BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah trigliserida atau trigliserol yang berarti triester dari gliserol yang merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi dari molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1
Gambar: 2.1 Reaksi pembentukan Trigliserida dari gliserol dan asam lemak
Bila R1 = R2 = R3, maka trigeliserida yang terbentuk adalah trigliserida sederhana dan bila berbeda disebut trigliserida campuran. Jika satu molekul asam lemak berikatan dengan satu molekul gliserol, akan terbentuk mono gliserida, bila berikatan dengan dua asam lemak maka terbentuk digliserida (Parkin, 1991).
Lemak atau minyak yang ditambahkan kedalam bahan pangan atau yang dijadikan sebagai bahan pangan perlu memenuhi persyaratan dan sifat-sifat tertentu.Sebagai contoh ialah persyaratan atau sifat-sifat lemak yang digunakan untuk pembuatan mentega atau margarin bebeda dengan persyaratan minyak yang dijadikan untuk shortening dan minyak goreng. Disamping itu minyak dan lemak memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan tubuh manusia.Sebagaimana diketahui, lemak memberikan energi kepada tubuh sebanyak 9 kalori tiap gram lemak.Minyak nabati pada umumnya merupakan
sumber asam lemak tidak jenuh beberapa diantaranya merupakan asam lemak essensial, misalnya asam oleat, linoleat, linolenat dan asam arachidonat.Asam-asam lemak essensial ini dapat mencegah timbulnya gejala arthero sclerosis, karena penyempitan pembuluh-pembuluh darah yang disebabkan oleh tertumpuknya kolestrol pada pembuluh-pembuluh darah tersebut. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A,D,E dan K (Ketaren, 1986).
2.2 Minyak kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini (Fauzi,2004).Kelapa sawit saat ini berkembang pesat di Indonesia. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1848 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara (Risza, 1994)
Minyak dari buah kelapa sawit terdiri dari minyak inti sawit (Crude Palm) kernel Oil (PKO) dan minyak kelapa sawit Crude Palm Oil (CPO) yang diperoleh dari inti sawit (Fox, etal,1982). Dengan kandungan asam lemak tidak jenuh (50,2%) minyak kelapa sawit juga dapat difraksinasi sehingga diperoleh fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Karakteristik yang berbeda pada fraksi-fraksi tersebut menyebabkan aplikasinya sangat luas untuk produk-produk pangan ataupun non pangan, Karena konsumen lebih menyukai minyak jernih berwarna kuning keemasan maka dilakukan pemurnian kelapa yang membutuhkan beberapa proses pemurnian sehingga diperoleh RBDPO (Choo,et al,2001).
Komposisi asam lemak minyak sawit cenderung lebih banyak asam aplmitat dan linoleat dan minyak inti sawit lebih banyak mengandung asam laurat secara umum dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel: 2.1Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti kelapa sawit (Ketaren, 1986)
Asam lemak Minyak kelapa
sawit (persen) Minyak inti sawit (persen) Asam Kaprilat Asam kaproat Asam laurat Asam Meristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Oleat Asam linolenat - - - 1.1 – 2.5 40 – 46 3.6 – 4.7 39 – 45 7 – 11 3 - 4 3 - 7 46 -52 14 - 17 6.5 - 6 1 – 2.5 13 - 19 0.5 – 2
Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flavor, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan, sliping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik keruhan ( turbidity point). titik asap, titik nyala dan titik api (Ketaren, 1986).
Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang.Lemak tersebut jika dihidrolisis menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Adapun proses hidrolisis dari trigliserida tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar: 2.2 Proses Hidrolisis Trigliserida
Adapun tujuan penambahan lemak dalam bahan pangan ialah untuk memperbaiki rupa dan struktur fisik bahan pangan, menambah nilai gizi dan kalori serta memberikan cita rasa yang gurih dari bahan pangan. Pada umumnya
sifat lemak yang diinginkan dalam bahan pangan adalah lemak yang mempunyai titik cair mendekati suhu tubuh (tubuh manusia), sehingga jika dikonsumsi maka lemak tersebut akan mencair sewaktu berada dalam mulut. Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier dengan bertambah panjangnya rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan cis (Ketaren, 1986).
2.3. Pemurnian Minyak Kelapa Sawit
Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan, dan warna produk.Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemurnian adalah untuk merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan dengan cara yang paling efisien. Bahan yang tidak diinginkan atau pengotor dalam minyak mungkin biogenic misalnya disintesis oleh tanaman itu sendiri tapi bahan tersebut bisa jadi pengotor yang diambil oleh tanaman dari lingkungannya. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak kasar/mentah dari lapang ke pabrik (Pahan, 2007).
Ada 2 tipe dasar teknologi pembersihan yang tersedia untuk minyak: (i) Pembersihan secara kimia (alkali)
(ii) Pembersihan secara fisik
Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang digunakan dan cara penghilangan FFA. Pembersihan secara fisik tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunakan teknik pembersihan menggunakan bahan kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas (FFA) pada minyak yang dibersihkan dengan cara kimia (Sontag, 1982).
