Maliudin, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..…... i
LEMBAR PERSETUJUAN……… ii
LEMBAR PENGESAHAN………. iii
LEMBAR PERNYATAAN………. iv
KATA PENGANTAR……….. v
UCAPAN TERIMA KASIH………... viii
DAFTAR SINGKATAN……….. xiii
DAFTAR GAMBAR………..………. xiv
DAFTAR TABEL……… xv
ABSTRAK……… xvii
DAFTAR ISI……… xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian………... 1
B. Batasan Masalah Penelitian………... 10
C. Rumusan Masalah Penelitian………. 11
D. Tujuan Penelitian……….…………... 11
E. Manfaat Penelitian……….……... 12
F. Definisi Operasional...……...………...… 12
G. Asumsi Penelitian………... 13
H. Penelitian yang Relevan………... 13
BAB II KAJIAN TEORETIS NYANYIAN RAKYAT KAU- KAUDARA A. Kebudayaan………...15
1. Pengertian kebudayaan……….... 15
2. Wujud Kebudayaan………... 16
Maliudin, 2012
B. Folklor dan Tradisi Lisan……….………... 18
1. Folklor………... 18
2. Tradisi Lisan………... 21
a. Fungsi Tradisi Lisan……….. 23
b. Dimensi Kelisanan dalam Tradisi Lisan………….... 24
c. Pelestarian Tradisi Lisan……….... 25
C. Sastra Lisan………... 26
D. Nyanyian Rakyat dan Sajak Rakyat..……… 30
a. Nyanyian Rakyat………...……... 30
1) Jenis-jenis Nyanyian Rakyat………... 32
2) Fungsi Nyanyian Rakyat……….………...…. 34
b. Sajak Rakyat………... 35
E. Struktur Teks Puisi……….………... 35
a. Formula Sintaksis………….…………..…………... 39
b. Formula Bunyi………..………... 40
1) Rima………..…... 41
2) Aliterasi dan Asonansi………...…... 42
3) Irama………….………... 43
c. Gaya bahasa……….………... 44
1) Pilihan Kata (Diksi)……….…………... 44
2) Paralelisme………...…... 46
3) Majas………....………... 47
F. Konteks………... 49
G. Fungsi………... 51
H. Pendekatan Struktural………... 53
I. Upaya Pelestarian Nyanyian Rakyat Melalui Penggunaannya sebagai Bahan Ajar di Sekolah....………... 59
BAB III METODE PENELITIAN A. Pengantar………... 71
B. Metode Penelitian……….. 71
C. Lokasi Penelitian………... 72
D. Teknik Pengumpulan Data……… 72
E. Instrumen Penelitian……….. 73
F. Sumber Data Penelitian………. 77
G. Teknik Analisis Data………... 77
Maliudin, 2012
BAB IV NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DALAM MASYARAKAT MUNA
A. Letak dan Keadaan Lingkungan Budaya Penelitian....…… 79
1. Letak Kabupaten Muna……… 79
2. Lingkungan Budaya Penelitian……… 80
a. Alam Fisik………. 80
b. Alam Hayati………..……... 82
c. Kondisi Masyarakat……….. 83
d. Unsur-unsur Budaya….……… 85
B. Data dan Analisis Data………..……...………... 95
1. Teks dan Hasil Analisis Teks..………. 95
a. Hasil Analisis Teks NRK 1………..………….…. 95
1) Formula Sintaksis……… 96
2) Formula Bunyi……….. 105
3) Gaya Bahasa………. 109
b. Analisis Teks NRK 2……..……… 111
1) Formula Sintaksis………. 112
2) Formula Bunyi……….. 115
3) Gaya Bahasa………. 118
c. Analisis Teks NRK 3….….……… 119
1) Formula Sintaksis………. 120
2) Formula Bunyi……….. 125
3) Gaya Bahasa………. 128
d. Analisis Teks NRK 4………….………. 130
1) Formula Sintaksis………. 131
2) Formula Bunyi……….. 135
3) Gaya Bahasa………. 138
2. Konteks dan Hasil Analisis Konteks………... 139
a. Konteks………. 139
b. Hasil Analisis Konteks………... 159
1) Konteks Situasi………... 159
2) Konteks Budaya……… 161
3. Hasil Analisis Fungsi……...……...……….. 162
C. Pembahasan Hasil Analisis………..…... 166
Maliudin, 2012
2. Pembahasan Hasil Analisis Konteks…….……..……. 169
3. Pembahasan Hasil Analisis Fungsi……….……..….... 171
BAB V UPAYA PELESTARIAN NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DALAM MASYARAKAT MUNA A. Pengantar………. 175
B. Nyanyian Rakyat Kau-kaudara Digunakan dalam Pembelajaran di TK………...………... 175
C. Nyanyian Rakyat digunakan sebagai Bahan Ajar pada Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA……. 179
1. Silabus……….... 181
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 182
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan……… 187
1. Struktur Nyanyian Rakyat Kau-kaudara……… 187
2. Konteks Nyanyian Rakyat Kau-kaudara………... 191
3. Fungsi Nyanyian Rakyat Kau-kaudara……….. 193
4. Upaya Pelestarian Nyanyian Rakyat Kau-kaudara di Sekolah………... 195
B. Saran……….. 197
DAFTAR PUSTAKA………... 200
RIWAYAT PENULIS………. 204
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara geografis, negara Indonesia merupakan negara kepulauan. Kondisi
itu menyebabkan masyarakatnya pun umumnya dipisahkan oleh
kepulauan-kepulauan. Sebelum menjadi masyarakat modern seperti sekarang ini, masyarakat
Indonesia pernah melewati masa kuno yang serba tradisional. Akses kehidupan
luar sangat terbatas. Dalam keadaan yang sangat tradisional demikian tidak
memungkinkan untuk terjadi interaksi manusia antarpulau (secara mudah),
sehingga dalam kurun waktu yang lama hidup dan berinteraksi dengan pola yang
dikembangkan sendiri. Akhirnya, masyarakatnya pun terbentuk berdasarkan
kelompok-kelompok geografis yang berinteraksi menurut suatu sistem
adat-istiadat tertentu yang bersifat berkesinambungan dan yang terikat oleh suatu rasa
identitas bersama. Dampak interaksi yang dibatasi oleh pulau ini adalah
keanekaragaman adat-istiadat dan budaya masyarakat bangsa Indonesia.
Menyimpulkan budaya negara sendiri jauh lebih sulit daripada
menyimpulkan budaya negara lain. Ketika seorang ahli antropologi ingin meneliti
kehidupan sosial masyarakat Birma, Muangthai, Laos, Kamboja, Vietnam,
maupun negara Asia Tenggara lainnya, kecuali Indonesia, dengan mudah mereka
akan mengenal secara luas dan mendalam tentang kehidupan dan kebudayaan
yang ada di negara-negara tersebut secara konvensional. Kekonvensionalan
Indonesia masih terpisah lagi oleh pulau-pulau besar yang setiap pulau kurang
lebih luasnya setara dengan luas satu wilayah negara-negara Asia Tenggara
lainnya, seperti pulau Sulawesi, Irian Jaya, Kalimantan, Jawa, Sumatra, Sulawesi,
dan sebagainya. Setiap pulau pun memiliki karakteristik kehidupan dan tradisi
yang berbeda-beda satu sama lainnya. Bila demikian, maka tidak salah lalu
muncul asumsi bahwa salah satu penyebab keanekaragaman adat-istiadat, tradisi,
maupun bahasa yang digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah karena keadaan
geografisnya yang berbentuk kepulauan.
