LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 14
E. Definisi Operasional ... 15
F. Kerangka Pemikiran ... 26
G. Ruang Lingkup Penelitian ... 28
1. Ruang Lingkup Wilayah ... 28
2. Ruang Lingkup Kajian ... 28
H. Hipotesis Penelitian ... 30
I. Sistematika Penulisan ... 31
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan IPS ... 33
1. Definisi Pendidikan IPS ... 33
2. Karakteristik Pendidikan IPS ... 35
3. Tujuan Pendidikan IPS ... 37
B. Dinamika Masyarakat ... 40
1. Konsep Dinamika Masyarakat ... 40
2. Dinamika Masyarakat sebagai Bentuk Perubahan Sosial .. 45
3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Dinamika Masyarakat 51 4. Variabel Dinamika Masyarakat ... 54
C. Konversi Lahan Pertanian ... 66
1. Konsep Lahan dan Landuse ... 66
2. Sumberdaya Lahan ... 67
3. Variabel Konversi Lahan ... 69
4. Kebijakan Pengembangan Lahan ... 77
D. Lingkungan Hidup ... 81
1. Kelestarian Lingkungan ... 81
2. Pengetahuan tentang Lingkungan ... 83
3. Kualitas Lingkungan Hidup ... 85
4. Daya Dukung Lingkungan ... 87
A. Metode Penelitian ... 115
B. Variabel Penelitian ... 116
C. Tahapan Penelitian ... 119
D. Populasi dan Sampel ... 120
1. Populasi ... 120
2. Sampel ... 120
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 125
1. Teknik Pengumpulan Data ... 125
2. Pengembangan Instrumen ... 134
F. Teknik Analisis Data ... 135
1. Teknik Analisis Data ... 135
2. Tahapan Teknik Analisis Data ... 141
3. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 143
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 146
1. Batasan Administratif Kawasan Bandung Utara ... 146
2. Kondisi Fisik Kawasan Bandung Utara ... 152
3. Analisis Keberadaan Observatorium Bosscha ... 162
4. Analisis Kawasan Lindung di Kawasan Bandung Utara ... 164
5. Analisis Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara ... 167
6. Analisis Konversi Lahan di Kawasan Bandung Utara ... 180
B. Analisis Kebijakan Pengembangan Kawasan Bandung Utara 201
C. Analisis Data dan Temuan Hasil Penelitian ... 215
1. Deskripsi Responden ... 215
2. Dinamika Masyarakat ... 218
3. Konversi Lahan Pertanian ... 246
4. Pengetahuan tentang Lingkungan ... 255
D. Pengujian dan Pembuktian Hipótesis ... 262
1. Analisis Korelasi ... 262
2. Analisis Regresi ... 271
3. Koefisien Determinasi ... 286
E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 308
1. Pengaruh Dinamika Masyarakat Terhadap Kelestarian Lingkungan di Kawasan Bandung Utara ... 308
2. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kelestarian Lingkungan di Kawasan Bandung Utara ... 324
3. Pengetahuan tentang Lingkungan ... 334
4. Keterkaitan Aspek Makro dan Mikro dalam Analisis Pengaruh Dinamika Masyarakat dan Konversi Lahan Pertanian terhadap Pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara ... 337
DAFTAR PUSTAKA ... 366
LAMPIRAN 1:INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA ... 379
LAMPIRAN 2:HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 396
LAMPIRAN 3:HASIL ANALISIS DATA ... 423
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinamika merupakan gerak (dari dalam), tenaga yang menggerakkan atau
semangat. Pemahaman tentang dinamika dapat dijelaskan melalui berbagai
fenomena yang berkaitan dengan masyarakat. Dinamika sosial merupakan gerak
masyarakat secara terus menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup
masyarakat yang bersangkutan. Dinamika kelompok merupakan gerak atau
kekuatan yang dimiliki sekumpulan orang dalam masyarakat yang dapat
menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan.
Dinamika pembangunan merupakan gerak yang penuh gairah dan semangat dalam
melaksanakan pembangunan.
Berbagai pemahaman dinamika berdasarkan fenomena di atas menyiratkan
bahwa secara umum dinamika digerakkan oleh manusia, karena manusia sendiri
merupakan suatu dinamika. Seperti yang dikemukakan dalam Sumaatmadja
(2005:16), bahwa manusia adalah suatu dinamika. Dinamika ini tidak pernah
berhenti, melainkan tetap aktif. Dinamika manusia inilah yang memadukan
manusia dengan sesamanya dan dengan dunia lingkungannya. Dinamika ini akan
tetap tumbuh berkembang selama masa hidupnya.
Ungkapan-ungkapan dinamika manusia dimanifestasikan pada
dalam bentuk migrasi, serta dalam bentuk mobilitas sosial. Perilaku keruangan
(spatial behaviour) tersebut merupakan dinamika manusia. Manusia merupakan
suatu dinamika yang mempersatukan dengan sesamanya, mengembangkan
budaya, dan berinteraksi dengan alam lingkungannya. Di manapun manusia
hidup, tidak dapat lepas dari konteks keruangan. Ruang muka bumi dengan segala
isi dan proses perkembangannya menjadi tempat yang perlu dipelajari manusia,
karena ruang muka bumi merupakan tempat dan sumberdaya yang dapat
menjamin kehidupan manusia. Ruang muka bumi ini bukan fenomena yang statis,
melainkan merupakan suatu dinamika yang mengalami perkembangan dan
perubahan. Salah satu faktor pengubahnya adalah manusia sendiri. Konsep man
ecological dominant yang dikemukakan oleh Henry J. Warman (dalam
Sumaatmadja, 2005:4) merupakan konsep yang cocok dengan permasalahan
perubahan ruang yang dilakukan oleh manusia.
Dinamika manusia dalam konteks kehidupannya lebih lanjut dapat dilihat
dalam paradigma manusia sebagai suatu fenomena. Aspek-aspek yang terkait
adalah manusia sebagai individu, manusia sebagai mahluk sosial, manusia sebagai
mahluk budaya, dan manusia dalam konteks lingkungan hidupnya (Sumaatmadja,
2005:5). Sebagai individu, manusia merupakan kesatuan jasmani dan rohani yang
mencirikan otonomi dirinya, dimana dalam proses pertumbuhan jasmani dan
perkembangan rohani, manfaat kemampuannya secara alamiah bagi kepentingan
individu sendiri. Dalam konteks sosial, manusia sebagai mahluk sosial,
kepentingan pribadi, melainkan juga untuk kepentingan bersama dan kepentingan
masyarakat. Dalam konteks budaya, sebagai mahluk budaya, manusia dikaruniai
akal-pikiran yang dapat berkembang dan dikembangkan, yang membawa
pertumbuhan dan perkembangan manusia, sehingga berbeda dengan mahluk hidup
lainnya, bahkan juga dalam perkembangan ruang muka bumi yang menjadi tempat
hidup serta sumberdaya yang menjaminnya. Dalam konteks lingkungan hidupnya,
manusia merupakan bagian dari alam yang berinteraksi dengan alam sebagai
lingkungannya, sehingga dituntut bertanggung jawab terhadap lingkungan alam.
Manusia baik sebagai individu, sebagai mahluk sosial, ataupun sebagai
mahluk budaya yang mendiami suatu tempat dalam konteks ruang, disebut
penduduk. Dinamika penduduk dapat dilihat dari aspek kelahiran, struktur umur,
pendidikan, atau mobilitasnya. Dinamika dan kompleksitas penduduk serta
pengaruhnya terhadap isu kependudukan pada masa mendatang dapat mendorong
terjadinya dinamika dan perubahan paradigma kebijakan kependudukan. Secara
demografis, penduduk selalu tumbuh dan berkembang. Akibatnya baik secara
kuantitatif maupun kualitatif, kebutuhan hidupnya juga berkembang, dan sebagai
lanjutannya terjadi pengembangan upaya manusia memenuhi kebutuhan hidup
tersebut. Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
antara lain melalui peningkatan kemampuan akal atau intelektual manusia yang
kita sebut kebudayaan. Dengan demikian pertumbuhan penduduk mendorong
terjadinya pertumbuhan kebutuhan yang mendasar yaitu sandang, pangan, papan,
Isu kependudukan saat ini telah menjadi isu aktual seiring dengan
meningkatnya kompleksitas dan dinamika kependudukan global. Dinamika
penduduk membawa konsekuensi yang cukup besar pada dinamika pertumbuhan
dan perkembangan kota dengan segala kompleksitas sosialnya. Salah satunya
adalah semakin meningkatnya fenomena urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk
perdesaan ke perkotaan, dengan segala faktor pendorong dan penariknya.
Fenomena urbanisasi tampaknya masih menjadi fenomena kependudukan yang
penting di Indonesia. Urbanisasi memiliki pengertian sebagai (1) perpindahan
penduduk dari desa ke kota besar; (2) perubahan sifat suatu tempat dari suasana
(cara hidup, dsb) desa ke suasana kota. Urbanisasi dapat mengakibatkan
peningkatan proporsi penduduk perkotaan terhadap total penduduk. Penduduk
perkotaan pada tahun 1990 terdapat 30% dan diperkirakan mencapai 50% pada
tahun 2020 (A World Bank Country Study, 1994:xiv).
Dinamika yang terjadi di wilayah yang mengalami perubahan baik secara
alamiah maupun akibat proses urbanisasi, adalah terutama di kawasan pinggiran
kota. Kawasan ini yang kemudian tumbuh dan berkembang membentuk
Rural-Urban Continuum (Mc.Gee, 1971:37) yang kemudian membentuk Mega Rural-Urban
Region (MUR). Pada kawasan tersebut, dinamika penduduk dapat ditunjukkan
melalui ciri wilayah: (1) berkepadatan penduduk tinggi; (2) sebagian besar
penduduk bergantung pada sektor pertanian dengan pemilikan lahan sempit; (3)
mengalami transformasi kegiatan dari pertanian ke non pertanian; (4) mobilitas
perkotaan; serta (6) percampuran guna lahan yang intensif antara permukiman dan
aktivitas ekonomi seperti pertanian, industri rumah tangga, dan kawasan industri.
Dalam konteks pertumbuhan Mega Urban Region (MUR) tersebut, fenomena
dinamika dapat diamati pada wilayah Jabotabek dan Metropolitan Bandung,
karena ruang (region) menjadi dasar bagi aktivitas sosial ekonomi.
Dilihat dari distribusi penduduk menurut perkotaan-perdesaan, Indonesia
telah dan akan terus mengalami perubahan dalam komposisi. Persentasi penduduk
yang tinggal di perkotaan telah meningkat dari sekitar 17,1% pada tahun 1971
menjadi 46,01% pada tahun 2005, dan diperkirakan menjadi 55,20% pada tahun
2020. Dinamika persentase penduduk perkotaan di Indonesia secara lebih rinci
dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Dinamika Persentase Penduduk Perkotaan di Indonesia
No Tahun Persentase Penduduk Perkotaan
(%)
1 1971 17,10
2 1980 22,40
3 1990 30,90
4 1995 36,80
5 2005 46,01
6 2020* 55,20
Sumber: Ananta, dkk. (1995:101) Keterangan: * proyeksi
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa sejak tahun 1971 persentase penduduk
perkotaan di Indonesia terus meningkat, sementara persentase penduduk yang
tinggal di perdesaan terus menurun. Bukan hanya secara persentase penduduk
mengalami penurunan, namun sejak tahun 1995 secara absolut jumlah penduduk
perkotaan lebih banyak daripada jumlah penduduk perdesaan. Perincian dinamika
jumlah penduduk perkotaan-perdesaan Indonesia dapat dilihat Tabel 1.2.
Tabel 1.2
Dinamika Jumlah Penduduk Perkotaan-Perdesaan Indonesia
No Tahun
Jumlah Penduduk (orang)
Perkotaan Perdesaan
1 1990 55.432.788 123.810.587
2 1995 71.656.845 123.143.261
3 2000 87.577.148 121.958.342
4 2005 102.534.128 120.307.324
5 2010* 116.480.985 118.590.394
6 2015* 129.245.269 116.453.624
7 2020* 140.309.949 113.904.960
8 2025* 150.052.009 111.389.001
Sumber: Ananta, dkk. (1995:102) Keterangan: * proyeksi
Berdasarkan Tabel 1.2, bahwa jumlah penduduk perkotaan-perdesaan di
Indonesia selalu mengalami dinamika. Selama kurun waktu 15 tahun (1990-2005)
dan proyeksi untuk kurun waktu 15 tahun mendatang (2010-2025), jumlah
penduduk perkotaan selalu meningkat yang secara signifikan menurunkan jumlah
penduduk perdesaan. Selama kurun waktu 25 tahun (1990-2025), jumlah
penduduk perkotaan diperkirakan dapat meningkat hampir tiga kali lipat.
Dalam dinamika pembangunan yang ditandai dengan transformasi
demografi dan ekonomi, terjadi fenomena konversi lahan pertanian ke
penggunaan non pertanian secara massive di Pulau Jawa (Ashari, 2003:83).
Transformasi demografis ditandai dengan pertambahan jumlah penduduk
peningkatan jumlah penduduk yang bekerja di sektor non pertanian (Dharmapatni
dan Firman, 1995:30). Secara lebih mendalam dikemukakan bahwa dalam
perspektif makro, fenomena konversi lahan pertanian di negara-negara sedang
berkembang terjadi akibat transformasi struktural perekonomian dan demografis.
Transformasi struktural dalam perekonomian berlangsung semula bertumpu pada
pertanian ke arah non pertanian. Sementara dari sisi demografis, pertumbuhan
penduduk perkotaan yang pesat mengakibatkan konversi dari penggunaan
pertanian ke penggunaan non pertanian yang luar biasa.
Pertambahan jumlah penduduk di perkotaan yang sangat tinggi membawa
dampak pada meningkatnya kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan
yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan tanah (Soegijoko, 1995:14). Selain
itu, meningkatnya kegiatan sosial dan ekonomi di perkotaan sebagai bagian dari
pertumbuhan dan perkembangan kota juga merupakan penyebab meningkatnya
permintaan (unlimited needs) terhadap lahan perkotaan (Tan et al., 2004:1; Briggs,
2000:797; Sorensen, 2000:219). Sementara itu, terbatasnya persediaan lahan
perkotaan (limited resources) menyebabkan terus meningkatnya nilai lahan di
perkotaan, sehingga untuk memenuhi permintaan kebutuhan lahan perkotaan
merambah ke lahan di wilayah pinggiran kota, padahal lahan di pinggiran kota
mempunyai fungsi lindung.
Oleh karena persediaan lahan tidak berubah dalam suatu wilayah, maka
perubahan tersebut akhirnya menggeser peranan sektor pertanian ke sektor non
demikian, artinya lahan pertanian mendapat tekanan permintaan untuk
penggunaan bagi kegiatan di luar pertanian. Dengan kata lain, transformasi
demografis, ekonomi, serta sosial budaya di perkotaan dapat ditunjukkan dengan
terjadinya konversi lahan pertanian.
Di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, terjadi
konversi yang cepat dari pertanian subur ke penggunaan non pertanian terutama
dalam wilayah yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh pusat-pusat kegiatan
perkotaan. Pertumbuhan kawasan perkotaan yang pesat menyebabkan konversi
lahan pertanian ke penggunaan perkotaan, sehingga diperkirakan dalam dua
dekade terakhir (1990-2010), lahan yang terkonversi di Pulau Jawa ini mencapai
10%, karena permasalahan konversi lahan di Pulau Jawa berkaitan dengan
ekspansi wilayah perkotaan (A World Bank Country Study, 1994:36), sebagai
suatu bentuk dinamika wilayah. Dengan demikian dinamika wilayah dapat dikaji
melalui pertumbuhan ekonomi wilayah, industrialisasi, dan urbanisasi (Webster,
2002:6), karena kajian wilayah tidak dapat dihindarkan akibat pertumbuhan dan
perkembangan suatu wilayah yang dinamis.
