• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT DALAM SUASANA ASAM PADA KONDISI ATMOSFERIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT DALAM SUASANA ASAM PADA KONDISI ATMOSFERIS"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Perjanjian No.: III/LPPM/2017-01/42-P

STUDI KINETIKA PROSES

LEACHING

NIKEL LATERIT DALAM

SUASANA ASAM PADA KONDISI ATMOSFERIS

Disusun Oleh:

Kevin Cleary Wanta, S.T., M.Eng.

Ratna Frida Susanti, Ph.D.

Robert Kurniawan Budi Santoso

Felisha Hapsari Tanujaya

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Katolik Parahyangan

(2)

2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 DAFTAR ISI ... 2 ABSTRAK ... 4 BAB 1. PENDAHULUAN... 5 1.1. Latar Belakang ... 5

1.2. Komoditi yang Diteliti ... 6

1.3. Identifikasi Masalah ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Hipotesis ... 7

1.6. Target Luaran ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Nikel Laterit ... 8

2.2. Proses Pengolahan Nikel Laterit ... 11

2.2.1. Proses Pengolahan Nikel Laterit dengan Proses Atmospheric Leaching .... 12

2.3. Proses Leaching Nikel Laterit dengan Menggunakan Asam ... 14

2.4. Mekanisme dan Model Matematis Proses Leaching Nikel Laterit ... 15

2.4.1. Model 1 : Model Shrinking Core ... 15

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Rancangan Penelitian ... 17

3.2. Bahan dan Alat ... 17

3.2.1. Bahan ... 17

3.2.2. Alat ... 17

3.3. Cara Kerja ... 18

3.3.1. Proses Leaching Nikel Laterit ... 18

3.3.2. Proses Analisis Sampel ... 19

3.4. Metode Analisa ... 19

3.4.1. Analisis Sampel Padat dan Sampel Cair ... 19

3.4.2. Analisis Data ... 19

(3)

3

BAB 4. JADWAL PELAKSANAAN ... 21

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN... 23

5.1. Karakteristik Nikel Laterit ... 23

5.2. Pengaruh Suhu terhadap Persentase Recovery Nikel ... 23

5.3. Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Persentase Recovery Nikel... 25

5.4. Evaluasi Model Shrinking Core ... 26

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 28

6.1. Kesimpulan ... 28

6.2. Saran ... 28

(4)

4 ABSTRAK

Studi kinetika proses leaching nikel laterit dalam suasana asam pada kondisi atmosferis dilakukan untuk mendapatkan informasi kinetika beserta parameter terkait yang dapat digunakan untuk tahap scale-up proses leaching nikel laterit ke skala industri. Model

shrinking core untuk proses leaching merupakan model kinetika yang paling banyak digunakan. Pada penelitian ini, proses leaching nikel laterit dilakukan dengan memvariasikan jenis asam, suhu operasi, dan ukuran partikel. Jenis asam yang digunakan adalah asam sulfat dan asam nitrat. Untuk kondisi operasi, suhu operasi divariasikan pada suhu 30oC, 60oC, dan 85oC, sedangkan ukuran partikel divariasikan pada 60+70 mesh, -100+120 mesh, dan +200 mesh. Kondisi operasi lainnya dijaga tetap di mana konsentrasi asam 0,1 M, densitas pulp 20%w/v, lama proses leaching 120 menit. Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke-5, 10, 15, 30, 60, dan 120 menit. Setelah itu, tahapan analisis dilakukan dengan menggunakan alat atomic absorption spectroscopy (AAS) untuk mengetahui kadar nikel di dalam sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model

shrinking core memberikan intercept 0,0 merupakan model kinetika yang lebih tepat dan masuk akal.

(5)

5 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya mineral. Salah satu sumber daya mineral yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah nikel laterit. Dalvi (2004) mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia yang mempunyai cadangan bijih nikel laterit, yaitu sebesar 1.576 Mt atau sekitar 15% dari cadangan nikel di dunia. Data ini dapat menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai peranan penting dalam industri berbasis nikel di dunia.

Selama ini, proses pengolahan nikel laterit di Indonesia didominasi dengan menggunakan proses smelting di mana memerlukan energi yang sangat besar untuk mengoperasikan proses tersebut. Selain itu, produk yang dihasilkan melalui proses

smelting ini adalah produk turunan yang masih mengandung mineral-mineral lain (tidak menghasilkan produk nikel murni). Untuk mengatasi permasalahan ini, para peneliti telah menemukan sebuah metode yang disebut atmospheric pressure acid leaching (APAL). Pemanfaatan proses APAL ini dinilai efektif dari sisi penghematan energi dan kemurnian produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, proses APAL ini diharapkan dapat diaplikasikan dalam skala industri di Indonesia supaya nikel laterit Indonesia dapat dimanfaatkan secara efisien dan efektif.

Salah satu faktor penting agar proses APAL dapat diaplikasikan dalam skala industri adalah informasi mengenai mekanisme proses, model matematika, dan nilai konstanta/ parameter yang berhubungan dengan proses leaching tersebut (Wanta, dkk., 2016b). Informasi mengenai hal tersebut menjadi penting karena informasi ini akan digunakan untuk melakukan proses scale-up di industri. Untuk proses leaching, model shrinking core

merupakan model yang paling banyak digunakan oleh para peneliti sebelumnya.

Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Astuti, dkk. (2015), Thubakgale, dkk.(2012), Agacayak dan Zedef (2012) dan peneliti lainnya menyebutkan bahwa model ini merupakan model yang paling cocok untuk proses leaching. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Wanta, dkk. (2016a, 2016b) menunjukkan hal yang berbeda dengan penelitian lainnya. Dalam penelitiannya, Wanta, dkk.(2016a, 2016b) melakukan proses

(6)

6

leaching nikel laterit dengan menggunakan asam sitrat sebagai leachant. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa model shrinking core bukanlah model yang paling baik untuk menggambarkan fenomena fisis proses leaching, khususnya proses leaching nikel laterit.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Wanta, dkk. (2016b). Pembeda utama antara penelitian ini dengan sebelumnya adalah jenis asam yang digunakan sebagai leachant. Wanta, dkk (2016a,2016b) menggunakan asam sitrat sebagai leachant, sedangkan pada penelitian ini, jenis asam yang digunakan adalah asam-asam inorganik, seperti asam sulfat dan asam nitrat. Perbedaan ini dinilai cukup penting dan signifikan mengingat bahwa asam sulfat merupakan asam yang paling mendominasi proses leaching nikel laterit dalam skala industri dunia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan lain saat tahap perancangan pabrik pengolahan nikel laterit dengan metode leaching, khususnya di Indonesia.

1.2. Komoditi yang Diteliti

Pada penelitian ini, nikel laterit jenis limonit dan saprolit yang berasal dari Pomalaa, Provinsi Sulawesi Tenggara dipelajari mengenai pengaruh beberapa kondisi operasi agar kandungan nikel yang terecovery dalam proses leaching dapat diperoleh secara maksimal. Di samping itu, penelitian ini juga akan terfokus pada studi kinetika proses leaching nikel laterit di mana hasil keluaran studi ini akan bermanfaat bagi industri saat ingin men scale-up proses leaching dalam skala besar. Evaluasi model shrinking core, model yang paling banyak digunakan dalam studi kinetika pada proses leaching, terhadap data penelitian ini dilakukan untuk memverifikasi apakah model tersebut memang merupakan model terbaik.

1.3. Identifikasi Masalah

Pada penelitian ini, beberapa masalah yang teridentifikasi adalah:

1. Bagaimanakah pengaruh suhu operasi dan ukuran partikel terhadap nilai recovery

nikel pada proses leaching nikel laterit Pomalaa?

2. Bagaimanakah pengaplikasian model shrinking core terhadap kinetika proses leaching

(7)

7 1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari pengaruh suhu operasi dan ukuran partikel terhadap nilai recovery nikel pada proses leaching nikel laterit Pomalaa.

2. Mengevaluasi penggunaan model shrinking core terhadap kinetika proses leaching

nikel laterit Pomalaa.

1.5. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Pengaruh beberapa kondisi operasi terhadap nilai recovery nikel adalah:

a. Semakin tinggi suhu operasi, maka semakin tinggi pula nilai recovery nikel. b. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin tinggi pula nilai recovery nikel. 2. Model shrinking core merupakan model matematis yang cukup menggambarkan

fenomena fisis proses leaching nikel laterit.

1.6. Target Luaran

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat dipublikasikan dalam jurnal nasional tidak terakreditasi.

(8)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nikel Laterit

Laterit merupakan suatu produk yang dihasilkan dari proses pelapukan secara kimiawi dan berlangsung dalam waktu yang lama. Laterit terbentuk melalui proses pemecahan mineral induk yang tidak stabil pada kondisi lingkungan yang basah/lembab dan terjadi pelepasan unsur-unsur kimia ke dalam air tanah. Unsur-unsur kimia yang mudah larut dalam air tanah yang bersifat asam, hangat, dan lembab. Hal ini menyebabkan unsur-unsur yang tidak mudah larut tersisa dan membentuk mineral baru yang stabil pada kondisi lingkungan tersebut. Proses ini disebut dengan proses laterisasi (Shofi, 2013; Asy’ari, 2013).

Gambar 2.1.Lapisan tanah yang mengandung nikel laterit

Nikel laterit merupakan produk sisa dari proses pelapukan secara mekanik dan kimiawi berkepanjangan dari batuan dasar ultramafik, berupa peridotit atau dunit sebagai pembawa unsur nikel dan umumnya terjadi di daerah tropis dan subtropis, seperti New Caledonia, Australia, Filipina, dan Indonesia (Golightly, 1981 dalam Simate, 2010; Shofi, 2013; Asy’ari, 2013). Asal mula pembentukan endapan nikel laterit berasal dari batuan peridotit [(Mg,Fe, Ni)2SiO4] yang mengalami proses serpentinisasi dan kemudian terekspos ke permukaan. Pada kondisi iklim tropis dengan musim kemarau dan hujan yang berganti-ganti, proses pelapukan terjadi secara terus-menerus, sehingga batuan tersebut menjadi rentan terhadap proses pelindihan (leaching).

(9)

9 Sirkulasi air permukaan yang bersifat asam akan mengabsorpsi karbon dioksida (CO2) dari atmosfer dan mempercepat proses pelapukan dan pelindihan menjadi lebih intensif. Air permukaan ini akan terkayakan kembali oleh material-material organik yang meresap ke bawah mencapai zona pelindihan di mana fluktuasi air tanah berlangsung. Fluktuasi ini mengakibatkan air tanah yang kaya CO2 akan berkontak dengan nikel laterit yang masih mengandung batuan asal, kemudian melarutkan mineral-mineral yang tidak stabil, seperti serpentin dan piroksen. Logam magnesium (Mg), silika (Si), dan nikel (Ni) akan larut dan terbawa oleh aliran air tanah dan mengendap kembali, sehingga menghasilkan mineral-mineral baru (Asy’ari, 2013; Sutisna, 2006).

