• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH

DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1999

TENTANG PERPARKIRAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Menimbang:

a.

bahwa pesatnya perkembangan pembangunan kota Jakarta dan pertambahan kendaraan bermotor yang makin meningkat, selain mengakibatkan meningkatnya kebutuhan pelayanan perparkiran, juga berpengaruh terhadap pembinaan pengelolaan perparkiran sebagai bagian dari sistem lalu lintas di Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

b.

bahwa berkaitan dengan hal tersebut pada huruf a, dan dalam rangka perwujudan Daerah Khusus Ibukota Jakarta

sebagai kota jasa yang berdaya saing dan sejajar dengan kota-kota besar dunia maka masalah pelayanan perparkiran diarahkan pada usaha-usaha peniadaan/pembatasan parkir di tepi jalan khususnya pada jalan-jalan dengan tingkat kemacetan lalu lintas yang tinggi dengan cara mengadakan perluasan, pembangunan gedung parkir dan pelataran parkir;

c.

bahwa pembangunan gedung parkir dan pelataran parkir di Daerah Khusus Ibukota Jakarta perlu didukung oleh peran serta aktif masyarakat melalui pengenaan biaya parkir dan retribusi parkir;

d.

bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, b, dan c serta dalam rangka pengelolaan perparkiran secara lebih berdaya guna dan berhasil guna, serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dipandang perlu menetapkan kembali Peraturan Daerah tentang Perparkiran di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebagai pengganti Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1979 tentang Perparkiran Daerah Khusus Ibukota Jakarta jo. Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1987.

Mengingat :

1.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3136);

2.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3430);

3.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);

4.

Undang-Undang Nomor 24. Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

5.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) ;

6.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan dalam Bidang; Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3410);

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3529);

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692);

10.

Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

11.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas Jalan di Jalan Umum;

(2)

12.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 62 Tahun 1993 tentang Marka Jalan;

13.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas Angkutan Jalan;

14.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir untuk Umum;

15.

Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 1975 tentang Ketentuan Bangunan Bertingkat di Wilayah DKI Jakarta;

16.

Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1984 tentang Rencana Umum Tata Ruang Daerah DKI Jakarta;

17.

Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 1988 tentang Penyertaan Modal Daerah pada Pihak Ketiga;

18.

Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

19.

Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

20.

Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 9 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERPARKIRAN BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a.

Daerah adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

b.

Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

c.

Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

d.

Dewan adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

e.

Penyelenggara Perparkiran adalah suatu badan dan atau bersama dengan badan usaha swasta atau badan lainnya;

f.

Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara;

g.

Tempat parkir adalah tempat untuk memarkir kendaraan;

h.

Pemakai tempat parkir adalah pengemudi kendaraan yang menggunakan petak parkir;

i.

Jalan adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum;

j.

Lingkungan parkir adalah kumpulan jalan-jalan di daerah tertentu yang dibatasi dan dilingkungi oleh jalan-jalan penghubung yang di dalamnya terdapat sebagian besar bangunan umum/perdagangan yang dipergunakan sebagai tempat parkir;

k.

Gedung parkir murni adalah suatu bangunan yang digunakan khusus sebagai tempat parkir yang berdiri sendiri;

l.

Gedung parkir mendukung adalah suatu bagian dari bangunan atau kumpulan bangunan yang digunakan sebagai

tempat parkir yang bersifat penunjang dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan pokok bangunan atau kumpulan bangunan tersebut;

m.

Taman parkir/pelataran parkir adalah suatu areal tanah tertentu di luar badan jalan, yang digunakan sebagai tempat parkir;

n.

Kawasan pengendalian parkir adalah suatu kawasan yang dibatasi oleh jalan dan atau pembatas fisik seperti kali, rel kereta api, dan atau lainnya, yang dalam kawasan tersebut diberlakukan ketentuan pengendalian parkir sebagai pembatasan lalu lintas;

o.

Petak parkir adalah bagian-bagian dari tempat parkir untuk memarkir kendaraan;

p.

Marka parkir adalah berupa garis putih yang dibuat untuk membatasi petak parkir;

(3)

r.

Tanda masuk parkir adalah tanda masuk kendaraan yang diberikan dengan nama, dan dalam bentuk apapun untuk memasuki gedung parkir, pelataran parkir, dan lingkungan parkir;

s.

Biaya parkir adalah pembayaran atas penggunaan petak parkir atau tanda masuk parkir diluar badan jalan;

t.

Retribusi parkir adalah pembayaran atas penggunaan petak parkir pada tempat parkir milik Pemerintah Daerah;

u.

