• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kinetika Proses Atmospheric Pressure Acid Leaching Bijih Laterit Limonit Menggunakan Larutan Asam Nitrat Konsentrasi Rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Kinetika Proses Atmospheric Pressure Acid Leaching Bijih Laterit Limonit Menggunakan Larutan Asam Nitrat Konsentrasi Rendah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DOI: 10.22146/jrekpros.35644

JURNAL REKAYASA PROSES

Research article / Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 77-84

Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros

Studi Kinetika Proses

Atmospheric Pressure Acid Leaching

Bijih

Laterit Limonit Menggunakan Larutan Asam Nitrat Konsentrasi

Rendah

Kevin Cleary Wanta 1,*, Felisha Hapsari Tanujaya1, Ratna Frida Susanti1, Himawan Tri Bayu Murti Petrus2, Indra Perdana2, dan Widi Astuti3

1

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl Ciumbuleuit No. 94, Bandung, 40141

2

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta, 55281

3

Balai Penelitian Teknologi Mineral, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Ir. Sutami Km. 15, Tanjung Bintang, Lampung Selatan, 35361

*Alamat korespondensi: kcwanta@unpar.ac.id

(Submisi 20 Mei 2018 ; Revisi 25 Oktober 2018 ; Penerimaan 28 Oktober 2018)

A B S T R A C T

Kinetics study of atmospheric pressure acid leaching (APAL) process is indispensable for extractor design in an industrial scale. So far, the kinetic model used for this process is the shrinking core model. In this study, the shrinking core model was evaluated against experimental data for laterite leaching process using a solution of low concentration nitric acid (0.1 M). Variations in temperature and particle size were carried out at 303–358 K and <75–250 microns. Other operating conditions, such as pulp density, stirring speed, and time were kept at 20% w/v, 200 rpm, and 120 minutes, respectively. The model evaluation results showed that the shrinking core model was not suitable for this process because the process controlling stage is not just one stage only.

Keywords: kinetics; laterite; leaching; shrinking core.

A B S T R A K

Studi terkait kinetika proses atmospheric pressure acid leaching (APAL) sangat diperlukan untuk proses perancangan ekstraktor dalam skala industri. Selama ini, model kinetika yang digunakan untuk proses tersebut adalah model shrinking core. Dalam studi ini, model shrinking core dievaluasi terhadap data percobaan proses leaching bijih laterit dengan menggunakan larutan asam nitrat konsentrasi rendah, 0,1 M. Variasi suhu dan ukuran partikel dilakukan pada 303–358 K dan <75–250 mikron. Kondisi operasi lainnya, seperti densitas pulp, kecepatan pengadukan, dan lama proses dijaga tetap pada 20%b/v, 200 rpm, dan 120 menit, secara berurutan. Hasil evaluasi model menunjukkan bahwa model shrinking core tidak cocok untuk proses ini karena tahapan pengendali proses tidak hanya satu tahapan saja.

(2)

1.

Pendahuluan

Dewasa ini, kebutuhan logam di dunia meningkat sebagai akibat dari berkembangnya industri kimia dan manufaktur yang sangat pesat. Salah satu unsur logam yang banyak digunakan pada industri tersebut adalah nikel. Aplikasi penggunaan unsur logam nikel ini sangat luas, terutama dalam industri stainless atau alloy steel

dan industri pelapisan logam (Kuck, 2011; Tundermann, dkk., 2013). Pemenuhan kebutuhan unsur logam ini dapat diperoleh dengan memanfaatkan bijih laterit yang secara khusus banyak ditemukan di negara–negara tropis seperti Indonesia.

Proses pengolahan bijih laterit dapat dilakukan dengan menggunakan metode hidrometalurgi, seperti proses Caron, proses high pressure acid leaching (HPAL), dan proses

atmospheric pressure acid leaching (APAL) (Kyle, 2010). Penggunaan metode hidrometalurgi ini memiliki keunggulan, yaitu menghasilkan produk utama yang jauh lebih murni dibandingkan dengan penggunaan metode pirometalurgi. Dari ketiga contoh proses dari metode hidrometalurgi tersebut, proses APAL merupakan proses yang dipandang lebih ekonomis untuk diaplikasikan dalam skala industri dibandingkan kedua proses lainnya. Hal ini disebabkan oleh penggunaan tekanan atmosferis dalam prosesnya sehingga kebutuhan energi dan biaya operasional proses ini rendah (McDonald dan Whittington, 2008; Habbache, dkk., 2009).