Proses deasidifikasi (deodorisasi) pada proses pembersihan secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut. Terpisah dari hal tersebut, menurut literatur, metode
ini disarankan karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit.
Dengan demikian, Pembersihan secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (Nilai Pemurnian < 1.3), biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani. Nilai Pemurnian (NP) adalah parameter yang digunakan untuk memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. NP biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara sendiri-sendiri dan pengawasan NP dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan suhu atau menggunakan accurate cross-checked flow meters (Rindengan dan Novarianto, 2004).
Gambar: 2.3 Proses pemurnian/refining dari CPO secara kimia dan fisika
Secara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses, peralatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pemurnian secara fisik. Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan secara fisik digambarkan pada Gambar 2.3.
a. Pemurnian (Refining) Kimia
Pemurnian secara kimia atau pemurnian basa adalah metode konvensional yang digunakan untuk memurnikan CPO. Ada tiga tahap pada proses refining secara kimia, yaitu Degummingdan Netralisasi, Penjernihan dan Filtrasi, Penghilangan bau.
a.1. Degumming dan Netralisasi
Pada tahap ini, bagian fosfatida dari minyak dihilangkan dengan menambahkan additive di bawah kondisi reaksi yang spesifik.Additive yang paling umum digunakan adalah asam fosfat dan asam sitrat. Setelah itu, dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan basa untuk menghilangkan asam lemak bebas. Larutan kemudian dimasukkan kedalam labu pemisah sehingga akan terpisah antara bagian minyak dengan sabun hasil reaksi antara basa dengan asam lemak bebas. Untuk menghilangkan kelebihan basa, minyak tersebut dicuci dengan air panas.
Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut: R – COOH + NaOH → RCOONa + H2O
a.2. Penjernihan dan Filtrasi
Minyak yang telah dicuci kemudian dilakukan tahap kedua, yaitu penjernihan.Pada tahap ini, minyak dimasukkan ke dalam bejana silindris dengan pengaduk yang dinamakan “Bleacher”.Minyak tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 90ºC di bawah kondisi vakum.
Minyak tersebut di evaporasi hingga kering. Minyak yang kering kemudian ditambahkan karbon aktif sehingga karbon aktif tersebut akan mengadsorpsi warna dari minyak. Campuran minyak dan agen pemutih di lakukan tahap filtrasi untuk memisahkan adsorben dari minyak.Minyak yang diperoleh lebih jernih dari awal.
a.3. Penghilangan Bau
Minyak setelah dilakukan tahap penjernihan masih mengandung beberapa bahan yang menyebabkan bau, sehingga perlu dilakukan tahap deodorisasi.Minyak yang jernih dimasukkan ke dalam bejana silindris yang dinamakan
“Deodoriser”.Deodoriser dijaga pada kondisi vakum yang tinggi kemudian dipanaskan pada suhu 200ºC dengan tekanan yang tinggi. Senyawa yang xxviiemperatakan menguap dengan beberapa pembawa. Minyak ini kemudian didinginkan dan dijernihkan melewati mesin penyaring untuk mendapatkan minyak yang bening.
b. Pemurnian (Refining) Fisika
Pemurnian secara fisika adalah metode alternatif dimana cara penghilangan asam lemak bebas dilakukan dengan destilasi pada temperatur yang tinggi dan vakum yang rendah. Cara ini menggantikan penambahan basa pada metode pemurnian kimia. Penjernihan secara fisika juga dapat dikatakan sebagai deasidifikasi dengan destilasi uap dimana asam lemak bebas dan senyawa volatil lainnya di pisahkan dari minyak menggunakan agen stripping yang efektif. Pada tahap pemurnian fisika, FFA di hilangkan pada tahap akhir. Kelebihan pemurnian fisika dibanding kimia adalah :
a. Mendapatkan hasil yang baik
b. Asam lemak yang dihasilkan sebagai produk samping memiliki kualitas yang tinggi
c. Stabilitas minyak baik
d. Peralatan yang digunakan murah
e. Operasinya sederhana(Pusparajah, 1986).
2.4. Mentega Coklat
Mentega coklat terbentuk semi cair pada suhu kamar, tapi memiliki titik lebur antara 32o – 35 oC dan mulai meleleh pada 30o – 32 oC, ini merupakan syarat utama pada mentega coklat. Mentega coklat adalah komponen utama dalam pembuatan penyalut coklat, 50% dari permen coklat adalah mentega coklat dan 50% lagi terdiri dari bubuk coklat, lemak susu dan gula ditambah adiktif lainnya (Cakebread, 1975).
Stearin adalah semi padat yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki kualitas kelembutan mentega coklat.Penelitian selanjutnya menunjukkan
pembentukan lemak menyebabkan perubahan sifat mentega coklat, lemak ini disebut mentega keras (hard butter) dan dapat diperoleh dengan memodifikassi mentega coklat dengan minyak nabati, atau memodifikasi antara minyak nabati yang berbeda yang dikenal dengan pengganti mentega coklat atau Cocoa butter Substitutes (Shukla, 1997).