(10)

10 Gambar 2.3. Profil nikel laterit (Samama, 1986 dalam USGS, 2010)

Berdasarkan komposisi mineral, nikel laterit dapat dibagi menjadi 5 (lima) zona, yaitu iron capping zone, limonite zone, transition/intermediate zone, saprolite zone, dan

bed rock (Li, 1999). Komposisi mineral pada setiap zona nikel laterit dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Zona (lapisan) batuan nikel laterit dan kandungan mineralnya (Li, 1999)

Zona (Lapisan) Formula Kadar Ni

(%) Limonite Zone : Geothite “Asbolite” lithiophorite Cryptomelane (Fe,Al,Ni)OOH Mn, Fe, Co, Ni oxide

0,5-1,5 1-10 Intermediate Zone :

Nontronite Quartz

(Ca,Na,K)0.5(Fe3+,Ni,Mg,Al)4(Si,Al)8O20(OH)4 SiO2 0-5 0 Saprolite Zone : Nickeliferrous serpentine “garnierite” (Mg,Fe,Ni)3Si2O5(OH)4 (Ni,Mg)3Si4O10(OH)2 1-10 10-24 Peridotite Bedrock : Olivine Orthopyroxene Serpentine (Mg,Fe,Ni)2SiO4 (Mg,Fe)SiO3 Mg3SiO5(OH)4 0,25 0,05 0,25

(11)

11 Pada umumnya, proses pengolahan batuan nikel laterit menggunakan batuan pada zona limonit dan zona saprolit. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 2.1, kadar nikel pada zona limonit berkisar pada 0,5-1,5%, sedangkan kadar nikel pada zona saprolit berkisar pada 1-10%.

Karakteristik setiap nikel laterit dari suatu wilayah akan memiliki perbedaan nikel laterit dari wilayah lainnya tergantung pada struktur geologi dan iklim setiap wilayah. Sebagai contoh adalah perbedaan antara nikel laterit Indonesia dan nikel laterit Australia yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Profil laterit di Indonesia dan Australia (Pariser, 2011 dalam Shofi, 2013)

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa profil lapisan/zona laterit dan komposisi mineral yang terkandung dalam setiap laterit berbeda satu dengan yang lainya. Nikel laterit Indonesia memiliki kadar nikel dan kadar mineral lain, seperti magnesium, kobalt, besi yang lebih tinggi daripada nikel laterit Australia.

2.2. Proses Pengolahan Nikel Laterit

Proses pengolahan nikel laterit dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti proses

smelting, proses Caron, proses high pressure acid leaching (HPAL), proses atmospheric pressure acid leaching (APAL) dan proses bioleaching (Kusuma, 2012; Simate, 2010; Kyle, 2010). Pada dasarnya, proses smelting, proses Caron, dan proses HPAL merupakan proses-proses pengolahan nikel laterit yang sudah diaplikasikan dalam skala industri. Akan

(12)

12 tetapi, ketiga proses tersebut masih memiliki permasalah dalam hal energi, biaya operasi, dan lingkungan. Oleh karena itu, proses APAL (proses yang difokuskan dalam penelitian ini) dan proses bioleaching mulai dikembangkan oleh para peneliti dan diharapkan dapat diaplikasikan dalam industri pengolahan mineral (nikel laterit). Kedua proses ini mampu mengurangi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh proses smelting, proses Caron, dan proses HPAL.

2.2. 1. Proses Pengolahan Nikel Laterit dengan Proses Atmospheric Leaching

Proses leaching dapat dilakukan dengan menggunakan tekanan atmosfer atau dikenal dengan sebutan atmospheric pressure acid leaching (APAL). Proses ini melibatkan kontak antara bijih (ore) dengan larutan asam berkonsentrasi dan kemudian terjadi proses pelarutan mineral secara parsial atau total. Pada tekanan atmosfer, suhu operasi yang digunakan berada di bawah titik didih larutan slurry (biasanya di bawah 100oC). Selama proses ini, penambahan reduktor/oksidator yang sesuai, misalnya sulfur dioksida atau hidrogen peroksida, pada larutan slurry dapat membantu proses leaching

(Kyle, 2010).

Jika dibandingkan dengan proses HPAL, proses ini lebih menguntungkan karena kebutuhan energi tidak setinggi proses HPAL, sehingga biaya operasional proses ini jauh lebih rendah (Kusuma, 2012). Proses leaching dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil recovery mineral, yaitu (McDonald, 2008; Kusuma, 2012; Fan, 2013; Keong, 2003; Tzeferis 1994; Valix, 2001):

a. Suhu operasi

Suhu yang digunakan dalam proses leaching akan mempengaruhi kinetika reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arrhenius. Penggunaan suhu operasi yang semakin tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan recovery mineral yang terlindih. b. Ukuran partikel

Ukuran partikel bijih akan mempengaruhi seberapa besar luas permukaan yang akan terkontak dengan leachant. Pada berat sampel yang sama, penurunan ukuran partikel bijih akan menghasilkan luas permukaan total yang lebih besar. Hal ini akan mengakibatkan recovery mineral akan meningkat.

(13)

13 c. Densitas pulp

Densitas pulp dapat diartikan sebagai perbandingan massa partikel terhadap volume asam yang digunakan. Pada umumnya, densitas pulp yang semakin besar juga akan meningkatkan luas permukaan total dan akan meningkatkan hasil recovery mineral. d. Jenis asam dan konsentrasi asam

Jenis asam yang dapat digunakan dalam proses leaching dapat berupa jenis asam inorganik (misalnya asam sulfat) maupun asam organik (misalnya asam sitrat). Perbedaan jenis asam ini akan mempengaruhi hasil akhir proses leaching. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan asam inorganik akan menghasilkan

recovery mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan asam organik. Selain itu, penggunaan konsentrasi asam yang lebih tinggi akan menyebabkan peningkatan laju leaching.

