3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. JARAK PAGAR
Tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penjajahan Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintah untuk membudidayakan tanaman jarak pagar. Hasilnya berupa biji digunakan untuk membuat bahan bakar bagi pesawat-pesawat tempur Jepang. Kemudian dalam waktu singkat tanaman jarak pagar menyebar cukup luas, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun demikian, saat memasuki era kemerdekaan, minyak jarak berangsur-angsur ditinggalkan. Hal ini karena kebutuhan bahan bakar minyak fosil mudah didapat. Tanaman jarak pagar pun tidak dibudidayakan lagi, dan akhirnya hanya tumbuh secara sporadis (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas (Linnaeus). Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan jarak pagar diklasifikasikan sebagai berikut,
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan vaskular) Subdivisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliophyta (Dicotyledonae) Subkelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L.
Biji jarak pagar berbentuk bulat lonjong, berwarna cokelat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm dan berat 0,4 - 0,6 g/biji. (Prihandana dan Hendroko, 2007). Gambar buah jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 1.
Biji jarak pagar mengandung berbagai senyawa alkaloid, saponin, pektin dan inhibitor tripsin. Biji jarak pagar juga mengandung sejenis protein
beracun yang disebut kursin. Minyak biji jarak pagar terdiri dari asam oleat (40%), asam linoleat (37%), asam pal
asam lemak lainnya (Gubitz
jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia dan energi bagian Parameter
Air (%)
Protein kasar (% Lemak (% bk) Abu (% bk)
Serat deterjen netral Serat deterjen asam Lignin deterjen asam Total energi (MJ/kg) Sumber : Gubitz B. AKTIVITAS AIR
Kandungan air dalam bahan
terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan
water, aw) yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme
untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai a agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri a
0,9; kapang aw : 0,6
beracun yang disebut kursin. Minyak biji jarak pagar terdiri dari asam oleat (40%), asam linoleat (37%), asam palmitat (15%), asam stearat (7%) dan asam lemak lainnya (Gubitz et al., 1999). Komposisi kimia dan energi biji jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 1. Buah jarak pagar
omposisi kimia dan energi bagian-bagian biji jarak pagar Parameter Inti Biji Kulit Biji
3,1-5,8 9,6
Protein kasar (% bk) 22,2-27,2 56,8-58,4 3,6-4,3
Serat deterjen netral (% bk) 3,5-3,8 83,9 Serat deterjen asam (% bk) 2,4-3,0 74,6
deterjen asam (% bk) 0,0-0,2 45,1
Total energi (MJ/kg) 30,5-31,1 19,3
Sumber : Gubitz et al. (1999) AKTIVITAS AIR
Kandungan air dalam bahan yang mempengaruhi daya tahan bahan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aktivitas air (
yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai a
agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw: 0,9; khamir
: 0,6-0,7 (Winarno, 1992).
4 beracun yang disebut kursin. Minyak biji jarak pagar terdiri dari asam oleat mitat (15%), asam stearat (7%) dan ., 1999). Komposisi kimia dan energi biji
bagian biji jarak pagar Kulit Biji 9,6-10,2 4,3-4,5 0,5-1,4 2,8-6,1 83,9-89,4 74,6-78,3 45,1-47,5 19,3-19,5
mempengaruhi daya tahan bahan aktivitas air (activity of yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum
0,8-5 Air berkaitan erat terhadap daya awet bahan. Pengurangan air baik melalui pengeringan maupun penambahan bahan penguap bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi (Fennema, 1985). aw merupakan
parameter yang sangat berguna untuk menunjukkan kebutuhan air atau hubungan air dengan mikroorganisme dan aktivitas enzim.
aw didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air bahan
dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama,
ܽ௪ൌܲܲ
dimana P adalah tekanan uap air bahan, Po adalah tekanan uap air murni pada suhu T. Purwadaria (1982) menjelaskan bahwa tekanan uap air menunjukkan besarnya kecenderungan molekul air menguap dalam bentuk uap air. Bila bahan non-volatil ditambahkan dalam bahan volatil (air) maka tekanan uap air akan berkurang sebanding dengan konsentrasi molekul air tersebut. Semakin kecil konsentrasi air pada bahan maka tekanan uap air juga menurun.
