• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abdul Wahid Aziz Hak Akses Informasi dan Peran Pustakawan di Era Digitalisasi BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abdul Wahid Aziz Hak Akses Informasi dan Peran Pustakawan di Era Digitalisasi BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Abdul Wahid Aziz “ Hak Akses Informasi dan Peran Pustakawan di Era Digitalisasi” BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Setiap orang memiliki hak-hak atau kewenangan yang sama dan harus dilindungi, salah satunya adalah hak untuk mengakses informasi. karena pada saat ini informasi sudah menjadi kebutuhan pokok dari masing-masing individu untuk mengembangkan pribadinya, budaya maupun lingkungan sosialnya. Di samping itu hak akses informasi itu sudah dinyatakan sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM), jadi peraturan-peraturan yang mengatur hal itu sudah jelas tertera pada UUD RI tahun 1945. Dalam UUD RI 1945 pasal 28 F dinyatakan bahwa: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.

Di indonesia ini undang-undang yang mengatur hal itu belum sepenuhnhya berjalan dengan lancar. Masih segelintir orang saja yang dapat memperoleh haknya untuk mengakses informasi, padahal informasi juga yang menentukan masa depan suatu bangsa sebagai agen perubahan untuk mengejar ketertinggalan kita dengan negara-negara maju. Salah satu faktornya adalah kurangnya akses informasi disetiap lini masyarakat, jadi informasi-informasi seputar perkembangan bidang apapun tidak sampai kepada masyarakat secara umum. Selai itu, kebebasan untuk mengakses informasi itu terbatas pada orang-orang tertentu “orang kaya” hal ini ditandai dengan Gejala tidak meratanya akses informasi, ini terlihat nyata dalam kehidupan pendidikan kita. Bayangkan hanya karena buku pelajaran seorang akan tersingkir dan terbuang dalam hal tuntutan hak mereka akan pendidikan (Kompas, 7/8/2004).

B. Sistematika Pemaparan

Kebebasan seseorang dalam mengakses informasi memang perlu dilindungi, mengingat informasi pada saat ini menjadi tolak ukur perkembangan individu, masyarakat umum atau bahkan suatu negara. Terutama pada era globalisasi saat ini semua media-media pencetak informasi yang semula masih bersifat konvensional sekarang sudah berubah

(2)

menjadi serba digital, salah satu contohnya adalah perpustakaan.

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga yang menghimpun ”informasi” dengan sendirinya harus melayani semua orang, karena itu informasi tersebut merupakan bagian hak yang dimiliki oleh setiap individu. Dalam UU RI No. 43 tahun 2007 dinyatakan bahwa: (1) Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan perpustakaan. (2) Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus. (3) Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosiaonal berhak memperoleh layanan peroustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.

Perkembangan dunia teknologi saat ini begitu cepat merubah semua sektor atau bidang yang ada, baik itu di sektor pendidikan, ekonomi, sosial politik dan lain sebagainya. Pada saat sekarang keberadaan perpustakaanpun tidak lepas dari perubahan-perubahan yang mengikuti perkembangan teknologi informasi dan pustakawan mempunyai tantangan baru dalam melayani kebutuhan para user atau pemakai. Oleh karena itu para pustakawan saat ini di tuntut untuk mengembangkan keahlianya dalam bidang teknologi informasi dan mereka juga akan mendapat peran baru agar supaya dapat mendukung layanan informasi yang berbasis teknologi. Teknologi telah berpengaruh besar terhadap kegiatan pustakawan. Para pustakawan yang bertugas menyeleksi bahan pustaka mesti berhubungan dengan penyediaan informasi secara digital tanpa harus memilikinya. Para pustakawan yang bekerja di bagian pemrosesan harus memproses bahan pustaka yang dapat diakses melalui komputer oleh pengguna. Petugas referensi sekalipun masih melayani pengguna seperti biasa, mereka juga mempunyai tugas tambahan yaitu melayani pengguna perpustakaan secara online (diluar perpustakaan).

Pada umumnya misi dari perpustakaan adalah menyediakan layanan informasi yang terbaik bagi penggunanya, tetapi kemajuan teknologi telah menambah dimensi baru tentang tugas perpustakaan dan pustakawan belum siap menghadapinya. Sehingga pencapaian misi sulit untuk dilaksanakan. Kebanyakan perpustakaan belum siap menghadapi perubahan, anggaran masih terbatas bahkan prosentase dari keseluruhan anggaran dari lembaga induknya sangat kecil. Perputaran staf sangat lambat, penambahan tenaga baru juga sangat sulit. Karena layanan informasi berbasis teknologi telah banyak diimplementasikan oleh perpustakaan, maka pustakawan mempunyai peran baru. Perubahan itu sedang berlangsung,

(3)

khususnya bagi perpustakaan yang telah mengimplementasikan perpustakaan digital. Kemajuan tehnologi telah mendorong para pustakawan harus meningkatkan kemampuannya dalam bidang teknologi agar mereka dapat memenuhi tuntutan pengguna dan peran pustakawan akan semakin komplek.

Sumber daya manusia menjadi salah satu sumber daya terpenting bagi perpustakaan digital. Suatu perpustakaan digital dikembangkan oleh orang, dalam hal ini pustakawan. Kreativitas, ide dan upaya pustakawan menjadi faktor penentu. Oleh karena itu, pustakawan harus mempersiapkan dirinya agar dapat meningkatkan kualitas kompetensi profesional dan personal yang sudah ada dengan menambah kemampuan penerapan teknologi informasi dalam menjalankan tugasnya. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi juga berpengaruh pada melimpahnya jenis-jenis informasi, jadi seorang pustakawan saat ini juga harus jeli dalam memilah-milah informasi yang tepat, cepat dan akurat.

Dengan masuknya perkembangan teknologi dalam dunia perpustakaan, perpustakaan tidak hanya sebagai media penyalur informasi dalam bentuk fisik tetapi juga dituntut untuk untuk mengahasilkan informasi dalam bentuk non cetak atau elektronik. Jika dilihat dari segi layanan secara umum, perubahan perpustakaan yang semula menggunakan sistem konvensional, kemudian berubah menjadi era digital. Perubahan-perubahan tersebut juga membawa dampak bagi struktur organisasi maupun sistem yang sudah berjalan pada suatu perpustakaan, diantaranya: terkendalanya dana untuk alokasi peralihan dari konvensional ke digital, kurangnya pengetahuan pustakawan tentang teknologi informasi, dan lain sebagainya.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

Persoalan-persoalan tentang kebebasan seseorang untuk mengakses informasi memang sering bermunculan, banyak orang yang berfikir bagaimana arti atau makna dari sebuah kemerdekaan itu sendiri. Jika melihat konteks jaman yang ada pada saat ini jelas tentu berbeda dengan jaman 20 atau 30 tahun yang lalu. Sebuah perubahan jaman yang di tandai dengan perkembangan teknologi informasi salah satunya, menimbulkan efek yang dapat merubah seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, hak akses atau kebebasan seseorang dalam mengakses informasi harus benar-benar di depankan. karena dalam hal ini jika kebebasan seseorang untuk mengakses informasi di batasi dengan tingkat ekonomi, sosial, maupun budaya. Maka kemungkinan besar kondisi masyarakat bahkan masa depan suatu bangsa akan jelas tertinggal dengan bangsa lain.

Kemajuan teknologi informasi juga berdampak pada lembaga atau badan yang memang bertugas sebagai penyedia informasi. Perpustakaan merupakan lembaga informasi dan gerbang untuk akses ke informasi. Masyarakat baik secara individu, maupun kelompok memiliki hak untuk mendapatkan layanan informasi. Kalau informasi yang dibutuhkan tidak tersedia, adalah tugas pustakawan untuk mencarikan melalui jaringan dan fasilitas yang tersedia, terutama melalui pemanfaatan jaringan informasi dan kerjasama antar perpustakaan. Betapapun mapannya sebuah perpustakaan dan besarnya dana yang dimiliki, hampir dipastikan bahwa tak satupun perpustakaan yang mampu menyediakan semua informasi yang dibutuhkan penggunanya.

Masalah utama yang dihadapi oleh perpustakaan adalah jarak antara pengadaan informasi dan permintaan informasi yang tidak dalam waktu yang sama. Koleksi yang diadakan sekarang belum tentu sesuai dengan permintaan informasi di masa mendatang. Di samping itu, ilmu berkembang setiap saat, kebutuhan informasi yang beragam tidak mudah diantisipasi oleh pustakawan. Oleh karena itu kerjasama dan keterlibatan dalam jaringan sudah merupakan suatu kebutuhan.

Dalam era informasi sekarang ini, kepemilikan bukan lagi menjadi ukuran sebuah perpustakaan, tetapi peluang akses ke informasi yang lebih diutamakan. Kalau memungkinkan, pengadaan perpustakaan tidak lagi disamakan dengan pengadaan barang, yang dilakukan bertahap. Pengadaan informasi dapat dilakukan setiap saat, kapan dan dimana saja. Pustakawan harus memahami bahwa kebutuhan informasi dapat diibaratkan dengan kebutuhan premium untuk transportasi yang harus tersedia ketika dibutuhkan.

(5)

Dalam UU N0. 43 Tahun 2007 di jelaskan tentang pemaparan dari sebuah perpustakaan dinyatakan bahwa Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Dengan demikian perpustakavan harus berwujud institusi atau lembaga yang memiliki koleksi dalam berbagai media dan dikelola secara profesional berdasarkan standar yang baku guna memenuhi kebutuhan para penggunanya atau pemustaka.

Untuk dapat mengelola perpustakaan secara profesional berdasarkan standar yang baku diperlukan tenaga pustakawan yang profesional. Maka dari itu untuk dapat menjadi seorang pustakawan yang profesional seseorang harus mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi dan harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk bisa dikatakan sebagai seorang yang profesional atau mempunyai keahlian tertentu. Ada 4 syarat yaitu: a). Memiliki pendidikan khusus, baik teori maupun praktek.

b)., Memiliki organisasi profesi, sebagai wadah mengembangkan profesi dan anggota, c). Memiliki Kode Etik sebagai pedoman anggota profesi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna dan

d). Berorentasi kepada jasa.

Perpustakaan adalah lembaga jasa, yaitu memberikan jasa informasi. Sejak tahun 1988 di Indonesia pustakawan sudah dikelompokkan dan diakui sebagai “jabatan fungsional” seperti halnya dokter, dosen, hakim, dsbnya.

Pada jaman globalisasi saat ini perkembangan dunia teknologi informasi melaju dengan cepat. Perubahan di bidang perpustakaan biasanya ditandai dengan perubahan sistem yang semula konvensional menjadi otomasi dan jenis-jenis koleksinya serba digital. Seorang pustakawan saat ini bukan lagi hanya seorang tenaga administrasi yang bertugas membantu mencari informasi di perpustakaan, melainkan seorang yang menyediakan kebutuhan akan informasi, fasilitas layanan, dan pembelajaran tanpa dibatasi ruang dan waktu. Era digital membawa perubahan pada setiap layanan perpustakaan, seperti: pada bidang pengembangan koleksi, layanan pengguna maupun layanan teknisnya.

Dalam era teknologi informasi yang didukung dengan ditemukan serat optik sebagai alat penyimpan data, ditunjang oleh kemajuan dunia komunikasi dan komputer, koleksi perpustakaan terdapat dalam 3 (tiga) media, yaitu

a). Tercetak (printed) b). Terekam (recorded), dan c) Terpasang (online).

(6)

Dengan kemajuan teknologi informasi dan ditemukanya media-media tersebut tentu akan memudahkan perpustakaan untuk menyediakan informasi dan mengoptimalkan fasilitas untuk pembelajaran. Koleksi tercetak berupa buku, majalah, surat kabar telah lama mendominasi koleksi perpustakaan, Kemudian muncul yang berbentuk terekam seperti kaset, CD, foro, piringan hitam yang melengkapi koleksi tercetak perpustakaan. Kini muncul pula koleksi dalam bentuk digital, maya, atau terpasang (online) seperti books, joutnals, e-newspapers, dsbnya. Koleksi terakhir ini secara fisik tidak ada di perpustakaan, tetapi dapat diakses bila memiliki sarana akses.

Banyak ahli mengatakan bahwa koleksi tercetak masih sangat diperlukan, bahkan mungkin tidak akan tergantikan. Koleksi berbentuk digital hanya baik untuk penyimpanan dan penelusuran, tetapi tidak dalam penggunaan. Dalam hal pemanfaatan orang lebih suka yang berbentuk cetak, mudah, nyaman, tahan lama dan tidak memerlukan perangkat keras atau perangkat lunak untuk menggunakannya. Koleksi dalam bentuk digital memiliki kelebihan, karena dapat diakses dari mana dan kapan saja. Pemakai tidak harus datang ke perpustakaan, jangkauan layanan semakin luas, sehingga koleksi dapat dimanfaatkan secara maksimal. Namun demikian, hasil beberapa penelitian di Philipina dalam pemanfaatan koleksi digital dan internet adalah sebagai berikut:

1. Pemakai lebih suka membaca versi tercetak dari pada online, (Users prefer reading the printed copy than the online version)

2. Jumlah komputer terbatas dibanding dengan pengguna (Computer units for library clients are relatively few compared to users)

3. Saluran internet lambat dan kurang stabil (Slow or unstable internet connection) 4. Banwidth internet terbatas (Limited internet bandwidth)

5. Sebagian material tidak tersedia online (Some materials become unavailable online)

6. Sebagian pustakawan berpendapat bahwa media elektronik mudah dihapus dan di mungkinkan tidak terbaca apabila disimpan di disket (Some librarians think that electronic copies can easily be deleted or became unreadable if stored in floppy or optical disks)

Pada hakikatnya perpustakaan dari dahulu sampai sekarang tidak berubah fungsi dan peranannya. Perpustakaan adalah lembaga jasa yang memberikan informasi kepada pemakainya. Kegiatan teknis berupa pengadaan, pengolahan, penyimpanan dan pelestarian, bukan tujuan tetapi sarana untuk dapat memberikan layanan sebagai tujuan akhir. Tugas utama pustakawan adalah peyebaran informasi (dissemination of information), bahkan pemasaran (marketing).

(7)

Ketika sebuah perpustakaan didirikan dengan koleksi yang lengkap dan tenaga yang profesional, tidak jaminan bahwa pemakai dengan serta-merta datang ke perpustakaan. Pustakawan masih berkewajiban untuk mempromisikan koleksi dan layanan yang disediakan, yaitu kegiatan ”memasyarakatkan perpustakaan”. Pada sisi lain, para pemangku kepentingan lain harus pula ”memperpustakakan masyarakat”. Tugas terakhir ini adalah tuga orang tua, guru, dosen, pejabat, ulama dan tokoh masyarakat lainnya.

Harus disadari bahwa dalam era informasi, dan era millenium menurut Jane E. Klobas (1997) pustakawan, harus memiliki wawasan yang luas, karena pustakawan akan menjadi manajer pengetahuan dan analis informasi, akan terlibat langsung secara integral dalam kegiatan bisnis, pekerjaannya tidak hanya di pepustakaan. Mount dan Massoud (1999) mensyaratkan minimal 3 (tiga) kriteria yang harus dimiliki oleh pengelola perpustakaan khusus, yaitu: a). Personal traits, yaitu memiliki sifat dan kepribadian yang baik,

b). Education, yaitu pendidikan yang baik, serta c). Experiences, pengalaman yang cukup.

Pustakawan hendaknya dapat dipercaya dan bersungguh-sungguh mencintai pekerjaannya, mampu mengambil keputusan yang tepat dan memiliki kemauan untuk belajar, sederhana dan berperan sebagai manajer.

Pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara ”Perpustakaan Konvensional” dengan Perpustakaan Digital. Perpustakaan Digital koleksinya berbasis digital (online materils). Perbedaan membawa konsekuensi logis terhadap profesi pustakawan. Dalam Perpustakaan Digital pustakawan dituntut mengikuti perkembangan teknologi infomasi (information technology). Pada Perpustakaan Digital peranan komputer dan komunikasi serta jaringan menjadi dominan dan harus dipahami dengan baik oleh pustakawan, termasuk pengguna perpustakaan.

Shapiro dan Hughes (1996) yang dikutip oleh Pendit (2007) mensyaratkan 7 (tujuh) kemampuan yang harus dimiliki pustakawan dalam era digitalisasi yaitu:

1. Tool literacy, yaitu kemampuan memahami dan menggunakan alat teknologi informasi, baik secara konseptual maupun praktikal, keteranpilan pmenggunakan perangkat lunak, perangkat keras, multimedia, dsbnya.

2. Resource literacy, yaitu kemampuan memahami bentuk, format, lokasi, dan cara mendapatkan informasi terutama dari jaringan informasi yang selalu berkembang.

3. Social-structural literacy, pemahaman yang benar bagaimana informasi dihasilkan oleh berbagai pihak dalam masyarakat.

(8)

4. Reserach literacy, kemampuan menggunakan peralatan berbasis teknologi informasi sebagai alat riset

5. Publishing literacy, kemampuan menerbitkan informasi dan ide ilmiah pada kalagan luas dengan memanfaatkan komputer dan internet

6. Emerging technology literacy, kemampuan terus menerus menyesuikan diri dengan perkembangan teknologi dan bersama komunitasnya menentukan arah pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan pengembangan ilmu.

7. Critical literacy, kemamuan mengevaluasi sercara kritis terhadap untung ruginya menggunakan teknologi telematikan dalam kegiatan ilmiah.

Sedangkan Stueart dan Moran (2002) mengatakan bahwa manajer informasi atau pustakawan dalam era informasi seharusnya memiliki 7 (tujuh) kemampuan juga yaitu:

1. Technical skill, yaitu seorang manajer harus mamahami proses pekerjaan yang dilakukan bawahan. Adalah tidak mungkin mensupervisi, apabila tidak memahami seluk beluk pekerjaan yang disupervsi tsb.

2. Political skill, seorang manajer harus mamahami masalah sosial, lingkungan organisasi internal dan ekternal, memiliki wawasan luas.

3. Analytical Skills, seorang manajer harus memiliki kemampuan analisis yang baik sehingga dapat menjadi bagian dari agen perubahan.

4. Problem-solving skills, seorang manajer harus memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan cepat, tepat dan baik.

5. People skills, seorang manajer harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, termasuk komnikasi interpersonal, memahami dan peduli orang lain.

6. System skills, seorang manajer harus memiliki kemampuan bekerja dalam sistem dan menggunakan berbagai sistem jaringan dan komunikasi yang tersedia.

7. Business skill, seorang manajer harus memiliki naluri bisnis dan semangat interprenurship yang baik.. Koleksi yang ada merupakan aset yang harus dimanfaatkan maksimal.

(9)

BAB III KESIMPULAN

Kemajuan teknologi informasi telah mempengaruhi peran pustakawan dalam menjalankan tugasnya. Ada pustakawan yang senang dengan adanya perubahan tersebut dan ada pustakawan yang enggan memasuki perubahan tersebut. Namun yang jelas, pustakawan senang atau tidak yang diuntungkan dengan kemajuan teknologi informasi adalah pengguna perpustakaan. Bagi pustakawan yang enggan mengikuti perkembangan teknologi informasi, mereka juga akan ketinggalan zaman dan mereka secara otomatis akan tersingkir. Bagi pustakawan yang tetap mengikuti kemajuan, mereka itulah yang menjadi harapan dan masa depan perpustakaan. Mereka akan dapat mengelola perpustakaan sesuai dengan tuntutan pengguna. Pimpinan perpustakaan harus tetap memberi motivasi kepada mereka baik yang senang maupun yang enggan. Karena merekalah modal utama perpustakaan dalam menghadapi era digitalisasi informasi.

Saat ini dirasakan bahwa informasi sudah merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa kita lepaskan. Hal ini dapat dilihat dari tentang belanja pulsa untuk telepon genggam, biaya akses melalui internet. Pemenuhan kebutuhan informasi ini dilindungi oleh undang-undang dan merupakan bagian dari hak asasi yang melekat pada setiap individu.

Profesi pustakawan tidak dapat dilepaskan dari informasi. Secara kasat mata memang terlihat bahwa pustakawan adalah orang yang menyimpan, mengolah, melestasikan bahasa pustaka dalam berbagai bentuk, misalnya buku, majalah, surat kabar, CD-ROM, dan sebagainya. Tetapi sesungguhnya pustakawan bukan mengolah fisik (containers) berbagai media tersebut, tetapi mengelola isi (contents), yaitu informasi yang terkadung dalam berbagai media tersebut. Sebaliknya, pemakai datang ke perpustakaan bukan mencari buku, majalah, atau surat kabar. Tetapi mencari informasi yang terdapat dalam berbagai media tersebut.

Dalam era informasi pemakai perpustakaan menuntut ketersediaan informasi secara cepat dan tepat. Oleh karena itu, pengadaan informasi atau pemenuhan informasi yang dibutuhkan pemakai harus dilayani dengan cepat, tepat, dan akurat. Nilai guna informasi selalu berubah dan tidak permanen. Kalau tidak, pustakawan akan selalu ketinggalam dan tidak dapat memenuhi kebutuhan informasi penggunanya

Dalam era digital pemakai tidak harus datang ke perpustakaan, tetapi dapat akses ke koleksi dari mana dan kapanpun. Masalah yang timbul adalah peran pustakawan menegakkan dan menghormati “hak cipta” (copy right law). Satu sisi harus memberikan layanan yang maksimal, tetapi ada sisi lain harus menghargai hak cipta atas karya intelektual seseorang.

(10)

Penegakkan hak cipta ini merupakan bagian dari kode etik pustakawan. Ketika perpustakaan mengadakan bahan pustaka dalam bentuk digital, perlu kepastian hukum tentang hak cipta. Apakah hak akses hanya diberikan kepada pemakai yang datang ke perpustakaan. Dengan kata lain sarana akses hanya ada di perpustakaan. Atau hak akses diberikan dengan syarat sudah menjadi anggota perpustakaan.

Pustakawan dalam era digitalisasi dituntut untuk bekerja secara professional. Kalau perlu ia harus beberapa langkah di depan pemakainya. Artinya, pengetahuan dan strategi akses informasi pustakawan harus lebih canggih dari pemakainya. Pustakawan memiliki berbagai sarana akses dan mengetahui berbagai sumber informasi serta strategi untuk mengetahui dan mendapatkannya. Ini hanya dapat dilakukan bila pustakawan selalu mengembangan wawasan subjek yang dibutuhkan penggunananya serta trampil menggunakan sarana teknologi informasi dan kemampuan komunkasi, terutama bahasa Inggris. Adalah tugas pustakawan untuk memasyarakatkan perpustakaan dan tugas pemangku perpustakaan untuk “memperpustakakan masyarakat”.

(11)

Daftar pustaka

• Indonesia. Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan

• Dasar-dasar ilmu perpustakaan. Sihabudin Qalyubi, dkk. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam, 2006.

• Klobas, Jane E.. Libraries for the new millennium: implication for managers.- Australia: UWA, 1997.

• Mount ,Ellis dan Renee Massoud. Special libraries and information centers: an introductory text.-- Washington, DC, : Special Library Association, 1999.

• Parasuraman, A. Leonard L Berry dan Valerie A. Zeithaml “ A conceptual model of service quality and it implication for future research”. Journal Marketing 49, 1985

• Shapiro, Jeremy J. dan Shelly K. Hughes “Information Technology as Liberal Art” Educom Review, 31 (2), March/April, 1996 : 31-35

• Stueart, Robert D. dan Barbara D. Moran. Library and Information Center Management.—6 th ed.—Westpoint, Conn: Libraries Unlimited, 2002.

• Harmawan, “peran pustakawan dalam era digitalisasi” http://pustaka.uns.ac.id. 5/10/2009. Pukul 20:13 WIB

Referensi

Dokumen terkait

pikiran yang bersifat spiritual. Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelum semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah

Untuk menjelaskan perancangan sistem yang dilakukan dalam mewujudkan penelitian “Implementasi Solenoid dan Sensor Getar Pada Sistem Keamanan Sepeda Menggunakan Modul

Berdasarkan uraian diatas, bahwa aspek kompetensi sosial adalah aspek prosocial orientation (perilaku prososial) yang terdiri dari kedermawanan (generosity), empati

Sedangkan menurut Wijayanto dikutip Priyanthi and dkk (2017: 3) Modul elektronik atau e-modul merupakan tampilan informasi dalam format buku yang disajikan

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara dukungan orang tua dengan hasil belajar teknik gambar bagunan siswa kelas X TGB

Di dalam pemberian hak milik atas tanah transmigrasi harus terlebih dahulu tanah tersebut sudah terdaftar dengan Hak Pengelolaan sebagaimana diuraikan dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dimensi pipa saluran utama PVC AW dengan Ø 4 inchi (11,4 cm) tidak memenuhi untuk mengatasi genangan yang terjadi di lapangan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa proses join ordering dalam SQL Server, tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah baris pada setiap