• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I LATAR BELAKANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

LATAR BELAKANG

Seiring perkembangan zaman, pengguna bahasa Indonesia juga terus bertambah, bukan saja masyarakat Indonesia sendiri tetapi juga masyarakat dari negara-negara lainnya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari peran bangsa ini yang dinilai semakin penting di mata dunia karena kiprahnya yang cukup penting di mata dunia

Dalam uasaha mempelajari bahasa asing sekurang-kurangnya seseorang harus berusaha keras untuk menguasainya, yang di dalamnya termasuk penguasaan kebudayaan baru, cara berpikir baru, serta cara bertindak baru. Keterlibatan secara menyeluruh baik fisik, maupun intelaktual. Maupun emsional, sangat diperlukan agar berlangsung secara sepenuhnya di dalam mengungkapkan dan menerima pesan melalui media bahasa kedua Pembelajaran bahasa kedua bukanlah suatu kegiaan yang dapat terprogram dalam waktu yang singkat, terapi merupakan suatu proses yang terdiri dari sejumlah variabel-variabel yang tidak terbatas.

Pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua saat ini sangat diminati oleh warga asing. Tak jarang mereka datang ke Indonesia hanya untuk menguasai dan mempelajari bahasa Indonesia, selain untuk mengenal kebudayaan Indonesia. Maka, orang asing yang berniat mengetahui kebudayaan tersebut dituntut terlebih dahulu untuk menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional Negara Indonesia.

Dari fenomena inilah maka pemerolehan dan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (bahasa asing) bagi warga asing harus ditelaah. Maksudnya untuk mengetahui sejauh mana orang asing menguasai bahasa Indonesia melaui proses pembelajaran. Menurut Kepala Bidang Pengembangan, Pusat Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Drs Mustakim Mhum, dalam seminar Bahasa Indonesia Untuk Penutur Asing (BIPA) dan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) di Medan, akhir Oktober 2009 lalu, mengatakan, Bahasa Indonesia sangat berpotensi besar menjadi bahasa penghubung antarbangsa, seiring semakin tingginya minat warga asing untuk mempelajarinya.

Pemerolehan bahasa sering dikecohkan dengan istilah pembelajaran bahasa (Krashendalam Soenjono Darjowidjodjo, 2003:225). Pemerolehan bahasa (language

(2)

acquisition) adalah proses penguasaan bahasa ibu (native language) yang dilakukan oleh seorang individu secara natural, sedangkan pembelajaran bahasa (language learning) adalah proses penguasaan bahasa yang terjadi dalam tataran formal. Yakni belajar di kelas dan dijar oleh seorang guru..

Perbedaan keduanya kemudian juga dipertegas oleh Suwarna Priwanggawidagda (2002:12) yang menyatakan bahwa pemerolehan merupakan penguasaan bahasa secara informal/alamiah. Penguasaan itu diperoleh dengan cara menggunakan bahasa itu dalam komunikasai. Pemerolehan bahasa berkaitan dengan penguasaan bahasa. Secara praktis untuk berkomunikasi (use the language). Berbeda dengan pembelajaran bahasa, seseorang secara tidak sadar seorang individu menguasai kaidah-kaidah kebahasaan dalam setting yang informal.

(3)

BAB II KAJIAN TEORI

Teori pemerolehan bahasa, seperti halnya teori ilmiah lainnya, menampilkan berbagai hipotesis yang dijadikan dasar kajiannya. Beberapa diantaranya beraneka ragam hipotesis yang muncul dirumuskan secara utuh dan mendalam serta dikaji oleh Krashen (1982;1985). Lima hipotesis yang dikemukakan Krashen sangat berkaitan dengan pemerolehan bahasa kedua, meliputi,

1. Hipotesis pemerolehan dan belajar bahasa (the acquisition and learning hypothesis);

2. Hipotesis urutan alamiah (the natural order hypothesis);

3. Hipotesis monitor (the monitor hypothesis);

4. Hipotesis masukan (the input hypothesis); dan

5. Hipotesis filter afektif (the affective filter hypothesis).

2.1 Pemerolehan Bahasa Kedua

Pemerolehan bahasa kedua sangat erat hubungannya dengan pemerolehan bahasa pertama. Namun ada perbedaan dalam pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua. Salah satu perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua adalah bahwa pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari perkembangan kognitif dan sosial tiap individu, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang individu telah selesai.

Dalam pemerolehan bahasa pertama, pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan. Sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalam pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehanbahasa kedua terdapat kesamaan dalam urutan, pemerolehan butir-butir tata bahasa, banyak variabel yang berbeda antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua.

(4)

Mula-mula semua proses dari tidak berbahasa (baik untuk B1 maupun B2) disebut pembelajaran bahasa (language learning). Banyak teori yang dikemukakan tentang bagaimana seorang bayi "belajar" bahasa pertamanya. Orang asing dewasa yang sudah belajar (B2), ketika hendak belajar bahasa Indonesia akan menjalani proses pembelajaran Bahasa Indonesia melalui pengajaran bahasa Indonesia di dalam setting Indonesia, walaupun ketika dia sudah menguasai Bahasa Indonesia kelak, sering juga dikatakan bahwa dia telah 'memperoleh' (acquire) Bahasa Indonesia.

Menurut Brown (2000:312), pemerolehan bahasa kedua merupakan bagian dari pembelajaran umum manusia yang melibatkan variasi-variasi kognitif, yang berkaitan dengan kepribadian seseorang, berkaitan erat dengan dengan pembelajaran budaya kedua, yang melibatkan tentang sisi ilmiah dan fungsi-fungsi komunikatif sebuah bahasa. Ditandai dengan tahap pembelajaran dan proses-proses pengembangan yang bersifat trial dan error.

Stephen Krashen (1984) menyatakan bahwa teori pemerolehan bahasa kedua adalah bagian dari linguistik teoritik karena sifatnya yang abstrak. Menurutnya, dalam pengajaran bahasa kedua, yang praktis adalah teori pemerolehan bahasa yang baik.

2.2. Pembelajaran Bahasa Kedua

Pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang (A more specialized definition migt read as follow: “learning is a retatively permanent change in a behavioral tendency an is the result of reinforced practice) (Kimble dan Garmezy dalam Brown, 1987:6). Brown (1987) memperinci karakteristik pembelajaran, antara lain:

1. Mendapatkan (secara disadari); 2. Retensi informasi atau keterampilan;

3. Retensi menggunakan system simpanan, memori,organisasi kognitif;

4. Mencakup keaktifan, berfokus pada kesadaran dan reaksi-reaksi terhadap peristiwa-peristiwa di dalam maupun di luar organisme;

5. Relatif permanen, tetapi pembelajar dapat lupa;

6. Mencakup beberapa bentuk praktis, mungkin penguatan secara praktis; 7. Mengubah perilaku.

(5)

Pembelajaran bahasa kedua merupakan suatu proses interaksi peserta didik dengan guru sebagai pendidik dan sumber belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Belajar bahasa merupakan suatu proses meningkatkan kompetensi kebahasaan dan kompetensi performansi komunikasi berdasarkan kompetensi (pengetahuan dan pengajaran) pembelajar. Dalam proses tersebut harus mengacu kepada kompetensi strategi produktif, kompetensi mekanisme psikofisik dan kompetensi pemilihan konteks.

Sistem pengajaran formal di sekolah tentu saja dalam konteks pembelajaran bahasa yang pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat keterpelajaran masukan bahasa hanya merupakan salah satu variabel. Variabel lain yang patut dilihat antara lain ialah variabel pajanan (exposure), usia si pembelajar, dan tingkat akulturasi (Krashen 1982:330).

Pembelajaran bahasa kedua melibatkan pemindahan kendali beberapa bentuk pada saat yang tepat ke dalam pemrosesan otomatis sejumlah bentuk bahasa yang relatif tidak terbatas. Menganalisis bahasa secara berlebihan, terlalu memikirkan bentuk-bentuk bahasa, dan secara sadar berlama-lama pada kaidah dan aturan-aturan bahasa cenderung menghambat peningkatan ke arah otomatisitas.

Pengajaran di kelas akan membantu masukan yang terpahami oleh pembelajar, karena tidak mungkin mendapatkan masukan di tempat lain dengan suasana dan situasi bahasa sasaran tidak dipakai di luar. Pembelajaran di dalam kelas mampu memasok pembelajaran sadar untuk kegunaan pemantauan yang optimal dan untuk membantu pembelajar sepenuhnya di lingkungan luar kelas untuk pemerolehan bahasa lebih lanjut.