Kandungan terbanyak mentega coklat merupakan gabungan trigliserida, misalnya palmitat-oleat-steaarat (POS), stearat-oleat-stearat (SOS) dan, pamitat-oleat-palmitat yang dapat diperoleh melalui pertukaran posisi pada molekul trigliserida dalam proses interesterifikasi. Keunikan komposisi trigliserida ini menyebabkan mentega coklat memiliki perubahan sifat fisik yang tampak pada proses rekristalisasi pada modifikasi xxviiiempera yang stabil dan memiliki tingkat rheologis tertentu dan mengandung kandungan lemak padat yang xxviiiemperat tinggi.
Minyak nabati umumnya berwujud cair, karena mengandung asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat, linoleat, dan linolenat. Minyak nabati sebelum dijadikan lemak mentega terlebih dahulu dihidrogenasi yang bertujuan untuk merubah minyak yang berwujud cair menjadi padat (Shukla,1997).
2.5. Pengganti Mentega Coklat
Beberapa contoh aplikasi produk hidrogenasi pada bidang confectionery (gula-gula) adalah cocoa butter.Produk ini membutuhkan kurva SFC yang curam, yang membuatnya kaku, dengan range titik leleh yang pendek sehingga memastikan terjadinya pelelehan tiba-tiba dan xxviiiempermouth-feel yang enak.Produk ini biasanya digunakan sebagai bahan pengganti cokelat (substitute) atau sebagai coating / pelapis dari bahan makanan seperti xxviiiempera, cake dan sebagainya.Lemak-lemak yang tidak memiliki kemiripan dengan mentega coklat tapi dapat digunakan dengan tingkat tertentu ketika dicampur dengan jumlah yang kecil dengan mentega coklat yang diistilahkan dengan pengganti (Shukla,1977). Banyak lemak yang murah yang digunakan beberapa tahun lalu untuk mencairkan mentega coklat, dan beberapa perusahaan menggunakannya untuk produk yang rusak. Kerusakan umum lemak ini ada tiga :
1. Membentuk campuran autentik dengan mentega coklat, penurunan titik lebur campuran dan menjadikan coklat lembut pada xxixemperature normal dan sangat lembut pada musim panas.
2. Meningkatkan efek polymorfis dan membuat sifat coklat yang bagus. Hal ini membuat coklat sangat rentan terhadap perubahan warna dan bentuk bloom. 3. Diperuntukan untuk mikrobiologi atau pengganti secara oksidasi yang
menghasilkan ketengikan atau kehilangan citra rasa (Minifie,1989).
Lemak-lemak ini yang mana diproduksi dari minyak kelapa, minyak sawit dan minyak kacang.Kandungan ini sangat berbeda dengan mentega coklat.Cocoa Butter Substitute dapat diklasifikasikan yaitu:
2.5.1. Cocoa Butter Substitue (CBS) Laurat
Ini adalah jenis lemak yang sifat fisiknya berbeda dengan mentega coklat tetapi mempunyai konfigurasi trigliserida yang membuatnya tidak dapat bergabung dengan mentega coklat. Terdiri dari gliserida-gliserida asam lemak rantai pendek. Bahan penyalut yang dibuat dari jenis lemak ini harus menggunakan tepung coklat rendah lemak sebagai komponen penyusun produk manisan coklat (Minifie,1989)
Lemak ini kebanyakan mengandung bahan dasar dari minyak inti sawit dan stearin yang secara fisik terpisah.Lemak ini mempunyai sifat yang sedikit mempunyai kesamaan dengan mentega coklat.Selanjutnya lemak ini banyak digunakan sebagai komponen produk-produk konveksi manisan.
CBS Laurat memiliki stabilitas yang baik dan tahan lama, serta memiliki tekstur, aroma dan melebur cukup baik. Jenis ini tidak membutuhkan sifat-sifat yang sama seperti layaknya mentega coklat dan juga lebih murah xxixemperatur dengan mentega coklat.
Kelemahan dari CBS Laurat yaitu :
a. Disebabkan tidak dapat bercampur dengan mentega coklat, semua peralatan yang digunakan untuk produksi coklat harus benar-benar bersih sebelum diguanakan untuk pembuatan penyalut laurat.
b. Bila CBS Laurat dibiarkan pada kelembaban, maka enzim pengurai lemak (Lipase) akan menghidrolisis lemak dan terbentuk asam laurat bebas yang akan menimbulkan aroma sabun.
c. Toleransi terhadap lemak susu yang xxxemperat rendah.
2.5.2. Cocoa Butter Substitute (CBS) Non Laurat
CBS Non Laurat ini terdiri dari fraksi minyak hidrogenasi ,kedelai, kapas, jagung, kacang, safflower, dan bunga matahari. Minyak-minyak ini telah dihidrogenasi dengan selektif, dengan pembentukan asam lemak trans, yang meningkatkan fase padat dari minyak-minyak tersebut.
