• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. Kutipan berita tersebut menjelaskan tentang aktivitas ekonomi. orang Kalang dan keberhasilannya. Sebagai pedagang dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. Kutipan berita tersebut menjelaskan tentang aktivitas ekonomi. orang Kalang dan keberhasilannya. Sebagai pedagang dan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

“Kebanyakan Orang Kalang selama ini memang terkenal sebagai saudagar atau pengusaha berhasil.”1

Kutipan berita tersebut menjelaskan tentang aktivitas ekonomi orang Kalang dan keberhasilannya. Sebagai pedagang dan pengusaha, orang Kalang di Pulau Jawa cukup mempunyai peranan penting. Mereka menjadi pesaing orang-orang Tionghoa dalam berdagang. Pada tahun 1990-an, keberhasilan dan kekayaan orang Kalang masih dapat dilihat dalam bentuk seperti rumah besar, hotel, dan pompa bensin.2

Di Yogyakarta awal abad ke-20, menurut Mitsuo Nakamura terdapat dua kelompok orang Kalang yang tinggal di Kotagede yaitu orang Kalang Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Setiap kelompok tersebut memiliki tugas yang berbeda-beda. Pada awalnya orang Kalang Kasunanan diberi tugas untuk mengerjakan kayu yang digunakan untuk perbaikan bangunan makam para Raja. Sementara itu, orang Kalang Kasultanan mengurusi bidang

1 Kedaulatan Rakyat, 5 November 1989. 2 Tempo,20 Oktober1990.

(2)

transportasi untuk pengiriman barang, yang waktu itu masih menggunakan kuda atau pedati yang ditarik dengan sapi.3

Dalam perkembangannya, Orang Kalang Kasunanan kemudian mendapatkan lisensi mendirikan rumah gadai dari pihak keraton.4 Salah satu sosok orang Kalang Kasunanan yang terkenal sebagai Raja gadai yakni Prawiro Suwarno. Ia memiliki sekitar 11 rumah gadai.5 Hasil keuntungan dari jasa rumah gadai ini cukup melimpah sehingga ia mampu memiliki perhiasan mewah.6 Menurut cerita rakyat setempat, Prawiro Suwarno pernah berencana memasang lantai rumahnya dengan uang gulden.7

3 Mitsuo Nakamura. Bulan Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin: Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede, Yogyakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1983), hlm. 47; Lihat juga H. J. van Mook. Kuta Gede, (Jakarta: Bhratara, 1972), hlm. 42.

4 Ibid.

5 Claude Guillot, “Orang Kalang di Pulau Jawa Juru Angkut dan Pegadaian”, dalam: Henri Chambert Loir & Hasan Muarif Ambary (ed), Panggung Sejarah, (Jakarta: YOI,2011). hlm. 331.

6 Mutiah Amini, “Dari Poro Hingga Paketik: Aktivitas Ekonomi Orang Kalang Di Kotagede Pada Masa Depresi-1930”, Humaniora, Vol.18, NO 2, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM, Juni 2006), hlm. 161.

7 Tentang rencana pemasangan uang gulden lihat lebih jauh di Mitsuo Nakamura. op.cit., hlm. 47-48.

(3)

Keberhasilan yang sama juga terjadi pada orang Kalang Kasultanan yang tidak lagi terbatas menggunakan transportasi tradisional. Mereka berhasil mengembangkan usaha, terutama sejak diperkenalkan transportasi modern seperti kereta api dan kendaraan bermotor. Selain menjadi pengusaha transportasi barang beberapa orang Kalang juga menjadi pedagang batik, tenun, dan perak. Keberhasilan usaha mereka itu ditandai dengan pembelian mobil Rols Royce.8

Menurut Soelardjo Pontjosoetirto, keberhasilan orang Kalang dalam usaha karena memiliki sifat tekun, senang mencari pengalaman, dan cepat menyesuaikan diri di lingkungan baru.9 Selain itu, mereka juga sudah diyakini melatih semangat wiraswasta anaknya sejak dini. Ketika sudah dewasa mereka sudah siap menjadi pedagang. Pandangan lain, beberapa orang melihat kesuksesan orang Kalang dari sifat kikir dalam mengatur keuangan.10 Ada juga yang menggangap kekayaannya dari usaha rentenir, meminjamkan uang dengan bunga tinggi. 11

8 Ibid. hlm. 47.

9 Soelardjo Pontjosoetirto. Orang-Orang Golongan Kalang. (Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM,1971), hlm. 50.

