• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Produksi Tapioka dan Sumber Limbah Cair Industri Tapioka 1. Proses Produksi Industri Tapioka

Dalam budidaya singkong yang diambil adalah umbinya, sebagai bahan pangan umbi ini kaya akan karbohidrat tetapi miskin akan protein namun hal ini bisa dipenuhi dari daun singkong yang juga merupakan sumber protein cukup tinggi. Beberapa jenis singkong memiliki umbi yang beracun karena mengandung asam sianida. Singkong merupakan salah satu sumber tapioka (pati). Tapioka merupakan senyawa karbohidrat yang komplek. Sebelum difermentasi pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana.6

Industri tapioka merupakan suatu industri yang kegiatannya mengolah singkong sebagai bahan dasar menjadi tepung tapioka sebagai produknya. Tepung tapioka berasal dari butiran halus yang terdapat di dalam sel umbi singkong.6 Melalui proses pemisahan komponen sel pati dengan komponen lain maka diperoleh tepung tapioka. Urutan dari proses produksi pembuatan tepung tapioka adalah sebagai berikut20 :

a. Pengupasan dan pencucian

Sebelum diolah singkong terlebih dulu dikupas kulitnya. Pengupasan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lendir di bawah kulit. Pencucian dilakukan di dalam bak permanen.

b. Pemarutan

Setelah pencucian singkong dimasukkan dalam mesin pemarut dan singkong diparut hingga menyerupai bubur. Mesin parut dicuci secara terus menerus dengan maksud aliran air bubur tapioka mengalir dari bak penampung ke bak pengaduk. Dari bak pengaduk, bubur singkong dimasukkan ke sebuah alat yang terbuat dari anyaman kawat halus sebagai penyaring.

(2)

c. Pemerasan dan penyaringan

Pemerasan dan penyaringan dilakukan dengan mesin penyaring. Alat penyaring tersebut terbuat dari anyaman kawat halus dan lapisan tembaga tipis yang berlubang kecil. Bubur singkong dimasukkan ke dalam alat dan pemberian air dilakukan terus menerus. Air dari penyaringan disaring dengan kain tipis yang dibawahnya disediakan wadah untuk menampung aliran bubur singkong. Di atas saringan ampas tertahan dan air yang mengandung tapioka ditampung dalam bak pengendap.

d. Pengendapan

Proses pengendapan dimaksudkan untuk memisahkan tapioka murni dari bagian lain seperti ampas dan unsur – unsur lainnya. Pada proses pengendapan ini akan terdapat butiran tapioka termasuk protein, lemak dan kandungan lainnya.

e. Pengeringan

Pengeringan berujuan untuk menguapkan kandungan air sehingga diperoleh tepung tapioka yang kering. Endapan tapioka yang berbentuk semi cair mengandung air sebanyak 40%. Gumpalan tapioka yang keluar dari pengeringan langsung dihancurkan untuk memperoleh tepung tapioka yang diinginkan. Hasil dari proses penghancuran tersebut masih berupa tepung kasar. Untuk mendapatkan tepung tapioka yang halus maka perlu dilakukan penyaringan ulang atau diayak.

B. Sumber Limbah Cair Industri Tapioka 1. Jenis Limbah Industri Tapioka

Industri tapioka menghasilkan limbah cair dari proses pencucian dan pengendapan yang mengandung bahan organik yang berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila tidak diolah.

Limbah cair industri tapioka tradisional mencapai 14 - 18 m3 per ton ubi kayu. Dengan teknologi yang lebih baik jumlah limbah cair dapat direproduksi menjadi 8 m3 /ton ubi kayu. Limbah cair industri tapioka mengandung padatan tersuspensi 1.000 - 10.000 mg/L dan bahan organik 1.500 - 5.300 mg/L.21

(3)

2. Karakteristik Limbah Industri Tapioka20 a. Kandungan HCN Dalam Limbah Cair Tapioka

Sianida (CN-) merupakan salah satu bahan pencemar anorganik yang paling penting. Dalam air sianida terdapat sebagai HCN, suatu asam lemah dengan pKa = 6 x 10 -10. Ion sianida mempunyai afinitas kuat terhadap banyak ion logam, misalnya membentuk ferrosianida yang relatif kurang beracun, dan merupakan gas yang mudah menguap dan beracun.

b. Alkalinitas Dalam Limbah Cair Tapioka

Kapasitas air untuk menerima protein disebut alkalinitas. Alkalinitas diperlukan untuk mengetahui jumlah bahan kimia yang harus ditambahkan dalam pengolahan air limbah. Air yang sangat alkali atau bersifat basa sering mempunyai pH tinggi dan umumnya mengandung padatan terlarut yang tinggi.

c. Aciditas Dalam Limbah Cair Tapioka

Pada sistem perairan alami aciditas adalah kapasitas air yang menetralkan OH-. Penyebab dari aciditas umumnya adalah asam – asam lemah seperti protein dan ion – ion logam yang bersifat asam. Pada pengolahan air limbah, terutama limbah industri penentuan aciditas menjadi penting untuk memperhitungkan jumlah zat – zat yang harus ditambahkan dalam proses pembiakan air limbah.

d. Bakteri E. Coli Dalam Limbah Cair Tapioka

Bakteri E. Coli merupakan organisme yang biasa hidup dalam pencernaan manusia atau hewan yang berdarah panas. Bakteri E. Coli dipakai sebagai indikator organisme karena mudah ditemukan dengan cara yang sederhana, tidak berbahaya, sulit hidup lebih lama daripada pathogen yang lainnya.

3. Sumber Limbah Industri Tapioka

Sumber limbah cair tapioka berasal dari proses pembuatan tapioka yang menggunakan air untuk memisahkan pati dari serat. Tapioka yang terlarut dalam air dibuang ke badan air sehingga menimbulkan endapan. Limbah cair akan mengalami dekomposisi secara alami di badan – badan perairan dan menimbulkan bau tidak sedap. Bau tersebut dihasilkan dari proses penguraian senyawa yang mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein.21

(4)

C. Senyawa Kitin

Kulit udang memiliki kandungan senyawa kimia protein, kalsium karbonat, dan kitin. Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung. Komposisi kandungan bahan kimia pada kulit udang bergantung pada jenis udang dan tempat hidupnya. Komposisi kandungan bahan kimia pada kulit udang dapat dilihat dalam tabel berikut ini17 :

Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Bahan Kimia Pada Kulit Udang

Bahan kimia yang terkandung Komposisi kulit udang (dalam % )

Protein 25 %

Kasium Karbonat (CaCO3) 50 % Kitin (C18H26N2O10) 25.00%

Kandungan kitin dalam kulit udang lebih sedikit dari kulit kepiting yaitu hanya sekitar 25 %, tetapi kulit udang lebih mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah. Kitin biasanya berkonjugasi dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi - cumi.3 Adanya kitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Kitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam sulfat berubah warna menjadi violet. Perubahan warna dari coklat hingga menjadi violet menunjukkan reaksi positif adanya kitin.27

Gambar 2.1 Serbuk Kitin

(5)

sangat mudah, karena tidak membutuhkan alat - alat yang spesifik, tetapi dapat dilakukan dengan alat seadanya.3

Secara garis besar tahapan – tahapan proses pembuatan kitin yaitu3 : 1. Demineralisasi

Limbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering, kemudian dicuci dalam air panas dua kali lalu direbus selama 10 menit. Tiriskan dan keringkan. Bahan yang sudah kering lalu digiling sampai menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh. Pada tahap ini Crude chitin dimasukkan ke dalam gelas beker. Ditambahkan larutan HCl 1 N dengan perbandingan 10:1 untuk pelarut dibandingkan dengan kulit udang, lalu diaduk merata hingga sekitar 1 jam. Setelah itu crude chitin disaring dan ditiriskan. Biarkan sebentar, kemudian panaskan pada suhu 50º selama 1 jam. Crude chitin dicuci dengan aquadest hingga pH air hasil cucian mencapai pH netral. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 80°C selama 24 jam atau dijemur sampai kering.

2.Deproteinasi

Limbah udang yang telah dimineralisasi dicampur dengan larutan sodium hidroksida 3,5% (NaOH 3,5 %) dengan perbandingan antara pelarut dengan cangkang udang 6:1. aduk sampai merata sekitar 1 jam. Selanjutnya biarkan sebentar, lalu dipanaskan pada suhu 90º C selama satu jam. Larutan lalu disaring dan didinginkan sehingga diperoleh Crude Chittin yang kemudian dicuci dengan aquadest sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80º C selama 24 jam atau dijemur sampai kekurangan.

3.Depigmentasi

Crude chitin hasil dari demineralisasi direndam dalam NaOH 50% dengan perbandingan 20:1 (pelarut dibandingkan dengan kitin), aduk selama 1 jam lalu diamkan sekitar 30 menit. Setelah itu, proses deasetilasi dengan cara dipanaskan selama 90 menit dengan suhu 140º C. Larutan kemudian disaring untuk mendapatkan residu berupa padatan, lalu dilakukan pencucian dengan air sampai pH netral, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 70 º C selam 24 jam atau dijemur hingga kering.

(6)

Setiap tahapnya mempengaruhi perolehan rendemen kitin. Sehingga optimalisasi sangat dibutuhkan pada tiap tahap untuk memperoleh rendemen yang besar. Dan sebaiknya tiap tahap crude kitin ditimbang untuk mengetahui prosentase rendemen pertahap.

Kitin adalah salah satu dari polisakarida di dalam unit dasar suatu gula amino. Polisakarida ini adalah suatu struktural unsur yang memberikan kekuatan mekanik organisme. Kitin merupakan zat padat yang tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam – asam mineral yang pekat. Dalam struktur, kitin terdiri dari sebuah rantai panjang dari N acetylglukosamine. Rumus empirisnya adalah C18H26N2O10 dan berisi campuran murni 6,9 % Nitrogen. Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua pada kitin diganti oleh gugus asetamida (NHCOCH2) sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetylglukosamine. Kitin tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolit. Selain itu, kitin dapat berinteraksi dengan zat – zat organik lain seperti protein.11

D. Asam Sianida (HCN)

Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.5 Bentuk - bentuk sianida bisa berupa :

1. Inorganic cyanide : Hidrogen sianida (HCN)

2. Cyanide salts (garam sianida) : Potasium sianida (KCN), sodium sianida(NaCN), calcium sianida (Ca(CN)2

3. Metal cyanide (logam sianida) : potasium silver cyanide (C2AgN2K), gold(I) cyanide (AuCN), mercury cyanide (Hg(CN)2), zinc cyanide (Zn(CN)2, lead cyanide (Pb(CN)2

(7)

5. Cyanogens halides : Cyanogen klorida (CClN), cyanogen bromide (CBrN) 6. Cyanogens : Cyanogen (CN)2

7. Aliphatic nitriles : Acetonitrile (C2H3N), acrylonitrile (C3H3N), butyronitrile (C4H7N), propionitrile (C3H5N)

8. Cyanogens glycosides : Amygdalin (C20H27NO11), linamarin (C10H17NO6)

Sianida bisa berupa gas berwarna seperti hydrogen cyanide (HCN) atau cyanogen chloride (CNCl), dapat juga berbentuk kristal seperti sodium cyanide (NaCN) or potassium cyanide (KCN). Kadang - kadang sianida berbau seperti “bitter almond”, tapi sianida tidak selalu berbau, dan tidak semua orang yang bisa mendeteksi bau sianida.5

Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida pada suhu di bawah 780 F berbentuk cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat. Pada suhu yang lebih tinggi berbentuk gas yang tidak berwarna. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.

Cairan HCN memiliki titik didih 25,6°C dan memiliki tetapan dielektrik yang sangat tinggi (107 pada 25°) sehubungan dengan penggabungan molekul molekul polar (seperti H2O) oleh ikatan hidrogen dan cairan HCN tidak stabil dan dapat terpolimerisasi dengan hebat tanpa adanya stabilisator. Asam bebas HCN mudah menguap dan sangat berbahaya, sehingga semua eksperimen, dimana kemungkinan asam sianida akan dilepas atau dipanaskan, harus dilakukan didalam lemari asam.5

Tingkat toksisitas dari sianida bermacam - macam. Dosis letal dari sianida adalah:

(8)

2.Sianogen klorida sekitar 11,000 mg/m3 3. Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg

4. Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg. 5. Perkiraan dalam bentuk oral 1,52mg/kg

6. Ada juga yang melaporkan kematian bisa terjadi pada dosis 200 - 300 ppm. Dosis 110 - 135 ppm bisa mengakibatkan kefatalan setelah terpapar 30 - 60 menit, sedangkan pada konsentrasi 45 - 54 ppm sianida masih bisa ditoleransi oleh tubuh. Asam sianida cepat terserap oleh alat pencernaan dan masuk ke dalam aliran darah lalu bergabung dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Keadaan ini menyebabkan oksigen tidak dapat diedarkan dalam sistem badan. Sehingga dapat menyebabkan sakit atau kematian dengan dosis mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan.5

E. Pemanfaatan Senyawa Kitin Untuk Menurunkan HCN Dalam Limbah Tapioka

Sianida merupakan suatu senyawa beracun yang tidak mudah larut dalam air dan mudah menguap. Limbah yang mengandung sianida mengakibatkan bakteri – bakteri pengurai tidak dapat hidup dan meguraikan kandungan limbah. Hal ini dikarenakan sianida atau HCN merupakan asam non oksi yang tidak mengandung oksigen. Sehingga bakteri – bakteri pengurai tidak dapat hidup dikarenakan tidak tersedianya oksigen.11

HCN H + + CN ¯

Senyawa kitin merupakan salah satu zat yang bersifat basa yang dapat dimanfaatkan sebagai penetralisir asam sianida dalam limbah cair tapioka. Senyawa kitin merupakan suatu biopolimer (poli-N Asetil Glukosamin). Deasetilasi kitin akan menghasilkan senyawa yang lebih potensial, yaitu kitosan atau poli [β-(1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa] atau D glukosamina, dengan derajat deasetilasi tertentu. Kitin banyak sekali pemanfaatannya, seperti pada bidang farmasi, kesehatan, pertanian dan industri. Kitin juga dapat digunakan

(9)

sebagai koagulan dan flokulan dalam pengolahan air.2

Kitin yang memiliki gugus amina yaitu adanya unsur N bersifat sangat reaktif dan bersifat basa. Prinsip netralisasi kitin adalah menukar ion dimana garam amina yang terbentuk karena reaksi amina dengan asam akan mempertukarkan proton yang dimiliki logam pencemar dengan elektron yang dimiliki oleh nitrogen (N). Kitin merupakan salah satu contoh dari polielektrolit. Polielektrolit merupakan bagian dari polimer khusus yang dapat terionisasi dan mempunyai kemampuan untuk membuat terjadinya suatu flokulasi dalam medium cair.22

(10)

F. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, dapat dibuat kerangka teori seperti tersaji pada gambar 2.3 berikut ini :

Limbah cair tapioka

Karakteristik kimia Pengolahan kimia Netralisasi dengan senyawa kitin Proses produksi industri tapioka Karakteristik biologi Karakteristik fisik Kandungan HCN

Melebihi nilai baku mutu limbah cair tapioka

Kandungan HCN memenuhi baku mutu limbah cair

tapioka Penurunan kadar HCN

hingga memenuhi baku mutu limbh cair tapioka

(11)

G. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, dapat dibuat kerangka konsep sebagai berikut :

Limbah cair tapioka Analisis pH, suhu dan

kadar HCN Variabel bebas : ekstrak senyawa kitin (0,5 g; 1,0 g; 1,5 g; 2,0 g) Variabel Pengganggu : - Lama reaksi # - Kecepatan pengadukan # - Volume Air Limbah #

Variabel terikat : Analisis pH, suhu dan

Kadar HCN Proses netralisasi

Limbah cair tapioka Dengan senyawa kitin

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Keterangan :

* = diukur # = dikendalikan H. Hipotesis

Ada perubahan kadar HCN pada limbah cair tapioka sebelum netralisasi dengan senyawa kitin dan sesudah netralisasi dengan senyawa kitin.

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Bahan Kimia Pada Kulit Udang
Gambar 2.3 Kerangka teori
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Keterangan :

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian adalah sebagai berikut ini : beban maksimal yang dapat diterima oleh kolom profil C, variasi jarak perkuatan transversal

Di dalam perpustakaan online ini juga terdapat pencarian buku yang dapat memudahkan bagi user yang ingin mencari informasi dari suatu buku karena tidak perlu mencari

LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PROGNOSIS 6 (ENAM) BULAN BERIKUTNYA PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN. Semester Pertama Semester Pertama

3.1.2 Simpan dokumen dalam bentuk kertas di lemari dokumen 3.1.3 Kelompokkan setiap dokumen berdasarkan kegiatannya 3.1.4 Untuk dokumen dalam waktu 5 tahun. 3.2

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Menurut Ahmad (2008) menyatakan bahwa ”keefektifan organisasi dapat ditingkatkan dengan penciptaan suatu kultur dan iklim kerja yang di satu pihak membantu pencapaian tujuan

Patent juga mempertahan kualitas produk yang ditawarkan kepada konsumen agar tidak mengecewakan konsumen dalam memakai jasa di Patent Ikasatya Tour & Travel ini.. Sejauh