e. Penambahan senyawa lain

Untuk meningkatkan nilai recovery mineral, beberapa penelitian mengenai proses

leaching mineral menambahkan beberapa senyawa lain yang berperan sebagai reduktor/oksidator (sulfur dioksida, hidrogen peroksida) dan garam (NaCl). Penambahan reduktor/oksidator dapat mempengaruhi proses redoks dalam proses

leaching, sedangkan penambahan garam akan mengakibatkan terjadinya proses kompleksasi ion logam dengan ion negatif yang terkandung dalam asam.

f. Kecepatan pengadukan

Semakin tinggi kecepatan pengadukan yang digunakan dalam proses leaching, maka tumbukan antar molekul akan semakin besar. Akibatnya, laju proses leaching akan meningkat dan nilai recovery mineral akan meningkat pula.

g. Komposisi mineral yang terkandung dalam bijih

Kandungan mineral dalam bijih akan mempengaruhi proses leaching. Sebagai contoh, nikel laterit jenis saprolit mengandung magnesium dan aluminium yang tinggi dibandingkan dengan jenis limonit. Apabila nikel laterit jenis saprolit dilakukan proses leaching, maka akan dibutuhkan jumlah asam yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan proses leaching pada nikel laterit jenis saprolit akan tidak efektif. h. Perlakuan bijih sebelum proses leaching (pre-treatment)

Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, proses pre-treatment

dilakukan untuk mengubah fasa mineral dengan cara proses pembakaran. Sebagai contoh, pada proses leaching nikel laterit jenis limonit, proses pembakaran nikel

(14)

14 laterit dilakukan untuk mengubah fasa goethite menjadi fasa hematite. Penggunaaan proses pre-treatment ini dilakukan untuk mengefisiensikan proses leaching dalam upaya untuk mempercepat proses leaching dan meminimalkan penggunaan jumlah asam. Namun dalam skala industri, proses pre-treatment ini tidak banyak dilakukan karena biaya operasional akan meningkatkan pada saat proses pembakaran bijih. i. Waktu

Semakin lama proses leaching dilakukan akan meningkatkan hasil recovery mineral. Hal ini dikarenakan proses kontak asam dan padatan akan semakin terus terjadi.

2.3. Proses Leaching Nikel Laterit dengan Menggunakan Asam

Proses leaching nikel laterit telah dipelajari oleh beberapa peneliti dengan memvariasikan beberapa kondisi operasi, seperti jenis asam, suhu operasi, konsentrasi asam, dan lain-lain Wanta, dkk. (2016b) melakukan proses leaching nikel laterit jenis limonit dengan menggunakan asam sitrat sebagai leachant. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses leaching berjalan dengan baik dan sesuai dengan teori. Nilai

recovery nikel maksimum yang mampu diperoleh sebesar 10,79% pada konsentrasi asam 0,1 M dan suhu 85oC. Penggunaan asam organik lain, seperti asam oksalat juga pernah dilakukan oleh Astuti, dkk, (2015), McKenzie, dkk, (1987) dengan menggunakan nikel laterit yang berasal dari Indonesia dan Australia.

Selain menggunakan asam organik, proses leaching nikel laterit juga dapat dilakukan dengan menggunakan asam-asam inorganik, seperti asam sulfat dan asam nitrat sebagai

leachant. Persamaan reaksi kimia untuk proses leaching nikel laterit dengan menggunakan asam sulfat dan asam nitrat adalah (Astuti, dkk., 2016) :

H2SO4 + NiO  NiSO4 + H2O (eq. 2.1) 2HNO3 + NiO Ni(NO3)2 + H2O (eq. 2.2) Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Astuti, dkk (2016), Agacayak dan Zedef (2012), Girgin, dkk, (2011) menunjukkan bahwa proses leaching nikel laterit dengan menggunakan asam sulfat dan asam nitrat berjalan dengan baik dan mampu menghasilkan nilai recovery yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan asam-asam organik, seperti asam oksalat.

(15)

15 2.4. Mekanisme dan Model Matematis Proses Leaching Nikel Laterit

Proses leaching nikel laterit dikategorikan sebagai proses heterogen di mana terdapat 2 (dua) fase yang terlibat, yaitu fase padat dan fase cair. Dengan demikian, mekanisme proses leaching terdiri dari 5 (lima) tahap adalah (Fogler, 2006; Levenspiel, 1999):

Langkah 1 : Proses difusi reaktan melalui lapisan film cairan yang berada di sekitar permukaan partikel.

Langkah 2 : Proses penetrasi dan difusi reaktan dari permukaan partikel menuju

active site zone/unreacted zone.

Langkah 3 : Reaksi kimia pada permukaan active site zone/unreacted zone.

Langkah 4 : Proses difusi produk dari dalam padatan menuju permukaan partikel. Langkah 5 : Proses difusi produk melalui lapisan film cair kembali ke badan utama

cairan.

Model matematis beserta nilai tetapan yang terkait merupakan hal yang penting untuk perancangan proses dalam skala operasi yang lebih besar. Pada penelitian ini, model yang akan dievaluasi kevalidannya terhadap proses leaching nikel laterit Pomalaa, yaitu model shrinking core.

2.4.1. Model Shrinking Core

Model shrinking core merupakan model yang digunakan oleh semua peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai proses leaching. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Yagi dan Kunii (1955). Model ini menganggap bahwa reaksi akan terjadi pertama kali di kulit permukaan partikel. Setelah itu, zona reaksi akan berpindah ke dalam bagian yang lebih dalam dari partikel meninggalkan bagian yang telah bereaksi dan menjadi padatan inert. Bagian yang telah menjadi inert ini biasanya disebut sebagai lapisan abu (Levenspiel, 1999).

