• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metagonimus yokogawai (Autosaved)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Metagonimus yokogawai (Autosaved)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH METAGONIMUS YOKOGAWAI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Parasitologi Yang Diampu oleh Bapak dr. Widayat Samsul

Disusun Oleh :

Nama : Citra Dwi Lestari NIM : 201510410311055 No. Absen : 30

Jurusan : Farmasi Kelas : B

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik dan seksama.

Makalah yang berjudul “Metagonimus yokogawai” ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Akhir Semester III Parasitologi, Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak dr. Widayat Samsul sebagai dosen mata kuliah Parasitologi yang telah banyak membimbing selama 1 semester ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan-kekurangan, baik dari segi materi maupun teknis penulisan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaanya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk rekan-rekan yang membaca.

Malang, 23 Desember 2016

(3)

iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... ii BAB II PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 1 1.3 Tujuan ... 2

BAB II DASAR TEORI ... 3

2.1 Distribusi Geografis dan Epidemiologi ... 3

2.1.1 Lokasi ... 3

2.1.2 Penderita Laki-Laki atau Perempuan ... 3

2.1.3 Usia Penderita ... 4

2.1.4 Status Sosial Ekonomi Penderita ... 4

2.2 Anatomi Tubuh ... 4 2.3 Bentuk Kehidupan ... 6 2.4 Host ... 8 2.5 Habitat ... 8 2.6 Gejala/Keluhan ... 8 2.7 Transmisi/Penularan/Vektor... 9 2.8 Diagnosa ... 10 2.9 Pengobatan ... 10 2.10 Komplikasi ... 14 2.11 Pencegahan ... 14

BAB III PENUTUP ... 15

3.1 Kesimpulan ... 15

3.2 Saran ... 15

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trematoda adalah cacing yang termasuk ke dalam filum Platyhelmintes dan hidup sebagai parasit. Berbagai hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda antara lain; kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, luak, harimau dan manusia. Pada umumnya cacing trematoda ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India dan Afrika. Berbagai spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, serta Heterophyidae di Jakarta.

Salah satu penyakit akibat cacing metagonimus ini adalah metagonimiasis. Penyakit ini endemis di 19 negara yaitu antara lain RRC, Korea, Filipina, Thailand, Taiwan, Jepang, Indonesia, Spanyol, Siberia. Saat ini merupakan infeksi parasit yang paling penting di Korea dan sekitar 240.000 warga Korea diyakini saat ini terinfeksi. Dari 240.000 diperkirakan terinfeksi, 120.000 disebabkan oleh M. yokogawai. Kejadian penyakit Jepang, dengan 10-15% tingkat prevalensi pada populasi yang berbatasan sungai besar dan 150.000 diperkirakan terinfeksi. Berdasarkan latar belakang diatas perlu adanya pembelajaran dan penjabaran mengenai penyakit Metagonimiasis.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana distribusi geografis dan epidemiologi Metagonimus yokogawai baik dari segi lokasi, penderita, usia penderita dan status sosial ekonomi? 2) Bagaimana anatomi tubuh dari Metagonimus yokogawai?

3) Bagaimana bentuk kehidupan/Life Cycle dari Metagonimus yokogawai? 4) Apa saja host dari parasit Metagonimus yokogawai?

(5)

2

6) Bagaimana gejala/keluhan yang dialami apabila terinfeksi Metagonimus yokogawai?

7) Bagaimana transmisi/penularan/vector penyakit yang disebabkan oleh parasit Metagonimus yokogawai?

8) Bagaimana diagnosa yang dapat dilakukan terkait parasit Metagonimus yokogawai?

9) Apa pengobatan yang sesuai apabila teinfeksi Metagonimus yokogawai? 10) Apa saja komplikasi yang terjadi apabila terinfeksi Metagonimus yokogawai? 11) Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan terkait dengan parasit

Metagonimus yokogawai?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk menjelaskan distribusi geografis dan epidemiologi Metagonimus yokogawai baik dari segi lokasi, penderita, usia penderita dan status sosial ekonomi

2) Untuk mengetahui anatomi tubuh dari Metagonimus yokogawai

3) Untuk menjelaskan kehidupan/Life Cycle dari Metagonimus yokogawai 4) Untuk mengetahui host dari parasit Metagonimus yokogawai

5) Untuk mengetahui habitat parasit Metagonimus yokogawai

6) Untuk memaparkan gejala/keluhan yang dialami apabila terinfeksi Metagonimus yokogawai

7) Untuk memaparkan transmisi/penularan/vector penyakit yang disebabkan oleh parasit Metagonimus yokogawai

8) Untuk menjelaskan diagnosa yang dapat dilakukan terkait parasit Metagonimus yokogawai

9) Untuk mengetahui pengobatan yang sesuai apabila teinfeksi Metagonimus yokogawai

10) Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi apabila terinfeksi Metagonimus yokogawai

11) Untuk menjelaskan pencegahan yang dapat dilakukan terkait dengan parasit Metagonimus yokogawai

(6)

3 BAB II

DASAR TEORI

2.1 Distribusi Geografis dan Epidemiologi

2.1.1 Lokasi

Metagonimus yokogawai, trematoda usus ini tersebar di Timur Jauh RRC, Korea, Filipina, Thailand, Taiwan, Jepang, Siberia. Parasit ini terdapat juga di Indonesia serta ditemukan juga di semenanjung Balkan, Yunan dan Spanyol. Di Indonesia, Lie Kian Joe pada tahun 1951 menemukan cacing Haplorchis yokogawai pada autopsi tiga orang mayat. Infeksi manusia di luar daerah endemis dapat terjadi dari menelan ikan acar atau sushi yang terbuat dari ikan yang diimpor dari daerah endemis. (Garcia, 1996).

Metagonimiasis saat ini merupakan infeksi parasit yang paling penting di Korea dan sekitar 240.000 warga Korea diyakini saat ini terinfeksi. Dari 240.000 diperkirakan terinfeksi, 120.000 disebabkan oleh M. yokogawai, 20.000 oleh M. takahashii dan 100.000 oleh M. miyatai. Tingkat nasional infeksi di antara orang-orang yang dipilih secara acak adalah 1,2% pada tahun 1981, 1,0% pada tahun 1996 dan turun 0,5% pada tahun 2004. Infeksi M. yokogawai kebanyakan ditemukan di sekitar sungai besar dan kecil dimana Sweetfish hidup dan telah diidentifikasi sebagai endemic focus. Metagonimiasis juga umum di Jepang, dengan 10-15% tingkat prevalensi pada populasi yang berbatasan sungai besar dan 150.000 diperkirakan terinfeksi. Trematoda usus yang paling umum di daerah pedesaan, dimana kebiasaan makanan tradisional lebih diawetkan dan ikan mentah dimasukkan ke dalam daftar menu diet (Natadisastra, 2009).

2.1.2 Penderita Laki-Laki atau Perempuan

Metagonimus yokogawai, trematoda usus ini secara umum diperantarai oleh beberapa jenis hewan laut seperti siput dan ikan. Penyakit yang disebabkan oleh Metagonimus yokogawai ini biasa disebut dengan metagonimiasis. Metagonimiasis menyerang perempuan dan laki-laki yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi ikan air tawar mentah (tidak melalui proses pemasakan terlebih dahulu) terlebih untuk penduduk yang tinggal di daerah yang mayoritas penduduknya mengkonsumsi ikan atau hewan laut mentah.

(7)

4

2.1.3 Usia Penderita

Dikarenakan metagonimiasis ini menyerang perempuan dan laki-laki yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi ikan mentah, tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit yang disebabkan oleh Metagonimus yokogawai ini menyerang manusia dari berbagai usia. Pada tahun 1971, dari pemeriksaan tinja terdapat infeksi M.yokogawai sebanyak 53% dari 126 orang penduduk pada usia 7-70 tahun.

2.1.4 Status Sosial Ekonomi Penderita

Manusia, terutama pedagang ikan dan hewan lain seperti kucing, anjing, dapat merupakan sumber infeksi bila menderita penyakit cacing tersebut, melalui tinjanya. Telur cacing dalam tinja dapat mencemari air serta ikan yang hidup didalamnya. Hospes definitif mendapatkan infeksi karena memakan daging ikan mentah yang mengandung metaserkaria hidup. Ikan yang diproses kurang sempurna untuk konsumsi, seperti fessikh, dapat juga menyebabkan infeksi. Metagonimus yang merupakan penyebab metagonimiasis telah menjadi infeksi bagi masyarakat kelas sosial yang lebih tinggi di berbagai negara seperti Hongkong dan Jepang, karena kebiasaan mereka mengkonsumsi mereka ikan mentah.

2.2 Anatomi Tubuh

(8)

5

(Metagonimus sp dewasa)

Metagonimus yokogawai merupakan salah satu cacing dari keluarga heterophydae. Cacing dari keluarga heterophydae adalah Heterophyes heterophyes, Metagonimus yokogawai dan Haplorchis yokogawai. Berikut taksonomi dari Metagonimus yokogawai :

 Kingdom : animalia  Phylum : platyhelminthes  Class : trematoda  Family : heterophyidae  Ordo : protostomata  Genus : Metagonimus

 Species : Metagonimus yokogawai

Cacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara 1-1,7 mm dan lebar antara 0,3-0,75 mm, kecuali genus Haplorcis yang jauh lebih kecil, yaitu panjang

(9)

0,41-6

0,51 mm dan lebar 0,24-0,3 mm di samping batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kiri belakang. Cacing ini mempunyai 2 buah testis yang lonjong, ovarium kecil yang agak bulat dan 14 buah folikel vitelin yang letaknya lateral. Bentuk uterus sangat berkelok-kelok, letaknya diantara kedua sekum. Telur berwarna agak coklat muda, mempunyai operkulum, berukuran 26,5-30 x 15-17 mikron, berisi mirasidium. Mirasidium yang keluar dari telur, menghinggapi keong air tawar/payau, seperti genus pirenella, Cerithidia, Semisulcospira, sebagai hospes perantara I dan ikan dari genus Mugil, Tilapia, Aphanius, Achantogobius, Clarias dan lain-lain sebagai hospes perantara II. Dalam keong, mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian menjadi redia induk, berlanjut menjadi banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan tersebut menjadi metaserkaria. Untuk cacing dewasa, berukuran ± 1 mm, mempunyai dua buah batil isap. serta ventral sucker terletak agak lateral. Selain itu, organ reproduksi betina terdiri dari ovarium dan uterus berisi telur, organ reproduksi jantan terdiri dari dua buah testis yang letaknya serong di bagian posterior tubuh dan glandula vitellaria berbentuk folikel, terletak di sisi lateral kiri dan kanan di sepertiga bagian posterior tubuh

(10)

7

Di sini, siklus hidup M.yokagawai, M.takahashii dan M.miyatai memiliki pola siklus hidup yang sama. Ketiga spesies ini hermafrodit dan mampu melakukan pembuahan. Telur berembrio yang masuk ke lingkungan perairan (air tawar atau payau) masing-masing berisi sepenuhnya dikembangkan menjadi larva, yang disebut mirasidium. Perkembangan tidak dapat dilanjutkan melewati tahap ini kecuali telur yang tertelan oleh perantara pertama yaitu siput. Setelah siput memakan telur tersebut, mirasidia muncul dan menembus usus siput. Dalam jaringan siput, miracidia berkembang menjadi sporokista, kemudian redia, dan akhirnya muncul dari siput sebagai serkaria. Serkaria kemudian menembus kulit atau menempel di bawah skala ikan air tawar atau payau sebagai metaserkaria dalam jaringan. Jenis ikan yang berfungsi sebagai perantara kedua bervariasi berdasarkan lokasi. Ikan yang memakan serkaria tersebut kemudian menjadi terinfeksi dan manusia pun ikut terinfeksi setelah mengkonsumsi ikan tersebut baik matang, mentah, atau acar ikan yang mengandung metaserkaria menular itu. Metaserkaria kemudian berkembang di usus kecil dari host (manusia, mamalia atau burung), dan berkembang menjadi dewasa. Dalam usus kecil, cacing dewasa menempel pada dinding dan mengembangkan telur baru.

