• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN PENCIRIAN BAKTERI MANANOLITIK PENDEGRADASI BUNGKIL INTI SAWIT WINNI PUSPITA RAHAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISOLASI DAN PENCIRIAN BAKTERI MANANOLITIK PENDEGRADASI BUNGKIL INTI SAWIT WINNI PUSPITA RAHAYU"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN PENCIRIAN BAKTERI MANANOLITIK

PENDEGRADASI BUNGKIL INTI SAWIT

WINNI PUSPITA RAHAYU

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi dan Pencirian Bakteri Mananolitik Pendegradasi Bungkil Inti Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013 Winni Puspita Rahayu NIM G34090008

(4)
(5)

ABSTRAK

WINNI PUSPITA RAHAYU. Isolasi dan Pencirian Bakteri Mananolitik Pendegradasi Bungkil Inti Sawit. Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI dan I KOMANG G WIRYAWAN.

Mananase merupakan enzim pendegradasi manan yang dapat dimanfaatkan dalam bidang pangan maupun pakan. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mencirikan bakteri mananolitik asal perkebunan kelapa sawit di Cikasungka, Bogor, serta mengetahui kemampuannya dalam menghidrolisis substrat bungkil inti sawit (BIS) menjadi mano-oligosakarida (MOS). Sebanyak 8 isolat berhasil diisolasi dari tanah perkebunan sawit Cikasungka, Bogor. Tiga isolat terpilih dengan indeks mananolitik tertinggi diamati aktivitas enzim tertinggi dan aktivitas spesifiknya. Isolat 5 memproduksi aktivitas mananase tertinggi pada jam ke-18 (0.039 U/mL) dan jam ke-54 (0.051 U/mL). Isolat 6 memproduksi aktivitas tertinggi pada jam ke-30 (0.041 U/mL) dan jam ke-66 (0.058 U/mL). Isolat 7 memproduksi aktivitas tertinggi pada jam ke-24 (0.041 U/mL). Aktivitas spesifik dari isolat 5, 6, dan 7 memiliki nilai dua hingga tiga kali lipat dari aktivitas enzimnya. Satu isolat terpilih, yaitu isolat 6 memiliki nilai aktivitas optimum pada pH 5.5 di suhu 30 °C dan pH 7 di suhu 40 °C. Stabilitas enzim isolat 6 mengalami penurunan pada kedua pH maupun suhu. Derajat polimerisasi isolat 6 pada pH 5.5 di suhu 30 °C yaitu 4.0-4.1 dan 6.9-7.5 pada pH 7 di suhu 40 °C. Isolat 6 menghasilkan derajat polimerisasi yang baik dalam menghasilkan (MOS) yang potensial digunakan sebagai prebiotik ternak.

Kata kunci: bungkil inti sawit, derajat polimerisasi, mananase, mananolitik, mano-oligosakarida

ABSTRACT

WINNI PUSPITA RAHAYU. Isolation and Characterization of Mannanolytic Palm Kernel Cake Degrading Bacteria. Supervised by ANJA MERYANDINI and I KOMANG G WIRYAWAN

Mannanase is an enzyme which can be utilized in food and feed sector. This research is aimed to isolate and characterize the mannanase producing soil bacteria from palm plantations in Cikasungka, Bogor, and to know the ability of manannase in hydrolyzing palm kernel cake (PKC) substrate become to manno-oligosaccharide (MOS). There were 8 isolates isolated from the soil of Cikasungka Plantation, Bogor. Three isolates were choosen with the highest mannanolytic index to be further characterized. Isolate 5 produced the highest mannanase activity at 18 h of incubation (0.039 U/mL) and 54 h (0.051 U/mL). Isolate 6 produced the highest mannanase activity at 30 h of incubation (0.041 U/mL) and 66h (0.058 U/mL). Isolate 7 produced the highest mannanase activity at 24 h of incubation (0.041 U/mL). The specific activity of isolate 5, 6 and 7 had value 2-3 times higher than their own enzymatic activity. One selected isolate, isolate 6 had optimum activity in pH 5.5 at 30 °C and pH 7 at 40 °C. The enzyme

(6)

stability of isolate 6 were decreasing at the both pH and temperature optimum. The polimerization degree of isolate 6 in pH 5.5 at 30 °C had value of 4.0-4.1 and 6.9-7.5 in pH 7 at 40 °C. Isolate 6 posseses high degree of polimerization in MOS production, it is potentially used as cattle prebiotic.

Keywords: mannanase, mannanolytic, manno-oligosaccharide, palm kernel cake, polimerization degree

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

ISOLASI DAN PENCIRIAN BAKTERI MANANOLITIK

PENDEGRADASI BUNGKIL INTI SAWIT

WINNI PUSPITA RAHAYU

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)

Judul Skripsi : Isolasi dan Pencirian Bakteri Mananolitik Pendegradasi Bungkil Inti Sawit

Nama : Winni Puspita Rahayu

NIM : G34090008

Disetujui oleh

Prof Dr Anja Meryandini, MS Pembimbing I

Prof Dr Ir I Komang G Wiryawan Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan kegiatan penelitian di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Institut Pertanian Bogor. Atas rahmat-Nya pula penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul Isolasi dan Pencirian Bakteri Mananolitik Pendegradasi Bungkil Inti Sawit.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS dan Bapak Prof Dr Ir I Komang G Wiryawan atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan, ilmu, saran, dan waktu selama pelaksanaan kegiatan penelitian. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Ibu Dr Triadiati, MSi yang telah menjadi penguji sidang serta pemberi saran dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Dewi dan Ibu Fitri atas bimbingan teknis maupun teori saat di laboratorium; Andes, Ayun, Endah, Meita, Dewi, Saleem, Ibu Marini, Ibu Elly, Kak Debby, Kak Deddy, Kak Ike atas kesetiaannya saat penulis bekerja di Laboratorium; keluarga tercinta atas segala doa dan dukungan yang diberikan; serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran positif yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pihak yang membacanya.

Bogor, Juni 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Bahan 2 Alat 2 Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Hasil 4

Pembahasan 9

SIMPULAN DAN SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 18

(11)

DAFTAR TABEL

1 Ciri morfologi koloni isolat bakteri penghasil mananase 4 2 Nilai indeks mananolitik (NIM) bakteri penghasil manan

pada media LBG 0.5% pH 6 yang diinkubasi selama 48 jam 5 3 Gula pereduksi, total gula, dan derajat polimerisasi BIS 1%

isolat 6 pada pH 5.5 yang diinkubasi dalam suhu 30 oC 9 4 Gula pereduksi, total gula, dan derajat polimerisasi BIS 1%

isolat 6 pada pH 7 dan yang diinkubasi dalam suhu 40 oC 9

DAFTAR GAMBAR

1 Zona bening yang terbentuk pada isolat 5, 6, 7 5 2 Aktivitas enzim mananase dan aktivitas spesifik isolat 5 6 3 Aktivitas enzim mananase dan aktivitas spesifik isolat 6 6 4 Aktivitas enzim mananase dan aktivitas spesifik isolat 7 6 5 Aktivitas mananase isolat 6 pada kondisi berbagai pH 7 6 Aktivitas mananase isolat 6 dengan pH 5.5 yang diinkubasi

pada berbagai suhu 7

7 Aktivitas mananase isolat 6 dengan pH 7 yang diinkubasi

pada berbagai suhu 8

8 Stabilitas mananase isolat 6 pada pH 5.5 yang diinkubasi

dalam suhu 4, 30, dan 40 °C 8

9 Stabilitas mananase isolat 6 pada pH 7 yang diinkubasi dalam

suhu 4, 30, dan 40 °C 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi media agar-agar manan 18