(16)

16 Gambar 2.5. Visualisasi model shrinking core (Levenspiel, 1999)

Levenspiel (1999) telah menjabarkan secara matematis 3 (tiga) tahapan yang berperan dalam sistem fluida-padatan, yaitu tahap difusi reaktan melalui lapisan film fluida (difusi eksternal), tahap difusi reaktan melalui lapisan abu (difusi internal), dan tahap reaksi kimia. Persamaan-persamaan yang diperoleh dari penjabaran model

shrinking core adalah (Levenspiel, 1999; Astuti, dkk., 2016; Wanta, dkk., 2016b): Difusi eksternal yang mengontrol : kf. t = x (eq. 2.3) Difusi internal yang mengontrol : kd. t = 1– 3(1-x)0,67 + 2(1-x) (eq. 2.4) Reaksi kimia yang mengontrol : kr. t = 1 – (1-x)0.33 (eq. 2.5) di mana x merupakan nilai recovery nikel, t merupakan waktu, kf, kd, dan kr adalah konstanta kecepatan proses.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa model matematis di mana tahap difusi melalui lapisan abu merupakan model yang paling sesuai untuk proses

(17)

17 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul ―Studi Kinetika Proses Leaching Nikel Laterit Pomalaa dalam Suasana Asam pada Kondisi Atmosferis‖ ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme dan mengevaluasi model shrinking core dalam proses leaching nikel laterit Pomalaa. Secara umum, penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tahap leaching

nikel laterit dengan menggunakan asam sulfat atau asam nitrat pada berbagai kondisi dan tahap analisis sampel. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Rekayasa Reaksi Kimia, Program Studi Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan.

3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah nikel laterit jenis limonit dan saprolit yang berasal dari Pomalaa, Sulawesi Tenggara, asam sulfat, asam nitrat, dan akuades.

3.2.2. Alat

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Rangkaian alat proses leaching

Keterangan: 1. Motor pengaduk 2. Pengaduk merkuri 3. Termometer 4. Labu leher tiga

5. Waterbath

6. Pendingin balik 7. Pengatur suhu 8. Tombol on/off

(18)

18 Dalam melakukan penelitian ini, selain alat utama yang disajikan pada Gambar 3.1, peralatan lain yang digunakan adalah:

1. Oven 2. Centrifuge

3. Mortar dan pestle

4. Neraca digital 5. Ayakan mesh 6. Corong gelas 7. Gelas beaker 8. Erlenmeyer 9. Petridish 10.Pipet tetes 11.Pipet ukur 12.Bola penghisap 13.Penghisap asam 14.Batang pengaduk 15.Botol sampel

16.Sendok logam (spatula)

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Proses Leaching Nikel Laterit

Rangkaian alat proses leaching dirangkai seperti pada Gambar 3.1.

.

Larutan asam (sulfat atau nitrat) 0,1 M sebanyak 300 ml dimasukkan ke dalam labu leher tiga untuk dipanaskan sampai suhu percobaan.

Setelah suhu operasi tercapai, sampel nikel laterit sebanyak 60 gram (sesuai ukuran partikel yang ingin dicoba) dimasukkan ke dalam labu leher tiga. Waktu pemasukkan sampel nikel

laterit ini akan tercatat sebagai waktu ke-0.

Sampel analisis diambil sebanyak 5 ml setelah proses leaching berjalan selama 5, 10, 15, 30, 60, dan 120 menit.

(19)

19 3.3.2. Proses Analisis Sampel

Sampel analisis (yang telah diambil dalam proses leaching) dilakukan proses pemisahan dengan centrifuge pada kecepatan 1.000 rpm selama 10 menit.

Supernatan diambil dan disimpan dalam botol sampel.

Residu padatan dioven pada suhu 100oC sampai kering.

Supernatan dianalisis menggunakan alat AAS.

Gambar 3.3. Cara kerja proses leaching nikel laterit

3.4. Metode Analisa

3.4.1. Analisis Sampel Padat dan Sampel Cair

Pada penelitian ini, beberapa proses pengujian terhadap sampel (padat dan cair) dilakukan dengan menggunakan alat instrumen di antaranya:

1. Pengujian kristalinitas terhadap sampel nikel laterit (sebelum proses leaching) dilakukan dengan menggunakan alat x-ray diffraction (XRD).

2. Pengujian komposisi terhadap sampel nikel laterit sebelum proses leaching dilakukan dengan menggunakan alat x-ray fluorescence (XRF).

3. Pengujian sampel cair hasil proses leaching dilakukan dengan menggunakan alat

atomic absorption spectroscopy (AAS).

3.4.2. Analisis Data

Data analisa yang telah diperoleh dari proses analisis sampel dengan menggunakan alat AAS diolah hingga diperoleh nilai persentase recovery nikel. Persentase recovery nikel merupakan persentase perbandingan konsentrasi nikel yang terukur dalam sampel cair

(20)

20 dengan konsentrasi nikel awal yang terkandung dalam sampel nikel laterit. Penentuan persentase recovery nikel dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

α = Cp

Cpo . 100% (eq. 3.1) dengan : α = persentase recovery nikel, %

Cpo = konsentrasi nikel awal yang terkandung dalam sampel nikel laterit, ppm Cp = konsentrasi nikel yang terukur dalam fase cair, ppm

Setelah nilai persentase recovery nikel diperoleh, tahapan verifikasi model matematis (model shrinking core) dilakukan dengan mengaplikasikan persamaan (2.3), (2.4), (2.5).

