• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, aspek manajemen untuk menyediakan pelayanan kesehatan terbaik untuk pasien di rumah sakit semakin diperhitungkan. Rumah sakit ingin mengoptimalkan level kepuasan pasien, sementara di sisi lain juga harus meminimalkan biaya. Hal ini membuat rumah sakit dituntut untuk melakukan perbaikan terhadap sistem yang ada secara berkesinambungan agar tujuan efisiensi dan kepuasan pasien dapat tercapai.

Salah satu bagian manajemen rumah sakit yang sering mendapat perhatian adalah manajemen ruang operasi. Ini dikarenakan penggunaan ruang operasi merupakan salah satu sumber daya yang paling kritis dan berbiaya besar yang ada di rumah sakit. Berdasarkan Health Care Financial Management Association (2005), ruang operasi menyumbangkan 40% dari pemasukan di rumah sakit dan mengkonsumsi lebih dari 9% anggaran tahunan rumah sakit (Jebali et al, 2005). Besarnya biaya operasi tersebut diakibatkan banyaknya sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan operasi meliputi staf (contoh: ahli bedah, perawat, ahli bius, dll), peralatan dan fasilitas untuk pre-operative, perioperative, dan post-operative (Guerriero dan Guido, 2010). Dengan begitu, manajemen ruang operasi sebaiknya dapat menemukan cara yang efisien untuk menjalankan ruang operasi.

Tugas penting manajemen ruang operasi adalah penjadwalan terintegrasi operasi untuk mengakomodir permintaan pelayanan operasi yang semakin tinggi dengan adanya keterbatasan sumber daya dari segi dokter, ruang operasi, tim operasi, dan ruang pemulihan. Penjadwalan operasi itu sendiri merupakan suatu metode untuk menentukan urutan dan alokasi aktivitas operasi yang akan dilaksanakan di ruang operasi beserta seluruh sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas operasi tersebut. Penjadwalan operasi yang tidak tepat akan menghasilkan waiting time untuk pasien atau malah pembatalan pelaksanaan operasi, dimana akan merugikan pihak pasien dan juga rumah sakit.

(2)

Bedah Sentral (IBS). IBS menangani berbagai macam tindakan operasi atau pembedahan sesuai dengan spesialisasi dokter bedah yang dimiliki oleh rumah sakit. Berbeda dengan ruang operasi yang dibawahi oleh Instalasi Rawat Jalan, pasien IBS akan dikenakan biaya tindakan operasi yang lebih tinggi dikarenakan tindakan operasi yang dilakukan lebih khusus dan sebagian besar mengharuskan pasien untuk masuk ke rawat inap.

Di Indonesia, berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa sebagian besar jenis strategi penjadwalan operasi yang dilakukan oleh rumah sakit adalah open scheduling (Prismawiyati, 2008; Rifai, 2011; Putri, 2011; Kurniawati, 2012; Maulana, 2014). Selain open scheduling, terdapat jenis strategi penjadwalan block scheduling dan modified scheduling. Pada block scheduling dokter bedah hanya dapat menggunakan block time yang sudah disediakan berdasarkan masing-masing jenis operasi. Berbeda dengan open scheduling dimana semua waktu terbuka (non-block) sehingga dokter bedah bisa memilih waktu untuk melaksanakan operasi. Jenis open scheduling akan sesuai digunakan pada kasus yang memiliki jumlah jenis operasi yang tidak tentu per harinya agar tidak terjadi idle pada block time.

Dilihat dari sisi pengalokasian kasus operasi ke penjadwalan, pada dasarnya manajemen ruang operasi menggunakan common sense (secara manual) (Prismawiyati, 2008; Rifai, 2011; Putri, 2011; Kurniawati, 2012; Maulana, 2014). Belum banyak optimasi pada penjadwalan operasi yang dilakukan di rumah sakit di negara berkembang seperti halnya di Indonesia. Padahal dengan banyaknya metode yang berkembang saat ini, sebaiknya penjadwalan dilakukan dengan metode yang lebih kuantitatif. Hal ini berbeda dengan di negara maju, dimana pendekatan dengan pengembangan model matematika untuk melakukan optimasi pada sumber daya yang ada telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pada penjadwalan operasi dan digunakan sebagai decision support systems (Guerriero dan Guido, 2010).