Untuk dapat diaplikasikan dalam skala industri, studi kinetika proses APAL ini harus dilakukan sebab dengan mempelajari kinetika proses tersebut, parameter–parameter perancangan ekstraktor akan diperoleh dan informasi tersebut sangat penting untuk tahap perancangan (Wanta, dkk. 2016). Selama ini, hampir seluruh studi kinetika terkait pengolahan mineral dengan metode hidrometalurgi menggunakan model shrinking core yang dikenalkan oleh Yagii dan Kuni (1955) dan dapat dilihat pada buku Chemical Reaction Engineering (Levenspiel, 1995). Sebagian besar penelitian sebelumnya, menganggap bahwa

model shrinking core cocok untuk proses

leaching ion logam (ekstraksi padat–cair) karena proses ini merupakan proses heterogen yang memiliki 3 tahapan utama, yaitu difusi eksternal (pada lapisan film), difusi internal (pada lapisan abu–padatan), dan tahap reaksi kimia (Astuti, dkk., 2015).

Akan tetapi, Wanta, dkk. (2016) menunjukkan hal yang berbeda. Dalam studinya menunjukkan ketidakcocokan penggunaan model shrinking core dalam proses leaching dengan menggunakan asam sitrat. Salah satu alasan ketidakcocokan ini adalah penggunaan asumsi satu tahap yang mengontrol proses ekstraksi pada setiap penyusunan persamaan matematika-nya. Selain itu, “keraguan” validitas model ini terhadap proses leaching (metode hidrometalurgi) juga diungkapkan oleh Liddell (2005). Oleh karena itu, studi kali ini difokuskan pada studi kinetika proses APAL bijih laterit dengan menggunakan jenis asam lain, yaitu asam nitrat pada konsentrasi rendah. Evaluasi validitas model

shrinking core terhadap data percobaan dilakukan hingga diperoleh parameter yang sesuai sehingga dapat diaplikasikan saat tahap perancangan ekstraktor.

2. Bahan, Alat dan Metode Penelitian

Bijih laterit limonit yang digunakan pada studi ini berasal dari wilayah pertambangan di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Sampel bijih ini dianalisis terlebih dahulu karakteristiknya dengan menggunakan alat X–ray diffraction (XRD) dan komposisi yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan alat X–ray fluorescence (XRF). Hasil analisis XRD dan XRF tersaji pada bab Hasil dan Pembahasan. Asam nitrat 65%v/v (Merck) digunakan sebagai pelarut, kemudian diencerkan sampai diperoleh larutan asam nitrat 0,1 M.

Secara umum, proses ekstraksi ini dilakukan dengan mengikuti prosedur kerja dalam studi yang telah dilakukan oleh Wanta, dkk. (2017). Proses dilakukan pada sebuah rangkaian alat yang terdiri dari labu leher tiga, kondensor, termometer, waterbath dan termostat, serta pengaduk (seperti pada Gambar 1).

(3)

. . .

Gambar 1. Rangkaian alat percobaan (Wanta, dkk., 2017)

Parameter suhu divariasikan pada 303, 333, dan 358 K. Sedangkan ukuran partikel sampel divariasikan pada <75, 125–150, 210–250 mikron. Kondisi operasi lainnya, seperti densitas pulp, kecepatan pengadukan, dan waktu proses dijaga tetap pada 20%b/v, 200 rpm, dan 120 menit, secara berurutan.