Tarif progresif adalah tarif retribusi atau biaya parkir yang nilai tarif per jamnya dikenakan berdasarkan waktu

lamanya pemakaian petak parkir.

v.

Mesin parkir adalah suatu alat yang dipasang dan dipergunakan untuk menghitung biaya parkir, atau retribusi parkir, secara otomatis;

w.

Tanda Biaya Parkir adalah tanda bukti pembayaran atau tanda bukti pembayaran dimuka atas pemakaian petak parkir pada tempat parkir diluar badan jalan;

x.

Tanda retribusi parkir adalah bukti pembayaran atas pemakaian petak parkir pada tempat parkir milik Pemerintah Daerah;

y.

Gardu parkir adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat pemberian tanda masuk parkir dan tanda biaya parkir atau tanda retribusi parkir.

BAB II

WEWENANG PENGELOLAAN Pasal 2

(1) Pengelolaan perparkiran di Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah wewenang Gubernur Kepala Daerah.

(2) Dalam mengelola perparkiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini Gubernur Kepala Daerah menunjuk suatu Badan untuk melaksanakan pengelolaan dan penyelenggaraan perparkiran di Daerah.

(3) Badan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini melaksanakan pelayanan perparkiran kepada masyarakat di Daerah. BAB III

PERIZINAN Pasal 3

(1) Setiap badan usaha swasta atau badan lainnya yang menyelenggarakan perparkiran diluar badan jalan di daerah, wajib memiliki ijin penyelenggaraan parkir dari Gubernur Kepala Daerah.

(2) Izin penyelenggaraan perparkiran sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari :

a.

izin penyelenggaraan perparkiran dengan memungut biaya parkir;

b.

izin penyelenggaran perparkiran dengan tidak memungut biaya parkir.

(3) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini penyelenggaraan perparkiran harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur Kepala Daerah.

(4) Khusus badan usaha swasta atau badan lainya yang mengajukan permohonan izin penyelenggaraan perparkiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a pasal ini, dalam melaksanakan usaha penyelenggaraan perparkiran wajib bekerja sama dengan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Daerah ini.

(5) Masa berlakunya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, masing-masing selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang.

(6) Gubernur Kepala Daerah menetapkan persyaratan dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dan tatacara kerjasama sebagaimana, dimaksud pada ayat (4) pasal ini.

BAB IV

BENTUK PARKIR, JENIS GEDUNG PARKIR DAN PELATARAN PARKIR

(4)

Pasal 4 Bentuk parkir terdiri dari :

a.

Parkir tepi jalan dan lingkungan parkir;

b.

Parkir di luar badan jalan yang terdiri dari :

1.

Parkir di gedung parkir;

2.

Parkir dipelataran parkir.

Pasal 5 Jenis gedung parkir dan pelataran parkir terdiri dari :

a.

gedung parkir murni;

b.

gedung parkir mendukung

c.

pelataran parkir

BAB V

PENENTUAN LOKASI, PENGADAAN DAN PEMBANGUNAN GEDUNG PARKIR DAN PELATARAN PARKIR

Pasal 6

(1) Penentuan lokasi gedung parkir murni ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(2) Penentuan lokasi gedung parkir pendukung dan pelataran parkir diatur dalam Peraturan Daerah tentang bangunan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang berlaku.

Pasal 7

Pembangunan gedung parkir murni dilaksanakan oleh Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Daerah ini dan atau badan usaha swasta dan atau badan lainnya.

Pasal 8

(1) Pembangunan gedung parkir murni dapat dilaksanakan pada seluruh peruntukan sebagaimana diatur pada Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang wilayah Daerah yang berlaku, kecuali pada peruntukan hijau, badan air dan jalan.

(2) Pengadaan lahan untuk pembangunan gedung parkir murni milik badan usaha swasta dan atau badan lainnya dilakeanakan dengan ketentuan sebagai berikut :

a.

Pembebasan lahan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan harga yang setinggi-tingginya sama dengan Nilai Jual Obyek Pajak sesuai ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku.

b.

Pembebasan lahan sebagimana dimaksud huruf a ayat ini tidak diperkenankan untuk dibangun selain untuk gedung

parkir murni.

c.

Atas pembebasan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. Pasal ini, tidak dikenakan kewajiban membangun apapun oleh pemerintah Daerah.

d.

Lahan milik Pemerintah Daerah dapat dipergunakan melalui kerja sama pembangunan gedung parkir murni sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Koefisien Lantai Bangunan gedung parkir murni dapat disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengganti pelayanan parkir tepi jalan pada jangkauan tertentu dari lokasi gedung dimaksud, dan apabila melebihi 50 % dari ketentuan yang berlaku, ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(4) Ketinggian bangunan gedung parkir murni dapat disesuaikan dengan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, melalui ketetapan Gubernur Kepala Daerah.