(11)

8

Cacing dewasa melekat pada dinding mukosa usus kecil, telurnya mengandung embrio dan dikeluarkan bersama tinja. Telurnya kecil, berwarna kuning-kecoklatan, mempunyai operkulum dengan bahu operkulum yang jelas. Telur besarnya 26-28ԉm x 15-17ԉm. Cacing dewasa Metagonimus sedikit lebih besar daripada Heterophyes dan mempunyai batil isap perut yang letaknya lebih ke kanan dari aksis garis tengahnya. Lubang genitalianya melekat pada tepi luar batil isap perutnya. Manusia, terutama pedagang ikan dan hewan lain seperti kucing, anjing, dapat merupakan sumber infeksi bila menderita penyakit cacing tersebut, melalui tinjanya. Telur cacing dalam tinja dapat mencemari air serta ikan yang hidup didalamnya. Hospes definitif mendapatkan infeksi karena memakan daging ikan mentah yang mengandung metaserkaria hidup. Ikan yang diproses kurang sempurna untuk konsumsi dapat juga menyebabkan infeksi. Sebagai usaha untuk mencegah meluasnya infeksi cacing heterophyidae, kebiasaan memakan daging ikan harus diubah (Natadisastra, 2009).

2.4 Host

Umumnya hospes definitif dari cacing ini merupakan mahkluk pemakan ikan ini seperti manusia, kucing, anjing, rubah, dan jenis burung-burung tertentu. Hospes perantara : HP1- keong air, HP2-ikan salem. Nama penyakitnya adalah Heterofiliasis.

Yang bertindak sebagai hospes perantara I adalah siput air tawar Semisulcospira libertine atau spesies lain dari Semisulcospira dan Thiana granifera, sedangkan hospes perantara II dari jenis ikan Plecoglossus altivelis, Odontobutis obscures, Salmo perryi dan Tribolodon hakonensis.

2.5 Habitat

Metagonimus ini habitatnya terutama di Jejunum bagian atas dan tengah. Biasanya terdapat pada lumen usus tetapi mungkin juga menembus di antara vili ataupun melekat pada mukosa usus.

2.6 Gejala/Keluhan

Parasit ini menimbulkan penyakit yang disebut metagonimiasis pada mukosa usus terdapat melekatnya cacing dan terjadi peradangan sedang. Sering kali diikuti nekrosis sel

(12)

9

mukosa. Batil isap dapat mengiritasi mukosa usus dan menimbulkan keluarnya lendir dalam jumlah banyak disertai erosi sel mukosa. Sering kali terjadi infiltrasi kapiler dan limfatik. Telur dapat terbawa ke miokardium, otak, medulla spinalis dan jaringan lainnya dan dibentuk jaringan granulomatus.

Seringkali timbul gejala diare ringan, tetapi gejala ini ditentukan oleh jumlah cacing dalamnya luka dan reaksi individual dari penderita. Selain itu juga gejala yang timbul antara lain nyeri perut, payah jantung, perdarahan serebri dan spinal. Dalam metagonimiasis akut, manifestasi klinis yang dikembangkan hanya 5-7 hari setelah terinfeksi. Infeksi berat juga telah dikaitkan dengan epigastrik distremalaise. Masa inkubasi sekitar 14 hari dan cacing dapat bertahan selama lebih dari 1 tahun. Gejala-gejala dan kelainan patologinya sama seperti H. heterophyes, dan terutama tergantung dari jumlah cacing dalam hospes. Telur atau cacing dewasa dapat bersarang di jaringan otak dan menybabkan kelainan disertai gejala-gejalanya. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi berat cacing tersebut adalah mulas-mulas atau kolik dan diare dengan lendir, serta nyeri tekan pada perut.

2.7 Transmisi/Penularan/Vektor

Cacing dewasa melepaskan sepenuhnya berembrio telur masing-masing dengan mirasidium yang dikembangkan semua dan telur yang keluar dalam kotoran inang. Setelah konsumsi oleh siput yang cocok (hospes perantara pertama), telur menetas dan melepaskan mirasidia yang menembus usus siput. Siput dari genus semisulcospira adalah hospes perantara yang paling sering untuk Metagonimus yokogawai. Mirasidia mengalami beberapa tahapan perkembangan pada siput yaitu sporokista, rediae dan serkaria. Banyak serkaria yang dihasilkan dari setia redia. Serkaria dilepaskan dari siput dan encyst sebagai metaserkaria dalam jaringan ikan air cocok segar/payau (hospes perantara kedua). Host definitive terinfeksi oleh ikan tawar yang mengandung metaserkaria. Setelah konsumsi, ikan yang telah terinfeksi metaserkaria, menempati pada mukosa dan usus kecil dan tumbuh menjadi cacing dewasa (berukuran 1,0mm sampai 2,5 mm; 0,4 mmsampai 0,75 mm). Selain manusia, ikan, mamalia (misalnya kucing dan anjing) dan burung juga dapat terinfeksi oleh M. yokogawai.

(13)

10

(Semisulcospira sp)

2.8 Diagnosa

Diagnosis didasarkan atas ditemukannya telur dalam tinja. Karena telur dari M. yokogawai ukuran dan bentuknya sama dengan H. heterophyes dan C. sinensis, diagnosis pasti harus ditegakkan atas dasar gejala klinik, riwayat klinik, atau ditemukannya cacing dewasa.

Diagnosis spesifik biasanya dengan menemukan cacing setelah suatu pengobatan. Pada tahun 1993 dilakukan tes elisa untuk mendiagnosa metagonimiasis dengan hasil bahwa skrining simultan spesifik antibodi untuk beberapa agen parasit penting dalam diagnosis serologi penyakit parasit-parasit akut dan penelitian lebih lanjut harus dilakukan tentang kelebihan metode-metode diagnosis. Diagnosis mungkin sulit karena kapasitas telur terbatas dan prosedur konsentrasi sedimentasi mungkin diperlukan untuk menunjukkan telur pada infeksi ringan, identifikasi spesies yang akurat juga sulit karena telur yang serupa dalam ukuran dan morfologi, terutama yang dari Heterophydes heterophyes, Clonorchis dan Opishorchis. Hal ini penting untuk dipertanyakan dimana orang tersebut mungkin telah tertular penyakit itu, cari tahu apakah mereka telah ke daerah endemis dan memeriksa tanda-tanda dan gejala yang mengakibatkan metagonimiasis.

2.9 Pengobatan

Seringkali berhasil dengan pemberian obat antelmentika. Tetrachloroethylen dengan pemberian seperti pada pengobatan farciolopsiasis merupakan obat yang dianjurkan. Dosis Tetrachloroethylene 0,1 mg/kg namun kurang efektif. Niclosamid

(14)

11

merupakan obat yang efektif, lebih baik dari Tetrachloroethylen, dengan sedikit efek samping. Niclosamide 150 mg/kg/hari dosis tunggal selama 1-2 hari.. Namun Praziquantel seperti pada pengobatan heterophyiasis merupakan obat pilihan (Tjay, 2015)

 Niclosamid

Niclosamide digunakan untuk mengobati infeksi cacing pita ikan, cacing pita kerdil, dan cacing pita daging sapi. Niclosamide bekerja dengan membunuh cacing pita. Cacing yang mati dan terkadang hancur dalam usus ini kemudian dibuang bersamaan dengan tinja. Beberapa efek samping niclosamide mungkin tidak memerlukan perhatian medis. Tapi jangan ragu untuk menghubungi dokter jika mengalami kram atau nyeri perut, diare, kehilangan selera makan, mual atau muntah, pusing, kantuk, gatal di daerah dubur, ruam kulit. Dosis Niclosamide 150 mg/kg/hari dosis tunggal selama 1-2 hari.

 Praziquantel (Biltricide, Droncit)

Merupakan obat yang cukup efektif. Dosis yang diberikan adalah 40 mg/kg dosis tunggal, diminum setelah makan malam untuk menghindari pusing. Dosis bisa dimodifikasi menjadi 2 x 20 mg, selisih waktu 4-6 jam, ternyata memberikan efek terapeutik yang sama (Tjay, 2015)

Indikasi

Infeksi cacing cestoda (cacing pita) seperti taenia saginata, taenia solium, hymenolepsis nana, skistosomiasis, infeksi trematoda serta trematoda usus seperti Metagonimus yokogawai

(15)

12 Kontraindikasi

Hipersensitivitas, Sistiserkosis mata, kehamilan dan menyusui (tidak dianjurkan menyusui selama 72 jam pasca pengobatan)

Efek samping

Mayoritas efek samping berkembang karena pelepasan isi parasit karena mereka dibunuh dan akibatnya tuan reaksi kekebalan. Makin berat beban parasit, lebih berat dan lebih sering efek samping yang terjadi. Efek samping diantaranya yaitu: mual, muntah, sakit/nyeri perut atau kram, diare bercampur darah, pusing/vertigo, sakit kepala, kantuk, berkeringat, reaksi alergi (ruam kulit, gatal), peningkatan asimtomatik di hati, nyeri punggung bawah. Dilaporkan peningkatan minimal enzim hati pada bebera. Efek samping yang paling sering adalah nyeri kepala, pusing, mengantuk dan kelelahan, efek lainnya meliputi mual, muntah, nyeri abdomen, feses yang lembek, pruritus, urtikaria, artalgia, myalgia, dan demam berderajat rendah pada pasien. Beberapa hari setelah memulai prazikuantel, dapat terjadi demam berderajat rendah, pruritus, dan ruam kulit (macular dan urticarial) yang kadang terkait dengan eosinophilia yang mempuruk, hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan protein dari cacing yang sekarat ketimbang akibat toksisitas obat langsung. Intensitas dan frekuensi efek simpang meningkat dengan dosis, sedemikian rupa sehingga insidennya mencapai 50 % pada pasien yang mendapat dosis 25 mg/ kg tiga kali sehari. Kortikosteroid umumnya digunakan bersama prazikuantel dalam terapi neurosistiserkosis untuk mengurangi reaksi inflamasi, tetapi hal ini menjadi perdebatan karena kortikosteroid diketahui menurunkan kadar prazikuantel dalam plasma hingga sebesar 50 %. Interaksi obat: - Karbamazepin - Deksametason - Fosphenytoin - Phenobarbital - Fenitoin - Rifampin - Klorokuin - Ketoconazole

(16)

13 Dosis lazim: 150 dan 600 mg setelah makan malam

Dosis Normal untuk Orang Dewasa Penderita Metagonimus Yokogawai (Fluke Usus) - 75 mg / kg / hari diminum langsung terbagi ke dalam 3 dosis

- Durasi terapi: 1 hari

Dosis Normal Praziquantel untuk Anak-Anak Penderita Metagonimus Yokogawai (Fluke Usus)

- Usia 4 tahun atau lebih: 75 mg / kg / hari diminum langsung terbagi dalam 3 dosis - Durasi terapi: 1 hari

Peringatan dan Perhatian

Prazikuantel meningkatnkan angka aborsi pada tikus sehingga tidak boleh digunakan pada kehamilan jika mungkin. Karena obat ini memicu rasa pusing dan mengantuk, pasien tidak poleh mengemudi selama menjalani terapi dan harus ndiperingatkan agar hati-hari ketika melakukan aktivitas yang ememrlukan koordinasi fisik khusus atau kewaspadaan.

Penyimpanan

Disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap.

Penggunaan

3 kali sehari (4 sampai 6 jam terpisah) untuk 1 hari. Jangan mengunyah atau menghisap tablet karena praziquantel memiliki rasa pahit dan dapat menyebabkan tersedak atau muntah.

(17)

14

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi akibat parasit Metagonimus yokogawai ini adalah obstruksi intestinal, baik partial maupun total. Obtruksinya biasanya terjadi di daerah ileocecal.

2.11 Pencegahan

Pada dasarnya pemberantasan cacing ini, sama dengan pemberantasan trematoda usus lainnya yaitu mengurangi sumber infeksi dengan mengobati penderita serta menghindari penularan dari hospes perantara dengan cara mencuci ikan yang akan dikonsumsi dan memasak ikan dengan baik sebelum dikonsumsi. Saat ini banyak orang yang terkena metagonimiasis karena makan ikan mentah atau acar sebagai bagian dari diet susu tradisional.

Selain itu menerapkan kondisi sanitasi air yang baik untuk mengurangi perkembangan telur secara menerus dari sumber air, sehingga dapat memutus siklus hidup cacing. Penggunaan molluscidals juga dapat diterapkan yaitu untuk mengontrol hospes perantara (siput).

Pencegahan penyakit oleh trematoda dapat di lakukan beberapa hal yaitu pengobatan penderita sebagai sumber infeksi, desinfeksi dan sanitasi pembuangan tinja, urine atau sputum, kampanye antimolusca (pemberantasan keong air tawar). Serta pendidikan terutama menyangkut mandi serta makan.

(18)

15

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) Metagonimus yokogawai tersebar di Timur Jauh RRC, Korea, Filipina, Thailand, Taiwan, Siberia. Ditemukan juga di Indonesia serta di semenanjung Balkan, Yunan dan Spanyol, menyerang manusia yang gemar mengkonsumsi ikan mentah.

2) Host definitif dari M. yokogawai merupakan mahkluk pemakan ikan seperti manusia, kucing, anjing, rubah, dan jenis burung-burung tertentu. Hospes perantara : HP1- keong air, HP2-ikan salem

3) Diagnosa terhadap M. yokogawai ini biasanya ditegakkan berdasarkan ditemukannya telur cacing dalam tinja.

4) Pengobatan yang sesuai untuk penyakit yang disebabkan oleh M. yokogawai adalah Tetrachloroethylene, Niclosamid dan Praziquantel

3.2 Saran

1) Masyarakat harus mencuci ikan dan memasaknya hingga matang untuk tindakan preventif/pencegahan

2) Perlunya sumber informasi yang lebih untuk penyakit yang disebabkan oleh M. yokogawai

(19)

16

DAFTAR PUSTAKA

Craig and Faust’s. 1974. Clinical Parasitology Eight Edition. London : Great Britain Garcia, Lynne S & David A. Bruckner. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran.

Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Hello Sehat. 2016. Praziquantel. https://hellosehat.com/obat/praziquantel/ Diakses 1 Januari 2017

Hidajati, Sri dkk. 2014. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Natadisastra, Djaenudin & Agus Ridad. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari

Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta : Buku Kedokeran EGC

Prianyo, Juni & Tjahaya P.U Darwanto. 2006. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Scribd. 2016. Metagonimiasis all. https://www.scribd.com/doc/313708494/Metagonimiasis-All. Diakses 30 Desember 2016

Tjay, Tan Hoon dan Kirana, Raharja. 2002.Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Bahan ajar merupakan salah satu fasilitas yang memudahkan proses pembelajaran dan acuan dalam kegiatan belajar mengajar yang sangat dominan. Hal ini menunjukkan bahwa

Kepadatan arus listrik pada suatu media yang dialiri arus listrik searah merupakan fungsi bernilai vektor dari suatu vektor posisi, sehingga dapat

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian

terdapat dalam jaringan kripik tempe yaitu produsen, pemasok bahan mentah, agen, konsumen dengan adanya jaringan sosial kripik tempe sido gurih ini terbentuk karena

Dengan dialog dan argumen yang semakin disempurnakan, setiap peserta dalam diskusi terbuka ini hendaknya memiliki kemampuan untuk membedakan, tradisi mereka sendiri, dari yang

Masyarakat desa Citemu yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan menjadikan profesi tersebut sebagai profesi yang dapat diwariskan turun temurun, sehingga kehidupan sosial

Berdasarkan hasil penelitian kondisi kecerahan perairan Turun Aban masih dikatagorikan baik untuk kegiatan penyelaman pada stasiun 1 dan 2 yang tergolong dalam

Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung