• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Layanan primer merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan. Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Layanan primer merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan. Dalam"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Layanan primer merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan. Dalam deklarasi Alma Ata tahun 1978 WHO menganjurkan setiap negara agar dokter keluarga menjadi pemberi pelayanan kesehatan utama di tingkat pelayanan kesehatan primer (Boelen et al, 2002). Sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), pelayanan kesehatan primer di Indonesia menerapkan pendekatan kedokteran keluarga (Lubis, 2008; Buku Standar Kompetensi Dokter Indonesia, 2012). Model layanan berbasis dokter keluarga semakin mendapat tempat di Indonesia dengan semakin jelasnya arah pengembangannya melalui SKN dan SJSN (Idris, 2006).

Perubahan besar juga terjadi di dunia pendidikan dengan kurikulum berbasis kompetensi yang bertujuan untuk menghasilkan dokter layanan primer dengan pendekatan dokter keluarga (Idris, 2006). Pemahaman ilmu kedokteran keluarga perlu dimiliki oleh lulusan fakultas kedokteran karena ilmu ini digunakan di dunia kerja oleh dokter layanan primer seperti dokter praktik umum, dokter keluarga, dokter perusahaan, dokter Puskesmas, dan dokter layanan primer yang bekerjasama dengan perusahaan asuransi kesehatan .

Institusi pendidikan di seluruh dunia menghadapi tantangan untuk membuat kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat. Awal tahun 1963 WHO merekomendasikan agar setiap fakultas kedokteran memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk berlatih dalam setting keluarga (Boelen et al, 2002). Perhatian ini kembali direfleksikan dengan resolusi World Health Assembly (WHA) pada tahun 1995 menyatakan tentang pentingnya setiap negara mendukung reformasi pendidikan kedokteran dasar untuk meningkatkan kontribusi dokter praktik umum yang berorientasi pada layanan kesehatan primer (Boelen et al, 2002). Beberapa rekomendasi untuk perbaikan pendidikan kedokteran di Asia tenggara adalah tema layanan kesehatan primer harus menjadi figur terdepan dalam kurikulum, pengajaran berbasis komunitas harus dikenalkan lebih dini dan dilanjutkan sepanjang program

(2)

pendidikan, setting pendidikan klinik harus diperluas ke setting yang akan memberi kesempatan mahasiswa mendapatkan pengalaman yang dibutuhkan (Majumder et al, 2004).

Kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik professional, yaitu pengetahuan klinik yang diimplementasikan pada komunitas keluarga (Anies, 2012). Cakupan ilmu kedokteran keluarga cukup luas meliputi manajemen layanan primer, layanan perpusat pada pasien, keterampilan mengelola masalah spesifik, pendekatan yang komprehensif, berorientasi pada komunitas, dan pendekatan yang holistik (Heyrman, 2005), meskipun demikian, pembelajaran kedokteran keluarga dapat dimulai sejak fase awal pendidikan. Berdasarkan systematic review, disimpulkan bahwa pengalaman klinis dini membantu mahasiswa belajar, mengembangkan sikapnya terhadap pendidikan dan praktik di masa depan, serta membuat pembelajaran lebih nyata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Littlewood et.al., 2005; Dornan et.al., 2006).

Kedokteran keluarga dapat diajarkan dalam berbagai metode pembelajaran baik pada setting kampus maupun pada setting komunitas. Pembelajaran dengan metode ceramah kurang efektif dalam hal mengaplikasikan dan mengintegrasikan pengetahuan untuk memecahkan masalah pada situasi nyata (Shreeve, 2008). Penggunaan skenario untuk menanamkan konsep patient centered care pada mahasiswa belum diajarkan sesuai dengan harapan (Claramita, 2011). Beberapa literatur menyebutkan bahwa latihan berbasis komunitas pada kedokteran keluarga dan layanan primer ditetapkan sebagai pengalaman belajar yang sangat baik (Mash dan Villier, 1999).

Sebagian besar masalah kesehatan berada di komunitas, berdasarkan penelitian Green (2001) didapatkan bahwa dari 1000 populasi berrisiko di Amerika, kurang dari 1 orang yang akhirnya masuk ke rumah sakit pendidikan(Green, 2001). Hal ini menggambarkan bahwa pasien di rumah sakit pendidikan sebenarnya

(3)

bukanlah merupakan perwakilan ideal masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Berbagai forum telah mendorong pergeseran layanan kesehatan dan pendidikan profesi kesehatan ke setting komunitas (Kristina, 2005 dikutip dari Schmidt, 1991). implementasi pembelajaran dalam setting komunitas masih banyak menghadapi tantangan. Beberapa hal yang menjadi tantangan adalah waktu pelaksanaan, dana, komitmen staf, dan dukungan dari institusi (Mash dan Villier, 1999; Turner dan Farquhar, 2008).

Masyarakat merupakan wahana potensial untuk pembelajaran bagi mahasiswa fakultas kedokteran tetapi belum sepenuhnya dimanfaatkan. Survey pada fakultas kedokteran di Amerika menunjukkan dari 66 fakultas kedokteran, 15 institusi memberikan pengalaman perawatan di rumah pada mahasiswa tahun pertama dan kedua, 27 institusi memberikan pengalaman tersebut pada fase kepaniteraan, dan 18 institusi hanya memberikan kuliah tentang perawatan di rumah (Steel et al, 1995). Hanya sepertiga fakultas kedokteran di Amerika yang memasukkan layanan rumah dalam kurikulumnya, dan hanya 25% pendidikan residen interna yang memasukkan panggilan rumah (housecall) sebagai pengalaman belajar (Burke dan Smith, 2005).

Kunjungan rumah merupakan bentuk pelayanan kesehatan di mana tenaga kesehatan datang ke rumah pasien dan komunitasnya. Kunjungan rumah dibutuhkan pada pasien yang baru pulang dari perawatan rumah sakit; penyakit kronis atau penyakit kanker; pemberian obat-obatan jangka panjang; depresi, cemas atau perilaku kesehatan lainnya; pasien yang membutuhkan rehabilitasi, atau kesulitan mobilitas (Unwin dan Jerant, 1999; Roane et al, 2002; family centred care.org, 2009).

Selain sebagai salah satu bentuk layanan kesehatan, kunjungan rumah juga merupakan salah satu metode pembelajaran dalam setting komunitas. Pembelajaran berbasis komunitas dan kunjungan rumah memaparkan mahasiswa kepada masalah personal yang tidak didapatkan pada setting kelas dan rumah sakit. Paparan ini akan melibatkan mahasiswa dalam strategi membangun komunitas yang tidak hanya

(4)

menilai pasien secara individu. Kunjungan rumah memberi kesempatan mahasiswa preklinik lebih aktif dalam pendidikannya (Waddell dan Davidson, 2000). Awal tahun 1985 pendidik fakultas kedokteran telah dihimbau untuk mengembangkan pengalaman rawatan rumah bagi mahasiswa kedokteran untuk mengajarkan interaksi faktor biologi, sosial, psikologi, dan lingkungan pada penyakit kronis. Tahun 1991 konsil pendidikan kedokteran Amerika menyebutkan bahwa role model dan pengalaman belajar harus dikembangkan sehingga mahasiwa dapat mengintegrasikan keterampilan rawatan rumah dan memaknainya untuk praktik mereka di masa depan (Boal et al, 2001).

Penelitian - penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kunjungan rumah bermanfaat untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan edukasi pasien. Kunjungan rumah juga memberikan pemahaman yang baik tentang aspek psikososial dan medikal untuk perawatan penyakit kronik, serta meningkatkan rasa empati pada mahasiswa (Roane et al, 2002; Burke dan Smith, 2005; Gursoy et al, 2008). Konsensus nasional Massachusetts General Hospital Harvard Medical School, menyatakan bahwa rumah adalah tempat yang sangat baik untuk melatih comprehensive palliative medicine, memberikan pengayaan khusus dan kesempatan untuk belajar tentang pengalaman pasien dan keluarganya, serta mempelajari pengaruh budaya dan lingkungan terhadap layanan kesehatan. Selain itu juga dapat memberikan pengaruh pada mahasiswa tentang bagaimana cara memperlakukan manusia (Massachusetts General Hospital, 2010). Berdasarkan hal itu seluruh fakultas kedokteran dianjurkan untuk familiar terhadap jenis pelayanan kunjungan rumah, setting pendidikan kunjungan rumah perlu dikembangkan di fakultas kedokteran. Fakultas kedokteran juga dianjurkan untuk mendorong lebih banyak dokter yang berkunjung ke rumah, dan supervisi mahasiswa di rumah oleh tim layanan kesehatan lainnya (Massachusetts General Hospital, 2010).

(5)

Salah satu aspek penting dalam kedokteran keluarga adalah hubungan dokter pasien. Hubungan dokter pasien dapat dibangun melalui komunikasi, observasi, serta empati terhadap pasien dan keluarganya. Studi berbasis bukti menunjukkan skill interpersonal dan komunikasi mempunyai pengaruh nyata pada layanan pasien dan berkorelasi dengan perbaikan hasil pengobatan dan kualitas layanan kesehatan (Rider et al, 2006). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kompetensi cultural dan linguistic pada layanan kesehatan primer berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien, hasil pengobatan yang lebih baik, dan tingkat layanan preventif yang lebih tinggi (Cohen dan Goode, 2003). Beberapa tahun terakhir fakultas kedokteran di seluruh dunia juga memasukkan kemampuan observasi dalam kurikulumnya. Penelitian Elder et al yang melatihkan observasi menunjukkan peningkatan kemampuan observasi dalam layanan dokter keluarga (Elder et al, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian Naghshineh et al yang menunjukkan bahwa pelatihan seni observasi menunjukkan peningkatan keterampilan diagnostik visual pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran (Naghshineh et al, 2008). Dengan demikian dalam pendidikan kedokteran perlu disediakan kegiatan belajar yang melatih kemampuan komunikasi dan observasi pada mahasiswa.

Trend layanan kunjungan rumah mengalami perubahan pada beberapa dekade, meskipun demikian kunjungan rumah sebagai metode pembelajaran masih relevan diajarkan pada mahasiswa di Indonesia. Selain sebagai metode yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang kedokteran keluarga, ada potensi peningkatan kebutuhan layanan kunjungan rumah di Indonesia. Profil kesehatan Indonesia 2007 menunjukkan peningkatan usia harapan hidup dan meningkatnya prevalensi penyakit kronis dan degeneratif di mana sebagian pasien memerlukan layanan kunjungan rumah karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk datang ke institusi layanan kesehatan. Berkembangnya layanan kesehatan komprehensif di masa depan dengan memanfaatkan teknologi akan memberi peluang

(6)

meningkatnya layanan kunjungan rumah yang berkualitas, sehingga fakultas kedokteran perlu memperkenalkan mahasiswa dengan layanan kunjungan rumah.

Kunjungan rumah pada mahasiswa tahap sarjana kedokteran merupakan metode pembelajaran berbasis komunitas yang memaparkan mahasiswa secara dini pada masalah klinik. Kunjungan rumah sudah dilaksanakan di sebagian fakultas kedokteran di Indonesia, tapi program yang dilaksanakan sangat bervariasi dan jarang dikhususkan untuk pembelajaran kedokteran keluarga. Meskipun kunjungan rumah sudah digunakan sebagai program pembelajaran di sejumlah negara, model kunjungan rumah tersebut tidak sepenuhnya dapat diterapkan di Indonesia.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, perlu dirancang model kunjungan rumah sebagai metode pembelajaran kedokteran keluarga bagi mahasiswa tahap sarjana Kedokteran.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Merancang model kunjungan rumah dan mengetahui dampak positif model kunjungan rumah sebagai metode pembelajaran kedokteran keluarga pada mahasiswa tahap sarjana kedokteran.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui apakah model kunjungan rumah dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa terhadap metode pembelajaran kedokteran keluarga.

b. Mengetahui apakah model kunjungan rumah dapat meningkatkan keterampilan komunikasi dokter pasien dengan pendekatan kedokteran keluarga.

c. Mengetahui apakah model kunjungan rumah dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam penyusun rencana pengelolaan pasien dengan pendekatan kedokteran keluarga

(7)

C. Keaslian Penelitian

Kunjungan rumah sebagai metode pembelajaran pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, seperti yang tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 1.1 Penelitian tentang kunjungan rumah sebagai metode pembelajaran mahasiswa fakultas kedokteran

No Peneliti (tahun)

Judul Desain Hasil

1. Waddell dan

Davidson (2000)

The Role of the Community in Educating Medical Students: Initial Impressions from a New Program.

Program 2 semester tentang integrasi pencegahan, pelayanan, dan humanisme pada mahasiswa tahun pertama.Mahasiswa diberi kesempatan interaksi dengan keluarga pasien. Kuesioner pada mahasiswa dan keluarga yang dikunjungi berisi

pendapat tentang program dalam skala likert 1-5

Hasil menunjukkan respon yang positif. Kunjungan adalah program yang feasible, mahasiswa merasa mendapatkan manfaat terutama kesadaran tentang sumber daya komunitas terhadap pengobatan pasien. 2. Roane et al (2002) Home visit in Geropsychiatry Fellowship Training Mahasiswa program geropsikiatri di Amerika dikirimi

kuesioner berisi 13 item

pertanyaan tentang penggunaan kunjungan rumah

Mahasiswa menyatakan program menyenangkan, membangun,dan

mahasiswa belajar untuk mengetahui kebutuhan komunitas 3. Leung et al (2002) The development and evaluation of an integrated community- based,patient-centred learning activity at the university of Hong Kong.

Program pada mahasiswa tahun kedua selama 9 bulan terdiri dari wawancara pasien dan tutorial. Wawancara dilakukan pada setting komunitas. evaluasi melalui kuesioner survey pada mahasiswa, pasien,dan tutor

Mahasiswa, pasien , dan tutor menunjukkan respon positif terhadap program. 68%

mahasiswa menyatakan tujuan belajar tercapai, serta menimbulkan empati. Tutor menilai mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran 4. Burke dan Smith (2005) Nurse-Practitioner- Led Home Care Curriculum for Third-Year Medical Students

Program kuliah dan kunjungan rumah selama satu minggu yang menekankan pada aspek medik, psikosoial, dan paliatif pada mahasiswa kepaniteraan yang menggunakan perawat sebagai preseptor.

75 % mahasiswa menilai kurikulum tersebut excellent (5) pada skala Likert. Komentar

mahasiswa secara kualitatif menunjukkan respon yang positif 5. Gursoy et al (2008) Evaluation of an Educational Programme in Ege University, Turkey : Medical Student’s Home Visists with Midwife Preceptors

Program home visit pada mahasiswa preklinik yang menekankan pada

perawatanibu dan anakdengan bidan sebagai preseptor. Evaluasi program secara kuantitatif dengan Pre-post test , dan secara kualitatif dengan

focus group interview.

Mahasiswa dan bidan berpendapat program bermanfaat. Terjadi peningkatan skor post test secara signifikan. Mahasiswa berpendapat

bidan membantu mencapai learning obyektif

(8)

Perbedaan dengan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Model kunjungan rumah yang dirancang menggunakan konsep experiential

learning cycle yang terdiri dari 4 langkah yaitu Concrete Experiencing (CE), Reflective Observation (RO), Abstract conceptualization (AC) , dan Active Experimentation (AE). Mahasiswa akan melalui proses belajar yang memberi kesempatan untuk merasakan pengalaman nyata, merefleksikan apa yang dialaminya, untuk membangun konsep berdasarkan pengalaman yang didapatkan. Pengalaman tersebut akan menjadi dasar pengalaman baru untuk menyelesaikan masalah pada kasus lainnya di masa depan. Kunjungan rumah pada penelitian sebelumnya tidak menggunakan urutan langkah-langkah seperti model yang dirancang pada penelitian ini.

2. Perbedaan lainnya adalah dari segi rancangan penelitian. Berdasarkan penelusuran hasil penelitian yang dilakukan beberapa rancangan penelitian yang digunakan adalah quantative survey, pre-test post-test design, dan qualitative survey. Penelitian ini menggunakan post test only control group desain, dengan metode campuran (mixed method) kuantitatif dan kualitatif. Sampel pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kelompok yang setara menggunakan random permutted block.

3. Proses pembimbingan mahasiswa pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya pembimbing tidak mendampingi mahasiswa saat melakukan kunjungan rumah, bahkan beberapa penelitian tidak melakukan bimbingan pada mahasiswa. Salah satu penelitian menggunakan bidan sebagai preseptor. Pada penelitian ini pembimbingan dilakukan oleh dosen yang berprofesi sebagai dokter praktik umum. Mahasiswa didampingi saat kunjungan pertama, dan diberi kesempatan untuk kunjungan mandiri pada proses berikutnya. Penggunaan dokter praktik umum baik saat mendampingi kunjungan maupun saat diskusi kelompok bertujuan agar pembimbing lebih

(9)

menekankan pada konteks layanan primer dan mahasiswa dapat menjadikan instruktur sebagai role model dokter layanan primer.

4. Lokasi dan karakteristik subyek penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Beberapa peneltian sebelumnya menggunakan mahasiswa tahun pertama dan kedua, serta lebih menekankan kunjungan pada aspek komunikasi dan aspek promotif dan preventif kesehatan. Beberapa penelitian lainnya menggunakan mahasiswa kepaniteraan sebagai subyek penelitian dan lebih menekankan pada aspek klinis pengelolaan pasien. Penelitian ini menggunakan mahasiswa tahun ke tiga yang telah memiliki wawasan materi klinik. Pemilihan mahasiswa semester enam bertujuan agar mahasiswa dapat mengkombinasikan konsep kedokteran keluarga dengan materi klinis yang telah didapatkan sebelumnya, dan mengaplikasikannya pada rencana pengelolaan pasien. Selain itu pengalaman yang didapatkan selama menjalani kunjungan rumah dapat bermanfaat sebagai persiapan mahasiswa memasuki tahap kepaniteraan. Lokasi penelitian berada di Indonesia yang mempunyai karakteristik penduduk, pola penyakit, geografi,dan sumber daya yang berbeda dengan negara lainnya.

5. Perbedaan lainnya adalah pada waktu pelaksanaan dan kasus kunjungan rumah. Pelaksanaan metode kunjungan rumah pada penelitian sebelumnya bervariasi selama dua semester sampai satu minggu. Beberapa penelitian hanya menggunakan satu topik kasus seperti kesehatan reproduksi, kegawatdaruratan, dan psikiatri. Pelaksanaan metode kunjungan rumah pada penelitian ini adalah selama empat minggu, selama proses pelaksanaan mahasiswa diberikan waktu yang cukup untuk melengkapi data, serta mencari dan membaca literatur yang terkait dengan kasus yang dikunjungi. Kasus kunjungan tidak dibatasi pada satu

(10)

topik, setiap kelompok akan mendapatkan tiga kasus yang berbeda untuk didiskusikan.

Peneliti belum menemukan publikasi tentang kunjungan rumah sebagai metode pembelajaran di Indonesia, demikian pula publikasi metode kunjungan rumah yang ditekankan untuk pembelajaran kedokteran keluarga pada mahasiswa tahap sarjana fakultas kedokteran. Dilihat dari persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilaksanakan, peneliti menilai bahwa penelitian ini mempunyai keaslian yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis penelitian ini menambah pengetahuan di bidang pendidikan kedokteran mengenai kunjungan rumah sebagai metode pembelajaran kedokteran keluarga .

2. Secara praktis penelitan ini diharapkan bermanfaat bagi:

a. mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang pasien sesuai konteks kehidupannya, hubungan dokter-pasien, dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien

b. Institusi pendidikan kedokteran yang telah maupun yang akan melaksanakan program kunjungan rumah mendapatkan masukan untuk meningkatkan

pemahaman mahasiswa preklinik terhadap kedokteran keluarga. c. Masyarakat yang akan mendapatkan layanan kunjungan rumah yang lebih berkualitas dengan dihasillkannya lulusan dokter yang memahami kedokteran keluarga.

   

 

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian tentang kunjungan  rumah sebagai metode                     pembelajaran   mahasiswa fakultas kedokteran

Referensi

Dokumen terkait

Jika masing-masing variabel keputusan membentuk harmoni yang baik, pengalaman tersebut akan disimpan dalam variabel memori, yang nantinya akan memperbesar kemungkinan

Untuk mempercepat waktu penurunan konsolidasi tersebut, salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan mengkombinasikan pembebanan awal dengan pemasangan drainase

beradaptasi dengan job description, lingkungan kerja, rekan kerja dan para atasannya tetapi dirinya juga harus selalu beradaptasi dengan pelanggan yang berbeda karakter dan

Sistem ini mengorganisasikan basis aturan dalam sebuah struktur yang spesial sehingga kemudahan pembangunan pengetahuan, penelusuran pengetahuan yang kuat, dan perbaikan unjuk

Fokus penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa pernyataan fundamental antara lain; (1) memahami terminologi nilai dan pendidikan nilai, (2) mengelaborasi strategi

Berbeda dengan hasil penelitian Putranto (2012), Utami (2012) dan Lestari (2015) menyatakan bahwa group cohesiveness tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

Pada kenyataannya Gedung Juang 45 di desain tertutup tanpa ada ventilasi alami dan membuat sirkulasi udara di dalam ruang sangat kurang, padahal sumber daya

1. Teknik role playing melalui video animasi Nussa dan Rara untuk meningkatkan perilaku akhlakul karimah anak usia dini dilakukan sebagaimana proses dan tahapan