(5)

(5) Pembangunan gedung parkir murni wajib dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Penggunaan Bangunan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

(6) Gedung parkir murni dapat dilengkapi dengan sarana ibadah, restoran, toko suku cadang kendaraan, usaha jasa perawatan kendaraan, dan fungsi lainnya yang mendukung fungsi gedung parkir murni, sebanyak-banyaknya 10 % dari total luas lantai gedung parkir murni.

Pasal 9

Atas pembangunan gedung parkir murni, Gubernur Kepala, Daerah memberikan keringanan pengenaan retribusi yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan gedung parkir murni sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

Pasal 10

Kapasitas gedung parkir pendukung dan atau pelataran parkir diatur berdasarkan fungsi gedung utamanya, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

BAB VI

PARKIR TEPI JALAN DAN LINGKUNGAN PARKIR Pasal 11

(1) Cara parkir pada tepi jalan diatur dengan ketentuan sebagai berikut :

a.

Parkir tepi jalan dengan lalu lintas kemacetan rendah dan sedang, adalah berbentuk serong dan atau paralel.

b.

Parkir tepi jalan dengan lalu lintas kemacetan tinggi, adalah berbentuk paralel satu lajur dengan pembatasan waktu

tertentu.

(2) Pada setiap tempat parkir tepi jalan dibuat rambu dan marka, parkir serta dapat dilengkapi dengan mesin parkir.

(3) Tepi jalan yang tidak dapat dan dapat dipergunakan untuk tempat parkir serta tata cara parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah dan dievaluasi selambat-lambatnya 1 kali dalam 1 tahun.

Pasal 12

(1) Parkir tepi jalan ditiadakan oleh Pemerintah Daerah pada tempat yang termasuk dalam jangkauan kapasitas gedung parkir murni terhitung sejak pengoperasian.

(2) Jangkauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. BAB VII

KAWASAN PENGENDALIAN PARKIR Pasal 13

(1) Kawasan pengendalian parkir di Daerah, ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah dengan memperhatikan rekomendasi dari instansi terkait, setelah melalui Analisis Dampak Lalu Lintas dan ditinjau kembali selambat-lambatnya 1 kali dalam 5 tahun. (2) Bentuk parkir tepi jalan dan di luar badan, jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Daerah ini dapat disediakan dalam kawasan pengendalian parkir.

(3) Pembangunan gedung parkir dan pelataran parkir dalam kawasan pengendalian parkir diwajibkan melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas.

(4) Jumlah petak parkir yang disediakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini adalah berdasarkan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas yang telah disetujui Gubernur Kepala Daerah.

(6)

BAB VIII

PENGGOLONGAN TEMPAT PARKIR Pasal 14

(1) Penggalangan tempat parkir tepi jalan terdiri dari 2 (dua) golongan yaitu :

a.

Golongan A, yaitu pada jalan dengan tingkat kemacetan lalu lintas tinggi;

b.

Golongan B, yaitu pada jalan dengan tingkat kemacetan lalu lintas rendah dan sedang. (2) Golongan tempat parkir di lingkungan parkir adalah golongan E.

Pasal 15 (1) Penggolongan tempat parkir di luar badan jalan terdiri dari :

a.

Golongan C1 yaitu pada gedung parkir dengan kapasitas lebih besar dari 500 petak parkir;

b.

Golongan C2, yaitu pada gedung parkir dengan kapasitas lebih kecil dan atau sama dengan 500 petak parkir dan lebih besar dari 250 petak parkir

c.

Golongan C3 yaitu pada gedung parkir dengan kapasitas lebih kecil atau sama dengan 250 petak parkir dan lebih besar dari 150 petak parkir;

d.

Golongan C4, yaitu pada gedung parkir dengan kapasitas lebih kecil dari atau sama dengan 150 petak parkir. (2) Penggalangan tempat parkir di pelataran parkir terdiri dari :

a.

Golongan D1, yaitu pada pelataran parkir dengan kapasitas lebih besar dari 100 petak parkir;

b.

Golongan D2, pada pelataran parkir dengan kapasitas lebih kecil atau sama dengan 100 petak parkir.

Pasal 16

(1) Penggalangan tempat parkir di Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan 15 Peraturan Daerah ini, ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(2) Penetapan golongan tempat parkir tepi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah ini, dievaluasi selambat-lambatnya satu kali dalam satu tahun.

(3) Penetapan golongan tempat parkir di luar badan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah ini, dievaluasi selambat-lambatnya satu kali dalam 2 (dua) tahun.

BAB IX

MARKA DAN SARANA PARKIR Pasal 17

(1) Pada setiap tempat parkir dibuat marka parkir.

(2) Marka parkir pada tempat parkir tepi jalan dan lingkungan parkir dibuat serong atau paralel. (3) Marka parkir pada gedung parkir dan pelataran parkir dibuat serong atau tegak lurus.

Pasal 18

(1) Sarana Parkir pada gedung, parkir, pelataran parkir dan lingkungan parkir terdiri :

a.

rambu lalu lintas orang menunjukkan tempat parkir;

(7)

b.

pintu masuk dan pintu keluar parkir;

c.

jalur tunggu;

d.

rambu yang menunjukan jalan masuk dan jalan keluar parkir;

e.

gardu pada pintu masuk dan pintu keluar parkir;

f.

rambu yang menerangkan golongan tempat parkir dan tarif biaya parkir atau tarif retribusi parkir untuk lingkungan parkir;

g.

tanda isyarat yang menerangkan petak parkir penuh atau tidak penuh;

h.

mesin parkir;

i.

tanda masuk parkir;

j.

tanda biaya parkir;

k.

tanda retribusi parkir untuk lingkungan parkir;

l.

lain-lain yang dipandang perlu sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. (2) Sarana Parkir tepi jalan terdiri dari :

a.

rambu lalu lintas yang menunjukkan tempat parkir dan atau dengan tambahan rambu yang menerangkan batasan waktu dan batasan lainnya;

b.

rambu yang menerangkan golongan tempat parkir dan tarif retribusi parkir;

c.

mesin parkir sesuai kebutuhan;

d.

tanda retribusi parkir.

(3) Standar sarana parkir ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. Pasal 19

(1) Marka parkir dan rambu lalu lintas pada tempat parkir tepi jalan dan lingkungan parkir, disediakan oleh Pemerintah Daerah dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

(2) Sarana parkir pada tempat parkir tepi jalan dan lingkungan parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Peraturan Daerah ini, disediakan oleh pemerintah Daerah.

(3) Marka parkir pada gedung parkir dan pelataran parkir, disediakan oleh pemilik gedung parkir dan atau pelataran parkir serta dilaksanakan bersama Badan.

(4) Sarana parkir pada gedung parkir dan pelataran parkir disediakan bersama Pemerintah Daerah dan dilaksanakan oleh Badan bersama pemilik gedung parkir atau pelataran parkir.

(5) Badan dapat melaksanakan kerja sama dengan badan usaha swasta dan badan lainnya dalam menyediakan dan melaksanakan pengoperasian sarana parkir dengan prinsip saling menguntungkan dengan persetujuan Gubernur Kepala Daerah.

BAB X

RETRIBUSI DAN BIAYA PARKIR Pasal 20

Atas pemakaian tempat parkir tetapi jalan lingkungan parkir, gedung parkir dan pelataran parkir milik Pemerintah Daerah dikenakan retribusi parkir sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 21

Retribusi parkir dipungut oleh Badan dan disetorkan langsung kepada Pemerintah Daerah melalui Kas Daerah sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(8)

(1) Tanda retribusi parkir ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(2) Gubernur Kepala Daerah menetapkan tempat-tempat untuk memperoleh tanda retribusi parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini.

Pasal 23

(1) Pemakaian atas tempat parkir pada gedung parkir dan pelataran parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Daerah ini yang bukan milik Pemerintah Daerah, adalah obyek yang dapat dikenakan biaya parkir.

(2) Subyek biaya parkir adalah pemakai tempat parkir pada gedung parkir dan pelataran parkir sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini sebagai wajib biaya parkir.

(3) Pengenaan biaya parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas yang berlaku.

(4) Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif biaya parkir, didasarkan pada fungsinya sebagai alat pembinaan meliputi pengaturan, pengawasan, dan pengendalian pelayanan perparkiran sebagai bagian dari pelayanan masyarakat di bidang lalu lintas, dan untuk mengganti biaya penatausahaan biaya penyediaan sarana parkir, serta biaya pemeliharaan/perawatan sarana parkir.

Pasal 24

Tarif biaya parkir pada tempat parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) Peraturan Daerah ini dikenakan tarif progressif.

Pasal 25

(1) Tarif biaya parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Daerah ini, ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan, dan memperhatikan faktor kelayakan pengembalian investasi gedung parkir murni, serta tingkat kualitas, pelayanan.

(2) Tarif biaya parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditinjau selambat-lambatnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun.