10 Mekar Sari, 26 November 1990. 11 Mekar Sari, 4 Maret 1992.

(4)

Keberadaan orang Kalang tidak hanya di daerah Kotagede. Mereka juga berada di sepanjang Pesisir Selatan dan Utara Pulau Jawa. Di Pesisir Utara ada di daerah Tegal, Pekalongan, Kaliwungu, Semarang, Demak, Pati, Cepu, Bojonegoro, Surabaya, Bangil, dan Pasuruan. Di Pantai Selatan terdapat di daerah seperti Malang, Surakarta, Tulungagung, Kebumen, dan Cilacap.12 Keberadaan masyarakat Kalang di Pantai Selatan sampai sekarang masih dapat dijumpai khususnya di wilayah Cilacap dan Kebumen. Orang Kalang di Kebumen berada di daerah Ambal, Petanahan, Puring, Karanganyar, dan Gombong sementara di Cilacap dapat ditemui di Adipala, Kroya, dan Majenang. Keberadaan mereka ditandai dengan adanya organisasi Kerukunan Keluarga Kalang (K3) yang berdiri pada 12 April 1992.13 Organisasi ini bertujuan untuk mempererat tali persaudaran antar orang Kalang.

Sampai saat ini tidak banyak diketahui informasi ekonomi orang Kalang di Cilacap dan Kebumen sebelum tahun 1950-an. Dalam surat kabar tidak banyak ditemukan berita tentang aktivitas ekonomi orang Kalang. Sumber lisan juga tidak banyak merekam

12 Soelardjo Pontjosoetirto. op. cit., hlm. 15.

13 “Catatan Pendirian Organisasi Kerukunan Keluarga Kalang (K3) di Gombong”, 12 April 1992, koleksi pribadi Sunarman Mangunsarjono.

(5)

cukup informasi tentang kondisi sebelum 1950-an. Namun, pengetahuan lisan tentang ekonomi orang Kalang pada periode 1950-an masih tersebar luas. Menurut cerita yang berkembang, di Ambal sebagian besar orang Kalang menjadi pedagang emping yang sukses dan mengirimnya ke Surabaya.14 Selain menjadi pedagang, beberapa orang Kalang juga ada yang menjadi kepala desa. Di Gombong, cerita kesuksesan orang Kalang sebagai pengusaha transportasi dan kerajinan juga banyak ditemukan. Disisi lain, orang Kalang di Adipala, Cilacap juga menjadi juragan batik yang menjual di pasaran lokal. Mereka mampu menjadi orang kaya dari profesi sebagai pedagang.

Secara perlahan jumlah kekayaan orang Kalang mulai mengalami penurunan ketika memasuki periode 1980-an. Pendapatan yang diperoleh dari berdagang tidak lagi sebesar pada masa 1950-an. Pada tahun 1990-an orang Kalang hanya menjadi pedagang kecil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dalam konteks yang lain, cerita tentang orang Kalang selalu dikaitkan dengan isu negatif dari sosial dan budaya. Sisi sosial,

14 Wawancara dengan Tasmilan, jalan Palagan, Yogyakarta, 29 Januari 2013, jam 17:47 WIB.

(6)

mereka dianggap percampuran keturunan manusia dan anjing.15 Sisi budaya, orang Kalang juga dianggap berbeda dengan orang Jawa pada umumnya karena masih meneruskan tradisi leluhurnya seperti pembakaran boneka kayu yang dianggap sebagai jasad dan pernikahan antar kerabat. Pernikahan ini bagi masyarakat umum dianggap eksklusif karena mereka membatasi diri dalam pergaulan.