Dalam lingkup Pendidikan IPS, penelitian yang berkaitan dengan
dinamika masyarakat, konversi lahan, dan pengetahuan tentang lingkungan ini
erat kaitannya dengan tiga tradisi yang dikembangkan dalam Pendidikan IPS.
Sebagai Citizenship Transmission, penelitian ini mengajarkan pentingnya
pengetahuan tentang lingkungan sebagai perwujudan dari Pendidikan
lahan yang dilakukan penduduk merupakan suatu bentuk aktivitas sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan geografi. Sementara sebagai Reflective Inquiry, bahwa
dalam penelitian memerlukan suatu penyelidikan secara mendalam terhadap
hal-hal yang menyebabkan permasalahan dalam penelitian.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal bahwa dalam konteks
individu, budaya, sosial, lingkungan, dan konteks ruang, manusia merupakan
suatu dinamika. Sebagai suatu dinamika, maka aktivitas manusia dapat
mengakibatkan adanya perubahan dalam konteks ruang. Dengan demikian,
dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian serta pengaruhnya terhadap
pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara menjadi menarik dan
penting untuk dikaji lebih lanjut.
B. Perumusan Masalah
Secara demografis, ekonomi, dan sosial-budaya, Kawasan Bandung Utara
merupakan kawasan yang dinamis. Kawasan Bandung Utara memiliki tingkat
urbanisasi yang tinggi, merupakan kawasan yang memiliki kepadatan penduduk
26 jiwa/Ha (Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara,
2006:2-1). Jika merujuk pada standar kepadatan penduduk (Sugandhy, 1999:125) bahwa
jika kepadatan rata-rata >20 jiwa/Ha maka permukiman kota sudah menjurus
menjadi kota kecil (25-50 jiwa/Ha), maka Kawasan Bandung Utara dapat
Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi (99 jiwa/ha) dibandingkan dengan Kota
Bandung (91 jiwa/Ha) dan Kabupaten Bandung (14 jiwa/Ha).
Kawasan Bandung Utara mengalami transformasi struktur perekonomian,
yang dicirikan dengan cepatnya pertumbuhan sektor non pertanian (non farm)
yang pada gilirannya akan menggusur kegiatan pertanian dari lahan pertanian ke
kegiatan non pertanian. Kawasan Bandung Utara juga mengalami peningkatan
jumlah kelompok golongan pendapatan menengah dan atas di wilayah perkotaan,
yang akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan lahan untuk sarana permukiman
dan sarana lainnya dengan mengorbankan lahan pertanian produktif. Dengan
demikian, dinamika masyarakat yang dicerminkan oleh perubahan kondisi
demografis, ekonomi, dan sosial-budaya di Kawasan Bandung Utara dapat
mempengaruhi kondisi lingkungannya.
Kawasan Bandung Utara merupakan kawasan yang menjadi sorotan
berbagai pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat) karena persoalan-persoalan
yang dihadapi cenderung mengganggu fungsi dan peran yang harus didukungnya
sebagai kawasan konservasi bagi Cekungan Bandung. Menurut Direktorat
Geologi dan Tata Lingkungan (Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan
Bandung Utara, 2006:3-11), sedikitnya 60% dari sekitar 108 juta m3 air tanah dari
dataran tinggi sekitar Bandung yang masuk ke cekungan Bandung berasal dari
Kawasan Bandung Utara. Dengan demikian, tidak dapat disangkal bahwa
Kawasan Bandung Utara berfungsi sebagai kawasan resapan air yang mempunyai
Kawasan Bandung Utara seperti Lembang, Punclut, Ciumbuleuit, dan
Dago memiliki berbagai kelebihan sehingga lahan kawasan tersebut mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi. Pada tahun 2001, lebih dari 2.000 Ha lahan konservasi
di Kecamatan Lembang dipenuhi ratusan bangunan yang diduga liar, padahal luas
kawasan yang diperbolehkan ada bangunan di Lembang sesuai Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung hanya 1.035 Ha, bahkan maraknya
pembangunan itu seringkali mengabaikan aspek hukum dan lingkungan
(Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara, 2006:2-39).
Perubahan tata guna lahan dan semakin menyusutnya hutan-hutan di Kawasan
Bandung Utara telah memberikan dampak yang amat besar bagi penduduk di
Dataran Rendah Bandung. Karena itu, perlu adanya upaya untuk mengendalikan
perubahan tata guna lahan, karena berkaitan dengan daya dukung lahan, aspek
lingkungan, serta aspek sosial-budaya dan ekonominya.
Pembangunan di Kawasan Bandung Utara berkembang sedemikian
pesatnya. Perkembangan kawasan ini semakin tidak sesuai dengan arah
kebijaksanaan tata ruang berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat Nomor
181.1/SK.1624/Bappeda/1982. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap
perkembangan yang terjadi di Kawasan Bandung Utara, dapat dianalisis bahwa
kegiatan pembangunan fisik bangunan seperti pembangunan perumahan dan
pembangunan lainnya sangat pesat dan tidak terkendali, sehingga cenderung
menurunkan kualitas lingkungan alami. Sebagai gambaran mengenai
100 izin lokasi telah diterbitkan oleh para pengembang untuk membangun
perumahan, villa, cottage, dan sejumlah sarana wisata di Kawasan Bandung Utara
dengan luas mencapai sekitar 3.500 Ha. Pembangunan fisik tersebut menyimpang
dari peruntukkan lahan yang telah ditetapkan, sehingga menimbulkan konflik
kepentingan lahan yang cenderung mengalahkan kepentingan lingkungan, serta
pada gilirannya dapat merusak lingkungan.
Perubahan pemanfaatan lahan yang pesat terjadi di Kawasan Bandung
Utara adalah dari kawasan non terbangun menjadi kawasan terbangun, khususnya
dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman. Berdasarkan penelitian
terdahulu, bahwa pada tahun 1994-1996 di Kecamatan Parongpong luas lahan
sawah berkurang sebesar 598,03 Ha (Indrawati, 1999:65), sementara tahun
1992-1997 di Kecamatan Lembang terjadi konversi lahan pertanian sebesar 361,08 Ha
(Fadjarajani, 2001:3). Perkembangan konversi lahan pertanian Kawasan Bandung
Utara tersebut dipicu oleh nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat yang
mendorong penduduk setempat menjual lahan pertaniannya. Kondisi konversi
lahan pertanian tersebut dapat terus berkembang mempengaruhi lingkungan di
Kawasan Bandung Utara, yang secara umum memiliki fungsi sebagai kawasan
lindung bagi dirinya dan bagi kawasan di bawahnya. Konversi lahan yang terjadi
Kawasan Bandung Utara juga telah memberikan dampak bagi kelestarian
lingkungan di Dataran Rendah Bandung.
Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, maka yang menjadi
Kawasan Bandung Utara berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan.
Dengan demikian, yang menjadi pertanyaan penelitian dalam kajian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaruh dinamika masyarakat terhadap pengetahuan
tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara?
2. Bagaimanakah pengaruh konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan
tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberi pemahaman yang komprehensif
tentang dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian, serta pengetahuan tentang
lingkungan, agar terhimpun suatu “body of knowledge” tentang hubungan antara
masyarakat dengan lingkungannya, terutama dalam memahami permasalahan
pengetahuan tentang lingkungan akibat dinamika masyarakat dan konversi lahan
pertanian.
Untuk itu tujuan penelitian adalah:
1. Mengkaji dinamika masyarakat yang mempengaruhi pengetahuan tentang
lingkungan di Kawasan Bandung Utara.
2. Mengkaji konversi lahan pertanian yang mempengaruhi pengetahuan
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini menghasilkan suatu deskripsi tentang dinamika masyarakat
dan konversi lahan pertanian, serta hasil kajian pengaruh dinamika masyarakat
dan konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang lingkungan di
Kawasan Bandung Utara.