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bungkil inti sawit (BIS) merupakan produk samping hasil pengolahan minyak sawit, dihasilkan sekitar 45-46% dari inti sawit. Komposisi BIS terdiri atas abu 3.5%, fosfor 0.71%, kalsium 0.36%, lemak 9%, protein 12%, dan serat kasar 21% (Supriyati et al. 1998). Sebanyak 20-40% dari komposisi BIS adalah β-manan (Yopi et al. 2006). β-manan termasuk bagian dari manan, selain galaktoglukomanan, galaktomanan, dan glukomanan (Petkowicz et al. 2000). Manan termasuk ke dalam komponen hemiselulosa, yaitu polisakarida kedua terbanyak setelah selulosa. Hemiselulosa berbentuk linear atau bercabang, ditemukan sebagai heteroglikan pada tumbuhan tingkat tinggi (Hilge et al. 1998).

Pengolahan produk samping BIS sangat diperlukan dengan tujuan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu cara mengurangi produk samping BIS melalui proses enzimatik. Enzim yang berperan dalam proses hidrolisis β-manan dalam BIS adalah mananase (Yopi et al. 2006). Mananase dihasilkan oleh mikroorganisme tanah, kompos, atau rumen hewan (Hilge et al. 1998). Contoh bakteri penghidrolisis manan adalah Bacillus sp. MSJ-5 (Zhang et al. 2009). Produk akhir dari β-manan setelah dihidrolisis adalah manosa, manobiosa, dan mano-oligosakarida (MOS). MOS yang dihasilkan dari degradasi BIS oleh mananase dapat digunakan sebagai campuran dalam pakan ternak sebagai prebiotik (Meryandini et al. 2008a). Menurut Tafsin et al. (2007), MOS berperan sebagai senyawa antimikroba bagi Salmonella typhimurium pada ayam, sehingga ayam tidak mudah terserang oleh penyakit.

Penelitian mengenai isolasi dan pencirian bakteri pendegradasi BIS hingga saat ini masih terbatas. Mikroorganisme pendegradasi BIS yang berhasil diisolasi maupun dicirikan selama ini didominasi oleh cendawan seperti Trichoderma ressei (Jaelani et al. 2005) dan Aspergillus niger (Supriyati et al. 1998). Oleh karena itu, penelitian mengenai isolasi dan pencirian bakteri pendegradasi BIS ini perlu dilakukan agar didapatkan waktu produksi mananase optimum untuk mendegradasi BIS secara maksimal.

Perumusan Masalah

Penelitian mengenai isolasi dan pencirian bakteri pendegradasi BIS masih sangat terbatas. Karakterisitik enzim mananase pada bakteri bervariasi, sehingga perlu dilakukan pencirian agar didapatkan waktu produksi enzim terbaik untuk mendegradasi BIS.

(14)

2

Tujuan Penelitian

Mengisolasi bakteri mananolitik pendegradasi BIS asal perkebunan kelapa sawit. Mencirikan enzim pendegradasi BIS (mananase) yang meliputi pH dan suhu optimum, serta stabilitasnya. Mengetahui kemampuan enzim mananase dalam menghidrolisis substrat BIS untuk menghasilkan MOS.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi jenis bakteri pendegradasi BIS yang potensial menghasilkan prebiotik MOS.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012–Mei 2013 di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSHB IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel tanah atau sumber isolat perkebunan kelapa sawit Cikasungka, Bogor; media locust bean gum (LBG) 0.5% yang teridiri atas 0.5% galaktomanan LBG, 0.2% KNO3, 0.1% K2HPO4, 0.05% MgSO4, 0.05% NaCl, 0.001% FeSO4, dan 0.3% CaCO3, media BIS 1% (galaktomanan LBG 0.5% yang disubsitusikan BIS 1%), larutan Bradford, larutan DNS, larutan fenol 5%, larutan H2SO4, dan substrat manan.

Alat

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sentrifugator, inkubator bergoyang, dan spektrofotometer. Peralatan pendukung lainnya meliputi autoklaf, laminar air flow cabinet (LAFC), pH meter, ruang asam, water bath, serta peralatan laboratorium lainnya.

Prosedur

Pengambilan Sampel dan Pengayaan Kultur

Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-15 cm di bawah tegakan pohon sawit umur 11 tahun pada satu plot berukuran 12x12 m dengan lima titik pengambilan di daerah tepi jalan raya perkebunan sawit Cikasungka PTPN VIII, Bogor. Sebanyak 10 g sampel tanah halus dimasukkan ke dalam 25 mL akuades. Suspensi tanah diaduk selama 30 menit lalu didiamkan 5 menit dan diukur pHnya (Poerwidodo 1992). Pengayaan kultur dilakukan dengan memasukkan 2 g sampel tanah ke dalam 50 mL media LBG 0.5%.

(15)

3 Sampel kemudian diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 120 rpm, selama 48 jam dalam suhu ruang.

Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Mananase, serta Pembuatan Inokulum

Sebanyak 1 mL sampel hasil pengayaan dilakukan pengenceran serial dengan NaCl 0.85% dari konsentrasi 10-1-10-8. Masing-masing hasil pengenceran konsentrasi 10-5-10-8 diambil 0.1 mL untuk disebar dalam media padat LBG, lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Koloni yang terbentuk pada media padat LBG dimurnikan dengan metode gores kuadran. Setiap koloni yang telah murni dilakukan uji pembentukan zona bening pada media padat LBG 0.5% dan media padat BIS 1% dengan metode pewarnaan merah Kongo 0.1%. Tiga isolat terpilih dengan nilai indeks mananolitik (NIM) tertinggi kemudian disubkulturkan.

Isolat yang telah ditumbuhkan pada medium padat LBG dipindahkan ke media padat BIS. Isolat tersebut digunakan sebagai inokulum media produksi. Produksi enzim diawali dengan meremajakan isolat terpilih pada media padat BIS 1%. Selanjutnya dilakukan pembuatan inokulum dengan menginokulasi tiga koloni isolat ke dalam 20 mL media cair BIS 1%. Inokulum diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 120 rpm selama 12 jam. Sebanyak 2 mL inokulum disubkulturkan pada 200 mL media produksi enzim mananase dan diinkubasi pada inkubator bergoyang pada suhu ruang.

Penentuan Waktu Produksi Tertinggi dan Aktivitas Mananase

Enzim ekstrak kasar (EEK) mananase setiap enam jam diperoleh dengan cara mensentrifugasi kultur pada kecepatan 7000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Supernatan (EEK) kemudian diukur aktivitas enzimnya. Aktivitas mananase diukur pada substrat manan 0.5% dalam bufer fosfat pH 6 pada suhu ruang dan waktu inkubasi 30 menit dengan metode 3,5-dinitrosalicylic acid (DNS) (Miller 1959). Standar yang digunakan merupakan manosa. Gula pereduksi yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer (λ 540 nm). Satu unit aktivitas mananase didefinisikan sebagai jumlah μmol manosa yang dihasilkan setiap volume milliliter enzim dalam waktu 1 menit.