aw dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan dan
menurut hukum Roult dapat dinyatakan sebagai berikut,
ܽ௪ൌ݊݊ଶ ଵ݊ଶ
dimana n1 adalah jumlah molekul yang dilarutkan, n2 adalah jumlah molekul
air. Parameter ini juga dapat dikaitkan dengan kelembaban relatif setimbang (Equilibrium Relative Humidity, ERH),
ܽ௪ൌܧܴܪͳͲͲ
C. KADAR AIR KESETIMBANGAN
Menurut Brooker et al. (1992) kadar air kesetimbangan suatu bahan adalah kadar air yang dikandung bahan setelah berada pada lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang lama. Hall (1980) menambahkan bahwa bahan dalam keadaan setimbang dengan lingkungannya bila laju air yang hilang dari bahan ke lingkungan sama dengan laju air yang bertambah ke
6 dalam bahan dari lingkungan. Kadar air bahan pada saat setimbang dengan lingkungannya (suhu dan RH tertentu) disebut kadar air kesetimbangan atau kesetimbangan higroskopis.
Menurut Hall (1980), kadar air kesetimbangan berhubungan langsung dengan pengeringan dan penyimpanan bahan hasil pertanian. Kadar air kesetimbangan digunakan untuk menentukan apakah produk akan bertambah atau berkurang kadar airnya pada suhu dan kelembaban relatif tertentu.
Kadar air kesetimbangan dapat dicapai dengan dua cara yaitu proses desorpsi dan proses adsorpsi. Kadar air kesetimbangan berbeda-beda untuk masing-masing bahan pangan. Nilai ini ditentukan oleh varietas, tingkat kematangan dan cara pengukuran (Brooker et al., 1992).
Menurut Brooker et al. (1992) ada dua cara untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu metode statis dan metode dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakkan bahan pada ruangan dengan RH dan suhu terkontrol. Metode dinamis dilakukan dengan menggunakan humidifier mekanik, sehingga metode dinamis lebih cepat daripada metode statis.
Pada metode statis penentuan kelembaban relatif dilakukan dengan menggunakan larutan asam, larutan garam jenuh atau larutan gliserol. Penggunaan larutan garam jenuh lebih disukai karena lebih aman dibandingkan larutan asam. Disamping itu larutan garam jenuh lebih mudah mencapai kondisi jenuh. Jika air menguap beberapa bagian garam mengendap, tetapi RH di atas larutan tidak berubah. Penggunaan larutan asam lebih berbahaya dalam penggunaannya dan untuk percobaan mungkin terjadi perubahan RH udara yang diakibatkan oleh perubahan konsentrasi larutan asam. Tekanan uap di atas larutan asam tergantung pada kandungan kimiawi, konsentrasi dan suhu. Penggunaan larutan gliserol dapat menyebabkan penyimpangan saat penimbangan karena gliserol bersifat volatil dan dapat diserap oleh bahan (Bell dan Labuza, 2000).
Metode dinamis memerlukan waktu untuk mencapai kesetimbangan yang lebih cepat daripada metode statis, tetapi metode dinamis mempunyai permasalahan pada desain dan instrumen yang digunakan. Metode statis digunakan lebih luas, walau membutuhkan waktu untuk mencapai
7 kesetimbangan yang lebih lama (Hall, 1980). Bahan dikatakan sudah setimbang jika setidaknya tidak ada perubahan berat selama tiga kali penimbangan (Bell dan Labuza, 2000).
D. ISOTERMI SORPSI AIR
Kenaikan aw merupakan fungsi kadar air kesetimbangan. Isotermi sorpsi
air menunjukkan hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan ERH ruang penyimpanan bahan atau aw pada suhu tertentu. Bell dan Labuza (2000)
menjelaskan apabila proses dimulai dari bahan kering, istilah yang digunakan adalah adsorpsi, sedangkan bila proses dimulai dengan bahan basah disebut desorpsi.
Pada bahan, air terdapat dalam bentuk bebas dan terikat. Air bebas menunjukkan sifat-sifat air sebagai pelarut dan pereaksi sedangkan air terikat menunjukkan sifat-sifat air yang terikat erat dengan komponen bahan lainnya. Ilustrasi kurva isotermi sorpsi air dapat dilihat pada Gambar 2.