Hasil penelitian tentang dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian
serta pengaruhnya terhadap pengetahuan tentang lingkungan Kawasan Bandung
Utara, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Penelitian ini memberikan kontribusi bagi dunia ilmu pengetahuan,
khususnya Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam pembangunan
masyarakat dan wilayah (community and regional development) melalui
pendekatan interdisiplin, antar bidang, serta lintas sektoral, dalam
pendidikan pada umumnya dan pendidikan geografi pada khususnya.
2. Bagi bidang pendidikan, hasil penelitian ini penting artinya sebagai bahan
pembelajaran masyarakat dalam menghadapi dinamika masyarakat dan
konversi lahan pertanian yang mempengaruhi pengetahuan tentang
lingkungan.
3. Untuk pihak perencana wilayah dan kota, hasil penelitian ini menjadi
masukan (input) bagi kebijakan pembangunan wilayah dan kota pada
konteks Mega Urban Region (MUR), dalam melakukan pengendalian
konversi lahan pertanian yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang
E. Definisi Operasional
Untuk memberikan penjelasan beberapa kata kunci dalam kajian ini, perlu
dikemukakan definisi operasional dari variabel-variabel penelitian. Namun
sebelum menjelaskan variabel-variabel penelitian, berikut ini dijelaskan terlebih
dahulu definisi konsep dinamika masyarakat dan konversi lahan.
1. Dinamika Masyarakat
Masyarakat (society) adalah kolektivitas aktivitas manusia yang
terorganisasi dan kegiatannya terarah pada sejumlah tujuan yang sama, serta
berkecenderungan memberikan keyakinan, sikap, dan tindakan yang sama (Krech,
Crutchfield, dan Ballachey,1975:308). Masyarakat juga merupakan gabungan dari
kelompok utama secara ekologis, kelompok, kelembagaan, serta organisasi dan
pengelompokkan. Lebih khusus lagi, Koentjaraningrat (2002:146-147)
mendefinisikan masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh
suatu rasa identitas bersama. Dengan demikian masyarakat merupakan unsur yang
dinamis.
Dinamika masyarakat dapat dikaji melalui: (a) struktur masyarakatnya; (b)
faktor-faktor budaya dan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya; (c) budaya
dan individu dalam masyarakat; (d) hubungan dan kesatuan dari masyarakat; (e)
tindakan/gerak dalam masyarakat; (f) faktor-faktor perbedaan biologis dan sosial
serta (h) pengembangan pengawasan terhadap masyarakat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa masyarakat berdimensi yang luas dalam kajiannya.
Dinamika masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gerak
sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan
yang mereka anggap sama, secara terus menerus yang menimbulkan perubahan
dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, variabel
dinamika masyarakat yang diuraikan dalam penelitian ini meliputi: (a) tekanan
penduduk terhadap lahan; (b) status sosial; (c) status ekonomi; (d) gaya hidup; (e)
perilaku keruangan; dan (f) persepsi terhadap nilai lahan. Data sekunder
dikumpulkan melalui studi pustaka dan dokumentasi, sementara data primer
dikumpulkan selain melalui kuesioner kepada responden penelitian, juga melalui
observasi lapangan.
2. Konversi Lahan
Lahan sebagai salah satu sumberdaya alam, dapat ditinjau dari berbagai
titik pandang yang berbeda, sehingga memberikan makna yang berbeda pula.
Salah satu konsep yang berkembang adalah lahan sebagai ruang (space). Lahan
merupakan sumberdaya alam spasial yang mengacu pada unsur keruangan (luas,
posisi, dan penyebarannya). Dalam kaitan ini, pemanfaatan sumberdaya lahan
harus mempertimbangkan keterkaitan antara aspek material dan spasial. Aspek
material lahan menyangkut kualitas dan potensinya untuk suatu penggunaan
tertentu, sedangkan aspek spasial menyangkut letak dan posisi dari sumberdaya
Saat ini berkembang pandangan bahwa lahan atau tanah diperlakukan
sebagai komoditas strategis yang mempunyai karakteristik yang kompleks (Kivell,
1993:5), yaitu penyediaannya bersifat tetap, tidak ada biaya penyediaan, bersifat
unik, tidak dapat dipindahkan, serta permanen. Karena karakteristik lahan yang
kompleks, maka akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan untuk berbagai
aktivitas. Pandangan lain mengatakan bahwa tanah bukanlah komoditas,
melainkan asset (Tjondronegoro, 1984:5). Dalam pengertian asset, tanah
meskipun sama seperti komoditas lain yang dapat diperjualbelikan, tetapi
kelebihan asset ini adalah dapat turut berperan dalam proses produksi sehingga
memberi nilai tambah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya konversi lahan.
Agar kajian konversi lahan dapat efektif dan komprehensif, perlu
dilakukan kajian dengan melihat keterkaitan pada skala makro dan skala mikro.
Kajian dalam skala makro yang dimaksud adalah kajian yang berdasarkan wilayah
adalah Kawasan Bandung Utara. Kajian secara makro dianalisis melalui data
sekunder tentang luas penggunaan lahan dan luas konversi lahan. Sementara skala
mikro yang dimaksud adalah kajian yang berdasarkan individu adalah Rumah
Tangga (RT) di Kawasan Bandung Utara.
Konversi lahan, baik dalam arti perubahan luas, perubahan
pemilikan/penguasaan, maupun perubahan fungsi, merupakan hal yang biasa
terjadi, terutama kaitannya dengan perkembangan perkotaan. Konversi lahan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan luas, perubahan
melalui studi kepustakaan dan dokumentasi, sementara data primer dikumpulkan
selain melalui kuesioner kepada responden penelitian, juga melalui observasi
lapangan.
Berdasarkan konsep dinamika masyarakat dan konversi lahan seperti yang
telah diuraikan di atas, maka dapat dijelaskan variabel-variabel penelitian sebagai
berikut:
1. Tekanan Penduduk terhadap Lahan
Pertambahan jumlah penduduk di perkotaan yang sangat tinggi akan
membawa dampak pada meningkatnya kebutuhan pelayanan prasarana dan
sarana, termasuk kebutuhan akan lahan permukiman. Meningkatnya kegiatan
perekonomian di perkotaan sebagai bagian dari pertumbuhan dan perkembangan
kota juga merupakan penyebab meningkatnya permintaan terhadap lahan untuk
aktivitas perekonomian, misalnya untuk kegiatan perdagangan dan perindustrian.
Sementara itu, terutama di sekitar wilayah perkotaan, persediaan lahan
relatif tetap sedangkan permintaan terhadap lahan terus meningkat dengan cepat.
Permintaan lahan yang terus meningkat dapat mengakibatkan terjadinya konversi
lahan, dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun. Terbatasnya lahan di
satu sisi dan semakin meningkatnya kebutuhan lahan di sisi lain inilah yang
menimbulkan tekanan penduduk terhadap lahan.
Tekanan penduduk terhadap lahan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah desakan penduduk terhadap lahan. Variabel tekanan penduduk terhadap
yang menempati suatu wilayah dengan luas lahan di wilayah tersebut, yaitu dari
nilai man land ratio. Sementara nilai tekanan penduduk terhadap lahan khusus
petani dalam penelitian ini dengan merujuk pada hasil penelitian sebelumnya.
Daya dukung (carrying capacity) erat kaitannya dengan kepadatan penduduk.
Daya dukung lahan pada suatu wilayah dapat diketahui dari nilai tekanan
penduduk terhadap lahan secara relatif dan absolut.
Untuk menghitung nilai tekanan penduduk terhadap lahan didapat dari
data sekunder tentang jumlah penduduk dan luas lahan yang dimiliki penduduk.
Sementara data primer dikumpulkan selain melalui kuesioner kepada responden,
juga melalui observasi.
2. Status Sosial
Status sosial merupakan kedudukan seseorang dalam masyarakatnya.