Penentuan Aktivitas Spesifik Enzim Mananase

EEK dari isolat terpilih diuji kadar proteinnya. Pengujian kadar protein menggunakan larutan Bradford yang diencerkan dengan akuades steril. Perbandingan antara larutan Bradford yang dipakai dengan akuades steril adalah 1:4. Kadar protein kemudian dibaca pada λ 595 nm. Aktivitas spesifik kemudian dihitung dengan cara nilai aktivitas enzim dibagi dengan kadar protein.

Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Enzim Mananase, serta Stabilitasnya

Satu isolat terpilih diuji aktivitas enzim ekstrak kasarya pada berbagai konsentrasi pH dan suhu. Uji pengaruh pH dilakukan pada pH 4-8.5 dengan

(16)

4

interval 0.5. Isolat terpilih yang diuji pada pH 4-5.5 digunakan bufer sitrat (campuran antara larutan asam sitrat dan larutan Na2HPO4)sebagai larutan penyangganya. Isolat terpilih yang diuji pada pH 6-8.5 digunakan bufer fosfat (campuran larutan NaH2PO4 dan Na2HPO4) sebagai larutan penyangganya. Uji pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dilakukan dalam suhu 30-90 ºC, dengan interval 10 ºC. Pengukuran aktivitas mananase pada kondisi berbagai pengaruh pH dan suhu dilakukan menggunakan metode DNS. Pengujian kestabilan EEK mananase isolat diuji dengan menginkubasi tanpa substrat pada suhu 4 °C dan suhu optimum. EEK diuji setiap jam pada pH dan suhu optimumnya dengan substrat manan 0.5% hingga jam ke-5.

Kemampuan Enzim Mananase dalam Menghidrolisis Substrat BIS

EEK diinkubasikan dengan substrat BIS 1% pada pH dan suhu yang menghasilkan produksi enzim tertinggi. Perbandingan antara EEK dengan substrat yang digunakan adalah 1:1,1.5:1, dan 2:1. Derajat polimerisasi (DP) dari hidrolisis substrat BIS oleh mananase kemudian dihitung. Perhitungan DP dilihat dari gula pereduksi dan total gula yang dihitung dengan metode asam sulfat (Dubois et al. 1956). Kemampuan enzim mananase dalam menghidrolisis polisakarida ditunjukkan dari nilai DP. Semakin kecil nilai DP, maka semakin banyak monosakarida yang terbentuk dari proses hidrolisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengambilan Sampel dan Pengayaan Kultur, serta Isolasi dan Seleksi Bakteri Mananolitik

Sampel tanah yang diambil berwarna merah kecoklatan dengan pH yang bersifat masam, yaitu 5.60. Sebanyak 8 isolat bakteri penghasil mananase didapatkan dengan morfologi koloni yang berbeda-beda (Tabel 1).

Tabel 1 Ciri morfologi koloni isolat bakteri penghasil mananase asal tanah perkebunan sawit Cikasungka, Bogor

Isolat Ciri morfologi koloni

1 Bentuk bulat; Pigmentasi kuning; Tepian licin

2 Bentuk oval; Pigmentasi jingga kecoklatan; Tepian licin 3 Bentuk bulat; Pigmentasi merah; Tepian licin

4 Bentuk bulat; Pigmentasi hialin; Tepian bergerigi 5 Bentuk bulat; Pigmentasi coklat muda; Tepian licin 6 Bentuk oval; Pigmentasi coklat hialin; Tepian licin 7 Bentuk oval; Pigmentasi jingga kekuningan; Tepian licin 8 Bentuk bulat; Pigmentasi putih; Tepian bergerigi

(17)

5 Indeks mananolitik merupakan perbandingan antara diameter koloni dengan diameter zona bening. Kedelapan isolat tersebut memiliki nilai indeks mananolitik (NIM) antara 4.0 hingga 7.0. Isolat 5, 6, dan 7 merupakan isolat terpilih yang memiliki NIM tertinggi, yaitu 6.4, 7.0, dan 6.2 (Tabel 2). Gambar 1 menunjukkan adanya zona bening yang terbentuk pada isolat 5, 6, dan 7.

Tabel 2 Nilai indeks mananolitik (NIM) bakteri penghasil manan pada media LBG 0.5% pH 6 yang diinkubasi selama 48 jam

Isolat Lingkar zona bening + koloni

(cm)

Lingkar koloni (cm)

NIM ( Lingkar zona bening + koloni / Lingkar koloni) 1 -a 0.4 -a 2 -a -a -a 3 -a 0.7 -a 4 2.0 0.5 4.0 5 3.2 0.5 6.4 6 2.8 0.4 7.0 7 3.1 0.5 6.2 8 2.2 0.4 5.5 a

Tidak terbentuk diameter zona bening maupun koloni.

a b c

Gambar 1 Zona bening yang terbentuk pada isolat 5 (a), isolat 6 (b), dan isolat 7 (c) pada media LBG 0.5% setelah inkubasi 48 jam dengan pewarnaan merah Kongo 0.1%

Penentuan Waktu Produksi Tertinggi dan Aktivitas Mananase, serta Aktivitas Spesifik Enzim

Isolat 5 memiliki dua puncak aktivitas mananase, yaitu 0.039 U/mL pada jam ke-18 dan 0.051 U/mL jam ke-54 masa inkubasi kultur. Aktivitas spesifik yang dihasilkan isolat 5 hampir sama nilainya dengan aktivitas enzim yang dihasilkan. Aktivitas spesifik yang dihasilkan isolat 5 pada dua puncak adalah 0.045 U/mg pada jam ke-18 dan 0.070 U/mg pada jam ke-54 (Gambar 2).

Isolat 6 memiliki dua puncak aktivitas mananase tertinggi, yaitu 0.041 U/mL pada jam ke-30 dan 0.058 U/mL pada jam ke-66. Aktivitas spesifik isolat 6 memiliki nilai dua kali lebih besar dari nilai aktivitas enzim yang

(18)

6

dihasilkan. Aktivitas spesifik isolat 6 memiliki dua puncak pada jam ke-30 sebesar 0.105 U/mg dan jam ke-66 sebesar 0.120 U/mg (Gambar 3).

Isolat 7 hanya memiliki satu puncak aktivitas mananase, yaitu 0.041 U/mL pada jam ke-24. Aktivitas spesifik isolat 7 memiliki nilai dua kali lebih besar pada jam yang sama, sebesar 0.082 U/mg (Gambar 4). Nilai U/mL sama dengan µmol/menit/mL, sedangkan U/mg sama dengan µmol/menit/mg.

Gambar 2 Aktivitas enzim mananase (―♦―) dan aktivitas spesifik (―■―) isolat 5 dalam media cair BIS 1% pH 6 selama 102 jam inkubasi pada suhu ruang

Gambar 3 Aktivitas enzim mananase (―♦―) dan aktivitas spesifik (―■―) isolat 6 dalam media cair BIS 1% pH 6 selama 120 jam inkubasi pada suhu ruang

Gambar 4 Aktivitas enzim mananase (―♦―) dan aktivitas spesifik (―■―) isolat 7 dalam media cair BIS 1% pH 6 selama 114 jam inkubasi pada suhu ruang

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 6 18 30 42 54 66 78 90 102 A kt iv it as E nz im (U /m L ) Waktu (Jam) 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 12 24 36 48 60 72 84 96 108 A kt iv it as E nz im (U /m L ) Waktu (Jam) 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 6 12 18 24 30 36 42 54 66 78 90 102 114 A kt iv it a s E nz im (U/ m L ) Waktu (Jam)

(19)

7

Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Enzim Mananase, serta Stabilitasnya

Satu dari tiga isolat terpilih yang menghasilkan nilai aktivitas enzim tertinggi digunakan untuk proses lebih lanjut. Isolat 6 memiliki nilai aktivitas enzim tertinggi dibandingkan dengan isolat 5 dan 7. Isolat 6 memiliki pH optimum pada pH 5.5 dan 7. Nilai aktivitas enzim pH 5.5 pada jam ke-30 dan ke-66 masing-masing adalah 0.060 dan 0.070 U/mL. Nilai aktivitas enzim pada pH 7 jam ke-30 dan ke-66 masing-masing adalah 0.043 dan 0.066 U/mL (Gambar 5).

Gambar 5 Aktivitas mananase isolat 6 pada jam ke-30 ( ) dan jam ke-66 ( ) dalam media cair BIS 1% pada kondisi berbagai pH

Aktivitas mananase jam ke-66 pada pH 5.5 optimum yang diinkubasi pada suhu 30 °C sebesar 0.064 U/mL. Penurunan aktivitas terjadi pada suhu 40-60 °C, kemudian meningkat kembali pada suhu 70-90 °C. Pada suhu inkubasi 70-90 °C; pH 5.5, aktivitas enzim jam ke-30 lebih tinggi aktivitasnya dibandingkan dengan jam ke-66 (Gambar 6). Aktivitas mananase jam ke-66 pada pH 7 optimum yang diinkubasi pada suhu 40 °C sebesar 0.079 U/mL. Peningkatan aktivitas hanya terjadi hingga suhu 40 °C, kemudian mengalami penurunan pada suhu 50-90 °C (Gambar 7). Pada suhu 40 °C; pH 7, aktivitas enzim jam ke-66 lebih tinggi aktivitasnya dibandingkan pada suhu 40 °C; pH 5.5. Aktivitas enzim jam ke-30 pada pH 5.5 (yang diinkubasi pada berbagai suhu) memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan aktivitas jam ke-30 pada pH 7.

Gambar 6 Aktivitas mananase isolat 6 pada jam ke-30 ( ) dan jam ke-66 ( )

dalam media cair BIS 1% dengan pH 5.5 yang diinkubasi pada berbagai suhu 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 A kt iv it as E nz im (U /m L ) pH 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 30 40 50 60 70 80 90 A kt iv it as E nz im (U /m L ) Suhu (°C)

(20)

8

Gambar 7 Aktivitas mananase isolat 6 pada jam ke-30 ( ) dan jam ke-66 ( ) dalam media cair BIS 1% dengan pH 7 yang diinkubasi pada berbagai suhu

Stabilitas enzim pada pH 5.5 di suhu inkubasi 30 °C mengalami penurunan dari konsentrasi awal 0.064 U/mL saat jam ke-0 menjadi 0,038 U/mL di jam ke-1 atau tersisa sekitar 60%. Aktivitas enzim yang tersisa saat jam ke-5 tetap pada persentase 60% di jam ke-5. Aktivitas enzim yang diinkubasi pada suhu 30 °C dalam pH 5.5 lebih tinggi aktivitasnya dibandingkan pada suhu 4 dan 40 °C (Gambar 8). Stabilitas enzim pada pH 7 di suhu inkubasi 40 °C mengalami penurunan dari konsentrasi 0.079 U/mL saat jam ke-0 menjadi 0.030 U/mL di jam ke-1 atau tersisa sekitar 38%. Aktivitas enzim kemudian semakin menurun pada jam ke-5 sebesar 0.013 U/mL atau tersisa sekitar 16%. Aktivitas enzim yang diinkubasi pada suhu 40 °C lebih rendah aktivitasnya dibandingkan pada suhu 4 dan 30 °C dalam pH 7 (Gambar 9). Kestabilan enzim pada pH 5.5 lebih tinggi aktivitasnya dibandingkan kestabilan enzim pH 7.

Gambar 8 Stabilitas mananase isolat 6 pada jam ke-66 yang diinkubasi pada suhu 4 °C (―♦―), 30 °C (― ―), dan 40 °C (―■―) dalam media cair BIS 1% pada pH 5.5

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 30 40 50 60 70 80 90 A kt iv it as E nz im (U /m L ) Suhu (°C) 0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0 2 4 6 A kt iv it as E nz im (U /m L ) Waktu (Jam)

(21)

9

Gambar 9 Stabilitas mananase isolat 6 pada jam ke-66 yang diinkubasi pada suhu 4 °C (―♦―), 30 °C (― ―), dan 40 °C (―■―) dalam media cair BIS 1% pada pH 7

Kemampuan Enzim Mananase dalam Menghidrolisis Substrat BIS

Derajat polimerisasi (DP) BIS 1% pada perbandingan enzim-substrat 1:1, 1.5:1, dan 2:1 yang terbentuk pada pH 5.5; suhu 30 °C berturut-turut adalah 4.0, 4.1, dan 4.1 (Tabel 3). DP BIS 1% pada perbandingan enzim-substrat 1:1, 1.5:1, dan 2:1 yang terbentuk pada pH 7; suhu 40 °C berturut-turut adalah 6.9, 6.9, dan 7.5 (Tabel 4).

Tabel 3 Gula pereduksi, total gula, dan derajat polimerisasi BIS 1% isolat 6 pada pH 5.5 yang diinkubasi dalam suhu 30 oC

Enzim:Substrat (mL) Gula Pereduksi (mg/mL) Total Gula (mg/mL) Derajat Polimerisasi Substrat BIS 1% 1 : 1 0.9 2.5 8.9 10.1 9.9 4.0 1.5: 1 2.7 11.1 4.1 2 : 1 2.7 11.0 4.1

Tabel 4 Gula pereduksi, total gula, dan derajat polimerisasi BIS 1% isolat 6 pada pH 7 yang diinkubasi dalam suhu 40 °C

Enzim:Substrat (mL) Gula Pereduksi (mg/mL) Total Gula (mg/mL) Derajat Polimerisasi Substrat BIS 1% 1 : 1 0.9 2.0 8.9 13.8 9.9 6.9 1.5: 1 1.9 13.2 6.9 2 : 1 1.7 12.8 7.5 Pembahasan

Pengambilan Sampel dan Pengayaan Kultur

Keasaman tanah dapat disebabkan karena adanya dekomposisi bahan organik yang hasil akhirnya berupa asam humat/fulvat (Kappler et al. 2000). Asam organik merupakan asam yang memberikan banyak ion hidrogen dalam tanah. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen

0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0 2 4 6 A kt iv it as E nz im (U /m L ) Waktu (Jam)

(22)

10

(H+) di dalam tanah. Bila kadar ion H+ di dalam tanah semakin tinggi, maka keadaan tanah tersebut semakin masam (Mellanby 1967). Tanah di sekitar perkebunan sawit Cikasungka, Bogor memiliki pH 4.5-6.1. Nilai pH optimum tanah untuk perkebunan kelapa sawit berkisar pH 5-6 (Risza 2010), sehingga perkebunan sawit tersebut memenuhi kriteria tanam. Mananase dapat diinduksi pada media locust bean gum (LBG) 0.5% karena mengandung galaktomanan yang berasal dari Ceratonia siliqua. Rantai tulang punggung dan rantai samping dari galaktomanan akan dihidrolisis pada pembentukan kompleks mananase yang akan diinduksi oleh media tersebut (Meryandini et al. 2008a). Kandungan BIS yang mengandung galaktomanan maupun β-manan juga dapat menginduksi enzim yang ada.