Pasal 26

Biaya parkir dipungut oleh Badan bersama pemilik tempat parkir atau yang dikuasakan olehnya, dalam suatu kerja sama sepagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Daerah ini, pada tempat-tempat parkir bukan milik Pemerintah Daerah.

Pasal 27 Tanda biaya parkir ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 28

(1) Tarif biaya parkir setiap golongan tempat parkir pada kawasan pengendalian parkir ditetapkan setingginya-tingginya 150 % dari tarif yang ditetapkan atas setiap golongan tempat parkir pada bukan kawasan pengendalian parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Daerah ini.

(2) Hasil penerimaan bruto biaya parkir atas tempat parkir milik Badan Usaha swasta atau badan lainnya dibagi setiap bulan berdasarkan ketentuan sebagai berikut :

a.

pada gedung parkir murni, badan usaha swasta atau badan lainnya menerima 90 % dan Pemerintah Daerah menerima 10 %;

b.

pada gedung parkir pendukung, badan usaha swasta atau badan lainnya .menerima 70% dan Pemerintah Daerah menerima 30%;

(9)

c.

pada pelataran parkir badan usaha swasta atau badan lainnya menerima 65 % dan Pemerintah Daerah menerima 35 %;

(3) Penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, disetorkan langsung kepada Pemerintah Daerah melalui Kas Daerah oleh Badan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 29

Gubernur Kepala Daerah dapat menentukan lain atas prosentasi pembagian penerimaan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Peraturan Daerah ini dengan persetujuan Dewan.

BAB XI LARANGAN

Pasal 30

(1) Dilarang dengan cara, dan bentuk apapun membangun gedung parkir atau pelataran parkir, melakukan usaha penyelenggaraan perparkiran, melakukan perubahan terhadap rambu, marka parkir, mesin parkir, tanda masuk parkir, tanda biaya parkir, tanda retribusi parkir, tarif biaya parkir, dan tarif retribusi parkir tanpa memperoleh izin dari Gubernur Kepala Daerah.

(2) Dilarang dengan cara dan bentuk apapun menyelenggarakan perparkiran tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Daerah ini.

(3) Dilarang melanggar Ketentuan yang tercantum dalam izin penyelenggaraan parkir. (4) Setiap kendaraan dilarang parkir dengan melanggar ketentuan marka dan rambu lalu lintas.

(5) Dilarang melakukan pembayaran biaya parkir atau retribusi parkir tanpa tanda biaya parkir atau tanda retribusi parkir. (6) Dilarang dengan cara dan bentuk apapun memborongkan tempat parkir tepi jalan.

(7) Dilarang memindahkan izin penyelenggara parkir tanpa persetujuan Gubernur Kepala Daerah. BAB XII

PENGECUALIAN Pasal 31

Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur Kepala Daerah dapat memberikan pengecualian dalam pelaksanaan Peraturan Daerah ini berupa pembebasan, sebahagian atau seluruhnya terhadap pungutan/retribusi atas tempat parkir dan atas pemakaian tempat parkir pada :

a.

rumah ibadah;

b.

kantor Pemerintahan;

c.

bangunansosial;

d.

bangunan pendidikan;

e.

lokasi suatu kegiatan tertentu.

BAB XIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

(1) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(10)

(2) Barang siapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian, termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, serta perbuatan tersebut dilakukan di lokasi tempat parkir, diancam dengan pidana sesuai ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(3) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 pasal ini, pemakai tempat parkir yang tidak dapat menunjukkan tanda biaya parkir atau tanda retribusi parkir, dikenakan denda sebesar 5 (lima) kali biaya parkir berdasarkan pemakaian parkir setelah menunjukkan bukti yang sah tentang kendaraannya.

(4) Selain sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, terhadap pelanggaran dimaksud dapat dikenakan biaya paksaan penegakan hukum seluruhnya, atau sebagian kepada pelanggar.

(5) Gubernur Kepala Daerah menetapkan pelaksanaan dari besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini. BAB XIV

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 33

Selain dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, terhadap pelanggaran atas larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), (5), dan (7) dapat di kenakan pula sanksi administrasi berupa pencabutan izin penyelenggaraan perparkiran.

BAB XV

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 34

(1) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan parkir untuk umum dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah. (2) Bentuk pembinaan, tata,cara pengawasan dan pengendalian ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(3) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini secara teknis operasional ditugaskan kepada Badan dan terkoordinasi dengan instansi terkait.

BAB XVI PENYIDIKAN

Pasal 35

(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan perparkiran, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, berwenang :

a.

melakukan pemeriksaan peristiwa atas kebenaran laporan atau keterangan, berkenan dengan tindak pidana di lokasi tempat perparkiran (tempat kejadian perkara);

b.

melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap orang yang diduga melakukan perbuatan tindak pidana, dalam upaya menetapkan langkah-langkah penyidikan lanjutan;

c.

melakukan penggeledahan, penyitaan alat bukti yang; berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi, dalam upaya terselenggaranya pembuktian kebenaran peristiwanya;

d.

meminta keterangan dan bahan bukti dari saksi sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di lokasi perparkiran. (3) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya Penyidikan dan hasil penyidikannya diserahkan kepada Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.

(4) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana, dimaksud pada ayat (1), menyampaikan hasil Penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.

(11)

BAB XVII KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 36

(1) Pengelola dan penyelenggara perparkiran, wajib memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pemakai tempat parkir, dan menjaga ketertiban, keamanan, kelancaran lalu lintas serta kelestarian lingkungan.

(2) Atas hilangnya kendaraan dan atau barang-barang yang berada di dalam kendaraan atau rusaknya kendaraan selama berada di petak parkir, merupakan tanggung jawab pemakai tempat parkir.

(3) Penyelenggara perparkiran dapat melakukan kerja sama dengan lembaga asuransi atas resiko kehilangan dan kerusakan kendaraan akibat kebakaran, dengan besarnya premi asuransi yang disetujui oleh Gubernur Kepala Daerah.

BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini, maka peraturan pelaksanaan yang ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB XIX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Hal-hal yang merupakan pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. Pasal 39

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1979 tentang Perparkiran Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1937. tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1979 tentang Perparkiran Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta semua peraturan/ketetapan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 40 (1) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(2) Agar setiap orang dapat mengetahuinya: memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 1999

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

SUTIYOSO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 24 September 1999

SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

(12)

H. FAUZI BOWO NIP 470044314

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1999

TENTANG PERPARKIRAN I. PENJELASAN UMUM

Kota Jakarta telah berkembang pesat sebagai kota jasa, yang warga kotanya menuntut jasa pelayanan umum, di antaranya jasa pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan, sebagai bagian dari jasa pelayanan transportasi kota.

Masalah pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang menonjol di Ibukota Jakarta adalah, masalah kemacetan lalu lintas dan terbatasinya pelayanan jasa angkutan umum massal.

Dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, yang meliputi, antara lain fasilitas parkir, rambu-rambu, marka jalan, dan lain sebagainya maka untuk melaksanakan peraturan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan peraturan tentang jasa pelayanan perparkiran sebagai sub sistem lalu lintas dan angkutan jalan.

Fasilitas parkir yang ada sekarang ini dapat berupa parkir tepi jalan, marka parkir, pelataran parkir, dan gedung parkir. Dalam penyediaan tempat parkir tepi jalan pada lokasi jalan tertentu baik di badan jalan maupun dengan menggunakan sebagian dari perkerjaan jalan, mengakibatkan terhambatnya arus lalu lintas dan penggunaan jalan menjadi tidak efektif, sehingga untuk mengurangi terhambatnya lalu lintas pada kawasan tertentu, perlu disediakan pelataran parkir dan gedung parkir murni yang diusahakan sebagai suatu kegiatan usaha yang berdiri sendiri dan khusus usaha jasa parkir dengan memungut pembayaran Fasilitas parkir berupa pelataran dan gedung parkir pendukung yang tidak terpisahkan dari sistem bangunan utamanya sesungguhnya merupakan bagian dari pelayanan atas kegiatan pokoknya seperti hotel, perkantoran, mall, pertokoan dan sebagainya sehingga tidak perlu memungut pembayaran kecuali Pemerintah Daerah memberikan perizinan yang merupakan alat pembinaan pelayanan perparkiran sebagai sub sistem lalu lintas dan angkutan jalan. Selain memberikan jasa pelayanan perparkiran dan dapat berfungsi sebagai salah satu alat untuk mengendalikan pembatasan lalu lintas di suatu kawasan, kegiatan parkir memiliki peranan yang sanga penting dalam sektor transportasi di Daerah, sehingga penyelenggaraan dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pembinaan di bidang parkir yang meliputi aspek-aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan harus ditujukan untuk lebih mengefisienkan prasarana parkir, sehingga apabila ditinjau dari aspek ekonomi tidak memberatkan masyarakat sebagai pengguna jasa perparkiran, serta agar lebih efektif dalam penggunaannya, baik ditinjau dari dampak lalu lintas maupun lingkungan sosialnya.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.

(13)

Huruf f

Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu, baik yang dinyatakan dengan rambu ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikan dan atau menurunkan orang dan atau barang. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i

Jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, termasuk jalan yang berada di dalam kawasan pengembang swasta, sekalipun belum diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

Huruf j Cukup jelas. Huruf k

Gedung parkir murni merupakan fasilitas parkir untuk umum yang berdiri sendiri dan khusus didirikan untuk Usaha Jasa Perpakiran yang dikelola dengan memungut bayaran.

Huruf 1

Gedung parkir pendukung merupakan fasilitas parkir sebagai penunjang dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pokok dari gedung hotel, perkantoran, mall, pertokoan, dan lain sebagainya. Penggunaan fasilitas parkir ini hanya dapat dipungut bayaran dengan izin dari Gubernur Kepala Daerah.

Huruf m

Pelataran parkir murni merupakan fasilitas parkir untuk umum yang berupa taman parkir yang berdiri sendiri dan dikelola dengan memungut bayaran.

Huruf n Cukup jelas Huruf o

Petak parkir adalah satuan ruang parkir yang merupakan ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan (mobil penumpang bus/truk atau sepeda motor) termasuk ruang bebas dan lebar bukaan pintu.

Huruf p Cukup jelas. Huruf q

Rambu-rambu merupakan bagian dari kelengkapan jalan, berupa lambang huruf, angka kalimat dan atau perpaduan di antaranya sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pemakai jalan.

Penerapan rambu-rambu lalu lintas harus menjamin kepastian hukum bagi pengguna jalan, lokasi penempatan rambu-rambu tersebut merupakan hasil manajemen dan rekayasa lalu lintas.

Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas. Huruf t Cukup jelas. Hurus u Cukup jelas.

(14)

Huruf v Cukup jelas. Huruf w Cukup jelas. Huruf x Cukup jelas. Huruf y Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Badan yang ditunjuk untuk melaksanakan pengelolaan dan penyelenggaraan perparkiran dalam ayat ini adalah Badan Pengalola Perparkiran yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pengelolaan yang dimaksud dalam ayat ini adalah melaksanakan sebagian dari pemungutan retribusi parkir, pengadaan sarana pemungutan Retribusi dan penempatan tanda/papan petunjuk yang menetapkan tarif retribusi parkir di tepi jalan sesuai golongan tempat parkir.

Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1)

Badan lainnya yang dimaksud dalam pasal ini adalah badan di luar badan usaha swasta seperti Koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Organisasi yang sejenis lembaga.

Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dalam huruf b ayat ini adalah bagi yang memiliki areal parkir lebih dari 5 petak parkir atau luas area parkirnya lebih dari 125 meter persegi.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6)

Persyaratan dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini meliputi syarat-syarat prosedur, dan kewajiban badan usaha swasta atau badan lainnya untuk dapat memperoleh izin, penyelenggaraan parkir dari Gubernur Kepala Daerah, Pasal 4

Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

(15)

Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Yang dimaksud dengan tidak dikenakan kewajiban membangun apapun dalam pasal ini adalah dibebaskannya dari kewajiban membangun fasilitas tertentu yang tidak berhubungan langsung dengan fungsi gedung parkir murni, seperti membangun rumah susun sederhana.

Huruf d Cukup jelas. Ayat (3)

Penyesuaian Koefisien Lantai Bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini untuk mendukung upaya

peniadaan/pembatasan parkir tepi jalan di sekitar lokasi dan efisiensi biaya investasi gedung parkir murni dengan tetap memperhatikan aspek tata ruang.

Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas, Pasal 9

Gubernur Kepala Daerah dapat memberikan keringanan pengenaan retribusi yang berkaitan dengan pelaksanaan sarana pembangunan gedung parkir murni antara lain SP3L, SIPPT, IMB, IPB dengan jumlah keringanan sebanyak-banyaknya 75 % dari jumlah retribusi yang harus dibayar,

Pasal 10

Kapasitas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diarahkan agar jumlah petak parkir pada gedung parkir dan atau pelataran parkir pendukung, mendekati jumlah petak parkir yang dibutuhkan untuk mendukung gedung utama.

Pasal 11 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.

(16)

Huruf b

Pembatasan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ini, adalah waktu tertentu yang didasarkan pada tingkat kemacetan lalu lintas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13

Instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam pasal ini terdiri dari DLLAJ, DTK, dan Badan Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini adalah suatu kajian yang menilai perubahan kondisi lalu lintas di suatu kawasan karena perubahan tata ruang yang terjadi dan perubahan kegiatan di kawasan tersebut. Parameter kondisi lalu lintas yang diukur meliputi kecepatan lalu lintas dan perbandingan antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan, di samping intensitas pemakaian tempat parkir.