Status sosial sebagai suatu keadaan masyarakat secara sosial merupakan aspek
dinamika masyarakat yang dapat menggambarkan kondisi budaya masyarakat
sebagai society. Pada dasarnya Koentjaraningrat (2002:146-147) mendefinisikan
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa
identitas bersama. Status sosial dapat diperoleh secara alamiah (ascribed),
misalnya status karena hasil kelahiran, maupun dengan diupayakan (achieved),
misalnya status pendidikan.
Dalam penelitian ini, status sosial adalah keadaan seseorang yang
pendidikan, pengetahuan tentang lingkungan, kondisi kesehatan, serta hubungan
sosial. Variabel status sosial diukur melalui analisis terhadap tingkat pendidikan
formal, pengetahuan tentang lingkungan, kondisi kesehatan, serta hubungan
sosial, yang menunjukkan dinamika sosial yang dapat mempengaruhi pengetahuan
tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada responden.
3. Status Ekonomi
Setiap aktivitas ekonomi memerlukan lahan sebagai salah satu jenis input
yang digunakan (Pakpahan dan Anwar, 1989:71). Pertumbuhan ekonomi akan
menyebabkan realokasi penggunaan sumberdaya lahan dari jenis yang
memberikan nilai (rent) lahan rendah ke yang lebih tinggi. Dengan demikian,
kondisi ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
permintaan lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, di samping kepadatan
penduduk dan ketersediaan sumberdaya lahan itu sendiri.
Status ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah keadaan
ekonomi responden. Variabel status ekonomi diukur melalui analisis terhadap
jenis mata pencaharian pokok, mata pencaharian sampingan, serta tingkat
pendapatan penduduk yang menunjukkan dinamika masyarakat yang dapat
mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui
kuesioner kepada responden.
4. Gaya Hidup (lifestyle)
Gaya hidup (lifestyle) merupakan ciri sebuah dunia modern, atau yang
ditempatkan sebagai ciri-ciri dari modernitas. Lebih lanjut, gaya hidup merupakan
bagian dari kehidupan sosial sehari-hari, yang berfungsi dalam interaksi dengan
cara-cara yang mungkin tidak dapat dipahami oleh mereka yang tidak hidup
dalam masyarakat modern. Modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan
zaman dan konstelasi dunia sekarang. Modernisasi tidak akan datang begitu saja,
melainkan harus diusahakan, diupayakan. Dalam diri manusia perlu ada suatu
dorongan yang dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan modernisasi.
Dalam penelitian ini, gaya hidup adalah pola perilaku sehari-hari
segolongan manusia di dalam masyarakat, yang dikaji melalui kondisi rumah,
orientasi investasi, orientasi pendidikan keluarga, dan pemilikan barang-barang
modern yang tampil untuk memfasilitasi kehidupan sosial sehari-hari. Variabel
gaya hidup diukur melalui analisis terhadap kondisi rumah, orientasi investasi,
orientasi pendidikan keluarga, dan pemilikan barang-barang modern yang
menunjukkan dinamika masyarakat yang dapat mempengaruhi pengetahuan
tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada responden.
5. Perilaku Keruangan
Golledge, Brown, dan Williamson (1972, dalam Walmsley. D.J. dan
Lewis. G.J., 1984:4) mengidentifikasi lima area utama tentang perilaku dalam
geografi manusia, yaitu (1) mempelajari pengambilan keputusan dan pilihan
perilaku; (2) analisis tentang aliran informasi; (3) model penelitian dan
pembelajaran; (4) pengujian perilaku pemilihan; serta (5) penelitian tentang
Dalam penelitian ini, perilaku keruangan adalah perlaku yang
berhubungan dengan keputusan pemilihan ruang. Variabel perilaku keruangan
dalam penelitian ini tercermin dari mobilitas penduduk dalam berbagai aktivitas,
antara lain lokasi pendidikan bagi keluarga, pekerjaan, kesehatan, perbelanjaan,
serta rekreasi/hiburan, yang dapat menunjukkan dinamika masyarakat yang dapat
mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui
kuesioner kepada responden.
6. Persepsi terhadap Nilai Lahan
Lahan sebagai komoditas mempunyai nilai atau harga tersendiri yang
ditentukan berdasarkan parameter (Sujarto, 1993:22), yaitu (1) tingkat
produktivitas lahan; (2) lokasi atau letak lahan; dan (3) kegiatan yang berada di
atasnya. Dalam penelitian ini, persepsi penduduk terhadap lahan berkaitan dengan
tanggapan masyarakat terhadap harga lahan. Variabel persepsi terhadap nilai
lahan ini diukur melalui analisis terhadap nilai ekonomi lahan, nilai sosial lahan,
nilai lokasi lahan, nilai ekologis lahan, serta nilai politis lahan. Persepsi terhadap
kelima nilai lahan tersebut menunjukkan dinamika masyarakat yang dapat
mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan melalui
kuesioner kepada responden.
7. Perubahan Luas Lahan
Lahan sebagai salah satu sumberdaya alam, dapat ditinjau dari berbagai
titik pandang yang berbeda, sehingga memberikan makna yang berbeda pula.
dapat menunjukkan luasannya. Lahan bagi masyarakat agraris merupakan faktor
produksi yang paling penting. Dengan adanya perkembangan masyarakat terutama
di pinggiran perkotaan, mengakibatkan luas lahan pertanian semakin terbatas.
Luas lahan dapat berubah secara vertikal maupun horisontal, melalui teknologi
pertanian atau teknologi arsitektur dalam penggunaan lahan.
Dalam penelitian ini, perubahan luas lahan adalah perubahan luas lahan
garapan. Variabel perubahan luas lahan garapan diukur melalui analisis terhadap
perubahan luas lahan pertanian yang dimiliki/dikuasai, yang dapat mempengaruhi
pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan selain melalui kuesioner
kepada responden penelitian, juga melalui observasi.
8. Perubahan Status Pemilikan/Penguasaan Lahan
Kepemilikan lahan pertanian tidak hanya bermakna ekonomis dalam arti
sebagai sumber kehidupan, tetapi juga bermakna kultural dan politis. Wiradi
(1990, dalam Suhendar, 1995:32) melihat bahwa persoalan kepemilikan lahan
pada masyarakat agraris justru lebih menyangkut masalah penyebaran dan
pembagiannya, yang kemudian berkaitan erat dengan masalah
kesempatan-kesempatan ekonomi dan penyebaran pendapatan. Dalam penelitian ini perubahan
status pemilikan/penguasaan lahan adalah perubahan status berkaitan dengan
proses dan cara memiliki dan menguasai lahan garapan. Variabel perubahan status
pemilikan/penguasaan lahan diukur melalui analisis terhadap perubahan hak
kepemilikan lahan pertanian yang dapat mempengaruhi pengetahuan tentang
9. Perubahan Fungsi Lahan
Dalam konteks ekonomi lahan, terjadi kecenderungan persaingan dalam
penggunaan lahan. Persaingan dalam penggunaan lahan antara lain disebabkan
karena (Anwar, 1993:27): (1) kepadatan penduduk yang sangat tinggi, (2) hasil
produksi per hektar yang jauh lebih tinggi dari hasil produksi wilayah lain karena
tingkat kesuburan tanahnya yang tinggi, serta (3) permintaan lahan bagi
perkembangan wilayah urban dan perluasan kawasan perkotaan serta
pembangunan infrastruktur yang lebih besar dibanding wilayah lainnya.
Perubahan fungsi lahan di perkotaan terutama dari lahan pertanian menjadi lahan
permukiman atau perdagangan.
Dalam penelitian ini perubahan fungsi lahan adalah perubahan
penggunaan lahan, dari penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. Variabel
fungsi lahan diukur melalui analisis terhadap perubahan penggunaan lahan hutan
ke lahan pertanian dan dari lahan pertanian ke lahan non pertanian yang dapat
mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan. Data dikumpulkan selain melalui
kuesioner kepada responden penelitian, juga melalui observasi.