Isolasi dan Seleksi Bakteri Mananolitik

Kedelapan isolat yang diisolasi memiliki keragaman morfologi yang berbeda-beda. Salah satu bakteri penghasil mananolitik adalah Vibrio sp. strain MA-138 (Tamaru et al. 1995), Bacillus stearothermophilus (Talbot dan Sygusch 1990), Bacteroides ovartus (Gherardini dan Salyers 1987). Selain bakteri, kapang seperti Aspergillus fumigatus IMI 385708 (Puchart et al. 2004), Trichorderma reesei C-30 (Atac et al. 1993) juga menghasilkan mananase.

Zona bening yang dihasilkan menunjukkan bahwa ketiga isolat dapat mendegradasi substrat LBG menjadi mano-oligosakarida (MOS). Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya warna merah transparan yang dihasilkan dari zona bening tersebut. Substrat LBG yang dihidrolisis oleh mananase akan membentuk zona bening. Pemberian merah Kongo dapat memperjelas adanya zona bening yang terbentuk. Merah Kongo berfungsi dalam mengikat ikatan β-1,4-D-manopiranosil pada manan (polisakarida). Ketika manan telah terhidrolisis menjadi MOS, warna merah Kongo tidak seutuhnya mengikat oligosakarida. Hal ini disebabkan karena ikatan β-1,4-D-manopiranosil dalam oligosakarida hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit. Pembilasan dengan NaCl akan melunturkan merah Kongo, sehingga akan terlihat zona bening (Sumardi 2005). Bakteri seperti Bacillus circulans NT 6.3-6.7 memiliki indeks mananolitik sebesar 4 dan 6 (Phothichitto et al. 2006). Menurut Aurora et al. (2003), indeks mananolitik pada mananase dapat mencapai 10.5 hingga 16 pada Bacillus pumilus DYP 1 hingga DYP 4.

Hidrolisis manan membutuhkan kompleks enzim mananase seperti endo-1,4-β-mananase dan ekso-β-manosidase. Selain itu, pemotongan ikatan rantai samping dari manan membutuhkan enzim seperti β-glukosidase dan α-galaktosidase. Enzim yang bekerja dalam pembentukan zona bening pada percobaan adalah enzim endo-1,4-β-mananase. Enzim endo-1,4-β-mananase dapat menghidrolisis ikatan β-1,4-D-manopiranosil dalam rantai utama polisakarida manan, sehingga yang tersisa adalah MOS. Bakteri seperti Flavobacterium sp. (Zakaria et al. 1998) dan Bacillus sp. KK01 (Hossain et al. 1996) dapat menghasilkan oligosakarida seperti MOS. Bila MOS ingin terurai menjadi manosa dan galaktosa, maka membutuhkan kerja enzim ekso-β-manosidase dan α-galaktosidase (Duffaud et al. 1997).

(23)

11

Penentuan Waktu Produksi Enzim Tertinggi dan Aktivitas Mananase Harian, serta Aktivitas Spesifiknya

Kultur isolat 5, 6, dan 7 ditumbuhkan pada media cair yang mengandung substrat BIS 1% sebagai sumber karbon dan menginduksi produksi mananase. Penentuan waktu produksi enzim tertinggi dapat dilihat dari aktivitas mananase tertinggi. Satu unit aktivitas mananase didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang dapat memproduksi 1 µmol manosa dalam 1 menit.

Isolat 5 dan 6 memiliki dua puncak aktivitas enzim, sedangkan isolat 7 hanya memiliki satu puncak aktivitas enzim. Hal ini dapat disebabkan karena adanya keberadaan isoenzim. Isoenzim merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi yang sama, tetapi memiliki urutan asam amino dan sifat yang berbeda (Williams dan Wilkins 1996). Terjadinya penurunan pada aktivitas enzim disebabkan karena adanya represi katabolit. Hasil dari hidrolisis seperti mano-oligosakarida (MOS) dapat menekan sintesis enzim yang digunakan untuk menguraikan polisakarida, sehingga aktivitas enzim mengalami penurunan. Aktivitas enzim kembali meningkat sebagai puncak kedua dari aktivitas enzim. Peningkatan tersebut disebabkan karena berkurangnya monosakarida yang digunakan sebagai sumber karbon. Pada keadaan ini bakteri mulai memproduksi enzim kembali untuk menguraikan polisakarida (Meryandini et al. 2008a). Aktivitas enzim yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 0.039 hingga 0.058 U/mL. Menurut Sumardi (2005), bakteri seperti Geobacillus stearothermopilus L-07 memiliki aktivitas mananase 0.010-0.170 U/mL. Penelitian lain mengenai aktivitas mananase optimum pada Bacillus pumilus DYP 2 yang menghasilkan aktivitas sebesar 0.079 U/mL saat masa inkubasi 24 jam (Aurora et al. 2003). Aktivitas mananase yang dihasilkan dari berbagai bakteri sangat bervariasi. Contoh isolat RA05 pada penelitian Meryandini et al. (2008b) yang dikulturkan dalam media bungkil kelapa 0.5%, memiliki aktivitas mananase sebesar 9.6 nkat/mL.

Penggunaan reagen DNS pada metode DNS bertujuan menghentikan proses yang terjadi antara enzim dengan substrat saat inkubasi. Reagen dinitrosalisilat yang terdiri atas asam 3,5-dinitrosalisilat yang berwarna kuning akan tereduksi menjadi asam 2-amino-5-salisilat. Gugus nitro yang terjadi pada reaksi reduksi disebabkan karena adanya gula pereduksi hasil hidrolisis substrat oleh mananase (Miller 1959). Pekat tidaknya warna kuning yang dihasilkan menunjukkan banyak sedikitnya gula pereduksi yang dihasilkan. Pemanasan yang dilakukan saat uji DNS bertujuan memaksimalkan penghentian reaksi yang terjadi antara enzim dengan substrat. Adanya penggunaan kontrol pada metode DNS bertujuan mengetahui bahwa hanya kandungan gula pereduksi yang berasal dari reaksi antara enzim-susbtrat dalam kurun waktu inkubasi yang terhitung.

