• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah absorber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah absorber"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Berbagai industri petrokimia, industri minyak dan gas alam yang pada Berbagai industri petrokimia, industri minyak dan gas alam yang pada prosesnya memerlukan pemisahan gas CO

prosesnya memerlukan pemisahan gas CO22 dan H dan H22SS,,karena termasuk kategori gaskarena termasuk kategori gas

yang bersifat asam (

yang bersifat asam (acid gasacid gas) da) dan n korosif. korosif. Gas Gas COCO22 dan dan HH22S bersifat korosif danS bersifat korosif dan

dapat merusak bagian dalam utilitas pabrik dan sistim perpipaannya. Sifat korosif dapat merusak bagian dalam utilitas pabrik dan sistim perpipaannya. Sifat korosif CO

CO22  dan H  dan H22SS akan muncul pada daerah - daerah yang menyediakan penurunanakan muncul pada daerah - daerah yang menyediakan penurunan

temperatur dan tekanan, seperti pada bagian

temperatur dan tekanan, seperti pada bagian elbowelbow pipa,pipa, tubing-tubingtubing-tubing,, cooler cooler ,, dan

dan injektor injektor turbin. turbin. Di Di samping samping itu itu gas gas COCO22 dapat mengurangi nilai kalor daridapat mengurangi nilai kalor dari

gas alam. Di dalam fasilitas turbin, CO

gas alam. Di dalam fasilitas turbin, CO22 akan akan mengakibamengakibatkan tkan penurunan penurunan nilainilai

kalor pembakaran turbin, karena CO

kalor pembakaran turbin, karena CO22  dan H  dan H22O merupakan produk dariO merupakan produk dari

pembakaran. Pada kilang

pembakaran. Pada kilang  Liquified  Liquified Natural Natural GasGas  (LNG), gas CO  (LNG), gas CO22  harus  harus

dihilangkan karena pada suhu sangat rendah CO

dihilangkan karena pada suhu sangat rendah CO22  akan membeku yang  akan membeku yang

mengakibatkan tersumbatnya sistim perpipaan dan merusak

mengakibatkan tersumbatnya sistim perpipaan dan merusak tubing-tubingtubing-tubing padapada main heat exchanger 

main heat exchanger . . Gas Gas COCO22  juga merupakan produk samping pada industri  juga merupakan produk samping pada industri

amoniak.

amoniak. Gas Gas COCO22 merupakan racmerupakan racun terhadap kataun terhadap katalis sintesa amoniak, maka lis sintesa amoniak, maka COCO22

harus dipisahkan dari gas proses sebelum memasuki unit sintesa amoniak. harus dipisahkan dari gas proses sebelum memasuki unit sintesa amoniak.

Melihat besarnya kerugian yang dapat ditimbulkan oleh CO

Melihat besarnya kerugian yang dapat ditimbulkan oleh CO22 dan Hdan H22S,S,

maka penting sekali dilakukan proses pemisahan CO

maka penting sekali dilakukan proses pemisahan CO22  dan H  dan H22S dari aliran gas.S dari aliran gas.

Secara prinsip, berbagai cara dapat digunakan untuk pemisahan CO

Secara prinsip, berbagai cara dapat digunakan untuk pemisahan CO22  dan H  dan H22S.S.

Pemilihan metode

Pemilihan metode yang tepyang tepat at untuk memisahuntuk memisahkan dan mekan dan menangkap COnangkap CO22 dan Hdan H22SS

ditentukan

ditentukan oleh bebeoleh beberapa paramerapa parameter, seperti ter, seperti konsentrasi konsentrasi COCO22  dan H  dan H22S di aliranS di aliran

masuk, konta

masuk, kontaminan alami yaminan alami yang terdapat dang terdapat dalam aliran gas lam aliran gas masuk, tekanamasuk, tekanan dann dan suhu gas masuk, kualitas produk, dan faktor lainnya (Shaw dan

suhu gas masuk, kualitas produk, dan faktor lainnya (Shaw dan Hughes, 2001).Hughes, 2001).

1.1

1.1 Penangkapan Penangkapan COCO22 dan H dan H22SS

1.1.1

1.1.1 Teknologi Teknologi penangkapan penangkapan COCO22 dan H dan H22SS

Berbagai macam proses secara luas telah dikembangkan untuk mereduksi Berbagai macam proses secara luas telah dikembangkan untuk mereduksi CO

CO22 dan H dan H22S dari aliran gas. RaS dari aliran gas. Rao dan Rubin (2002), o dan Rubin (2002), menyampaikamenyampaikan ada beberapan ada beberapa

teknologi untuk memisahkan dan menangkap CO

(2)

(pendinginan), proses adsorpsi, proses pelarutan dan difusi dengan teknologi membran, dan absorpsi secara kimiawi. Proses Cryogenic dapat dipakai untuk tekanan parsial CO2 yang besar namun dengan adanya proses pendinginan biaya

yang dikeluarkan tidak sedikit. Bila digunakan untuk kandungan gas CO2 yang

rendah metode ini tidak efektif dari segi ekonomi, metode ini biasanya hanya digunakan pada aliran gas dengan kandungan CO2  yang sangat besar. Adsorpsi

telah diterapkan namun kapasitas dan selektivitas yang rendah tidak berpotensi untuk pengambilan CO2  dari aliran gas dengan baik. Membran merupakan

metode pemisahan yang tidak membutuhkan zat kimia tambahan dan juga kebutuhan energinya sangat minimum. Membran dapat bertindak sebagai filter yang sangat spesifik. Hanya molekul-molekul dengan ukuran tertentu saja yang bisa melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan di permukaan membran. Tetapi penggunaan membran membutuhkan aliran gas yang sangat murni, dan terbebas dari partikel pengotor.

Proses absorpsi CO2 dan H2S dengan pelarut secara fisik dan kimia adalah

metode pemisahan yang paling ekonomis untuk memisahkan CO2  dan H2S dari

aliran gas. Proses absorpsi dengan pelarut secara fisika biasanya diaplikasikan pada tekanan yang tinggi. Beberapa pelarut yang umum digunakan yaitu Selexol,  Rectisol, dan Purisol. Pelarut fisika tidak bereaksi dengan CO2  dan H2S, maka

pelarut tidak terkonsumsi (tidak berkurang). Sebagai tambahan, panas absorpsi dibatasi pada enthalpy absorpsi fisika, yang mana nilainya jauh lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan pelarut yang reaktif. Proses dibatasi oleh selektivitas dan laju absorpsi yang rendah. Absorpsi CO2  dan H2S secara kimia

dengan pelarut (absorpsi reaktif) adalah metode pemisahan yang dikembangkan dengan baik dan telah diaplikasikan pada berbagai proses komersial, termasuk pemurnian gas dan produksi ammonia (Cullinane, 2005). Proses tersebut menggabungkan sirkulasi pelarut yang mengandung absorben  reaktif seperti kalium karbonat (K2CO3) atau senyawa-senyawa alkanolamine seperti

monoethanolamine (MEA), diethanolamine (DEA), diisopropanolamine (DIPA), diglycolamine (DGA), triethanolamine (TEA), methyldiethanolamine (MDEA) dan amine 2-amino-2-methyl-1-propanol (AMP).  Absorben  reaktif tersebut

(3)

menyerap gas CO2 dan dan H2S secara kimia dalam absor ber dan di regenerasi

dalam stripper  dengan menggunakan panas.

Faktor biaya terbesar untuk menangkap CO2  adalah konsumsi energi

untuk regenerasi pelarut, dapat mencapai 49% dari total biaya penangkapan CO 2

(Rochelle dan Dang, 2001). Faktor lain adalah kapasitas pelarut yang menentukan  jumlah CO2  yang diserap per unit dari pelarut. Kapasitas pelarut tinggi

memberikan penyerapan CO2  lebih besar namun pada pelepasan CO2 nya

membutuhkan energi yang lebih besar pula. Ketika CO2  bereaksi dengan bahan

pelarut di absorber , panas dibebaskan. Sejumlah panas setara dengan panas yang dibebaskan tersebut (belum termasuk panas latent  dan panas sensible) dibutuhkan untuk kebalikan reaksi dan memindahkan CO2 dari pelarut dalam stripper . Oleh

karena itu, suatu kondisi yang dapat meningkatkan laju penyerapan CO2ke dalam

pelarut pada penurunan laju alir cairan akan menghemat biaya. Faktor lain dalam penghematan energi adalah meningkatkan kemampuan pelarut untuk menangkap CO2.

1.1.2 Pelarut

Banyak pelarut yang digunakan pada pengolahan gas, tetapi secara umum yang paling efektif adalah pelarut senyawa-2 alkanolamine dan K2CO3

panas (Cullinane, 2005).

 a. Senyawa alkanolamine

Menurut Kohl dan Riesenfeld (1985), senyawa alkanolamine dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu  primary amine (contoh MEA dan DGA); secondary amine  (DEA dan DIPA); tertiary amine  (TEA dan MDEA)  dan hindered amine (AMP). Senyawa alkanolamine memiliki keunggulan dalam mengabsorpsi CO2  karena laju absorpsinya cepat, biaya murah tetapi panas

absorpsinya tinggi (20-25 kcal/mol). Oleh karena senyawa alkanolamine bersifat korosif, biasanya ditambahkan inhibitor. Senyawa alkanolamine dengan inhibitor menyebabkan  foaming. Selain itu, kekuatan ion alkanolamine dalam mengikat CO2  tinggi (tergantung senyawa alkanolamine nya). Makin kuat senyawa

alkanolamine tersebut mengikat CO2, maka akan butuh heat energi yang lebih

(4)

kebutuhan st eam yang ada di reboiler . Kelemahan senyawa alkanolamine terutama kelompok  primary  dan secondary adalah terbentuknya senyawa carbamate yang stabil dan tidak dapatnya memisahkan senyawa-senyawa mercaptan, serta hilangnya uap yang besar menyebabkan tekanan uap yang tinggi. Kelemahan yang lain dari senyawa alkanolamine adalah terdegradasi pada overheating (> 100oC) dan terjadi reaksi lebih lanjut dimana menghasilkan produk samping yang tidak bisa diregenerasi (Bartoo dan Ruzicka, 1991). Polasek (1994) telah membandingkan senyawa MDEA dengan senyawa alkanolamine yang lain, hasilnya konsentrasi larutan bisa tinggi ( mencapai 50-55%), loading  gas asam tinggi, korosifitas lebih rendah, ketahanan degradasi lebih tinggi, panas reaksi lebih rendah serta kehilangan tekanan uap rendah.

b. Kalium karbonat (K2CO3)

Absorpsi CO2  dan H2S dengan larutan encer K2CO3, telah digunakan

secara luas terutama untuk pemisahan CO2  dari gas sintesa dan gas alam.

Penggunaan larutan tersebut karena memiliki stabilitas tinggi, biaya rendah dan kebutuhan energi untuk regenerasi pelarut rendah, tetapi laju reaksi lambat dibandingkan dengan senyawa-senyawa alkanolamine (Benson dkk., 1956; Astarita dkk.,1983). Penambahan promotor pada larutan kalium karbonat dapat meningkatkan proses absorpsi CO2. Senyawa kalium karbonat (K2CO3) dengan

promotor senyawa alkanolamine menunjukkan cara yang efektif untuk meningkatkan keseluruhan  performance bahan pelarut, khususnya senyawa alkanolamine kelompok primary dan secondary (Savage dan Sartori, 1984; Tseng dkk. 1988; Bosch, dkk., 1989; Augugliaro dan Rizzuti, 1987; Cullinane dan Rochelle, 2004; Rahimpour dan Kashkool, 2004b; Ahmadi dkk. 2008).

Disamping senyawa alkanolamine sebagai promotor pada larutan K2CO3,

Gosh dkk. (2009) menambahkan asam borat ke dalam larutan kalium karbonat yang hasilnya dapat meningkatkan laju absorpsi CO2, tetapi masih berada dibawah

kemampuan menggunakan promotor senyawa alkanolamine.

1.2. Pemisahan CO2 dengan absorpsi/  stripping

Dalam proses pemisahan CO2, mula-mula CO2 diserap kedalam larutan

(5)

absorben yang banyak mengandung CO2 tersebut setelah meninggalkan absor ber ,

kemudian dialirkan ke dalam kolom stripper   (Gb 1.1). Larutan tersebut sebelumnya dipanaskan dengan larutan hasil keluaran dari kolom stripper   yang sudah tidak banyak mengandung CO2. Larutan yang keluar dari kolom stripper ,

digunakan untuk menyerap CO2  dalam kolom absorpsi. CO2 dipisahkan dari

larutan absorben di dalam stripper .

Gambar 1.1 Flowsheet  proses absorpsi/ stripper 

Contoh penerapan teknologi absorpsi CO2  dalam pelarut reaktif salah

satu terdapat pada industri pupuk di Indonesia yaitu pada unit removal CO2yang

menggunakan larutan benfield  sebagai penyerap dan DEA sebagai activator . Unit removal CO2 tersebut berfungsi untuk mengambil CO2 yang terbentuk dari proses

reforming  gas alam. Unit ini sangat berperan penting, baik dalam proses pembuatan ammonia maupun urea. CO2 dikenal sebagai racun katalis di  Ammonia

Converter , namun juga CO2  digunakan sebagai bahan baku utama dalam

pembuatan urea. Penurunan  performance penyerapan di unit removal CO2 dapat

mengakibatkan peningkatan CO2 leak  di absorber   sehingga menurunkan  purity

CO2 outlet stripper . Penurunan  purity CO2  akan diikuti dengan peningkatan

konsentrasi H2 dalam gas CO2 ( Priandani dkk., 2009). �������� ��� ������ ��� ������� �������������� ��� ��� ���������� ��������  �������� ���� ������� ���� ������� ��������

(6)

Kinerja dari sistim absor ber  /stripper   tersebut mensyaratkan bahwa pelarut/absorben untuk memisahkan gas CO2  harus murah, memiliki kapasitas

siklus neto yang tinggi, laju absorpsi/reaksi lebih besar dan juga stabilitas kimia yang tinggi, tekanan uap yang rendah serta korosifitasnya kecil.

1.3 Penelitian-penelitian terdahulu

Kajian teoritis mengenai perpindahan massa disertai reaksi kimia pada proses absorpsi adalah penting untuk desain dan analisa kinerja kolom. Kajian teoritis pada proses absorpsi gas asam kedalam pelarut telah banyak dilakukan peneliti. Peneliti-peneliti terdahulu mengembangkan pendekatan rate-based  dengan beberapa model perpindahan masssa (model film, model penetrasi, model Danckwertz) untuk absorpsi reaktif di dalam Packed Column dengan menggunakan konsep enhancement factor  (Versteeg dkk. 1988; Vas Bhat dkk. 1997; Altway dan Yuyun, 1999; Lin dan Shyu, 1999; Nordenkampf dkk., 2004; Rahimpour dan Kashkool, 2004a,b, Yunita dkk., 2008.

Pendekatan rate-based   untuk proses perpindahan massa dan panas disertai atau tanpa disertai reaksi kimia telah dibahas secara detail oleh Taylor dan Krisna (1993). Konsep enhancement factor   berlaku dengan baik hanya untuk beberapa jenis reaksi sederhana (dilakukan penyederhanaan) yang terjadi dalam fasa liquida dan menggunakan teori difusi Fick yang tidak memperhitungkan interaksi antar komponen-komponen yang berdifusi. Pada kenyataannya, proses absorpsi reaktif melibatkan fenomena difusi multi komponen disertai reaksi ganda yang kompleks. Fenomena ini umumnya mengikuti teori difusi multikomponen  Maxwell-Stefan. Beberapa peneliti terdahulu Schneider dkk., 1999; Kenig dkk., 2000; Kenig dkk, 2001; Noeres dkk., 2003; Kloker dkk., 2005 dan Ghaemi dkk.,2009 telah mempelajari fenomena perpindahan massa multikomponen disertai sistim reaksi yang kompleks.

Schneider dkk. (1999), melakukan kajian teoritis absorpsi reaktif multikomponen model rate-based   yang diselesaikan dengan metode numerik. Penyelesaian persamaan bersifat komplek dan belum diaplikasikan ke dalam sistim riil di industri.

(7)

Kenig dkk. (2000), membandingkan metode penyelesaian persamaan absorpsi reaktif multikomponen model rate-based  film yang diselesaikan dengan metode numerik dan analitik serta menggunakan  Maxwell-Stefan difusion. Penyelesaian dengan analitik dapat direkomendasikan sebagai alternatif untuk sistim pemisahan reaktif skala besar sedangkan penyelesaian numerik disarankan untuk sistim reaksi tunggal.

Kenig dkk. (2001), memberikan solusi umum secara analitik untuk persamaan difusi multikomponen disertai reaksi kimia ganda di film kondisi steady state dan unsteady state menggunakan teori difusi Maxwell-Stefan. Namun aplikasi solusi ini untuk sistim absorpsi reaktif belum dilaksanakan.

Model yang telah diselesaikan oleh Kenig dkk. (2001), dikembangkan oleh Noeres dkk. (2003) untuk sistim absorpsi dan distilasi reaktif pada kasus pemisahan NOx, pemurnian gas coke, sintesa methyl acetat dan sintesa MTBE. Khusus untuk sistim absorpsi reaktif, model ini mengasumsikan bahwa seluruh tahanan perpindahan massa terkonsentrasi pada film dan perpindahan massa pada film adalah difusi molekular tunggal. Sistim larutan yang digunakan untuk absorpsi reaktif adalah asam nitrat.

Model yang telah diselesaikan oleh Kenig dkk. (2001), dikembangkan Kloker dkk. (2005), untuk proses distilasi (sintesa ethyl acetat) dan stripping (octyl hexanoat). Namun model rate based   untuk proses stripping  dilakukan penyederhanaan menggunakan effective difusivities.

Ghaemi dkk. (2009), melakukan pengembangan model menggunakan model yang telah diselesaikan oleh Kenig dkk. (2001) untuk absorpsi CO2dengan

larutan ‘ partially carbonated ammonia’  . Gas yang terserap diasumsikan hanya CO2 dan laju reaksi menggunakan laju roverall .

1.4 Perumusan dan pembatasan masalah

Mengingat besarnya kerugian yang dapat ditimbulkan oleh CO2  dan

H2S, maka pemisahan gas CO2dan H2S dari industri minyak dan gas alam serta

industri petrokimia secara absorpsi reaktif telah menjadi bagian penting dalam proses industri selama dekade ini. Dalam rangka meningkatkan sistim desain

(8)

absorpsi reaktif, telah dikembangkan oleh peneliti terdahulu model absorpsi melalui kajian teoritis dan simulasi.

Permasalahan dari model-model yang telah dikembangkan yang berhubungan dengan metode pemisahan CO2  dan H2S dari aliran gas dapat

dirumuskan sebagai berikut:

• Absorpsi reaktif melibatkan berbagai komponen campuran gas dan

campuran liquida yang mewakili campuran multikomponen gas dan atau cairan yang properti perpindahannya jauh lebih komplek dibandingkan dengan perpindahan massa binari sederhana, sementara sebagian besar model adalah uni komponen yang mengasumsikan hanya satu komponen yang berpindah melalui interface  atau difusi molekular tunggal. Pengembangan model menggunakan rate-based untuk difusi multikomponen di film pada proses absorpsi belum banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Beberapa diantaranya adalah Noeres dkk. (2003); Kloker dkk. (2005) dan Ghaemi dkk. (2009). Dalam penerapan sistim absorpsi reaktif , peneliti-peneliti tersebut mengasumsikan bahwa seluruh tahanan perpindahan massa terkonsentrasi pada film dan perpindahan massa pada film adalah difusi molekular tunggal, serta dilakukan penyederhanaan menggunakan effective difusivities dan laju reaksi menggunakan laju roverall . Karena itu , rincian model diperlukan untuk

memberikan gambaran diskripsi dari interaksi antara perpindahan massa difusi dan reaksi kimia.

• Proses absorpsi pemisahan CO2  dalam prakteknya terjadi pada tekanan

tinggi. Pada kondisi tersebut beberapa komponen disamping CO2  dapat

terserap dan terjadi interaksi antar komponen dalam film gas maupun film liquida yang mempengaruhi proses perpindahan massa maupun reaksi kimia.

• Kinerja dari sistim absorber mensyaratkan bahwa pelarut/absorben untuk

memisahkan gas CO2  harus murah, memiliki kapasitas siklus neto yang

tinggi, laju absorpsi/reaksi lebih besar dan juga stabilitas kimia yang tinggi, tekanan uap yang rendah serta korosifitasnya kecil.

(9)

Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka meningkatkan  performance kolom absorber   dilakukan pengembangan model rate-based  dua film untuk desain absorpsi multikomponen menggunakan pendekatan rigorous dengan memperhatikan interaksi antara perpindahan massa secara difusi untuk masing-masing komponen dan masing-masing-masing-masing reaksi kimia yang mewakili campuran multikomponen. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan teori difusi multikomponen  Maxwell-Stefan  untuk mengkaji secara teoritis kinerja Packed Column  dalam mengabsorpsi gas CO2 kedalam larutan. Disamping itu, sebagai

perbandingan dikaji pula model rate-based  dua film untuk desain absorpsi multikomponen menggunakan enhancement factor dengan teori Fick-difusion.

Sistim pelarut yang digunakan adalah senyawa K2CO3 dengan promotor

MDEA. Senyawa MDEA menunjukkan cara yang efektif untuk meningkatkan keseluruhan  performance  bahan pelarut K2CO3, karena memiliki kelebihan

seperti loading  campuran gas asam dan ketahanan degradasi lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa alkanolamine kelompok  primary  dan secondary. Senyawa MDEA memiliki panas reaksi , kehilangan tekanan uap, korosifitas lebih rendah dibandingan senyawa alkanolamine yang lain, sehingga diharapkan memberikan peluang untuk meningkatkan  performance  bahan pelarut K2CO3 .

Promotor lain yang akan diteliti kinerjanya adalah asam borat, karena sifat asam borat yang ramah lingkungan dan juga memiliki kemampuan menyerap CO2.

Pengembangan model matematis dilakukan dengan membuat neraca massa pada Packed Column  dengan menggunakan model film untuk difusi multikomponen dengan persamaan  Maxwell-Stefan. Neraca massa mikroskopis dibuat untuk masing-masing komponen dalam fasa liquida dan fasa gas. Fluks absorpsi masing-masing komponen  ditentukan dengan menggunakan model film steady state dengan teori difusi multikomponen  Maxwell-Stefan, yang sudah diselesaikan secara analitik oleh Kenig dkk. (2001). Sistim absorpsi reaktif menghasilkan panas reaksi yang menyebabkan terjadinya perubahan suhu pada kolom, maka pengembangan model matematis ini dibuat pula neraca energi fasa liquida pada Packed Column.

(10)

Pada pembentukan model matematis absorpsi CO2  ke dalam larutan

K2CO3 dengan promotor pada Packed Column,  dibutuhkan sistim reaksi kimia,

kinetika reaksi, dan kelarutan komponen gas-gas di dalam larutan elektrolit. Informasi yang berhubungan dengan kinetika reaksi MDEA dan asam borat untuk sistim absorpsi CO2 dengan larutan K2CO3belum tersedia.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan eksperimen untuk menentukan data kesetimbangan fasa gas-cair dalam sistim larutan elektrolit: CO2-K2CO3-MDEA-H2O. Eksperimen dilakukan menggunakan kolom absorpsi

tipe Wetted Wall Coloumn (WWC ). Berdasarkan data percobaan, melakukan perhitungan estimasi koefisien aktifitas dengan model e-NRTL  dan membandingkan profil tekanan parsial kesetimbangan CO2  dan H2O dari hasil

eksperimen dengan hasil estimasi. Selain itu, diperlukan pula data kinetika reaksi absorpsi CO2 dalam larutan K2CO3  dengan promotor. Senyawa yang digunakan

sebagai promotor K2CO3 adalah senyawa MDEA dan asam borat, penentuan data

kinetika secara eksperimen menggunakan kolom absorpsi tipe WWC .

Dalam penelitian eksperimen ini, penggunaan promotor asam borat dalam sistem larutan K2CO3  dibatasi hanya untuk menentukan kinetika reaksi,

sedangkan pada pemodelan dan simulasi, penggunaan promotor asam borat dibatasi hingga penentuan distribusi konsentrasi komponen-komponen pada film liquida.

Penyelesaian model matematis tersebut perlu diprediksi laju absorpsi CO2

dan H2S. Dalam hal ini dibutuhkan data koefisien perpindahan massa dan

koefisien difusi. Koefisien perpindahan massa sisi gas dan liquida diperoleh dari korelasi empiris di literatur. Output   dari model  Packed Column  ini adalah % removal CO2 dan H2S, distribusi konsentrasi masing-masing gas dalam fasa

liquida dan distribusi temperatur campuran gas dan campuran liquida pada Packed  Column.

1.5. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang disampaikan diatas, maka penelitian disertasi ini dibagi dalam dua kelompok yaitu penelitian yang bersifat eksperimen dan penelitian yang bersifat kajian teoritis.

(11)

1.5.1. Tujuan penelitian eksperimen Tujuan penelitian eksperimen adalah:

1) Menentukan data kesetimbangan larutan fasa gas-cair sistim elektrolit untuk CO2- K2CO3-MDEA-H2O

2) Menentukan data kinetika reaksi absorpsi CO2  dengan pelarut K2CO3  dan

promotor MDEA dan asam borat.

3) Menentukan % removal CO2  dan H2S menggunakan sistim larutan K2CO3

dan promotor MDEA.

1.5.2. Tujuan penelitian pemodelan dan simulasi Tujuan penelitian pemodelan adalah:

1) Mengembangkan model menggunakan rate-based   model film dengan teori difusi multikomponen Maxwell-Stefan melalui pendekatan rigorous untuk mengkaji secara teoritis kinerja Packed Column dalam mengabsorpsi gas CO2  dan H2S ke dalam larutan K2CO3  dengan

promotor MDEA dan promotor asam borat. Sebagai perbandingan dilakukan pula pengembangan model menggunakan pendekatan enhancement factor .

2) Menghitung distribusi konsentrasi masing-masing komponen dalam fasa liquida dan distribusi temperatur campuran gas dan campuran liquida pada Packed Column

3) Menghitung removal CO2 dan H2S dengan cara simulasi dari model yang

telah dikembangkan untuk absorpsi CO2 dan H2S pada sistim larutan

CO2-K2CO3-MDEA-H2O.

1.6. Orisinalitas penelitian

Hasil penelitian ini merupakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan faktor kebaruan sebagai berikut:

1 Sistim pelarut K2CO3  dengan promotor MDEA untuk absorpsi CO2  dan

H2S belum ada yang meneliti, baik dalam bentuk eksperimen maupun

(12)

2 Data kinetika merupakan salah satu parameter model yang dikembangkan, namun informasi yang berhubungan dengan kinetika reaksi MDEA dan asam borat pada absorpsi CO2 dengan larutan K2CO3tidak tersedia.

3 Model yang dikembangkan peneliti terdahulu dengan teori difusi multikomponen  Maxwell-Stefan  menggunakan effective difusivities  dan laju reaksi reaksi overall. Pengembangan rigorous model menggunakan pendekatan rate-based   model film dengan teori difusi multikomponen  Maxwell-Stefan  untuk mengkaji secara teoritis kinerja Packed Column dalam menyerap gas CO2 dan H2S ke dalam larutan K2CO3  dengan

promotor MDEA belum ada. Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan model menggunakan pendekatan rigorous yang memperhatikan interaksi antara perpindahan massa secara difusi dan reaksi kimia yang mewakili campuran multikomponen.

Referensi

Dokumen terkait

Indikator yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan sosialisasi bahaya narkoba bagi pelaut di Pelabuhan Tuju-tuju, Desa Tarasu Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone,

40bal 3asan (++)$ pengujian klasiikasi dua arah tanpa interaksi merupakan pengujian hipotesis beda tiga rata-rata atau lebih dengan dua aktor  yang berpengaruh

Hasil analisis yang diperoleh dari uji alternatif Chi square yaitu uji Kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa nilai p value 0,977 (> α = 0,05), sehingga Ha ditolak, yang

a. seleksi dan penetapan oleh pengurus. Pandangan lain menempatkan kelima kategori tersebut dalam spektrum derajat partisipasi-derajat sentralisasi. Yang berhak memberikan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: (1) guru pengeta- huan sosial sejarah hendaknya perlu tampil di setiap kesempatan

11 Ibid.. Menyikapi hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya-upaya peningkatan kemampuan yang diwujudkan secara nyata melalui pengembangan dan pembinaan kemampuan

Karies atau lubang gigi merupakan penyakit pada jaringan gigi yang diawali dengan terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissure,

24 Tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia, dengan ini kami menugaskan kepada seluruh BUMN untuk menggerakan karyawan beserta keluarga agar melakukan penanaman pohon