3.5. Variabel Penelitian

Variabel bebas merupakan variabel yang akan diamati/dipelajari dalam suatu studi penelitian. Pada penelitian kali ini, variabel bebas yang digunakan adalah:

a. Suhu operasi : 30, 60, 85 oC

(21)

21 BAB IV

JADWAL PELAKSANAAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap leaching nikel laterit dan tahap analisis sampel. Dalam melakukan penelitian ini, kebutuhan orang per minggu dapat dilihat pada Tabel 4.1.berikut :

Tabel 4.1. Alokasi orang dan waktu kerja per kegiatan per minggu

No Kegiatan Jumlah Orang Waktu

(jam per minggu)

1. Persiapan alat dan bahan 2 4

2. Analisis sampel awal 2 4

3. Leaching nikel laterit 2 12

4. Analisis sampel 2 12

5. Pengolahan data analisis 2 6

6. Penyusunan laporan 3 4

(22)

22 Tabel 4.2. Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian

No Kegiatan

Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Persiapan alat dan bahan 2. Analisis sampel awal 3. Leaching nikel laterit 4. Analisis sampel 5. Pengolahan data analisis 6. Penyususnan laporan

(23)

23 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Nikel Laterit

Jenis nikel laterit yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis limonit dan saprolit yang berasal dari Pomalaa, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kedua jenis sampel ini diuji komponen penyusun sampelnya dengan menggunakan alat x-ray fluorescence (XRF). Hasil pengujian ditampilkan pada Tabel 5.1 sebagai berikut:

Tabel 5.1. Komposisi nikel laterit jenis limonit dan saprolit Pomalaa

Unsur Persentase Massa

Limonit Saprolit Fe 79,80 29,68 Si 6,31 16,72 Mg 0,94 7,55 Ni 2,93 3,63 Cr 2,84 1,25 Co 0,13 0,12

Tabel 5.1. menunjukkan bahwa kedua sampel nikel laterit tersebut didominasi oleh unsur besi (Fe) dan silikon (Si). Kandungan nikel dalam sampel limonit lebih kecil dibanding dengan sampel saprolit, yaitu sebesar 2,93 dan 3,63%. Pada umumnya, hal ini sesuai dengan spesifikasi nikel laterit berdasarkan lapisan tanah tersebut di mana semakin dalam posisi tanah, maka semakin tinggi pula kandungan nikelnya.

5.2. Pengaruh Suhu terhadap Persentase Recovery Nikel

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting untuk menghasilkan recovery nikel yang optimum. Peranan suhu dalam proses akan mempengaruhi kecepatan proses leaching

nikel laterit berlangsung. Pada penelitian ini, suhu divariasikan pada 30, 60, dan 85oC di mana kondisi operasi lainnya dijaga konstan pada konsentrasi asam sebesar 0,1 M, rasio padatan-cairan sebesar 20% massa sampel/volume larutan, dan ukuran partikel sebesar -100+120 mesh. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan pada Gambar 5.1 sebagai berikut:

(24)

24 Gambar 5.1. Pengaruh suhu terhadap persentase recovery nikel

dengan menggunakan (a) asam nitrat dan (b) asam sulfat

Gambar 5.1. menunjukkan kecenderungan data bahwa semakin tinggi suhu operasi yang digunakan, maka semakin tinggi pula nilai persentase recovery nikel. Hal ini menandakan bahwa proses leaching nikel laterit diaktivasi oleh suhu. Penggunaan suhu yang semakin tinggi akan menyebabkan kemungkinan tumbukan antarmolekul akan semakin tinggi sehingga tahapan pembentukan produk nikel nitrat dan nikel sulfat juga akan semakin tinggi.

Apabila kedua data penelitian dibandingkan persentase recovery nikelnya, penggunaan asam sulfat memiliki nilai recovery yang jauh lebih tinggi. Fenomena ini dapat terjadi karena jumlah ion hidrogen (H+) yang terdapat pada asam sulfat lebih banyak (2 kali) daripada asam nitrat. Hal ini akan mengakibatkan semakin banyak ion H+ yang akan bereaksi dengan senyawa NiO dan membentuk produk (sesuai dengan persamaan 2.1 dan 2.2). Perbedaan kedua data yang sangat signifikan ini dimungkinkan juga terjadi karena bentuk kristal nikel yang berbeda di antara nikel laterit jenis limonit dan saprolit.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 P er sen ta se R ecov er y N ik el (% )

Waktu leaching(menit)

303 K 333 K 358 K 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 50 100 150 P er sen rec o ver y ni kel (%) Waktu (menit) 303 K 333 K 358 K (a) (b)

(25)

25 5.3. Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Persentase Recovery Nikel

Seperti halnya dengan parameter suhu, ukuran partikel juga merupakan salah satu parameter penting untuk mengilustrasikan tentang kinetika proses leaching nikel laterit. Hal ini disebabkan variasi ukuran partikel akan menunjukkan pengaruh proses difusi pada partikel nikel laterit. Pada penelitian ini, ukuran partikel divariasikan pada -60+70, -100+120, dan -200 mesh sedangkan kondisi operasi lainnya dijaga konstan pada konsentrasi asam sebesar 0,1 M, rasio padatan-cairan sebesar 20% massa sampel/volume larutan, dan suhu 85oC. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan pada Gambar 5.2. sebagai berikut:

Gambar 5.2. Pengaruh ukuran partikel terhadap persentase recovery nikel dengan menggunakan (a) asam nitrat dan (b) asam sulfat

Pada dasarnya, semakin kecil ukuran partikel yang digunakan, maka semakin tinggi nilai persentase recovery nikel yang dihasilkan. Akan tetapi, kecenderungan data pada Gambar 5.2. kurang menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori. Sebagai contoh, pada Gambar 5.2(a), penggunaan ukuran partikel terbesar (-60+70 mesh) justru memberikan hasil

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 P er sen ta se R ec o ver y N ik el (% )

Waktu leaching(menit)

-60+70 mesh -100+120 mesh -200 mesh 0 2 4 6 8 10 12 14 0 50 100 150 P er se n ta se r ec o v er y Waktu (menit) -60+70 mesh -100+120 mesh -200 mesh (a) (b)

(26)

26

recovery nikel yang maksimum. Fenomena ini dimungkinkan karena kandungan nikel awal dalam setiap run penelitian berbeda-beda, meskipun massa nikel laterit yang digunakan sama. Hal ini dapat terjadi mengingat bahwa nikel laterit merupakan bahan alam di mana setiap posisi yang berbeda dimungkinkan memiliki kandungan nikel yang berbeda pula.