Setelah proses berjalan, larutan sampel diambil secara bertahap pada menit ke–5, 10, 15, 30, 60, dan 120 menit. Sampel yang diambil tersebut disentrifugasi, lalu supernatan yang terbentuk dianalisis kadar nikelnya dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Model kinetika shrinking core akan dievaluasi validitas-nya terhadap hasil analisis tersebut.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Analisis Sampel Bijih Laterit

Karakteristik sampel bijih laterit berjenis limonit yang digunakan dalam studi ini dianalisis dengan menggunakan X–ray diffraction (XRD). Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui fase kristal yang terkandung di dalamnya. Hasil analisis XRD disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 menunjukkan bahwa sampel bijih

laterit ini didominasi oleh mineral dalam fase kristal hematite (Fe2O3), goethite (FeOOH),

quartz (SiO2), dan talc (Mg3Si4O10). Unsur nikel

(Ni) pada sampel bijih laterit terdapat dalam bentuk spinel, lindackerit, phlogopite, dan

sederholmite tampak pada Gambar 2

menunjukkan puncak yang rendah. Hal ini menandakan bahwa kandungan unsur nikel tidak lebih banyak dibandingkan dengan unsur besi (Fe) dan silikon (Si).

Pengujian sampel dengan menggunakan alat

X–ray fluoroscence (XRF) juga dilakukan untuk mengetahui unsur–unsur logam yang terkandung di dalam bijih laterit ini secara kuantitatif. Hasil analisis XRF tersebut disajikan pada Tabel 1. Hasil pengujian XRF pada Tabel 1 semakin mendukung hasil pengujian XRD. Sampel bijih laterit yang digunakan dalam studi ini didominasi oleh unsur besi (Fe) dan silikon (Si) sebesar 79,80 dan 6,31%b, secara berurutan. Unsur nikel yang terkandung dalam sampel sebesar 2,27%b.

Gambar 2. Hasil analisis XRD sampel bijih laterit

Keterangan: 1. Motor pengaduk 2. Pengaduk 3. Temometer 4. Labu leher tiga

5. Waterbath

6. Pendingin balik 7. Pengatur suhu 8. Tombol on/off

(4)

Tabel 1. Kandungan unsur–unsur logam bijih laterit Pomalaa Unsur Komposisi, %b Fe 79,80 Si 6,31 Al 5,04 Ni 2,93 Cr 2,84 Mn 1,23 Mg 0,94 Co 0,13 Ti 0,11 Zn 0,07 V 0,04

3.2. Pengaruh Variasi Suhu terhadap Proses

Leaching Bijih Laterit

Suhu merupakan salah satu parameter yang penting dalam proses leaching karena suhu mempengaruhi laju kinetika dari proses ini, baik laju difusi dan laju reaksi yang terjadi. Pada studi ini, parameter suhu divariasikan pada 303, 333, dan 358 K dengan ukuran partikel sebesar –200 mesh dan hasil eksperimen disajikan pada

Gambar 3.

Gambar 3 menunjukkan bahwa

kecenderungan data yang diperoleh, yaitu semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin banyak nikel yang dapat terambil dari bijih laterit. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan suhu operasi menyebabkan energi kinetik antarmolekul akan semakin tinggi sehingga frekuensi tumbukan antarmolekul akan semakin meningkat. Peningkatan frekuensi tumbukan ini menyebabkan reaksi pembentukan produk nikel nitrat juga akan semakin besar. Persamaan reaksi pembentukan nikel nitrat mengikuti Persamaan 1 (Fathoni dan Mubarok, 2015; Astuti, dkk., 2016): NiO(s) + 2HNO3(aq) Ni(NO3)2(aq) + H2O(l) (1)

Peningkatan frekuensi tumbukan ini juga dapat dilakukan dengan memperpanjang lama proses leaching. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 3, semakin lama waktu proses maka

semakin tinggi pula nilai recovery nikel yang diperoleh.