Di samping apa yang telah dikemukakan di atas, perbedaan adat-istiadat,
tradisi, bahasa maupun sistem-sistem interaksi lain dalam masyarakat juga
disebabkan oleh sikap/karakter manusia itu sendiri yang cenderung hidup secara
berkelompok (Koentjaraningrat, 2002: 154). Manusia itu hidup berkelompok
dalam kesatuan interaksi dengan adat-istiadat dan tradisi, serta dengan adanya
rasa identitas yang sama, di antaranya meliputi proses pemenuhan kebutuhan
hidup mereka sebagai makhluk sosial.
Para ahli telah mengemukakan bahwa ukuran sebuah kebudayaan secara
universal dapat dilihat dalam tujuh unsur kebudayaan atau biasa disebut
“kebudayaan universal” atau universal culture. Kluckhohn (Koentjaraningrat,
2002: 203) mengemukakan bahwa universal culture itu terdiri dari tujuh unsur
kebudayaan, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4)
sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6)
pengertian bahwa ketujuh unsur yang telah disebutkan itu memang selalu ada dan
bisa didapatkan dalam setiap kebudayaan di manapun di dunia.
Masih banyak aspek lain yang menyebabkan keanekaragaman
adat-istiadat, tradisi, bahasa, dan sebagainya yang membentuk budaya bangsa
Indonesia, namun pada kesempatan ini tidak akan diulas lebih jauh karena dari
beberapa yang sempat disebutkan di atas tadi hanya untuk mengantarkan kita pada
gambaran atau simpulan bahwa kebudayaan Indonesia seutuhnya terdiri dari
kebudayaan-kebudayaan besar yang ada di kepulauan nusantara, ditambah dengan
kebudayaan-kebudayaan kecil yang tersebar di pelosok-pelosok nusantara dari
Sabang sampai Merauke.
Pada awalnya, adat-istiadat atau tradisi yang ada dalam suatu masyarakat
bentuk interaksi dan peredarannya adalah secara lisan. Tradisi tulis pada saat itu
belum ada, sehingga penyebaran ilmu berupa tradisi mengenai pola kehidupan
secara turun-temurun dilakukan secara lisan. Dalam hal ini, unsur kelisanan
menjadi ciri khas yang menandai tradisi ini, sehingga kemudian muncul istilah
folklor atau tradisi lisan.
Tradisi lisan itu perlu dikaji, dipelihara dan dilestarikan karena dengan
tradisi lisan kita bisa melihat gambaran sejarah paradigma berpikir masyarakat
pemilik tradisi bersangkutan pada masa itu. Masyarakat masa kini bukan
masyarakat yang terlahir bersama tradisinya sendiri, namun tradisi yang dimiliki
itu adalah tradisi yang telah lama lahir. Tradisi atau kebudayaan yang dimiliki
suatu masyarakat masa kini merupakan kelanjutan budaya atau tradisi lama yang
Kekhawatiran kita sekarang adalah pergeseran nilai-nilai budaya karena
masuknya budaya asing bersamaan teknologi dan informasi tanpa batas kontrol
yang akan menimpa tradisi lokal yang akan berujung fatal pada nilai-nilai budaya
bangsa secara menyeluruh. Kita lihat, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi dunia tidak hanya melahirkan dampak positif, melainkan juga
menyertakan dampak negatif bagi keberadaan tradisi lisan sebagai wujud dari pola
pikir lama atau pengetahuan tradisional masyarakat. Dampaknya, pengetahuan
baru akan mendominasi, bahkan akan menekan dan menghancurkan pengetahuan
yang lama, termasuk adat-istiadat dan tradisi lisan masyarakat. Padahal, banyak
nilai-nilai penting yang terdapat dalam tradisi lisan, di mana bila tidak segera
diselamatkan, maka akan ikut hilang atau punah bersama yang lainnya yang
memang sudah tidak diperlukan. Oleh karena itu, sudah saatnya kita sebagai
pemilik tradisi masing-masing secara bersama menjaga kelestarian budaya dengan
berbagai bentuk upaya sesuai kemampuan. Minimal dengan cara tetap
menanamkan nilai-nilai budaya asli bangsa dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam melestarikan tradisi lisan
masyarakat Indonesia. Misalnya, melalui suatu lembaga organisasi, yaitu lembaga
Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) dan secara khusus peneliti terlibat dalam upaya
pemerhatian terhadap tradisi lisan nusantara. Lembaga ATL secara umum
bertujuan untuk menyelamatkan tradisi lisan yang hampir punah,
mendokumentasikan, dan menciptakan formula pelestariannya dalam kehidupan
sehari-hari, baik melalui pendidikan nonformal maupun melalui pendidikan
Tiga bentuk tradisi lisan yang mengisi kebudayaan suatu masyarakat
(Danandjaja, 2007: 21-21; Hutomo, 1991: 8-9), yaitu (1) tradisi lisan yang lisan;
(2) tradisi lisan yang sebagian lisan; dan (3) tradisi lisan yang bukan lisan.
Misalnya nyanyian rakyat dan sajak rakyat. Dilihat dari bentuknya, kedua jenis
tradisi itu, termasuk dalam bentuk tradisi lisan yang pertama, yakni tradisi lisan
yang lisan. Hal ini disebabkan karena nyanyian rakyat dan sajak/puisi rakyat
merupakan tradisi yang menggunakan media lisan secara utuh.
Menurut Jan Harold Brunvand (Danandjaja, 2009: 141), nyanyian rakyat
adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu,
yang beredar secara lisan di antara kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta
banyak mempunyai varian. Sebagai salah satu bagian dari tradisi lisan, nyanyian
rakyat juga dikhawatirkan kebertahanannya di tengah-tengah masyarakat
pemiliknya, lebih-lebih dalam keberadaannya sebagai bagian dari bentuk tradisi
lisan Indonesia. Tampak sekali posisi nyanyian rakyat sekarang ini sudah
diambang kepunahan. Nyanyian rakyat, misalnya nyanyian anak, pada masa lalu
sangat marak digunakan anak-anak dalam mengiringi permainan mereka.
Sedangkan sekarang, anak sudah tidak menggunakan bahkan tidak mengenal lagi
nyanyian-nyanyian rakyat terebut.
Dulu, nyanyian atau istilah sekarang ”lagu”, kehadirannya bukan hanya
semata-mata sebagai seni, tapi lebih dari itu, nyanyian (tradisional) pada saat itu
memiliki banyak fungsi. Salah satu fungsi yang menonjol adalah bahwa nyanyian
tradisonal atau nyanyian rakyat, misalnya nyanyian anak berisi tentang nasihat.
adalah nyanyian-nyanyian yang seharusnya bukan untuk mereka. Nyanyian yang
dinyanyikan oleh anak-anak umumnya tidak relevan dengan kebutuhan mereka,
terutama.
Dalam nyanyian rakyat, dapat ditemukan gambaran kehidupan sosial
masyarakat tertentu. Nyanyian rakyat sebagaimana tradisi-tradisi lainnya
merupakan media interaksi kehidupan sosial pemiliknya. Seperti yang
dikemukakan Danandjaja (2007: 152-153), nyanyian rakyat memiliki banyak
fungsi, antara lain, nyanyian rakyat mengandung fungsi kreatif, yaitu untuk
merenggut kita dari kebosanan hidup sehari-hari walaupun untuk sementara
waktu, atau untuk menghibur diri dari kesukaran hidup, sehingga dapat pula
menjadi semacam pelipur lara, atau untuk melepaskan diri dari segala ketegangan
perasaan, sehingga dapat memperoleh kedamaian jiwa. Fungsi kedua adalah
sebagai pembangkit semangat. Fungsi ketiga adalah untuk memelihara sejarah
setempat, klen, dan sebagainya. Fungsi yang keempat adalah sebagai protes sosial,
protes mengenai ketidakadilan dalam masyarakat atau negara bahkan dunia.
Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, Sulawesi juga merupakan
daerah yang memiliki banyak tradisi lisan yang tersebar disepanjang wilayah
daerah ini. Salah satu bagian Provinsinya adalah Provinsi Sulawesi Tenggara,
dengan ibu kotanya “Kendari”. Provinsi Sulawesi Tenggara didiami oleh tiga
etnis utama, yaitu etnis Muna, Buton, dan Tolaki. Adapun penduduk
tambahannya, seperti masyarakat Jawa, Bugis, Bali, Padang, dan yang lainnya
Sejauh ini, Provinsi Sulawesi Tenggara masih kurang mendapatkan
perhatian dari para antropolog, sosiolog, maupun para peneliti sosial lainnya.
Padahal, dilihat dari kemajemukan etnisnya saja, daerah Sulawesi Tenggara sudah
mengindikasikan tentang keberagaman budaya dan tradisinya. Apa lagi bila telah
diketahui bahwa dalam tiap etnis tersebut masih terdapat banyak tradisi yang
dimiliki yang membedakannya dengan etnis lain. Ketiga etnis mayoritas sebagai
penduduk pribumi daerah ini memiliki tradisi lisan yang berbeda-beda. Tahun
2011, beberapa peneliti daerah sudah melakukan kajian terhadap tradisi lisan yang
ada, antara lain (1) La Ode Taalami (2011), dengan judul kajian “Hikayat Negeri
Buton: Analisis Jalinan Fakta dan Fiksi dalam Struktur Hikayat dan Fungsinya
serta Edisi Teks, dalam bentuk disertasi; (2) Iman, yaitu mengkaji mengenai
“Upacara Karia” dalam masyarakat Muna; (3) Wa Ode Halfian, yaitu mengkaji
mengenai cerita rakyat dalam masyarakat Muna; dan sebagainya.
Melanjutkan upaya dari para peneliti terdahulu tersebut, peneliti
bermaksud mengkaji nyanyian rakyat yang dimiliki oleh masyrakat etnis Muna.
Kita ketahui bersama, bahwa pada umumnya, tradisi lisan yang dimiliki oleh
masing-masing daerah memiliki banyak kesamaan. Misalnya dalam bentuk cerita
rakyat “dongeng”, di beberapa daerah di Indonesia, mengenal dongeng “Si
Kancil”. Pembeda dari cerita ini sesungguhnya adalah hanya varian-variannya
atau dengan kata lain hanya berbeda dalam versi ceritanya sesuai dengan daerah
masing-masing. Hal yang sangat jelas membedakan dari cerita “Si Kancil” dari
masing-masing daerah adalah bahasa yang digunakan, yaitu dengan bahasa daerah
Dalam hal tradisi lisan, etnis Muna juga memiliki banyak tradisi lisan. Ada
sebuah tradisi lisan milik masyarakat Muna yang menurut peneliti sangat menarik
untuk diteliti atau diketahui secara ilmiah. Nama tradisi ini adalah kau-kaudara,
berupa deretan kata-kata, sedikit menekankan irama dalam melafadkannya dan
penyebarannya diwariskan secara lisan. Kau-kaudara merupakan sejenis
nyanyian rakyat masyarakat Muna. Biasanya nyanyian rakyat kau-kaudara
dinyanyikan oleh siapa saja dalam suasana santai sehari-hari, biasanya awalnya
dinyanyikan oleh orang tua untuk anak-anaknya. Sayangnya, keberadaan
nyanyian rakyat kau-kaudara ini sekarang sudah sangat jarang ditemukan
penggunaannya dalam masyarakat Muna.
Sebagai salah satu bentuk tradisi masyarakat Muna yang hampir punah,
maka perlu dilakukan upaya penyelamatan dan pelestarian terhadap nyanyian
rakyat kau-kaudara. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara pengkajian
ilmiah untuk menentukan identitas ilmiah nyanyian rakyat kau-kaudara. Setelah
itu, bentuk pelestarian dilanjutkan dengan upaya penerapannya dalam masyarakat,
baik dalam lingkungan pendidikan formal maupun nonformal.
Nyanyian rakyat kau-kaudara sebagai bentuk sastra lisan memiliki
struktur tertentu. Struktur yang membangun nyanyian rakyat tersebut. Di samping
memiliki struktur, nyanyian rakyat kau-kaudara tentu juga memiliki latar
belakang penciptaannya. Artinya, nyanyian rakyat kau-kaudara, bukan hanya
sebagai struktur yang otonom, melainkan sebuah karya masyarakat yang juga
diciptakan berdasarkan latar belakang tertentu (Foulkes dalam Teeuw, 2003: 124).
yang berfungsi dan bermakna, terutama bagi masyarakat Muna sebagai
pemiliknya.
Struktur yang dihubungkan dengan fungsi menganggap bahwa sastra
bukan semata-mata karya yang otonom, melainkan sebuah ciptaan yang holistik
yang juga dipengaruhi oleh unsur pencipta, pembaca, dan latar belakang
lingkungan sosial tempat penciptaan karya tersebut. Pemikiran semacam ini
pertama kali dinyatakan oleh Foulkes (Teuuw, 2003:124) sebagai bentuk
penolakannya terhadap teori struktural yang diterapkan oleh kaum formalis yang
menganggap bahwa karya sastra itu suatu kesatuan yang otonom atau berdiri
sendiri. Nyanyian rakyat termasuk bentuk sastra lisan dari segi liriknya tidak
cukup bila kajiannya hanya diarahkan pada strukturnya saja, melainkan juga perlu
diarahkan pada penelusuran fungsi sebagai bentuk dari relevansi sosialnya. Ini
kaitannya dengan kedudukan sastra di samping sebagai karya imajinatif, juga
merupakan gambaran dari kenyataan. Pemaduan antara aspek imajinatif dan
mimesis dipandang perlu karena kedua unsur itu bersama-sama membentuk karya
sastra atau tradisi tertentu.
Setiap nyanyian rakyat memiliki fungsi (Danandjaja, 2007: 152). Begitu
juga dengan nyanyian rakyat kau-kaudara, tentu memiliki fungsi, minimal
nyanyian rakyat kau-kaudara berfungsi bagi masyarakat Muna, sebagai
pemiliknya. Secara struktur, nyanyian rakyat kau-kaudara juga merupakan jenis
tradisi atau karya yang memiliki struktur tertentu. Jadi, “bagaimana strukturnya
dan apa fungsinya” merupakan dua sasaran yang dapat memberi banyak
keterangan perihal nyanyian rakyat kau-kaudara itu telah diperoleh, maka upaya
pelestarian berikutnya pun dapat dilanjutkan.
Nyanyian rakyat kau-kaudara merupakan salah satu tradisi masyarakat
Muna yang terancam punah. Penggunaannya dalam masyarakat Muna sudah
jarang ditemukan. Oleh karena itu, nyanyian rakyat kau-kaudara ini perlu dikaji
secara ilmiah sebagai upaya pemeliharaan, dan pelestarian tradisi lisan nasional.
Upaya pelestarian dilanjutkan dalam bentuk upaya pemanfaatan nyanyian rakyat
kau-kaudara dalam pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul penelitian “Nyanyian Rakyat Kau-kaudara dalam Masyarakat Muna
(Kajian Struktur Teks, Konteks, dan Fungsi serta Upaya Pelestariannya di
Sekolah)”.
B. Batasan Masalah Penelitian
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah mengenai nyanyian rakyat
kau-kaudara dalam masyarakat Muna, antara lain melihat struktur dan fungsi
serta upaya pelestariannya di sekolah.
Dari segi lirik atau teksnya, tradisi lisan kau-kaudara dapat dikategorikan
sebagai puisi (sastra) lisan. Unsur lagunya bersifat monoton, sedangkan unsur
liriknya yang dominan menjadi salah satu alasan peneliti untuk memasukan
nyanyian ini ke dalam bentuk puisi lisan. Jadi, struktur nyanyian kau-kaudara
yang dianalisis dan dibahas dalam penelitian ini adalah struktur teks yang meliputi
formula sintaksis, formula bunyi, dan gaya bahasa nyanyian rakyat kau-kaudara.
dalam latar belakang masalah di atas, penelitian ini juga menganalisis konteks,
dan fungsi serta upaya pelestariannya di sekolah.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka masalah dapat dirumuskan dalam
pertanyaan-pertanyaan berikut.
1) Bagaimanakah struktur teks nyanyian rakyat kau-kaudara?
2) Bagaimanakah konteks nyanyian rakyat kau-kaudara?
3) Apa sajakah fungsi nyanyian rakyat kau-kaudara?
4) Bagaimanakah upaya pelestarian nyanyian rakyat kau-kaudara di sekolah?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini meliputi (1) tujuan
umum, yakni untuk melestarikan nyanyian rakyat kau-kaudara, (2) tujuan khusus,
yaitu untuk memperoleh deskripsi tentang
1) struktur teks nyanyian rakyat kau-kaudara;
2) konteks nyanyian rakyatkau-kaudara;
3) fungsi nyanyian rakyatkau-kaudara; dan
E. Manfaat Peneltian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun
secara praktis.
1) Manfaat teoretis: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih
terhadap perkembangan ilmu budaya, khususnya yang berkaitan dengan
nyanyian rakyat nusantara.
2) Manfaat praktis: hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut.
a) Pelestarian nyanyian rakyat kau-kaudara dalam masyarakat Muna
sebagai salah satu bagian dari tradisi lisan nusantara.
b) Pemanfaatan nyanyian rakyat kau-kaudara sebagai bahan pembelajaran
di sekolah..
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari perbedaan interpretasi dan penafsiran pengertian
dalam penelitian ini, maka berikut ini beberapa definisi operasional.
1) Nyanyian rakyat adalah bentuk tradisi lisan yang yang terdiri dari
kata-kata dan lagu yang berbentuk tradisional.
2) Kau-kadara adalah salah satu bentuk tradisi lisan berupa nyanyian rakyat
yang dimiliki oleh masyarakat Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara.
3) Masyarakat Muna adalah salah satu masyarakat yang menempati wilayah
tenggara pulau Sulawesi.
4) Sturktur adalah susunan unsur-unsur yang bersistem, di mana unsur-unsur
yang dihasilkan melalui bahasa. Struktur teks adalah satu kesatuan
unsur-unsur yang saling berkaitan dan bersama-sama dalam membangun teks.
5) Konteks adalah unsur nonteks yang digunakan untuk membantu
memahami makna keseluruhan.
6) Upaya diartikan sebagai usaha untuk mencapai suatu maksud. Pelestarian
diartikan sebagai penyelamatan dari kepunahan atau kemusnahan. Jadi,
upaya pelestarian adalah usaha untuk menyelamatkan sesuatu dari
kepunahan atau kemusnahan.
G. Asumsi Penelitian
Penelitian ini dibangun oleh bahwa nyanyian rakyat kau-kaudara
merupakan media yang digunakan masyarakat Muna dalam mendidik dan
menghibur anaknya (secara tradisional) sebelum ada lembaga pendidikan formal.
Mengingat media tulis pada masa tradisional itu belum ada, sedangkan tuntutan
pewarisan pengetahuan dari generasi ke generasi sangat besar.
H. Penelitian yang Relevan
Nyanyian rakyat kau-kaudara merupakan jenis sastra lisan milik
masyarakat yang hampir punah. Sastra lisan ini berbentuk nyanyian rakyat yang
proses penciptaannya telah berhenti. Dalam penelitian awal diketahui bahwa
kau-kaudara sebagai salah satu nyanyian rakyat masyarakat Muna belum pernah
diangkat dalam sebuah penelitian ilmiah. Kerelevanan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya sama-sama sebagai jenis nyanyian rakyat masyarakat
Darwan Sari (2011) dalam bentuk tesis dan penelitian mengenai nyanyian rakyat
kabhanti yang dilakukan oleh La Sudu (2011) dalam bentuk skripsi. Dalam
penelitiannya, La Sudu mengkaji tentang makna dan fungsi nyanyian rakyat
kabhanti.
Peneliti lain yang juga meneliti tentang nyanyian rakyat adalah Ahada
Wahyusari (2011). Menggunakan pendekatan psikologi sastra, Wahyusari
mengfokuskan lingkup kajiannya pada dimensi emosional dan spiritual nyanyian
kanak masyarakat Tambelan serta implikasinya pada pendidikan anak usia dini.
Tradisi lisan kantola merupakan nyanyian yang diwariskan anak ketika
berusia 10 tahun ke atas, sedangkan nyanyian rakyat kau-kaudara biasanya
dinyanyikan dan digunakan oleh anak pada usia ketika mulai dapat berbicara
(kurang lebih 2 tahun) hingga berumur 10 tahun. Artinya, tradisi kantola
merupakan nyanyian anak dalam masyarakat Muna yang digunakan sesudah anak
tidak lagi suka menggunakan nyanyian kau-kaudara. Oleh karena itu, peneliti
bermaksud mendeskripsikan tradisi kau-kaudara sehingga dapat diperoleh
informasi yang memadai dan ilmiah mengenai tradisi ini; sebagai upaya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pengantar
Bab III ini mencakup perihal pemerolehan data dalam rangka menjaring
data yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan sampai pada
perencanaan langkah-langkah analisis data yang akan digunakan.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Menggunakan metode kualitatif dengan alasan karena permasalahan
yang diteliti dalam penelitian ini belum jelas, holistik, kompleks, dinamis dan
penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dapat
dijaring secara kuantitatif. Di samping itu, peneliti bermaksud memahami situasi
sosial secara mendalam, menemukan pola dan teori, bahkan sampai menemukan
hipotesis (Sugiyono, 2011: 381).