5.4. Evaluasi Model Shrinking Core

Tahapan evaluasi kevalidan model shrinking core terhadap data penelitian dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.3 sampai dengan 2.5. Sebagai contoh, hasil simulasi yang digunakan dalam subbab ini adalah data penelitian dengan menggunakan asam sulfat di mana lapisan abu yang sangat mempengaruhi proses leaching. Hasil simulasi disajikan pada Gambar 5.3 sebagai berikut:

Gambar 5.3. Hasil simulasi dengan menggunakan model shrinking core

Gambar 5.3 menunjukkan data yang cukup baik, meskipun seluruh nilai R2-nya di bawah nilai 0,9. Akan tetapi, jika dilihat lebih detail, pengaplikasian model shrinking core terhadap data penelitian memiliki sedikit penyimpangan. Persamaan trendline yang diperoleh pada masing-masing suhu menunjukkan terdapat nilai intercept. Berdasarkan persamaan 2.4, nilai

intercept tidak nampak dalam persamaan tersebut. Penyimpangan ini akan mengakibatkan bahwa ketika waktu sebesar 0 menit, maka nilai fraksi recovery nikel pada waktu tersebut tidak sama dengan 0. Hal ini menjadikan data simulasi tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di mana ketika proses belum berjalan, belum ada produk nikel sulfat yang terbentuk (nilai

recovery masih 0).

Tahap simulasi terhadap data percobaan dilanjutkan dengan cara menyesuaikan model sesuai dengan persamaan 2.4 di mana tidak ada nilai intercept. Hasil simulasi menunjukkan

y = 6E-06x + 0.0004 R² = 0.8862 y = 3E-05x + 0.0009 R² = 0.8847 y = 2E-05x + 0.0016 R² = 0.8746 0.0000 0.0005 0.0010 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0035 0.0040 0.0045 0 20 40 60 80 100 120 140 1 -( 3*( 1 -X )^0 .6 7 )+2 *( 1 -X) Waktu (menit) 303 K 333 K 358 K

(27)

27 bahwa nilai R2 dapat dikatakan tidak baik karena titik awalnya dimulai dari 0 ketika proses belum berjalan. Hasil simulasi ini tersaji pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Hasil simulasi dengan intercept 0,y dan 0,0 dengan menggunakan asam sulfat

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa hasil simulasi model shrinking core dengan intercept 0,0 memberikan kesesuaian data yang lebih baik. Hasil yang serupa juga diberikan ketika asam nitrat digunakan sebagai leachant.

Gambar 5.5. Hasil simulasi dengan intercept 0,y dan 0,0 dengan menggunakan asam nitrat

0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0 20 40 60 80 100 120 140 Fr ak si R ec o ver y N ikel Waktu (menit) Data Percobaan

Data Simulasi SCM dengan Intercept 0,y

Data Simulasi SCM dengan Intercept 0,0 0.000 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.010 0.011 0.012 0.013 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 Fr ak si R ec o ver y N ikel Waktu (menit) Data Percobaan Data Simulasi SCM dengan intercept 0,y Data Simulasi SCM dengan Intercept 0,0

(28)

28 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka semakin tinggi pula nilai persentase

recovery nikel yang diperoleh.

2. Pada dasarnya, kecenderungan nilai persentase recovery nikel semakin meningkat apabila ukuran partikel yang digunakan semakin kecil.

3. Model shrinking core pada intercept 0,0 lebih sesuai dengan penurunan persamaan model tersebut dan memberikan hasil yang lebih masuk akal.

6.2. Saran

Saran yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Penyusunan model matematis yang lebih kompleks perlu dilakukan sehingga model terbaik untuk menggambarkan fenomena proses leaching nikel laterit dapat terbentuk, misalnya penyusunan model di mana tahap difusi internal dan tahap reaksi mempengaruhi proses.

2. Analisa sampel terhadap kandungan logam-logam lainnya, seperti Fe, Mg, Co, dan lainnya perlu dilakukan juga.

(29)

29 DAFTAR PUSTAKA

Agacayak, T., Zedef, V., 2012, ―Dissolution kinetics of a lateritic nickel ore in sulphuric acid medium‖, Ročník, 17, 33-41.

Asy’ari, M.A., Hidayatullah, R., Zulfadli, A., 2013, ―Geologi dan estimasi sumberdaya nikel laterit menggunakan metode ordinary kriging di PT. Aneka Tambang, Tbk‖, Jurnal INTEKNA Tahun XIII, 1, 7-15.

Astuti, W., Hirajima, T., Sasaki, K., Okibe, N., 2015, ―Kinetics of nickel extraction from Indonesian saprolitic ore by citric acid leaching under atmospheric pressure‖, Minerals & Metallurgical Processing, 42, 176-185.

Astuti, W., Hirajima, T., Sasaki, K., Okibe, N., 2016, ―Comparison of effectiveness of citric acid and other acids in leaching of low-grade Indonesian saprolitic ores‖, Minerals Engineering, 85, 1-16.

Dalvi, A.D, Bacon, W.G., Osborne, R.C., 2004, ―The past and the future of nickel laterites‖, PDAC 2004 International Convention, Trade Show, & Investors Exchange.

Fan, X., Xing, W., Dong, H., Zhao, J., Wu, Y., Li, B., Tong, W., Wu, X., 2013, ―Factors research on the influence of leaching rate of nickel and cobalt from waste superalloys with sulfuric acid‖, International Journal of Nonferrous Metallurgy, 2, 63-67.