Panjang rantai dan berat molekulnya mirip dengan mentega coklat dan oleh karena itu, CBS non laurat dapat bertoleransi dengan mentega coklat dalam campuran sekitar 20-25 %.Kebanyakan lemak-lemak non laurat dan bahan penyalut dibuat darI CBS jenis ini.Kemungkinan tekstur yang terjadi adalah wax, dimana sifat meleburnya yang kurang baik,sehingga lemak ini banyak yang hanya untuk pelapis kue dan roti (Minifie,1989).
Pengganti mentega coklat non laurat tidak begitu baik digunakan karena harganya mahal dan dalam prinsip pembuatan mentega coklat pertimbangan harga lebih penting karena ada xxxemperature lain yang digunakan (Basiron, 2000).
2.5.3. Cocoa Butter Ekivalen (CBE)
CBE merupakan lemak ekivalen yang memiliki sifat fisik dan kimia yang sama dengan mentega kakao tetapi gliserida penyusunnya tidak diturunkan dari biji coklat. Lemak ini tidak membutuhkan aroma yang karakteristik dari mentega coklat. Lemak ini memiliki komposisi trigliserida yang identik dengan mentega kakao pada berbagai perbandingan dan digunakan dalam proses pembuatan coklat tanpa adanya perubahan pada pelelehan, temperatur atau pendinginan (Minifie,1989).
Kelemahan dari mentega coklat ekivalen yaitu stabilitas produksi yang tidak tetap dan prosesnya menggunakan biaya yang besar sehingga harganya mahal. Tetapi kelebihannya memiliki toleransi yang baik dengan lemak susu. Teknologi ini
memiliki keuntungan dalam kesesuaian lemak dengan mentega kakao (Shukla,1997).
2.6. Modifikasi Lemak dan Minyak
Modifikasi lemak dan minyak bertujuan untuk memperluas penggunaan minyak nabati untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan seperti : Titik leleh, Stability terhadap oksidasi, Kandungan asam lemak tak jenuh, Perubahan komposisi dan distribusi asil dari asam lemak dalam molekul glierida, sehingga menghasilkan sifat-sifat yang berbeda dari sebelumnya. Beberapa proses atau reaksi kimia yang digunakan untuk tujuan modifikasi lemak dan minyak yaitu : Hidrogenasi, Interesterifikasi dan Blending.
2.6.1. Blending
Blending (pencampuran) merupakan metode dalam Modifikasi minyak atau lemak yang mudah dan ekonomis, karena dapat dilakukan dengan mencampur secara fisik dua jenis minyak atau lebih. Dengan cara blending tujuannya agar peningkatan titik leleh yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan dapat dilakukan dengan cara menambahkan minyak yang mempunyai titik leleh tinggi ke dalam campuran minyak (Moussata dan Akoh, 1998). Perubahan nilai akibat pencampuran (blending) ini dikarenakan kandungan asam lemak dari minyak yang dicampurkan mempunyai komposisi asam lemak yang titik lelehnya tinggi.Sifat fisik dari lemak yang dihasilakan ini bervariasi, tergantung dari perbandingan pencampuran asam lemak jenuh dengan asam lemak tidak jenuh. Tujuan blending yaitu untuk menghindari terbentuknya asam lemak trans, sebab jika terbentuk asam lemak trans maka dapat mempengaruhi kesehatan yaitu dapat menimbulkan jantung koroner. Dalam pencampuran ini tidak dibutuhkan pemanasan seperti halnya dalam proses hidrogenasi dan transesterifikasi sehinbgga dapat dicegah perubahan asam lemak cis atau trans. Dengan pengadukan yang kuat maka fase pendispersinya dapat bercampur dan untuk mempertahankan keadaan ini diberikan pengemulsi seperti lesitin (Hauman, 1994).
2.6.2Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses eliminasi ikatan rangkap pada minyak dengan penambahan gas H2 untuk merubah minyak tak jenuh (unsaturated) menjadi minyak jenuh (saturated). Indikator untuk mengetahui jumlah ikatan rangkap pada minyak adalah Iodine Value (IV).Semakin rendah IV maka semakin sedikit pula ikatan rangkap pada minyak. Proses hidrogenasi dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
a. Fully Hydrogenation adalah proses hidrogenasi untuk menghilangkan ikatan rangkap secara keseluruhan. Target penurunan IV maksimal hingga 0-2.
b. Partial Hydrogenation adalah proses hidrogenasi untuk menghilangkan hanya sebagian ikatan rangkap.
c. Selective Hydrogenation adalah proses hidrogenasi untuk menghilangkan sebagian ikatan rangkap pada posisi yang selektif sesuai dengan Solid Fat Content (SFC) yang diinginkan. Jenis ini xxxiiempersama dengan Partial Hydrogenation.
Reaksi Hidrogenasi
Ikatan-ikatan rangkap pada lemak dan minyak tak-jenuh cenderung membuat gugus-gugus yang ada di sekitarnya tertata dalam bentuk “cis”. Suhu tinggi yang digunakan dalam proses hidrogenasi cenderung mengubah beberapa ikatan C=C menjadi bentuk “trans”. Jika ikatan-ikatan khusus ini tidak dihidrogenasi selama proses, maka mereka masih cenderung terdapat dalam produk akhir lemak membentuk molekul-molekul lemak trans.
Gambar2.4 Reaksi Hidrogenasi ((Tjeng, 2011)
2.6.3 Interesterifikasi
Interesterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dan xxxiiiempera untuk membentuk ester secara umum. Interesterifikasi adalah suatu reaksi dimana ester trigliserida atau ester asam lemak diubah menjadi ester lain melalui reaksi dengan suatu xxxiiiempera (alkoholisis), asam lemak (asidolisis) dan transesterifikasi. (Sreenivasan, 1978).Interesterifikasi merupakan reaksi suatu ester dengan ester lainnya atau ester interchange.Pengaruh interesterifikasi terhadap minyak dan lemak sangat tergantung kapada komposisi dan distribusi asam lemak. Campuran lemak yang memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi dengan minyak cair akan menurunkan titik lebur melalui penataan ulang secara acak karena asam-asam lemak dari lemak jenuh menjadi terdistribusi secara luas. (Silalahi, 2002). Metode ini merupakan salah satu xxxiiiemperature proses yang dapat digunakan untuk menghindari terbentuknya asam lemak trans, bahkan menghasilkan lemak zero trans (bebas isomer trans) (Petrauskate ,et.al.,1998 ; Berger and Idris, 2005; Indris and Mat Dian , 2005).
Reaksi interesterifikasi dalam trigliserida dapat berlangsung baik secara intramolekuler maupun intermolekuler. Relokasi gugus asil dari asam lemak dalam molekul trigliserida yang sama disebut intraesterifikasi ,sedangkan
perpindahan secara acak dan pertukaran gugus asil diantara molekul-molekul trigliserida hingga tercapai keseimbangan dengan semua kombinasi yang mungkin disebut dengan interesterifikasi. Interesterifikasi tidak mempengaruhi derajat kejenuhan asam lemak atau menyebabkan terjadinya isomerisasi asam lemak yang memiliki ikatan ganda.Jadi dapat dikatakan bahwa reaksi interesterifikasi tidak akan mengubah sifat dan profil asam lemak yang ada , tetapi mengubah lemak atau minyak karena memiliki susunan trigliserida yang berbeda. Interesterifikasi dapat terjadi dengan adanya katalis kimia (interesterifikasi kimia atau dengan adanya biokatalis enzim (interesterifikasi enzimatik) (Davinder,et,al, 1990).
a. Interesterifikasi kimia
Interesterifikasi kimia menghasilkan suatu randomisasi gugus asil dalam trigliserida. Proses interesterifikasi juga dapat terjadi tanpa menggunakan katalis yang juga dapat menghasilkan produk dengan sifat-sifat yang berbeda (De Man, 1994), tetapi sangat membutuhkan xxxivemperature yang sangat tinggi, untuk tercapainya keseimbangan sangat lamban, dalam kaitan dengan ini trigliserida akan mengalami dekomposisi dan polimerisasi serta banyak menghasilkan asam lemak bebas. (Silalahi,1999).
Suhu yang dibutuhkan untuk terjadinya interesterifikasi tanpa katalis mencapai 300 oC bahkan lebih tinggi.Untuk itu digunakan katalis logam seperti natrium metoksida ataupun natrium etoksida. Pengaruh interesterifikasi terhadap minyak atau lemak sangat bergantung pada komposisi dan distribusi asam lemak.Beberapa minyak nabati ,seperti minyak kacang , minyak cottonseed dan mentega coklat masing-masing memiliki distribusi asam lemak yang seimbang yang memungkinkan terjadinya perbedaan diantara molekul-molekul trigliseridanya. Titik leleh lemak yang tinggi bergantung pada kandungan gliserida trisaturated menghasilkan penataan ulang secara randomisasi secara intensif mempengaruhi titik leleh.Perubahan posisi trigliserida dapat dilihat pada gambar 2.5.
b. Interesterifikasi enzimatik
Lipase adalah enzim yang merupakan katalis untuk hidrolisa dan sintesa asil gliserol.Sifat dari enzim dapat efektif jika prosedur dan kondisi reaksi benar terjaga. Biasanya berdasarkan sifat spesifik lipase dapat dibagi menjadi : (i) lipase yang selektif pada substrak, (ii) lipase seletif pada suatu posisi , (iii) lipase yang tidak selektif , (iv) lipase yang selektif pada asam lemak. Interesterifikasi dengan katalis lipase mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis kimia, karena (a) enzim yang dapat terurai di alam sehingga tidak merusak lingkungan , (b) enzim dapat bereaksi pada suhu kamar sehingga terhindar dari pembentukan produk samping, (c) reaksi yang terjadi lebih efisien dan mudah dikontrol , (d) sifat kekhususan dari lipase sehingga dapat menghasilkan komposisi asam lemak dan distribusi triasilgliserol diatur seperti yang dinginkan, sedangkan pada katalis kimia reaksi berlangsung secara random triasilgliserol. (Maussata &Akoh, 1998).
Perubahan posisi Trigliserida pada interesterifikasi enzimatik biasanya cenderung mengubah posisi asam lemak 1, 3 sedangkan pada interesterifikasi cenderung mengubah posisi asam lemak secara acak.Berikut perubahan posisi Trigliserida secara kimia dan enzimatik pada gambar 2.5 contoh interesterifikasi (PAL & OSS) yang terjadi pada minyak dan lemak digambarkan di mana asam lemak yang berbeda yang hadir. Berikut interesterifikasi asam lemak yang disusun kembali dan mengambil bentuk-bentuk baru. Beberapa kemungkinan yang digambarkan, Interesterifikasi akan menghasilkan sejumlah besar molekul lemak baru dengan titik leleh yang berbeda dan perilaku kristalisasi.
Gambar 2.5 Perubahan posisi Trigliserida pada proses interesterifikasi
(Dekker, 2010).
2.7 Analisa Lemak
Ada beberapa analisa lemak yang dilakukan dengan beberapa parameter yaitu sebagai berikut:
2.7.1 Titik Lebur Pada Lemak
Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak yang berdekatan dalam kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai karbon, jumlah ikatan rangkap dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Lemak yang berstruktur trans mempunyai titik lebur lebih tinggi dari pada cis. Titik lebur berhubungan langsung terhadap temperatur dimana lemak mengkristal atau memadat. Titik lebur minyak atau lemak bukan merupakan suhu yang tepat, tetapi kisaran suhu tertentu, hal ini disebabkan minyak atau lemak disusun dari campuran gliserida dan komponen lainnya (Sudarmadji, 1989).
.
2.7.2 Kandungan Lemak Padat (Solid Fat Content)
Solid Fat content adalah suatu ukuran dari sejumlah padatan yang ada dalam lemak. Untuk penentuan solid fat content dilakukan dengan Metode Dilatometry, continuos wave NMR dan pulsed NMR yang dikembangkan oleh AOCS (American Oil Chemical Society) pada tahun 1974, dimana pengukuran perubahan padatan volume dalam lemak. Dalam hal ini satuan yang digunakan adalah Solid Fat Index (SFI). Pengukuran NMR dalam analisa lemak banyak mendapat perhatian karena cepat, non destruktif (tidak merusak minyak atau lemak) tidak membutuhkan penimbangan dan dengan mudah disesuaikan terhadap pengukuran lain. Metode awal yang digunakan untuk memperkirakan persentase padatan pada lemak adalah dilatometry (AOCS Cd 10-57).Hasilnya disebut solid fat index.Namun, metode ini memakan waktu dan bersifat subjektif.Metode tradisional ini merupakan metode yang lambat, tak dapat diulang dan membutuhkan tambahan zat kimia. Sekarang ini, low-resolution nuclear magnetic resonance (NMR) telah digunakan untuk menghitung jumlah relatif cairan dan padatan lemak dalam sample, berdasarkan perbedaan tingkat relaksasi proton dalam kedua fase setelah sample diberi pulse. Pengukuran langsung SFC dengan NMR dapat berlangsung dengan cepat dan akurat.Dengan kalibrasi yang cukup memberikan penentuan langsung atas persentase padatan lemak, dan hasilnya disebut solid fat content.Analisa ini memerlukan waktu yang lebih pendek
dibandingkan dilatometry, tapi peralatannya lebih mahal.Penentuan SFC dengan NMR didasarkan pada rasio langsung antara komponen solid dan liquid dari sample yang dianalisa dalam NMR FID.Pada prinsipnya, setelah eksitasi sample oleh 90o RF pulse maka FID (Free Induction Decay) akan terdeteksi. FID merupakan signal yang timbul bersamaan dengan proses relaksasi proton hidrogen magnetis berputar yang kembali pada kondisi equilibrium setelah diganggu oleh RF pulse. FID menampung ”peranan” baik dari bagian solid maupun liquid. Putaran proton pada bagian liquid dari sample berelaksasi kembali ke kondisi equilibrium lebih lambat daripada komponen yang berfase solid.Sehingga, sinyal panjang dianalisa sebagai proton fase liquid dan signal cepat dianalisa sebagai komponen fase solid.Solid Fat Content (SFC) merupakan analisa minyak dan lemak yang diterima secara umum dalam industri makanan dan NMR merupakan metode analisa yang telah diakui oleh sistem standarisasi AOCS Cd 16b-93 (revisi pada tahun 2000) di USA dan ISO 8292 (di Eropa) ( http://www.process-nmr.com/).