Pendekatanyang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
naturalistik, yakni suatu pendekatan yang sering digunakan dalam peneltitian
kualitatif yang berusaha mengungkap fenomena sebagaimana adanya
(Endraswara, 2009: 85). Penelitian dengan pendekatan ini merupakan sebuah
upaya memahami fenomena sosial budaya dari sisi si pelaku sendiri. Selanjutnya
Kuntjara (2006: 4) mengemukakan beberapa konsep mengenai pendekatan
naturalistikantara lain: realitas pada dasarnya bersifat jamak yang hanya dapat
bisa dipisahkan satu dengan yang lain, tujuan penelitian adalah untuk menelaah
suatu kasus dan memahaminya secara mendalam.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Secara spesifik, lokasi utama penelitian ini adalah Kecamatan
Batalaiworu. Guna memperoleh data tambahan, peneliti juga memperluas wilayah
penelitian pada beberapa kecamatan lain yang ada dalam lingkup Kabupaten
Muna, seperti Kecamatan Parigi, dan Kecamatan Tongkuno.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian nyanyian rakyat adalah penelitian suatu tradisi masyarakat,
yaitu penelitian yang bermaksud memahami situasi sosialnya, di mana untuk
memperoleh hasilnya secara menyeluruh membutuhkan penelusuran yang secara
mendalam. Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha untuk mengungkap
fenomena sebagaimana adanya yang dilihat dari sisi si pelakunya sendiri. Oleh
karena itu teknik pengumpulan data yang diperlukan untuk itu adalah teknik
pengumpulan data yang lengkap, meliputi teknik, wawancara, teknik observasi,
dan dokumentasi atau biasa dikenal dengan istilah triangulasi (Sugiyono, 2011:
E. InstrumenPenelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri
(Sugiyono, 2011: 305). Di sini, peneliti sendirilah yang akan menjadi instrumen
kunci. Hal ini didasarkan atas pandangan Nasution (Satori dan Komariah,
2009:63) bahwa
1) peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian;
2) peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan
dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus;
3) tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes
atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia;
4) suatu situasi yang melibatkan manusia, tidak dapat dipahami dengan
pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya,
menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita;
5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia
dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk mengetes
hipotesis yang timbul seketika;
6) hanya manusia sebagai instrumendapat mengambil kesimpulan berdasarkan
data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai
balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.
Dalam melakukan penelitian, penelititentu saja menggunakan perangkat
penelitian yang membantu, karena keterbatasan daya ingat. Perangkat-perangkat
lapangan, tape recorder, dan handycam. Masing-masing perangkat tersebut
memiliki fungsi sebagai berikut.
1) Pedoman wawancara yakni digunakan sebagai rujukan pertanyaan awal yang
akan diajukan terhadap responden dalam melakukan wawancara.
INSTRUMEN WAWANCARA
Identitas Informan
Nama : ... Umur : ... Jenis Kelamin : ... Pekerjaan : ... Pendidikan : ... Bahasa sehari-hari : ... Kedudukan dalam masyarakat : ... Alamat : ... ...
Tempat dan waktu : __________, Tanggal___/Jam___
NO. DAFTAR PERTANYAAN
1. Apakah benar Bapak/Ibu suku Muna asli?
Jawab:
2. Menurut informasi masyarakat desa ini, benarkah Bapak banyak
mengetahui dan mampu menyanyikan kau-kaudara? Jawab:
3. Apakah selain mampu menyanyikan, Bapak/Ibu juga dapat menciptakan kau-kaudara?
Jawab:
4. Kapan Bapak/Ibu mulai bisa berkau-kaudara?
Jawab:
5. Siapa yang mengajarkan kau-kaudara kepada Bapak/Ibu?
Jawab:
6 Bagaimana proses belajar/diajarkannya?
7. Apakah ada syarat tertentu dalam belajar kau-kaudara? Jawab:
8. Apakah ada waktu-waktu khusus/sakral yang digunakan untuk berkaudara? Biasanya, kapan saja orang tua Bapak/Ibu menyanyikan kau-kaudara tersebut?
Jawab:
9. Apakah dalam mengajarkan atau mewariskan kau-kaudara, ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi?
Jawab:
10. Apakah Bapak/Ibu masih sering berkau-kaudara pada saat sekarang ini?
Jawab:
11. Saat-saat kapan Bapak/Ibu biasanya berkau-kaudara?
Jawab:
12. Biasanya, siapa yang suka mendengarkan kau-kaudara Bapak/Ibu?
Jawab:
13. Apakah sekarang anak-anak Bapak/Ibu masih sering menyanyikan kau-kaudara?
Jawab:
14. Sampai umur berapa anak-anak suka menyanyikan kau-kaudara?
Jawab:
15. Apakah anak-anak di rumah masih suka berkau-kaudara?
Jawab:
16. Apakah dalam lingkungan masyarakat Bapak/ibu, kau-kaudara masih
digunakan? Jawab:
17. Apakah ada tingkatan umur tertentu yang harus menyanyikan
kau-kaudara? Jawab:
18. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar kau-kaudara di tempat atau daerah
lain, di luar masyarakat Muna? Jawab:
19. Apakah kau-kaudara berisi ajaran tentang ajaran agama? Jawab:
20. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu ketika saat kau-kaudara untuk anak-anak
[image:23.595.121.531.105.655.2]Bapak/Ibu? Jawab:
Tabel 2: Instrumen Wawancara
2) Pedoman observasi yakni digunakan sebagai patokan awal dalam melakukan
Pedoman Observasi
Fokus observasi : Konteks Penggunaan Kau-kaudara
Tempat observasi : ___________
Waktu observasi : Tanggal____/Jam____
Orang yang terlibat : ___________
No. Kegiatan Deskripsi
1. Hubungan kekeluargaan informan
a. Kedekatan informan dan anak-anaknya
b. Hubungan informan dengan cucunya
2. Proses pewarisan/penurunan kau-kaudara kepada
anak
a. Suasana mengajar
b. Waktu yang digunakan
c. Suasana orang tua ketika bernyanyi
d. Suasana anak ketika mendengarkan
e. Frekuensi orang tua mengulang nyanyian
f. Proses anak menerima sampai akhirnya
menguasai nyanyian
g. Kesulitan yang dialami anak secara tampak
3. Suasana pemakaian kau-kaudara sehari-hari
a. Oleh orang tua
Ruang, waktu, dan suasana pemakaian
b. Oleh anak
[image:24.595.116.518.125.620.2]Ruang, waktu, dan suasana pemakaian
Tabel 3: Instrumen Observasi
3) Catatan lapangan digunakan untuk mencatat bagian-bagian penting dari
observasi dan wawancara yang kira-kira mempengaruhi hasil pengumpulan
data yang diperlukan dalam penelitian yang dilakukan.
4) Tape recorder digunakan untuk merekam proses wawancara yang dilakukan
oleh peneliti dan responden.
F. Sumber Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah teks kau-kaudara yang berasal dari data
lisan yang diperoleh melalui perekaman (tape recorder) yang kemudian
ditranskripkan.
Sumber data dalam penelitian ini pada awalnya adalah informan yang
dianggap memiliki power dan otoritas pada situasi sosial atau obyek yang diteliti,
sehingga mampu “membukakan pintu” ke mana saja peneliti akan melakukan
pengumpulan data Selanjutnya sumber data bisa ditambah dengan beberapa
informan lain yang memiliki pengetahuan tentang obyek yang diteliti. Teknik
yang digunakan ini disebut teknik purposive dan snowball sampling (Sugiyono,
2011: 382).
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif ada yang dilakukan sebelum
peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan,
atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian yang
sifatnya masih sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan
selama di lapangan (Sugiyono: 2010: 336). Namun demikian, yang perlu
ditentukan di sini adalah tahap-tahap analisis untuk data primer atau data tetap
dalam penelitian, yaitu data yang telah terkumpulkan selama penelitian
Menurut Mile and Huberman (Sugiyono, 2011: 334) dalam kegiatan
analisis, ada tiga langkah yang dilakukan oleh seorang peneliti, yaitu:
1) Reduksi, yaitu memilih data mengenai mana yang penting, membuat kategori
(huruf besar, huruf kecil, angka), dan membuang yang tidak dipakai,
2) Data display, yakni menyajikan data ke dalam pola, dan
3) Conclusion/verification, yakni membuat simpulan yang berupa temuan baru
yang telah teruji yang selanjutnya dikonstruksikan dalam tema/judul
penelitian.
H. Pedoman Analisis Data
Tabel 4: Pedoman analisis: Nyanyian Rakyat Kau-kaudara dalam Masyarakat Muna Kajian Struktur Teks, Konteks, dan Fungsi serta Upaya Pelestariannya
No Tujuan penelitian
Data temuan Pedoman analisis
1. Mendeskripsikan
struktur teks nyanyian rakyat kau-kaudara
Formula sintaksis, formula bunyi, dan gaya bahasa.
Teori struktural; Teori struktur Puisi (Siswantoro).
2. Mendeskripsikan
konteks nyanyian rakyat kau-kaudara
Segala sesuatu yang nonteks yang berkaitan dengan nyanyian rakyat kau-kaudara, misalnya, berkaitan denganwaktu, suasana, tempat, tujuan penuturan, penutur , dan pendengar kau-kaudara.
Teori kebudayaan (Koentjaraningrat); dan teori fungsionalis Struktural (Teeuw dan Endraswara).
3. Mendeskripsikan
fungsi nyanyian rakyat kau-kaudara.
Fungsi menghibur dan mendidik.
Teori fungsi dan fungsionalis struktural (Teeuw dan
Endraswara); Teori Fungsi folklor (Danandjaja)
4. Merumuskan
contoh upaya pelestarian
Nyanyian rakyat kau-kaudara sebagai bahan ajar di sekolah
[image:26.595.117.512.244.750.2]BAB V
UPAYA PELESTARIAN NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA
DI SEKOLAH
A. Pengantar
Pada bagian ini membahas tentang upaya pelestarian kau kaudara yang
dapat dilakukan di sekolah, antara lain (1) nyanyian rakyat kau-kaudara
digunakan sebagai kegiatan awal pembelajaran di TK; dan (2) nyanyian rakyat
kau-kaudara digunakan sebagai bahan ajar pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di SMA.
B. Nyanyian Rakyat Kau-kaudara Digunakan sebagai Kegiatan Awal dalam
Pembelajaran di TK
Tidak dapat dipungkiri, kemajuan teknologi dan informasi tidak hanya
mendatangkan dampak positif bagi masyarakat Indonesia; namun juga dampak
negatif. Perkembangan teknologi dan informasi menyebabkan nilai-nilai budaya
yang dimiliki masyarakat semakin terlupakan, terutama oleh generasi muda
pemiliknya. Misalnya, Tradisi lisan nyanyian rakyat kau-kaudara, yakni sebuah
tradisi lisan milik masyarakat Muna, provinsi Sulawesi Tenggara; kini tidak lagi
dikenal oleh masyarakatnya, kurang lebih dalam tiga puluh tahun terakhir ini.
Tradisi ini merupakan sejenis tradisi nyanyian yang sering digunakan orang tua
untuk menghibur dan mendidik anaknya. Dalam penelitian diperoleh hasil bahwa
tradisi ini sangat bermanfaat bagi masyarakat Muna pada saat itu. Salah satunya
manfaat yang tampak sekali adalah tradisi ini merupakan media belajar anak
nyanyian). Di samping fungsi itu, masih banyak fungsi lain yang dimiliki oleh
tradisi lisan ini, terutama fungsi sosialnya bagi masyarakat Muna itu sendiri.
Tanpa disadari, jauh sebelum ada lembaga pendidikan; bahkan sebelum
masa tradisi tulis pun dalam masyarakat Muna ini meski secara tradisional telah
melaksanakan praktik pembelajaran dengan strategi yang demikian baik. Dalam
pembahasan Joyce (2009: 223), peningkatan kemampuan kognitif dengan
menggunakan kekuatan hafalan pernah menjadi model pembelajaran yang unggul;
meskipun pada akhirnya banyak model baru, seperti model mnemonik, metode
kata-hubung dan sebagainya yang membuat model ini ditinggalkan. Meskipun
demikian, Joyce (2009) mengemukakan bahwa model hafalan semacam ini masih
justru menjadi model yang lebih efektif untuk diajarkan di TK atau kelas satu
daripada model mnemonik. Hal ini diakui para ahli bahwa anak pada usia TK atau
SD kelas 1, masih berada pada kemampuan praoperasional konsep, artinya anak
masih lebih kuat menghafal daripada kemampuan menghubungkan makna
konsep.
Dari dua dua fungsi yang dikemukakan di atas (fungsi belajar dan fungsi
sosialnya), dapat dilakukan langkah positif untuk mempertahankan dan
melestarikan tradisi ini dengan cara dilibatkannya dalam pembelajaran di sekolah,
misalnya di TK, khususnya sekolah/TK yang ada di daerah Kabupaten Muna itu
sendiri. Usaha ini memiliki dua kontribusi positif yang bisa dicapai, yakni
pertama, dari segi pelestarian. Tradisi lisan nyanyian rakyat kau-kaudara ini dapat
terjaga kelestariannya, dalam artian terus digunakan dan bahkan dibudayakan lagi
kontribusinya terhadap pendidikan, penerapan pembelajaran dengan
membudayakan tradisi ini, akan bisa membantu meningkatkan kemampuan
berbahasa dan kognitif anak didik yang memang salah satu tujuan
pembelajarannya adalah untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan kognitif
sebagai bekal dasar dalam memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang lebih
kompleks.
Berdasarkan latar belakang tersebut kemudian peneliti berminat untuk
memperkenalkan kembali tradisi lisan nyanyian rakyat kau-kaudara pada
anak-anak usia dini, yakni lewat jalur lembaga-lembaga pendidikan anak-anak usia dini/TK
yang ada di daerah Kabupaten Muna. Langkah yang akan peneliti tempuh adalah
dengan melakukan penyuluhan dalam bentuk seminar-seminar lokal dengan
melibatkan pihak pemerintah setempat, misalnya misalnya melibatkan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Muna.
Penerapan nyanyian rakyat kau-kaudara di TK yang dimaksud di sini
bukan berupa sebagai bahan ajar dengan model tertentu, melainkan hanya sebagai
bagian kegiatan harian ketika memulai pembelajaran di kelas, mulai dari kegiatan
awal sampai akhir.
1) Kegiatan awalmerupakan kegiatan untuk pemanasan dan dilaksanakan secara
klasikal. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain, misalnya
berdoa/mengucap salam, mengajak anak-anak bernyanyi (berkau-kaudara),
membicarakan tema atau subtema, dan sebagainya.
2) Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dapat mengaktifkan perhatian,
kegiatan yang kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan
bereksperimen sehingga dapat memunculkan inisiatif, kemandirian dan
kreativitas anak, serta kegiatan yang dapat meningkatkan
pengertian-pengertian, konsentrasi dan mengembangkan kebiasaan bekerja yang baik.
Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara individual/
kelompok.
