• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Pembuatan Kecap Ikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Pembuatan Kecap Ikan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

MAALAH

PENGUJIAN MUTU PRODUK PERIKANAN ( KECAP IKAN )

Di susun Oleh :

Nama : SITI FATIMAH

Nim : E0D114014

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI 2016

(2)

Kata pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul " PRODUK PERIKANAN KECAP IKAN. Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Terlepas dari semua itu, Saya selaku Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Ma. Sabak, 24 Oktober 2016

Siti Fatimah DAFTAR ISI Kata pengantar... ii BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...3

(3)

2.1 Kecap...4

2.2 HACCP...4

2.3 Diagram penerapan HACCP...5

2.4 Bahan Baku Ikan...5

2.5 Fermentasi...8

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi...9

2.7 Pembuatan Kecap ikan di berbagai dunia...11

2.8. Aspek Pasar...11

BAB III METODOLOGI...13

3.1 Bahan dan Alat...13

3.2 Proses Pembuatan...13

3.3 Diagram Alir Pembuatan Kecap Ikan...14

3.4 Penerapan HACCP...14

BAB 1V EMBAHASAN... 16

4.1 Pembahasan...16

4.2 Kelebihan dan Kekurangan Froses Fermentasi Tradisional...19

4.4 Alternatif Lain Pembuatan Kecap Ikan...20

4.5 Fungsi...21 BAB V KESIMPULAN...22 4.1 Kesimpulan...22 4.2 Saran...22 DAFTAR PUSTAKA...23 Lampiran :... 24 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki potensi perikanan yang sangat besar, dengan beragam hasil laut yang dihasilkan. Pada tahun 2010, target produksi atau hasil tangkapan khusus untuk ikan mencapai 352 ribu ton. Dari beragam jenis hasil tangkapan ikan, ada yang bernilai ekonomi tinggi dan ada yang tidak bernilai ekonomi tinggi. Ikan yang bernilai ekonomi tinggi merupakan komoditi ekspor, baik dalam bentuk segar, beku maupun sudahdiproses antara lain dalam bentuk fillet, seperti ikan cakalang, dan ikan kakap. Oleh karena berbagai faktor seperti faktor fluktuasi musim yang mempengaruhi volume hasil tangkapan dan jenis ikan hasil tangkapan, maka tidak semua hasil tangkapan ikan segar terserap oleh pasar. Sebagai salah satu komoditi pangan, ikan termasuk bahan pangan yang mudah rusak dan menjadi busuk karena kadar airnya yang tinggi dan kandungan gizinya yang baik untuk pertumbuhan jasad renik pembusuk. Upaya untuk mengatasi sifat mudah busuk tersebut, antara lain dengan cara pengawetanyaitu dengan cara dibekukan, dikeringkan, dan diasinkan. Selain melalui proses pengawetan, komoditi ikan hasil tangkapan

(4)

berpotensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya melalui proses pengolahan. Proses pengolahan juga dimaksudkan untuk memanfaatkan kelebihan pasokan (volume hasil tangkapan) yang tidak terserap oleh pasar baik untuk konsumsi ikan segar, industri pengolahan ikan, dan ekspor. Secara tradisional pengolahan ikan yang dilakukan nelayan antara lain adalah pengasapan, pemindangan dan fermentasi. Salah satu bentuk upaya pengolahan ikan secara fermentasi adalah diolah menjadi kecap ikan. Meskipun pada dasarnya kecap ikan dapat berperan sebagai sumber protein, akan tetapi kecap ikan sangat jarang atau bahkan tidak dikonsumsi secara langsung tetapi umumnya dijadikan bahan penyerta atau pemberi cita rasa pada masakan tertentu. Kecap ikan, seperti halnya kecap dengan bahan baku kedele lebih berfungsi sebagai penyedap masakan. Secara terminologi teknologi, kecap ikan merupakan hasil penguraian secara biologis melalui proses fermentasi terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), kecap ikan didefinisikan sebagai produk cair yang diperoleh dengan hidrolisis ikan dengan atau tanpa penambahan bahan makan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Proses hidrolisis dapat dilakukan melalui proses fermentasi atau proses kimia. Sebagai produk pangan, kecap termasuk bumbu makanan berbentuk cair, berwarna coklat kehitaman, serta memiliki rasa dan aroma ikan yang khas.

Teknik pengawasan dan pengendalian mutu pada pengolahan kecap hidrolisis protein dapat dilakukan dengan melakukan analisis bahaya titik kontrol kritis (HACCP). Konsep tersebut diawali dengan mengidentifikasi potensi bahaya, selanjutnya membuat rencana HACCP dengan menyusun suatu tabel yang terdiri dari alur proses, kemungkinan resiko / bahaya pad asetiap tahap proses titik kontrol kritis untuk setiap resiko / bahaya dan penegndalian yang harus dilakukan. Adanya penyusunan HACCP pada pengolahan kecap ikan, di harapkan menjadi tindakan preventif yang efektif dalam menjaga dan mengendalikan mutu produk yang dihasilkan, sehingga menjadi salah satu produk industri rumah tangga yang berkualitas, aman di komsumsi dan bernutrisi sesuai dengan tuntutan konsumen.

ISO 22000 adalah suatu standar internasional yang menggabungkan dan melengkapi elemen utama ISO 9001 dan HACCP dalam hal penyediaan suatu kerangka kerja yang efektif untuk pengembangan, penerapan, dan peningkatan berkesinambungan dari Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP). ISO 22000 menjaga keselarasan dengan sistem manajemen lainnya, misalnya ISO 9001 dan ISO 14001, untuk memastikan keefektifan integrasi sistem-sistem tersebut (Anonymousc, 2010).

Tujuannya adalah untuk menyediakan satu standar yang dikenal secara internasional untuk sistem manajemen keselamatan pangan yang dapat diterapkan dalam produk pangan (Anonymouse, 2010). Pengembangan standar ISO 22000 dimulai pada tahun 2001, dengan rekomendasi dari Badan Standardisasi Denmark ke sekretaris ISO Komite teknis ISO / TC 34 (Makanan Produk). ISO kemudian mengembangkan standarisasinya dengan Codex Alimentarius Commission (Badan Internasional Bersama, didirikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia dan Organisasi Pertanian) dan para ahli dari industri makanan. Pada bulan Agustus 2005, rancangan akhir dengan suara bulat disetujui oleh semua 23 badan standar nasional berpartisipasi dalam kelompok kerja. ISO 22000 kemudian dipublikasikan pada September 1, 2005 (Nygren, 2010).

Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Atau dengan kata lain bioteknologi adalah penerapan prinsip-prinsip biologi, biokimia, dan rekayasa dalam

(5)

mengolah suatu bahan dengan memanfaatkan organisme hidup dan komponen-komponennya untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia. Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju.

Dalam pemanfaatan bioteknologi di bidang pangan terdapat beberapa teknik diantaranya adalah fermentasi. Proses fermentasi adalah proses yang dilakukan dengan bantuan mikrobia atau enzim sehingga bahan makanan mengalami perubahan secara biokimiawi yang dikehendaki dan dapat memberikan ciri spesifik makanan tersebut. Bila dilihat dari manfaatnya makanan hasil fermentasi dapat memiliki keunggulan tersendiri yaitu diantaranya adalah makanan akan lebih bergizi dan lebih mudah dicerna.

Melihat kondisi alam Indonesia yang sebagian besar adalah laut, harus kita sadari bahwa hasil laut di Indonesia sangat berlimpah. Banyak warga masyarakat yang menggantungkan hidupnya sebagai pencari ikan, tetapi karena keterbatasan pengetahuan mereka hanya menjual ikan-ikan tersebut tanpa dapat mengolahnya menjadi makanan yang baik yang memiliki nilai gizi dan nilai jual yang lebih..

Salah satu industri pengolahan ikan secara tradisional adalah fermentasi dan salah satu jenis proses fermentasi adalah pembuatan kecap ikan. Kecap ikan merupakan proses pengolahan yang paling sedikit dilakukan oleh para pengolah hasil perikanan dibandingkan proses fermentasi yang lain. Dilihat dari dua hal tersebut penulis tertarik untuk membahas tentang pemanfaatan pengolahan ikan dengan proses fermentasi. Maka dari itu penulis akan mengambil judul makalah tentang fermentasi pada kecap ikan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Apa yang dimaksud proses fermentasi?

2. Bagaimana proses pembuatan kecap ikan di berbagai dunia?

3. Bahan baku dan alat apa saja yang digunakan dalam proses fermentasi kecap ikan? 4. Bagaimana proses fermentasi kecap ikan?

5. Bagaimana diagram alir proses fermentasi kecap ikan dan penjelasannya

6. Kelebihan dan kekurangan apa yang terjadi dalam proses fermentasi secara alami? 7. Bagaimana proses pembuatan kecap ikan selain fermentasi spontan?

8. Bagaimana Proses Penerapan HACCCP 9. Bagaimana Proses Penerapan SOP

1.3 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tentang proses fermentasi

2. Mengetahui proses pembuatan kecap ikan di berbagai dunia

3. Mengetahui bahan baku dan alat apa saja yang digunakan dalam proses fermentasi ikecap ikan

4. Memahami proses fermentasi kecap ikan

5. Mengetahui diagram alir proses fermentasi kecap ikan dan penjelasannya

6. Mengetahui kelebihan dan kekurangan apa yang terjadi dalam proses fermentasi secara alami 7. Mengetahui proses pembuatan kecap ikan selain fermentasi spontan.

8. Merancang HACCP kecap hidrolisa protein 9. Mengetahui apa itu ISO

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan industri perikanan di Indonesia mengalami peningkatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebanyak 25,87% hasil perikanan digunakan untuk keperluan pengolahan ikan secara tradisional. industri pengolahan ikan secara tradisional telah berlangsung lama dan turun temurun di masyarakat serta memiliki arti penting dari aspek ekenomi karena sektor ini dapat menopang dan memperkuat perekonomian rakyat sehingga tetap diterapkan dikalangan masyarakat nelayan dan pengusaha kecil di Indonesia.

Salah satu industri pengolahan ikan secara tradisional adalah fermentasi dan salah satu jenis proses fermentasi adalah pembuatan kecap ikan. Kecap ikan merupakan proses pengolahan yang paling sedikit dilakukan oleh para pengolah hasil perikanan dibandingkan

(7)

proses fermentasi yang lain. Kecap ikan dapat dibuat dengan tiga cara, yaitu dengan proses enzimatis, kimiawi dan fermentasi secara spontan.

Untuk mengetahui teknik-teknik fermentasi pada pembuatan kecap ikan maka perlu diketahui hal-hal berikut ini:

2.1 Kecap

Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu dengan tujuan untuk meningkatkan cita rasa makanan (Cahyadi, 2007). Sedangkan menurut SNI tahun 1999, kecap adalah produk cair yang diproleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) dengan atau tanpa penambahan bahatya bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. 2.2 HACCP

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya maslah yang didassar atas identifikasi titik-titik kritis didalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk menejemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventif) yang dianggap dapat memberi jaminan dengan menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.

Tujuan penerapan HACCP dalam suatu industri adalah untuk mencegah terjainya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tuntutan konsumen HACCP bersifat sebagai sistem pengendali mutu sejak bahan baku disiapkan samapai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Dengan diterapkannya HACCP akan mencegah resiko komplain aanya bahaya pada produk makanan.

Untuk menentukan batas kritis yang berhubungan CCP, suatu CCP mungkin memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjami keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan kedalam batas fisik (suhu,waktu), batas kimia (pH, kadar garam), Penggunaan waktu untuk mengukurnya.

2.3 Diagram penerapan HACCP

7 Identifikasi Bahaya (fisik,kimia)

CCP

Batas kritis CCP

Bila terjadi penyimpang Penentuan CCP

(8)

Gamabar 1 Langkah penyususnan dan implementasi Sistem HACCP 2.4 Bahan Baku Ikan

Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.

2.4.1 Tanda ikan yang sudah busuk:  mata suram dan tenggelam;  sisik suram dan mudah lepas;

 warna kulit suram dengan lendir tebal;  insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;  dinding perut lembek;

 warna keseluruhan suram dan berbau busuk. 2.4.2 Tanda ikan yang masih segar:

 daging kenyal;

 mata jernih menonjol;  sisik kuat dan mengkilat;  sirip kuat;

 warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;  insang berwarna merah

 dinding perut kuat;  bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti: menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan antara lain dengan pengeringan, penggaraman, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)

Tindakan koreksi

(9)

Kandungan air 76

Protein 17

Lemak 4,5

Mineral dan vitamin 2,52 – 4,5

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwan ikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan lebih banyak.

2.5 Cara Mendapatkan sertifikat ISO 22000 2.5.1 Kemudahan penerapan ISO

22000 tergantung pada tiga hal pokok, yiatu kelengkapan program sistem mutu perusahaan, besar kecilnya skala usaha dan kecanggihan teknologi proses

a. Berikut langkah-langkah pentingnya :

 Aplikasi permohonan pendaftaran dilakukan dengan melengkapi kuestioner SMKP Audit ISO 22000 dilaksanakan oleh NQA dengan dua tahapan utama, yang dikenal sebagai Audit Sertifikasi Awal

 Permohonan pendaftaran disetujui oleh NQA, berikut tahapan selanjutnya harus dilakukan oleh klien. Pemeliharaan sertifikasi dikonfirmasikan melalui program Audit pengawasan (surveilans) tahunan dan proses sertifikasi ulang setelah tiga tahun masa berlakunya sertifikasi tersebut.

1. Langkah Implementasi a. Bentuk Tim FSMS

Tim ini akan merancang dan mengembangkan FSMS dan berperan aktif dalam sistem manajemen berkelanjutan.

b. Bentuk tim manajemen

Tim ini akan aktif pada perancangan dan pengembangan sistem serta penerapannya dalam kegiatan sehari-hari. Tim Manajemen akan bertindak sebagai tim inti , membagi tanggung jawab, menyediakan sumber daya dan mengkoordinasikan kegiatan. Tim Manajemen dapat membuat tim kerja yang bekerja pada proses khusus yang dibutuhkan dalam dokumentasi FSMS.

 Tiap tim kerja akan mengevaluasi proses yang ada dan persyaratan yang diperlukan.  Proses baru atau yang dimodifikasi akan dibuat, didokumentasikan dan dikirim ke tim

manajemen untuk di review dan disetujui.

 Setelah tim kerja merancang dan mendokumentasikan proses. Latih seluruh karyawan yang terlibat dalam proses untuk melaksanakan proses tersebut

(10)

 Gunakan informasi dari internal audit dan management review untuk melakukan improvement FSMS. Terapkan sistem dalam kurun waktu tertentu guna

mengumpulkan bukti untuk audit sertifikasi.

 Pastikan semua karyawan telah di training ISO 22000  Lakukan audit sertifikasi.

2. Persyaratan Sertifikasi ISO 22000 a. Persyaratan : Umum

 Organisasi harus membangun sistem yang efektif dan dapat memenuhi persyaratan standar, dokumentasi, implementasi dan pemeliharaan sistem.

 Sistem harus di evaluasi dan diperbaharui. b. Persyaratan : Manajemen

 Management harus terlibat dan berkomitmen pada FSMS. Manajemen membuat kebijakan Keamanan Pangan dan harus dikomunikasikan dan diimplementasikan.  Top Management harus terlibat dalam desain dan implementasi FSMS.

 Setelah implementasi, manajemen akan melaksanakan tinjauan manajemen untuk memastikan keefektifan sistem.

c. Persyaratan : Sumber Daya

 FSMS harus menjelaskan sumberdaya manusia dan fisik yang dibutuhkan untuk membuat produk yang aman.

 Selama pengembangan sistem, organisasi akan mengidentifikasikan kompetensi personil, training yang dibutuhkan serta lingkungan kerja dan infrastruktur yang dibutuhkan

d. Persyaratan : Pembuatan produk

 Organisasi harus merencanakan semua proses yang berkaitan dengan pembuatan produk untuk menjamin keamanan produk.

 Program pendahuluan harus ditetapkan, diimplementasikan dan dievaluasi terus menerus.

 Tetapkan dan dokumentasikan sistem untuk :  Pengumpulan informasi awal analisis bahaya

(11)

 Lakukan analisa bahaya  Tetapkan Rencana HACCP  Laksanakan aktifitas verifikasi

 Telusuri produk, material dan distribusi produk

e. Persyaratan : Produk Tidak Sesuai

 Tetapkan – dokumentasi sistem untuk pengendalian semua produk tidak sesuai  Saat Titik Kendali Kritis terlampaui, produk berpotensi tidak aman harus

diidentifikasi, di periksa, di kendalikan dan dipisahkan. Dibuat prosedur pemisahan produk cacat untuk memastikan tindakan dapat cepat dilakukan.

 Identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan yang diperlukan untuk menghilangkan ketidaksesuaian dan penyebabnya.

f. Persyaratan : Validasi

 Tetapkan dan dokumentasikan proses untuk validasi control measure sebelum di implementasikan.

 Pastikan semua pengukuran dan alat ukur serta metodenya mampu menghasilkan akurasi yang diinginkan.

g. Persyaratan : Verifikasi

 Tetapkan dan dokumentasikan proses internal audit. Training auditors, dan rencanakan internal audit untuk memastikan FSMS berjalan efektif dan selalu diperbaharui.

 Implementasikan proses evaluasi serta analisa hasil verifikasi dan tindakan yang diperlukan.

h. Persyaratan : Perbaikan

Lakukan perbaikan berkelanjutan untuk FSMS dengan menggunakan:  Management review/tinjauan manajemen

(12)

 Tindakan Perbaikan  Hasil verifikasi  Hasil validasi 2.5 Fermentasi

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Bukti pasti bahwa mikroorganisme mampu melakukan fermentasi timbul dari studi Louis Pasteur tahun 1857 dan 1876.

Fermentasi juga dapat diartikan sebagai segala macam proses metabolisme enzim, jasad renik yang terjadi secara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau reaksi kimia lainnya sehingga melakukan perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk akhir. Fermentasi dalam bidang industry sering diartikan sebagai aplikasi metabolisme mikrobia untuk mengubah bahan baku produk yang bernilai lebih tinggi

·

2.5.1 Tujuan

Tujuan fermentasi menghasilkan suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai kandungan nutrisi, tekstur, biological availability yang lebih baik disamping itu juga menurunkan zat anti nutrisinya

·

2.5.2 Komponen Fermentasi(medium, nutrien, fermentor) a. Jenis medium fermentasi dibagi 3 :

 F. Medium Padat : Medium tidak larut, tapi cukup lembab untuk keperluan mikrobia

 F. Medium Semi Padat: Medium tidak larut, kelembaban cukup  F. Medium Cair: Medium cair substrat larut dan atau tak larut

b. Nutrien/substrat: senyawa yang terdapat di lingkungan pertumbuhan yang digunakan untuk proses katabolisme & anabolisme Nutrien dibedakan :

 Makronutrien : senyawa yang dibutuhkan dalam jumlah banyak

 Mikronutrien : senyawa yang dibutuhkan dalam jumlah kecil (trace element) Nutrien utama yang digunakan untuk pertumbuhan mikrobia adalah karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur dan fosfor.

c. Fermentor

Fermentor biasa disebut juga bioreactor yaitu berupa tangki atau wadah dimana di dalamnya seluruh sel (mikrobia) mengubah bahan dasar menjadi produk biokimia dengan atau tanpa produk sampingan. Fungsi dasar dari fermentor adalah menyediakan kondisi lingkungan yang cocok bagi mikrobia didalamnya untuk menghasilkan biomassa, menghasilkan enzim, menghasilkan metabolit

(13)

1. Syarat fermentor

 Tangki dapat dioperasikan secara aseptik, agitasi dan aerasi  Energi pengoperasian serendah mungkin

 Temperatur harus terkontrol  Kontrol pH

 Tempat pengambilan sampel  Penguapan berlebihan dihindari

 Tangki didesain untuk meminimalkan tenaga kerja secara pemanenan, pembersihan dan perawatan

 Peralatan general: permukaan bagian dalam halus, dihindari banyak sambungan dan murah.

2. Konstruksi Fermentor

 Bahan fermentor dibuat tahan karat untuk mencegah kontaminasi logam/ion selama proses

 Bahan fermentor harus tidak beracun & tidak mudah terlarut, sehingga tidak menghambat pertumb.mikrobia

 Bahan fermentor harus kuat untuk sterilisasi berulang kali pada tekanan uap tinggi

 Sistem stirer dari fermenter & lubang pemasukannya cukup, sehingga tidak mengalami stress mekanik akibat terlampau rapat

 Pemeriksaan secara visual dari medium & kultur harus tersedia, dibuat dari bahan transparan

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi

1. Mikroba dalam industri fermentasi merupakan faktor utama, sehingga harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu :

a. Murni

Dalam proses tertentu harus menggunakan biakan murni (dari satu strain tertentu) yang telah diketahui sifat-sifatnya . untuk menjaga agar biakan tetap murni dalam proses maka kondisi lingkungan harus dijaga tetap steril. Penggunaan kultur tunggal mempunyai resiko yang tinggi karena kondisi harus optimum. Untuk mengurangi kegagalan dapat digunakan biakan campuran. Keuntungan pengguna an biakan campuran adalah mengurangi resiko apabila mikroba yang lain tidak aktif melakukan fermentasi. Dalam bidang pangan penggunaan biakan campuran dapat menghasilkan aroma yang spesifik

b. Unggul

Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikroba harus mampu menghasilkan perubahan-perubahan yang dikehendaki secara cepat dan hasil yang besar. Sifat unggul yang ada harus dapat dipertahankan. Hal ini berkaitan dengan kondisi proses yang diharapkan. Proses rekayasa genetik dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat jasad dengan maksud mempertinggi produk yang diharapkan. Keunikan karakteristik kecap ikan adalah rasanya yang asin dan berbau ikan.

2. Suhu

Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 300C untuk pertumbuhan mikroorganisme. Bila suhu kurang dari 300C pertumbuhan mikroorganisme penghasil asam akan lambat sehingga dapat terjadi pertumbuhan produk.

(14)

3. Oksigen (kondisi aerob/ anaerob)

oksigen harus diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung.

4. Kandungan air medium/ substrat

Kadar optimum tergantung pada substrat, organisme dan produk akhir. Kisaran kadar air yang optimal adalah 50-75%. Kadar air yang tinggi akan mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen, volume gas, tetapi meningkatkan resiko kontaminasi dengan bakteri.

5. PH medium (awal fermentasi)

Nilai pH menunjukan derajat keasaman suatu bahan, dimana pH merupakan konsentrasi ion hidrogen yang terdapat di dalam larutan. pH adalah faktor kimia yang sangat mempengaruhi keawetan makanan atau bahan makanan, dimana mikroba-mikroba hanya dapat hidup dan berkembang biak dalam lingkungan dengan kondisi pH tertentu.

6. Kandungan nutrisi bahan baku ikan menentukan hasil akhir dari proses fermentasi 7. Konsentrasi garam

Konsentrasi garam yang dianjurkan adalah 5-15%. Garam berfungsi untuk menghambat pertumbuhan jenis-jenis mikroorganisme pembusuk yang tidak diinginkan selama proses fermentasi berlangsung. Prinsip kerja garam dalam proses fermentasi adalah untuk mengatur Aw (ketersediaan air untuk kebutuhan mikroorganisme). Mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh adalah jenis-jenis bakteri penghasil asam. Selain mengatur Aw, garam juga berfungsi untuk menarik keluar cairan sel jaringan yang mengandung sakarida-sakarida, dimana sakarida tersebut merupakan nutrien untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kadar garam selama fermentasi akan berubah karena cairan dalam sel-sel jaringan tertarik keluar sel, karena itu secara periodik harus diadakan penyesuaian kadar garam

.

2.7 Pembuatan Kecap ikan di berbagai dunia

Di Vietnam kecap ikan (nouc mam) dibuat dengan menggarami ikan kecil-kecil yang telah dihaluskan dengan tangan dan disimpan di dalam wadah dari tanah, kemudian ditanam dalam tanah selama 3 hingga beberapa bulan. Satu liter nouc mam kualitas baik mengandung 15,85 gram total nitrogen (11,15 gram nitrogen organik dan 5 gram nitrogen amino), 270 gram sodium klorida, 0,5 gram CaO. Selain itu, nauc mam mengandung metil keton tinggi yang menyebabkan beraroma seperti keju, asam amino, basa dan asam volatil, serta histamin.

Di Filipina kecap ikan dibuat dengan menggunakan ikan kecil-kecil dan ikan shrimp (Atya sp). Proses pembuatannya sama dengan nouc mam, walaupun kurang komplet dan tanpa memerlukan pertimbangan waktu. Patis ini dibuat dengan mengeringkan sebagian kandungan air dalam fermentasi dengan merebusnya.

Di Thailand kecap ikan (nam pla) dibuat dari ikan-ikan Clupeidae dan dapat pula dari ikan kecil-kecil. Proses pembuatannya sama dengan nouc-mam tetapi biasanya lebih sederhana dengan waktu pemeraman 6 bulan, bahkan 2-3 tahun dianjurkan untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Pendekatannya, 1 kg ikan akan menghasilkan 1 liter nam-pla. Di beberapa daerah Thailand, nam-pla juga kadang-kadang dibuat dari ikan air tawar.

(15)

Di Jepang, shottsuru dipersiapkan dari sarden, hering atau sisa-sisa limbah pengolahan ikan. Pembuatannya hampir sama dengan pembuatan kecap ikan lainnya. Penambahan antioksidan juga telah direkomendasikan dalam produk tersebut untuk mencegah ketengikan. Sedangkan petis di Indonesia dibuat dengan memasak dan mengkonsentratkan cairan fermentasi ikan yang telah digarami tadi dengan menambahkan sedikit tepung. Produk ini biasanya bermutu rendah dibanding dengan produk kecap ikan negara-negara Asia Tenggara lainnya karena perbandingan nitrogen dan garamnya agak rendah.

2.8. Aspek Pasar 2.81. Permintaan

Seperti halnya produk kecap yang dibuat dari bahan baku kedele, berupa kecap manis atau kecap asin, produk kecap ikan digunakan sebagai bahan penyedap atau bahan tambahanyang digunakan pada berbagai jenis atau menu masakan, atau sebagai bahan penyerta pada menu makanan tertentu. mengenai kebutuhan atau permintaan terhadap produk kecap ikan, akan tetapi dapat dipastikan bahwa permintaan atau kebutuhan terhadap produk ini selalu ada. Mengingat penggunaan kecap ikan pada berbagai menu makanan, maka tingkat dan perkembangan permintaan terhadap kecap ikan adalah sebanding dengan perkembangan industri restoran/hotel dan industri catering serta konsumsi rumah tangga.Walaupun secara spesifik tingkat konsumsi kecap ikan tidak ada data statistiknya, akan tetapi sebagai gambaran berdasarkan Survey Biaya Hidup (BPS) rata-rata konsumsi kecap untuk Kota Ternate adalah 1,13 botol per rumah tangga atau 0,22 botol per kapita. Secara nasional, agregat tingkat konsumsi kecap diperkirakan sebesar 0,3 botol per kapita.

2.8.2. Penawaran

Dari sisi penawaran, produksi kecap ikan masih terbatas pada wilayah-wilayah sentra produksi perikanan laut (ikan tangkap) tertentu. Hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat di sentra produksi perikanan laut memproduksi kecap ikan. Beberapa produsen kecap ikan antara lain terdapat di Pelabuhan Ratu (Kab. Sukabumi), Cirebon, Pekalongan dan Tegal. 2.8.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar

Persaingan bisnis diantara para pengusaha kecap ikan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu persaingan dalam memperoleh bahan baku dan persaingan dalam hal pemasaran produk. Dalam hal memperoleh bahan baku, tidak ada persaingan antar pengusaha maupun untuk konsumsi segar. Hal ini karena produksi ikan tangkap relatif berlimpah, dan pada dasarnya semua jenis ikan dapat digunakan sebagai bahan baku kecap ikan. bahan baku adalah jenis ikan yang bernilai ekonomi relatif rendah, sehingga tidak bersaing dengan industri pembekuan ikan untuk ekspor, industri pengalengan ikan, dan untuk konsumsi segar. Dalam hal pemasaran produk, secara nasional kecap ikan mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan kecap berbahan baku kedele. Sesuai dengan fungsi dan penggunaan kecap secara umum, maka kecap ikan mempunyai karakteristik aroma dan rasa yang khas dan tidak dapat digantikan dengan kecap berbahan baku kedele. Untuk menu makanan tertentu kecap ikan tidak bisa disubstitusi dengan kecap kedele. Produk kecap ikan domestik dihadapkan kepada persaingan yang ketat dengan produk kecap ikan impor. Produk kecap ikan domestik relatif kalah bersaing dengan produk kecap ikan impor, terutama dalam hal mutu dan kemasan. Dari segi rasa dan aroma, setiap produk kecap ikan mempunyai rasa dan aroma yang spesifik. Oleh karena fungsi dan kegunaan utama kecap ikan sebagai penambah rasa pada menu makanan, maka tingkat persaingan dari segi rasa (antar produk kecap ikan domestik dan ekspor) sangat ditentukan oleh selera konsumen dan penggunaannya. Walaupun produk kecap ikan mempunyai kegunaan yang relatif terbatas, tetapi tetap mempunyai

(16)

peluang pasar untuk berkembang. Peluang pasar tersebut selaras dengan pertumbuhan industri hotel dan restoran, serta pertumbuhan penduduk. Perkembangan produk kecap ikan impor yang terus meningkat menunjukkan masih terbukanya pasar domestik untuk produk kecap ikan, sepanjang produk kecap ikan domestik mampu bersaing dari segi mutu, kemasan dan harga. Pada tahun 2006 impor kecap ikan tercatat sebesar 1.090 ton dan pada tahun 2009 impor kecap ikan meningkat menjadi 1.213 ton. Selain untuk pasar domestik, terdapat peluang pasar ekspor untuk produk kecap ikan Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan data statistik ekspor yang menunjukkan bahwa pada tahun 2009 tercatat ekspor sebanyak 27,8 ton dan pada kuartal pertama 2010 tercatat ekspor sebanyak 6,4 ton.

BAB III METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat

3.1.1Bahan

 Ikan. Sebaiknya digunakan ikan-ikan kecil yan kurang disukai untuk dikonsumsi. Ikan dicuci bersih, ditiriskan dengan sempurna. Kemudian dihamparkan dan diangin-anginkan selama satu jam.

 Garam. Garam kasar ditumbuk sampi halus. Jumlah: 20% dari berat ikan.  Bumbu. Bumbu kecap adalah jahe, lengkuas, kayu manis, dan gula merah.

3.1.2Alat

 Wadah fermentasi atau fermentor. Alat ini digunakan untuk fermentasi ikan menjadi kecap ikan. Untuk usaha rumahtangga dapat digunakan ember plastik. Untuk usaha agak besar, perlu menggunakan wadah dari logam yang tahan garam, atau wadah dari fiber glass.

(17)

 Wadah perebus. Wadah ini digunakan untuk merebus cairan kecap.

 Kompor

 Kain penyaring. Alat ini digunakan untuk menyaring kecap hingga diperoleh kecap yang jernih.

 Botol

 Alat penutup botol

3.2 Proses Pembuatan 1. Proses Pendahuluan

Untuk ikan berukuran besar harus dibersihkan untuk membuang jeroan dan insang. Kemudian ikan dicuci, dibelah dan dipotong-potong berukuran 3-4 cm. Bila menggunakan ikan berukuran kecil (teri) ikan cukup dicuci dan ditiriskan.

2. Fermentasi Kecap

Ikan disusun membentuk satu lapisan. Di atas lapisan ini ditaburi garam setinggi 0,25 cm secara merata, kemudian diatasnya disusun lagi satu lapis ikan. Demikian seterusnya sampai wadah penuh. Wadah ditutup rapat kemudian disimpan (difermentasi) selama 3-6 bulan. Setelah masa fermentsi tersebut, saluran cairan pada bagian wadah dibuka, dan cairan yang keluar ditampung melalui kain saring.

3. Penyiapan Bumbu Kecap

Jahe dan lengkuas dihaluskan , kayu manis dicincang. Bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan diberi tali dari benang katun yang kuat. Untuk membuat bumbu kecap manis kita bias menambahkan gula merah dengan takaran tertentu. 4. Pembumbuan dan Pemasakan Kecap

Cairan kecap ditambahkan dengan air (tiap liter cairan kecap ditambah dengan 0,5 liter air). Cairan direbus sampai mendidih. Setelah itu api dikecilkan sekedar menjaga agar cairan tetap mendidih. Bumbu kecap yang telah dibungkus diatas dicelupkan ke dalam cairan yang mendidih dan diaduk-aduk terus menerus selama 15 menit. Ketika masih panas, kecap ikan ini disaring dengan 2 lapis kain saring.

5. Pembotolan

Kecap yang masih panas segera dimasukkan ke dalam botol, kemudian ditutup rapat dan diberi label.

3.3 Diagram Alir Pembuatan Kecap Ikan

Penyiangan, Pemotongan, dan Pencucian

Penyusunan ikan dalam wada, secara berlapis, dan antar lapisan ikan ditaburi garam

(20-30% bobot) Fermentasi (selama 3-6

(18)

Gambar 2 Diagram Alir Pembuatan Kecap Ikan 3.4 Penerapan HACCP

Penetapan Tiik Kritis (CCP) pada Pembuatan Kecap

Langkah Proses P1 P2 P2a P3 P4 P5 Keterangan

Penerimaan Bahan Baku Y Y Y Y - - CCP 1

Pencucian Y Y Y Y - - CCP 2 Penyimpanan Bumbu Y Y Y Y - - CCP 3 Perebusan Y Y - T T - Bukan CCP Penyaringan Y Y - T T - Bukan CCP Pemasakan Y Y - T T - Bukan CCP Pengemasan Y Y Y Y - - CCP 4

 Penggandaan dn Penyimpanan Baku

Resiko yang mungkin timbul dari tahap ini adalah bahan baku yang digunakan mengandung bakteri patgen. Penegndalian Kritis dari pemilihan bahan baku adalah pemilihan supplyer yang sudah terjamin dari segi kualitas.

 Proses pencucian

Resiko yang memungkinkan terjadi pada proses ini disebabkan kontaminasi silang setelah bahan baku dicuci, kontaminasi dapat berasal dari udara maupun lalat yang menempel.

 Penyimpanan Bumbu

Pada proses penyimpanan bumbu salah satu resiko yang dapat terjadi adalah kontaminasi silang

Penampungan dan Penyaringan cairan hasil

Pemasakn dan penambahan bumbu (kondisi mendidih) diaduk selama 15 Penyaringan cairan kecap kecap Pembotolan

(19)

BAB 1V EMBAHASAN 4.1 Pembahasan

Kecap ikan adalah cairan jernih berwarna coklat yang mempunyai bau dan rasa yang khas serta banyak mengandung nitrogen terlarut dan garam. Kecap ikan adalah cairan yan diperoleh dari hasil fermentasi ikan di dalam larutan garam. Selama fermentasi, mikroba halofilik seperti Saccharomyces, Torulopsis, dan Pediococcus yang tahan garam berkembang menghasilkan senyawa flavor. Kecap sebagai produk olahan sangat jarang atau bahkan tidak dikonsumsi secara langsung tetapi umumnya dijadikan bahan penyerta atau pemberi cita rasa pada masakan tertentu. Dengan demikian kecap berfungsi penyedap masakan atau ditambahkan pada nasi. Kecap yang beredar di masyarakat digolongkan menjadi kecap asin dan kecap manis. Kecap asin mempunyai konsistensi yang encer, berwarna jernih dan mempunyai flavor seperti garam. Cita rasa yang khas ditimbulkan terutama berkaitan dengan senyawa-senyawa hasil biodegradasi protein yang berkombinasi dengan unsur-unsur gizi lain (lemak dan karbohidrat) yang terdapat dalam bahan makanan

Kecap ikan merupakan hasil olahan yang paling sedikit dilakukan oleh para pengolah hasil perikanan dibandingkan proses fermentasi yang lain. Kecap ikan dapat dibuat dengan tiga cara, yaitu dengan proses enzimatis, kimiawi dan fermentasi secara spontan. Pada makalah ini akan dibahas mengenai pengolahan fermentasi secara spontan.

4.1.1 Proses Pengolahan Kecap Ikan Secara Fermentasi Spontan Seperti yang terlihat pada bagan alir maka penjelasannya adalah sebagai berikut:

(20)

1. Pengolahan ikan segar

Dipilih ikan yang segar yang dapat diperoleh dari berbagai jenis ikan sehingga dapat menggunakan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah, daya simpan lama, memiliki cita rasa dan aroma yang enak.

2. Pencucian dan penyortiran

Dalam tahap ini dilakukan pencucian dan pemisahan antara ikan berukuran besar dan kecil.

a. Bila mengguna

b. kan ikan ukuran sedang dan besar, ikan harus disiangi untuk membuang jeroan, insang dan penghilangan tulang-tulang. Kemudian ikan dicuci, dibelah dan dipotong-potong berukuran 3-4 cm.

b. Bila menggunakan ikan berukuran kecil (teri) ikan cukup dicuci dan ditiriskan. 3. Penyusunan dalam Fermentor

· - Kecap No. 1

Dasar wadah fermentor ditaburi dengan garam yang telah ditumbuk halus setinggi 0,25 cm, kemudian ikan disusun membentuk satu lapisan.Di atas lapisan ini ditaburi lagi garam setinggi 0,25 cm secara merata, kemudian diatasnya disusun lagi satu lapis ikan. Demikian seterusnya sampai wadah penuh. Garam yang digunakan adalah 20 % dari berat ikan karena pada proses penggaraman pada pengolahan ikan akan menyebabkan hilangnya protein ikan sebesar 5% tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman, untuk itu dianjurkan garam yang ditambahkan tidak melebihi 40 bagian dari berat ikan artinya pada proses ini setiap 1 kg ikan membutuhkan 200 g garam halus.

· - Kecap No. 2

Ikan-ikan yang belum hancur, dapat ditambahkan garam 5% dari berat ikan semula. Kemudian Dilakukan perlakuan yang sama seperti pada fermentasi kecap no 1.

4. Penutupan fermentor dan diberi pemberat

Wadah ditutup rapat ini berfungsi agar udara dari luar tidak masuk. Karena ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung.

5. Proses fermentasi

Disimpan (difermentasi) selama 3-6 bulan. Selama proses fermentasi terjadi hidrolisis jaringan ikan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Peran enzim-enzim ini adalah sebagai pemecah ikatan polipeptida-polipeptida menjadi ikatan yang lebih sederhana. Mikroorganisme yang berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui sepenuhnya. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam laktat seperti Laucosotic mesenterides, Pediococccus cerevisiae dan Lactobacillus plantarum berkembang. Beberapa jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang dalam fermentasi.

6. Penyaringan

Setelah masa fermentsi tersebut, saluran cairan pada bagian wadah dibuka, dan ciran yang keluar ditampung melalui kain saring (2 lapis). Penyaringan berfungsi agar mendapatkan kecap ikan yang jernih bebas dari ampas dan kotoran lainnya.

(21)

7. Penyiapan Bumbu ·- Kecap Asin

 Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram jahe).

 Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).

 Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20 gram kayu manis).  Bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan diberi tali dari

benang katun yang kuat. ·- Kecap Manis

 Gula merah diiris-iris, dan digiling sampai halus (tiap liter kecap membutuhkan 500 gram gula merah).

 Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram jahe).

 Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).

 Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20 gram kayu manis).  Gula merah dan bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan diberi

tali dari benang katun yang kuat. 8. Pembumbuan dan Pemasakan · - Kecap Asin

Cairan kecap (yang nomor 1 atau nomor 2) ditambahkan dengan air (tiap liter cairan kecap ditambah dengan 0,5 liter air). Cairan direbus sampai mendidih. Setelah itu api dikecilkan sekedar menjaga agar cairan tetap mendidih. Bumbu kecap asin yang telah dibungkus diatas dicelupkan ke dalam cairan yang mendidih dan diaduk-aduk terus menerus selama 15 menit. Kecap yang dihasilkan adalah kecap asin. Ketika masih panas, kecap asin ini disaring dengan 2 lapis kain saring.

· - Kecap Manis

Cairan kecap (yang nomor 1 atau nomor 2) ditambahkan dengan air (tiap liter cairan kecap ditambah dengan 0,5 liter air). Cairan direbus sampai mendidih. Setelah itu api dikecilkan sekedar menjaga agar cairan tetap mendidih. Bumbu kecap manis yang telah dibungkus diatas dicelupkan ke dalam cairan yang mendidih dan diaduk-aduk terus menerus selama 15 menit. Kecap yang dihasilkan adalah kecap manis. Ketika masih panas, kecap manis ini disaring dengan 2 lapis kain saring.

Pemasakan pada 95-100℃ dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas dapat larut dalam air perebus, sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100℃. Pemanasan yang berlebihan (di atas 90℃ secara berulang-ulang) dapat menyebabkan pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam amino, terutama lisin. 9. Pembotolan dan pasterisasi

Kecap yang masih panas segera dimasukkan ke dalam botol, kemudian ditutup rapat dan diberi label. Proses pasterisasidapat dilakukan dengan cara pemanasan botol.

(22)

Pasterisasi berfungsi untuk membunuh kuman atau bakteri dari luar yang dapat merusak kualitas kecap ikan.

4.2 Kelebihan dan Kekurangan Froses Fermentasi Tradisional a. Kelebihan :

Pembuatan kecap ikan secara fermentasi spontan memiliki beberapa kelebihan yaitu :  nilai ekonomisnya tinggi,

 proses pengolahannya mudah dan murah,

 bahan baku yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan sehingga dapat menggunakan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah,

 daya simpan lama,

 memiliki cita rasa dan aroma yang enak. c. Kekurangan

Kekurangannya adalah waktu fermentasi yang relatif lama yaitu 4-12 bulan.

(23)

4.4 Alternatif Lain Pembuatan Kecap Ikan

Pembuatan kecap ikan secara tradisional relatif memerlukan waktu yang panjang. Mikroorganisme penghasil enzim protease memerlukan waktu adaptasi yang cukup lama untuk dapat hidup dalam keadaan lingkungan berkadar garam tinggi dan kondisi abnormal lainnya.

Cara pembuatan kecap ikan tidak selalu sama. Masing-masing mempunyai cara ters endiri tergantung selera, kebiasaan serta ketrampilan si pembuat. Oleh karena itu kualitas produk yang dihasilkan juga berbeda-beda. Selain secara fermentasi dengan penambahan garam, kecap ikan dapat dibuat dengan cara hidrolisis enzimatis. Penambahan enzim pada pembuatan kecap ikan berfungsi untuk mempercepat hidrolisis protein.

Rekayasa penambahan enzim proteolitik sebelum fermentasi dapat mempersingkat waktu pembuatan kecap ikan. Dalam hal ini tidak diperlukan lagi waktu adaptasi mikroorganisme untuk menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis protein.

Mahalnya harga enzim proteolitik yang murni menjadi kendala untuk menghasilkan kecap ikan yang cepat, mudah dan murah. Namun dengan memanfaatkan getah pepaya dan ekstrak buah nenas sudah dapat menggantikan peran enzim proteolitik yang murni tadi.

Dalam getah buah pepaya terdapat enzim proteolitik yang sering disebut papain. Papain ini memiliki kapasitas yang tinggi untuk menghidrolisis protein. Dalam industri makanan, papain sudah cukup banyak digunakan antara lain untuk mempertahankan kes

(24)

egaran bir, pelunakan daging dan menghilangkan protein pada makanan. sedangkan buah nenas, khususnya nenas muda juga terdapat enzim proteolitik lain yaitu bromelin. Kemampuannya dalam menghidrolisis protein juga tidak jauh berbeda dari papain.

Namun masalahnya, kecap ikan yang dihasilkan memiliki aroma dan warna yang jauh berbeda dari kecap ikan yang dibuat secara tradisional, walaupun kandungan gizinya tidak jauh berbeda.

4.5 Fungsi

Kecap ikan memiliki banyak kandungan gizi karena merupakan bahan makanan yang difermentasi. Proses fermentasi yang dialami oleh kecap ikan membuatnya memiliki kandungan nitrogen organik, amino, sodium klorida, metil keton yang tinggi, histamin serta asam amino. Beberapa kandungan gizi di dalam kecap ikan mirip seperti yang ada dalam keju, karena keduanya sama-sama produk fermentasi alami.

Sebagai bahan masakan, kecap ikan sangat membantu para koki dalam menghidangkan berbagai masakan yang memerlukan celupan seperti aneka sea food atau makanan Jepang. Kecap ikan juga sudah banyak diaplikasikan pada masakan-masakan khas nusantara seperti oseng, sambal petis, dan sebagainya.

4.6 perbandingan produk kecap ikan dan SNI

Bila di bandingkan kecap ikan dengan ketetapan SNI dapat kita lihar dari proses pembuatan kecap ikan sudah memenuhi persiaratan karna pembuatan kecap ikan telah di uji secara Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yaitu suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya maslah yang didassar atas identifikasi titik-titik kritis didalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk menejemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventif) yang dianggap dapat memberi jaminan dengan menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Maka dari itu kecap ikan telah tercantum dalam SNI Tahun 1999, yang mengatakan bahwa kecap adalah produk cair yang diproleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) dengan atau tanpa penambahan bahatya bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

(25)

BAB V KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme yaitu proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Hampir di setiap Negara Asia terdapat produksi kecap ikan dengan proses pengolahan yang sebagian besar menggunakan fermentasi spontan. Alat dan bahan yang digunakan pada proses fermentasi ini cukup terjangkau yaitu berbahan berupa ikan dari berbagai jenis ikan dan alat berupa fermentor yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Secara umum proses pengolahan kecap ikan adalah dengan menggarami ikan yang telah dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat selama 3 sampai beberapa bulan. Selanjutnya cairan yang dihasilkan disaring untuk mendapatkan kecap ikan bebas ampas, kemudian dilakukan proses pemasakan dan pemberian bumbu, lalu dikemas dalam botol steril dan dipasteurisasi

Pembuatan kecap ikan secara fermentasi dengan tradisional memiliki beberapa kelebihan yaitu nilai ekonomisnya tinggi, proses pengolahannya mudah dan murah, bahan baku yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan sehingga dapat menggunakan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah, daya simpan lama, memiliki cita rasa dan aroma yang enak. Tetapi memiliki kekurangannya adalah waktu fermentasi yang relatif lama yaitu 4-12 bulan.

Selain dari proses fermentasi spontan secara tradisional yang memerlukan waktu lama adapun cara lain yaitu menggunkan enzim yang berasal dari getah papaya yang nantinya akan membantu mempercepat hidrolisis protein yang terkandung dalam ikan.

4.2 Saran

Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu dengan tujuan untuk meningkatkan cita rasa

(26)

makanan (Cahyadi, 2007). Sedangkan menurut SNI tahun 1999, kecap adalah produk cair yang diproleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) dengan atau tanpa penambahan bahatya bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Namun untuk mendapakan SNI di perlukan HACCP maka Dari itu dalam penanganan harus benar benar dilakukan secaara hegenis

DAFTAR PUSTAKA

Anonim . 2012. Bioteknologi. [online]. Tersedia pada: www.wikipedia.com [diakses pada 30 Mei 2012]

Anonim . 2012. Kecap Ikan. [online]. Tersedia pada: www.wikipedia.com [diakses pada 4 Juni 2012]

Anonim. 2009. Pembuatan Kecap Ikan. [online]. Tersedia pada: http://bisnisukm.com/ [diakses pada 8 Juni 2012]

Apriyanto,Eddy. 2009. Kecap Ikan. [online]. Tersedia pada :

http://mikrobiologipangan.blogspot.com/ [diakses pada 4 Juni 2012]

Pujaningsih, Retno. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan. Laporan dalam bentuk Pdf. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNDIP Semadi, Nyoman. Keanekaragaman Produk Olahan Hasil Perikanan. Laporan dalam bentuk Pdf. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

Tarwiyah, Kemal. 2011. Kecap Ikan. Artikel dalam bentuk Pdf. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat

Thai Industrial Standard Institute. Ministry of Industry. 2008. Thai Industrial Standard for Local Fish Sauce

Shimoda, Gram, L., and Huss, H.H., 1996. Microbial spoilage of fish and fish products.Inter. J. Food Microbiol. 33, 121- 137.

Rahayu, W.P., Ma'oen, S., Suliantari dan Fardiaz, S. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. PAU Pangan dan Gizi. IPB.Bogor.

(27)

Sastra, W. 2008. Fermentasi Rusip. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

BadanStandarisasi Nasional. 1994. Kumpulan Standar Metode Pengujian Mutu Hasil Perikanan Tentang Petunjuk Pengujian Organoleptik (SNI 01-2729-1992 dan SNI 01-2717-1992). Direktorat Bina Usaha

Tani dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta. 1996. SNI-01-4271- 1996. Kecap Ikan. Jakarta.

Lampiran :

Gambar 3. Persiapan bumbu-bumbu

(28)

Gambar 5. Penyaringan bumbu yang sudah dihancurkan

Gambar 6. Persiapan gula aren

(29)

Gambar 8. Pemasaka ikan dan cumcu serta pemasakan gula aren

Gamabr 9. Pemerasan dan penyaringan cairan hancuran daging ikan dan bumbu

(30)

Gambar 11. Persipan pemasakan kaldu ikan/bumbu dalam larutan gula aren

Gambar 11. Pembotolan kecap

(31)

Gambar

Tabel 1.  Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan
Gambar 2   Diagram Alir Pembuatan Kecap Ikan  3.4 Penerapan HACCP
Gambar 3. Persiapan bumbu-bumbu
Gambar 6. Persiapan gula aren
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisa kadar Nitrogen terlarut kecap ikan, diperoleh hasil bahwa kadar Nitrogen terlarut sangat nyata dipengaruhi oleh, jenis enzim penghidrolisa, jenis kultur

Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Perbedaan Jenis Viscera Ikan sebagai Bahan Baku dan Penambahan Enzim Tripsin terhadap Mutu Kecap Ikan, maka dapat diambil

Pengaruh Penambahan Moromi, Enzim Papain dan Lama Fermentasi terhadap mutu kecap ikan dari ekstraksi ikan tuna.. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol 1,

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh konsentrasi enzim papain dan lama fermentasi terhadap kualitas kecap ikan dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan garam 20%

Penelitian pembuatan pakan dari bahan ampas kecap dan kotoran ayam bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada pertambahan berat, panjang dan laju pertumbuhan

Kecap inggris (worcestershire sauce atau worcester sauce) adalah saus berbentuk cairan encer berwarna gelap dengan rasa sedikit asin dan aroma yang harum. Kecap inggris dibuat

Hidrolisis komponen kompleks kedelai oleh jamur atau lebih sering disebut fermentasi kedelai merupakan tahap yang penting dalam pembuatan kecap, taucho serta

Jika dibandingkan dengan kecap ikan komersial dari Thailand menurut hasil penelitian Uchida et al., (2005) kecap ikan komersial Fujian 188 mgN/100g maka nilai TVBN kecap ikan