2.7.3 Analisa Komposisi Trigliserida (TG)
Kromatografi gas merupakan metode secara fisika kimia yang digunakan untuk senyawa – senyawa volatil. Pada cara ini komponen – komponen campuran mengalami partisi antara fase gerak dan fase diam. Fase gerak adalah gas yang murni, sedangkan fase diam berupa padat Gas Solid Chromatografy (GSC). Pemisahan disini berdasarkan pada tekanan uap dan dan kelarutan. Komponen – komponen yang kurang larut dalam fase diam dan lebih volatil pada suhu kerja akan bergerak lebih cepat didalam kolom dibandingkan dengan komponen – komponen yang mudah larut dan kurang volatil, sehingga persyaratan yang harus dipenuhi oleh komponen – komponen agar ia dapat dianalisa atau dipisahkan dengan kromatografi gas adalah mempunyai volatilitas tinggi dan kestabilan termal yang tinggi.
Penggunaan untuk senyawa – senyawa organik sangat mengalami kemajuan karena pada umumnya senyawa – senyawa ini memenuhi persyaratan diatas , tetapi tidak demikian untuk senyawa – senyawa organik yang tidak mudah
menguap. Dalam menganalisa senyawa – senyawa organik, maka dilakukan perubahan senyawa – senyawa tersebut menjadi derivatnya yang volatil sehingga memenuhi persyaratan untuk pemisahan kromatografi.Adapun bagan dari kromatografi gas dapat digambarkan sebagai berikut (Horwitz and William, 1975).
Gambar 2.6 Bagan Peralatan Kolom Kromatografi Gas (Agilent, 2003)
2.7.4 Analisa Kualitatif
Analisa kualitatif dengan metode kromatografi gas adalah dengan membandingkan waktu retensi asam lemak yang dianalisa. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengelusi senyawa keluar dari kolomsetelah diinjeksikan, dimana setiap senawa mempunyai waktu retensi yang sama dan khas pada kondisi yang tepat dan tidak terpengaruh adanya komponen lain. Adapun yang mempengaruhi waktu retensi adalah :
1. Panjang dan diameter kolom 2. Fase cair (jenis dan jumlahnya) 3. Suhu kolom
4. Jenis dari gas pembawa
Tujuan dari analisa kualitatif adalah untuk mengidentifikasi komponen – komponen miyak atau lemak yang sudah diubah kedalam bentuk metil ester
dimana dalam kolom kromatografi, komponen yang mempunyai titik didih yang rendah akan terelusi terlebih dahulu.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian kromatorafi gas adalah pemilihan fase diamnya. Untuk analisa metil ester asam lemak digunakan kolom polar seperti karbowwax maka C18:0akan terelusi terlebih dahulu baru disusul C18:1 dan C18:2 dan C18:3 selanjutnya 20. Tetapi juka diguanakan relatif non polar seperti SE-30 maka metil ester Asam lemak C18:0 dan kemungkinan C18:1, C18:2 saling tumpang tindih. Metil ester C20:0 biasanya muncul sesudah metil ester C18:3, akan tetapi dapat juga sebaliknya dalam beberapa kolom atau posisi dapat bertukar dengan pemakaian kolom (Horwitz and William, 1975).
Dalam kromatografi gas analisis komposisi trigliserida merupakan bagian dari analisa kualitatif dan kuntitatif.Untuk menunjukkan hasil dari analisis komposisi asam lemak perlu dilakukan pengaturan terhadap alat kromatografi gas, dimana dalam kromatografi gas analisis komposisi trigliserida pengaturan panjang terjadi pada kolom kromatografi dan oven yang membedakannya dengan analisi fatty acid composition (FAC). Untuk analisis trigliserida kolom yang dipakai kolom semi polar model agilent 123-1831 DB-17HT, dimana panjang kololm 30 m, diameter 320 µm dan tebal kolom 15 µm dimana kolom yang digunakan dapat berbagai jenis sesuai dengan keperluan analisanya. Kondisi oven dalam analisis ini diperlukan temperature tinggi yaitu sekitar 360oC dan waktu analisis sekali penginjeksian sampel 31.5 menit.
Dalam masing – masing trigliserida dideteksi berdasarkan berat molekulnya seperti halnya urutan trigliserida Mristat Miristat Palmitat (MMP; C44:0) memiliki berat molekul yang sama dengan Miristat Palmitat Miristat (MPM; C44:0) akan diberikan waktu retensi ataupun Palmitat Miristat Miristat (PMM ; C44:0) akan memberikan waktu retensi yang samadalam analisis komposisi Trigliserida (Agilent, 2003).
2.7.5 Analisa Komposisi Asam Lemak (Fatty Acid Composition, FAC)
Untuk mengetahui asam lemak dalam minyak, maka asam lemak terlebih dahulu dipisahkan dari gliserolnya dengan cara menambahkan minyak dengan methanol sehingga terbentuk gliserol dan berbagai asam lemak. Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH), dan hasil metil ester asam lemak dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas sehingga menghasilkan komposisi asam lemak (Zulyana, 2010).
Dalam anaisis Fatty Acid Composition (FAC) kolom yang digunakan adalah kolom non polar model variant cp 7463, WCOT ULTI – METAL dimana panjang kolom 25 m, diameter 250 µm dan tebal kolom 0.10 µm. kondisi oven dalam analisis ini diperlikan temperatur 220oC dan waktu analisis dalam sekali pengenjesian sampel adalah 36.25 menit (Agilent, 2003).
2.8 Asam Lemak Trans
Asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam minyak dapat berada dalam dua bentuk yaitu isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh terdapat secara alami biasanya sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans. Jumlah asam lemak trans dapat meningkat di dalam makanan berlemak terutama mentega coklat akibat dari proses pengolahan yang ditetapkan.
Pada prinsipnya sumber asam lemak trans dalam makanan adalah lemak/minyak pada proses hidrogenasi parsial yang digunakan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan campuran dalam masakan seperti penggorengan.
Konsumsi lemak hasil hidrogenasi asam lemak trans memberikan efek pada resiko penyakit kardiovascular atau jantung yang memberikan efek meningkatkan kolesterol jahat (Hans,et.al.,2002, Hunter, 2007).
Sebelumnya keberadaan asam lemak trans dalam lemak hidrogenasi dalam produk cocoa butter dianggap menguntungkan karena memiliki titik leleh yang lebih tinggi (sama dengan asam lemak jenuh) dibanding bentuk cis, karena lebih stabil dan lebih tahan terhadap oksidasi. Tetapi pada tahun 1990, penelitian tentang asam lemak trans meningkat karena pengaruh negatif dari asam lemak tersebut yang dapat meningkatkan penyakit jantung koroner (Subbaiah, 1998). Selain proses hidrogenasi asam lemak trans juga terbentuk dalam pengolahan minyak (refinery) dan proses penggorengan (deep frying). Perubahan cis menjadi trans terjadi pada suhu 180 oC dan akan meningkat dengan kenaikan suhu. Rendahnya kandungan asam lemak trans ditunjukkan dari komposisi asam lemak jenuh yang tinggi, yang memiliki kestabilan oksidatif yang tinggi, sedangkan kandungan asam lemak trans yang tinggi ditunjukkan oleh komposisi asam lemak jenuh yang rendah dan komposisi asam lemak tak jenuh ganda yang tinggi, sehingga posisi cis pada asam lemak jenuh ganda dapat berisomerisasi pada proses pengolahan produk. Pengaruh asam lemak trans tergantung pada kadarnya, kadar tinggi (diatas 6% dari total energi) sangat berbahaya, kadar rendah (2%) dan sedang (4.5%) tidak akan berbahaya jika dikonsumsi bersamaan dengan asam lemak tak jenuh ganda, karena efek negatif dari asam lemak trans akan ditiadakan oleh asam lemak tak jenuh ganda tersebut, juga pengaruh negative asam lemak trans dipengaruhi konsumsi asam linoleat yang rendah karena asam lemak trans ini akan menghambat biosintesa arahidonat yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan. (Judd,et.al.,1994).
Pada proses hidrogenasi ini akan menaikkan titik leleh, berarti akan mengubah minyak cair menjadi lemak setengah padat yang sesuai dengan kebutuhan. Pada awalnya ,keberadaan asam lemak trans didalam lemak terhidrogenasi dianggap menguntungkan karena mempunyai titik leleh yang lebih tinggi (sama dengan titik leleh asam lemak jenuh). Daripada bentuk cis, lebih stabil, lebih tahan terhadap pengaruh oksidasi. Pada industri minyak dan lemak
dewasa ini , produksi asam lemak trans ditekan sekecil mungkin atau tidak ada sama sekali. Asam lemak trans (TFA) dapat menaikkan kadar LDL & menurunkan kadar HDL darah. TFA juga dapat mengurangi kemampuan tubuh mengendalikan gula darah karena dapat mengurangi respons terhadap hormon insulin.Mengkonsumsi TFA 5 gper-hari saja, dapat meningkatkan risiko penyakit jantung hingga 25% hanya dalam beberapa tahun saja (Muaris, 1997).
Asam lemak trans (TFA) adalah lemak yang berasal dari minyak nabati yang mengalami proses pemadatan dengan menggunakan teknik hidrogenasi parsial. Proses hidrogenasi parsial ini menyebabkan perubahan konfigurasi sebagian ikatan rangkap dari bentuk cis (alaminya) menjadi bentuk trans. Tujuan dari proses hidrogenasi parsial sendiri adalah untuk membantu agar minyak nabati yang bersifat tidak jenuh (polyunsaturated oil) menjadi lebih stabil dalam arti lebih tahan terhadap reaksi ketengikan dan tetap padat pada suhu ruang. Margarin dan shortening, walau tidak semua, adalah produk minyak lemak yang banyak dibuat dengan teknik hidrogenasi parsial. TFA banyak ditemukan pada makanan gorengan yang diolah dengan caradeep frying (makanan direndam dalam minyak goreng panas dengan suhu tinggi dan dalam jangka waktu lama) dan produk makanan jadi yang menggunakan minyak terhidrogenasi parsial (Muaris, 1997).