Pasal 14 Ayat (1)

Tingkat kemacetan lalu lintas tinggi yaitu apabila tingkat pelayanan jalan dimaksud adalah E dan P. Tingkat kemacetan lalu lintas sedang yaitu apabila tingkat pelayanan jalan dimaksud adalah C dan D. Tingkat kemacetan lalu lintas rendah yaitu apabila tingkat pelayanan jalan dimaksud adalah A dan B. Penetapan tingkat pelayanan adalah :

Tingkat pelayanan A adalah rata-rata kecepatan lebih besar 85% dan kecepatan yang diizinkan dan atau dengan batas derajat kejenuhan 0 s.d. 0,19.

Tingkat pelayanan B adalah rata-rata antara 75% s.d. 85% dan kecepatan yang diizinkan dan atau dengan batas derajat kejenuhan 0,2 s.d. 0,44.

Tingkat pelayanan C adalah rata-rata antara 65% s.d. di bawah 75% dan kecepatan yang diizinkan dan atau dengan bataas derajat kejenuhan 0,45 s.d. 0,69.

Tingkat pelayanan D adalah rata-rata kecepatan antara 56% s.d. di bawah 65% dan kecepatan yang diizinkan dan atau dengan batas derajat kejenuhan 0,7 s.d. 0,88.

Tingkat pelayanan E adalah rata-rata kecepatan antara 45% s/d. di bawah 55% dan kecepatan yang diizinkan dan atau dengan batas derajat kejenuhan 0,85 s.d. 0,99.

Tingkat pelayanan F adalah rata-rata kecepatan di bawah 45% dan kecepatan yang diizinkan dan atau dengan batas derajat kejenuhan di atas 1. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1)

(17)

Yang dimaksud Marka parkir merupakan bagian dari marka jalan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Standar yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah segala uraian teknis dari setiap jenis sarana parkir yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini beserta pola pengoperasiannya.

Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)

Sarana parkir yang disediakan bersama Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal ini adalah biaya pengadaan dan pengoperasian sarana parkir yang merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah bersama dengan badan usaha swasta atau badan lainnya pemilik gedung parkir atau pelataran parkir pemegang izin penyelenggaraan perparkiran dengan memungut biaya parkir.

Tugas dan tanggung jawab dimaksud dilaksanakan secara proporsional berdasarkan penerimaan masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Peraturan Daerah ini.

Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22

Tanda retribusi parkir yang dimaksud dalam pasal ini apabila tidak menggunakan mesin parkir, maka tanda retribusi parkir ditetapkan berupa karcis yang harus diporporasi Dinas Pendapatan Daerah.

Pasal 23 Ayat (1)

Tempat parkir sebagaimana dimaksud dalam pasal ini yang belum menggunakan mesin parkir dikenakan tarif retribusi per sekali parkir.

Ayat (2) Cukup jelas.

(18)

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26

Pemungutan biaya parkir hanya dibenarkan apabila memiliki izin penyelenggaraan perparkiran dengan memungut biaya dari Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)

Untuk mendorong profesionalisme dan peningkatan kinerja Badan maka Gubernur Kepala Daerah memberikan uang perangsang khusus operasional kepada Badan sebesar 15 % dari penerimaan bruto Pemerintah Daerah.

Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas.

(19)

Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Penyelenggara perparkiran bukan berarti terlepas tanggung jawabnya, yaitu memelihara keamanan di seluruh lokasi tempat parkir yang diselenggarakannya, sebagai upaya pencegahan atas kehilangan dan kerusakan.

Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas.  

Referensi

Dokumen terkait

Pada bulan Mei 2017, kelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah kelompok bahan makanan sebesar 0,45 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan

Fungsi pengadaan merupakan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia dalam usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah SDM yang tepat, melalui proses pemanggilan, seleksi,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh kondisi financial distress, corporate governance dan

Gap berdasarkan persepsi pengguna mempunyai nilai skor Serqual yang paling besar diatas 1 (satu) berharga negatif adalah (memiliki ruang tunggu yang nyaman), (tempat

Pasal 10 ayat (1) menyatakan kompetensi guru sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi

Sehubungan dengan adanya kerja sama antara Briton English Education – Cambridge Assesment English dengan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III,

Diantara empat jenis belanja dalam struktur Belanja Daerah di Aceh, sampai dengan triwulan II 2018 persentase realisasi tertinggi berada pada Belanja Pegawai yaitu sebesar

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perpindahan tenaga dari suatu daerah ke daerah lain dipengaruhi sosiodemografi seperti umur, pendidikan, status kepegawaian, jabatan dan