing khusus (GPK) dalam upaya pembinaan perilaku adaptif

pada anak tunagrahita ringan. Dengan observasi partisipan ini data yang

diperoleh akan lebih lengkap, spesifik dan mengetahui arti dari setiap

perilaku atau peristiwa yang tampak. Kegiatan observasi dilakukan oleh

peneliti, dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi ini berhubungan dengan dokumen-dokumen

yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Dokumen dapat berbentuk

tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Hasil

penelitian akan lebih kredibel/ dapat dipercaya bila didukung oleh

foto-foto atau karya tulis akademik yang telah ada. Ada dua kategori foto-foto

yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang

dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri (Bogdan

(28)
(29)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

(30)

E. Pengujian Keabsahan Data

Penelitian kualitatif menghadapai persoalan penting mengenai

pengujian keabsahan data hasil penelitian. Banyak hasil penelitian kualitatif

yang diragukan kebenerannya karena beberapa hal, antara lain: subjektivitas

peneliti, alat penelitian banyak kelemahan, dan akurasi penelitian.

Pemeriksaan keabsahan data mempunyai tujuan untuk menetapkan keabsahan

(31)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

data. Pelaksanaan pemeriksaan keabsahan data itu sendiri didasarkan pada

kriteria yang digunakan dalam suatu penelitian.

Pelaksanaan pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik

triangulasi. Moleong (2007:330) menyebutkan bahwa “triangulasi adalah

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain

diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu”.

Moleong (2011: 324) pengujian keabsahan data didasarkan empat

kriteria, yaitu derajar kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),

kebergantungan (dependability), dan kepastian (confimability). Moleong

membangun teknik pengujian keabsahan data yang diberi nama teknik

pemeriksaan, berikut uraiannya:

Tabel 3.1

Pemeriksaan Data Kualitatif Moleong

(Moleong dalam Burhan Bungin, 2007: 254)

Kriteria Teknik Pemeriksaan

Kredibilitas

(Derajat Kepercayaan)

1) Perpanjangan keikiutsertaan

2) Ketekunan pengamatan

3) Triangulasi

4) Pengecekan sejawat

5) Kecukupan referensial

6) Kajian kasus negatif

(32)

Kepastian 8) Uraian rinci

Kebergantungan 9) Audit kebergantungan

Kepastian 10)Audit kepastian

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengujian

keabsahan data harus didasarkan empat kriteria tersebut. Triangulasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik, yaitu data yang

diperoleh melalui wawancara dan observasi direduksi. Proses reduksi dalam

penelitian ini dengan menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

membuang yang tidak perlu isi dari data. Selanjutnya yaitu proses

pengkodean dengan menggunakan analisis konten, dan diorganisasi dengan

cara sedemikian rupa dengan menggunakan analisis domain berdasarkan

kategori-kategori yang ditemukan. Kemudian dilakukan analisis komparatif

dengan melakukan cek silang diantara kedua data tersebut. Setiap sumber

data di crosscheck dengan sumber data lainnya. Dengan demikian validitas

data yang ada dapat dipertanggungjawabkan, karena data akhir yang didapat

adalah hasil perbandingan dari berbagai metode pengambilan datanya.

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis

yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yang mencakup tiga kegiatan

yang bersamaan, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data

(33)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

1. Reduksi Data ( Data Reduction)

Data yang dihasilkan melalui hasil wawancara, studi dokumentasi

dan observasi dalam proses penelitian begitu banyak sehingga perlu

dilakukannya reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih

hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema

dan polanya (Sugiyono, 2008,: 247). Mereduksi data berfungsi untuk data

berfungsi untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang

yang tidak perlu, dan mengorganisasi sehingga interpretasi bisa ditarik

(Basrowi dan Suwandi, 2008: 209).

Pada tahap ini, reduksi dilakukan setelah proses wawancara ditulis

kedalam transkrip wawancara, kemudian peneliti mengidentifikasi

satuan-satuan data atau pernyataan-pernyataan subjek yang memiliki makna bila

dikaitkan dengan fokus penelitian kali ini. Kemudian dilakukan analisis

komparatif dengan melakukan crosscheck atau cek silang di antara kedua

data tersebut. Setiap sumber data dicrosscheck dengan sumber data

lainnya. Dengan demikian validitas data yang ada dapat

dipertanggungjawabkan.

2. Penyajian Data ( Display Data)

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan

tindakan (Basrowi dan Suwandi, 2008: 209). Dengan mendisplaykan data,

(34)

kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono,

2008: 249). Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

berupa teks yang bersifat naratif yang telah dipilah-pilah ke dalam

bagian-bagian/ aspek yang memiliki kesamaan.

3. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification)

Setelah data direduksi dan data disajikan maka langkah selanjutnya

adalah menarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.

Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Basrowi dan

Suwandi (2008: 210) mengungkapkan :

Dalam tahap ini, peneliti membuat rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada, pengelompokan data yang telah terbentuk, dan proposisi yang telah dirumuskan

Dalam menarik kesimpulan perlu melakukan verifikasi data agar

hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu dilakukan

verifikasi yang merupakan aktivitas pengulangan untuk tujuan

pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat. Peneliti selain

melakukan verifikasi yang telah dijelaskan, juga melakukan verifikasi

melalui berdiskusi, atau saling memeriksa antar teman. Hal dilakukan

(35)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Pelayanan bantuan dalam hal perilaku adaptif anak merupakan bagian

yang sangat penting, dengan cara memberikan pembinaan perilaku adaptif

merupakan salah satu jawabannya. Pada lokasi yang menjadi lokasi penelitian

GPK sudah melakukan pembinaan perilaku pada anak tunagrahita ringan

yang ada di sekolah tersebut. Fakta yang terjadi belum semua GPK

melakukan pembinaan perilaku adaptif ini secara terstruktur dan prosedural.

Kinerja GPK masih belum optimal dalam menyusun instrumen, koordinasi

dengan pihak lain, memberikan bimbingan kepada anak, dan memberikan

bantuan kepada guru reguler/ guru kelas.

Untuk menjalankan perannya secara profesional, GPK harus memiliki

pemahaman dan kemampuan yang baik mengenai peran dan

tanggung-jawabnya di sekolah inklusi. Dengan pemahaman dan kemampuan tersebut

diharapkan GPK mampu menjalankan perannya dengan optimal, dan

dirasakan manfaatnya oleh semua pihak, khususnya oleh anak tunagrahita

ringan. Aspek kerjasama dan perhatian dari semua pihak yang terlibat juga

mutlak diperlukan dalam upaya pembinaan perilaku adaptif bagi siswa

berkebutuhan khusus untuk mencapai tujuan yang diharapkan bersama.

B. Implikasi

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi bagi setiap

(36)

membantu pesertadidik, khususnya yang memiliki keterbatasan. Berikut saran

dan rekomendasi yang dapat diberikan penulis dari hasil penelitian ini,

antaralain :

1.Bagi GPK

Seperti yang telah dijelaskan pada uraian di atas bahwa salah satu

syarat sekolah yang inklusi yaitu adanya tenaga Guru Pembimbing

Khusus (GPK). Maka disini perlu adanya peningkatan profesionalisme

dalam mengemban kinerjanya. Tugas GPK adalah membantu guru

reguler dalam melaksanakan kegiatan selama di kelas dan di sekolah

umumnya. Menyusun instrumen asesmen, melakukan koordinasi dengan

pihak yang terkait, melakukan bimbingan adalah hal yang wajib

dilakukan oleh GPK. Dan semoga dari penelitian ini dapat memberikan

sedikit bantuan kepada GPK, khususnya dalam hal pembinaan perilaku

adaptif.

2.Bagi Guru Reguler

Guru reguler di sekolah inklusi adalah partner dari Guru

Pembimbing Khusus (GPK). Jadi diharapkan Guru Reguler dan GPK

dapat saling bekerjasama untuk melakukan pembinaan perilaku adaptif

pada peserta didik yang memilki kebutuhan khsusu di kelasnya.

Koordinasi dengan cara sharing dan diskusi membahas hambatan dan

kebutuhan yang dihadapi anak adalah salah satu jalannya.

(37)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

Keluarga sebagai tempat terdekat dengan anak sehingga keluarga

harus lebih mengetahui kebutuhan anak dan harus memberikan motivasi

dan bimbingan terhadap anak. Bimbingan perilaku adaptif yang lebih

intens juga perlu dilakukan orang tua kepada anaknya. Orang tua adalah

sosok yang selalu bersama dan lebih lama dalam segi kuantitas waktunya.

Hal tersebut perlu dimanfaatkan oleh orang tua secara efektif dan efisien

mungkin. Bentuk kasih sayang dan ketulusan adalah hal yang mutlak

harus diberikan kepada anak agar anak tersebut merasa nyaman dalam

menjalani kehidupan sehari-harinya.

4.Bagi Peneliti Selanjutnya

Dari hasil penelitian ini, semoga dapat menjadi sebuah acuan dan

dapat memberikan gambaran secara umum mengenai bagaimana peran

Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam pembinaan perilaku adaptif

pada anak tunagrahita ringan di sekolah inklusi. Penelitian ini bukan

untuk menilai baik atau buruknya kinerja GPK itu, melainkan untuk

melihat sejauh mana proses pembinaan perilaku adaptif ini berjalan.

Ketika peneliti selanjutnya membaca hasil penelitian ini, semoga

penelitan yang berkaitan dengan penelitian ini dapat menjadi masukan

(38)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A..Latar Belakang Masalah ... 1

B..Fokus Kajian Penelitian dan Pertanyaan Penelitian ... 8

C..Rumusan Masalah ... 8

D..Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A..Pengetian Tunagrahita ... 13

B..Pengertian Tunagrahita Ringan ... 17

C..Pengertian Perilaku Adaptif ... 18

D..Pengertian Guru Pembimbing Khusus ... 26

E..Pengertian Sekolah Inklusi ... 32

F..Penelitian Dahulu yang Relevan ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A..Tempat dan Subjek Penelitian ... 42

B..Metode Penelitian ... 48

C..Prosedur Penelitian ... 50

(39)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

F..Teknik Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A..Hasil Penelitian ... 61

a. Keterlibatan GPK dalam Persiapan Penyusunan Program Pembinaan Perilaku Adaptif ... 62

b. Sistem Koordinasi GPK dengan Pihak Sekolah dan Orang Tua Siswa ... 70

c. Bimbingan GPK terhadap ATG Ringan di Sekolah ... 77

d. Bantuan GPK terhadap Guru Reguler agar dapat Memberikan Layanan Pembinaan Perilaku Adaptif ... 80

C..Pembahasan ... 82

a. Keterlibatan GPK dalam Persiapan Penyusunan Program Pembinaan Perilaku Adaptif ... 82

b. Sistem Koordinasi GPK dengan Pihak Sekolah dan Orang Tua Siswa ... 90

c. Bimbingan GPK terhadap ATG Ringan di Sekolah ... 100

d. Bantuan GPK terhadap Guru Reguler agar dapat Memberikan Layanan Pembinaan Perilaku Adaptif ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKSI ... 108

A..Kesimpulan ... 108

B..Implikasi ... 108

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(40)

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1 ... 14

TABEL 2.2 ... 16

TABEL 2.3 ... 22

(41)

Mochamad Chandra Zakaria, 2012

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 ... 29

GAMBAR 3.1 ... 41

GAMBAR 3.2 ... 43

GAMBAR 3.3 ... 44

GAMBAR 3.4 ... 44

GAMBAR 3.5 ... 45

Gambar

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
gambar denah lokasi penelitian ini :
Gambar 3.3 Formasi Kelas di Kelas 3
Tabel 3.1 Pemeriksaan Data Kualitatif Moleong
+3

Referensi

Dokumen terkait