10. Pengetahuan tentang Lingkungan
Kelestarian lingkungan dapat dilihat dari pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude) dan perilaku (behavior), sebagai berikut: (a) pengetahuan lingkungan,
yaitu segala sesuatu yang diketahui tentang lingkungan di kawasan tersebut; (b)
pendirian, keyakinan tentang lingkungan; serta (c) perilaku terhadap lingkungan,
yaitu tanggapan atau reaksi individu terhadap lingkungan.
Melestarikan keserasian dan keseimbangan lingkungan berarti membuat
tetap tak berubah atau kekal keserasian dan keseimbangan lingkungan
(Soemarwoto, 1983:67). Kelestarian lingkungan adalah membuat lingkungan tetap
tidak berubah atau kekal keserasian dan keseimbangan lingkungannya. Dengan
demikian kelestarian lingkungan dapat dilakukan melalui pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan
dilakukan sebagai upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup,
termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan. Pembangunan berkelanjutan juga merupakan proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, dengan
menyerasikan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam pembangunan.
Variabel pengetahuan tentang lingkungan dalam penelitian ini adalah
segala sesuatu yang diketahui dan diyakini tentang lingkungan di kawasan
tersebut. Pengetahuan tentang lingkungan dilihat dari ketersediaan dan
penggunaan air, tanah, lahan, dan udara sebagai sumber daya yang dipengaruhi
oleh dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian. Data dikumpulkan selain
F. Kerangka Pemikiran
Fenomena dinamika masyarakat baik secara sosial, budaya, maupun
ekonomi, menimbulkan adanya transformasi (pergeseran) demografi, ekonomi,
dan sosial-budaya di wilayah perkotaan. Di sisi lain, fenomena dinamika wilayah
mengakibatkan terjadinya konversi lahan dari lahan terbangun ke lahan non
terbangun, terutama di wilayah perkotaan.
Terjadinya dinamika masyarakat dan dinamika wilayah, dapat ditunjukkan
dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap lahan perkotaan (unlimited
needs). Sementara itu lahan sebagai sumber daya memiliki keterbatasan
ketersediaan secara fisik (limited resources). Kedua hal yang bertentangan inilah
yang secara tidak langsung menimbulkan penurunan daya dukung (carrying
capacity) lingkungan. Pada akhirnya dapat mempengaruhi penurunan kelestarian
lingkungan hidup di Kawasan Bandung Utara.
Ketersediaan lahan perkotaan semakin langka karena terjadinya persaingan
penggunaan berdasarkan nilai ekonomi lahan. Pada umumnya lahan
diperuntukkan bagi penggunaan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Fenomena
tersebut dapat diamati karena adanya dinamika masyarakat dan semakin maraknya
konversi lahan pertanian di Kawasan Bandung Utara.
Dinamika masyarakat dan konversi lahan yang semakin meningkat
merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di
sikap, dan perilaku terhadap lingkungan. Kerangka pemikiran penelitian dapat
digambarkan seperti pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Unlimited needs Limited Resources
Dinamika Wilayah Dinamika Masyarakat Transformasi Demografis dan Perkekonomian Konversi Lahan di KBU
Penurunan Daya Dukung Lingkungan di KBU
Pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan
Bandung Utara Skala Makro: Wilayah Skala Mikro: RT Perkotaan Perdesaan Recharge Catchment Knowledge Attitude Behaviour
Tekanan penduduk terhadap lahan Status sosial Status ekonomi Gaya hidup Perilaku keruangan Persepsi terhadap
nilai lahan
Perubahan luas lahan
Perubahan pemilikan/ penguasaan lahan Perubahan fungsi
[image:30.595.104.522.193.635.2]G. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dapat menjadi batasan dalam penelitian, yang
terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup kajian.
1. Ruang Lingkup Wilayah
Batasan Kawasan Bandung Utara dapat diidentifikasi berdasarkan batasan
fisik dan administrasi seperti dijelaskan sebagai berikut.
a. Batasan Fisik
Batasan fisik Kawasan Bandung Utara di sini adalah Wilayah Inti
Bandung Raya Bagian Utara dengan batas-batas seperti yang telah ditetapkan
dalam SK Gubernur Jawa Barat No.181.1/SK.1624-Bapp/1982 tentang
Peruntukan Lahan di Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara.
b. Batasan Administratif
Kawasan Bandung Utara memiliki luas total sebesar 38.548,33 Ha. Pada
Tahun 2008, terdiri dari empat wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bandung
(terdiri dari 3 kecamatan dan 20 desa), Kota Bandung (terdiri dari 10 kecamatan
dan 30 kelurahan), Kabupaten Bandung Barat (terdiri dari 6 kecamatan dan 49
desa) dan Kota Cimahi (terdiri dari 2 kecamatan dan 8 kelurahan), atau secara
total terdiri dari 21 kecamatan dan 107 kelurahan/desa.
2. Ruang Lingkup Kajian
Agar penelitian tentang pengaruh dinamika masyarakat dan konversi lahan
dapat terarah dan terfokus, maka dalam penelitian ini perlu ada pembatasan ruang
lingkup kajian.
Dinamika masyarakat yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada
tekanan penduduk terhadap lahan, status sosial, status ekonomi, gaya hidup
(lifestyle), perilaku keruangan, serta persepsi terhadap nilai lahan yang terjadi di
Kawasan Bandung Utara.
Konversi lahan dikaji melalui analisis terhadap perubahan luas lahan
pertanian, perubahan status pemilikan/penguasaan lahan pertanian, dan perubahan
fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kawasan Bandung Utara. Kajian konversi
lahan pertanian dilakukan secara komprehensif pada skala makro (wilayah) dan
skala mikro (rumah tangga) di Kawasan Bandung Utara. Berdasarkan identifikasi
di lapangan, dapat diketahui bahwa konversi lahan yang terjadi Kawasan Bandung
Utara sebagian besar merupakan konversi lahan dari non terbangun ke lahan
terbangun, terutama dari lahan pertanian ke permukiman.
Kelestarian lingkungan difokuskan pada pengetahuan terhadap lingkungan
hidup di Kawasan Bandung Utara, yang meliputi analisis terhadap keserasian
dengan lingkungan alam dan keserasian dengan lingkungan sosial.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana dinamika masyarakat
dan konversi lahan pertanian yang terjadi, serta bagaimana pengaruhnya terhadap
pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Selanjutnya dapat
menjadi arahan bagi pengetahuan tentang lingkungan hidup di Kawasan Bandung
H. Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah diajukan, maka hipotesis
yang memerlukan pengujian adalah:
1. Dinamika masyarakat berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.
2. Konversi lahan pertanian berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.
Namun demikian hipotesis penelitian diuraikan menurut hipotesis nol dan
[image:33.595.109.520.200.639.2]hipotesis alternatif, seperti pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Hipotesis Penelitian
No Hipotesis
1 Dinamika masyarakat tidak
berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.
Hipotesis Nol
Tidak ada pengaruh dinamika masyarakat terhadap pengetahuan
tentang lingkungan Dinamika masyarakat berpengaruh
secara signifikan terhadap
pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.
Hipotesis Alternatif Ada pengaruh dinamika masyarakat terhadap pengetahuan
tentang lingkungan 2 Konversi lahan pertanian tidak
berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.
Hipotesis Nol Tidak ada pengaruh konversi
lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang lingkungan Konversi lahan pertanian berpengaruh
secara signifikan terhadap
pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.
Hipotesis Alternatif Ada pengaruh konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan
I. Sistematika Penulisan
Disertasi terdiri dari lima bab, yang meliputi:
Bab satu merupakan pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah,
identifikasi masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, definisi operasional, kerangka pemikiran penelitian, ruang lingkup
penelitian, hipotesis penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab dua merupakan kajian pustaka, yang mengungkapkan teori-teori yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian dan berbagai penelitian yang relevan
sebagai landasan teori dalam analisis temuan. Uraian kajian pustaka ini menjadi
landasan teori dalam pembahasan hasil penelitian.
Bab tiga merupakan metode penelitian, yang mengkaji metode penelitian,
variabel penelitian, langkah-langkah penelitian, instrumen penelitian, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data, teknik pengambilan sampel, serta teknik
analisis penelitian.