Penelitian mengenai pengembangan metode penjadwalan operasi semakin berkembang semenjak Jebali et al (2005) melakukan perencanaan dan pengurutan

(3)

pasien untuk mendapatkan jadwal operasi mingguan dengan menggunakan mixed integer programming (MIP). Setelah itu, berbagai metode eksak, heuristik, dan metaheuristik seperti algoritma genetika (Fei et al, 2009; Roland et al, 2010, Rifai, 2011; Kurniawati, 2013) dan ant colony optimiziation (Yin dan Xiang, 2012) digunakan untuk mengembangkan penjadwalan operasi. Diantara metode tersebut yang sering digunakan adalah metode MIP (Jebali et al, 2005; Roland et al, 2010; Maulana, 2014) dan algoritma genetika.

Pengembangan penjadwalan operasi yang dilakukan dapat dilihat pengaruhnya pada parameter evaluasi yang diambil. Secara umum tujuan utama dari manajemen ruang operasi adalah memanfaatkan sumber daya yang ada dengan optimal, merencanakan operasi pada waktu yang tepat, pada ruang operasi yang tepat, dan meminimalkan waiting time pasien dan overtime dari staf (Koksalmis et al, 2014). Beberapa penelitian lain memiliki tujuan maksimasi utilitas ruang operasi (Fei et al, 2009; Maulana, 2014), minimasi idle time antar operasi (Fei et al, 2009), minimasi makespan pasien (Guinet dan Chaabane, 2003; Jebali et al, 2005), minimasi biaya penggunaan ruang operasi (Jebali et al, 2005; Roland et al, 2010), minimasi biaya overtime ruang operasi (Jebali et al, 2005; Fei et al, 2009; Roland et al 2010), dan minimasi operasi yang tidak terjadwal (Koksalmis et al, 2014).

Penjadwalan operasi itu sendiri terdiri dari dua tahap, dimana tidak hanya berfokus pada unit ruang operasi saja tetapi juga pada ruang pemulihan dimana di dalamnya tedapat beberapa recovery bed yang digunakan pada fase postoperative. Permasalahan penjadwalan yang meliputi dua tahap ini disebut dengan two-stage no-wait hybrid flowshop problem (Guinet dan Chaabane, 2003; Jebali et al, 2005; Fei et al, 2009). Hal ini berhubungan dengan kapasitas recovery bed di ruang pemulihan. Pasien pasca operasi yang tidak mendapatkan recovery bed maka harus melalui pemulihan di ruang operasi, sehingga ruang operasi yang digunakan pasien tersebut akan di-block sementara untuk pasien lain hingga pasien tersebut mendapatkan recovery bed atau pun telah melalui masa pemulihan pasca operasi. Dengan begitu ruang pemulihan juga seharusnya dimasukkan ke dalam penjadwalan agar mendapatkan pertimbangan waktu penjadwalan yang tepat. Terlebih lagi jika jumlah recovery bed di ruang pemulihan terbatas (Jebali et al,

(4)

2011; Kurniawati, 2013) belum memasukkan unit ruang pemulihan pada penjadwalan, sehingga bisa dijadikan bahan untuk penelitian lanjutan.

Dalam penelitian ini, akan mengembangkan model jenis open scheduling pada ruang operasi di IBS untuk meningkatkan efisiensi dan kepuasan pasien dengan mempertimbangkan ruang pemulihan. Penelitian ini juga menyesuaikan model yang dibuat dengan objek salah satu IBS di rumah sakit di daerah Yogyakarta yang diambil. Model pengembangan penjadwalan yang dibangun akan dievaluasi dengan parameter waiting time pasien dan overtime perawat. Waiting time berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien. Sedangkan overtime perawat berkenaan dengan biaya. Jadwal operasi yang efisien tidak akan melibatkan terlalu banyak overtime, karena biaya (terutama biaya staffing) dari setiap jam tambahan di ruang operasi jauh lebih besar daripada biaya jam kerja biasa (Fei et al, 2009) atau 1,75 kali lebih besar menurut Jebali et al (2005).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah membangun model open scheduling operasi yang optimal untuk meminimalkan waiting time pasien dan overtime perawat dengan mempertimbangkan ruang pemulihan.”

1.3 Asumsi dan Batasan

Masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini memiliki batasan-batasan sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan di IBS Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. 2. Jenis pasien yang diteliti adalah pasien elektif (terjadwal).

3. Parameter evaluasi yang digunakan adalah waiting time pasien dan overtime perawat.

(5)

4. Penelitian memasukkan contraints yang diterapkan rumah sakit pada penjadwalan operasi (contoh: penggunaan ruang operasi untuk tingkat kontaminasi tertentu).

5. Penjadwalan yang dilakukan meliputi ruang operasi dan ruang pemulihan. 6. Penjadwalan tim perawat tidak termasuk ketika di ruang pemulihan. Di

ruang pemulihan pasien ditangani oleh perawat lain yang tidak ikut masuk ke dalam model penjadwalan.

7. Model penelitian tidak mencakup adanya prioritas pasien.

Asumsi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:

1. Tidak terjadi perubahan jadwal atau penundaan akibat hal-hal non-teknis yang diperhitungkan, misalnya kondisi pasien yang berubah, pembatalan untuk melakukan operasi dari pihak ketiga, serta keterlambatan dari pihak dokter, perawat, maupun pasien.

2. Selama operasi berlangsung tidak terjadi interupsi.

3. Semua sumber daya yang dibutuhkan dalam kegiatan operasi selalu siap ketika dibutuhkan.

4. Jumlah tim perawat adalah tetap untuk setiap operasi. 5. Durasi jeda antar operasi yang digunakan adalah tetap.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengembangkan model open scheduling operasi dengan mempertimbangkan ruang pemulihan untuk meminimalkan waiting time pasien dan overtime perawat.

2. Membandingkan hasil model penjadwalan yang dibuat oleh peneliti dengan penjadwalan yang dilakukan oleh rumah sakit yang menjadi objek berdasarkan parameter waiting time pasien dan overtime perawat.

(6)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Menambah literatur di bidang Teknik Industri khususnya Operations Research.

2. Sebagai bahan acuan bagi manajemen ruang operasi di Instalasi Bedah Sentral pada rumah sakit yang dijadikan objek dalam hal penjadwalan operasi untuk meningkatkan efisiensi dan kepuasan pasien di rumah sakit.

(7)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian mengenai penjadwalan operasi telah banyak dilakukan di luar negeri diantaranya oleh Guinet dan Chaabane (2003), Jebali et al (2005), Fei et al (2009), Roland et al (2010), Yin dan Xiang (2012), dan Koksalmis et al (2014). Penelitian semakin bertambah seiring dengan perkembangan jasa pelayanan kesehatan dan adanya tuntutan bagi pihak rumah sakit untuk terus melakukan perbaikan pada sistem yang dijalankan. Perkembangan penelitian dapat terlihat dari segi penggunaan jenis penjadwalan, berbagai metode yang diterapkan, serta parameter evaluasi.

Jebali et al (2005) mengembangkan model open scheduling strategy dengan menggunakan data pasien per hari. Pada pengurutan pasien, Jebali et al (2005) membuat dua strategi untuk mengetahui mana pendekatan yang lebih baik, yaitu dengan mengurutkan langsung pasien yang telah ditentukan di masing-masing ruang operasi dan melakukan penugasan kembali untuk memilih pasien yang masuk ke masing-masing ruang operasi. Metode yang digunakan adalah mixed integer programming (MIP). Didapati bahwa strategi pertama pada langkah pendekatan kedua lebih baik dibandingkan dengan strategi kedua.

Open scheduling seperti yang dilakukan oleh Jebali et al (2005) merupakan salah satu dari tiga jenis strategi penjadwalan, yaitu open scheduling, block scheduling dan modified scheduling. Diantara jenis strategi penjadwalan tersebut, open scheduling (Guinet dan Chaabane, 2003; Jebali et al, 2005; Fei et al, 2009; Roland et al, 2010; Rifai, 2011; Yin dan Xiang, 2012; Kurniawati, 2013) dan block scheduling (Koksalmis et al, 2014; Maulana, 2014) paling banyak digunakan oleh penelitian sebelumnya. Di Indonesia sendiri, berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa sebagian besar jenis strategi penjadwalan operasi yang dilakukan oleh rumah sakit adalah open scheduling (Prismawiyati, 2008; Rifai, 2011; Putri, 2011; Kurniawati, 2012; Maulana, 2014). Penggunaan open scheduling lebih fleksibel karena semua waktu terbuka

Referensi

Dokumen terkait

Dari area bisnis yang ada, ditemukan beberapa hal menyangkut permasalahan yang ada, yaitu: (1) Pihak manajemen dalam melakukan perencanaan penjualan dan produksi memperoleh data dari

Hasil uji reliabilitas instrumen variabel motivasi belajar (Y) akan diukur tingkat reliabilitasnya berdasarkan interpretasi reliabilitas yang telah ditentukan pada

evaluasi keandalan jaringan distribusi melalui suatu pendekatan Simulasi Monte Carlo yang menyediakan kesempatan untuk mengembangkan suatu pengetahuan dan informasi dari

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Mayoritas warga kampung nelayan pesisir Muara Angke memiliki keberanian menjadi wirausahawan karena tekanan ekonomi yang mendesak. Selain itu, mereka memiliki minat

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR