• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS JENDERAL OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS JENDERAL OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2020

TENTANG

KODE ETIK PERSONEL UNIT KERJA PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SEKRETARIS JENDERAL OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Ombudsman Republik Indonesia yang efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel;

b. bahwa untuk mewujudkan personel Pengadaan

Barang/Jasa yang professional, bertanggungjawab, dan untuk menjaga kehormatan serta integritias personel Pengadaan Barang/Jasa diperlukan adanya kode etik;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Sekretaris Jenderal Ombudsman tentang Kode Etik Personel Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Ombudsman Republik Indonesia;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75);

(2)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara Nepublik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4899); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74);

5. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2009 tentang Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2009 tentang Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 247);

6. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33);

7. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 tentang Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 767);

8. Peraturan Ombudsman Nomor 40 Tahun 2019 tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Insan Ombudsman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1768); 9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 29 tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 486);

(3)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

10. Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 5 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretaris Jenderal Ombudsman Republik Indonesia;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL TENTANG KODE ETIK PERSONEL UNIT KERJA PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Sekretaris Jenderal ini yang dimaksud dengan:

1. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

2. Kode Etik Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah pedoman sikap, perilaku, perbuatan, atau pendapat secara lisan maupun tertulis dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. 3. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya

disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang

(4)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

prosesnya sejak identifikasi kebutuhan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.

4. Sekretaris Jenderal adalah Sekretaris Jenderal

Ombudsman.

5. Inspektorat adalah Inspektorat di lingkungan

Ombudsman.

6. Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Ombudsman yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di lingkungan Ombudsman yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.

7. Personel UKPBJ adalah aparatur sipil negara yang menduduki jabatan pimpinan tinggi dan jabatan administrasi yang melaksanakan tugas dan fungsi pada UKPBJ yang didalamnya termasuk pejabat struktural,

Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, dan Pejabat

Fungsional Pengadaan Barang/Jasa.

8. Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya

disebut Penyedia adalah pelaku usaha yang

menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.

9. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.

10. Pengaduan adalah pemberitahuan secara tertulis yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap Personel UKPBJ yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.

11. Terperiksa adalah individu atau kelompok yang diperiksa karena diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.

12. Majelis Pertimbangan Kode Etik Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik adalah tim yang bertugas melakukan penegakan Kode Etik.

(5)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

BAB II

TUJUAN DAN PRINSIP PENGADAAN BARANG/JASA Pasal 2

(1) Kode Etik bertujuan untuk menjadi pedoman profesional individu pejabat struktural, pengelola Pengadaan

Barang/Jasa dan pejabat fungsional pengelola

Pengadaan Barang/Jasa yang bertanggung jawab dalam

melaksanakan tugas dan kegiatan Pengadaan

Barang/Jasa yang meliputi perencanaan, analisis,

penilaian, evaluasi, pengambil keputusan, jasa

pendampingan, jasa konsultansi dan jasa lain yang terkait.

(2) Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Ombudsman menerapkan prinsip: a. efisien; b. efektif; c. transparan; d. terbuka; e. bersaing;

f. adil/tidak diskriminatif; dan g. akuntabel.

(3) Makna dari prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. efisien, bahwa Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum;

b. efektif, bahwa Pengadaan Barang/Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya; c. transparan, bahwa semua ketentuan dan informasi

(6)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

diketahui oleh Penyedia yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya;

d. terbuka, bahwa Pengadaan Barang/Jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia yang memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas;

e. bersaing, bahwa Pengadaan Barang/Jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara Penyedia yang setara dan memenuhi persyaratan

sehingga dapat diperoleh Barang/Jasa yang

ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam Pengadaan Barang/Jasa;

f. adil/tidak diskriminatif, bahwa memberikan

perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu dan tetap memperhatikan kepentingan nasional; dan

g. akuntabel, bahwa harus sesuai dengan aturan dan

ketentuan yang terkait dengan Pengadaan

Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan. BAB III

KODE ETIK Bagian Kesatu

Prinsip Dasar Kode Etik dan Etika Dasar Kode Etik Pasal 3

(1) Kode Etik dilaksanakan berdasarkan atas: a. Prinsip dasar Kode Etik; dan

b. Etika dasar Kode Etik.

(2) Prinsip dasar Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas kegiatan:

(7)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

a. menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia;

b. bersikap jujur dan adil serta tidak memihak dalam melayani pemberi tugas, kerabat kerja, klien dan masyarakat sesuai dengan prinsip Pengadaan Barang/Jasa; dan

c. berjuang untuk meningkatkan kompetensi dan martabat profesi ahli pengadaan.

(3) Etika dasar Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas kegiatan:

a. menggunakan pengetahuan dan keterampilan serta perilaku dalam pelaksanaan tugas dan pengambilan keputusan secara terbuka, transparan, efisien, efektif, tidak diskriminatif, persaingan sehat, akuntabel dan kredibel untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat;

b. melakukan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa sesuai peraturan, kaidah, kompetensi dan kewenangan; c. memberi pendapat dan mengeluarkan pernyataan

publik secara obyektif, jujur, akuntabel dan kredibel; d. bekerja secara profesional, patuh dan taat asas serta

menghindari konflik kepentingan;

e. membangun reputasi profesional pejabat struktural, pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan pejabat

fungsional pengelola Pengadaan Barang/Jasa

berdasarkan prestasi dan bersaing secara adil dan sehat; dan

f. menegakkan martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas Personel UKPBJ agar dapat bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, dan penuh rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(8)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

Bagian Kedua

Kewajiban dan Larangan Pasal 4

(1) Sesuai dengan prinsip Pengadaan Barang/Jasa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) setiap Personel UKPBJ wajib:

a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa

tanggung jawab untuk mencapai sasaran,

kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;

b. bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk

mencegah terjadinya penyimpangan dalam

Pengadaan Barang/Jasa;

c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun

tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;

d. menerima dan bertanggung jawab atas segala

keputusan yang ditetapkan sesuai dengan

kesepakatan tertulis para pihak;

e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan

kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;

f. menghindari dan mencegah penyalahgunaan

kewenangan dan/atau kolusi; dan

g. tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak

menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, rabat, dan berupa apa saja dari atau untuk kepada siapa pun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

(9)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

(2) Selain melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Personel UKPBJ dalam melaksanakan tugas dilarang:

a. mengharapkan, meminta dan/atau menerima imbalan dalam bentuk apapun dari Penyedia, kuasa atau wakilnya baik langsung maupun tidak langsung atau perusahaan yang mempunyai afiliasi dengan Penyedia;

b. memberikan fakta, data dan informasi yang tidak benar dan/atau segala sesuatu yang belum pasti atau diputuskan;

c. melakukan negosiasi, pertemuan dan/atau

pembicaraan dengan Penyedia, kuasa atau wakilnya baik langsung maupun tidak langsung atau perusahaan yang mempunyai afiliasi dengan Penyedia di luar kantor baik dalam jam kerja maupun di luar jam kerja;

d. menggunakan fasilitas/sarana kantor untuk

kepentingan pribadi, kelompok dan/atau pihak lain; e. melaksanakan proses pemilihan Penyedia yang

diskriminatif/pilih kasih;

f. mengadakan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa; dan

g. mengucapkan perkataan yang tidak etis dan bersifat melecehkan kepada Penyedia, kuasa atau wakilnya baik langsung maupun tidak langsung atau perusahaan yang mempunyai afiliasi dengan Penyedia atau masyarakat.

(3) Dalam hal terdapat kunjungan oleh Pokja Pemilihan dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.

(4) Kunjungan oleh Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bertujuan:

(10)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

a. ke tempat/kedudukan Penyedia dalam rangka klarifikasi penawaran atau pembuktian yang dilakukan dalam proses pemilihan Penyedia;

b. ke tempat/kedudukan workshop Penyedia;

c. ke tempat/kedudukan dalam rangka penanganan kasus Penyedia; dan

d. ke tempat/kedudukan yang disyaratkan secara jelas dalam kontrak Penyedia.

BAB IV

MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK Bagian Kesatu

Umum Pasal 5

(1) Dalam rangka penegakan Kode Etik perlu dibentuk Majelis Pertimbangan Kode Etik yang bersifat ad hoc. (2) Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal. Bagian Kedua

Tugas Pasal 6

(1) Majelis Pertimbangan Kode Etik mempunyai tugas:

a. menegakkan Kode Etik Personel UKPBJ; dan

b. melaporkan hasil pemeriksaan Kode Etik Personel UKPBJ kepada Sekretaris Jenderal.

(2) Laporan hasil pemeriksaan Kode Etik Personel UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersifat rahasia dan terbatas.

(11)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

Bagian Ketiga Wewenang

Pasal 7

Majelis Pertimbangan Kode Etik mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. menerima Pengaduan dari Penyedia, UKPBJ dan

jajarannya, dan/atau masyarakat;

b. mengumpulkan dan/atau mencari tahu fakta, data, dan/atau informasi terkait Pengaduan yang diterima;

c. mengolah dan/atau menganalisis Pengaduan yang

diterima;

d. melakukan pemanggilan kepada Personel UKPBJ yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan/atau pihak terkait;

e. melakukan pemeriksaan atas Pengaduan yang diterima;

f. menilai ada/atau tidak adanya pelanggaran Kode Etik; dan

g. mengusulkan pemberian sanksi atas pelanggaran Kode

Etik yang dilakukan oleh Personel UKPBJ. Bagian Keempat

Tanggung Jawab Pasal 8

Sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, Majelis Pertimbangan Kode Etik bertanggung jawab atas:

a. terlaksananya pengawasan perilaku Personel UKPBJ berdasarkan prinsip dan etika Kode Etik;

b. terlaksananya penerapan Kode Etik Personel UKPBJ; dan c. terwujudnya transparansi dan akuntabilitas penyelesaian

(12)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

Bagian Kelima Susunan

Pasal 9

(1) Keanggotaan Majelis Pertimbangan Kode Etik terdiri atas:

a. 1 (satu) orang ketua Majelis Pertimbangan Kode Etik

merangkap anggota; dan

b. 2 (dua) orang anggota Majelis Pertimbangan Kode Etik.

(2) Susunan keanggotaan Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. ketua Majelis Pertimbangan Kode Etik dijabat paling

rendah oleh pejabat administrator atau pejabat fungsional auditor madya pada Inspektorat; dan b. anggota Majelis Pertimbangan Kode Etik dijabat oleh

1 (satu) orang unsur unit kerja yang menangani bidang kepegawaian dan 1 (satu) orang unsur unit kerja yang menangani bidang hukum.

(3) Masa tugas keanggotaan Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir pada saat selesai dilakukan pelaporan hasil pemeriksaan Kode Etik.

(4) Pangkat dan/atau jabatan keanggotaan Majelis

Pertimbangan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling rendah sama dengan pangkat dan/atau jabatan Terperiksa.

Pasal 10

(1) Dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas Majelis Pertimbangan Kode Etik, dibentuk sekretariat secara ex-officio yang berkedudukan di Inspektorat.

(2) Sekretariat Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas sebagai berikut:

(13)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

b. menganalisis Pengaduan dan/atau informasi

dugaan pelanggaran Kode Etik;

c. melaksanakan kegiatan administrasi Majelis

Pertimbangan Kode Etik;

d. mempersiapkan keputusan Majelis Pertimbangan Kode Etik; dan

e. melaksanakan tugas lain yang dibutuhkan oleh

Majelis Pertimbangan Kode Etik. BAB V

SANKSI Pasal 11

(1) Sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik dapat berupa:

a. hukuman disiplin ringan;

b. hukuman disiplin sedang; dan

c. hukuman disiplin berat.

(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

a. teguran lisan; dan b. teguran tertulis.

(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:

a. Mutasi dari UKPBJ; dan

b. Pembebasan tugas sementara dari UKPBJ.

(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:

a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah; atau b. Pemberhentian dari jabatan struktural dan jabatan

(14)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

BAB VI

PROSEDUR PENEGAKAN KODE ETIK Bagian Kesatu

Umum Pasal 12

Penegakan Kode Etik dilakukan melalui tahap:

a. pengolahan dan analisis dugaan awal pelanggaran Kode

Etik;

b. pemeriksaan pelanggaran Kode Etik; dan

c. penetapan pelanggaran Kode Etik.

Bagian Kedua

Pengolahan dan Analisis Dugaan Awal Pelanggaran Kode Etik

Pasal 13

(1) Dugaan awal pelanggaran Kode Etik berasal dari:

a. Pengaduan; dan/atau

b. informasi dugaan pelanggaran Kode Etik.

(2) Pengaduan dan/atau informasi dugaan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada sekretariat Majelis Pertimbangan Kode Etik.

(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:

a. uraian masalah yang menjadi dasar Pengaduan; dan

b. alasan Pengaduan secara jelas dan rinci beserta data pendukung.

(4) Informasi dugaan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari:

a. informasi penanganan kasus pelanggaran hukum

(15)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

b. pemberitaan media yang melibatkan Personel

UKPBJ; dan/atau

c. informasi dari sumber lainnya.

Pasal 14

(1) Sekretariat Majelis Pertimbangan Kode Etik menganalisis Pengaduan dan/atau informasi dugaan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a.

(2) Dalam hal Pengaduan dan/atau informasi dugaan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan layak untuk ditindaklanjuti ke tahap pemeriksaan pelanggaran Kode Etik, sekretariat Majelis Pertimbangan Kode Etik wajib menyampaikan hasil analisis dugaan awal pelanggaran Kode Etik dan merekomendasikan pembentukan Majelis Pertimbangan Kode Etik kepada Sekretaris Jenderal.

(3) Dalam hal Pengaduan dan/atau informasi dugaan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak layak untuk ditindaklanjuti, maka

sekretariat Majelis Pertimbangan Kode Etik

menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Sekretaris Jenderal.

Bagian Ketiga

Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Pasal 15

(1) Dalam rangka pemeriksaan pelanggaran Kode Etik, Majelis Pertimbangan Kode Etik melakukan pemanggilan kepada Personel UKPBJ yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.

(2) Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil analisis dugaan awal

(16)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

pelanggaran Kode Etik dari sekretariat Majelis Pertimbangan Kode Etik.

(3) Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan dalam bentuk tertulis.

Pasal 16

(1) Majelis Pertimbangan Kode Etik melakukan pemanggilan pertama paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah terbentuknya Majelis Pertimbangan Kode Etik.

(2) Dalam hal pemanggilan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, Majelis Pertimbangan Kode Etik melakukan pemanggilan kedua setelah 7 (tujuh) hari kerja sejak pemanggilan pertama diterima.

(3) Dalam hal pemanggilan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Majelis Pertimbangan Kode Etik melakukan pemanggilan ketiga setelah 7 (tujuh) hari kerja sejak pemanggilan kedua diterima.

(4) Dalam hal pemanggilan ketiga Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, Majelis Pertimbangan Kode Etik dapat melakukan pemeriksaan pelanggaran Kode Etik tanpa kehadiran Terperiksa.

Pasal 17

(1) Majelis Pertimbangan Kode Etik melakukan pemeriksaan pelanggaran Kode Etik dalam sidang tertutup.

(2) Pemeriksaan pelanggaran Kode Etik sebagaimana pada ayat (1) harus dihadiri oleh seluruh anggota Majelis Pertimbangan Kode Etik.

(3) Pemeriksaan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara adil dan memberi kesempatan pembelaan dari Terperiksa.

(17)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

Pasal 18

(1) Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Majelis Pertimbangan Kode Etik dapat meminta keterangan dari Pemberi Keterangan Ahli Pengadaan Barang/Jasa.

(2) Pemberi Keterangan Ahli Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi dari lembaga yang menangani urusan pemerintahan di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

Bagian Keempat

Penetapan Pelanggaran Kode Etik Pasal 19

(1) Majelis Pertimbangan Kode Etik menetapkan keputusan setelah melakukan pemeriksaan pelanggaran Kode Etik. (2) Keputusan Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diambil secara musyawarah mufakat.

(3) Keputusan Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan bukti adanya pelanggaran Kode Etik.

Pasal 20

(1) Keputusan Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berupa:

a. penetapan adanya pelanggaran Kode Etik; atau

b. penetapan tidak adanya pelanggaran Kode Etik. (2) Keputusan Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bersifat final.

(3) Dalam hal keputusan Majelis Pertimbangan Kode Etik berupa penetapan adanya pelanggaran Kode Etik, keputusan Majelis Pertimbangan Kode Etik disertai dengan sanksi pelanggaran Kode Etik.

(18)

Koordinator

Kelompok Hukum Rumah Tangga dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan

Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan

Umum

Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan

Organisasi

Pasal 21

Keputusan Majelis Pertimbangan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 disampaikan oleh Majelis Pertimbangan Kode Etik kepada Sekretaris Jenderal paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal keputusan Majelis Pertimbangan Kode Etik ditetapkan dengan tembusan kepada Ketua Ombudsman.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 22

Peraturan Sekretaris Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Desember 2020 SEKRETARIS JENDERAL,

TTD.

SUGANDA PANDAPOTAN PASARIBU

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c, Ombudsman dapat melakukan pemeriksaan ke objek pelayanan publik tanpa

(2) Dalam hal keputusan Majelis Kode Etik menyangkut sanksi pelanggaran disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang

Kronologis sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatas, Majelis berpendapat bahwa perbuatan tersebut (tidak melanggar/melanggar) Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode

(4) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditindaklanjuti dengan pembentukan tim teknis oleh Perpustakaan Nasional atau Perpustakaan Khusus di

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang

(2) Dalam hal terdapat rekomendasi Bawaslu terhadap dugaan pelanggaran etika Lembaga Survei atau Jajak Pendapat dan Penghitungan Cepat Hasil Pemilu dalam pengaduan

(3) Apabila dalam laporan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan bahwa jumlah dana subsidi beras bagi masyarakat berpendapatan rendah yang

(4) Calon pegawai Izin Belajar yang dinyatakan lolos verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebagai Pegawai Izin Belajar oleh Kepala