Fogler, H.S., 2006, ―Elements of chemical reaction engineering‖, 4th

ed., Pearson Education, Inc., Massachusetts.

Girgin, I, Obut, A., Üçyildiz, A., 2011, ―Dissolution behavior of a Turkish lateritic ore‖,

Minerals Engineering, 24, 603-609.

Keong, T.W., 2003, ―Bioleaching of heavy metals from Electronic Scrap Material (ESM) by

Aspergillus niger and Penicillium simplicissimum‖, Thesis, National University of

Singapore.

Kusuma, G.D., 2012, ―Pengaruh reduksi roasting dan konsentrasi leaching asam sulfat terhadap recovery nikel dari bijih limonite‖, Skripsi, Universitas Indonesia.

Kyle, J., 2010, ―Nickel laterite processing technologies – Where to next?‖, ALTA 2010 Nickel/Cobalt/Copper Conference, Perth, 24-27 Mei 2010.

Levenspiel, O., 1999, ―Chemical reaction engineering‖, 3rd

ed., John Wiley & Sons, Inc., New York.

Li, S., 1999, ―Study of nickeliferrous laterite reduction‖, Thesis, McMaster University. McDonald, R.G., Whittington, B.I., 2008, ―Atmospheric acid leaching of nickel laterites

(30)

30 McDonald, R.G., Whittington, B.I., 2008, ―Atmospheric acid leaching of nickel laterites

review : Part II. Chloride and bio-technologies‖, Hydrometallurgy, 91, 56-69.

McKenzie, D.I., Denys, L., dan Buchanan, A., 1987, ―The solubilization of nickel, cobalt, and iron from laterites by means of organic chelating acids at low pH‖, Int. J. Miner. Process, 21, 275-292.

Shofi, A.S., 2003, ―Pembuatan nickel pig iron (NPI) dari bijih nikel laterit Indonesia menggunakan blast furnace LIPI di UPT Balai Pengolaha Mineral Lampung-LIPI‖, Laporan Akhir Insentif Riser SINas 2013.

Simate, G.S., Ndlovu, S., Walubita, L.F., 2010, ―The fungal and chemolithotrophic leaching of nickel laterites – Challenges and opportunities‖, Hydrometallurgy, 103, 150-157. Sutisna, D.T., Sunuhadi, D.N., Pujobroto, A., Herman, D.Z., 2006, ―Perencanaan eksplorasi

cabakan nikel laterit di daerah Wayamli, Teluk Buli, Halmahera Timur sebagai model perencanaan eksplorasi cebakan nikel laterit di Indonesia‖, Buletin Sumber Daya Geologi Volume 1 Nomor 3, 48—56.

Thubakgale, C.K., Mbaya, R.K.K., Kabongo, K., 2012, ―Leaching behavior of a low-grade South African nickel laterite‖, International Journal of Chemical, Molecular, Nuclear, Materials, and Metallurgical Engineering, 6, 228-232.

Tzeferis, P.G., 1994, ―Leaching of a low grade hematitic laterite ore using fungi and biologically produced acid metabolites‖, Int. J. Miner. Process, 42, 267-284.

U.S. Geological Survey, 2010, ―Nickel-cobalt laterites : A deposit model‖, Scientific Investigations Report.

Valix, M., Usai, F., Malik, R., 2001, ―Fungal bio-leaching of low grade laterite ores‖,

Minerals Engineering, 14, 197-203.

Wanta, K.C., Perdana, I, dan Petrus, H.T.B.M, 2016, ―Evaluation of shrinking core model in leaching of Pomalaa nickel laterite using citric acid as leachant at atmospheric conditions‖, Second International Conference on Chemical Engineering (ICCE) UNPAR, IOP Conf. Series : Materials Science and Engineering, 162.

Wanta, K.C., 2016, ―Kinetika proses leaching nikel laterit Pomalaa dengan menggunakan asam sitrat sebagai leachant‖, Tesis, Universitas Gadjah Mada.

Gambar

Gambar 2.1.Lapisan tanah yang mengandung nikel laterit
Gambar 2.2. Pembentukan profil nikel laterit (Djadjulit, 1992 dalam Sutisna, 2006)
Tabel 2.1. Zona (lapisan) batuan nikel laterit dan kandungan mineralnya (Li, 1999)
Gambar 2.4. Profil laterit di Indonesia dan Australia (Pariser, 2011 dalam Shofi, 2013)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari studi dokumentasi disekolah melalui guru BK ditemukan instrumen evaluasi proses yang digunakan di SMP Negeri Kota Semarang bentuk instrumen yang

pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan proses wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Berdasarkan hasil temuan dan analisis di lapangan didapatkan

Untuk mengetahui evaluasi alternatif apa saja yang dilakukan konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian printer merek Canon pada mahasiswa DIII Program

Studi kinetika dilakukan untuk menentukan laju proses dan pengendali laju pelindian bijih galena dari daerah Nanggung, Bogor dalam larutan asam asetat dengan

Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian tentang “ Studi Variasi Komposisi Grafit Terhadap Proses Ekstraksi TiO 2 dari Pasir Besi Titanomagnetite dengan Memanfaatkan Pemanasan

Studi kinetika dilakukan untuk menentukan laju proses dan pengendali laju pelindian bijih galena dari daerah Nanggung, Bogor dalam larutan asam asetat dengan

Hasil dari studi dokumentasi disekolah melalui guru BK ditemukan instrumen evaluasi proses yang digunakan di SMP Negeri Kota Semarang bentuk instrumen yang

Pada penelitian ini, Wireshark digunakan untuk mendapatkan jumlah data yang ditransfer saat dilakukan proses KRS, yaitu perekaman data rencana studi mahasiswa, baik pada