• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF WARIA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) Mardha Tresnowaty Putri, Hadi Sutarmanto Universitas Gadjah Mada ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF WARIA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) Mardha Tresnowaty Putri, Hadi Sutarmanto Universitas Gadjah Mada ABSTRAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

WARIA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) Mardha Tresnowaty Putri, Hadi Sutarmanto

Universitas Gadjah Mada ABSTRAK

Keberadaan waria merupakan realitas yang tidak bisa ditolak oleh masyarakat dan bukan merupakan hal yang baru lagi. Waria menghadapi banyak masalah, antara lain adanya kebingungan identitas diri dan ketidakterimaan sosial dari lingkungan.Saat kesejahteraan subjektif menjadi topik pembicaraan yang cukup hangat sebagai reaksi atas banyaknya artikel psikologi yang mengungkap keadaan negatif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai kesejahteraan subjektif dan mengeksplorasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif pada Waria PSK. Subjek penelitian ini adalah Waria, berumur di atas 35 tahun, mempunyai pekerjaan sebagai pekerja seks komersial, tidak memiliki pekerjaan sampingan serta berdomisili di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data penelitian menggunakan metode wawancara mendalam, observasi, kartu stimulus kata dan, kuesioner terbuka. Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi metode sebagai teknik pemeriksaan data.

Berdasar hasil penelitian dan analisis data, diketahui bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif Waria PSK adalah pemahaman agama dan spiritualitas, kemakmuran, kepribadian, penerimaan diri, pengakuan dan penerimaan sosial, dan adanya tujuan hidup. Pembentukan kesejahteraan subjektif pada Waria diawali oleh bagaimana mereka menerima kehidupan, baik kondisi internal maupun eksternal. Penerimaan ini selanjutnya menentukan proses penyelesaian terhadap masalah yang mereka hadapi. Penerimaan sosial dari lingkungan juga mempengaruhi waria PSK. Bila waria PSK memiliki penerimaan hidup dan didukung penerimaan sosial yang baik, maka ia cenderung memiliki strategi penyelesaian masalah yang baik; sehingga akan menumbuhkan kesejeahteraan subjektif yang positif dalam diri mereka.

Kata kunci : kesejahteraan subjektif, Waria, Pekerja Seks Komersial (PSK)

PENDAHULUAN

Keberadaan waria merupakan realitas yang tidak bisa ditolak oleh masyarakat dan bukan merupakan hal yang baru lagi. Waria merupakan salah satu transgender, yaitu sikap dan perilaku maskulin berubah atau merubah diri ke sikap dan perilaku feminim (Sarah, 2007). Keputusan atau dorongan individu untuk menjadi waria melalui proses yang

panjang. Waria banyak menghadapi masalah dari dalam maupun dari luar sebagai konsekuensi pemilihan hidup sebagai waria. Pertama, mereka cenderung mengalami kebingungan identitas diri. Kedua, adanya ketidakterimaan sosial dari lingkungan atas penentangan konstruksi gender. Selanjutnya, mereka juga menghadapi rumitnya legalitas, hukum norma tertulis maupun tidak tertulis yang menempatkan pada hak dan kewajibannya, serta mereka juga mempunyai dorongan seksual yang sama dengan manusia

(2)

lainnya (Lerner dan Spanier dalam Koeswinarno, 2004). penerimaan dan pengakuan waria di Indonesia, baru sebatas realitas informal oleh sebagian masyarakat. Uraian di atas, memunculkan pertanyaan : Bagaimana gambaran hidup waria PSK? Bagaimana gambaran evaluasi hidupnya? Apa yang menjadi tolok ukur waria PSK dalam mengevaluasi hidupnya?

Saat kesejahteraan subjektif menjadi topik pembicaraan yang cukup hangat sebagai reaksi atas banyaknya artikel psikologi yang mengungkap keadaan negatif. Diener & Scollon (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan subjektif berhubungan dengan bagaimana seseorang merasakan dan berpikir mengenai kehidupannya, baik emosi ataupun kognisi saat ini atau masa lampau, meliputi : kepuasan hidup, emosi positif, kepuasan pada domain tertentu seperti kepuasan kerja dan perkawinan, dan tingkat kualitas emosi positif atau negatif.

Diener et al (1999) mengungkapkan bahwa kesejahteraan subjektif terdiri dari dua komponen, yaitu afek dan kepuasan hidup. Afek merupakan gambaran evaluasi langsung individu atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, individu akan beraksi dengan afek positif jika mengalami sesuatu yang baik, dan sebaliknya. Afek positif yang dominan cenderung direfleksikan sebagai kesejahteraan subjektif yang tinggi. Menurut Tallegen (dalam Diponegoro, 2004), terdapat 10 kata sifat yang mempunyai daya ungkap afek positif, yaitu : penuh perhatian, berminat, waspada, bergairah, antuasias, inspiratif, bangga, kuat, aktif, dan teguh pendirian. Sedangkan afek negatif diungkap dengan 10 kata sifat sebagai berikut : penuh tekanan, terganggu, bersalah, takut, memusuhi, pemarah, malu, gelisah, gugup, dan khawatir.

Lebih lanjut Diener (1999) mengemukakan bahwa kepuasan hidup merupakan bentuk kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman disertai dengan kegembiraan. Penilaian kepuasan didasarkan

pada perbandingan antara kondisi diri tertentu dibandingkan dengan berbagai standar, yang mencakup : orang lain, kondisi masa lalu, tingkat aspirasi dan ide dari kepuasan, dan kebutuhan atau tujuan lain.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif individu, antara lain : (a) penilaian individu terhadap kesehatannya (kesehatan subjektif); (b) penghasilan dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar; (c) kemakmuran; (d) agama, dicerminkan dalam perlaku religius; (e) pernikahan, yang berefek pada adanya dukungan emosional dan ekonomi; (f) pendidikan, yang memungkinkan individu untuk lebih maju dalam mencapai tujuan atau beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya; (g) kepribadian; (h) tujuan, individu bereaksi positif ketika tujuannya mengalami peningkatan, dan sebaliknya; (i) perilaku coping yang efektif.

Waria pekerja seks komersial (PSK) adalah individu yang memiliki jenis kelamin satu, namun berperilaku dan mengenakan pakaian dari lawan jenisnya untuk memenuhi hasrat dalam dirinya untuk diterima dan diperlakukan sebagai lawan jenis, dan memiliki pekerjaan sebagai penjual jasa (jasa seks) tanpa melibatkan emosi individu. Terbentuknya kepribadian waria dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor lingkungan seperti pola asuh, pendidikan, hambatan perkembangan seksual, maupun faktor bawaan seperti masa prenatal, hormonal dan konstitusi pembawaan. Hambatan dalam memilih lapangan pekerjaan, baik dari aspek fisik maupun sosial, mengakibatkan sulitnya waria untuk bekerja pada sektor formal. Sektor informal yang mudah diakses waria adalah sebagai pelayanan jasa kecantikan dan pelayanan jasa seksual.

Berdasarkan uraian di atas, disusun kerangka pikir penelitian sebagai berikut :

(3)

Pilihan hidup menjadi Waria berdampak pada masalah penerimaan sosial, seperti tidak diterimanya waria oleh lingkungan mengingat nilai-nilai agama dan sosial di Indonesia tidak mengizinkan perilaku transeksual, sehingga peluang kerja menjadi sempit. Dalam diri individu Waria sendiri juga memiliki kesulitan dalam penerimaan diri dan kebingungan identitas, di samping adanya kebimbangan antara menjadi diri sendiri dengan mematuhi norma-norma yang melarang menjadi Waria. Kondisi ini akan berpengaruh pada kesejahteraan subjektif Waria tersebut. Kesejahteraan subjektif ini terdiri dari dua komponen, yaitu afek dan kepuasan hidup. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain : kemakmuran, agama dan tujuan hidup.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Moleong (2005), penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah. Adapun fokus penelitiannya adalah untuk menjawab pertanyaan bagaimana waria mengevaluasi kehidupannya baik secara kognitif maupun afeksi, baik kehidupan sekarang maupun kehidupan sebelumnya

Subjek penelitiannya mempunyai keterbarasan karakteristik sebagai berikut : (1) Waria, (2) umur di atas 35 tahun, (3) jenis pekerjaan sebagai pekerja seks komersial, (4) tidak memiliki pekerjaan sampingan, (5) berdomisili di Yogyakarta, dan (6) bersedia menjadi subjek penelitian dan dibuktikan dengan surat keterangan

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Wawancara mendalam yang terfokus (in depth focused interview).

Metode ini digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu mengenai topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut (Poerwandari, 1998). Adapun

pedoman wawancara adalah:

Waria Pekerja Seks Komersial (PSK) Kepuasan Hidup Afek Faktor-faktor yang mempengaruhi Faktor-faktor yang mempengaruhi Permasalahan Internal Permasalahan Sosial Kesejahteraan subjektif

(4)

Tabel 1.

Pedoman wawancara subjek Kondisi subjek internal Demografi

Penerimaan diri

Kepribadian dan deskripsi subjek

Kondisi subjek eksternal Pengakuan dan penerimaan keluarga dan lingkungan Interaksi sosial : keluarga dan pasangan, teman dan lingkungan

Afek

Kepuasan hidup Kepuasan terhadap diri sendiri Kepuasan terhadap pekerjaan Kepuasan terhadap pasangan

Kepuasan terhadap hidup yang dimiliki Faktor-faktor yang berpengaruh Tujuan dan harapan masa depan

Kemakmuran

Nilai-nilai religiusitas dan spiritualitas Makna kesejahteraan subjektif

2. Observasi. Hasil dari observasi dalam penelitian ini digunakan untuk data tambahan dalam memahami fenomena yang diteliti.

3. Kartu stimulus kata, yang terdiri dari kartu yang didalamnya berisikan 22 jenis emosi manusia manusia yang disarikan oleh Diponegoro (2004) dari berbagai pendapat ahli psikologi.

4. Kartu stimulus kata, yang terdiri dari kartu yang didalamnya berisikan 22 jenis emosi manusia manusia yang disarikan oleh Diponegoro (2004) dari berbagai pendapat ahli psikologi.

5. Kuesioner terbuka, yang ditujukan pada kepada significant person dengan tujuan untuk menambah data penelitian dan pengecekan data dari hasil wawancara dengan subjek penelitian.

Pelaksanaan teknik pemeriksaan pada penelitian ini didasarkan atas berbagai kriteria, yaitu kredibilitas, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian (Lincoln dan Guba, dalam Poerwandari, 1998). Untuk mencapai kriterium kepercayaan penelitian digunakan teknik pemeriksaan data melalui pengecekan responden, pengecekan sejawat

serta teknik triangulasi metode. Usaha untuk membangun keteralihan dalam penelitian ini dilakukan dengan jalan melakukan uraian penelitian yang rinci dan terorganisir. Kriterium kebergantungan diupayakan dengan beberapa cara, antara lain dengan membuat langkah-langkah penelitian seoperasional dan serinci mungkin, berdiskusi dengan teman sejawat dan para ahli, dan menggunakan berbagai metode pengumpulan data.

Langkah-langkah analisis yang digunakan adalah (1) pengelompokan data dalam tema besar (open coding); (2) pengorganisasian data dalam tema dan konsep inti penelitian (axial coding); (3) perbandingan antar data dan ditunjang konsep teoritis (selective coding); dan (4) interpretasi dan elaborasi, menggabungkan berbagai temuan

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN 1. Persiapan Penelitian

Tahap-tahap persiapan meliputi : (1) studi pendahuluan, yang berupa studi pustaka

(5)

permasalahan melalui media cetak dan elektronik; dan (2) pembentukan raport pada komunitas waria, dengan melakukan kunjungan informal pada tokoh-tokoh waria dan acara perkumpulan waria; (3) pencarian subjek penelitian, dipilih sebanyak tiga calon subjek dengan kriteria berdasar kesediaan dan waktu yang dimiliki; dan (4) penyusunan pedoman wawancaara

2. Pelaksanaan penelitian

Penelitian diawali dengan penjelasan prosedur pengambilan data. Subjek mengisi lembar kesediaan sebagai subjek penelitian. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan penggunaan kartu stimulus untuk

membantu subjek mengungkap kondisi afek yang dirasakan subjek. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik pengecekan kembali terhadap subjek dan significant person. Pengambilan data dilaksanakan tanggal 5 Juni 2007 sampai dengan 21 Juni 2007.

3. Deskripsi hasil penelitian

Setelah pengumpulan data dari masing-masing subjek penelitian, maka hasil penelitian diolah dengan metode kualitatif. Data yang diorganisasikan, kemudian dimasukkan dalam 3 kategori dan beberapa sub kategori. Hasil pengorganisasian data disajikan dalam

tabel 2, di bawah ini :

Tabel 2. Kondisi Hidup subjek

Kondisi Hidup Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3

Penerimaan diri atas status waria

Memiliki penerimaan diri yang cenderung tinggi atas status waria

Memiliki penerimaan diri yang rendah atas status waria yang dimilikinya

Memiliki penerimaan diri yang cenderung rendah atas status waria

Kepribadian  Subjek memiliki sifat periang

 Coping yang

diguna-kan

bermacam-macam

 Subjek memiliki sifat mudah gembira  Subjek merupakan

individu yang mu-dah menerima pendapat dan penilaian orang lain

 Subjek merupakan individu yang tidak peduli dengan orang lain mengenai dirinya  Subjek merupakan

individu yang tidak memikirkan hari esok Demografi  Memiliki pasangan

yang telah dijalin selama 12 tahun  Pendaparan 25.000 – 30.000 / hari  Pendidikan hingga kelas 5 SD dan pernah mengikuti kursus masak

 Tidak memiliki pa-sangan

 Tidak memiliki ri-wayat penyakit da-lam status kesehatan  Pendaparan 25.000 –

30.000 / hari

 Pendidikan lulus SD

 Memiliki pasangan le-bih muda yang telah dijalin 1,5 tahun  Pendapatan tak tentu

tetapi cenderung tidak dapat memenuhi kebu-tuhan

Kondisi fisik dan kesehatan

 Memiliki penyakit yang belum bisa di-sembuhkan

 Memiliki dorongan seksual terhadap laki-laki dan tidak meng-alami penurunan atas dorongan terhadap

 Memiliki dorongan seksual terhadap la-ki-laki, namun mengalami penu-runan atas dorongan terhadap seks

 Memiliki kesehatan yang cenderung baik

 Subjek mudah sakit flu karena pekerjaannya yang mengharuskan begadang

 Memiliki dorongan sek-sual terhadap laki-laki

(6)

seks

Kondisi Hidup Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3

Pengakuan dan penerimaan dari keluarga, ling-kungan asal, dan lingkungan migrasi

Diakui dan diterima se-bagai wanita dan waria oleh keluarga, pasangan, keluarga pasangan, kungan asal, dan ling-kungan migrasi

 Subjek belum come-out pada keluarga dan lingkungan asal  Diakui dan diterima

sebagaimana layak-nya wanita oleh ling-kungan migrasi

Diakui dan diterima oleh lingkungan migran, ling-kungan asal, keluarga, dan pasangan

Interaksi di luar keluarga

Subjek mayoritas berte-man dengan perempuan dan waria. Meskipun begitu, bagi subjek itu bukan merupakan ham-batan

Subjek cenderung berin-teraksi dengan perempu-an

Subjek merasa tidak mengalami hambatan da-lam berinteraksi dengan dunia luar. Meskipun se-ring dihina waktu kecil, namun subjek tidak mera-sa minder. Subjek aktif

ikut kegiatan

kemasyarakatan Interaksi di

da-lam keluaraga

Subjek dalam keluarga sedarah, memiliki hu-bungan yang dekat de-ngan ibu dan saudaranya. Namun tidak dengan ayah. Saat ini Subjek da-lam interaksi keluarga ha-nya melalui surat atau te-lepon. Subjek disukai oleh keluarga pasangan sebagaimana perempuan

Subjek senang dengan figur ayah, dekat dengan sosok ibu, dan memiliki hubungan yang baik de-ngan saudara. Namun saat ini Subjek berada jauh dari lingkungan ke-luarga subjek.

Subjek dekat dengan ibu dan saudara perempuan. Subjek tidak dekat dengan ayah karena subjek merasa tidak nyaman. Saat ini orangtua subjek sudah me-ninggal dunia dan subjek hanya berkomunikasi de-ngan saudaranya melalui surat.

(7)

4. Pembahasan dan Analisis

Seluruh subjek penelitian sejak kecil cenderung memiliki sifat feminin yang tinggi. Mereka menyatakan dirinya layaknya seperti perempuan sejak kecil, baik perilaku maupun mental. Mereka ingin diterima oleh lingkungan sebagai anggota kelompok lawan jenisnya. Untuk itu mereka berusaha mengubah kondisi fisik dengan cara suntik silikon. Penerimaan sosial menjadi kebutuhan bagi seluruh subjek; meskipun dalam kehidupan para subjek, penerimaan dan pengakuan lingkungan atas status waria yang didapat subjek berbeda-beda.

Dalam interaksi dengan lingkungan sosial khususnya lingkungan migran, semua subjek diterima dan diakui oleh masyarakat setempat. Akan tetapi, subjek masih belum diterima oleh masyarakat luas, seperti dihina dan dilecehkan. Aksi penerimaan sosial dari masyarakat ini dihadapi subjek dengan bermacam-macam strategi coping, sesuai dengan kepribadian subjek. Disebabkan karena strategi coping yang tidak tepat, subjek memiliki penerimaan diri yang rendah.

Seluruh subjek bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK). Motivasi subjek sebagai PSK bervariasi, ada yang untuk mencari nafkah, atau bertemu teman, ataupun mencari hiburan dan pemuasan kebutuhan atas dorongan terhadap laki-laki. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan kepuasan terhadap pekerjaan. Warr (dalam Siegrist, 2003) mengungkapkan bahwa kepuasan hidup dan kepuasan kerja saling berhubungan. Dua daari tiga subjek memiliki pasangan hidup, sedangkan satu subjek tidak memiliki pasangan hidup. Pilihan subjek untuk mempunyai pasangan hidup ataupun tidak serta kesadaran terhadap siapa dirinya membuat subjek memiliki kepuasan dalam hidup subjek.

Pemahaman agama dan spiritualista hanya dirasakan dan dilaksanakan oleh satu subjek saja. Pemahaman tersebut membuat subjek memiliki rasa berdosa yang besar atas

pekerjaan sebagai PSK, sehingga subjek takut terhadap kematian dan Tuhan. Coping (melakukan ibadah wajib dan sunah) yang dilakukan subjek tidak bisa memecahkan masalah, hanya bersifat mengurangi beban psikologis. Akibatnya, subjek tetap memiliki afek negatif. Berbeda dengan dua subjek lainnya, karena nilai-nilai religiusitas cenderung rendah, sehingga kedua subjek tidak memiliki afek negatif.

Shepard (1979) mengemukakan bahwa penerimaan diri pada individu menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan individu terhadap dirinya. Dalam penelitian ini, hanya satu subjek (subjek I) yang menerima kondisi hidupnya. Subjek tersebut mengakui dirinya bahagia karena dapat menerima segalanya dengan ikhlas. Sedangkan dua subjek lainnya (Subjek II dan III) belum memiliki sikap ”nrimo” sepenuhnya atas hidup mereka.

Penjabaran kondisi hidup yang dimiliki subjek di atas memunculkan berbagai kesejahteraan subjektif dari para subjek. Subjek pertama cenderung memiliki tingkat kesejahteraan tinggi, karena adanya sikap ”nrimo” yang membantu subjek untuk menikmati hidup. Subjek kedua memiliki penerimaan diri yang rendah dan belum memiliki sikap ”nrimo”. Hal ini menguatkan ketidakpuasan subjek atas keseluruhan kehidupan, sehingga subjek mempunyai kesejahteraan subjektif yang rendah.

Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan subjektif pada waria PSK diawali oleh bagaimana mereka menerima kehidupan, baik kondisi internal maupun eksternal. Penerimaan inilah yang selanjutnya menentukan proses penyelesaian terhadap masalah yang mereka hadapi. Penerimaan sosial dari lingkungan masyarakat juga mempengaruhi waria PSK. Bila waria PSK memiliki penerimaan hidup dan didukung penerimaan sosial yang baik, maka ia cenderung memiliki strategi penyelesaian masalah yang baik; dan pada akhirnya akan menumbuhkan kesejeahteraan

(8)

subjektif yang positif dalam diri mereka. Sebaliknya, bila waria PSK tidak memiliki penerimaan hidup dan didukung penerimaan sosial yang baik, maka ia cenderung tidak memiliki strategi penyelesaian masalah yang baik pula; dan ini menumbuhkan kesejahteraan subjektif yang negatif dalam diri mereka.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu :

1. Seluruh subjek memiliki gangguan identitas kelamin transeksual dari kecil, sehingga seluruh subjek memiliki perbedaan dengan laki-laki pada umumnya.

2. Para subjek penelitian memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang bervariasi. Dua dari tiga subjek memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi.

3. Dalam penelitian ini ditemukan adanya sikap ”menerima” terhadap kehidupan. Sikap ”nrimo” membantu subjek untuk menikmati dan tidak apatis terhadap kehidupan yang dimilikinya.

4. Kesejahteraan subjektif waria PSK dipengaruhi oleh agama, kemakmuran, kepribadian, penerimaan diri, pengakuan dan penerimaan sosial, dan tujuan hidup. 5. Penggunaan strategi coping yang tepat

dalam menghadapi masalah dapat meningkatkan kessejahteraan subjektif subjek.

Saran

1. Bagi kaum waria

a. Waria hendaknya perlu memikirkan kembali apakah dirinya siap menjadi waria dengan segala konsekuensinya agar penerimaan diri cenderung tidak menurun.

b. Sikap nrimo pada kehidupan membantu waria menikmati kondisi hidupnya, sehingga dapat tercipta afek positif dan kepuasan dalam hidupnya. c. Menggunakan strategi coping yang

tepat dalam menghadapi masalah, sehingga dapat menyelesaikan masalah yang menjadi sumber tekanan.

d. Tingkat kesejahteraan subjektif dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, antara lain : meningkatkan keahlian yang dimiliki agar dapat mandiri secara ekonomi tanpa harus tergantung pada pekerjaan sebagai PSK; menjaga kondisi tubuh waria yang rentan dengan PMS (penyakit menular seksual); meningkatkan kualitas relasi sosial sehingga dapat membantu waria dalam menjalani hidup.

2. Bagi masyarakat

a. Orangtua hendaknya mulai menanamkan perbedaan seks dan pengembangan peran sosial pria dan wanita yang tepat ke anak-anaknya sejak mereka balita.

b. Orangtua harus memperhatikan anaknya apabila ada kelainan dalam bertingkah laku, sehingga proses untuk menjadi waria dapat diminimalkan. c. Bagi masyarakat umum, diharap lebih

dapat memahami fenomena waria secara lebih manusiawi.

3. Bagi praktisi psikologi

Praktisi psikologi dapat mengambil manfaat teoritis penelitian ini, yaitu bahwa kesejahteraan subjektif seseorang dipengaruhi berbagai faktor; dan individu membutuhkan penerimaan sosial atas dirinya, baik berupa pengakuan atas eksistensinya maupun dalam berinteraksi sosial.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti sebaiknya berlatih terlebih dahulu untuk meningkatkan kepekaan dalam melakukan wawancara agar dapat merespon dengan baik setiap jawaban

(9)

subjek. Selain itu, peneliti juga perlu melakukan rapport kepada subjek penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Diener, E., Suh, E.M., Lucas, R.E., & Smith, H.L. 1999. Subjective Well-Being : Three Decades of Progress. Psychological Bulletin. 125 (2), 276 - 302

Diener, E. & Scollon, C. 2003. Subjective Well Being is Desirable, but not the Summum Bonum. Workshop on Well Being. Diakses tanggal 22 Maret 2007, dari www.psych.edu.

Diponegoro, M. 2004. Peran Nilai Ajaran Islam terhadap Kesejahteraan Subjektif Remaja Islam. Disertasi. (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM

Koeswinarno. 2004. Hidup sebagai Waria. Yogyakarta : LKis Pelangi

Poerwandari, E.K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sarah, Y., dkk. 2007. Waria : Kami Memang

Ada. Yogyakarta : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

Siegrist, J., 2003. Subjective Well Being : New Conceptual and Methodological Development in Health Related Social Sciences. Workshop on Well Being.

Diakses tanggal 22 Maret

Referensi

Dokumen terkait