• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KONSTRUKSI CITRA SUPER RESOLUSI DENGAN REPRESENTASI SPARSE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI KONSTRUKSI CITRA SUPER RESOLUSI DENGAN REPRESENTASI SPARSE"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

M. Hirzul Umam

1

, Nanik Suciati

2

, Arya Yudhi W

3 1,2,3

Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya

Email : ibnukhajar@gmail.com1, nanik@ if.its.ac.id2, arya.wijaya@gmail.com3

Konstruksi citra super resolusi (SR) saat ini merupakan bidang riset yang tengah aktif dikembangkan, karena hal ini akan mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh keterbatasan resolusi dari sebuah citra.Hampir semua aplikasi yang berbasis gambar atau citra baik dalam bidang remote sensing, militer dan medical image pada umumnya membutuhkan citra yang beresolusi tinggi. Bahkan untuk beberapa aplikasi, hal ini merupakan syarat utama yang harus dipenuhi. Citra resolusi tinggi berarti kepadatan piksel dalam citra tersebut tinggi. Citra yang beresolusi tinggi ini menghasilkan gambar yang lebih jelas dan detil, sehingga sangat membantu dalam beberapa bidang tersebut.

Beberapa metode konstruksi super resolusi telah diajukan baik yang berdasarkan interpolasi bilinear maupun bicubic serta terdapat pula pendekatan super resolusi lain yang berdasarkan teknik machine learning. Akan tetapi metode-metode yang disebutkan sebelumnya membutuhkan database dalam jumlah besar bahkan mencapai jutaan pasang citra beresolusi tinggi dan citra beresolusi rendah, serta membutuhkan pula proses perhitungan yang intensif.

Oleh sebab itu dibutuhkan suatu metode baru bagaimana mengkonstruksi citra super resolusi dari citra beresolusi rendah yang akan dijadikan input dengan mencari hubungan representasi sparse antara citra yang beresolusi tinggi dengan citra beresolusi rendah. Representasi sparse digunakan dalam mengkontruksi citra super resolusi dikarenakan belakangan ini representasi sparse telah berhasil diimplementasikan pada permasalahan inverse dalam image processing seperti denoising dan restoration.

Kata Kunci: super resolusi, representasi sparse

1

PENDAHULUAN

Hampir semua aplikasi yang berbasis gambar atau citra baik dalam bidang remote sensing, militer dan medical image pada umumnya membutuhkan citra yang beresolusi tinggi. Bahkan untuk beberapa aplikasi, hal ini merupakan syarat utama yang harus dipenuhi. Citra resolusi tinggi berarti kepadatan piksel dalam citra tersebut tinggi. Citra yang beresolusi tinggi ini menghasilkan gambar yang lebih jelas dan detil, sehingga sangat membantu dalam beberapa bidang tersebut. Sebagai contoh, citra medis yang detil dan jelas sangat membantu dokter dalam mengambil keputusan diagnosis. Contoh lain adalah citra satelit, dimana citra yang detil akan sangat membantu dalam membedakan obyek satu dengan lainnya dalam pencitraan jauh.

Konstruksi citra super resolusi (SR) saat ini merupakan bidang riset yang tengah aktif dikembangkan, karena hal ini akan mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh keterbatasan resolusi dari sebuah citra. Sebuah teknologi yang dapat meningkatkan resolusi sebuah citra terbukti menjadi penting dalam pencitraan medis dan pencitraan satelit disebabkan karena diagnosis atau analisis dari gambar berkualitas rendah bisa sangat sulit untuk

dilakukan. Super resolusi merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk memperoleh citra beresolusi tinggi. Citra beresolusi tinggi yang didapatkan dengan teknik super resolusi berasal dari sekumpulan citra beresolusi rendah sample yang diambil dari scene yang sama atau pengambilan beberapa gambar dalam satuan urutan waktu. Tugas utama super resolusi adalah bagaimana mengkonstruksi citra asli yang beresolusi tinggi dengan menggabungkan citra yang beresolusi rendah berdasarkan asumsi-asumsi yang wajar atau pengetahuan sebelumnya tentang model pengamatan yang memetakan citra beresolusi tinggi dengan yang beresolusi rendah.

Beberapa metode konstruksi super resolusi telah diajukan baik yang berdasarkan interpolasi

bilinear maupun bicubic serta terdapat pula

pendekatan super resolusi lain yang berdasarkan teknik machine learning. Akan tetapi metode-metode yang disebutkan sebelumnya membutuhkan database dalam jumlah besar bahkan mencapai jutaan pasang citra beresolusi tinggi dan citra beresolusi rendah, serta membutuhkan pula proses perhitungan yang intensif.

(2)

Dalam paper ini penulis berfokus pada masalah bagaimana mengkonstruksi citra super resolusi dari citra beresolusi rendah yang akan dijadikan input dengan mencari hubungan representasi sparse antara citra yang beresolusi tinggi dengan citra beresolusi rendah. Representasi sparse digunakan dalam mengkontruksi citra super resolusi dikarenakan belakangan ini representasi sparse telah berhasil diimplementasikan pada permasalahan

inverse dalam image processing seperti denoising

[7] dan restoration [8].

2

METODE DAN IMPLEMENTASI

Pada paper ini permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai konstruksi citra super resolusi dari citra tunggal. Diberikan input Y yang merupakan citra beresolusi rendah untuk kemudian dilakukan konstruksi citra X yang memilki resolusi lebih tinggi. Untuk menyelesaiakan permasalahan ini digunakan dua pemodelan citra. Pertama adalah pemodelan citra, hal ini yang mengaharuskan citra X hasil konstruksi memilki konsistensi terhadap input Y yang merupakan model observasi. Kedua adalah mengenai sparsity prior.

2.1 Pemodelan Citra

Citra Y yang beresolusi rendah merupakan hasil

blurring dan downsampling dari citra X yang

beresolusi tinggi.

Y = SHX (1)

Pada persamaan di atas, S merupakan representasi dari filter blur dan H adalah downsampling operator.

2.2 Sparsity Prior

Setiap patch x pada citra beresolusi tinggi X dapat direpresentasikan sebagai kombinasi sparse linear dalam dictionary Dh yang dilakukan training dari tiap patch resolusi tinggi dari berbagai citra

training:

x ≈ Dhα untuk setiap α ε RK

dengan ||α||0 << K (2) Representasi sparse α akan dilakukan recovery dengan merepresentasikan setiap patch y dari citra masukan Y, dengan memperhatikan terhadap

dictionary resolusi rendah Dl yang dilakukan training dengan Dh. Proses training dictionary akan dijelaskan pada berikutnya.

Untuk proses super resolusi citra generic dibagi menjadi dua tahapan. Pertama, dicari representasi sparse untuk setiap patch lokal dari citra, dengan

memperhatikan kesesuaian spasial antar tetangga

patch. Tahap berikutnya, menggunakan representasi sparse lokal yang telah diperoleh, kemudian seluruh

citra disempurnakan dengan batasan yang telah dikonstruksi sebelumnya dalam pemodelan citra. Dengan cara ini, model lokal dari representasi

sparsedigunakan untuk recovery frekuensi tinggi

yang hilang pada detail-detail lokal.

2.3 Learning Dictionary

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai bagaimana permasalahan super resolusi dengan sparsity prior yang mana tiap-tiap pasangan

patch citra resolusi tinggi dan rendah memiliki

representasi sparse yang sama dan berhubungan dalam dua buah dictionary Dh dan Dl. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai proses

learning dua buah dictionary tersebut. Cara

sederhana untuk mendapatkan dua dictionary tersebut adalah dengan membuat sample pasangan-pasangan patch citra secara langsung, yang dapat mempertahankan korespondensi antara patch resolusi tinggi dan rendah.

Sparse coding adalah permasalahan utama

untuk mencari representasi sparse dari signal yang berhubungan dengan dictionary D. Dictionary biasanya dilakukan pembelajaran terhadap satu set data training seperti X = {x1, x2, . . . , xt}. Umumnya, sulit utuk mempelajari dictionary yang padu yang menjamin bahwa representasi sparse dapat direcovery dengan minimasi Ɩ1. Untungnya, banyak algoritma sparse coding yang telah ada sebelumnya yang ditujukan untuk beberapa aplikasi. Dalam tugas akhir ini berfokus pada formula berikut :

𝐷 = 𝑎𝑟𝑔 min

𝐷,𝑍 𝑋 − 𝑫𝑍 2

2+ 𝜆 𝑍 1

s.t ||𝐷𝔦||22 ≤ 1, 𝔦 = 1,2, … , 𝐾 (3)

dimana norm Ɩ1 ||Z||1 untuk mendapatkan sparsitas, dan norm Ɩ2 constraint pada D yang menghilangkan ambiguitas. Alternatif optimasi antara Z dan D ditunjukkan sebagai berikut :

1. Inisialisasi D dengan sebuah Gaussian

random matrix, dengan setiap unit kolom

dinormalisasi.

2. Perbaiki D, update Z dengan : 𝑍 = arg min

𝑍 𝑋 − 𝑫𝑍 2

2+ 𝜆 𝑍 1

yang dapat diselesaikan secara efisien dengan pemrograman linear.

3. Perbaiki Z, update D dengan : 𝑫 = arg min

𝑫 𝑋 − 𝑫𝑍 2 2

s.t. 𝑫𝑖 22 ≤ 1, 𝑖 = 1,2, … , 𝐾 (5)

(3)

4. Ulangi langkah 2 dan 3 sampai dengan konvergen.

Diberikan contoh training pasangan patch citra

P = {Xh, Yl}, dimana Xh = {x1, x2, . . . , xn} adalah contoh set patch citra beresolusi tinggi dan Yl = {y1,

y2, . . . , yn} adalah patch-patch citra beresolusi rendah yang berkorespondensi (atau fitur-fiturnya). Tujuan yang ingin dicapai adalah melakukan

learning dictionary untuk patch citra resolusi tinggi

dan rendah, sehingga representasi sparse dari patch resolusi tinggi sama dengan representasi sparse

patch resolusi rendah yang berkorespondensi.

Individual sparse coding untuk patch resolusi tinggi dan rendah adalah sebagai berikut :

𝑫𝒉= arg min 𝐷𝑕,𝑍 𝑋𝑕+ 𝑫 𝒉𝑍 22+ 𝜆 𝑍 1 dan 𝑫𝒍= arg min 𝐷𝑙,𝑍 𝑋𝑙 + 𝑫 𝒍𝑍 22+ 𝜆 𝑍 1

Tujuan-tujuan ini kemudian digabungkan, menjadikan representasi resolusi tinggi dan rendah memiliki kode yang sama, dapat dituliskan :

min 𝑫𝒉,𝑫𝒍,𝒁 1 𝑁 𝑋 𝑕+ 𝑫 𝒉𝑍 22+ 1 𝑀 𝑋 𝑙+ 𝑫 𝒍𝑍 22+ 𝜆( 1 𝑁 + 1 𝑀) 𝑍 1

dimana N dan M dimensi dari patch citra resolusi tinggi dan rendah dalam bentuk vektor. Dalam hal ini 1 𝑁 dan 1 𝑀 menyeimbangkan nilai dari persamaan (6) dan (7). sehingga persamaan (8) dapat dituliskan menjadi : min 𝐷𝑕,𝐷𝑙,𝑍 𝑋𝑐+ 𝑫𝒄𝑍 22+ 𝜆( 1 𝑁+ 1 𝑀) 𝑍 1 atau equivalent dengan

min 𝐷𝑕,𝐷𝑙,𝑍 𝑋𝑐+ 𝑫𝒄𝑍 22+ 𝜆 𝑍 1 dimana 𝑋𝑐 = 1 𝑁𝑋 𝑕 1 𝑁𝑌 𝑙 , 𝑫𝒄 = 1 𝑁𝐷𝑕 1 𝑁𝐷𝑙

Sehingga dapat digunakan metode learning yang sama pada kasus single dictionary dan juga dua

dictionary untuk tujuan super resolusi. Perhatikan

bahwa karena yang digunakan adalah fitur dari patch

citra resolusi rendah, Dh dan Dl tidak hanya dihubungkan dengan transformasi linear, sebaliknya proses training pada persamaaan (9) akan tergantung pada patch citra resolusi tinggi saja. Dictionary yang telah dilakukan learning menunjukkan pola dasar dari patch citra, bukan merupakan prototype patch mentah karena memiliki kepadatan.

2.4 Representasi Fitur dari Patch Citra Resolusi Rendah

Transformasi fitur F digunakan untuk memastikan bahwa koefisien dihitung sesuai dengan bagian yang paling relevan dari sinyal resolusi rendah. Sehigga, memiliki prediksi yang lebih akurat untuk konstruksi patch citra resolusi tinggi. Secara khusus, F dipilih dari sejenis filter high pass. Dari sudut pandang perseptual hal ini sangat beralasan, karena orang lebih sensitive terhadap frekuensi tinggi dari citra. Komponen-komponen frekuensi tinggi dari citra resolusi rendah bisa dikatakan sebagai komponen yang paling penting untuk memprediksi konten frekuensi tinggi yang hilang pada target citra resolusi tinggi.

Pada beberapa literatur, para peneliti telah menyarankan untuk mengekstraksi fitur yang berbeda untuk patch citra resolusi rendah guna meningkatkan akurasi prediksi. Diantaranya, menggunakan filter high pass untuk mengekstraksi informasi edge sebagai fitur dari input patch citra resolusi rendah atau menggunakan gradient pertama dan kedua dari patch citra sebagai representasi. Dalam tugas akhir ini, digunakan turunan pertama dan kedua sebagai fitur dari patch citra resolusi rendah karena kesederhanaan dan efektifitasnya. Empat filter 1-D yang digunakan untuk mengekstraksi turunan adalah :

𝑓1= −1 0 1 𝑓2= 𝑓1𝑇

𝑓3= 1 0 −2 0 1 𝑓4 = 𝑓3𝑇

dimana superscript T adalah transpose.

Menerapkan empat filter ini menghasilkan empat vektor fitur untuk setiap patch, yang digabungkan menjadi satu vektor sebagai representasi akhir dari patch resolusi rendah. Dalam implementasinya, keempat filter tidak diterapkan secara langsung ke sample patch citra resolusi rendah. Sebaliknya filter tersebut diterapkan pada citra training. Sehingga, untuk setiap citra training resolusi rendah, didapatkan empat gradient maps, kemudian tiap patch dari gradient maps diekstraksi di setiap lokasi dan menggabungkannya menjadi vektor fitur. Oleh karena itu, representasi fitur untuk setiap patch citra resolusi rendah juga merupakan

encode informasi tetangganya, yang bermanfaat

(6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

(4)

untuk meningkatkan kesesuaian antara patch yang berdekatan terhadap hasil akhir citra resolusi tinggi.

Dalam prakteknya, ditemukan bahwa akan bekerja lebih baik apabila mengekstraksi fitur-fitur dari versi upsample citra resolusi rendah daripada yang asli. Oleh sebab itu pertama-tama dilakukan

upsampling dengan faktor 2 menggunakan interpolasi bicubic, dan kemudian mengekstraksi fitur gradient dari citra. Karena diketahui zoom ratio, menjadikan mudah untuk melacak korespondensi antara patch citra resolusi tinggi dan patch citra resolusi rendah yang telah dilakukan upsampling baik untuk training dan testing. Karena cara ekstraksi fitur dari patch citra resolusi rendah dua dictionary Dh dan Dl, tidak secara dengan mudah terseambung secara linear, membuat proses penggabungan learning pada persamaan (9) menjadi lebih masuk akal.

2.5 Model Lokal Representasi Sparse

Serupa dengan metode berbasis patch yang telah disebutkan sebelumnya, algoritma yang diterapkan mencoba untuk menduga patch citra resolusi tinggi untuk setiap patch citra resolusi rendah dari input. Untuk model lokal, terdapat dua

dictionary Dh dan Dl, yang ditraining untuk memiliki representasi sparse yang sama untuk setiap pasangan

patch citra resolusi tinggi dan rendah. Untuk setiap patch dikurangi dengan nilai rata-rata piksel,

sehingga dictionary mewakili tekstur dari citra, bukan intensitas mutlak. Dalam proses recovery, nilai rata-rata untuk setiap patch citra resolusi tinggi diprediksi oleh versi resolusi rendahnya.

Untuk setiap patch input resolusi rendah y, dicari representasi sparse terhadap Dl, patch resolusi rendah yang sesuai pada Dh, akan dikombinasikan sesuai dengan koefisien ini untuk menghasilkan

output patch resolusi tinggi x. Permasalahan untuk

mencari representasi sparse dari y dapat diformulasikan sebagai berikut :

min 𝜶 0 s.t 𝑭𝑫𝒍𝜶 − 𝑭𝒚 22 ≤ 𝜖

dimana F adalah operator ekstraksi fitur (linear). Peran utama dari F pada persamaan (13) adalah untuk memberikan batasan yang berarti secara perseptual seberapa dekat koefisien α mendekati y.

Meskipun optimasi permasalahan pada persamaan (3.13) secara umum sulit, hasil akhir dari penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa selama koefisien α yang diinginkan telah

merepresentasikan sparse, dapat direcovery secara efisien dengan minimasi Ɩ1 norm sebagai berikut :

min 𝜶 1 s.t 𝑭𝑫𝒍𝜶 − 𝑭𝒚 22 ≤ 𝜖

atau dengan formulasi lagrange multiplier yang

equivalent :

min

𝛼 𝑭𝑫𝒍𝜶 − 𝑭𝒚 2

2+ 𝜆 𝜶 1

dimana parameter λ menyeimbangkan sparsity dari solusi dan ketepatan pendekatan untuk y. Perlu diperhatikan bahwa ini pada dasarnya adalah sebuah reguralisasi regresi linear dengan Ɩ1 norm pada koefisien, dikenal dalam literatur statistik sebagai

Lasso.

Untuk penyelesaian persamaan (15) secara individual untuk setiap patch lokal tidak menjamin kompatibilitas antara patch yang berdekatan. Untuk memberlakukan kompatibilitas antara patch yang berdekatan digunakan algoritma one-pass. Tiap

patch diproses dalam raster-scan urutan citra, dari

kiri ke kanan dan dari atas ke bawah. Agar konstruksi super resolusi Dhα dari patch y mendekati perhitungan patch resolusi tinggi yang berdekatan sebelumnya dilakukan modifikasi terhadap persamaan (14). Sehingga masalah optimasi yang dihasilkan:

min 𝜶 1 s.t 𝑭𝑫𝒍𝜶 − 𝑭𝒚 22 ≤ 𝜖1,

𝑷𝑫𝒉𝜶 − 𝝎 22 ≤ 𝜖2,

dimana matriks P mengekstrak daerah overlap antara

patch target saat ini dan sebelumnya dalam

konstruksi citra resolusi tinggi, dan ω berisi nilai dari citra resolusi tinggi yang sebelumnya dikonstruksi pada overlap. Permasalahan optimasi pada persamaan (3.16) dapat diformulasikan menjadi:

min 𝛼 𝑫 𝜶 − 𝒚 2 2 + 𝜆 𝜶 1 dimana 𝑫 = 𝑭𝑫𝒍 𝛽𝑷𝑫𝒉 dan 𝒚 = 𝑭𝒚 𝛽𝝎 parameter β mengontrol pertukaran antara input resolusi rendah yang sesuai dan menemukan patch resolusi tinggi yang kompatibel dengan tetangganya. Dalam implementasinya di set β = 1. Diberikan solusi optimal α* pada persamaan (3.17) patch resolusi tinggi dapat dikonstruksi sebagai x = Dhα*.

(13)

(14)

(15)

(16)

(5)

2.6 Kontruksi Citra Super Resolusi dengan Representasi Sparse

Perlu diperhatikan bahwa pada persamaan (3.14) dan (3.16) tidak bisa menuntut kesamaan yang tepat antara patch resolusi rendah y dan konstruksinya Dlα. Oleh sebab itu, dan juga dikarenakan noise, citra resolusi tinggi X0 yang dihasilkan oleh pendekatan representasi sparse dari bagian sebelumnya mungkin tidak memenuhi persis seperti batasan konstruksi pada persamaan (3.1). Perbedaan ini dikurangi dengan memproyeksikan X0 ke dalam ruang solusi SHX = Y, perhitungannya :

𝑿∗= arg min

𝑿 𝑆𝐻𝑿 − 𝒀 2

2− c 𝑿 − 𝑿 𝟎 22

Algoritma dari super resolusi dengan representasi sparse dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Masukan : training dictionary Dh dan Dl, citra resolusi rendah Y.

2. Untuk setiap 5x5 patch y dari Y, diambil mulai dari sudut kiri atas dengan 1 piksel overlap dalam setiap arah ,

Hitung nilai rata-rata piksel m dari

patch y.

 Selesaikan masalah optimasi dengan 𝑫 dan 𝒚 yang didefinisikan pada persamaan (3.17) :

 min𝛼 𝑫 𝜶 − 𝒚 2 2

+ 𝜆 𝜶 1.  Generate patch resolusi tinggi x =

Dhα. Masukkan patch x+m kedalam citra resolusi tinggi X0. 3. Selesai.

4. Dengan gradient descent, cari gambar yang paling dekat dengan X0 yang memenuhi batasan konstruksi :

𝑿∗= arg min

𝑿 𝑆𝐻𝑿 − 𝒀 2

2− c 𝑿 − 𝑿 𝟎 22

5. Keluaran : citra super resolusi X*.

Solusi untuk masalah optimasi ini secara efisien dapat dihitung dengan gradient descent. Pembaruan persamaan untuk metode iterasinya adalah :

𝑿𝑡+1 = 𝑿𝑡+ 𝑣 𝐻𝑇𝑆𝑇 𝒀 − 𝑆𝐻𝑿𝑡 + 𝑐 𝑿 − 𝑿𝟎

dimana Xt adalah estimasi citra resolusi tinggi setelah perulangan ke-t, dan v adalah ukuran langkah dari

gradient descent.

Hasil X* diambil dari optimasi di atas dengan perkiraan akhir citra resolusi tinggi. Citra ini merupakan yang sedekat mungkin dengan super-resolusi awal X0 yang diberikan oleh sparsity.

3

UJI COBA DAN EVALUASI

Pada tahap uji coba konstruksi citra super resolusi ini, citra yang digunakan adalah lima citra uji coba (girl, lena, daun, building, text) berukuran 128x128 yang telah mengalami proses

downsampling dan blurring pada tahap pemodelan.

Skenario uji coba tahap konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse ini dikelompokkan menjadi tiga tahap yakni, uji coba dengan perbandingan metode lain (bicubic dan

nearest neighbour), uji coba dengan mengubah-ubah

nilai lambda (λ) yang merupakan nilai sparsity

reguralitation, dan yang terakhir adalah uji coba

dengan citra yang telah diberi noise, dengan nilai varian yang berbeda-beda.

3.1 Hasil Uji Coba

Pada tahap uji coba super resolusi ini, citra yang digunakan sebagai input adalah citra girl, lena, daun, building dan text yang berukuran 128x128 yang diperoleh dari pemodelan data uji coba resolusi tinggi berukuran 256x256 yang telah mengalami proses downsampling dengan interpolasi bicubic dengan faktor skala 0.5 dan blurring dengan

gaussian low pass filter dengan frekuensi cut off 25%

dari ukuran citra. Citra yang digunakan sebagai input proses konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse ditunjukkan pada Gambar 1. (18)

(19)

Gambar 1 Citra input hasil blurring dan

(6)

RMSE PSNR RMSE PSNR RMSE PSNR 1 girl 7,229 30,9491 7,6418 30,4669 7,0145 31,2108 2 lena 8,8362 29,2055 9,4172 28,6523 8,3208 29,7275 3 daun 4,0952 35,8853 4,6546 34,7731 3,9487 36,2017 4 building 17,8524 23,0969 19,3086 22,4158 16,4144 23,8263 5 text 33,2304 17,9655 34,8218 17,2938 29,2955 18,7948 Nama Citra No Metode

bicubic nearest neighbour sparse

Tabel 3 Perbandingan nilai RMSE dan PSNR hasil

konstruksi citra super resolusi dengan faktor skala 2

RMSE PSNR RMSE PSNR RMSE PSNR RMSE PSNR RMSE PSNR 1 girl 7,0015 31,2269 6,997 31,2326 7,0026 31,2257 7,0145 31,2108 7,0296 31,1922 2 lena 8,3312 29,7166 8,3104 29,7383 8,3094 29,7394 8,3208 29,7275 8,3418 29,7056 3 daun 3,9434 36,2133 3,9364 36,2289 3,9375 36,2265 3,9487 36,2017 3,9592 36,1787 4 building 16,42 23,8233 16,3904 23,839 16,385 23,8419 16,4144 23,8263 16,4557 23,8045 5 text 29,5401 18,7226 29,3985 18,7643 29,33 18,7846 29,2955 18,7948 29,3114 18,7901 No Citra 0,2 Nilai Lambda 0,01 0,05 0,1 0,3 Varian

RMSE PSNR RMSE PSNR RMSE PSNR 1 0,01 8,9045 29,1386 9,5334 28,5459 8,4579 29,586 2 0,05 9,2472 28,8106 9,9949 28,1352 8,9746 29,071 3 0,1 9,5892 28,4951 10,5041 27,7037 9,4984 28,578 No

Metode

bicubic Nearest neighbour Sparse

gaussian noise

Untuk hasil uji coba perbandinngan dengan metode lain dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4, 5 dan 6. Skenario uji coba keduan mengenai perubahan nilai lambda dapat dilihat pada Gambar 7, 8, 9, 10 dan 11. Sedangkan uji coba citra bernoise dapat dilihat pada gambar 12, 13, dan 14.

3.2 Evaluasi

Estimasi citra resolusi tinggi yang dihasilkan dengan representasi sparse memiliki nilai resolusi sebesar 256x256 dari input citra beresolusi 128x128. Ukuran citra super resolusi yang dihasilkan tergantung terhadap faktor skala yang diberikan pada saat awal proses konstruksi citra. Akan tetapi dengan semakin besarnya faktor skala yang diberikan akan berpengaruh terhadap lama waktu konstruksi. Hal ini disebabkan dengan semakin besar faktor skala yang diberikan akan memperpanjang proses iterasi tiap

patch pada saat konstruksi citra super resolusi. Citra

super resolusi yang dihasilkan dengan representasi

sparse masih memilki perbedaan terhadap citra asli

yang beresolusi tingi. Oleh sebab itu sebagai evaluasi dari hasil konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse diberikan hasil perhitungan RMSE dan PSNR terhadap citra output. Nilai RMSE dan PSNR dari setiap uji coba dapat dilihat pada tabel hasil percobaan.

Pada uji coba pertama diperoleh nilai RMSE dan PSNR untuk masing-masing metode. Perbandingan nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 diketahui bahwa dari citra uji coba dapat dilihat hasil konstruksi citra dengan representasi sparse memilki performa yang lebih baik dibandingkan dengan metode bicubic dan

nearest neighbour. Hal ini ditunjukkan dengan nilai

RMSE yang lebih kecil dan PSNR yang lebih besar dibandingkan dua metode yang lain.

Pada uji coba kedua juga dilakukan perhitungan nilai RMSE dan PSNR dari citra hasil konstruksi. Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan nilai tersebut pada uji coba kedua. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa dengan perubahan nilai lambda nilai RMSE dan PSNR hasil konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse masih memilki performa

yang lebih baik. Efek dari perubahan nilai lambda yang semakin besar adalah smoothing terhadap citra hasil konstruksi.

Perhitungan yang sama juga dilakukan terhadap uji coba ketiga. Hasil uji coba pemberian gaussian noise terhadap citra input dengan nilai varian yang semakin meningkat, dari 0,01%, 0,05%, dan 0,1% menunjukkan bahwa konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse memiliki ketahan terhadap noise yang lebih baik. Hasil perhitungan RMSE dan PSNR dapat dilihat pada Tabel 3.

4

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Pertama dengan melihat hasil konstruksi citra resolusi tinggi, terbukti bahwa metode representasi sparse berhasil melakukan konstruksi citra dimana citra yang dihasilkan mengalami peningkatan resolusi. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai PSNR dan menurunnya nilai dari RMSE yang telah ditunjukkan pada masing-masing uji coba. Kedua algoritma representasi sparse memiliki ketahanan terhadap nilai noise tertentu. Pada saat ujicoba dengan citra noise, metode representasi sparse memberikan hasil konstruksi yang lebih baik dibandingkan metode lain. Dan yang ketiga penggunaan metode representasi sparse untuk teknik super resolusi dapat diterapkan pada citra

generic yang tidak terdapat pada data training dictionary. Hal ini disebabkan karena adanya

kemiripan patch yang dikonstruksi terhadap data dalam dictionary yang telah dibuat.

Tabel 2 Perbandingan nilai RMSE dan PSNR hasil

konstruksi citra uji coba perubahan lambda

Tabel 1 Perbandingan nilai RMSE dan PSNR hasil

(7)

5

DAFTAR PUSTAKA

[1] Yang Jianchao, John Wright, Thomas S. Huang, Yi Ma. 2010. Image

Super-Resolution Via Sparse Representation.

IEEE Trans. Image Process, vol. 19, no. 11, pp. 2861–2873.

[2] Zeyde Roman, Michael Elad, Matan Protter. 2010. On Single Image Scale-Up using

Sparse-Representations. Haifa 32000, The

Technion–Israel Institute of Technology Haifa, Israel..

[3] Rafael C. Gonzalez dan R.E. Woods. 1986.

Digital Citra Processing. New Jersey :

Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River. [4] Kenneth Kreutz-Delgado, Joseph F. Murray,

Bhaskar D. Rao, Kjersti Engan. 2002.

Dictionary Learning Algorithms for Sparse Representation. Massachusetts Institute of

Technology.

[5] Michael Elad. 2010. Sparse and Redundant

Representations. The Technion–Israel Institute of Technology Haifa, Israel.

[6] M. Elad dan M. Aharon. 2006. Image

denoising via sparse and redundant representations over learned dictionaries.

IEEE Trans. Image Process, vol. 15, no. 12, pp. 3736–3745.

[7] J. Mairal, G. Sapiro, dan M. Elad. 2008.

Learning multiscale sparse representations for image and video restoration. Multiscale

Model. Sim.,vol. 7, pp. 214–241. [8] Suhendra, Adang. 2004. Catatan Kuliah

Pengantar Pengolahan Citra.

http://images.analyst71.multiply.com/attachm

ent/0/Rz6-WgoKCiQAAF-xBe81/Catatan%20Kuliah%20PC%202007.pd f-. Diakses 19 Februari 2011.

[9] Munir, Rinaldi. 2004. Pengolahan Citra

Digital dengan Pendekatan Algoritmik.

Bandung. Informatika Bandung.

[10] Gunawan, Chrales. 2005. Optimasi Perkalian

Sparse. Jakarta. FASILKOM UI.

Gambar 2 Hasil konstruksi citra girl dengan faktor skala 2,

λ=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: 7.229), (C) Nearest neighbour (RMSE: 7.6418), (D) representasi

sparse (RMSE:7.0145)

Gambar 3 Hasil konstruksi citra lena dengan faktor skala 2,

λ=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: 8.8362), (C) Nearest neighbour (RMSE: 9.4172), (D) representasi

(8)

Gambar 5 Hasil konstruksi citra building dengan faktor

skala 2, λ=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: 17.8524), (C) Nearest neighbour (RMSE: 19.3086), (D)

representasi sparse (RMSE: 16.4144)

Gambar 4 Hasil konstruksi citra daun dengan faktor skala 2,

λ=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: 4.0952), (C) Nearest neighbour (RMSE: 4.6546), (D) representasi

sparse (RMSE: 3.9487)

Gambar 6 Hasil konstruksi citra text dengan faktor skala 2,

λ=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: 33.2304), (C) Nearest neighbour (RMSE: 34.8218), (D)

(9)

Gambar 7 Efek dari perubahan nilai lambda (λ)

terhadap hasil recovery citra girl resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) λ=0.01, (C) λ=0.05 (D) λ=0.1 (E) λ=0.2

(F) λ=0.3.

Gambar 8 Efek dari perubahan nilai lambda (λ)

terhadap hasil recovery citra lena resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) λ=0.01, (C) λ=0.05 (D) λ=0.1 (E) λ=0.2

(F) λ=0.3.

Gambar 10 Efek dari perubahan nilai lambda (λ)

terhadap hasil recovery citra daun resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) λ=0.01, (C) λ=0.05 (D) λ=0.1 (E) λ=0.2

(F) λ=0.3.

Gambar 9 Efek dari perubahan nilai lambda (λ)

terhadap hasil recovery citra building resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) λ=0.01, (C) λ=0.05 (D) λ=0.1 (E)

(10)

Gambar 12 Hasil konstruksi citra noise dengan m=0

varian 0,05 %. (A) bicubic (B) nearest neighbor (C) representasi sparse

Gambar 13 Hasil konstruksi citra noise dengan m=0

varian 0,01 %. (A) bicubic (B) nearest neighbor (C) representasi sparse

Gambar 14 Efek dari perubahan nilai lambda (λ)

terhadap hasil recovery citra text resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) λ=0.01, (C) λ=0.05 (D) λ=0.1 (E) λ=0.2

(F) λ=0.3.

Gambar 11 Hasil konstruksi citra noise dengan m=0

varian 0,1 %. (A) bicubic (B) nearest neighbor (C) representasi sparse

Referensi

Dokumen terkait

calon wakil rakyat yang digunakan adalah nomor urut caleg dari partai politik yang telah dinyatakan lolos ambang batas atau telah lolos dalam suara penentuan

1) Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur staf pembantu Kepala Desa dan memimpin Sekretariat Desa yang mempunyai tugas menjalankan administrasi pemerintahan,

Penelitian tersebut perlu di lakukan di Desa Sendangrejo sebab wilayah Desa Sendangrejo mayoritas lahannya digunakan untuk sawah, mayoritas penduduknya menekuni

Dari gambar pola retak hasil pengujian, perbedaan pola retak untuk variasi volume bata ringan dengan mutu yang sama belum terlihat namun perbedaan pola retak

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, drngan jenis penelitian studi kasus pada media social, yaitu peneliti ingin melihat gambaran

Berdasarkan hasil penelitian utama dapat disimpulkan bahwa dari ketiga suhu yang digunakan selama penyimpanan suhu 25°C dapat dijadikan acuan dalam penyimpanan

Pada bab ini akan dipaparkan pendapat Ibnu Hazm tentang waktu pelaksanaan penyembelihan hewan kurban, metode istinbath yang digunakan Ibnu Hazm dalam menentukan waktu

Orang, proses, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem informasi yang akan dibuat di luar sistem informasi yang akan dibuat itu sendiri, jadi walaupun