• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi yaitu Kota Bogor sebagai gambaran dari wilayah perkotaan dan Kabupaten Bogor mewakili wilayah pedesaan. Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 6º30’30”- 6º41’00” Lintang Selatan dan 106º43’30” - 106º51’00” Bujur Timur serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di atas permukaan laut (dpl). Kedudukan geografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya sangat dekat dengan ibukota negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata.

Kota Bogor memiliki lokasi sangat strategis, karena letaknya berdekatan dengan wilayah DKI Jakarta. Jarak Kota Bogor dengan Kota Jakarta kurang lebih 60 Km dan dengan Kota Bandung sekitar 120 Km. Batas wilayah Kota Bogor adalah :

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor.

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan

Bojonggede, Kecamatan Kemang, dan Kabupaten Bogor. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Dramaga,

dan Kabupaten Bogor.

Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan yaitu Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Barat, dan Tanahsareal. Kecamatan terluas di Kota Bogor adalah Kecamatan Bogor Barat, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Bogor Tengah. jumlah wilayah administrasi kelurahan di Kota Bogor sebanyak 68 kelurahan, yang didukung oleh satuan lingkungan setempat sebanyak 780 Rukun Warga (RW) dan 3 479 Rukun Tetangga (RT). Berdasarkan BPS Kota Bogor Tahun 2012, penduduk Kota Bogor berjumlah 967 398 jiwa, yang terdiri dari 493 761 laki-laki dan 473 637 perempuan. Banyaknya rumah tangga sebesar 238 227, yang menunjukkan bahwa jumlah rata-rata jiwa per rumah tangga sebanyak 4.06 jiwa. Jumlah rata-rata jiwa per rumah tangga tertinggi terdapat di Kecamatan Bogor Selatan sebesar 4.14 sedangkan Kecamatan Bogor Tengah memiliki jumlah rata-rata jiwa per rumah tangga terkecil (3.94).

Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu Kecamatan Bogor Barat sebanyak 4 826 jiwa (22.21 persen). Diikuti penduduk Kecamatan Tanahsareal sebanyak 195 742 jiwa (20.23 persen), Bogor Selatan sebanyak 184 336 jiwa (19.05 persen), Bogor Utara sebanyak 173 732 jiwa (17.96 persen), Bogor Tengah sebanyak 102 145 jiwa (10.56 persen), dan Bogor Timur sebanyak 96 617 jiwa (9.99 persen). Laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor tahun 2010-2011 sebesar 1.80 persen. Pertumbuhan penduduk Kecamatan Tanah Sareal adalah yang tertinggi dibandingkan kecamatan-kecamatan lain di Kota Bogor yakni sebesar 2.53 persen, hal ini sangat wajar mengingat banyaknya pemukiman yang terdapat di wilayah ini. Sementara itu laju pertumbuhan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan pusat pemerintahan

(2)

sehingga tidak ada lagi wilayah pemukiman baru yakni hanya sebesar 0.74 persen. Kecamatan Bogor Barat menempati urutan pertama dari jumlah penduduk di Kota Bogor, namun dari sisi laju pertumbuhan penduduknya menempati urutan ketiga yakni sebesar 1.77 persen (BPS Kota Bogor, 2012).

Sama seperti wilayah-wilayah lain di Indonesia, kemiskinan di Kota Bogor masuk ke dalam salah satu dari empat Skala Prioritas. Sejalan dengan komitmen tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor pada tahun 2012 telah memberikan alokasi anggaran sebesar Rp 137 48 miliar untuk menanggulangi angka kemiskinan. Hasilnya, berdasarkan Pendataan Program layanan Sosial (PPLS) 2011, jumlah penduduk miskin di Kota Bogor pada tahun 2011 turun menjadi 17 188 Rumah Tangga Sederhana (RTS) dari 40 876 RTS di tahun 2010. Garis kemiskinan di Kota Bogor tahun 2010 adalah Rp 278 530.

Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota Bogor yang mencapai angka 973 113, maka angka penduduk miskin mencapai 8.6 persen. Penurunan ini juga sejalan dengan adanya penurunan jumlah pengangguran terbuka di Kota Bogor dan meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2011, jumlah pengangguran terbuka di Kota Bogor mencapai angka 10.2 persen. Data tersebut berdasarkan Sensus Ekonomi Nasional 2011. Sementara IPM Kota Bogor mencapai angka 76.06 (BPS Kota Bogor, 2012).

Pada wilayah Kabupaten Bogor, luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 298 838 304 ha. Secara administratif Kabupaten Bogor terdiri dari 413 desa dan 17 kelurahan (430 desa/kelurahan), 3 768 RW dan 14 951 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan, dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 5 077 210 jiwa, lebih tinggi dari jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2011 yaitu sebanyak 4 922 205 orang. Kondisi ini disebabkan tingginya migrasi masuk pertumbuhan alami ke Kabupaten Bogor (Yasin, 2013).

Adapun batas wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur.

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Purwakarta.

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi.

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Lebak.

Dilihat dari kategori penduduk miskin dengan alasan ekonomi dan nonekonomi, maka keluarga di Kabupaten Bogor terdiri dari: (1) kategori keluarga Pra Keluarga Sejahtera (KS) sebanyak 89 142 KK, (2) kategori KS I sebanyak 282 023 KK, (3) kategori KS II sebanyak 253 060 KK, (4) kategori KS III sebanyak 105 785 KK, (5) kategori KS III plus sebanyak 25 342 KK. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bogor menunjukkan untuk laki-laki 75.13 persen, perempuan 32.92 persen dan total adalah 54.67 persen. Menurut Yasin (2013) bahwa penurunan jumlah penduduk miskin berdasarkan angka estimasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada tahun 2012 menjadi sebanyak 424 314 jiwa atau 8.62 persen.

(3)

Deskripsi Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor

Sejak tahun 2007 P2SDM LPPM IPB telah mengembangkan Posdaya di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) adalah sebuah upaya pemberdayaan masyarakat dengan menghidupkan modal sosial kegotongroyongan, pemberdayaan, dan kemandirian di masyarakat. Posdaya bertujuan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui empat bidang utama kegiatan, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi/ kewirausahaan dan lingkungan yang merupakan bentuk kerjasama kemitraan untuk pengembangan masyarakat.

Sampai saat ini, jumlah Posdaya di Bogor yang dikembangkan oleh perguruan tinggi (IPB dan UIKA) mencapai 120 Posdaya yang tersebar di Kota dan Kabupaten. Jumlah Posdaya di Kota Bogor mencapai 42 Posdaya dan di wilayah Kabupaten Bogor berjumlah 78 Posdaya.

Kinerja Posdaya

Mengacu pada penelitian Muljono et al. (2009) yang mengkaji tentang upaya pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan melalui model Posdaya, diketahui bahwa secara umum kinerja Posdaya di sekitar Kota dan Kabupaten Bogor termasuk kategori baik di mana Posdaya telah menghasilkan beberapa perubahan sebagai berikut:

1. Posdaya mampu mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap bentuk-bentuk intervensi pembangunan.

2. Posdaya mampu mendinamisasikan kehidupan masyarakat melalui

meningkatnya partisipasi dan komitmen masyarakat dalam pembangunan. 3. Kualitas keluarga-keluarga miskin yang ada di wilayah Posdaya mengalami

perubahan yang cukup signifikan setelah ada Posdaya.

4. Mulai muncul kegiatan-kegiatan ekonomi di masyarakat, seperti munculnya usaha-usaha kecil di bidang pangan, kerajinan maupun jasa.

5. Masyarakat mulai menilai penting menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan dengan memulai upaya mengolah sampah rumah tangga menjadi kompos.

Pada 120 Posdaya yang digagas oleh IPB dan UIKA bekerjasama dengan Yayasan Damandiri, Pemkot Bogor, dan juga ada satu Posdaya Coorporate Social Responsibility (CSR) yang bekerjasama dengan PT. Akzo Nobel Indonesia umumnya terjadi dinamika yang baik di kalangan masyarakat. Sosialisasi Posdaya berlanjut kepada suatu diskusi kelompok terarah atau Focussed Group Discussion (FGD) yang diikuti oleh tokoh-tokoh masyarakat formal dan nonformal serta beberapa perwakilan masyarakat. FGD diawali dengan penjelasan sepintas mengenai konsep Posdaya dan dilanjutkan dengan penggalian potensi masyarakat yang dapat dikembangkan. Pada forum FGD biasanya masyarakat akan memunculkan potensi dan kendala serta beragam keinginan masyarakat untuk aktivitas pemberdayaan di wilayahnya. Keberhasilan dalam pelaksanaan FGD ditindaklanjuti dengan sebuah lokakarya tingkat RW ataupun desa yang diberi nama ”Mini Workshop” (Mini Lokakarya). Semua unsur masyarakat biasanya terwakili dalam mini lokakarya tersebut seperti kepala desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tokoh

(4)

agama dan alim ulama, tokoh pemuda, tokoh wanita, kelompok tani, bidan, guru, remaja, dan tentu saja kelompok marginal. Secara aklamasi masyarakat dengan unsur yang lengkap tersebut umumnya bersepakat melahirkan Posdaya di wilayah mereka dengan membentuk kepengurusan dan nama Posdaya.

Kemampuan masyarakat menangkap ide pemberdayaan berbasis masyarakat melalui Posdaya umumnya membawa suatu perubahan cukup drastis di wilayah tersebut. Misalkan di salah satu Posdaya di RW dua Kelurahan Pasirmulya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor yang mereka beri nama Posdaya Bina Sejahtera (fase semi mandiri), terlihat perkembangan yang sangat baik dan patut ditularkan. Mereka dapat mengelola dan menangkap konsep Posdaya pada cakupan wilayah RW yang anggota masyarakatnya masih banyak tergolong keluarga miskin (gakin). IPB hanya memfasilitasi agar masyarakat mampu melakukan perencanaan, dan ternyata mereka mampu bermusyawarah dalam rapat kerja (raker) Posdaya yang menghasilkan rencana kerja pemberdayaan masyarakat dalam jangka waktu tiga tahun. IPB melanjutkan pemberdayaan dengan program pendampingan atau pembinaan yang dilakukan secara intensif dengan melibatkan dosen, mahasiswa dan penyuluh pendamping. Hampir dua tahun pendampingan ini ternyata sangat berpengaruh pada pembangkitan motivasi dan tumbuhnya rasa percaya diri para pengurus dan kader Posdaya.

Kegiatan Posdaya

Ada empat bidang utama yang menjadi pokok aktivitas pemberdayaan masyarakat yang ditekuni Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor yakni bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang ekonomi/kewirausahaan, dan bidang lingkungan. Untuk melaksanakan keempat bidang tersebut, dilakukan beberapa metode pengembangan Posdaya, di antaranya: (1) pelatihan, dilakukan untuk membekali pengurus dan kader Posdaya dengan program motivasi dan keterampilan, (2) rapat koordinasi, dilakukan untuk mengetahui perkembangan masing-masing Posdaya, saling berbagi antarpengurus atau kader, dan sosialisasi program, dan (3) pendampingan, dimaksudkan untuk mengadakan teman diskusi bagi Posdaya, sumber informasi dan motivator pengembangan Posdaya.

a) Bidang Pendidikan

Hampir di setiap Posdaya binaan IPB dan UIKA terselenggara program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). P2SDM LPPM IPB sebagai pengelola Posdaya memberikan pelatihan dasar penyelenggaraan PAUD, meng-up grade kapasitas guru-guru PAUD melalui training-training yang ada di wilayah binaan yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga terkait, misalnya Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi), yayasan, atau perguruan tinggi. Kegiatan pendidikan lainnya seperti pustaka warga,

Komputer untuk Posdaya (Kompudaya), majelis ta’lim, kegiatan

pemberantasan buta huruf, dan taman pendidikan Al Quran (TPA).

b)Bidang Kesehatan

Program kesehatan yang muncul pada Posdaya dapat dikategorikan pada dua keadaan, yaitu program lama, dan program baru. Program lama adalah program yang sudah ada di wilayah bersangkutan sebelum hadirnya Posdaya.

(5)

Kegiatan bidang kesehatan meliputi kegiatan rutin bulanan Posyandu, Posbindu lansia, pemberian makanan tambahan (PMT), kelompok bina keluarga balita (BKB), kelompok bina keluarga remaja (BKR), kelompok bina keluarga dewasa (BKD), kelompok bina lansia (BKL) dan kegiatan kelompok lainnya dalam layanan kesehatan.

c) Bidang Ekonomi atau Kewirausahaan

Banyak kreativitas masyarakat yang tumbuh untuk mencari peluang usaha dengan menggali potensi diri dan potensi sumber daya yang ada di wilayah masing-masing Posdaya. Peningkatan kemampuan ekonomi meliputi penyusunan program-program kegiatan melalui sebuah raker (rapat kerja Posdaya yang bersangkutan), mengakomodir jenis-jenis pelatihan young entrepreneur dan keterampilan usaha pada bidang-bidang minat mereka semisal teknis pembuatan aneka keripik, kerajinan, budidaya jamur, dan sebagainya. Untuk menopang kebutuhan permodalan usaha, di beberapa Posdaya juga mulai muncul koperasi, Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Bentuk kegiatannya adalah simpan pinjam berpola syari’ah serta koperasi yang berbadan hukum.

d)Bidang Lingkungan

Di bidang lingkungan, umumnya Posdaya mengarahkan kegiatannya pada upaya pengelolaan sampah, berupa pelatihan pengelolaan sampah disampaikan oleh IPB dan sebagian Posdaya telah mampu mengimplementasikan pengelolaan sampah menjadi kompos yang bernilai ekonomi, menciptakan gerakan lingkungan sehat (Gelis), program kebun bergizi, kebun tanaman obat keluarga (toga), kegiatan biopori, kegiatan kebun pembibitan komunal, wisata Posdaya, dan kegiatan lainnya bidang lingkungan.

Karakteristik Kader Posdaya sebagai Pelaku Komunikasi

Rensponden dalam penelitian ini adalah sebanyak 92 kader Posdaya dengan kategori berdasarkan fase perkembagannya, yaitu 5 orang pada Posdaya fase pemula, 76 orang pada fase Posdaya semi mandiri, dan 11 orang pada fase Posdaya mandiri. Dari 92 kader Posdaya yang diteliti, didominasi oleh kader Posdaya berjenis kelamin perempuan sebanyak 52 orang (56.5 persen). Kader Posdaya berjenis kelamin laki-laki sebanyak 40 orang (43.5 persen). Kader Posdaya yang diteliti adalah mereka yang berstatus atau berkedudukan sebagai koordinator, sekretaris, bendahara, ketua bidang pendidikan, ketua bidang ekonomi, ketua bidang kesehatan, dan ketua bidang lingkungan.

Aspek karakteristik kader Posdaya yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan formal dan pendidikan nonformal, pengalaman menjadi kader Posdaya, tingkat kekosmopolitan, tingkat pendapatan, motivasi, dan kepemilikan media massa. Gambaran umum karakteristik kader Posdaya berdasarkan kategori peubah penelitian, rata-rata dan uji beda untuk masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 7.

(6)

Tabel 7 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan karakteristik individu di Kota dan Kabupaten Bogor Tahun 2013

Karakteristik Kader

Kisaran

Kategori

Kota Kabupaten Rata-Rata

thitung Kota Kabu paten n (%) n (%) Kota Kabu paten Umur Muda 24-71 22-60 < 37 tahun 10 10.87 24 26.09 44.38 39.28 2.599* Dewasa 37-46 tahun 16 17.39 15 16.30 Tua > 46 tahun 16 17.39 11 11.96 Pendidikan Formal Rendah 9-16 3-16 < 7 tahun 0 0.00 13 14.13 11.98 10.56 2.699** Sedang 7-12 tahun 35 38.04 31 33.70 Tinggi > 12 tahun 7 7.61 6 6.52 Pendidikan Nonformal Rendah 0-10 0-10 < 1 pelatihan 21 22.83 32 34.78 1.62 2.70 1.823 Sedang 1-4 pelatihan 17 18.48 10 10.87 Tinggi > 4 pelatihan 4 4.34 8 8.70 Pengalaman Menjadi Kader Rendah 1-6 1-6 < 2 tahun 16 17.39 1 1.09 2.50 3.10 2.258* Sedang 2-3 tahun 17 18.48 40 43.48 Tinggi > 3 tahun 9 9.78 9 9.78 Tingkat Kosmopolitan Rendah 0-45 0-64 < 4 kali/3 bulan 17 18.48 13 14.13 8.02 10.14 0.930 Sedang 4-15 kali/3 bulan 20 21.74 28 30.44 Tinggi > 15 kali/3 bulan 5 5.43 9 9.78 Tingkat Pendapatan Rendah 0-10000000 35000-883000 < Rp 402 300 17 18.48 17 18.48 Rp 1 528 571 Rp 883 000 1.901 Sedang Rp 402 300 s/d Rp 1 953 135 13 14.13 27 29.35 Tinggi > Rp 1 953 135 12 13.04 6 6.52 Motivasi Rendah 117-256 119-263 < skor 167 12 13.04 15 16.30 178.74 182.08 0.576 Sedang skor 167-194 18 19.57 17 18.48 Tinggi > skor 194 12 13.04 18 19.57 Kepemilikan Media Rendah 2-17 2-12 < 3 media 6 6.52 12 13.04 5.64 4.00 2.733** Sedang 3-6 media 17 18.48 29 31.53 Tinggi > 6 media 19 20.65 9 9.78

Keterangan: ** sangat nyata pada p<0.01 ttabel: 1.987

* nyata pada p<0.05

Umur

Umur merupakan salah satu karakteritik individu yang mempengaruhi fungsi biologis, psikologis, dan sosiologis. Umur kader di Kota Bogor berkisar antara 24 sampai 71 tahun dan di Kabupaten Bogor antara 22 sampai 60 tahun. Pada Tabel 7 terlihat bahwa kader yang terlibat dalam kegiatan Posdaya di Kota Bogor pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi/kewirausahaan, dan lingkungan sebagian besar berusia dewasa yaitu 16 (17.39 persen). Sementara itu, di Kabupaten Bogor umur kader Posdaya didominasi dengan umur terkategori muda yaitu 24 kader (26.09 persen). Dominasi kader yang berumur muda dan dewasa merupakan salah satu sintesa yang memperkuat asumsi bahwa kader

(7)

Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor merupakan kader yang masih produktif untuk terus berkiprah di berbagai kegiatan Posdaya. Keadaan ini menunjukkan kemampuan motorik dan konatif yang masih kuat, sehingga dapat dengan mudah menyesuaikan dan dapat berperan serta dalam segala kegiatan-kegiatan Posdaya. Berdasarkan Tabel 7, usia tua dengan jumlah paling sedikit yaitu berjumlah 11 kader Posdaya (11.96 persen) pada kader Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua umur kader maka aktivitas dan produktivtas yang diberikan semakin menurun. Robbins (2007) menyatakan bahwa semakin tua tenaga kerja maka produktivitas akan menurun.