Kurva tersebut menunjukkan tiga tingkatan kapasitas air terikat terdiri dari tingkat yang berada di bawah aw 0,3 (ERH = 30%), tingkat dengan aw
antara 0,3-0,75 dan tingkat pada aw 0,75-1. Jika ditinjau dari aspek
keterikatan air, maka pada tingkat pertama air terdapat dalam bentuk monolayer (satu lapis) dengan molekul air yang terikat sangat erat. Pada tingkat kedua air terikat kurang kuat yang merupakan multilayer. Air yang terdapat pada tingkat ini dapat berperan sebagai pelarut. Tingkatan ketiga disebut sebagai kondensasi kapiler. Di tingkat ini air terkondensasi pada struktur bahan, sehingga kelarutan komponen menjadi lebih sempurna. Keadaan ketika air dalam kondisi bebas ini dapat mempercepat proses kerusakan.
Pada kebanyakan bahan terutama biji-bijian, kurva isotermi sorpsi air berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S) (Bell dan Labuza, 2000). Pada kenyataannya grafik penyerapan uap air oleh bahan (adsorpsi) dan grafik pelepasan uap air bahan ke udara (desorpsi) tidak pernah berhimpit, keadaan demikian disebut fenomena histeresis. Fenomena ini menunjukkan bahwa
8 bahan yang mempunyai aw sama dapat mempunyai kadar air yang jauh
berbeda.
Gambar 2. Kurva isotermi sorpsi air (Chaplin, 2009)
Bell dan Labuza (2000) menjelaskan bahwa histeresis sebenarnya merupakan sebuah ketidakmungkinan-termodinamika karena aw merupakan
fungsi yang tetap. Salah satu faktor terjadinya histeresis adalah adanya interaksi antara air dengan pori-pori atau kapiler bahan. Selama proses adsorpsi, air masuk ke dalam kapiler namun kapiler tersebut berbeda tingkat kekosongannya dibandingkan dengan proses desorpsi. Pada proses desorpsi, ujung kapiler yang sempit akan menahan air ketika air tersebut seharusnya dilepaskan. Pada proses adsorpsi, ujung kapiler yang sempit akan menghambat pengikatan air sehingga air yang terkandung di dalam bahan lebih sedikit.
Fennema (1985) juga menambahkan bahwa besarnya histeresis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung faktor-faktor seperti karakter bahan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi.
Isotermi sorpsi air merupakan karakteristik penting yang dapat mempengaruhi penyimpanan. Bentuk isotermi sorpsi air pada umumnya akan menentukan stabilitas penyimpanan. Kurva isotermi sorpsi air dapat
monolayer multilayer kondensasi
kapiler Penambahan suhu dan tekanan Aktivitas air (aw) K a d a r a ir k es et im b a n g a n ( %)
9 digunakan untuk menentukan umur simpan dengan metode ASS (accelerated storage studies), yaitu penyimpanan produk pangan dalam kondisi lingkungan yang lebih tinggi daripada kondisi penyimpanan normal. Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu pengujian yang singkat serta mempunyai ketepatan dan akurasi yang tinggi (Arpah, 2001).
Pada bahan pangan isotermi sorpsi air dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan kelembaban relatif ruang tempat penyimpanan (Winarno, 1992). Van den Berg dan Bruin (1981) juga menambahkan sorpsi isotermi air dan model-modelnya sangat penting untuk membantu merancang proses pengeringan, pengemasan, penyimpanan, memprediksi umur simpan dan mengukur kadar air kritis. Isotermi sorpsi air dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Reed (2006) menjelaskan bahwa pada setiap RH, biji-bijian mengandung lebih banyak air pada suhu yang lebih rendah.
E. MODEL ISOTERMI SORPSI AIR
Model matematika mengenai kadar air kesetimbangan telah banyak dikemukakan oleh para ahli, baik secara teoritis maupun secara empiris. Menurut Van den Berg dan Bruin (1981), lebih dari 70 model matematika yang telah dilaporkan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan isotermi sorpsi air. Bell dan Labuza (2000) menambahkan aplikasi beberapa model matematika untuk menggambarkan isotermi sorpsi air. Sebagian besar model matematika tersebut hanya dapat memprediksi adsorpsi pada salah satu dari tiga tingkatan isotermi sorpsi air. Berikut ini merupakan 8 model yang akan diuji ketepatannya dalam menggambarkan perilaku isotermi sorpsi air pada biji jarak pagar.
1. Model Brunauer, Emmet dan Taller (BET)
Model BET menurut Bell dan Labuza (2000) merupakan model yang secara umum dapat digunakan sampai aw = 0,45-0,5. Model BET
sangat berguna untuk menentukan kadar air dimana adsorpsi permukaan bersifat satu lapis molekul air (monolayer). Persamaan BET adalah sebagai berikut,
10 ܽ௪ ሺͳെܽ௪ሻǤܯൌ ͳ ܯǤܥ ܽ௪Ǥሺܥെͳሻ ܯǤܥ
dimana M : kadar air kesetimbangan (% basis kering) Mo : kadar air monolayer
C : konstanta.
2. Model Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB)
Model Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB) merupakan persamaan terbaik untuk pemodelan isotermi sorpsi air pada berbagai bahan pangan. GAB menurut Kaleta dan Gornicki (2007) menggambarkan isotermi sorpsi air sampai aw = 0,94. Model GAB adalah sebagai berikut,
ܯ ൌ ܣǤܤǤܯǤܽ௪
ሺͳെܤǤܽ௪ሻǤሺͳെܤǤܽ௪ܣǤܤǤܽ௪ሻ
atau dalam bentuk polinom :
ܽ௪ ܯ ൌ ܤ ܯǤ൬ ͳ ܣെͳ൰Ǥܽ௪ଶ ͳ ܯǤ൬ͳെ ʹ ܣ൰Ǥܽ௪ ͳ ܯǤܣǤܤ
dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) Mo : kadar air monolayer
A, B : konstanta. 3. Model Halsey
Persamaan Halsey yang dengan baik menggambarkan isotermi sorpsi air pada biji lentil, hazelnut, dan biji kakao (Al-Muhtaseb et al., 2002) dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut,
ܯ ൌ൬ܶǤെܣܽ
௪൰
భ ಳ
atau dalam bentuk linier adalah:
ܯ ൌܤͳǤ൬ܣܶ൰ܤͳǤ൬െܽͳ
௪൰
dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta
11 4. Model Harkins-Jura
Persamaan Harkins-Jura yang dengan baik menggambarkan isotermi sorpsi air pada pastirma (daging kering Turki) (Aktas dan Gurses, 2005) dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut,
ͳ ܯଶൌ൬ ܤ ܣ൰െ൬ ͳ ܣ൰Ǥܽ௪
dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta.
5. Model Henderson
Persamaan Henderson ini berlaku untuk biji walnut (Togrul dan Arslan, 2007). Bentuk persamaan Henderson adalah sebagai berikut,
ܯ ൌെቆሺͳെܽܣǤܶ௪ሻቇ భ ಳ
atau dalam bentuk linier :
ܯ ൌܤͳሺെሺͳെܽ௪ሻሻെܤͳሺܣǤܶሻdimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta
T : suhu (K). 6. Model Iglesias-Chirife
Persamaan Iglesias-Chirife yang berlaku untuk adsorpsi biji walnut (Togrul dan Arslan, 2007) adalah sebagai berikut,
ቆܯටܯଶξܯቇൌܣܤǤܽ௪
dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta.
7. Model Oswin
Model Oswin menurut Kaleta dan Gornicki (2007) menurunkan persamaan isotermi sorpsi untuk menggambarkan kurva sigmoid dengan
12 menggunakan seri ekspansi matematis. Persamaan Oswin berlaku pada tepung wijen (Menkov dan Durakova, 2007) dan berlaku untuk bahan pangan pada RH antara 0-85%. Persamaan Oswin adalah:
ܯ ൌܣǤ൬ͳെܽܽ௪
௪൰
atau dalam bentuk linier adalah:
ܯ ൌܤܣܤͳെܽܽ௪
௪
dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta.
8. Model Smith
Persamaan Smith yang berlaku untuk adsorpsi biji walnut (Togrul dan Arslan, 2007) adalah sebagai berikut,
ܯ ൌܣെܤǤሺͳെܽ௪ሻ
dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta.