• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Minyak kemiri dikenal dengan istilah candle nut oil (Dwi. S 2009). Minyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Minyak kemiri dikenal dengan istilah candle nut oil (Dwi. S 2009). Minyak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

3 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Minyak Kemiri

Minyak kemiri dikenal dengan istilah candle nut oil (Dwi. S 2009). Minyak kemiri mempunyai sifat mudah menguap dibandingkan dengan minyak jenis lain seperti linseed oil (minyak biji rami) sehingga sering digunakan sebagai minyak pengering dalam industri. Minyak kemiri dimanfaatkan pula dalam industri sebagai shampo dan minyak rambut. Menurut Arlene, dkk.,(2009) minyak biji kemiri digunakan sebagai cat, pernis, dan bahan bakar. Pada umumnya minyak kemiri tidak dapat dicerna secara langsung karena bersifat laksatif dan biasanya digunakan sebagai bahan tinta cetak, pembuatan sabun dan sebagai pengawet kayu (Dwi.S, 2009). Komponen utama penyusun minyak kemiri adalah asam lemak tak jenuh. Disamping itu, minyak biji kemiri mengandung asam lemak jenuh dengan presentase yang relatif kecil. DiFilipina, minyak kemiri sudah lama dikenal dan digunakan untuk melapisi bagian dasar perahu agar tahan korosif terhadap air laut. Minyak kemiri dipulau Jawa digunakan sebagai bahan pembatik, dan untuk penerangan (Dwi.S, 2009). Komposisi asam lemak yang terkandung dalam minyak biji kemiri disajikan pada Tabel 1

(2)

4

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak (%) Minyak Kemiri

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Linolenat 28,5

Asam Oleat 10,5

Asam Linoleat 48,5

Asam Palmitat 55

Asam Stearat 6,7

2.1.1 Cara memperoleh Minyak Kemiri

Kandungan minyak dalam biji kemiri tergolong tinggi, yaitu 55 – 66% dari berat bijinya (Istriyani, 2011). Minyak kemiri dapat diperoleh dari daging kemiri dengan cara ekstraksi. Ekstraksi dapat dilakukan secara mekanis dan dengan menggunakan pelarut (Ketaren, 1986). Cara mekanis dapat dilakukan dengan pengempaan hidrolik atau pengempresan menggunakan pengempaan berulir. Minyak kemiri juga dapat diperoleh dengan cara ekstraksi pelarut dengan menggunakan alat soxhlet. Metode ekstraksi menggunakan alat soxhlet merupakan penyarian secara berkesinambungan dengan menggunakan pelarut yang murni. Dalam ekstraksi soxhlet digunakan kertas saring yang dalam tabung soxhlet berbentuk melingkar atau sering disebut timbel, dimana timbel ini adalah tempat sampel yang akan diekstrak atau diisolasi. Ekstraksi kontinu dengan alat soxhlet ini merupakan salah satu cara ekstraksi yang efisien karena alat ini membatasi volume pelarut yang dibutuhkan (Hamzar, 1991; dalam Mudawamah, 20008). Faktor yang menentukan berhasilnya proses ekstraksi adalah mutu dari pelarut yang digunakannya (Brian, 1993; dalam Mudawamah, 2008).

(3)

2.1.2 Hidrolisis Minyak Kemiri

Penambahan air pada minyak dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis. Proses hidrolisis dapat dipercepat oleh adanya mikroorganisme yang terdapat dalam minyak, atau dengan bantuan katalis asam maupun basa. Hidrolisis merupakan pemecahan trigliserida oleh air menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Hidrolisis pada dasarnya merupakan reaksi kerusakan minyak, sebagai indikatornya kita dapat menghitung bilangan asam. Bilangan asam akan sebanding dengan asam lemak bebas yang dikandung minyak. Jadi semakin banyak asam lemak yang dihasilkan maka semakin tinggi asam lemaknya. Menurut Winarno (1997) lemak dan minyak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak dengan adanya air. Reaksi ini dapat dipercepat dengan adanya basa, asam, dan enzim. Proses hidrolisis pada umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisis dapat berlangsung bila tersedia sumber nitrogen, garam mineral, dan sejumlah air. Hidrolisis yang terjadi pada sejumlah minyak atau lemak yang mempunyai asam-asam lemak dengan rantai karbon panjang mengalami proses yang lebih lambat (Djatmiko dan Wijaya, 1984 dalam Nurisman 2009)

Reaksi hidrolisis pada minyak terjadi pada ikatan ester, yang bisa terjadi pada suasana asam maupun basa. Reaksi hidrolisis oleh asam bersifat reaksi bolak-balik (reversible), sedangkan reaksi hidrolisis oleh basa tidak bersifat bolak-balik (irreversible) (Ketaren, 1986). Reaksi hidrolisis minyak dengan memakai katalisator asam secara umum dapat dituliskan pada persamaan 1 (Khairat dkk, 2004).

(4)

6

R-C-OH + R-OH R-C-OR' + H2O

O Asam Karboksilat Alkohol Ester H2C HC H2C O O O C C C R2 R3 R1 O O O + 3H2O H + A- HC H2C H2C OH OH OH + HOOCR2...(1) HOOCR1 HOOCR3

Trigliserida Air Gliserol Asam Lemak

R-C-OH + R-OH R-C-OR' + H2O

O Asam Karboksilat O Alkohol Ester H2C HC H2C O O O C C C R2 R3 R1 O O O + 3H2O HC H2C H2C OH OH OH + HOOCR2...(2) HOOCR1 HOOCR3

Trigliserida Air Gliserol Asam Lemak

OH

-Adapun katalis basa yang umum digunakan adalah basa kuat seperti KOH dan NaOH. Dalam reaksi hidrolisis dengan memakai katalis basa secara umum dapat dituliskan pada persamaan 2

(5)

2.2 Asam 9,12,-oktadekadienoat (Asam Linoleat)

Asam linoleat adalah sebuah asam karboksilat dengan rantai karbon 18 dalam posisi cis dengan 2 ikatan ganda yang terletak pada karbon ke-9 dan ke-12 pada rantai karbon. Asam linoleat adalah asam lemak esensial yang penting untuk kebutuhan diet semua mamalia, gejala defisiensi asam linoleat ditandai oleh rambut kering, serta penyembuhan luka yang buruk. Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesa PUFA (Polyunsaturated fatty acid). Di sisi lain, asam linoleat banyak dijumpai pada membran sel dan merupakan senyawa yang penting dalam komunikasi antar sel dan menjadi senyawa penyusun bagi senyawa-senyawa penting lainnya dalam tubuh. Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada minyak biji-bijiannya yang nantinya berperan sebagai prekursor untuk produksi asam lemak esensial asam arakhidonat. Adapun struktur asam 9,12- oktadikadienoat disajikan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Struktur Asam linoleat

Asam lemak esensial berupa asam linoleat merupakan salah satu komponen utama makanan yang memberikan dampak positif terhadap kesehatan yaitu sebagai penyumbang energi terbanyak (30% atau lebih dari energi total yang diperlukan oleh tubuh) Sartika, 2008. Pada umumnya, asam linoleat sangat berperan dalam

(6)

8

pencegahan penyakit jantung koroner dan menyehatkan pembuluh darah (Nadesul 2007 dalam Sudaryatiningsih;2010).

2.3Inklusi Urea

Pada awal tahun 1950, struktur kristal urea berhasil difoto oleh AE. Smith dan menunjukkan bahwa kristal berbentuk heksagonal. Penerapan teknik kristalisasi urea ini pada awalnya banyak digunakan dalam industri minyak untuk memisahkan hidrokarbon berantai lurus dan bercabang. Pada perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa pada pembentukan kompleks urea ini dapat digunakan untuk memisahkan asam lemak dan turunan alkil, diantaranya ester malam (wax), lemak alkohol, aldehid, keton, peroksida dan klorida. Menurut Ratnayake, et.al, (1988) dalam Mayurid; (2009), urea membentuk senyawa dengan molekul yang mengandung cincin alkil linier bekerja sebagai tempat dengan molekul urea kompleks yang strukturnya berbentuk spiral sebagai hasil pendinginan. Pemisahan urea dari fraksi yang bukan senyawa urea secara efektif memisahkan asam lemak tak jenuh dan asam lemak jenuh dalam cincin panjang dan memperkaya ekstrak cairan pada asam lemak yang tidak jenuh.

Pembentukan kompleks dengan urea merupakan salah satu cara fraksinasi yang banyak digunakan karena kristal yang terbentuk bersifat stabil sehingga memudahkan pemisahan. Kompleks urea mempunyai rongga dengan diameter 0,55-0,58 nm (Stout et al., 1990). Rongga tersebut diisi oleh senyawa tamu (guest compound) melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Hayes, 2002) dalam

(7)

Estiasih (2006) dan senyawa yang mirip dengan urea sering disebut inang” tuan rumah (host) (J. Martı´-Rujas et,al., 2006). Salah satu struktur inklusi urea disajikan pada Gambar berikut 2.2

Gambar 2.2 Struktur inklusi urea (J. Martı´-Rujas et, al., 2006)

Keterangan gambar : Oksigen Nitrogen

Karbon Hidrogen

Selain itu contoh inklusi/klatrat antara urea dengan asam karboksilat rantai panjang membentuk senyawa kompleks dapat dilihat pada Gambar 2.3

(8)

10 H2N NH2 O + H O C O R N O N H H O C O H R N H H H H O N H H O C O H R O N N H H H H H N H O N H H H N H O N H H O O C R H H H N O H N H

Gambar 2.3 Inklusi antara urea dengan asam karboksilat rantai panjang (Duengo, 2011)

Asam lemak yang jenuh dan tidak jenuh dapat dipisahkan dengan kristalisasi urea karena perbedaan linearitas rantai alkil keduanya. Urea dapat membentuk inklusi dengan senyawa organik rantai panjang (Bist, et al., 2007 dalam Duengo, 2011).

Kemampuan membentuk inklusi dari urea ini dapat digunakan dalam pemisahan senyawa organik jenuh dan tak jenuh, misalnya dalam isolasi asam lemak bebas. (Grandgirard, 1987 dalam Duengo 2011).

2.4Teknik Analisis 9,12-Oktadekadienoat 2.4.1 Esterifikasi

Reaksi Esterifikasi secara umum adalah suatu reaksi antara asam alkanoat dan alkanol yang membentuk suatu ester dan air (Fessenden,1982). Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2 R dengan R dapat berupa alkil maupun aril.

(9)

R-C-OH + R'-OH Asam Karboksilat Alkohol

R-C-OR' + H2O ....(3)

Ester

O O

Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik (Fessenden, 1981). Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks suatu campuran asam organik dengan alkohol, persamaan reaksinya seperti pada Gambar 3.

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi adalah waktu retensi, pengadukan, katalisator, dan suhu reaksi. Proses berlangsung dengan katalis asam antara lain H2SO4 dan H3PO4 (Kusmiyati, 2008)

2.4.2 Gas Chromatograph-Mass Spectroscopy (GC-SM)

Gas Chromatograph-Mass Spectroscopy merupakan gabungan dua alat, dimana kromatografi gas berfungsi untuk memisahkan komponen-komponen senyawa dari suatu sampel. Sedangkan, spektrofotometer massa berfungsi menganalisis komponen-komponen senyawa yang telah dipisahkan oleh kromatografi gas.

2.4.2.1 Kromatografi Gas (Gas Chromatography / GC)

Kromatografi gas merupakan teknik instrumental yang dikenal pertama kali pada tahun 1950 yang berfungsi untuk memisahkan berbagai komponen campuran yang ada pada sampel oleh fase gas yang bergerak melalui suatu lapisan serapan (Tampubolon, 2009). Prinsip kromatografi gas didasarkan atas partisi zat yang

(10)

12

hendak dianalisis antara dua fase yang saling kontak tetapi tidak bercampur. Pada dasarnya, komponen utama dalam kromatografi gas terdiri dari sistem gas pengembang, sistem penyuntikan sampel, kolom pemisah, sistem pendeteksian, sistem pencatat, dan unit termostat, untuk mengatur suhu oven (Fardiaz, 1973 dalam Nurisman 2006.)

Secara umum peralatan kromatografi gas terdiri atas beberapa bagian diantaranya :

1. Gas Pembawa

Gas pembawa ditempatkan dalam tabung bertekanan tinggi. Untuk memperkecil tekanan tersebut agar memenuhi kondisi pemisahan maka digunakan drager yang dapat mengurangi tekanan dan mengalirkan gas dengan laju tetap. Aliran gas akan mengelusi komponen-komponen dengan waktu yang karaterisitik terhadap komponen tersebut (waktu retensi). Karena kecepatan gas tetap maka komponen juga mempunyai volume yang karateristik untuk gas pembawa (volume retensi) (Albeta, 2010)

2. Tempat Injeksi

Penginjeksian sampel ke dalam kromatograf biasanya akan lewat suatu penyekat, dimana penyekat ini adalah suatu penghalang yang dapat menutup sendiri setelah sampel diinjeksikan. Dapat menutupnya sendiri penyekat ini tergantung pada suhu, fleksibilitas karet silikon, ketajaman jarum “syringe” dan posisi injektor. Suatu

tempat penyekat biasanya dilengkapi suatu jarum yang dapat mengurangi kerusakan mekanik (Braithwaite and Smith, 1985 dalam Fikri 2010).

(11)

3. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas (Lansida, 2010)

4. Detektor

Hasil pemisahan di dalam kolom harus dilihat dan dicatat. Semua senyawa terdapat dalam keadaan sangat encer di dalam gas pembawa. Kemudian kurang dari satu detik suatu puncak tajam melalui detektor, sedangkan puncak terakhir dapat muncul setelah satu jam pemisahan dan akan muncul sebagai suatu pita lebar di atas garis dasar. Karena itu, detektor harus tidak memberikan tanggapan terhadap cuplikan yang terdapat dalam jumlah kecil (Fikri, 2010).

(12)

14

2.4.2.2 Spektroskopi Masa (Mass Spectroscopy / MS)

Spektrofotometer massa (SM) adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massanya. Spektrofotometer massa berfungsi untuk menganalisis masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan oleh kromatografi gas.

Prinsip kerja Gas Chromatograph-Mass Spectroscopy (GC-SM) yaitu, cuplikan diinjeksikan ke dalam injektor. Aliran gas dari gas pengangkut akan membawa cuplikan yang telah teruapkan masuk kedalam kolom. Kolom akan memisahkan komponen-komponen dari cuplikan. Komponen-komponen tersebut terelusi sesuai dengan urutan semakin membesarnya nilai koefisien partisi (K), selanjutnya masuk dalam spektrofotometer massa (MS).

Pada spektrofotometer massa komponen cuplikan ditembaki dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion muatan positif yang bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk) dan dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion anak pecahan atau (ion-ion-(ion-ion induk), lepasnya elektron dari molekul /komponen-komponen menghasilkan radikal kation. Ion-ion molekul, ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh ion-ion pembelokan dalam medan magnet yang berubah sesuai dengan massa dan muatannya. Perubahan tersebut menimbulkan arus (arus ion) pada kolektor yang sebanding dengan limpahan relatifnya. Kemudian dicatat sebagai spektra massa yang merupakan gambaran antara limpahan relatif dengan rasio massa/muatan (m/e) (Sastrohamidjojo, 1985 dalam Muwadamah 2009). Analisis GC-SM merupakan metode yang cepat dan akurat untuk memisahkan

(13)

campuran dalam jumlah yang kecil, dan menghasilkan data yang berguna mengenai struktur serta identitas senyawa organik.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak (%) Minyak Kemiri
Gambar 2.2 Struktur inklusi urea (J. Martı´-Rujas et, al., 2006)
Gambar 2.3 Inklusi antara urea dengan asam karboksilat rantai panjang (Duengo,  2011)
Gambar 2.4 Bagan alat gas chromatography

Referensi

Dokumen terkait