• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

1.1 Kajian Teori 1.1.2 Konsep Belajar

Pada dasarnya, pengertian belajar memiliki hakikat yang sama di antara beberapa pendapat para ahli, yaitu terjadinya perubahan dalam tingkah laku. Namun demikian, untuk menambah wawasan mengenai konsep belajar, berikut ini disampaikan berbagai definisi yang dikutip dari Sardiman (2011: 20), yaitu (a) belajar ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Cronbach); (b) belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengarkan, mengikuti perintah (Harold Spears); dan (c) belajar merupakan perubahan dalam performans sebagai akibat dari latihan (Geoch).

Slameto (dalam Uno dan Mohamad, 2011: 139-140) mengatakan bahwa belajar merupakan proses usaha yang dilakukan oleh setiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Witherington (dalam Suyono dan Hariyanto, 2011: 11) mengartikan belajar sebagai perubahan kepribadian yang direalisasikan sebagai pola-pola respon baru dalam bentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka konsep belajar berorientasi pada satu tujuan, yaitu perubahan yang terjadi pada diri seseorang dan perubahan itu selalu berintegrasi dengan keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan yang dimilikinya.

(2)

Ahli pendidikan modern, Hamalik (1983: 21) berpendapat bahwa belajar adalah “suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.” Beliau memandang bahwa akan terjadi beberapa perubahan jasmani maupun rohani pada diri seseorang setelah belajar. Sadirman (2011: 29) mengemukakan batasan belajar sebagai “suatu proses interaksi antara diri manusia (id – ego – super ego) dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep, ataupun teori”. Dalam hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi dalam belajar merupakan proses internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar dan dilakukan secara aktif, dengan segenap keterlibatan peran dari panca indera.

Selanjutnya, Thorndike (dalam Uno, Sofyan, dan Atmowidjojo, 2004: 11) menyatakan bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan) dan respon (yang mungkin dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan) yang diwujudkan dalam bentuk sesuatu yang konkret (dapat diamati) atau yang non-konkret (tidak bisa diamati). Memperhatikan definisi tersebut, belajar dapat dikatakan pula sebagai suatu proses di mana siswa memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap.

Berbeda dengan padangan di atas, Hilgard (dalam Suyono dan Hariyanto, 2011: 12) berpendapat bahwa belajar suatu proses di mana suatu perilaku muncul dan berubah karena adanya respon terhadap situasi. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa yang bukan semata-mata diakibatkan oleh hasil latihan, akan tetapi terjadi karena

(3)

aktivitas yang melibatkan prosedur pembelajaran yang dilakukan dalam lingkungan belajar tertentu.

Selanjutnya, Rusman (2011: 1) menambahkan bahwa belajar merupakan proses yang diarahkan pada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Dengan kata lain, belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Sejalan dengan pendapat ini, Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala, 2010: 13) menjelaskan bahwa belajar adalah tindakan dan perilaku siswa yang kompleks sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Dengan kata lain, siswa merupakan penentu berhasil atau tidaknya suatu proses belajar. Hilgard dan Bower (dalam Sagala, 2010: 51) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif permanen dan yang merupakan hasil proses pembelajaran bukan disebabkan oleh adanya proses kedewasaan.

Suyono dan Hariyanto (2011: 9) mengemukakan bahwa belajar sebagai suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan memperkuat kepribadian. Makmun (dalam Sagala, 2010: 51) menambahkan bahwa perubahan dalam konteks belajar dapat bersifat fungsional atau struktural, material, dan behavioral, serta keseluruhan pribadi. Jika diterapkan dalam pembelajaran sejarah, belajar dapat berupa penambahan pengetahuan, perilaku, dan sikap tentang tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu.

(4)

Mengacu pada pengertian belajar di atas, jelas bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan setiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menerap, baik yang diamati maupun tidak diamati secara langsung sebagai hasil latihan dan/atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan. Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa belajar ditandai oleh indikator-indikator perubahan, yaitu (a) tingkah laku, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, (b) tingkah laku tersebut mengarah pada perubahan yang lebih baik, (c) tingkah laku mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, (d) terjadi melalui latihan dan/atau pengalaman, (e) tingkah laku tersebut menjadi sesuatu yang menetap, (f) belajar terjadi dalam kurun waktu tertentu dan berlangsung lama, dan (g) belajar terjadi karena adanya interaksi dan berlangsung lama.

2.1.2 Konsep Aktivitas

Aktivitas secara sederhana diartikan sebagai “kegiatan/keaktifan”. Dengan demikian, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan yang melibatkan fisik maupun non-fisik merupakan suatu aktivitas. Ungkapan lain dinyatakan oleh Nasution (1987: 23) bahwa aktivitas sebagai keaktifan jasmani dan rohani dan kedua-keduanya memiliki hubungan yang erat. Secara leksikal, Moeliono (1990: 17) memberikan batasan aktivitas sebagai kegiatan atau kesibukan; kerja atau salah satu kesibukan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian. Jika pengertian di atas dihubungan dengan proses pembelajaran, maka aktivitas dapat bermakna sebagai kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran dan kegiatan siswa melakukan aktivitas belajar.

(5)

Aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran sebaiknya proporsinya lebih banyak dibandingkan dengan aktivitas guru. Hal ini sesuai dengan konsep pembelajaran berorientasi pada siswa (students-centered teaching). Artinya, segala kegiatan di kelas lebih banyak mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh siswa, baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Tugas guru sebaiknya lebih diarahkan pada pemberian bimbingan dan arahan kepada siswa untuk belajar sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh guru dalam mata pelajaran tertentu dapat terwujud.

1.1.3 Konsep Aktivitas Belajar

Proses belajar tidak terlepas dari berbagai aktivitas. Sebagai contoh, orang yang belajar tidak pernah terlihat tanpa melibatkan aktivitas raga dan situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa saja dalam rangka belajar. Situasi inilah bahkan dianggap dapat mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar yang akan dilakukan selanjutnya. Setiap situasi di manapun dan kapanpun memberikan kesempatan belajar kepada seseorang. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman (2011: 96) bahawa belajar pada prinsipnya adalah berbuat. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar.

Aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, sehingga para ahli membuat beberapa klasifikasi. Hamalik (2011: 101-102) mengklasifikasikan aktivitas belajar atas delapan kelompok, yaitu:

(6)

a. Aktivitas visual, meliputi: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja, bermain, dan sebagainya.

b. Aktivitas lisan, meliputi: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, interupsi, dan sebagainya.

c. Aktivitas mendengarkan, contohnya mendengarkan penyajian bahan, percakapan atau diskusi kelompok, musik, radio, pidato, dan lain sebagainya. d. Aktivitas menulis, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,

menyalin, membuat rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket, dan sebagainya.

e. Aktivitas menggambar, misalnya menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan sebagainya.

f. Aktivitas motorik, misalnya melakukan percobaan, memilih alat-alat, bermain peran, melaksanakan pameran, dan sebagainya.

g. Aktivitas mental, menaggapi, merenung, mengingat, memecahkan masalah atau soal, menganalisis, mengambil keputusan, dan sebagainya. h. Aktivitas emosional, misalnya menaruh minat, membedakan, gembira,

bersemangat, bergairah, gugup, berani, tenang, dan lain-lain.

Lain halnya dengan Whipple (dalam Hamalik, 2011: 173-175) yang membagi aktivitas siswa ke dalam tujuh jenis, yaitu (a) bekerja dengan alat-alat visual, (b) ekskursi dan trip, (c) mempelajari masalah-masalah, (d) mengapresiasi

(7)

literatur, (e) ilustrasi dan konstruksi, (f) bekerja menyajikan informasi, dan (g) cek dan tes. Ketujuh jenis aktivitas tersebut dijabarkan sebagai berikut.

Aktivitas bekerja dengan alat-alat visual meliputi kegiatan: mengumpulkan gambar-gambar dan bahan-bahan ilustrasi lainnya, mempelajari gambar-gambar, streograf slide film, mendengarkan penjelasan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melakukan pameran, mencatat pertanyaan-pertanyaan yang menarik minat, sambil mengamati bahan-bahan visual, memilih alat-alat visual ketika memberikan laporan lisan, menyusun pameran, menulis tabel, mengatur file material dan sebagainya.

Aktivitas ekskursi dan trip meliputi kegiatan: mengunjungi meseum, akuarium, dan kebun binatang, mengundang lembaga atau jawatan yang dapat memberikan keterangan dan bahan, menyaksikan demonstrasi, dan sebagainya.

Aktivitas mempelajari masalah-masalah yang meliputi kegiatan: mencari informasi dalam menjawab pertanyaan penting, mempelajari ensiklopedi dan referensi, membawa buku-buku dari rumah dan perpustakaan umum, mengirim surat kepada badan-badan bisnis untuk memperoleh informasi, melaksanakan petunjuk yang diberikan guru, membuat catatan-catatan sebagai persiapan diskusi dan laporan, menafsirkan peta, menentukan lokasi, melakukan eksperimen, menilai informasi dari berbagai sumber, menentukan kebenaran atas pertanyaan yang bertentangan, mengorganisasikan bahan bacaan sebagai persiapan diskusi atau laporan, mempersiapkan dan memberikan laporan lisan yang menarik dan bersifat informatif, membuat rangkuman, menulis laporan, mempersiapkan daftar

(8)

bacaan yang digunakan dalam belajar, memahami bahan ajar untuk menyusun subjek yang menarik untuk kajian lebih lanjut, dan sebagainya.

Aktivitas mengapresiasi literatur meliputi kegiatan, yaitu membaca cerita-cerita menarik, mendengarkan bacaan untuk kesenangan dan informasi. Aktivitas ilustrasi dan konstruksi meliputi kegiatan, yaitu membuat diagram, menggambar dan membuat peta, membuat poster, membuat ilustrasi dan diagram, menyusun rencana permainan, membuat sebuah lukisan atau majalah dinding, membuat artikel untuk pameran, dan sebagainya.

Aktivitas bekerja menyajikan informasi meliputi kegiatan, antara lain: menyarankan cara penyajian informasi yang menarik, mengedit bahan-bahan dalam buku, menyusun papan buletin secara periodik, merencanakan dan melaksanakan suatu program bersama, dan menulis dan menyajikan dramatisasi.

Aktivitas cek dan tes meliputi kegiatan antara lain: membuat tes informal dan tes standar, menyiapkan tes untuk siswa lain, menyusun grafik perkembangan, dan sebagainya.

Djamarah (2011: 38-45) mengklasifikasi aktivitas belajar, antara lain sebagai berikut.

a. Mendengarkan.

Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar siswa di sekolah. Ketika seorang guru menjelaskan sebuah materi ajar, maka siswa diharuskan mendengarkan penjelasan tersebut. Dalam hal ini, siswa dituntut bukan hanya menjadi pendengar yang baik, tetapi juga memahami materi ajar yang sedang

(9)

diajarkan. Di sela-sela mendengarkan penjelasan guru, ada aktivitas siswa mencatat materi-materi yang dianggap penting.

Ketika mendengarkan penjelasan guru, siswa diharapkan tidak mengganggu jalannya kegiatan tersebut. Adanya gangguan selama pembelajaran, tidak hanya mengganggu konsentrasi guru dalam menyampaikan materi, tetapi juga konsentrasi siswa dalam belajar. Terkadang gangguan-gangguan dalam belajar seringkali terjadi dan sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, guru sebaiknya memperkecil peluang terjadinya gangguan-gangguan dalam belajar tersebut.

Aktivitas mendengarkan memang bukan satu-satunya aktivitas belajar karena ada siswa yang memiliki gangguan pendengaran tidak dapat belajar melalui aktivitas mendengarkan. Mereka hanya dapat melakukan aktivitas melalui visual atau penglihatan. Akan tetapi, aktivitas mendengarkan merupakan aktivitas belajar telah diakui kebenarannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan formal maupun non-formal. Inilah nilai strategi aktivitas mendengarkan dalam belajar.

b. Memandang

Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas ini termasuk dalam kategori aktivitas belajar. Sebagai contoh, siswa memandang papan tulis yang berisikan tulisan yang ditulis oleh guru di kelas. Ketika siswa memandang tulisan tersebut, maka timbul berbagai kesan dan selanjutnya tersimpan dalam benak siswa.

Sekolah merupakan suatu lingkungan pendidikan yang berfungsi untuk tujuan perubahan tingkah laku siswa yang relatif permanen. Memandang semua

(10)

lingkungan sekolah itu sama halnya dengan belajar untuk membentuk kepribadian siswa. namun, tidak semua aktivitas tersebut berarti belajar. Aktivitas memandang dalam arti belajar merupakan aktivitas yang bertujuan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif karena aktivitas memandang tanpa tujuan bukan termasuk perbuatan belajar.

c. Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap

Aktivitas meraba, membau dan mengecap adalah indera manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya, aktivitas ini dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Akan tetapi, aktivitas tersebut harus mengacu pada satu tujuan. Dengan demikian, aktivitas meraba dapat dikatakan belajar jika didorong oleh kebutuhan dan motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.

d. Menulis dan mencatat

Menulis dan mencatat adalah kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Dalam pendidikan tradisional, aktivitas ini sering dilakukan. Meskipun pada waktu tertentu, siswa harus mendengarkan penjelasan guru di kelas, namun ia tidak bisa mengabaikan masalah mencatat materi yang dianggap penting. Setiap siswa mempunyai cara tertentu dalam mencatat pelajaran. Demikian pula dalam memilih hal-hal penting untuk dicatat. Hal-hal yang dicatat siswa mengenai penjelasan guru tentunya berbeda-beda, tergantung pengetahuan, wawasan, daya tangkap serta pemahaman.

(11)

Tidak semua aktivitas mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang bersifat menurut, menjiplak atau mengcopy tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat dikatakan sebagai aktivitas belajar jika siswa menyadari kebutuhan dan tujuannya serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu bermanfaat baginya dalam mencapai tujuan belajar. Dalam mencatat, tidak sekedar mencatat. Tetapi mencatat yang dapat menunjang tujuan belajar. Oleh karena itu, siswa tidak seharusnya membuat catatan sembarangan, sebab dapat mendatangkan kerugian material dan pemikiran. Catatan sangat berguna bagi siswa untuk menampung sejumlah informasi mengenai bahan ajar yang tidak hanya bersifat fakta melainkan juga hasil analisis dari bahan ajar atau bahan bacaan.

e. Membaca

Aktivitas membaca merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan siswa selama belajar di sekolah. Membaca tidak hanya melalui sumber buku saja, tetapi juga dari sumber-sumber lain seperti majalah, koran, tabloid, jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kebutuhan belajar. Jika belajar bertujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju ke pintu ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, tidak ada jalan lain memperoleh ilmu pengetahuan selain membaca sebab membaca identik dengan mencari ilmu pengetahuan agar menjadi cerdas.

Setiap siswa memiliki perbedaan cara dan teknik dalam membaca. Oleh karena itu, belajar dapat dikatakan sebagai suatu seni. Ada orang yang membaca buku sambil tidur dapat belajar dengan baik.

(12)

f. Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi

Banyak siswa yang merasa terbantu dalam belajar dengan menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan sangat membantu siswa dalam mengingat dan mencari kembali materi dalam buku di masa yang akan datang. Untuk keperluan belajar yang intensif sesungguhnya membuat ikhtisar tidaklah cukup. Sementara membaca pada hal-hal yang penting dalam materi ajar perlu digarisbawahi. Hal ini sangat membantu siswa untuk menemukan kembali materi itu di kemudian hari jika diperlukan.

g. Menyusun paper atau kertas kerja

Aktivitas menyusun paper berkaitan erat dengan masalah tulis-menulis. Aktivitas ini berkaitan dengan tugas tertentu yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan secara tertulis baik individu maupun kelompok. Melakukan aktivitas tersebut tidaklah mudah sebab siswa harus mengetahui prosedur ilmiah mengenai penulisan paper secara metodologis dan sistematis. Metodologis, artinya menggunakan metode tertentu dalam pemaparannya. Sistematis, artinya menggunakan kerangka berfikir yang logis dan kronologis. Jadi, kegiatan menyusun paper termasuk dalam kategori aktivitas belajar.

h. Mengingat

Mengingat merupakan gejala psikologis untuk mengetahui bahwa seseorang sedang mengingat sesuatu, dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya.

Ingatan merupakan kemampuan jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan mengingat kembali (remembering) mengenai hal-hal

(13)

yang telah lalu. Jadi, ingatan memiliki tiga fungsi yaitu: memasukkan, menyimpan dan mengingat kembali ke alam sadar.

Mengingat adalah salah satu aktivitas belajar. Tak satupun siswa yang tidak pernah mengingat dalam belajar, kecuali ia yang mengalami gangguan jiwa. Aktivitas mengingat jelas terlihat ketika siswa sedang menghafal materi ajar berupa konsep, dalil, kaidah, konsep, fakta pengertian, dan sebagainya.

i. Berpikir

Berfikir termasuk aktivitas belajar. Melalui berfikir siswa akan memperoleh hal-hal baru sekurang-kurangnya mengetahui hubungan antar sesuatu. Berfikir memiliki taraf tertentu dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

j. Latihan atau praktek.

Konsep learning by doing merupakan konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat termasuk dalam latihan. Latihan merupakan cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Misalnya, siswa yang mempelajari konsep-konsep sejarah. Kemungkinan besar konsep-konsep itu akan mudah terlupakan jika tidak didukung dengan latihan-latihan menjawab soal. Melalui latihan yang cukup, maka kesan yang akan diterima siswa lebih fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat menunjang belajar yang optimal.

Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa aktivitas siswa di kelas atau di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Apabila aktivitas-aktivitas tersebut dilaksanakan dengan baik, maka sekolah atau kelas akan terlihat lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat kegiatan yang maksimal dan

(14)

bahkan akan memperlancar peranannya sebagai pusat pendidikan. Peran dari seorang guru dituntut pula untuk merencanakan aktivitas siswa yang bervariasi dalam proses belajar mengajar.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada 5 (lima) indikator mengenai aktivitas belajar siswa yang akan difokuskan pada penelitian ini, yaitu (a) aktivitas visual, (b) aktivitas lisan, (c) aktivitas mendengarkan, (d) aktivitas menulis, dan (e) aktivitas membaca.

Selanjutnya, Uno dan Mohamad (2011: 34-36) mengemukakan beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang aktivitas belajar siswa sebagai berikut.

Pertama, stimulus belajar. Prinsip pertama ini hendaknya benar-benar dapat mengkomunikasikan informasi atau pesan yang hendak disampaikan guru kepada siswa. Pemahaman siswa terhadap informasi tersebut akan menjadi lebih baik apabila ditempuh dengan cara: mengulang atau pengulangan dan menyebutkan kembali pesan yang disampaikan guru.

Kedua, perhatian dan motivasi. Stimulus belajar yang diberikan oleh guru bukan berarti perhatian dan motivasi dari siswa tidak diperlukan lagi. Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan perhatian dan motivasi, antara lain: menggunakan cara belajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, dan memberikan stimulus baru, misalnya pertanyaan.

Ketiga, respon yang dipelajari. Respons siswa terhadap stimulus guru dapat berupa perhatian, proses internal terhadap informasi ataupun tindakan nyata dalam bentuk partisipasi dan minat siswa saat mengikuti kegiatan belajar.

(15)

Keempat, penguatan. Setiap tingkah laku yang diikuti perasaan kepuasan terhadap kebutuhan siswa cenderung untuk diulang kembali. Sumber penguat belajar untuk pemuasan kebutuhan yang berasal dari luar dan dalam dirinya. Penguatan dari luar seperti nilai, ganjaran, hadiah, dan lain-lain. Sedangkan penguatan dari dalam diri bisa terjadi apabila respons yang dilakukan oleh siswa benar-benar memuaskan dirinya dan sesuai kebutuhan.

Kelima, pemakaian dan pemindahan. Penyampaian informasi dalam jumlahnya tidak terbatas sebaiknya dilakukan melalui pengaturan dan penempatan informasi sehingga dapat digunakan apabila diperlukan kembali. Pengingatan kembali informasi yang telah diperoleh cenderung terjadi apabila digunakan dalam situasi serupa.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka aktivitas belajar yang dimaksud adalah: mendengarkan penjelasan guru, mencatat hal-hal yang dianggap penting, berdiskusi, keberanian untuk bertanya, serta keberanian mengajukan pendapat, kritik dan saran.

Selanjutnya, Agung (2010: 40-41) menyebutkan beberapa hal di bawah ini yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan aktivitas belajar siswa.

a. Mengkaji dan menentukan bahan ajar dan tujuan pembelajaran yang memerlukan keaktifan siswa.

b. Merancang bentuk aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran.

c. Merancang suasana tanya jawab (diskusi) berkenaan dengan bahan atau materi ajar.

(16)

d. Merancang tugas mencari dan membaca materi pelajaran dari sumber-sumber yang relevan secara individu ataupun kelompok, serta meminta siswa untuk merangkum dan mencatat hal-hal yang kurang jelas untuk dipecahkan bersama-sama.

e. Merancang bentuk metode dan menyediakan media pembelajaran yang dapat membangkitkan keaktifan belajar siswa.

1.1.4 Hakikat Pelajaran Sejarah di SMA

Pelajaran sejarah merupakan salah satu rumpun mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Martorella (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 14) mengatakan bahwa pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek ‘pendidikan’ daripada ‘transfer konsep’ karena dalam pendidikan IPS, siswa diharapkan dapat memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimiliki. Tujuan dari pendidikan IPS menurut Solihatin dan Raharjo (2008: 15) adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu. Terkait dengan pendidikan di sekolah dasar hingga sekolah menengah, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung

(17)

nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian siswa (Permendiknas No. 22 tahun 2006, 2006: 523).

Mata pelajaran sejarah telah diberikan pada tingkat pendidikan dasar sebagai bagian integral dari mata pelajaran IPS, sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri. Mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Materi sejarah: (a) mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian siswa; (b) memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan; (c) menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa; (d) sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup (Depdiknas, 2009: 523).

Mata Pelajaran Sejarah (memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Sejarah terkait dengan masa lampau. Masa lampau berisi peristiwa, dan setiap peristiwa sejarah hanya terjadi sekali. Jadi, sejarah adalah

(18)

pembelajaran peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang telah terjadi. Sementara materi pokok pembelajaran sejarah adalah produk masa kini berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada. Oleh karena itu, proses pembelajaran sejarah harus lebih cermat, kritis, berdasarkan sumber-sumber dan tidak memihak kehendak sendiri dan kehendak pihak-pihak tertentu.

b. Sejarah bersifat kronologis. Artinya, mengorganisasikan materi pokok pembelajaran sejarah haruslah didasarkan pada urutan kronologis perisitiwa sejarah.

c. Sejarah memiliki tiga unsur penting, yaitu manusia, ruang, dan waktu. Dengan demikian, pengembangan pembelajaran sejarah harus selalu diingat siapa pelaku peristiwa sejarah, di mana dan kapan.

d. Prespektif waktu merupakan dimensi yang sangat penting dalam sejarah. Sekalipun sejarah itu erat kaitannya dengan waktu lampau, tetapi waktu lampau itu terus berkesinambungan sehingga prespektif sejarah, ada waktu lampau, kini, dan yang akan datang.

e. Sejarah memiliki prinsip sebab-akibat dalam merangkai fakta yang satu dengan fakta yang lain. Artinya dalam menjelaskan peristiwa sejarah yang satu dengan peristiwa yang sejarah yang lain perlu mengingat prinsip sebab-akibat, di mana perisitiwa yang satu diakibatkan oleh peristiwa sejarah yang lain dan peristiwa yang satu akan menjadi sebab peristiwa sejarah berikutnya.

(19)

f. Sejarah pada hakikatnya adalah suatu peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, agama, keyakinan. Oleh karena itu, pemahaman sejarah haruslah dilakukan dengan menggunakan pendekatan multidimensional, sehingga dalam pengembangan materi pokok dan uraian materi pokok untuk setiap topik/pokok bahasan harus memperhatikan berbagai aspek.

g. Pelajaran sejarah di SMA adalah mata pelajaran yang mengkaji permasalahan dan perkembangan masyarakat dari masa lampau sampai masa kini, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.

h. Pembelajaran sejarah di sekolah, termasuk di SMA, dilihat dari tujuan dan penggunaannya dapat dibedakan atas sejarah empiris dan sejarah normatif. Sejarah empiris menyajikan substansi kesejarahan yang bersifat akademis (untuk tujuan yang bersifat ilmiah). Sejarah normatif menyajikan substansi kesejarahan yang dipilih menurut ukuran nilai dan makna sesuai dengan tujuan yang bersifat normatif sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, pelajaran sejarah di sekolah paling tidak mengandung dua misi, yaitu (a) untuk pendidikan intektual dan (b) pendidikan nilai, pendidikan kemanusiaan, pendidikan pembinaan moralitas, jati diri, nasionalisme, dan identitas bangsa.

i. Pendidikan sejarah di SMA lebih menekankan pada perspektif kritis-logis dengan pendekatan historis-sosiokritis-logis (Depdiknas, 2006: viii).

(20)

1.2 Hasil Belajar

Salah satu kegiatan guru dalam proses pembelajaran sejarah adalah melakukan evaluasi atau penilaian. Evaluasi merupakan salah satu sarana penting untuk menilai keberhasilan proses pembelajaran melalui penilaian pencapaian kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran (Depdiknas, 2009: 6).

Evaluasi hasil akhir dari pembelajaran sejarah bertujuan untuk memperoleh hasil belajar yang diharapkan dari siswa setelah melalui kegiatan belajar tertentu. Hal ini ditegaskan oleh Suprijono (2001: 5) bahwa hasil belajar merupakan pola, nilai, pengertian, sikap, apresiasi dan keterampilan. Gagne (dalam Suprijono, 2001: 5-6) menjabarkan lima pengertian hasil belajar berikut ini.

a. Hasil belajar sebagai informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

b. Hasil belajar sebagai keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan tersebut meliputi kemampuan mengategorisasi, kemampuan analisis sintesis, fakta, konsep, dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

(21)

c. Hasil belajar sebagai strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. d. Hasil belajar sebagai keterampilan motorik, yaitu kemampuan

melakukan rangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud gerak jasmani secara otomatis.

e. Hasil belajar sebagai sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap dapat berupa kemampuan menginternalisasi dan mengekstranalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

2.3 Hipotesis

Bertitik tolak dari kajian teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Karakteristik aktivitas belajar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Gorontalo.”

2.4 Kerangka Berpikir

Salah komponen utama dalam proses belajar mengajar adalah siswa. Siswa merupakan objek yang bukan saja menerima dan mendapatkan berbagai informasi atau materi ajar yang diberikan oleh guru, tetapi juga mereka diupayakan dapat memahami dan menerapkan segala informasi yang dibelajarkan. Sikap aktif siswa selama proses pembelajaran tersebut sangat diharapkan oleh seorang guru.

(22)

Secara pribadi, siswa memiliki beraneka ragam kemungkinan potensi yang perlu dikembangkan dalam dirinya, yaitu prinsip aktif. Prinsip aktif yang dimaksud adalah keinginan untuk berbuat dan bekerja, baik secara individual maupun kelompok. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa. Seorang guru perlu mengarahkan tingkah laku siswa ke tingkat perkembangan yang diharapkan selama proses pembelajaran. Di samping itu, guru sebaiknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan berbagai aktivitas sehingga mereka dapat memperoleh berbagai pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang bermakna sehingga nantinya dapat membuahkan perubahan tingkah laku sebagai efek dari pembelajaran. Perubahan tingkah laku yang dimaksud dapat diwujudkan dari hasil belajar.

Ada berbagai aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran sejarah yang dapat dirancang guru, antara lain visual, lisan, mendengarkan, menulis, dan membaca.

Aktivitas visual diwujudkan melalui kegiatan siswa memperhatikan materi ajar yang disampaikan oleh guru, baik melalui penjelasan ataupun penayangan media visual, seperti papan tulis, gambar, ataupun multimedia.

Aktivitas lisan merupakan kegiatan siswa menyampaikan informasi yang telah dipelajari, antara lain dalam dilakukan melalui jawaban lisan atas pertanyaan guru, memberikan pendapat, berdiskusi dan sebagainya.

Aktivitas mendengar berhubungan dengan kegiatan siswa menyimak penjelasan guru.

(23)

Aktivitas menulis berhubungan dengan kegiatan siswa mencatat bahan atau informasi yang diperoleh, baik secara lisan maupun tertulis, menjawab soal-soal latihan ataupun pekerjaan rumah.

Aktivitas membaca merupakan kegiatan siswa mempelajari berbagai sumber-sumber belajar, baik yang diberikan guru melalui buku paket ataupun sumber-sumber relevan lainnya. Jika aktivitas-aktivitas belajar siswa tersebut dipadukan dalam satu program pembelajaran yang efektif, tentunya dapat mencapai tujuan dan hasil belajar yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diilustrasikan kerangka berpikir seperti terlihat pada gambar berikut.

GURU

Materi

SISWA

TUJUAN PEMBELAJARAN HASIL BELAJAR Aktivitas visual Aktivitas lisan Aktivitas mendengarkan Aktivitas menulis Aktivitas membaca

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa semua biaya overhead perusahaan disatukan dalam satu kelompok biaya ( cost pool ), kemudian dialokasikan pada produk dengan

Catatan: PCN yang dilaporkan akan mengindikasikan bahwa suatu pesawat udara dengan nomor klasifikasi pesawat udara [aircraft classification number (ACN)] sama dengan atau

Materi yang digunakan sebagai landasan dalam proyek perhitungan volume material ini meliputi digital elevation model (DEM), DEM dari foto udara, DEM dari LIDAR,

Terdapat materi yang menarik terkait dengan bidang geometri yang mungkin pernah disinggung dalam perkuliahan tapi tidak diangkat dalam bentuk tulisan yaitu mengenai garis dan

Selain itu peneliti memperoleh informasi 2 orang (13,33) yang menyatakan bahwa mereka akan mencari travel “X” setiap kali ingin berpergian, tetapi jika tidak ada kursi

Dengan adanya kemampuan beradaptasi dengan kehidupan kampus, panitia mengharapkan mahasiswa baru nantinya memiliki pribadi dan mental yang baik sehingga tidak

Dari spectrogram pada Gambar 5.5, dapat dilihat bahwa antara suku kata yang satu dengan suku kata yang lain tampak alami, tidak terdapat perbedaan yang sangat signifikan

Perbedaan pola pertumbuhan ikan nilem antar jenis kelamin dalam penelitian ini disebabkan sebagian besar populasi ikan nilem yang tertangkap berukuran dewasa dan