Bab empat merupakan hasil penelitian dan pembahasan, yang mengkaji
pengolahan/analisis temuan sesuai dengan desain penelitian yaitu deskripsi
(dinamika masyarakat, konversi lahan, dan pengetahuan tentang lingkungan),
analisis kebijakan rencana pengembangan kawasan, analisis data dan temuan hasil
penelitian, pengujian dan pembukian hipotesis, pembahasan hasil penelitian, serta
hubungan hasil penelitian dengan Pendidikan IPS. Uraian hasil pembahasan
terdiri dari kajian makro (skala wilayah) dan kajian mikro (skala rumah tangga),
Bab lima merupakan kesimpulan dan implikasi, yang menyajikan
penafsiran/pemaknaan penelitian, rekomendasi bagi pembuat kebijakan, dan saran
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah
deskriptif-eksplanatori, menggambarkan dan menjelaskan dinamika masyarakat serta
konversi lahan yang berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan di
Kawasan Bandung Utara. Metode deskriptif dapat menggambarkan dinamika
masyarakat dan konversi lahan pertanian pada masa sekarang, sementara itu
metode eksplanatori dapat menganalisis lebih mendalam pengaruh dinamika
masyarakat dan konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang
lingkungan di Kawasan Bandung Utara.
Secara lebih rinci, metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan:
(1) dinamika masyarakat perkotaan di wilayah studi, yang meliputi tekanan
penduduk terhadap lahan, status sosial, status ekonomi, gaya hidup (lifestyle),
perilaku keruangan, dan persepsi terhadap nilai lahan; (2) konversi lahan pertanian
ke non pertanian, dengan mengkaji perubahan luas lahan pertanian, perubahan
status pemilikan/penguasaan lahan pertanian, serta perubahan fungsi lahan
pertanian di wilayah studi; serta (3) pengetahuan tentang lingkungan, meliputi
pengetahuan tentang lingkungan alam (kualitas lingkungan) dan pengetahuan
tentang lingkungan sosial (kualitas bermasyarakat). Sementara itu metode
mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di wilayah studi, serta (2)
konversi lahan pertanian yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di
wilayah studi.
Konversi lahan secara komprehensif dikaji melalui skala makro dan skala
mikro, serta dengan melihat keterkaitan pada skala makro dan skala mikro. Skala
makro dimaksud adalah wilayah dan skala mikro adalah rumah tangga. Kajian
konversi lahan dalam skala wilayah diuraikan secara deskriptif melalui deskripsi
wilayah penelitian dan analisis terhadap kebijakan pengembangan wilayah. Kajian
konversi lahan dalam skala rumah tangga juga diuraikan secara deskriptif dengan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di
Kawasan Bandung Utara, yaitu kondisi fisik lahan yang dimiliki, kondisi
ekonomi, serta kondisi sosial budaya rumah tangga.
B. Variabel Penelitian
Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, bahwa dinamika
masyarakat dan konversi lahan pertanian berpengaruh secara signifikan terhadap
pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Variabel-variabel
dalam konsep dinamika masyarakat maupun konversi lahan pertanian
berpengaruh terhadap pengetahuan tentang lingkungan. Artinya bahwa semakin
tinggi nilai tekanan penduduk terhadap lahan, semakin tinggi nilai status sosial,
semakin tinggi nilai status ekonomi, semakin tinggi nilai gaya hidup, semakin
maka semakin tinggi nilai pengetahuan tentang lingkungan. Demikian pula,
semakin tinggi nilai perubahan luas lahan pertanian, semakin tinggi nilai
perubahan hak pemilikan/penguasaan lahan, dan semakin tinggi nilai perubahan
fungsi lahan, maka nilai pengetahuan tentang pengetahuan tentang lingkungan
semakin tinggi.
Dalam konsep dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian, dan
pengetahuan tentang lingkungan, dapat diuraikan perincian variabel penelitian
[image:38.595.109.518.221.708.2]yang dikaji secara mikro, seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Konsep, Variabel, dan Skala Pengukuran
No Konsep Variabel Skala Pengukuran
1 Dinamika masyarakat
X1 =
Tekanan penduduk terhadap lahan
Ordinal/interval/ratio
2 X2 =
Status sosial
Ordinal/interval
3 X3 =
Status ekonomi
Ordinal/interval
4 X4 =
Gaya hidup (lifestyle)
Ordinal/interval
5 X5 =
Perilaku Keruangan
Ordinal/interval
6 X6 =
Persepsi terhadap Nilai lahan
Ordinal/interval
7 Konversi lahan pertanian
X7 =
Perubahan luas lahan pertanian
Ordinal/interval/ratio
8 X8 =
Perubahan status pemilikan/ penguasaan lahan pertanian
Ordinal/interval
9 X9 =
Perubahan fungsi lahan pertanian
Ordinal/interval
10 Lingkungan Pengetahuan tentang
lingkungan (Y)
Ordinal/interval
Variabel penelitian tersebut kemudian dibuat dalam suatu skema yang
menunjukkan hubungan antar variabel, seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1.
Hubungan Antar Variabel Tekanan penduduk terhadap lahan
(X1)
Status sosial (X2)
Pengetahuan tentang Lingkungan
(Y)
Status ekonomi (X3)
Perubahan status pemilikan/penguasaan lahan pertanian (X8)
Persepsi terhadap nilai lahan (X6)
Perubahan luas lahan pertanian X7)
Perubahan fungsi lahan pertanian (X9)
Gaya hidup (lifestyle) (X4)
[image:39.595.115.521.174.699.2]C. Tahapan Penelitian
Untuk dapat mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, maka diperlukan
tahapan penelitian secara sistematis, sebagai berikut:
1. Tahap Pra Penelitian Lapangan, meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan tema penelitian.
b. Observasi lapangan pada wilayah yang dikaji.
c. Perumusan variabel penelitian.
d. Penyusunan instrumen pengumpulan data, sesuai dengan variabel
yang telah dirumuskan.
e. Pemilihan wilayah sampel, yang mewakili permasalahan
penelitian.
2. Tahap Penelitian Lapangan, meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Penelitian lapangan pada skala makro dengan menganalisis kondisi
fisik wilayah penelitian.
b. Penelitian lapangan pada skala mikro kepada rumah tangga
pertanian.
3. Tahap Pasca Penelitian Lapangan, meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Pengolahan data hasil penelitian lapangan, baik data primer
maupun data sekunder.
b. Mendeskripsikan wilayah penelitian secara makro.
c. Menganalisis kebijakan pengembangan wilayah.
e. Menganalisis hubungan dinamika masyarakat dan konversi lahan
pertanian dengan pengetahuan tentang lingkungan.
f. Pembahasan hasil penelitian dengan mengaitkan pada teori yang
relevan.
g. Pemaknaan hasil penelitian dengan menarik suatu kesimpulan dan
implikasi hasil penelitian.
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah adalah Kepala Keluarga (KK) dalam
rumah tangga di Kawasan Bandung Utara. Kepala keluarga dalam rumah tangga
yang dimaksud adalah kepala keluarga yang memiliki atau pernah memiliki lahan
pertanian di wilayah Kawasan Bandung Utara.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yang mewakili
populasi KK dan dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini.
a. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dipilih secara acak (random) dengan teknik
probability sampling (Nasution, 1987) yang memberi kemungkinan yang sama
bagi setiap unsur populasi untuk dipilih. Sampel harus respresentatif, artinya dapat
Penentuan sampel diawali dengan penentuan wilayah penelitian.
Pengambilan sampel wilayah penelitian juga dilakukan secara acak (random)
dengan teknik probability sampling. Pemilihan sampel wilayah dengan cara
mengambil beberapa kelompok wilayah (kecamatan) secara acak, memberi
kemungkian yang sama bagi setiap wilayah untuk dipilih, agar dapat diperoleh
generalisasi. Wilayah penelitian adalah kecamatan serta desa/kelurahan yang
dapat mewakili permasalahan penelitian.