Gambar 3. Pengaruh suhu terhadap nilai recovery nikel

3.3. Pengaruh Variasi Ukuran Partikel terhadap Proses Leaching Bijih Laterit Selain parameter suhu, tahapan difusi dalam proses leaching bijih laterit juga dipengaruhi oleh ukuran partikel. Variasi ukuran partikel sampel yang dipelajari dalam studi ini adalah <75, 125– 150, 210–250 mikron pada suhu 358 K. Hasil eksperimen yang diperoleh tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh ukuran partikel terhadap nilai recovery nikel

Secara teoritis, peningkatan nilai recovery

nikel akan terjadi apabila ukuran partikel semakin kecil. Hal ini disebabkan ukuran partikel yang kecil akan memiliki luas kontak reaksi yang lebih banyak dan jalur tahapan difusi internal juga akan semakin kecil. Hasil eksperimen pada

Gambar 4 memberikan hasil yang serupa dengan

teori. Akan tetapi, kenaikan nilai persentase

recovery nikel tersebut sangat tidak signifikan, bahkan fenomena yang diperoleh tersebut dapat dianggap tidak memberikan pengaruh apapun.

Selain itu, Gambar 4 memiliki hasil yang serupa dengan Gambar 3 yaitu persentase nilai

recovery nikel yang diperoleh tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh penggunaan larutan asam

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110120 P e rs e n ta se R e co ve ry N ike l (% )

Waktu leaching (menit)

303 K 333 K 358 K 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 P e rs e n ta se R e co ve ry N ike l (% )

Waktu leaching (menit)

-60+70 mesh -100+120 mesh -200 mesh

(5)

. . .

nitrat yang rendah, yaitu sebesar 0,1 M. Penggunaan konsentrasi yang rendah ini akan berhubungan dengan kebutuhan asam dalam reaksi kimia. Persamaan 1 menunjukkan bahwa untuk bereaksi dengan senyawa NiO secara stokiometri, jumlah asam nitrat yang dibutuhkan sebanyak 2 kali dari jumlah senyawa NiO tersebut. Hal ini berbeda dengan proses leaching

bijih laterit dengan menggunakan asam sulfat yang biasanya digunakan dengan reaksi kimia yang terjadi seperti pada Persamaan 2 (Astuti, dkk, 2016):

NiO(s) + H2SO4(aq) NiSO4(aq) + H2O(l) (2)

Persamaan 2 menunjukkan bahwa pada saat konsentrasi larutan asam sulfat yang sama dengan konsentrasi larutan asam nitrat, persentase recovery nikel yang diperoleh akan banyak sebab kebutuhan asam untuk bereaksi dengan senyawa NiO lebih sedikit. Studi lain yang dilakukan oleh Astuti, dkk. (2016), Fathoni dan Mubarok (2015), dan Ayanda, dkk. (2011) menunjukkan bahwa apabila nilai recovery nikel yang diinginkan cukup tinggi, maka penggunaan konsentrasi asam nitrat harus lebih dari 0,1 M dan bahkan dapat mencapai 8 M. Akan tetapi pada studi ini, pemilihan konsentrasi asam 0,1 M dilakukan karena fokus studi ini adalah melihat validitas penggunaan model shrinking core

terhadap data eksperimen yang diperoleh. 3.4. Studi Kinetika

Studi kinetika yang dilakukan dalam studi ini mengikuti model shrinking core yaitu terdapat tiga persamaan yang terbentuk, yaitu (Levenspiel, 1995; Wanta, dkk., 2017):

Difusi eksternal mengontrol: kf. t = x (3) Difusi internal mengontrol:

kd. t = 1 – 3(1 – x)0,67 + 2 (1 – x) (4) Reaksi kimia mengontrol:

kr. t = 1 – (1 – x)0,33 (5)

dengan x merupakan nilai recovery nikel, t merupakan lama proses, kf, kd, dan kr merupakan konstanta laju proses leaching. Dengan menggunakan Persamaan 3 sampai 5, hasil

simulasi terhadap hasil percobaan variasi suhu yang diperoleh tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan bagaimana hasil

simulasi model terhadap data percobaan dan berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) yang diperoleh. Hasil simulasi menunjukkan nilai R2

yang baik, yaitu mendekati 1. Akan tetapi, apabila dilihat dan dicocokkan terhadap Persamaan 3 sampai 5, terdapat kekeliruan yang ada pada proses simulasi ini. Persamaan 3 sampai 5 merupakan persamaan linier tanpa intercept (y = mx) sedangkan persamaan yang terbentuk dari proses simulasi adalah persamaan linier dengan

intercept (y = mx+c). Hal ini tidak mungkin terjadi karena apabila digunakan persamaan y = mx+c, maka nilai recovery nikel hasil simulasi pada saat t = 0 menit tidak sama dengan nol.