Kondisi sosial dan budaya jarang sekali dilihat berkaitan erat dengan kehidupan ekonomi orang Kalang. Tidak banyak orang yang mengetahui kemunduran ekonomi mereka juga mempengaruhi sisi sosial dan budaya. Menurut Claude Guillot seorang peneliti yang pernah mengkaji orang Kalang. Kehidupan ekonomi orang Kalang masih banyak menyimpan hal menarik seperti pernikahan antar orang Kalang, jumlah anak yang relatif sedikit, dan peranan wanita dipengaruhi oleh kondisi ekonomi mereka.16 Oleh karena itu, penelitian sejarah tentang aspek tersebut perlu dilakukan.

15 Warto, “Aspek-aspek Sosio-historis Komunitas Kalang di Jawa”, Patrawidya, Vol 12, N0 4, (Yogyakarta: Balai Pelestarian Seni dan Nilai Tradisional Desember 2011), hlm. 772.

(7)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

Setiap daerah memiliki keunikan ekonomi tersendiri. Ciri khas tersebut yang menjadi fokus utama penulisan sejarah ekonomi lokal.17 Dalam penelitian ini yang dikaji yakni orang Kalang yang ditempatkan sebagai pengusaha dan pedagang. Keunikan yang dilihat lebih jauh yaitu sisi ekonomi, sosial, dan budaya.

Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini akan membahas tentang keberhasilan dan kemunduran ekonomi orang Kalang di Cilacap dan Kebumen tahun 1950an-1990an. Selain dari sebab-sebab ekonomis, keberhasilan orang Kalang juga dipengaruhi dari faktor sosial dan budaya. Sementara itu, kemunduran ekonomi juga memberikan dampak pada sisi sosial dan budaya. Agar penelitian ini fokus diperlukan batas tentang sisi ekonomi, sosial, dan budaya. Pertama, sisi ekonomi yaitu jenis perdagangan dan perluasan usaha. Kedua sosial, posisi orang Kalang dalam lingkungan yang dianggap sebagai elite. Ketiga, budaya yakni adat-istiadat orang Kalang yang mempengaruhi etos kerja dan produksi.

17 Bambang Purwanto, “Dimensi Ekonomi Lokal Dalam Sejarah

Indonesia”, dalam: Sri Margana & Widya Fitrianingsih (ed). Sejarah Indonesia: Prespektif Lokal dan Global, (Yogyakarta: Ombak, 2010), hlm. 499.

(8)

Beberapa pertanyaan kemudian disusun untuk memudahkan penelitian. Siapa Orang Kalang Cilacap dan Kebumen yang menjadi pengusaha atau pedagang ? Seperti apa keberhasilan ekonomi orang Kalang ? Faktor-faktor apa saja yang mendorong keberhasilan ekonomi orang Kalang ? Mengapa ekonomi orang Kalang mengalami kemunduran ? Dalam hal apakah dan sejauh manakah kemunduran ekonomi mempengaruhi kehidupan sosial dan budaya orang Kalang ? Perubahan apakah yang terjadi dalam kehidupan sosial-budaya orang Kalang karena keberhasilan dan kemuduran ekonominya ?

Ciri khas dari ilmu sejarah adalah bersifat yang diakronis yakni memanjang dalam waktu dan menyempit dalam ruang.18 Pembatasan spasial ini menjelaskan bahwa peristiwa sejarah yang terjadi di daerah yang satu belum tentu berkaitan dengan daerah lainya. Setiap daerah memiliki karakter tersendiri yang menjadi keunikan. Fungsi lain, adanya pembatasan ruang dan waktu memudahkan peneliti dalam memilih dan mengaitkan dengan konteks historis yang sedang dikaji.19 Penelitian ini membatasi pada dua daerah yakni Kebumen

18 Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta: Bentang, 2005), hlm 68.

19 Taufik Abdullah dan Abdurrahman Surjomihardjo (ed). Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. xii.

(9)

dan Cilacap. Lokasi penelitian di Kebumen ada di kecamatan Gombong dan Ambal sedangkan di Cilacap berada di kecamatan Adipala. Pemilihan ini didasarkan pada keberadaan orang Kalang yang hingga pada masa ini masih dapat ditemui. Penelitian ini tidak akan memperbandingkan ekonomi orang Kalang Kebumen dan Cilacap tetapi melihatnya sebagai kesatuan ekonomi. Hal ini didasarkan pada aspek hubungan kekerabatan antara orang kalang Kebumen dan Cilacap yang masih terjalin melalui hubungan pernikahan.