(6)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Tujuan Belajar Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kedua Bagi Orang Asing

Mempelajari bahasa Indonesia (termasuk mempelajari bahasa lain sebagai bahasa asing) memiliki tujuan, yaitu tercapainya keterampilan berbahasa pada diri pembelajar. Pembelajar menjadi dapat berbahasa, dan dapat berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa tersebut.

Namun demikian, perlu dibedakan adanya dua jenis tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Jika seseorang mempelajari bahasa asing semata-mata untuk berkomunikasi keseharian dengan penutur bahasa itu, maka termasuk ke dalam tujuan umum. Tercapainya tujuan umum seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut BICS (Basic Interpersonal Communication Skills). Oleh karena itu, tekanan penguasaaan adalah bahasa sehari-hari, sehingga dapat digunakan sebagai kepentingan praktis, misalnya bagaimana si pembelajar menyapa, menawar, menolak, mengucapkan terima kasih, dsb.

Jika seseorang ingin mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diungkapkan dalam bahasa itu, maka tujuan itu termasuk tujuan khusus. Misalnya pembelajar ingin mengetahui kebudayaan suatu suku bangsa. Tercapainya tujuan seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut CALP (Cognitive Academic Language Proficiency).

3.2 Pemerolehan Bahasa Kedua Melalui Attitude

Krashen menyatakan bahwa pembelajaran bahasa kedua dewasa mempunyai dua cara untuk menyerap bahasa sasaran. Pertama adalah pemerolehan, sebuah proses bawah sadar dan intuitif dalam pengembangan sistem sebuah bahasa, tidak berbeda dengan proses seorang anak untuk ‘belajar begitu saja’ bahasa. Cara kedua adalah sebuah proses pembelajaran sadar di mana pembelajar memperhatikan bentuk, memehami aturan, dan secara umum mampu memahami akan proses mempelajarinya.. Oleh karena itu, orang dewasa harus memperoleh sebanyak mungkin kosakata agar bisa mencapai kecakapan dalam berkomunikasinya.

(7)

Menurut Krashen (1978:19), ada dua cara pemerolehan bahasa kedua (second language acquisition), yaitu attitude dan aptitude. Attitude adalah pemerolehan bahasa secara tidak disadari. Maksudnya pembelajar memperoleh dan memahami bahasa kedua dengan metode mendengarkan dan membaca. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi attitude, yaitu:

a. Encourage intake, dukungan dari diri sendiri untuk belajar bahasa kedua

b.Intregative motivation, motivasi untuk masuk dalam suatu kelompok yang menggunakan bahasa kedua secara komunikatif.

c. Instrumental motivation, motivasi untuk bisa mempraktekkan bahasa kedua tersebut sesuai dengan kebutuhan yang dipakainya.

Dari ketiga faktor yang mempengaruhi di atas,, faktor motivasi untuk agar dapat mempraktekkan bahasa kedua sangat memegang peranan penting. Karena kita ketahui, dalam kesuksesan pembelajaran bahasa, terutama bahasa kedua sangat bergantung pada sering tidaknya kita berlatih menggunakan bahasa tersebut.

3.3 Pemerolehan Bahasa Kedua Melalui Aptitude

Aptitude adalah pemerolehan bahasa kedua secara sadar. Jadi, untuk mempelajari bahasa kedua pembelajar harus memperhatikan bentuk, memahami aturan, dan secara umum memahami proses bahasa itu sendiri. Seseorang yang memperoleh bahasa kedua secara aptitude, ia akan lebih unggul dalam menghadapi berbagai tes kebahasaan dalam bentuk tertulis. Misalnya tes tata bahasa (structure test), menulis (writing test), membaca (reading test), atau bisa dalam bentuk proficiency test.

Menurut Carrol (1973:7), seseorang yang memperoleh bahasa kedua bisa diukur kemampuannya melaui MLAT (Modern Language Aptitude Test) dan LAB (Language Aptitude Baterry) yang meliputi tiga komponen apitude, yaitu:

a. Phoenetic coding ability, yaitu kemampuan untuk mengingat kata-kata baru dalam bahasa asing;

b. Grammatical sensitivity, yaitu kemampuan untuk menganalisa struktur kata dalam bahasa asing;

c. Inductive ability, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi suatu pola dan hubungannya dengan makna atau struktur kalimat.

(8)

Sedangkan menurut Pimsleur (1996:182), komponen aptitude ada tiga, yaitu:

a. Kemampuan verbal (verbal intelligence);

b. Motivasi dalam pembelajaran bahasa (motivation in learning language); c. Kemampuan untuk mendengarkan (auditiry ability).

Pada dasarnya komponen attitude menutut kedua ahli tersebut hampir sama yaitu dari komponen Carrol tentang grammatical sensitivity dan inductive ability serta salah satu komponen Pimsleur yaitu verbal intelligence itu berhubungan secara langsung dari pembelajaran sadar.

(9)

BAB IV SIMPULAN

Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama (language acquisition) di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa sadar, sedangkan pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing (second language learning) dilaksanakan dengan sadar (consciousness). Pada anak-anak, kesalahan berbahasa dikoreksi oleh lingkungannya secara tidak formal, sedangkan pada orang dewasa yang belajar bahasa kedua, kesalahan berbahasa diluruskan dengan cara berlatih ulang dan terus belajar.

Terdapat dua cara pemerolehan bahasa kedua (second language acquisition), yaitu attitude dan aptitude. Attitude adalah pemerolehan bahasa secara tidak disadari. Maksudnya pembelajar memperoleh dan memahami bahasa kedua dengan metode mendengarkan dan membaca. Aptitude adalah pemerolehan bahasa kedua secara sadar, Jadi untuk mempelajari bahasa kedua pembelajar harus memperhatikan bentuk, memahami aturan, dan secara umum memahami proses bahasa itu sendiri.

Oleh karena itu, pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua harus reseptif terhadap orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka dan terhadap bahasa itu sendiri. Responsif terhadap orang-orang sekitar, terhadap konteks komunikasi, dan bersedia serta mampu menempatkan nilai-nilai tertentu dalam aksi komunikatif timbal balik antar individu dan dalam penguasaan bahasa asing, pengalaman faktual memiliki peranan amat penting, terutama dalam perwujudan input dan pencapaian output.

(10)

PUSTAKA RUJUKAN

Brown, Gillian, Kirsten Malmakjaer, John Wiliiams. 1996. Performance and Competence in Second Language Acquisition. Cambridge: Cambridge University Press.

Brown, H.Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. New yersy: Prentice-Hall, Inc. (pearson education).

Ellis, R. 1986. Understanding Second Language Acquisation. Thrid edition .Oxford: University Press.

Krashen, Stephen. 2002. Second Language Acquisition and Second Language Learning. Oxford: Pergamon Press.

Pringgawidagda, Suwarna. 2001. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusantara.

Rombepajung. 1988. Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Asing. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenederal Pendidikan Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Langkah-langkah yang dilakukan didalam prosedur penelitian dimulai dengan mengidentifikasi masalah- masalah pengambilan data evaluasi kinerja dosen dengan kuisioner,

Jenis Barang /Nama Barang Kode Barang Nomor Register. Buku / Perpustakaan Barang Bercorak Kesenian

Akhirnya KPPU memproses perkara ini dengan dugaan awal terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 19 huruf a (menolak dan atau menghalangi pelaku usaha untuk melakukan kegiatan

Model konseling perkawinan berbasis komunitas ini melibatkan partisipasi aktif komunitas misalnya PKK maupun pengurus dan kader organisasi wanita lainnya yang berperan

Proyek akhir yang berjudul prototype hydroponic greenhouse’s smart controller berbasis Atmega328p dengan bluetooth mempunyai beberapa spesifikasi seperti bahan pembuatan

berdasarkan sistem pelelangan harga tertinggi yang ditawar oleh pedagang setempat.Data perkembangan harga ikan tongkol di PPN Pekalongan dan PPS Nizam Zachman Jakarta

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Penangkapan Ikan telah ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 298/2013 tentang

Sehingga, dari kriteria yang kami rumuskan berdasarkan penjelasan Abdullah al-Ghumari dalam kitabnya diatas, penulis dapat merumuskan sebuah definisi bahwa yang