3) Istirahat/Makan merupakan kegiatan yang digunakan untuk mengisi
kemampuan anak yang berkaitan dengan makan, misalnya mengenalkan
kesehatan, makanan yang bergizi, tata tertib makan yang diawali dengan cuci
tangan kemudian makan dan berdoa sebelum dan sesudah makan. Setelah
kegiatan makan selesai, anak melakukan kegiatan bermain dengan alat
permainan di luar kelas dengan maksud untuk mengembangkan motorik kasar
anak dan bersosialisasi. Kegiatan ini disesuaikan dengan kemauan anak, anak
makan kemudian bermain atau sebaliknya anak bermain terlebih dahulu
kemudian makan.
4) Kegiatan akhir merupakan kegiatan penenangan yang dilaksanakan secara
klasikal. Kegiatan yang dapat diberikan pada kegiatan akhir, misalnya
membacakan cerita dari buku, mendramatisasikan suatu cerita, mendiskusikan
tentang kegiatan satu hari atau menginformasikan kegiatan esok hari,
menyanyi (berkau-kaudara), berdoa, dan sebagainya.
Jadi, dalam pembelajaran di TK, nyanyian rakyat kau-kaudara dapat
pembelajaran (kegiatan akhir). Dengan demikian, anak akan terbiasa kembali
menggunakan nyanyian rakyat kau-kaudara dalam kehidupan sehari-hari.
C. Nyanyian Rakyat Kau-kaudara Digunakan sebagai Bahan Ajar pada
Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Di SMA
Pendidikan merupakan salah satu unsur kebudayaan dan peradaban
masyarakat suatu bangsa. Sebagai bagian dari budaya, pendidikan sifatnya selalu
dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Oleh karena itu, dunia
pendidikan juga perlu memiliki ketahanan yang fleksibel dan adaptif dalam
menerima segala bentuk perkembangan dan perubahan masyarakat.
Perkembangan pengetahuan di segala bidang yang merupakan aspek
penting dalam memajukan suatu bangsa tidak bisa dipungkiri (bila tanpa kontrol)
dapat mengikis nilai-nilai budaya bangsa dan budaya daerah yang telah lama ada
selama ini. Oleh karena itu, untuk membendung efek negatif dari perkembangan
dunia tersebut perlu ada usaha pencegahan. Menutup diri dari masuknya budaya
asing bukan jalan yang tepat, namun membuka sebebas-bebasnya pintu untuk
masuknya budaya asing juga merupakan hal yang keliru. Artinya, dalam
mengatasi masalah ini, kita mesti berada di tengah, dengan tujuan agar efek
positifnya tetap diperoleh, sedangkan efek negatifnya dapat dihindari.
Melalui pintu pendidikan merupakan strategi yang tepat untuk mengatasi
persoalan ini. Penyelenggaran pembelajaran yang dicanangkan dalam
pembelajaran sebaiknya mengintegrasikan pembelajaran yang berkaitan dengan
nilai-nilai kebudayaan bangsa. Pengenalan berbagai tradisi masyarakat melalui
generasi muda, penerus bangsa. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah
melalui penyusunan bahan ajar yang digunakan. Guru sebagai penunjuk jalan bagi
siswanya dalam menemukan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan,
dibutuhkan kreativitasnya untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya bangsa
kepada siswa. Misalnyabentuk-bentuktradisi (folklor/tradisi lisan/sastra lisan)
milik masyarakat tertentu, dapat diperkenalkan melalui mata pelajaran muatan
local atau mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, terutama pada aspek
kesastraan, tradisi-tradisi masyarakat yang berbentuk sastra lisan sudah
mendapatkan porsinya dalam pembelajaran dan sudah berbentuk silabus.
Bentuksastralisan yang telah masuk dalam silabus, misalnya pembelajaran tentang
prosa lama dan puisi lama serta jenis-jenisnya. Dalam silabus, baik SMP maupun
SMA, pengajaran sastra lisan (sastra lama) telah ada, dalam bentuk standar
kompetensi dan kompetensi dasar.
Nyanyian rakyat kau-kaudara sebagai salah satu tradisi yang berbentuk
sastra lisan (sastra lama) perludi perkenalkan dan diajarkan kepada siswa di
sekolah melalui mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai bentuk puisi
lama. Oleh karena itu, bentuk bahan ajar untuk mengajarkan NRK ini perlu
dirancang sesuai dengan silabus yang ada.
Berdasarkan ciri-cirinya, nyanyian rakyat kau-kaudara dalam kesastraan
dapat dikelompokkan dalam puisi lama. Nyanyian rakyat kau-kaudara merupakan
jenis tradisi lisan (sastra lisan) milik masyarakat Muna, berupa nyanyian
kanak-kanak, karena tradisi ini selalu dinyanyikan oleh anak-anak dalam
masyarakat Muna. Dengan demikian untuk mencari relevansinya dalam
pembelajaran, maka tradisi lisan nyanyian rakyat kau-kaudara dapat digunakan
sebagai bahan ajar dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berkaitan
dengan puisi lama.
Dalampembelajaran, nyanyian rakyat kau-kaudara diajarkan sebagai
bagian dari sastra lisan yang berbentuk puisi lama. Berikut bentuk silabus dan
bentuk RPP pembelajaran puisi lama mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
yang diajarkan di SMA.
1. Silabus
Nama Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : XII
Semester : 1
Standar Kompetensi : Berbicara
6. Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi
Kompetensi Dasar
Materi Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
6.1 menanggapi pembacaan
puisi lama
tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Puisi lama
Menanggapi
pembacaan puisi dari segi: lafal, intonasi, dan ekspresi.
Mendeklamasikan/membacakan
puisi lama di depan teman-teman dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang sesuai.
Menanggapi pembacaan puisi lama, tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Memperbaiki cara pembacaan
Indikator Alokasi Waktu
Sumber/Media
Mampu
mendeklamasikan/membacakan nyanyian rakyat di depan teman-teman dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Menanggapi nyanyian rakyat tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai.
Menerapkan isi nyanyian rakyat
dalam kehidupan sehari-hari.
2 x 45 menit
Sumber: Teks
kau-kaudara
Buku teks mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Media:
Rekaman (audio)
kau-kaudara Tape Recorder
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Raha
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia
Kelas : XII
Semester : 1
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Aspek Berbicara
1. Standar Kompetensi
Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi.
2. Kompetensi Dasar
Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi.
3. Indikator
a. Mampu menyanyikan kau-kaudara di depan teman-teman dengan lafal,
b. Menanggapi pembacaan puisi lama (kau-kaudara) tentang lafal, intonasi,
dan ekspresi yang sesuai.
c. Menerapkan kau-kaudara dalam kehidupan sehari-hari.
4. Materi Pembelajaran
a. Sastra lisan adalah semua cerita yang sejak awalnya disampaikan secara
lisan, tidak ada naskah tertulis yang dijadikan pegangan (Zaimar dalam
Pudentia, 2008:231). Pendapat ini menyiratkan bahwa meskipun pada
akhirnya suatu karya sastra lisan dapat ditemukan dalam bentuk naskah
tertulis, tetap tidak akan mengubah kedudukannya sebagai sastra lisan.
b. Menurut Jan Harold Brunvand (Danandjaja, 2007: 141), nyanyian rakyat
adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan
lagu, yang beredar secara lisan di antara kolektif tertentu, berbentuk
tradisional, serta banyak mempunyai varian.
c. Sajak atau puisi rakyat adalah kesusasteraan rakyat yang sudah tertentu
bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang
berdasarkan mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata,
lemah tekanan suara, atau hanya berdasarkan irama (Danandjaja, 2007:
46).
d. Kau-kaudara adalah bentuk sastra lisan yang ada dalam masyarakat Muna
yang terdiri atas lirik dan lagu yang biasanya dinyanyikan oleh orang tua
5. Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang digunakan adalah model Tampil dan Dinilai
dengan kerangka pendekatan pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning)
dengan salah satu basisnya, yaitu penilaian yang sebenarnya.
6. Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan awal
- salam pembuka dan flash back(5 menit).
- guru menyampaikan informasi tentang standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD) serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai
(5 menit).
b. Kegiatan inti
- guru membagikan lembaran wacana (handout) yang berisi tentang
konsep umum kau-kaudara, beberapa judul kau-kaudara (sama dengan
teks yang ada dalam rekaman), indikator, dan format penilaian siswa
(2 menit).
- Siswa mempelajari dan bertanya berkaitan dengan isi handout (10
menit).
- siswa menyimak rekaman pembacaan kau-kaudara (sama dengan
lembaran yang sudah dibagikan sebelumnya) (10 menit).
- siswa secara bergantian tampil dan menyanyikan (teks tulis) satu
kau-kaudara yang dipilihnya (2 menit/orang).
- setiap siswa mendapat satu kali kesempatan untuk memberi tanggapan
- guru juga memberi tanggapan singkat dan penilaian terhadap setiap
tampilan siswa, lalu mengapresiasinya (2 menit).
- Siswa mengumpulkan format penilaian yang telah diisi.
c. Kegiatan akhir
- Guru bersama siswa memberi kesimpulan pembelajaran(5 menit).
- Guru memberikan tugas: setiap siswa mencari dan menulis
kau-kaudara dalam lingkungan masyarakat, lalu dikumpulkan pada
pertemuan selanjutnya (3 menit).
- Guru menutup pembelajaran.
7. Media dan Sumber Belajar
a. Media
- Rekaman kau-kaudara
- Radio/laptop
b. Sumber
- Handout
- Buku teks mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
8. Penilaian
Berbentuk lembaran penilaian yang telah dibagikansaat pelaksanaan
kegiatan inti pembelajaran. Adapun jenis penilaiannya adalah tugas individu dan
berbentuk performansi dengan butir soal evaluasinya sebagai berikut.
1. Nyanyikanlah salah satu teks kau-kaudara di depan teman-temanmu dengan
2. Tanggapi dan berikanlah penilaian mengenai penampilan temanmu yang
berkaitan dengan aspek pelafalan, intonasi, dan ekspresinya!
Contoh pedoman penilaian
Juri/Siswa yang menilai :
Kontestan/Siswa yang dinilai :
Penampilan Nilai (0-100) Skor Total
Lafal
Intonasi/Irama Ekspresi
Tanggapan/saran juri:
Ahimsa-Putra, H. S. (2001). Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press.
Alwi, H. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Aminuddin. (2008). Semantik: Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Badrun, A. (2003). ‟Patu Mbojo‟:Struktur, Konteks Pertunjukkan, Proses Penciptaan, dan Fungsi (Disertasi). Jakarta: Universitas Indonesia.
Berg, R. V. D., dan Sidu, L. O. (2000). Kamus Muna-Indonesia. Kupang: Artha Wacana Press.
Couvreur, J. (2001). Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna. (Rene van den Berg, penerjemah). Kupang: ArtaWacana Press.
Danandjaja, J. (2007). Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti.
Depdiknas. 2009. Materi Pelatihan KTSP. Jakarta: Depdiknas.
Endaswara, S. (2006). Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Endraswara, S. (2009). Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: IKAPI.
Fox, J. J. (1986). Bahasa, Sastra dan Sejarah Kumpulan Karangan Mengenai Masyarakat Pulau Roti. Jakarta: Djambatan.
Hutomo, S. S. (1991). Mutiara yang Terlupakan. Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI.
Iman, W. O. N. (2011). Pola Pengasupan Anak Perempuan dalam Upacara
„Karya‟ pada Masyarakat Muna serta Model Pelestariannya (Tesis).
Bandung: Tidak diterbitkan.
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Koentjaraningrat, dkk. (1984). Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kuntjara, E. (2006). Penelitian Kebudayaan, Sebuah Panduan
Praktis.Jayogyakarta: Graha Ilmu.
La Oba. (2005). Muna dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Sinyo MP.
La Ode Taalami. (2012). Hikayat Negeri Buton (Analisis Jalinan Fakta dan Fiksi dalam Struktur Hikayat dan Fungsinya serta Edisi Teks). Bandung: Tidak diterbitkan.
Luxemburg. (1989). TentangSastra. Jakarta: Intermesa.
Nurjamin, A. (1998). Kajian Struktural dan Sosiologis terhadap Tradisi Lisan Cigawiran: Studi Deskriptif-analitis mengenai Struktur, Pertunjukkan, dan Fungsi Sosiologis Tembang Cigawiran (Tesis). Bandung: Tidak diterbitkan.
Ong, W. J. (1983). Orality and Literacy: The Technologizing of the Word. London, New York: Methuen.
Peursen, V. (1988). Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Pradopo, R. Dj. (2011). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.
Prastowo, A. (2012). Panduan Kreatif Membuat bahan ajar Inovatif (Menciptakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan). Jogjakarta: DIVA Press.
Priyadi, A. T. (2009). Samanisme Suku Dayak Bukit di Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat (Jurnal: Kajian Sastra dalam Perpektif Teori Kontemporer). Bandung: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI.
Pudentia MPSS. (1999). Makyong: Transformasi Seni Melayu Riau. Jakarta: ATL.
Pudentia MPSS. (2008). Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: ATL.
Rattu, A. B.G. (2010). Metode Kajian Oral Tradition Nusantara (Materi Kuliah S2 Kajian Budaya. Menado: Unima.
Rusyana, Y. (1982). Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang.
Rusyana, Y. (2006). Peranan Tradisi Lisan dalam Ketahanan Budaya (makalah). Bandung.
Salleh, M. H. (1995). Menyurat pada Dengung: Lipatan Lisan pada Sastra Tertulis (Warta ATL Edisi Perdana). Jakarta: ATL.
Satori, D. dan Komariah. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sedyawati, E. (2008). Keindonesiaan DalamBudaya (Buku 2). Jakarta: WedatamaWidya Sastra.
Siswantoro. (2011). Metode Penelitian Sastra. Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Spradley, J. (2010). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sudikan, S. Y. (2007). Antropologi Sastra. Surabaya: Unesa University Press.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: IKAPI.
Sukatman. (2009). Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia Pengantar Teori dan Pembelajarannya. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.
Tarigan, H.G. (2009). Pengkajian Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Taslim, N. (2010). Lisan dan Tulisan Teks dan Budaya. Kuala Lumpur: Dawama Sdn. Bhd.
Taum, Y. Y. (2011). Strudi Sastra Lisan. Yogyakarta: Lamalera.
Tengah, B. A. H. (2006). Fungsi Sastra. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunai.
Tilaar, H.A.R. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Wahyono, P. (2008).“Hakikat dan Fungsi Permainan Nini Thowok bagi Masyarakat Pendukungnya: Sebuah Studi Kasus di Desa Banyumudal
Gombong” dalam Pudentia MPPS (Editor). Metodologi Kajian Tradisi
Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
Wahyusari, A. (2011). Kajian Psikologi Sastra terhadap Dimensi Emosional dan Spritual Nyanyian Kanak Masyarakat Tambelan Kepulauan Riau dan Implikasinya pada Pendidikan Anak Usia Dini (Tesis). Bandung: Tidak diterbitkan.
Wellek dan Werren. (1989). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.