Gambar 6 menunjukkan bahwa data model yang

menggunakan persamaan y = mx+c kurang tepat untuk menggambarkan fenomena fisis proses

leaching yang terjadi. Kekeliruan penggunaan model shrinking core ini banyak dilakukan oleh beberapa studi terkait kinetika proses leaching

mineral, khususnya nikel laterit. Sebagai contoh, dalam studi yang telah dilakukan oleh Thubakgale, dkk., 2012 yaitu penentuan tahapan pengendali dari proses leaching dilakukan dengan menggunakan persamaan y = mx+c.

Gambar 7 dan 8 menunjukkan bagaimana

hasil simulasi yang terjadi apabila intercept

persamaan dibuat nol. Hasil simulasi menyimpulkan bahwa ketidakcocokan model

shrinking core terhadap proses leaching terjadi. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (R2) yang semakin jauh dari nilai ideal, yaitu 1. Hasil ini semakin menguatkan studi kami lainnya yaitu model shrinking core juga tidak cocok digunakan dalam proses leaching nikel laterit dengan menggunakan asam sitrat (asam organik) sebagai pelarutnya. Ketidakcocokan model ini dapat disebabkan oleh asumsi yang digunakan yaitu dalam penyusunan persamaan matematika, tahapan pengontrol proses leaching hanya satu tahapan saja. Padahal proses leaching ini merupakan proses heterogen, yang melibatkan tiga tahapan utama, yaitu difusi eksternal, difusi internal, dan reaksi kimia (Wanta, dkk., 2016).

(6)

(a) (b)

(c)

Gambar 5. Hasil simulasi model shrinking core (y = mx +c) di mana (a) difusi eksternal yang mengontrol, (b) difusi internal yang mengontrol, (c) reaksi kimia yang mengontrol

Gambar 6. Perbandingan fraksi recovery data penelitian dengan model shrinking core dengan intercept (y = mx + c)

Apabila diamati hasil eksperimen yang diperoleh dalam studi ini, tahapan pengendali proses leaching tidak hanya tergantung pada satu tahapan saja, melainkan terdapat tahapan reaksi kimia dan tahapan difusi yang mempengaruhi proses. Hal ini dapat dilihat pada menit–menit awal yaitu terdapat kenaikan data yang cukup cepat kemudian diikuti dengan kenaikan nilai

recovery nikel yang melambat. Dengan demikian, terdapat kemungkinan untuk menyusun model kinetika baru dengan seluruh tahapan yang mempengaruhi proses leaching, seperti difusi eksternal, difusi internal, dan reaksi kimia perlu dipertimbangkan. y = 6.933E-06x + 2.268E-03 R² = 8.897E-01 y = 2.105E-05x + 4.287E-03 R² = 7.446E-01 y = 3.325E-05x + 5.550E-03 R² = 9.335E-01 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0 20 40 60 80 100 120 X

Waktu leaching (menit)

y = 1.223E-08x + 1.702E-06 R² = 9.023E-01 y = 7.411E-08x + 6.146E-06 R² = 7.891E-01 y = 1.654E-07x + 9.851E-06 R² = 9.536E-01 0.000000 0.000005 0.000010 0.000015 0.000020 0.000025 0.000030 0.000035 0 20 40 60 80 100 120 1 -3 (1 -X)0 .6 7 +2 (1 -X)

Waktu leaching (menit)

y = 2.315E-06x + 7.566E-04 R² = 8.897E-01 y = 7.043E-06x + 1.431E-03 R² = 7.448E-01 y = 1.114E-05x + 1.853E-03 R² = 9.336E-01 0.000 0.001 0.001 0.002 0.002 0.003 0.003 0.004 0 20 40 60 80 100 120 1 -(1 -X)0 .3 3

Waktu leaching (menit)

0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0 20 40 60 80 100 120 Fr aks i R e co ve ry N ike l (X)

Waktu leaching (menit) Data penelitian Data simulasi SCM

(7)

. . .

(a) (b)

(c)

Gambar 7. Hasil simulasi model shrinking core (y = mx) di mana (a) difusi eksternal yang mengontrol, (b) difusi internal yang mengontrol, (c) reaksi kimia yang mengontrol

Gambar 8. Perbandingan fraksi recovery data penelitian dengan model shrinking core tanpa intercept (y = mx)

4. Kesimpulan

Proses leaching bijih laterit dipengaruhi oleh faktor suhu secara signifikan yaitu semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula perolehan nikel. Akan tetapi, perubahan ukuran partikel kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

perolehan nikel. Namun, kedua parameter tersebut sama–sama mempengaruhi kinetika proses yang terjadi. Hasil simulasi terhadap

model shrinking core menunjukkan

ketidakcocokan terhadap data percobaan (dengan persamaan linier tanpa intercept). Ketidakcocokan ini dapat terjadi sebagai akibat dari penggunaan asumsi yaitu hanya satu tahapan yang mengendalikan proses leaching. Hal ini menandakan bahwa diperlukan penyusunan model matematika baru yang melibatkan seluruh tahapan yang mengendalikan proses leaching,

yaitu tahapan difusi dan tahapan reaksi kimia.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Katolik Parahyangan (LPPM UNPAR) yang telah membantu penulis dalam hal finansial dan Lembaga Ilmu

y = 3.521E-05x R² = -1.557E+00 y = 7.450E-05x R² = -1.006E+00 y = 1.024E-04x R² = -7.964E-01 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0.014 0 20 40 60 80 100 120 X

Waktu leaching (menit)

y = 3.345E-08x R² = -5.520E-01 y = 1.507E-07x R² = 7.607E-02 y = 2.883E-07x R² = 4.019E-01 0.000000 0.000005 0.000010 0.000015 0.000020 0.000025 0.000030 0.000035 0.000040 0 20 40 60 80 100 120 1 -3 (1 -X)0 .6 7 +2 (1 -X)

Waktu leaching (menit)

y = 1.175E-05x R² = -1.556E+00 y = 2.488E-05x R² = -1.003E+00 y = 3.425E-05x R² = -7.923E-01 0.0000 0.0005 0.0010 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0035 0.0040 0.0045 0 20 40 60 80 100 120 1 -(1 -X)0 .3 3

Waktu leaching (menit)

0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0 20 40 60 80 100 120 Fr aks i R e co ve ry N ike l Waktu (menit) Data Percobaan

Data Simulasi SCM dengan Intercept 0,0

(8)

Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah membantu penulis sebagai penyedia bahan baku penelitian.

Daftar Pustaka

Astuti, W., Hirajima, T., Sasaki, K., Okibe, N., 2015, Kinetics of nickel extraction from Indonesian saprolitic ore by citric acid leaching under atmospheric pressure, Miner. Metall. Process., 32(3), 176–185.

Astuti, W., Hirajima, T., Sasaki, K., Okibe, N., 2016, Comparison of effectiveness of citric acid and other acids in leaching of low–grade Indonesian saprolitic ores, Miner. Eng., 85, 1– 16.

Ayanda, O.S., Adekola, F.A., Baba, A.A., Fatoki, O.S., dan Ximba, B.J., 2011, Comparative study of the kinetics of dissolution of laterite in some acidic media, J. Miner. Mater. Charact. Eng., 10(15), 1457 – 1472.

Fathoni M.W. dan Mubarok, M.Z., 2015, Studi perilaku pelindian bijih besi nikel limonit dari Pulau Halmahera dalam larutan asam nitrat, Majalah Metalurgi, 3, 115–124.

Habbache, N., Alane, N., Djerad, S., Tifouti, L., 2009, Leaching of copper oxide with different acid solutions, Chem. Eng. J., 152, 503–508. Kuck, P.H., 2011, Nickel, Mineral Commodity

Summaries 2011: U.S. Geological Survey, 108–109.

Kyle, J., 2010, Nickel laterite processing technologies–where to next?, ALTA 2010 Nickel/Cobalt/Copper Conference, Perth, 24– 27 Mei 2010.

Levenspiel, O., 1995, Chemical Reaction Engineering, 2nd edition, John Wiley & Sons, Inc, New York, USA

Liddell, K.C., 2005, Shrinking core models in hydrometallurgy: What students are not being told about the pseudo–steady approximation, Hydrometallurgy, 79, 62–68.

McDonald, R.G., Whittington, B.I., 2008, Atmospheric acid leaching of nickel laterites review Part I. Sulphuric acid technologies, Hydrometallurgy, 91, 35–55.

Thubakgale Thubakgale, C.K., Mbaya, R.K.K., Kabongo, K., 2012, Leaching Behaviour of a low–grade South African nickel laterite, International Journal of Chemical, Molecular, Nuclear, Materials and Metallurgical Engineering, 6(8), 228–232.

Tundermann, J.H., Tien, J.K., Howson, T.E., 2013, Nickel and Nickel Alloys, Kirk – Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, John Wiley & Sons, New York, USA

Wanta, K.C., Perdana, I., Petrus, H.T.B.M., 2016, Evaluation of shrinking core model in leaching process of Pomalaa nickel laterite using citric acid as leachant at atmospheric conditions, IOP Conf. Ser.: Mater. Sci. Eng., 162, 012018.

Wanta, K.C., Petrus, H.T.B.M, Perdana, I., dan Astuti, W., 2017, Uji validitas model shrinking core terhadap pengaruh konsentrasi asam sitrat dalam proses leaching nikel laterit, J. Rek. Pros., 11(1), 30–35.

Gambar

Gambar 1.  Rangkaian  alat  percobaan  (Wanta,  dkk.,  2017)
Tabel 1.  Kandungan  unsur–unsur  logam  bijih  laterit  Pomalaa  Unsur  Komposisi, %b  Fe  79,80  Si  6,31  Al  5,04  Ni  2,93  Cr  2,84  Mn  1,23  Mg  0,94  Co  0,13  Ti  0,11  Zn  0,07  V  0,04
Gambar 5.  Hasil simulasi model shrinking core (y = mx +c) di mana (a) difusi eksternal yang mengontrol, (b) difusi  internal yang mengontrol, (c) reaksi kimia yang mengontrol
Gambar 7.   Hasil  simulasi  model  shrinking  core  (y  =  mx)  di  mana  (a)  difusi  eksternal  yang  mengontrol,  (b)  difusi  internal yang mengontrol, (c) reaksi kimia yang mengontrol

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya energi kalor yang Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya energi kalor yang timbul pada

Antiperspiran yang mengandung garam aluminium mempunyai aktivitas tidak langsung pada kelenjar keringat tetapi, dengan cara memblokade pori dengan koagulasi  protein oleh ion

Selain buahnya, minyak yang dihasilkan oleh buah alpukat sangat baik untuk kulit diantaranya adalah untuk melembabkan kulit, menangkal radikal bebas, memelihara

Dikarenakan penentuan kriteria dan bobot dalam setiap aturan yang diberikan kepada mahasiswa pada sebuah Universitas yang sulit dilakukan menurut penelitian dari saudara

Mencari data barang berdasarkan kode supplier Memproses data supplier Menampilkan pesan data barang tidak ditemukan Menampilkan data barang yang dicari Melakukan edit

Proses penguapan komponen zat ini dilakukan dengan pemanasan pada labu destilasi sehingga komponen zat yang memiliki titik didih yang lebih rendah akan menguap dan uap

Tugas di bidang supervisi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pembinaan guru untuk perbaikan pengajaran. Supervisi merupakan suatu usaha memberikan

Model ARIMA yang layak untuk digunakan pada data jumlah penumpang kereta api Yogyakarta adalah model ARIMA  1 , 0 , 1  0 , 0 , 1  12 Model tersebut dikatakan layak untuk