Dari perhitungan uji beda rata-rata umur kader, terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara umur kader di Kota dengan di Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata umur kader Posdaya di Kota Bogor lebih tua yaitu 44.38 tahun (setara dengan 44 tahun 5 bulan) di bandingkan dengan rata-rata umur kader Posdaya di Kabupaten yaitu 39.28 tahun (setara dengan 39 tahun 3 bulan) dengan selisih rata-rata umur antara kader di Kota dengan di Kabupaten Bogor adalah 5.1 tahun (setara dengan 5 tahun 2 bulan). Dapat dikatakan pula bahwa umur kader Posdaya di Kabupaten Bogor banyak didominasi oleh kader yang berusia muda, sedangkan kader di Kota Bogor lebih banyak didominasi oleh kader Posdaya berusia tua. Walaupun demikian, umur kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor masih termasuk ke dalam umur yang produktif untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan bernilai bagi Posdaya dan masyarakat di sekitarnya.

Pendidikan Formal

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi cara berpikir, cara merasa, dan cara berperilaku atau bertindak seseorang. Jumlah tahun tempuh pendidikan formal kader Posdaya di Kota Bogor antara 9-16 tahun atau setara dengan lulus SMP sampai dengan lulus perguruan tinggi. Pada kader Posdaya di Kabupaten Bogor, jumlah tahun tempuh berkisar 3-16 tahun atau setara kelas 3 SD sampai dengan tamat perguruan tinggi (S1). Pendidikan sampai kelas 3 SD terdapat kader di Kabupaten Bogor. Pendidikan rendah kader Posdaya di Kabupaten Bogor tersebut disebabkan karena mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Di sisi lain mereka tidak memiliki motivasi untuk mengubah hidup dengan pendidikan dan pasrah menerima keadaan dengan alasan kurangnya biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Secara umum pendidikan formal kader di Kota dan Kabupaten didominasi oleh kader yang memiliki jumlah tahun menempuh pendidikan formal yaitu 7-12 tahun atau setara dengan kelas 1 SMP sampai kelas 3 SMA yaitu 35 kader (38.04 persen) di Kota Bogor dan 31 kader (33.70 persen) di Kabupaten Bogor. Kader yang pendidikannya rendah berjumlah 13 kader (14.13 persen) berada pada kader Posdaya di Kabupaten Bogor. Sebanyak 7 kader Posdaya (7.61 persen) di Kota Bogor dan 6 kader (6.52 persen) di Kabupaten Bogor juga sudah mengenyam pendidikan setingkat diploma dan sarjana. Tilaar (1997) menjelaskan bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah proses untuk menguak potensi individu dan cara manusia untuk mampu mengontrol potensi yang telah dikembangkan agar bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidupnya. Kondisi tersebut akan

(8)

berkontribusi terhadap kemampuan adaptif seseorang dalam merespons dan menerima inovasi.

Dari perhitungan uji beda rata-rata pendidikan kader, terdapat perbedaan sangat nyata (p<0.01) antara pendidikan formal kader di Kota dan Kabupaten Bogor. Rata-rata pendidikan kader Posdaya di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan kader Posdaya di Kabupaten Bogor. Rata-rata tahun tempuh pendidikan formal kader Posdaya di Kota Bogor 11,98 tahun dibulatkan 12 tahun setara lulus SMA/SMK/Sederajat. Untuk kader Kabupaten Bogor tahun tempuh pendidikan formal rata-rata 10.56 tahun dibulatkan 11 tahun atau setara kelas 2 SMA/SMK/Sederajat. Uji beda rata-rata juga menunjukkan bahwa mayoritas kader yang pendidikannya hanya sampai 6 tahun atau tingkat kelas 6 SD didominasi oleh kader Posdaya di Kabupaten Bogor dan untuk kader Posdaya di Kota Bogor mayoritas sudah berpendidikan minimal 9 tahun atau tamat SMP/MTs/sederajat.

Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal responden ditunjukkan dengan banyaknya frekuensi pelatihan atau kursus yang diikuti oleh kader Posdaya sampai dilakukan penelitian ini. Pendidikan nonformal kader Posdaya baik di Kota maupun di Kabupaten Bogor berkisar antara 0-10 kali mengikuti pelatihan. Tingkat pendidikan nonformal kader di dua lokasi penelitian didominasi oleh tingkat pendidikan nonformal yang berkategori sedang yaitu sebanyak 17 kader (18.48 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 10 kader (10.87 persen) di Kabupaten Bogor. Sebanyak 21 kader (22.83 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 32 kader (34.78 persen) di Kabupaten Bogor tidak pernah mengikuti pelatihan atau kursus baik yang diselenggarakan oleh Posdaya maupun oleh instansi lainnya, karena sebagian kader di dua lokasi didominasi oleh kaum ibu dengan pekerjaan utamanya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Kenyataan yang ditemui di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kondisi tersebut tidak membuat kader memiliki resistensi terhadap segala inovasi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan Posdaya. Kondisi tersebut didukung oleh pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan dalam mengelola kegiatan Posdaya yang diperoleh kader dari kegiatan pendampingan atau pembinaan dari mahasiswa/dosen/penyuluh pendamping Posdaya.

Berdasarkan uji beda rata-rata, disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara kader di Kota dan Kabupaten Bogor terkait dengan pendidikan nonformal. Hal ini menunjukkan bahwa responden di Kota dan Kabupaten Bogor sama-sama memiliki kesempatan untuk mengikuti pendidikan nonformal baik yang diselenggarakan oleh pengelola Posdaya maupun di luar pengelola Posdaya. Jika dilihat dari selisih rata-rata antara kader Posdaya di Kota dengan di Kabupaten Bogor, maka rata-rata kader Posdaya di Kabupaten Bogor lebih sering mengikuti pelatihan atau kursus untuk mendukung kegiatan Posdaya dibandingkan dengan kader Posdaya di Kota Bogor. Hal ini sesuai dengan pernyataan kader Posdaya di Kota Bogor yang menyebutkan bahwa kegiatan pelatihan yang dilaksanakan tidak sesering di Kabupaten Bogor, karena menyangkut biaya atau dana yang digulirkan oleh instansi terkait (BPMKB). Seringnya kader Posdaya di Kabupaten Bogor mengikuti pelatihan juga didukung

(9)

dengan keberadaan penyuluh pertanian yang turut aktif sebagai penyuluh pendamping pada Posdaya. Jenis pelatihan yang diikuti oleh kader Posdaya di antaranya pelatihan budidaya pertanian (jahe, gurami, singkong, jamur tiram), kewirusahaan (keripik singkong, telur asin, tata rias pengantin), lembaga keuangan mikro (LKM) syari’ah, pelatihan tutor pendidikan, leadership, dan sebagainya.

Pengalaman Menjadi Kader Posdaya

Pengalaman menjadi kader Posdaya merupakan tahun lamanya responden untuk menduduki posisi sebagai kader Posdaya. Pengalaman menjadi kader Posdaya di dua lokasi penelitian berkisar antara 1-6 tahun dengan nilai rataan tiga tahun. Pengalaman menjadi kader dominan berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak 17 kader (18.48 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 40 kader (43.48 persen) di Kabupaten Bogor. Secara keseluruhan sebenarnya dapat dikatakan bahwa pengalaman menjadi kader Posdaya di dua lokasi penelitian cukup lama. Hal ini dibuktikan oleh beberapa kader yang telah memiliki pengalaman menjadi kader lebih dari tiga tahun, yaitu 18 kader (19.57 persen). Oleh karena itu, sebenarnya para kader telah memiliki pengalaman yang cukup lama dalam kerangka mengelola segala bentuk kegiatan-kegiatan Posdaya, baik bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi maupun bidang lingkungan. Dengan pengalaman yang tinggi maka kader Posdaya akan lebih mandiri dalam mengelola Posdaya pada masa yang akan datang dan pengalaman menunjukkan pada kematangan kader dalam menjalankan aktivitas kegiatan Posdaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mubyarto (2000) yang menjelaskan bahwa pengalaman dan kemampuan bertani yang telah dimiliki sejak lama merupakan cara hidup yang memberikan keuntungan dalam hidup para petani. Dengan demikian, pengalaman yang telah dijalankan oleh kader Posdaya sebenarnya telah memiliki kecukupan untuk dapat mengelola kegiatan-kegiatan Posdaya.

Hasil uji beda rata-rata menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara pengalaman menjadi kader Posdaya di Kota Bogor dengan di Kabupaten Bogor. Artinya bahwa rata-rata pengalaman menjadi kader Posdaya di Kota Bogor yaitu sekitar 2.5 tahun (setara dengan dua tahun enam bulan) lebih rendah jika dibandingkan dengan pengalaman menjadi kader Posdaya di Kabupaten Bogor yaitu sekitar 3.1 tahun (setara dengan tiga tahun dua bulan). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kader Posdaya di Kabupaten Bogor lebih berpengalaman dalam penyelenggaraan kegiatan Posdaya dibandingkan kader Posdaya di Kota Bogor, baik bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan bidang lingkungan. Perbedaan ini didukung dengan fakta bahwa beberapa kader yang berada di Kota Bogor adalah mereka yang baru saja dipilih dan disahkan oleh lurah setempat, sehingga pengalaman untuk menjadi kader masih tergolong rendah. Dengan demikian,

pengalaman menjadi kader yang rendah menyebabkan belum bisa

mengoptimalkan pengetahuan, sikap dan tindakan yang dimiliki oleh kader untuk berkiprah di Posdaya.

Tingkat Kekosmopolitan

Tingkat kekosmopolitan merupakan salah satu indikator aktivitas kader Posdaya dalam berhubungan dengan kader Posdaya lain atau pihak lain. Tingkat

(10)

kekosmopolitan juga diartikan sebagai orientasi ke luar sistem sosial dengan hubungan interpersonal yang lebih luas. Kekosmopolitan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan aktivitas kader Posdaya ke luar desa, melakukan kunjungan ke kelompok Posdaya lainnya, dikunjungi oleh kelompok Posdaya dari luar Desa/Kelurahan lain serta aktivitas kader Posdaya untuk berkunjung ke P2SDM LPM IPB mencari informasi Posdaya sebagaimana telah disajikan pada Tabel 7. Rata-rata kekosmopolitan yang terjadi adalah 9.17 kali dalam tiga bulan terakhir dengan kisaran kekosmopolitan antara 0-45 kali per tiga bulan pada Posdaya Kota Bogor dan antara 0-64 kali per tiga bulan pada Posdaya Kabupaten Bogor. Dari kisaran tersebut, menunjukkan bahwa tidak semua kader melakukan berpergian, kunjungan atau dikunjungi oleh pihak luar (kader lain). Hal ini disebabkan kader disibukkan dengan aktivitas-aktivitas rumah tangganya masing-masing, seperti mengasuh anaknya yang masih balita, membantu suami mencari nafkah, mengantar dan menunggu anaknya yang sekolah dibangku TK dan SD serta kesibukan lainnya yang banyak menyita waktu di luar kegiatan Posdaya.

Dari perhitungan uji beda rata-rata pada tingkat kekosmopolitan, tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara kader Posdaya di Kota dan di Kabupaten Bogor dalam hal tingkat kekosmopolitan. Artinya, baik kader Posdaya dari Kota Bogor maupun kader Posdaya yang berasal dari Kabupaten Bogor sama-sama memiliki peluang untuk melakukan kekosmopolitan, namun pada kenyataannya kader Posdaya di Kabupaten Bogor memiliki kekosmopolitan yang lebih tinggi (10 kali per tiga bulan) dibandingkan dengan kekosmopolitan yang dilakukan oleh kader Posdaya di Kota Bogor (8 kali per tiga bulan). Jika ditelaah lebih jauh lagi bahwa kekosmopolitan terbanyak yang dilakukan kader Posdaya selama tiga bulan yang lalu adalah pada kekosmopolitan untuk berpergian atau kunjungan ke desa lain dengan rata-rata 6.48 kali per tiga bulan dilakukan oleh kader Posdaya Kabupaten Bogor dan rata-rata 5.43 kali per tiga bulan dilakukan oleh kader Posdaya Kota Bogor (Gambar 4). Kekosmopolitan kader Posdaya dalam hal di kunjungi oleh kelompok Posdaya lain, melakukan kunjungan ke kelompok Posdaya lain dari luar desa, serta berkunjung ke P2SDM-IPB sebagai pengelola Posdaya. Tujuan kader Posdaya ke desa lain adalah bersilaturrahmi ke sanak saudara dan urusan lain di luar Posdaya serta tujuan berkunjung ke P2SDM adalah untuk mencari informasi atau diskusi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan Posdaya.

Gambar 4 Rata-rata kekosmopolitan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor per tiga bulan

5.43 0.60 1.26 0.74 6.48 1.38 1.20 1.08 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Kunjungan ke desa lain/kecamatan/kabupaten/kota

Kunjungan ke kelompok posdaya lain Dikunjungi oleh kelompok posdaya lain Berkunjung ke P2SDM-IPB

Rata-rata per tiga bulan

K e k o sm o p o li ta n k a d e r P o sd a y a

(11)

Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan menggambarkan kesejahteraan masyarakat yang dikaitkan dengan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar. Tingkat pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan responden yang bersumber dari pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Tingkat pendapatan di Kota Bogor berkisar antara Rp 0 sampai dengan Rp 10 000 000. Rp 0 menggambarkan bahwa masih terdapat kader yang tidak memiliki penghasilan tetap per bulannya. Kader dengan pendapatan Rp 0 didominasi oleh mereka yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan tidak memiliki penghasilan, kecuali penerimaan rutin yang berasal dari suami dan anaknya yang sudah bekerja. Pada kader Posdaya di Kabupaten Bogor tingkat pendapatannya berkisar antara Rp 35 000 sampai dengan Rp 883 000.

Pendapatan kader Posdaya yang menjadi responden dalam penelitian ini dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu pendapatan rendah (kurang dari Rp 402 300/bulan), sedang (Rp 402 300 s/d Rp 1 953 135/bulan), dan tinggi (lebih dari Rp 1 953 135/bulan). Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 34 kader Posdaya (18.48persen) berada pada kategori rendah, 40 kader (43.38 persen) pada kategori sedang, dan 18 kader (19.56 persen) pada kategori tinggi. Data tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki status ekonomi yang relatif rendah untuk hidup di daerah Bogor. Rendahnya pendapatan kader Posdaya antara lain adalah karena beberapa kader didominas oleh kaum ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengandalkan pendapatan dari suami, kemudian mayoritas responden banyak bekerja di sektor pertanian (on farm) sebagai petani dan di luar pertanian (off farm) sebagai buruh tani dengan penghasilan yang cukup untuk kebutuhan keluarga setiap bulan. Adapun mereka yang bekerja di sektor nonpertanian (nonfarm) umumnya hanyalah berstatus sebagai karyawan atau buruh harian lepas, guru honorer, dan tutor PAUD. Kader Posdaya yang pendapatannya berada pada kategori tinggi, didominasi pada pekerjaan sebagai pedagang, dan wiraswasta.

Hasil uji beda rata-rata tingkat pendapatan kader menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara tingkat pendapatan kader di Kota dengan pendapatan kader yang tinggal di Kabupaten Bogor. Pada Tabel 7, rata tingkat pendapatan di Kota Bogor mencapai Rp 1 528 571 per bulan dan rata-rata penghasilan yang diperoleh kader di Kabupaten Bogor mencapai Rp 883 000 per bulan. Rata-rata pendapatan ini disebabkan oleh jenis pekerjaan yang ditekuni kader. Mayoritas kader Posdaya di Kabupaten Bogor memiliki pekerjaan yang tidak menetap, responden di Kabupaten Bogor juga lebih didominasi oleh mereka yang bekerja sebagai petani, buruh tani dan ibu rumah tangga. Di wilayah perkotaan kader Posdaya lebih didominasi oleh pekerjaan utamanya sebagai wiraswasta, dagang, karyawan perusahaan dan pegawai negeri sipil (PNS).

Motivasi

Motivasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Motivasi dalam penelitian ini meliputi motivasi kader Posdaya dalam menggunakan media massa (media elektronik, media cetak, media luar ruangan, dan media terbaru), motivasi intrinsik dan media ekstrinsik. Secara umum rata-rata skor motivasi kader

(12)

Posdaya untuk menggunakan media, motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik memiliki kisaran skor terendah 117 dan skor tertinggi 256 pada kader Posdaya di Kota Bogor dan kisaran skor terendah 119 dan skor tertinggi 263 pada kader Posdaya di Kabupaten Bogor. Secara keseluruhan, sebanyak 35 kader (38.04 persen) memiliki skor motivasi terkategori sedang (skor 167-194), kemudian sebanyak 30 kader Posdaya (32.61 persen) memiliki motivasi yang tinggi. Motivasi yang tinggi dari kader Posdaya tersebut diharapkan akan mendorong terbentuknya keberdayaan dan keswadayaan sebagai kader untuk mengelola kegiatan dan memajukan Posdaya pada masa yang akan datang. Motivasi yang terjadi pada kader Posdaya karena adanya suatu tuntutan atau harapan yang tinggi dari kader untuk mensejahterakan warga atau masyarakat di sekitarnya. Sejalan dengan harapan tersebut, Robbins, (2007) menjelaskan bahwa kekuatan dan kecenderungan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh output dan tergantung pada daya tarik output itu bagi individu.

Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara kader Posdaya di kota dengan kader Posdaya di kabupaten terkait dengan motivasi. Walaupun kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor sama-sama memiliki keinginan untuk mencapai tujuan dalam berkelompok serta memiliki motivasi yang sama dalam mengakses kegiatan-kegiatan Posdaya ketika bergabung dalam Posdaya, namun dengan kisaran skor antar kader Posdaya di Kota dan di Kabupaten cukup membuktikan bahwa motivasi kader Posdaya di Kabupaten Bogor lebih tinggi dibandingkan motivasi kader Posdaya di Kota Bogor, baik motivasi dalam menggunakan media, motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Jika di telaah lebih rinci lagi, bahwa rata-rata total skor motivasi menggunakan media pada kader Posdaya di Kabupaten Bogor (rata-rata total skor 128.80) lebih tinggi dibandingkan dengan kader Posdaya di Kota Bogor (rata-rata total skor 123.38), seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 Rata-rata total skor motivasi menggunakan media, motivasi intrinsik dan ekstrinsik kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor 128.80 28.06 25.22 123.38 29.43 25.93 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 Motivasi Menggunakan Media

Motivasi Intrinsik Motivasi Ekstrinsik

R a ta -r a ta t o ta l sk o r Motivasi

(13)

Alasan mereka menggunakan media, di antaranya adalah kemudahan mendapatkan informasi tentang Posdaya, informasi melalui media lebih akurat, informasinya cepat, dan informasi sesuai dengan kebutuhan kelompok. Menurut Maksum et al. (2008) bahwa responden memiliki motivasi tinggi terhadap akses informasi dan kemampuan berkomunikasi untuk mengekspresikan kebutuhan informasi mereka melalui pendekatan personal, kelompok maupun massa. Motivasi kader Posdaya pada kenyatannya tidak hanya ingin memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari untuk keluarganya saja, tetapi juga kebutuhan dan pertumbuhan serta keberlanjutan Posdaya menuju kemadirian, keswadayaan dan keberdayaan di masa depan.

Kepemilikan Media Massa

Ketersedian dan kepemilikan media massa sangat mempengaruhi tingkat frekuensi dan jumlah informasi yang diterima oleh kader Posdaya yang menjadi sasaran pembangunan. Kepemilikan media massa oleh kader Posdaya sangat beragam, ada yang memiliki satu alat media massa dan yang terbanyak lebih dari lima jenis media massa. Jenis media massa yang dimiliki khususnya terkait dengan kepemilikan radio, televisi, VCD/DVD, komputer CPU, laptop, komputer berinternet, handphone (HP), telepon rumah, surat kabar (koran), majalah, tabloid, buku, leaflet Posdaya dan brosur Posdaya.

Kepemilikan media oleh kader Posdaya di Kota Bogor berkisar antara 2-17 media dan di Posdaya Kabupaten Bogor berkisar antara 2-12 media. Berdasarkan jumlah media massa yang dimiliki oleh kader Posdaya, maka dapat dinyatakan bahwa kepemilikan media massa baik di Kota maupun Kabupaten Bogor sebagian besar berada pada kategori sedang dengan memiliki rata-rata 3-6 media massa. Jenis media yang banyak dimiliki oleh kader Posdaya adalah media terbaru berupa HP yaitu rata-rata 1.57 (dibulatkan dua) buah HP pada kader Posdaya di Kota Bogor dan 1.42 atau (dibulatkan satu) buah HP pada kader Posdaya di Kabupaten Bogor, kemudian diikuti media elektronik berupa televisi. Untuk jenis media yang jarang dimiliki oleh kader Posdaya adalah telepon rumah, komputer berinternet. Untuk jenis media radio hampir semua kader Posdaya tidak memilikinya.

Hasil uji beda rata-rata menujukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.01) antara kader Posdaya di Kota Bogor dengan kader Posdaya di Kabupaten Bogor dalam hal kepemilikan media massa. Kepemilikan media massa oleh responden yang berlokasi di kota lebih banyak jumlahnya (rata-rata enam media) di bandingkan dengan jumlah media yang dimiliki oleh responden yang berlokasi di Kabupaten (rata-rata empat media).PadaTabel 7, sebanyak 6 kader Posdaya (6.52 persen) pada Posdaya Kota Bogor, dan sebanyak 12 kader Posdaya (13.04 persen) pada Posdaya Kabupaten Bogor memiliki media massa dalam kategori rendah yaitu memiliki kurang dari tiga media massa. Dengan kondisi tersebut, maka pihak-pihak yang terkait harus mampu melakukan terobosan-terobosan baru dalam menyampaikan pesan-pesan pembangunan dengan tetap memperhatikan kepada kesiapan kader Posdaya dalam menerima informasi, tidak hanya tergantung pada informasi media massa, terlebih pada motivasi menggunakan media oleh Kader Posdaya di Kabupaten Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan kader di Kota Bogor.

(14)

Lingkungan Pendukung Aktivitas Komunikasi dalam Posdaya

Faktor lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mendukung kemajuan kelompok Posdaya yang bermakna pemberdayaan kelompok menuju keberdayaan secara berkelanjutan di Kota dan Kabupaten Bogor. Adapun faktor lingkungan yang dimaksud yaitu dinamika kelompok dan peran pendamping. Gambaran faktor lingkungan pendukung aktivitas komunikasi selengkapnya disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan kategori peubah lingkungan pendukung aktivitas komunikasi di Kota dan Kabupaten Bogor Tahun 2013

Faktor Lingkungan

Kisaran

Kategori

Kota Kabupaten Rata-Rata

thitung Kota Kabu paten n (%) n (%) Kota Kabu paten Dinamika Kelompok Rendah total skor 21-47 total skor 18-48 < skor 30 12 13.04 16 17.39 33.4 33.44 0.027 Sedang skor 30-37 20 21.74 21 22.83 Tinggi > skor 37 10 10.87 13 14.13 Peran Pendamping Rendah total skor 26-75 total skor 26-76 < skor 47 18 19.57 8 8.70 49.79 56.00 2.644* Sedang skor 47-59 17 18.47 27 29.35 Tinggi >skor 59 7 7.61 15 16.30

Keterangan: * nyata pada p<0.05 ttabel: 1.987

Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok sangat menunjang pada kegiatan-kegiatan Posdaya yang dijalankan oleh kader Posdaya. Dinamika kelompok memiliki nilai kekuatan atau gerak yang terdapat di dalam kelompok yang menentukan perilaku kelompok dan anggotanya dalam pencapaian tujuan kelompok Posdaya. Indikator dinamika kelompok Posdaya dalam penelitian ini mencakup semua aspek yang terdapat dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan Posdaya baik di Kota maupun di Kabupaten Bogor yaitu penilain terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kader Posdaya berkaitan dengan pencapain tujuan kelompok, pembinaan, suasana dalam kelompok dan fungsi tugas kelompok.

Rata-rata skor pada dinamika kelompok pada dua lokasi penelitian adalah 33.42 dengan kisaran skor antara 21-47 pada kader Posdaya di Kota Bogor dan skor antara 18-48 pada kader Posdaya di Kabupaten Bogor. Sebagian besar kader Posdaya, yaitu sebanyak 20 kader (21.74 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 21 kader Posdaya (22.83 persen) di Kabupaten Bogor terkategori sedang, 12 kader Posdaya (13.04 persen) di Kota Bogor dan 16 kader Posdaya (17.39 persen) di Kabupaten Bogor memiliki nilai skor yang rendah dan selebihnya sebanyak 10 kader Posdaya (10.87 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 13 kader Posdaya (14.13 persen) di Kabupaten Bogor terkategori tinggi dalam melakukan kegiatan-kegiatan Posdaya. Kader Posdaya yang memiliki skor tinggi menyatakan bahwa

(15)

selalu melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pembinaan, suasana dalam kelompok dan fungsi tugas kelompok.

Hasil uji beda rata-rata dinamika kelompok antara Posdaya di Kota dan Posdaya di Kabupaten Bogor menunjukkan tidak ada perbedaan secara nyata (p>0.05). Walaupun dinamika kelompok yang terjadi di Kota Bogor memiliki kemiripan dengan dinamika kelompok di Kabupaten Bogor, seperti kader Posdaya di Kota dan di Kabupaten Bogor sama-sama menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kader Posdaya untuk mencapai tujuan yang diharapkan kelompok Posdaya, antar kader sama-sama mengutamakan keakraban dan kebersamaan antar kader dan anggota Posdaya, melakukan koordinasi, dan antar kader sama-sama melakukan sosialisasi tujuan Posdaya kepada anggota, tokoh masyarakat, menumbuhkan kerjasama antar anggota dan sebagainya. Tetapi, pada kenyataannya rata-rata total skor dinamika kelompok yang terjadi di Posdaya Kabupaten Bogor dapat dikatakan lebih tinggi dibandingkan dengan dinamika kelompok yang terjadi di Posdaya Kota bogor. Dari analisis data, diperoleh bahwa dinamika kelompok yang dominan adalah suasana kelompok dengan rata-rata total skor 9.31 pada Posdaya Kota Bogor dan rata-rata total skor 9.48 pada Posdaya di Kabupaten Bogor (Gambar 6). Suasana tersebut adalah susasan keakraban dan kebersamaan antaranggota dan kader Posdaya, munculnya kerjasama antaranggota dan kader.

Gambar 6 Rata-rata total skor dinamika kelompok pada Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor

Peran Pendamping

Pendampingan atau pembinaan merupakan salah satu instrumen yang terpenting dalam pembangunan. Pendamping pembangunan telah banyak merubah pola dan perilaku kader Posdaya dalam menerapkan inovasi dan teknologi baru melalui pelatihan atau kegiatan-kegiatan Posdaya. Tujuan dari pendampingan adalah membantu kader Posdaya untuk mau dan mampu merubah pola pikir dan tindakan ke arah yang lebih maju dan berdaya serta mandiri dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga menuju keluarga yang berdaya dan mandiri dalam

7.88 7.74 9.31 8.48 7.84 8.06 9.48 8.06 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 Tujuan Pembinaan Suasana Fungsi Tugas Kelompok

Rata-rata total skor

D in a m ik a k e lo m p o k

(16)

memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Untuk pendampingan dalam Posdaya ini dibutuhkan peran pendamping. Hal ini senada dengan pendapat Sumodiningrat (2000) bahwa pemberdayaan yang bertahan lama dapat dicapai dengan pendampingan. Begitu juga menurut Bachtiar (2010), salah satu faktor pendukung keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan. Implementasi yang mampu menggerakkan dan berlangsung kontinu memerlukan adanya pendampingan dengan didukung tenaga pendamping.

Berdasarkan Tabel 8, peran pendamping yang dilakukan memiliki skor berkisar antara skor 26 sampai skor 75 pada Posdaya Kota Bogor dan berkisar antara skor 26 sampai skor 76 pada Posdaya Kabupaten Bogor. Sebanyak 18 kader Posdaya (19.57 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 8 kader Posdaya (8.70 persen) menyatakan bahwa peran pendamping terkategori rendah. Mereka menyebutkan bahwa rendahnya peran pendamping ini disebabkan oleh minimnya peran pendamping sebagai mediator kelompok Posdaya dengan stakeholders dan pemiliki modal untuk memperkuat kegiatan ekonomi Posdaya, termasuk menjalin kemitraan pemasaran hasil atau karya Posdaya yang bernilai ekonomi. Peran pendamping yang sangat dominan dilakukan adalah sebagai fasilitator dengan rata-rata total skor 21.80 pada Posdaya Kabupaten Bogor, rata-rata total skor 18.81 pada Posdaya Kota Bogor. Peran pendamping sebagai komunikator dengan rata-rata total skor 17.58 pada Posdaya Kabupaten Bogor, rata-rata total skor 16.12 pada Posdaya Kota Bogor serta peran pendamping sebagai mediator denga rata-rata skor 16.62 pada Posdaya Kabupaten Bogor, dan rata-rata total skor 14.86 pada Posdaya Kota Bogor, seperti pada Gambar 7.

Gambar 7 Rata-rata total skor penilaian peran pendamping oleh kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor

Peran pendamping dalam melakukan aktivitas berkomunikasi menggunakan pendekatan komunikasi kelompok yang berupa diskusi, mini lokakarya, FGD, rapat rutin kader dan anggota Posdaya, maupun rapat kordinasi wilayah (rakorwil). Hasil uji beda rata-rata menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) antara peran pendamping pada Posdaya Kota Bogor dengan Posdaya Kabupaten Bogor. Pendamping di Kabupaten Bogor lebih aktif melakukan pendampingan yang

18.81 16.12 14.86 21.80 17.58 16.62 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Fasilitator Komunikator Mediator

Rata-rata total skor

P e ra n p e n d a m p in g

(17)

berkontribusi memberikan penjelasan mengenai manfaat Posdaya, memberikan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam pengembangan kelompok Posdaya. Keterampilan ini berupa mengadakan pelatihan yang dibutuhkan oleh kelompok Posdaya, seperti membuat telur asin, budidaya ikan gurame, budidaya tanaman obat keluarga dan sebagainya Berdasarkan informasi yang diperoleh di dua lokasi penelitian, ternyata peran pendamping yang dijalankan di Kabupaten Bogor lebih aktif dibandingkan pendamping di Kota Bogor. Hal ini disebabkan bahwa pendamping selain dari IPB juga ada pendamping yang berasal dari instansi pemerintahan (Dinas BPMKB, Dinas Pertanian dan Kehutanan dan Dinas Kesehatan). Dari wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa pendampingan Posdaya di Kota sudah mulai jarang dilakukan oleh pendamping dari dinas BPMKB, begitu pula dengan pendampingan di Kabupaten Bogor yang juga mulai jarang dilakukan oleh pendamping Posdaya dengan berakhirnya program beasiswa Damandiri maupun melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik IPB. Oleh karena itu, keberadaan pendamping dengan perannya mendampingi atau membina Posdaya baik sebagai fasilitator, komunikator maupun mediator dengan pihak pemerintah atau stakeholders sangat dibutuhkan oleh kader Posdaya di Kota mupun Kabupaten Bogor agar Posdaya yang sudah terbentuk tetap bisa berjalan dan berkelanjutan.

Aktivitas Komunikasi Kader Posdaya

Aktivitas komunikasi adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan kader Posdaya baik dalam menerima informasi maupun dalam menyampaikan informasi. Penelitian ini mengkaji tiga peubah aktivitas komunikasi, yaitu aktivitas komunikasi interpersonal, aktivitas komunikasi termediasi (media elektronik, media cetak, media luar ruangan, media terbaru), dan aktivitas komunikasi di dalam kelompok Posdaya.

Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal yang diteliti adalah frekuensi dan intensitas (lamanya) kader Posdaya melakukan komunikasi interpersonal. Perilaku komunikasi interpersonal adalah tindakan atau aktivitas kader Posdaya dalam mencari dan menerima informasi melalui tatap muka. Frekuensi dan intensitas komunikasi interpersonal kader Posdaya dalam penelitian, secara rinci disajikan dalam Tabel 9.

Dari Tabel 9, terlihat bahwa lebih dari 50 persen kader Posdaya baik di Kota maupun Kabupaten Bogor menyatakan bahwa selama satu bulan terakhir sering melakukan aktivitas komunikasi interpersonal dengan tenaga pendamping, penyuluh pertanian, penyuluh kesehatan, sesama kader Posdaya dan tokoh masyarakat setempat. Sementara itu, sebanyak enam kader Posdaya (6.52 persen) di Kota Bogor dan sebayak enam kader Posdaya (6.52 persen) di Kabupaten Bogor menyatakan sangat sering melakukan aktivitas komunikasi tersebut. Sisanya sebanyak 13 kader Posdaya (14.13 persen) di Kota Bogor dan sebanyak delpan kader Posdaya (8.70 persen) di Kabupaten Bogor menyatakan jarang

(18)

melakukan komunikasi interpersonal sesama kader Posdaya, anggota, dan kader Posdaya dari kelompok lain.

Tabel 9 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan frekuensi dan intensitas komunikasi di Kota dan Kabupaten Bogor Tahun 2013

Komunikasi Interpersonal

Kisaran

Kategori

Kota Kabupaten Rata-Rata

thitung Kota Kabu paten n (%) n (%) Kota Kabu paten Frekuensi Jarang 0-69 kali/bulan 0-56 kali/bulan < 7 kali/ bulan 13 14.13 8 8.70 13.50 12.86 0.251 Sering 7-19 kali/ bulan 23 25.00 36 39.13 Sangat sering >19 kali/

bulan 6 6.52 6 6.52 Intensitas Sebentar 0-17 jam/ bulan 0-17 jam/ bulan < 5 jam/ bulan 22 23.91 14 15.22 6.59 7.66 1.204* Lama 5-9 jam/ bulan 8 8.70 22 23.91 Sangat Lama >9 jam/

bulan 12 13.04 14 15.22

Keterangan: * nyata pada p<0.05 ttabel: 1.987

Beberapa argumen kader Posdaya yang menyebabkan jarang berkomunikasi secara interpersonal tersebut adalah karena tenaga pendamping sudah jarang berkunjung ke Posdaya dengan berakhirnya masa pendampingan dari mahasiswa dengan program beasiswa Damandiri selama satu semester, kemudian jarangnya komunikasi dengan penyuluh pertanian disebabkan oleh lokasi Posdaya yang sudah tidak ada kegiatan pertanian (terutama Posdaya kota). Pada penyuluh kesehatan juga jarang dilakukan mengingat keterbatasan jumlah penyuluh kesehatan (PL KB) di setiap kecamatan, sehingga kader Posdaya hanya sering berkonsultasi dan berkomunikasi dengan bidan desa setempat terutama pada saat ada kegiatan Posyandu setiap bulan. Komunikasi interpersonal dengan aparat desa atau kelurahan juga terjadi jarang dilakukan kader Posdaya. Kader Posdaya melakukan komunikasi dengan aparat desa atau kelurahaan hanya pada saat-saat tertentu seperti mengurus KTP, surat keterangan domisili, saat akan dilakukan kegiatan Posdaya bidang lingkungan yaitu kerja bakti/gorol bersih-bersih lingkungan, dan sebagainya.

Hasil uji beda rata-rata frekuensi komunikasi interpersonal antara kader Posdaya di Kota dengan Kabupaten Bogor menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (p>0.05). Hal ini berarti antara kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor memiliki kemiripan dalam berkomunikasi dengan tenaga pendamping, penyuluh, aparat desa/kelurahan, anggota Posdaya dan kader Posdaya lainnya dari luar kelompoknya. Kemiripan ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata frekuensi komunikasi interpersonal yang dilakukan kader Posdaya di Kota dan di Kabupaten Bogor. Rata-rata kader Posdaya di Kota Bogor melakukan komunikasi interpersonal sebanyak 14 kali per bulan, tidak jauh berbeda dengan kader Posdaya di Kabupaten Bogor dengan rata-rata komunikasi interpersonal sebanyak 13 kali per bulan

(19)

Intensitas komunikasi interpersonal adalah lamanya komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh kader Posdaya dengan tenaga pendamping, dengan tenaga penyuluh pertanian, dengan tenaga penyuluh kesehatan, dengan aparat desa atau kelurahan, tokoh masyarakat atau tokoh agama, anggota Posdaya, kader Posdaya dalam satu kelompok dan kader Posdaya lain dari luar kelompoknya. Pada Tabel 9, waktu atau lamanya komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh kader Posdaya berkisar antara 0-17 jam per bulan. Kader Posdaya yang tidak bekerja di luar rumah (sebagai IRT) dalam sebulan terakhir tidak melakukan komunikasi interpersonal, sehingga waktu yang dibutuhkan tidak ada. Artinya bahwa dalam sebulan terakhir kader Posdaya tidak melakukan komunikasi dengan tenaga pendamping, penyuluh pertanian, penyuluh kesehatan, aparat desa atau kelurahan, tokoh masyarakat atau tokoh agama, anggota Posdaya maupun sesama kader Posdaya, karena kader Posdaya yang bersangkutan terlalu disibukkan dengan mengurusi kegiatan rumah tangganya, yaitu mengurus anaknya yang masih kecil-kecil serta kesibukannya dengan berdagang di pasar. Mayoritas lamanya kader berkomunikasi interpersonal adalah kurang dari lima jam per bulan yaitu sebanyak 22 kader Posdaya (23.91 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 14 kader Posdaya (15.22 persen) di Kabupaten Bogor.

Berdasarkan uji beda rata-rata, maka waktu yang dibutuhkan kader Posdaya yang berlokasi di dua lokasi penelitian memiliki perbedaan yang nyata. Rata-rata kader Posdaya di perkotaan hanya memerlukan waktu sekitar 6.59 jam per bulan (setara dengan 6 jam 35 menit per bulan atau 13 menit per hari) masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata waktu yang dibutuhkan kader Posdaya dari Kabupaten Bogor sekitar 7.66 jam per bulan (setara dengan 7 jam 40 menit per bulan atau 15 menit per hari). Lamanya berkomunikasi ini diduga karena kader Posdaya di kabupaten lebih aktif untuk mengikuti berbagai macam kegiatan rutin seperti pertemuan rutin kelompok Posdaya, pertemuan dengan tenaga pendamping dari P2SDM IPB, maupun kelompok tani (kelompok wanita tani) dengan PPL dibadingkan dengan kader Posdaya di perkotaan.

Komunikasi Termediasi

Komunikasi termediasi merupakan komunikasi dengan menggunakan media. Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada khalayak. Komunikasi termediasi dalam penelitian ini meliputi frekuensi dan intensitas kader Posdaya dalam menggunakan media massa seperti media elektronik (radio dan televisi), media cetak (surat kabar/koran, majalah, tabloid, dan buku), media luar ruangan (spanduk, baliho/papan reklame, umbul-umbul, leaflet, brosur) dan media terbaru (HP dan internet).

a) Frekuensi Komunikasi Termediasi

Frekuensi komunikasi termediasi yang diukur dalam penelitian ini adalah seberapa banyak kader Posdaya menggunakan media massa untuk mencari berbagai macam informasi. Gambaran mengenai frekuensi menggunakan media disajikan pada Tabel 10.

(20)

Tabel 10 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan frekuensi komunikasi termediasi di Kota dan Kabupaten Bogor Tahun 2013 Frekuensi Komunikasi Termediasi Kisaran Kategori

Kota Kabupaten Rata-Rata

thitung Kota Kabu paten n (%) n (%) Kota Kabu paten Media Elektronik Jarang 30-702 kali/bulan 30-480 kali/bulan <117 kali/bulan 11 11.95 13 14.13 193.5 160.3 1.321 Sering 117-234 kali/ bulan 17 18.48 31 33.70 Sangat sering > 234 kali/ bulan 14 15.22 6 6.52 Media Cetak Jarang 0-17 kali/minggu 0-11 kali/minggu < 2 kali/ minggu 13 14.13 16 17.39 4.29 3.66 0.789 Sering 2-6 kali/ minggu 19 20.65 23 25.00 Sangat sering > 6 kali/ minggu 10 10.87 11 11.96 Media Luar Ruangan Jarang 0-42 kali/ minggu 0-17 kali/ minggu < 1 kali/ minggu 22 23.91 13 14.13 3.79 4.54 0.608 Sering 1-7 kali/ minggu 15 16.30 28 30.44 Sangat sering > 7 kali/ minggu 5 5.44 9 9.78 Media Terbaru Jarang 0-874 kali/ minggu 0-2674 kali/ minggu <88 kali/ minggu 13 14.13 11 11.96 229.19 250.2 0.328 Sering 88-393 kali/ minggu 22 23.91 32 34.78 Sangat sering > 393 kali/ minggu 7 7.61 7 7.61 Keterangan: ttabel: 1.987

Dari Tabel 10 di atas, terlihat bahwa frekuensi komunikasi menggunakan media elektronik oleh responden terdiri dari aktivitas mendengarkan siaran radio dan siaran televisi. Frekuensi responden dalam mendengarkan siaran radio dan menonton televisi berkisar antara 30-702 kali per bulan (setara dengan 1-23 kali per hari) pada Posdaya Kota Bogor dan berkisar antara 30-480 kali per bulan (setara dengan 1-16 kali per hari) pada Posdaya Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian terlihat sebanyak 17 kader Posdaya (18.48 persen) di Kota Bogor dan 31 kader (33.70 persen) di Kabupaten Bogor menyatakan sering menggunakan media elektronik untuk pemenuhan kebutuhan informasi tentang Posdaya dengan frekuensi mendengarkan siaran radio dan menonton televisi sebanyak 117-234 kali per bulan (setara dengan 4-8 kali per hari). Sebanyak 11 kader Posdaya (11.95 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 13 kader (14.13 persen) di Kabupaten Bogor terkategori masih jarang menggunakan atau mengakses televisi yaitu kurang dari 117 kali per bulan (setara dengan empat kali per hari). Kondisi ini disebabkan

(21)

karena aktivitas pekerjaan kader Posdaya dalam kesehariannya, sehingga aktivitas menonton televisi hanya dilakukan selepas magrib atau pada malam hari. Jarangnya kader menggunakan media elektronik juga disebabkan karena rendahnya kader Posdaya dalam mengakses siaran radio, karena keterbatasan alat sarana radio yang dimilikinya. Selain itu, radio pada dewasa ini sudah menjadi barang langka dan sulit untuk ditemui di kalangan kader Posdaya. Beberapa kader Posdaya memiliki radio dari fasilitas HP, namun tetap jarang mengakses siaran radio dengan alasan terlalu rumit “ribet” menggunakannya, karena harus memasang headset untuk bisa mendengarkan siara radio melalui HP tersebut.

Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara frekuensi penggunaan media elektronik yang dilakukan oleh kader Posdaya di Kota dengan Kabupaten Bogor. Hasil uji beda menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi menggunakan media elektronik yaitu sebanyak 193.50 kali per bulan (setara dengan enam kali per hari) untuk kader Posdaya di Kota Bogor dan sebanyak 160.30 kali per bulan (setara dengan lima kali per hari) untuk kader Posdaya di Kabupaten Bogor. Perbedaan ini ditunjang oleh kepemilikan media massa, di mana kepemilikan media oleh kader Posdaya di Kota Bogor lebih banyak (rata-rata enam media) dibandingkan dengan kader Posdaya yang berada di Kabupaten (rata-rata empat media).

Frekuensi menggunakan media cetak adalah tingkat keseringan kader Posdaya untuk membaca surat kabar/koran, majalah, tabloid, dan buku. Dari Tabel 10 terlihat bahwa frekuensi kader Posdaya dalam membaca media cetak berkisar antara 0-17 kali per minggu pada Posdaya di Kota Bogor dan berkisar antara 0-11 kali per minggu pada Posdaya di Kabupaten Bogor. Nilai nol tersebut membuktikan bahwa tidak semua kader Posdaya membaca media cetak. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kepemilikan media cetak. Sebanyak 19 kader Posdaya (20.65 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 23 kader Posdaya (25 persen) di Kabupaten Bogor terkategori sering membaca media cetak, 13 kader Posdaya (14.13 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 16 kader Posdaya (17.39 persen) di Kabupaten Bogor terkategori jarang, dan sisanya 10 kader Posdaya (10.87 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 11 kader Posdaya (11.96 persen) di Kabupaten Bogor terkategori sangat sering membaca media cetak. Berdasarkan informasi dan wawancara dengan kader Posdaya, media cetak yang sering dibaca adalah buku, kemudian surat kabar/koran, majalah, dan tabloid.

Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara kader Posdaya di Kota dengan di Kabupaten Bogor dalam hal membaca media cetak. Dari Tabel 10 terlihat bahwa rata-rata kader Posdaya Kota Bogor membaca media cetak (4.29 kali per minggu) dan rata-rata frekuensi membaca media cetak oleh kader Posdaya di Kabupaten Bogor (3.66 kali per minggu).

Frekuensi membaca media luar ruangan oleh kader Posdaya berkisar antara 0-42 kali per minggu pada Posdaya di Kota Bogor dan berkisar antara 0-17 kali per minggu pada Posdaya di Kabupaten Bogor. Media luar ruangan yang sering ditemui dan dibaca oleh kader Posdaya adalah spanduk, baliho, umbul-umbul, leaflet, dan berosur. Beberapa spanduk yang sering dibaca oleh kader, seperti spanduk OST, spanduk pelatihan atau kegiatan Posdaya, spanduk pemilihan kepala desa, dan sebagainya. Sebanyak 15 kader Posdaya (16.30 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 28 kader Posdaya (30.44 persen) terkategori sering membaca media luar ruangan, 22 kader Posdaya (23.91 persen) di Kota Bogor dan sebanyak

(22)

13 kader Posdaya (14.13 persen) di Kabupaten Bogor terkategori jarang, dan selebihnya 14 kader Posdaya (15.22 persen) terkategori sangat sering membaca media luar ruangan dengan proporsi lima kader Posdaya (5.43 persen) di Kota Bogor dan sembilan kader Posdaya (9.78 persen) di Kabupaten Bogor.

Tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara kader Posdaya di Kota dengan kader Posdaya di Kabupaten Bogor dalam hal membaca media luar ruangan. Hasil uji beda menujukkan bahwa rata-rata kader Posdaya di Kota Bogor membaca media luar ruangan adalah 3.79 kali per minggu dan rata-rata kader Posdaya di Kabupaten Bogor sebanyak 4.54 kali per minggu. Kader Posdaya di Kabupaten Bogor pada kenyataannya lebih sering melakukan bepergian atau melakukan kunjungan ke desa atau ke kota, sehingga kader Posdaya di Kabupaten Bogor memiliki akses yang lebih tinggi untuk membaca media luar ruangan dibandingkan kader Posdaya di Kota Bogor.

Frekuensi komunikasi termediasi pada media terbaru terkategori sering. Tingkat keseringan ini berkaitan langsung dengan kepemilikan media dan akses terhadap media komunikasi. Kondisi yang tidak jauh berbeda dengan frekuensi komunikasi termediasi pada media luar ruangan. Kemajuan teknologi komunikasi berupa HP dan internet semakin pesat dan maju serta tidak dapat dihindari. Tidak ada khalayak (responden) yang secara tegas menolak hadirnya teknologi baru (HP dan internet). Sebanyak 22 kader Posdaya (23.91 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 32 kader Posdaya (34.78 persen) di Kabupaten Bogor menyebutkan sering menggunakan HP dan internet setiap minggu. Berdasarkan motif penggunaannya, responden menggunakan HP dan internet untuk kelancaran usaha/niaga/bisnis, untuk memperluas jaringan persahabatan atau pertemanan, silaturahmi dengan keluarga atau teman, sebagai hiburan (iseng) dan lain sebagainya. Pada media terbaru, akses kader Posdaya terhadap sumber informasi banyak dilakukan dengan menggunakan HP dibandingkan dengan internet. Mereka memilih HP dengan alasan lebih mudah digunakan, praktis mudah dibawa, cepat mengirim dan menerima pesan/informasi dibandingkan dengan internet yang harus membutuhkan keterampilan dalam pengoperasiannya.

Hasil uji beda rata-rata frekuensi menggunakan media terbaru menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05) antara kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor. Hal ini menggambarkan bahwa kader Posdaya di Kota dan di Kabupten Bogor sama-sama memiliki peluang dan kesempatan yang sama dalam mengakses sumber informasi tentang Posdaya melalui media terbaru. Rata-rata frekeunsi penggunaan media terbaru oleh kader Posdaya di Kota Bogor yaitu 229.19 kali per minggu (setara 33 kali per hari) dan rata-rata frekuensi penggunaan media terbaru oleh kader Posdaya di Kabupaten Bogor yaitu 250.20 kali per minggu (setara dengan 36 kali per hari).

b) Intensitas Komunikasi Termediasi

Intensitas komunikasi termediasi yang diukur dalam penelitian ini adalah seberapa lama kader Posdaya menggunakan media massa untuk mencari berbagai macam informasi, termasuk informasi tentang Posdaya. Gambaran mengenai intensitas atau lamaya kader Posdaya menggunakan media massa disajikan pada Tabel 11.

(23)

Tabel 11 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan intensitas komunikasi termediasi di Kota dan Kabupaten Bogor Tahun 2013

Intensitas Komunikasi

Kisaran

Kategori

Kota Kabupaten Rata-Rata

thitung Kota Kabu paten n (%) n (%) Kota Kabu paten Media Elektronik Sebentar 15-366 jam/bulan 19-212 jam/bulan < 84.5 jam/ bulan 14 15.22 14 15.22 133.76 107.64 1.712 Lama 84.5-154.6 jam/ minggu 14 15.22 29 31.52

Sangat Lama >154.6 jam/

bulan 14 15.22 7 7.61 Membaca Media Cetak Sebentar 0-14 jam/ minggu 0-14 jam/ minggu < 1 jam/ minggu 17 18.48 15 16.30 1.86 1.83 0.044 Lama 1-3 jam/ minggu 19 20.65 28 30.44 Sangat lama > 3 jam/

minggu 6 6.52 7 7.61 Media Luar Ruangan Sebentar 0-90 menit/ minggu 0-60 menit/ minggu < 3 menit/ minggu 24 26.08 14 15.22 10.15 11.24 0.337 Lama 3-18 menit/ minggu 7 7.61 29 31.52

Sangat Lama > 18 menit/

minggu 11 11.96 7 7.61 Media Terbaru Sebentar 0-64.3 jam/ minggu 0-62.3 jam/ minggu <4.0 jam/ minggu 11 11.96 18 19.57 10.569 9.982 0.224 Lama 4.0-16.5 jam/ minggu 21 22.83 26 28.26

Sangat Lama >16.5 jam/ minggu 10 10.86 6 6.52

Keterangan: ttabel: 1.987

Lamanya kader Posdaya dalam mendengarkan siaran radio dan televisi tidak jauh berbeda kondisinya dengan frekuensinya. Sebanyak 14 kader (15.22 persen) di Kota Bogor dan sebanyak 29 kader Posdaya (31.52 persen) di Kabupaten Bogor dalam meluangkan waktu untuk mendengarkan siaran radio dan televisi tergolong lama yaitu antara 84.5–154.6 jam per bulan (setara dengan 2 jam 49 menit per hari sampai dengan 5 jam 9 menit per hari).

Berdasarkan hasil uji beda rata-rata antara intensitas komunikasi termediasi, tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara intensitas menggunakan media elektronik oleh Posdaya di Kota dengan Posdaya di Kabupaten Bogor. Pada kenyataan di lokasi penelitian, rata-rata kader Posdaya di Kota membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendengarkan siaran radio dan menonton televisi. Artinya waktu atau lamanya kader Posdaya Kota Bogor untuk mendengarkan

Gambar

Tabel 7   Jumlah  kader  Posdaya  dan  uji  beda  rata-rata  berdasarkan  karakteristik individu di Kota dan Kabupaten Bogor Tahun 2013
Gambar 4  Rata-rata kekosmopolitan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten    Bogor per tiga bulan
Gambar 5  Rata-rata  total  skor  motivasi  menggunakan  media,  motivasi  intrinsik  dan  ekstrinsik  kader  Posdaya  di  Kota  dan  Kabupaten  Bogor  128.80 28.06 25.22123.3829.43 25.930.0020.0040.0060.0080.00100.00120.00140.00Motivasi Menggunakan Media
Tabel 8  Jumlah  kader  Posdaya  dan  uji  beda  rata-rata  berdasarkan  kategori  peubah  lingkungan  pendukung  aktivitas  komunikasi  di  Kota  dan  Kabupaten Bogor Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang pertama adalah dengan membatasi banyak kelompok yang terbentuk melalui proporsi eigen value matriks korelasi dari objek yang akan dikelompokkan.. Yang kedua

Potensi energi yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik Provinsi Riau khususnya Kota pekanbaru diantaranya yaitu potensi energi air, potensi

Praktik penentuan harga kentang di Desa Erelembang petani dapat melakukan tawar menawar pada saat melakukan penjualan ke para pedagang yang pada saat itu ada pedagang

pemasaran (Tabel 3). Pada saluran pemasaran I, jika dilihat dari perolehan keuntungan dan biaya yang dikeluarkan terlihat terjadi perbedaan. Akumulasi biaya

Pada kaitannya dalam penelitian ini penulis menganalisis gaya bahasa yang digunakan dalam Novel Tanah Surga Merah karya Arafat Nur.Setelah di analisis penulis

pertanyaan yg sama dg yg di atas : Bro memang betul W1 masih berada di abnormalnya MN artinya di MN masih buy yg mendominasi,...TAPI bro ombak yg besar bermula dr ombak yg

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, maka dapat disimpulkan durasi penayangan program acara YKS, tidak baik buat anak-anak yang masih bersekolah, karena

Hasil pemeriksaan penerimaan bahan baku berupa furniture setengah jadi dalam periode Januari hingga Desember 2016, seperti diuraikan dalam verifier 2.1.1.g, bahwa