Untuk melengkapi analisis, diperlukan informasi dari pihak-pihak yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengambilan informasi bagi pihak lain
(pemerintah, swasta, dan tokoh masyarakat) dilakukan dengan teknik purposive
sampling (Nasution, 1987), dimana penentuan jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian.
Untuk mendapatkan jumlah sampel penelitian, maka perlu ditentukan
jumlah sampel penelitian, sebagai berikut:
1) Penentuan Wilayah Penelitian
Ditentukan sampel wilayah secara proporsional agar generalisasi yang
diperoleh berdasarkan daerah-daerah tertentu tersebut dapat diterima dan berlaku
bagi daerah-daerah lain di luar sampel. Wilayah yang menjadi sampel adalah
kecamatan yang mewakili empat kota/kabupaten di Kawasan Bandung Utara.
Dari hasil kriteria penentuan sampel wilayah berdasarkan permasalahan
penelitian, yaitu adanya dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian, serta
masing-masing kota/kabupaten yang termasuk Kawasan Bandung Utara, yang
menjadi sampel wilayah penelitian (lihat Gambar 3.2) yaitu:
a) Kecamatan Coblong Kota Bandung
b) Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung
c) Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi
2) Penentuan Jumlah Sampel
Tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang di persyaratkan
untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Tentang besar sampel inipun
tidak ada ketentuan angka yang pasti. Untuk menghitung besarnya jumlah sampel
dapat juga mengacu pada rumus secara praktis berdasarkan tabel dan monogram.
Berdasarkan Tabel Krecjie (Sugiyono, 1999:63) dapat diketahui bahwa dengan
tingkat kesalahan 5%, jika jumlah populasi 100.000 maka jumlah sampel 384.
Sementara itu makin besar populasi makin kecil persentase sampel.
Beyond a certain point the population size is almost irrelevant (about
N=5000) sample size 400 will be adequate (Zainul, 2006:24). Karena populasi
dalam penelitian ini berjumlah 104.077 KK, maka sampel diambil mendekati
angka 400. Dengan demikian, ditentukan jumlah sampel responden secara random
sebesar 0,4% dari sejumlah populasi KK. Jumlah populasi 104.077 KK X 0,4%
maka didapat jumlah sampel 416 responden. Satu responden mewakili satu kepala
keluarga (KK). Perincian jumlah responden setiap kecamatan yang menjadi
[image:45.595.109.524.253.715.2]sampel penelitian seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Jumlah Responden Penelitian
No Kota/
Kabupaten
Kecamatan Populasi Responden
(KK)
Jiwa KK
1 Kota Cimahi Cimahi Utara 114.838 28.710 115
2 Kabupaten Bandung Barat
Kecamatan Lembang 129.869 32.467 130
3 Kota Bandung Kecamatan Coblong 97.096 24.274 97
4 Kabupaten Bandung
Kecamatan Cimenyan 74.503 18.626 74
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dan instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini, sebagai berikut:
a. Observasi Lapangan (Field Observation)
Observasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data geografi yang
aktual dan langsung. Observasi dipergunakan untuk memperoleh gambaran yang
lebih jelas tentang masalah di lapangan. Dalam penelitian ini, dilakukan observasi
lapangan secara langsung pada wilayah studi di Kawasan Bandung Utara yang
mengalami dinamika masyarakat dan konversi lahan pertanian yang pesat.
Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam teknik ini adalah
ceklist dan peta dasar.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang membantu dan
melengkapi pengumpulan data yang tidak dapat diungkapkan melalui observasi.
Teknik wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada pihak-pihak lain
(pemerintah, pengembang, dan tokoh masyarakat) yang secara tidak langsung
mempengaruhi dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian dan pengetahuan
tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara. Adapun instrumen pengumpulan
data yang digunakan dalam teknik ini adalah pedoman wawancara (interview
c. Kuesioner
Kuesioner sebagai suatu teknik pengumpulan data, dengan
memperhitungkan jumlah responden dan siapa yang menjadi responden kuesioner.
Dalam penelitian ini teknik kuesioner dilakukan terhadap rumah tangga di
Kawasan Bandung Utara. Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan
dalam teknik ini adalah daftar kuesioner.
d. Studi Dokumentasi
Untuk melengkapi data dalam analisa masalah yang diteliti, diperlukan
informasi dari dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan masalah
penelitian, untuk itu dilakukan studi dokumentasi dengan overlay peta. Dalam
penelitian ini, studi dokumentasi digunakan untuk menelaah sejumlah dokumen
yang berkaitan dengan dinamika masyarakat, konversi lahan pertanian dan
pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara.
e. Studi Pustaka
Dalam penelitian kita memerlukan data yang bersifat teoritis, untuk itu kita
harus mempelajari pustaka yang sesuai dengan masalah penelitian. Dalam
penelitian ini, studi pustaka digunakan untuk mempelajari teori, prinsip, konsep,
dan hukum-hukum yang berkaitan dengan dinamika masyarakat, konversi lahan
pertanian dan pengetahuan tentang lingkungan.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai teknik
No Permasalahan dan Pertanyaan
Penelitian
Konsep Variabel Indikator dan Aspek
Tujuan Pengumpulan
Data
Sumber Data Teknik Pengumpulan
Data
Instrumen Pengumpulan
Data
1 Bagaimanakah dinamika masyarakat yang terjadi di Kawasan Bandung Utara
Dinamika masyarakat
Dinamika
masyarakat
Jumlah penduduk Luas wilayah
total Mendeskripsikan dinamika masyarakat di Kawasan Bandung Utara Data Sekun-der Skala Makro
Kuesioner Studi Pustaka Dokumentasi Daftar Kuesioner Pedoman Observasi
2 Bagaimanakah konversi lahan pertanian yang terjadi di Kawasan Bandung Utara Konversi lahan pertanian
Konversi lahan
pertanian
Luas
penggunaan lahan
Luas konversi lahan Kebijakan pengemba-ngan wilayah Mendeskripsikan konversi lahan pertanian di Kawasan Bandung Utara Data Sekun-der Skala Makro
Kuesioner Studi Pustaka Dokumentasi Daftar Kuesioner Pedoman Observasi
3 Bagaimanakah pengaruh dinamika masyarakat terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Dinamika masyarakat (yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan) Tekanan penduduk terhadap lahan Jumlah penduduk dalam RTP Luas lahan
pertanian Mengkaji dinamika masyarakat yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Data Primer Skala Mikro
Kuesioner Wawancara Daftar Kuesioner Pedoman Wawancara Status sosial Tingkat
[image:48.842.64.788.96.481.2]Kondisi kesehatan Hubungan
dengan tetangga Status ekonomi Jenis
pekerjaan Tingkat
pendapatan Gaya hidup Kondisi rumah
Media informasi Persepsi thd
investasi Persepsi thd
pendidikan keluarga Perilaku
keruangan
Keputusan pemilihan ruang
Persepsi terhadap nilai lahan
Rent ricardian Rent lokasi Rent
4 Bagaimanakah pengaruh konversi lahan pertanian terhadap pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara Konversi lahan (yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan) Perubahan luas lahan Luas lahan pertanian yang dimiliki/ dikuasai, meliputi aspek: Luas lahan
yang dimiliki sekarang Luas lahan
yang pernah dijual
Waktu/ tahun penjualan Alasan penjualan lahan Mengkaji konversi lahan pertanian yang mempengaruhi pengetahuan tentang lingkungan di Kawasan Bandung Utara Data Primer Skala Mikro
Kuesioner Wawancara Daftar Kuesioner Pedoman Wawancara Perubahan pemilikan/ penguasaan lahan Status pemilikan/ penguasaan lahan pertanian, meliputi aspek: Status sebelum dijual
Status setelah
Bersambung…
meliputi aspek: Fungsi lahan
sebelum dijual
Fungsi lahan setelah dijual 5 Konsep:
Lingkungan Variabel: Pengetahuan tentang lingkungan Keserasian dengan lingkungan alam (Kualitas Lingkungan) Ketersediaan d