Aktivitas spesifik merupakan besarnya aktivitas enzim per miligram protein. Aktivitas spesifik pada ketiga isolat cenderung meningkat dua hingga tiga kali lipat. Hal tersebut dapat terjadi karena kadar protein yang jumlahnya sedikit, sehingga kemurnian protein enzim menjadi tinggi. Metode Bradford merupakan suatu metode untuk menentukan kadar protein. Prinsip kerja dari metode ini adalah pengikatan secara langsung zat warna

(24)

12

coomassie brilliant blue G-250 (CBBG) oleh protein yang mengandung residu asam amino dengan rantai samping aromatik. Reagen CBBG dalam suasana asam akan berada dalam bentuk anion yang mengikat protein membentuk warna biru (Bradford 1976). Aktivitas spesifik yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0.045-0.120 U/mg. Saccharopolyspora dapat menghasilkan aktivitas spesifik sebesar 0.137-0.352 U/mg (Yopi et al. 2006), 105 nkat/mg pada isolat RA05 (Meryandini et al. 2008b), dan 0.535 nkat/mg pada Streptomyces costaricanus 451-3 (Meryandini et al. 2008a).

Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Enzim Mananase, serta Stabilitasnya

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya aktivitas enzim dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal dapat mencakup ketersediaan makro dan mikronutrien, vitamin, ataupun media. Faktor eksternal (lingkungan) dapat mencakup pH, suhu, konsentrasi substrat, maupun inhibitor enzim (Sunatmo 2009). Ketersediaan faktor pendukung yang baik dapat meningkatkan aktivitas enzim. Aktivitas enzim yang tinggi menunjukkan bahwa konformasi yang terbentuk antara enzim dengan substrat juga tinggi, sehingga produk yang dihasilkannya pun tinggi. Ketiadaan atau rendahnya aktivitas enzim dipengaruhi oleh tingkat ionisasi rantai samping asam amino tertentu. Aktivitas suatu enzim pada kondisi pH asam maupun basa berada dalam tingkat ionisasi yang tidak efektif untuk mengikat substrat. Artinya, gugus pemberi dan penerima proton tidak dalam sisi katalitik enzim yang cocok (Lehninger 1982). Jumlah ion hidrogen pada kondisi asam sangat banyak di daerah sekitar gugus fungsional enzim. Pada keadaan tersebut reaksi yang terjadi akan merusak konformasi dari β-mananase, sehingga aktivitas yang terbaca mengalami penurunan. Pada pH basa, ketersediaan ion hidrogen di sekitar gugus fungsional enzim sedikit, sehingga dapat merusak konformasi β-mananase. Aktivitas enzim yang dihasilkan pada pH optimum dalam penelitian menunjukkan bahwa konformasi yang terbentuk antara enzim dengan substrat tinggi, sehingga produk yang dihasilkan juga tinggi. Menurut Duffaud et al. (1997), pH optimum enzim mananase berkisar 7.1 hingga 7.7 atau bersifat netral.

Selain itu, tinggi rendahnya aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh kemampuan bakteri dalam beradaptasi pada kondisi berbagai pH yang berbeda-beda. Awal inkubasi (pH asam) terlihat adanya aktivitas enzim yang sedikit. Namun, karena pH media yang dipakai dalam kondisi asam, maka habitat bakteri belum sesuai dengan media tersebut, sehingga bakteri mengeluarkan metabolit mananase dalam jumlah sedikit. Peningkatan nilai pH selanjutnya membuat bakteri tersebut beradaptasi dengan pH media, sehingga dapat tumbuh dengan baik. Peningkatan nilai pH menyebabkan bakteri menggunakan senyawa asam amino organik untuk pertumbuhannya. Senyawa-senyawa tersebut akan dideaminasi menghasilkan amonia (NH3), kemudian akan bereaksi dengan H+ yang ada di medium menghasilkan amonium (NH4+) (basa) (Said 1987), sehingga bakteri dapat beradaptasi dengan baik.

(25)

13 Kombinasi antara pH dan suhu dapat mempengaruhi konformasi yang terbentuk antara enzim dengan substrat. Bila bakteri terdapat dalam kondisi pH dan suhu yang tepat, maka aktivitas enzim juga semakin meningkat. Suhu yang tinggi akan meningkatkan energi kinetik dari enzim, sehingga gerakan vibrasi, rotasi, dan substrat akan meningkat. Pada keadaan tersebut tumbukan yang terjadi antara enzim dengan substrat juga tinggi, sehingga produk yang dihasilkan pun tinggi. Penurunan aktivitas enzim dapat disebabkan oleh besarnya energi kinetik molekul enzim berlebih untuk dapat mempertahankan ikatan sekunder enzim (Suhartono 1988). Salah satu bakteri mananolitik yang memiliki akivitas enzim optimum pada pH 5.5 adalah Bacillus sp. MSJ-5 (Zhang et al. 2009), sedangkan untuk pH 7 dan suhu 40 °C adalah Clostridium cellulovorans (Jeon et al. 2011). Salah satu aktivitas mananase yang optimum pada suhu 30 °C adalah Flavobacterium sp., tetapi nilai pH optimum yang dihasilkan adalah pH 7 (Zakaria et al. 1998). Mikroorganisme lain yang menghasilkan aktivitas mananase optimum pada pH 5.5 dan suhu 30 °C adalah Aspergillus niger (Adesina et al. 2012). Beberapa isolat tertentu mampu menghasilkan aktivitas mananase pada suhu tinggi dan pH sangat asam, yaitu 80 °C dan pH 2.5 pada isolat RA05 (Meryandini et al. 2008b) dan Bacillus pumilus DYP 2 pada suhu 80 °C dan pH 3 (Aurora et al. 2003).

Tujuan dari dilakukannya uji stabilitas enzim adalah mengetahui daya tahan enzim selama penyimpanan setelah proses produksi enzim (Novita et al. 2006). Stabilitas enzim isolat 6 cenderung mengalami penurunan di kedua pH maupun suhu. Hal ini dapat disebabkan karena bentuk dari enzim itu sendiri (supernatan atau ekstrak kasar) yang masih mengandung air. Air berfungsi sebagai medium untuk substrat berdifusi ke dalam sisi aktif enzim. Hal tersebut akan mempermudah enzim mengalami degradasi oleh enzim lain (Fox 1991). Berbeda dengan enzim yang amobil (bentuk campuran enzim dengan substrat) yang cenderung lebih stabil. Hal ini disebabkan karena enzim yang terikat dengan substrat akan membentuk kompleks enzim-substrat, sehingga situs aktif enzim relatif tidak mengalami gangguan dari molekul lain (Meryandini et al. 2009). Peningkatan nilai kestabilan maupun aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh beberapa kation divalen, seperti Mn2+ (Meryandini et al. 2008b). Tinggi rendahnya aktivitas enzim pada uji stabilitas tidak dapat dijelaskan lebih jauh, karena kestabilan enzim selalu terkait pada bentuk tersier dan gugus aktifnya (Segel 1975). Menurut Purwadaria et al. (1998), kestabilan aktivitas mananase pada Aspergillus niger TL dapat bertahan hingga 3 hari inkubasi pada kondisi aerob dan 2 hari inkubasi pada kondisi anaerob, serta 5 hari inkubasi pada Bacillus pumilus DYP 2 (Aurora et al. 2003).

Kemampuan Enzim Mananase dalam Menghidrolisis Substrat BIS

Derajat polimerisasi (DP) merupakan perbandingan antara total gula dan gula pereduksi. DP menunjukkan panjangnya rantai polimer yang dapat dipecah menjadi monomer-monomernya. Peningkatan pada nilai DP disebabkan karena penggabungan kembali monomer-monomer (repolimerisasi) yang terbentuk selama hidrolisis substrat oleh enzim. DP

(26)

14

merupakan variabel terikat, artinya bergantung pada total gula dan gula pereduksi.

Total gula adalah kandungan gula keseluruhan dalam suatu bahan baik monosakarida maupun oligosakarida. Gula pereduksi merupakan golongan gula yang dapat mereduksi senyawa penerima elektron, seperti MOS. Peningkatan aktivitas enzim sebanding dengan peningkatan gula pereduksi yang dihasilkan (Lehninger 1982). Penurunan gula pereduksi dapat disebabkan karena tidak terbentuknya konformasi enzim-substrat dengan baik, sehingga gula pereduksi yang dihasilkan semakin menurun. Penurunan total gula disebabkan karena gula seperti MOS tidak terbentuk begitu banyak. Hal tersebut disebabkan karena tidak maksimalnya reaksi antara panas yang dihasilkan dari H2SO4 dengan fenol (metode fenol-asam sulfat) yang mengikat total gula.

Tingginya nilai total gula dibandingkan dengan gula pereduksinya menunjukkan bahwa produk tersebut merupakan oligosakarida (Yang et al. 2009). Substrat BIS 1% yang dipotong oleh mananase berdasarkan DP hanya dapat mendegradasi BIS hingga tahap oligosakarida atau MOS. Hal tersebut sesuai dengan pembentukan warna pada zona bening yang dihasilkan, yaitu merah transparan. Banyaknya MOS yang dihasilkan juga terlihat dari rendahnya nilai DP yang dihasilkan. Nilai DP yang dihasilkan pada masing-masing perbandingan enzim-substrat menujukkan banyaknya oligomer, yaitu 4.0-7.5. Nilai DP yang baik untuk MOS berkisar 2 hingga 15, yang terdapat pada Candida albicans (Faille et al. 1991). Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai DP yang dihasilkan pada penelitian ini aman digunakan sebagai prebiotik ternak.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Banyaknya isolat bakteri mananolitik pendegradasi BIS yang berhasil didapat dari perkebunan kelapa sawit Cikasungka, Bogor adalah 8 isolat. Isolat 6 memiliki aktivitas enzim mananase tertinggi dibandingkan dengan aktivitas enzim isolat 5 dan 7. Isolat 6 memiliki aktivitas enzim mananase optimum pada pH 5.5 dan suhu 30 °C, serta pH 7 dan suhu 40 °C. Isolat 6 termasuk ke dalam bakteri mesofilik dan memiliki stabilitas enzim yang cenderung menurun. Isolat 6 menghasilkan derajat polimerisasi yang baik dalam menghasilkan mano-oligosakarida (MOS).

Saran

Enzim isolat 6 perlu dimurnikan sehingga stabilitas enzim tetap terjaga. Perlu penelitian lebih lanjut terkait isolat 6 yang sangat potensial dalam pembuatan prebiotik ternak.

(27)

15

DAFTAR PUSTAKA

Adesina FC, Oluboyede OA, Onilude AA. 2012. Production, purification and characterisation of a β-mannanase by Aspergillus niger through solid state fermentation (SSF) of Gmelina arborea shavings. African J Microbiol Research. 7(4):282-289.doi:10.5897/AJMR11.1106.

Atac IA, Hodist R, Kristufek D, Kubicek CP. 1993. Purification and characterization of α-mannanase of Trichorderma reesei C-30. Appl Microbiol Biotechnol. 39:58-62.doi:10.1007/BF00166849.

Aurora DD, Lestari Y, Meryandini A. 2003. Identifikasi bakteri penghasil mananase serta karakterisasi enzimnya. Microbiol Indones. 8(1):31-33. Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of

microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem. 72:248-254.

Dubois M, Giles KA, Hamilton JK. 1956. Colorimetric method for determination of sugars and related substances. Anal Chem. 28:350-356.doi:10.1021/ac60111a017.

Duffaud GD, McCutchen CM, Leduc P, Parker KN, Kelly RM. 1997. Purification and characterication of extremely thermostable β-mannanase, β-mannosidase, and α-galactosidase from the hyperthermophilic eubacterium Thermotoga neapolitana 5068. Appl Environ Microbiol. 63(1):169-177.

Faille C, Wieruszeski JM, Lepage G, Michalski JC, Poulain D, Strecker G. 1991. H-NMR spectroscopy of manno-oligosaccharides of the β-1,2-linked series released from the phosphopeptidomannan of Candida albicans source VW-32 (serotype A). Biochem and Biophys Research Commun. 181(3):1251-1258.

Fox PF. 1991. Food Enzimology Volume I. New York (US): Elsevier Applied Science.

Gherardini FC, Salyers AA. 1987. Purification and characterization of a cell-associated, soluble mannanase from Bacteroides ovartus. J Bacteriol. 169(5):2038-2043.

Hilge M, Gloor SM, Rypniewski W, Sauer O, Heightman TD, Zimmermann W, Winterhalter K, Piontek K. 1998. High-resolution native and complex structures of thermostable β-mannanase from Thermomonaspora fusca substrate specificity in glycosyl hydrolase family 5. Structure. 6(11):1433-1444.

Hossain HZ, Abe J, Hizukuri S. 1996. Multiple forms of β-mannanase from Bacillus sp. KK01. Enzyme Microb Technol. 18(2):95-98.doi:10.1016/0141-0229(95)00071-2.

Jaelani A, Piliang WG, Suryahadi, Rahayu I. 2005. Hidrolisis bungkil inti sawit (Elaeis guineensis Jacq) oleh kapang Trichoderma ressei sebagai polisakarida manan. Anim Produc. 10(1):42-49.

Jeon SD, Yu KO, Kim SW, Han SO. 2011. A celluloytic complex from Clostridium cellulovorans consisting of mannanase B and endoglucanase E has synergistic effects on galactomannan degradation. Appl Microbiol Biotechnol. 90(2):565-572.doi:10.1007/s00253-011-3108-7.

(28)

16

Kappler A, Ji R, Brune A. 2000. Synthesis and characterization of specifically 14C-labeled humic model compounds for feeding trials with soil-feeding termites. Soil Biol Biochem. 32(8-9):1271-1280.doi:10.1016/S0038-0717(00)00047-X.

Lehninger AL.1982. Dasar-Dasar Biokimia. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Principle of Biochemistry. Ed ke-1.

Mellanby K. 1967. Pesticide and Pollution. London (GB): Harper Collins Publishers.

Meryandini A, Ambarawati D, Rachmania N. 2008a. Pencirian mananase Streptomyces costaricanus 451-3. JIPI. 13(1):1-6.

Meryandini A, Anggreandari R, Rachmania N. 2008b. Isolasi bakteri mananolitik dan karakterisasi mananasenya. Biota 13:82-88.

Meryandini A, Sunarti TC, Mutia F, Gusmawati NF, Lestari Y. 2009. Penggunaan xilanase Streptomyces sp. 45 1-3 amobil untuk hidrolisis xilan tongkol jagung. J Teknol Indust Pangan. 20(1):9-16.

Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal Chem. 31(3):426-428.doi:10.1021/ac60147a030. Novita W. Arief K. Nisa FC. Murdiyatmo U. 2006. Karakterisasi parsial

ekstrak kasar enzim protease dari Bacillus amyloliquefaciens NRRL B-14396. JTP. 7(2):96-105.

Petkowicz CLD, Reicher F, Chanzy F, Travel FR, Vuong R. 2000. Linear mannan in the endosperm of Schizolobium amazonicum. Carbohydr Polym. 44:107-112.doi:10.1016/S0144-8617(00)00212-5.

Phothichitto1 K, Nitisinprasert S, Keawsompong S. 2006. Isolation, screening, and identification of mannanase producing microorganisms. Kasetsart J Nat Sci. 40:26-38.

Poerwowidodo. 1992. Metode Selidik Tanah. Surabaya (ID): Usaha Nasional.

Puchart V, Vrsanská M, Svoboda P, Pohl J, Ogel ZB, Biely P. 2004. Purification and characterication of two form of endo-ß-1,4-mannanase from a thermotolerant fungus, Aspergillus fumigatus IMI 385708 (formerly Thermomyces lanuginosus IMI 158749). Biochem et Biophysi Acta. 1674(3):239-250.

Purwadaria T, Sinurat AP, Haryati T, Sutikno I, Supriyati, Darma J. 1998. Korelasi antara aktivitas enzim mananase dan selulase terhadap kadar serat lumpur sawit hasil fermentasi dengan Aspergillus niger. JITV. 3(4):230-236.

Risza S. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Said G. 1987. Biondustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. Bogor (ID): PAU IPB.

Segel IH. 1975. Enzyme Kinetics: Behavior and Analysis of Rapid Equilibrium and Steady State Enzyme System. New York (US): John Wiley and Sons.

(29)

17 Sumardi. 2005. Isolasi, karakterisasi, dan produksi β-mananase ekstraseluler dari Geobacillus strearothermophilus L-07 [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sunatmo TI. 2009. Mikrobiologi Esensial. Meryandini A, Wahyudi AT, Rusmana I, Mubarik NR, editor. Jakarta (ID): Ardy Agency.

Supriyati, Pasaribu T, Hamid H, Sinurat A.1998. Fermentasi bungkil inti sawit secara substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger. JITV. 3(3):165-170.

Tafsin M, Sofyan LA, Ramli N, Wiryawan KG, Zarkasie K, Piliang WG. 2007. Polisakarida mengandung mannan dari bungkil inti sawit sebagai antimikroba Salmonella typhimurium pada ayam. Media Petern. 30(2):139-146.

Talbot G, Sygusch J. 1990. Purification and characterization of thermostable β-Mannanase and α-Galactosidase from Bacillus stearothermophilus. Appl Envi Microbiol. 56(11):3505-3510.

Tamaru Y, Araki T, Amagoi H, Mori H, Morishita T. 1995. Purification and characterization of an extracellular β-1,4-mannanase from a marine bacterium, Vibrio sp. strain MA-138. Appl Environ Microbiol. 61(12):4454-4458.

Utami W. 2010. Pembuatan prebiotik dari bungkil inti sawit menggunakan bakteri mananolitik dan pemanfaatannya untuk menghambat pertumbuhan E. coli dan memicu pertumbuhan L. casei [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Williams, Wilkins. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Pendit BU, penerjemah; Suyono J, Sadikin V, Mandera LI, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach. Ed ke-1.

Yang P, Li Y, Wang Y, Meng K, Luo H, Yuan T, Bai Y, Zhan Z, Yao B. 2009. A novel beta-mannanase with high specific activity from Bacillus circulans CGMCC1554: gene cloning, expression and enzymatic characterization. Appl Biochem Biotechnol. 159(1):85-94.doi: 10.1007/s12010-008-8364-3.

Yopi, Purnawan A, Thontowi A, Hermansyah H, Wijanarko A. 2006. Preparasi manan dan mananase kasar dari bungkil inti sawit. J Teknol. (4):312-319.

Zakaria MM, Ashiuchi M, Yamamoto S, Yagi T. 1998. Optimization for β-mannanase production of psychrophilic bacterium, Flavobacterium sp. Biosci Biotechnol Biochem. 62(4):655-660.

Zhang M, Chen XL, Zhang ZH, Sun CY, Chen LL, He HL, Zhou BC, Zhang YZ. 2009. Purification and functional characterization of endo-β-mannanase MAN5 and its application in oligosaccharide production from konjac flour. Appl Microbiol Biotechnol. 83:865-873.doi:10.1007/s00253-009-192.

(30)

18

Lampiran 1 Komposisi media agar-agar manan

Bahan Media agar-agar manan (% w/v)

Locust bean gum 0.5

KNO3 NaCl 0.2 0.05 FeSO4 0,001 MgSO4 0.05 CaCO3 K2HPO4 0.3 0.1 Agar 2

Lampiran 2 Komposisi reagen dinitrosalicylic acid (DNS) (Miller 1959) NaOH padat……… 10 g

KNa Tartrat………. 182 g

Na2SO3……… 0.5 g

DNS……… 10 g Air Distilata……… 1000 g

(31)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 29 Mei 1991 dari Ayah Purwito dan Ibu Sulistiyani. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 104 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima masuk di Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur ujian seleksi masuk IPB (USMI).

Penulis pernah melaksanakan penelitian tentang filogenetik ikan Belida dalam magang di laboratorium Molekular Zoologi IPB (2010); studi lapang mengenai Komunitas Serangga Kamuflase di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2011); praktik lapang di bidang Quality Control Mikrobiologi PT Bayer Indonesia Cimanggis Plant, Depok periode Juli-Agustus 2012.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai ketua divisi hubungan masyarakat dan bendahara unit kegiatan mahasiswa (UKM) tenis lapangan IPB (2010/2011 dan 2011/2012). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Dasar periode semester ganjil 2011/2012, serta periode semester ganjil dan genap 2012/2013. Selain itu, penulis pernah aktif dalam kegiatan kepanitiaan dan kompetisi olahraga yang diadakan di IPB.

Referensi

Dokumen terkait

”Niin pitkään kuin meillä Suomessa säilyy tämäntyyppinen yhteiskuntajärjestyssopimus, tai yhteiskuntasopimus, jossa myös valtio näkee tärkeäksi verovaroin tukea aktiivista

Pietilä 1997, 119 Deweyn idea lehdistön roolista keskustelun luojana ja demokratian ylläpitäjänä voidaan siis nähdä modernin kansalaisjournalismin edeltäjänä, sillä

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan dividen yang diukur divi- dend payout ratio dan dividend yield

Selama ini, sering terjadi keluhan dari pimpinan perusahaan mengenai lambannya proses produksi yang menyebabkan berkurangnya pendapatan perusahaan, oleh karena itu

Dalam rangka membantu petani untuk mengurangi kejerihan kerja dan memperluas kesempatan kerja serta meningkatkan kualitas llasil pengolahan kopi ditiligkat petani,

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai analisis korelasi keanekaragaman makrozoobentos dengan faktor fisik kimia perairan pada Tabel 8.. Nilai (+)

Pada hari ini, selasa tanggal tujuh bulan pebruari tahun dua ribu duabelas, bertempat di kantor Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, melalui musyawarah program studi yang

Syukur dan terimakasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk merasakan dan mengikuti pendidikan di