Batasan pemilihan periode penelitian adalah tahun 1950an-1990an. Penulis disini melihat tahun 1950an-1990an sebagai periode keberhasilan dan kemunduran ekonomi. Diawali dari periode 1950-an, ditandai dengan aktivitas ekonomi orang Kalang sedang berada dalam keadaan berhasil dan disertai dengan perluasan usaha. Selain itu, didasarkan juga atas memori kolektif masyarakat yang masih tersebar tentang keberhasilan ekonomi. Masa keberhasilan ekonomi masih berlangsung hingga periode 1960-an dan 1970-an. Memasuki periode 1980-an pendapatan dari berdagang semakin berkurang. Pemilihan batas akhir tahun 1990-an karena melihat ekonomi orang Kalang yang semakin menurun.

(10)

C. Tujuan Penelitian

Keberadan orang Kalang selalu dikaitkan dengan pandangan negatif seperti mitos keturunan anjing dan masyarakat yang terpinggirkan. Beberapa peneliti yang sudah membahas ekonomi orang Kalang tetapi terbatas hanya pada aktivitasnya. Sisi ekonomi mereka belum banyak diteliti secara mendalam. Berpijak pada permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan pertama, memahami kehidupan ekonomi dan menjelaskan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial dan budaya orang Kalang. Tujuan kedua, mendokumentasikan pengalaman dan kesaksian generasi Kalang yang masih meneruskan adat-istiadat leluhur seperti menjadi pedagang dan menikah dengan kerabat Kalang. Sebagian besar generasi tersebut sudah berusia lanjut, sayang sekali apabila keterangan dari mereka tidak didokumentasikan. Ketiga, menambah referensi penulisan sejarah ekonomi lokal yang masih sedikit dilakukan oleh sejarawan umumnya dan khususnya tentang ekonomi orang Kalang.

(11)

D. Tinjauan Pustaka

Studi pustaka yang sudah dilakukan penulis untuk penelitian ini sebagian besar dari sumber sekunder yakni buku dan artikel. Penulis melakukan inventarisasi penelitian yang sudah dilakukan tentang orang Kalang dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu, dilakukan juga tinjauan pustaka tentang etos kerja dan komunitas tertentu yang titik penekananya pada ekonomi.

Claude Guillot dalam artikel yang berjudul “Orang Kalang Di Pulau Jawa Juru Angkut Dan Pegadaian”, menjelaskan tentang perbedaan orang Kalang dengan masyarakat lainnya berdasarkan penggunaan nama Kalang, pernikahan antar kerabat, profesi sebagai pedagang atau pengusaha, dan masih meneruskan adat-istiadat leluhur.20 Artikel ini juga memberikan pengetahuan secara ringkas tentang profesi orang Kalang yang awalnya penebang kayu atau juru angkut kemudian berpindah menjadi pedagang dan pengusaha.

Selanjutnya, artikel “Dari Poro Paketik Hingga Paketik: Aktivitas Ekonomi Orang Kalang Di Kotagede Pada Masa Depresi-1930”, yang ditulis oleh Mutiah Amini. Penelitian ini lebih menekankan pada Orang Kalang Kasuanan Surakarta yang mendapatkan lisensi untuk mendirikan rumah gadai, di Tegalgendu, Kotagede pada waktu

(12)

an. Pemilik rumah gadai ini biasa disebut dengan istilah paketik. Aktivitas ekonomi lainnya yakni menerima jasa pembuatan emas, perak, permata, dan batik. Profesi ini dalam istilah lokal sering disebut poro. 21 Penelitian yang dilakukan Mutiah Amini masih sedikit menjelaskan pengaruh pendidikan dagang kepada anak dan pernikahan endogami terhadap ekonomi orang Kalang.

Posisi Sosial orang Kalang dalam masyarakat Jawa juga menarik untuk diteliti, seperti dilakukan oleh Warto dalam tulisan “Aspek-aspek Sosio-historis Komunitas Kalang di Jawa”. Ia menjelaskan tentang keadaan awal orang Kalang yang hidup berpindah-pindah di hutan dan pandang hina oleh masyarakat. Keadaan tersebut kemudian berganti setelah Sultan Agung menempatkan mereka di ibukota kerajaan sebagai tukang kayu dan kusir pedati.22 Selain itu, dijelaskan juga cerita rakyat tentang orang Kalang yang berkembang dalam masyarakat.

Sisi kebudayaan orang Kalang sudah ditulis oleh Soelardjo Pontjosoetirto dalam laporan penelitian yang berjudul Orang-Orang Golongan Kalang. Penelitian ini membahas secara lengkap tentang kebudayaan orang Kalang seperti asal-usul orang Kalang, upacara

21 Mutiah Amini, op.cit., hlm. 157-164. 22 Warto, op.cit., hlm. 778.

(13)

Kalang Obong, dan upacara perkawinan. Penelitian tentang budaya orang Kalang juga ditulis oleh Maharkesti.23 Ia lebih khusus mengkaji upacara Obong di Gombong dan nilai-nilai yang terkandung pada seperti gotong royong, musyawarah, persaudaraan, dan pengendalian sosial. Selain itu, secara ekonomi upacara Kalang Obong juga menambah semangat orang Kalang agar giat bekerja untuk mengumpulkan uang demi menyelenggarakan upacara.

Penelitian yang membahas tentang komunitas tertentu dan perubahan ekonominya, di luar orang Kalang banyak dilakukan. Salah satunya dari penelitian yang dilakukan oleh Amin Mudzakkir yang membahas tentang hubungan identitas kota Tasikmalaya, pengusaha pribumi, dan ekonomi negara.24 Ia mengklasifikasikan pengusaha pribumi berdasarkan periode. Ada tiga periode yakni pengusaha pribumi masa Depresi Ekonomi (Kolonial), pengusaha pribumi dan Pribumisasi Ekonomi (masa Orde Lama), dan pengusaha pribumi dibawah Orde Baru. Keberlangsungan pedagang pribumi sangat dipengaruhi dari kebijakan pemerintah yang berkuasa.

23 Maharkesti, “Upacara Kalang Obong di Gombong,” Jarahnitra, NO 004, (Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 1995) hlm.125-167.

24 Amin Mudzakkir, “Kaum Santri Kota: Pengusaha, Perubahan Ekonomi, dan Islam di Kota Tasikmalaya, 1930-1980-an”, Skripsi (Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UGM,2005)

(14)

Perubahan usaha tidak selalu dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Hal inilah yang dikaji oleh Chiyo Inui Kawamura.25 Ia membahas perkembangan industri batik menjadi jasa pariwisata di Prawirotaman, Yogyakarta. Kajiannya mencoba melihat secara menyeluruh apa saja faktor yang mendorong keberlangsungan usaha. Ada dua faktor yakni eksternal dan internal. Faktor eksternal dilihat dari keadaan politik, kebijakan ekonomi, dan inflasi. Sisi internal, persaingan usaha industri batik yang semakin ketat dan regenerasi pengusaha yang tidak berlanjut.

Penelitian tentang pedagang dan pengusaha tidak terbatas pada perubahan ekonomi tetapi juga etos kerja. Hal itu yang dilakukan oleh Geertz di Mojokuto dan Tabanan.26 Ia melakukan perbandingan dua model ekonomi di Mojokuto yang aktor utama para santri dengan kaum bangsawan di Tabanan Bali. Penelitian di Mojokuto menunjukan pola perubahan dari ekonomi pasar menjadi ekonomi firma. Di Tabanan berbeda, golongan bangsawan yang justru aktif berwiraswasta. Mereka menggunakan kekuatan politik

25 Chiyo Inui Kumara, “Peralihan Usaha dan Perubahan Sosial di Prawirotaman, Yogyakarta 1950-1990-an”. Tesis (Yogyakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Budaya UGM, 2004)

26 Clifford Geertz. Penjaja dan Raja: Perubahan Sosial Dan Modernisasi Ekonomi Di Dua Kota Indonesia. (Jakarta: Gramedia, 1977).

(15)

dan kebudayaan dalam mengorganisasikan usahanya. Kajian yang dilakukan pada periode 1950-an juga menggambarkan kehidupan pedagang dan pengusaha memasuki masa “lepas landas” di Jawa dan Bali.

Kajian tentang etos kerja juga ditulis oleh Lance Castles yakni industri rokok pribumi yang dikembangkan oleh para santri di Kudus.27 Ia ingin memperlihatkan faktor politik, agama, dan tingkah laku dalam mempengaruhi etos kerja. Usaha yang diusung para santri ini sebagian besar mengalami kemajuan sebelum masa Revolusi. Industri itu kemudian mengalami kemunduran akibat modernisasi, kekerabatan yang melemah, dan persaingan dengan pengusaha Tionghoa.

Semua hasil penelitian yang sudah ditinjau oleh penulis belum ada yang membahas secara menyeluruh kejayaan dan kemunduran ekonomi orang Kalang. Sejarah ekonomi orang Kalang yang pernah dilakukan hanya membahas aktivitasnya. Penelitian sejarah ekonomi yang membahas keberhasilan dan kemunduran masih melihat dari faktor eksternal dan internal. Penelitian ini membahas proses

27 Lance Castles. Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di Jawa: Industri Rokok Kudus. (Sinar Harapan:Jakarta,1982).

(16)

keberhasilan dan kemunduran orang Kalang dilihat dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya.

E. Metode dan Sumber Penelitian

Penulis disini berangkat dari kedekatan emosional, dari kecil sampai besar penulis tinggal di Cilacap dan menjadi bagian dari keluarga Kalang. Pemilihan ini memberi kemudahan dalam mendapatkan sumber primer yang diperlukan. Sumber primer yang didapatkan seperti surat nikah, foto, dan arsip daerah yang relevan. Selama proses penelitian banyak menemukan sumber foto. Sumber tersebut membantu dalam mengambarkan aktivitas ekonomi dan proses perubahan profesi dari pedagang menjadi pegawai. Sumber ini diperoleh dari koleksi keluarga Kalang Kebumen dan Cilacap.

Data juga banyak didapatkan dari penelitian skripsi dan tesis yang sudah dilakukan mengenai Cilacap dan Kebumen. Penelitian ini juga didukung dengan sumber sekunder yang terkait dengan tema antara lain dari buku, laporan penelitian, dan artikel. Sumber tersebut diperoleh dari perpustakaan FIB UGM, Jurusan Sejarah, perpustakaan Ignatius, dan Perpustakaan Nasional. Penelitian juga disertai dengan sumber lisan, wawancara dengan keluarga Kalang Kebumen dan Cilacap. Pemilihan narasumber didasarkan pada anggota keluarga Kalang, pengurus organisasi Kalang, dan orang

(17)

yang terlibat pada kajian yang diteliti. Penggunaan sumber lisan berfungsi sebagai pembanding atau juga dapat menambah informasi yang tidak terekam pada sumber tertulis.28

Data yang didapatkan dari sumber primer, sekunder, dan wawancara lisan kemudian diverifikasi. Kedekatan emosional dengan tema membuat unsur subjektivitas sering kali muncul. Verifikasi ini berfungsi untuk mengurangi unsur tersebut. Proses pelaksanaanya dibagi menjadi dua aspek yakni autensitas dan kredibilitas. Dalam kritik tentang autensitas dilihat dari bentuk fisik sumber. Misalnya, arsip yang ditemukan dilihat dari kertas dan huruf yang digunakan apakah sudah sesuai dengan zaman pembuatannya. Tujuan dari kritik ini adalah untuk memastikan keaslian data. Kritik tentang kredibilitas yakni proses pembandingan data yang diperoleh dengan data lain baik itu tertulis maupun wawancara. Kritik ini untuk mengetahui tentang validnya suatu data. Selanjutnya, interprestasi terhadap data setelah melalui kritik internal dan eksternal. Penafsiran ini membantu data agar bermakna dan memiliki hubungan dengan data lain yang sesuai dengan tema.29 Proses

28 Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm 35.

(18)

interpretasi kemudian menghasilkan fakta sejarah yang selanjutnya dituangkan dalam penulisan.

F. Sistematika Penulisan

Dalam sebuah penelitian diperlukan sebuah panduan yang berisi hal-hal yang ingin dijelaskan. Sistematika penulisan mempunyai peranan agar hasil penelitian dapat dijelaskan secara teratur. Penyusunan sistematika ini dibuat kronologis agar perubahan ekonomi, sosial, dan budaya orang Kalang dapat diketahui. Sebelum memasuki bagian inti, pembahasan dimulai dengan perkembangan daerah Cilacap dan Kebumen ketika pemerintah Kolonial berkuasa penuh dan perubahan yang terjadi di bidang wilayah, ekonomi, dan sosial. Dalam membahas keadaan sosial dijelaskan sedikit tentang posisi orang Kalang dalam masyarakat. Bagian ini dijelaskan secara terpisah setiap daerah, tujuanya agar penulisan mudah dilakukan dan mudah dimengarti oleh pembaca. Penjelasan kemudian dilanjutkan tentang kebudayaan dan asal-usul orang Kalang. Bagian ini diakhiri dengan keterangan siapa saja orang Kalang yang menjadi pedagang dan pengusaha sukses dan aktivitas ekonominya di Cilacap-Kebumen. Gambaran aktivitas ekonomi orang Kalang di kedua daerah tersebut ditulis

(19)

dalam satu sub-bab. Alasannya, karena kekerabatan erat orang Kalang di Cilacap dengan Kebumen.

Keadaan ekonomi di tahun 1950-an dan kebijakan Pribumisasi pada pedagang dan pengusaha akan mengawali bab III. Apakah kebijakan tersebut berpengaruh terhadap ekonomi orang Kalang ? Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan keberhasilan ekonomi orang Kalang. Seperti apa keberhasilan ekonomi orang Kalang dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial dan budaya ? Pada bagian ini juga dijelaskan tentang posisi sosial orang Kalang yang dipandang terhormat dalam masyarakat. Selain itu, mereka juga masih meneruskan adat-istiadat leluhur seperti pernikahan antar kerabat dan pelatihan dagang sejak dini.

Pada bab berikutnya, tulisan ini difokuskan pada kemunduran ekonomi orang Kalang. Apakah kemunduran tersebut mempengaruhi aspek kehidupan lain ? Hasilnya, faktor budaya dan sosial terkena dampaknya. Pembahasan dari sisi sosial dan budaya ini untuk melihat secara menyeluruh perubahan yang terjadi pada orang Kalang. Bagian penutup skripsi ini berupa kesimpulan untuk menjawab pertanyaan yang sudah dituliskan pada bagian pengantar.

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui perbedaan minat mahasiswa berprofesi guru ditinjau dari jenis kelamin dan status sosial ekonomi orang tua pada mahasiswa program studi pendidikan

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti untuk mengetahui masalah sosial ekonomi terutama tingkat kesejahteraan rumah tangga tenaga kerja

subyek yang diteliti adalah Komunikasi Antar Budaya dalam Bertetangga Masyarakat Rumah Susun Penjaringan Surabaya sedangkan peneliti di sini mengkaji masalah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh status sosial ekonomi dan perhatian orang tua terhadap prestasi belajar bahasa indonesia. Metode penelitian yang

Menurut berbagai referensi yang didapat peneliti, baik dari internet, buku maupun informasi dari orang lain penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

antara status sosial ekonomi orang tua dengan motivasi belajar siswa

Untuk mengetahui pengaruh status sosial ekonomi orang tua dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar ekonomi siswa Kelas XI IPS SMA Angkasa Lanud Soewondo Tahun

Pujo Semedi, Dampak Pembangunan Ekonomi Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat. Membahas tentang perkembangan suatu pasar selalu mengalami perubahan, baik