• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Telaah Pustaka

2.1.1. Anatomi Sumsum Tulang A. Letak Anatomis

Sumsum tulang ialah jaringan ikat vaskular seperti agar- agar yang terdapat dalam rongga tulang, yang mengandung banyak sel yang berperan dalam hemopoiesis utama dan jaringan limfoid primer yang bertanggung jawab dalam produksi eritrosit, granulosit, monosit, limfosit dan trombosit (Gartner et al., 2014; Travlos, 2006).

Sumsum tulang mencakup hampir 5% dari berat badan total dan memiliki volume yang hampir sama dengan volume hepar dan menempati rongga medular tulang panjang serta ruang interstisial antar trabekula tulang spons seperti didalam proksimal dan distal epifisis tulang panjang, vertebra, costa, sternum, tulang pipih tengkorak dan pelvis (Fawcett, 2002; Tortora, 2011).

B. Vaskularisasi Sumsum Tulang

Sumsum tulang tidak mempunyai pasokan darah sendiri. Perdarahan sumsum tulang disediakan oleh arteri-arteri nutrien utama yang memasuki tulang melalui saluran nutrien dalam diafisis dan bercabang ke ascenden dan descenden, yang menusuri sumbu panjang rongga sumsum tulang sambil bercabang-cabang ke lateral. Foramen nutrisi mengandung arteri-arteri nutrien dan vena-vena nutrien atau yang disebut juga sebagai kanal haversian, melewati bagian kortikal tulang menuju ke rongga sumsum tulang dengan melintang yang disebut kanal volkman. Arteri ini bercabang membentuk arteiol dan membentuk kapiler yang memanjang menuju tulang kortikal yang tersebar dalam kanal haversian dan volkmann untuk memperdarahi tulang padat (Travlos, 2006). Arteriola tersebut beranastomosis dengan pleksus sinus venosus yang drainasenya kembali ke

(2)

vena longitudinal sentral lalu menuju ke vena nutrien. Arteri nutrien yang berjalan kebawah meluas ke kanal haversian, kembali ke kavitas sumsum tulang menuju jaringan sinusoid besar (diameter 45 hingga 80 m). Sinusoid bermuara pada vena longitudinal sentral, yang bermuara pada vena yang meninggalkan tulang melalui kanal nutrien. Hal ini menunjukan pola aliran darah dalam rongga sumsum tulang, mulai dari pusat rongga sumsum tulang menuju ke pinggir sumsum tulang dan kembali lagi menuju ke tengah atau menuju pusat rongga sumsum tulang (Gartner, 2014; Travlos, 2006).

Ukuran vena pada sinusoid lebih kecil dari pada arteri pada umumnya, hal ini menyebabkan tekanan hidrostatis dapat dipertahankan sehingga sinusoid tidak kempis. Vena, arteri dan sinusoid membentuk kompartemen vaskular, sedangkan ruang-ruang sekitarnya terisi dengan pulau-pulau sel hemopoietik yg pleomorfik dan saling menggabung, sehingga membentuk kompartemen hemopoietik (Garthner et al., 2014). Gambaran vaskularisasi darah arteti dan vena dapat dilihat pada gambar 1.

(3)
(4)

C. Inervasi sumsum tulang

Inervasi sumsum tulang melalui nervus yang termielinisasi dan non-mielinisasi yang masuk melalui kanal nutrisi dari tulang menuju ke sumsum tulang. Beberapa persarafan juga masuk melalui foramen epifisis dan metafisis tulang. Nervus mengikuti arteriola dan bercabang ke otot polos pembuluh darah dan berakhir diantara jaringan hematopoetik dan sel hematopoetik (Travlos, 2006).

2.1.2. Histologi Sumsum Tulang

Sumsum tulang merupakan jaringan yang terdiri dari banyak sel, yang terdiri atas jaringan hematopoietik atau prekursor sel darah, makrofag, sel adiposa, sel retikulum mirip-fibroblas, serat retikulin, serta dikelilingi sinus-sinus pembuluh darah dan diselingi anyaman tulang trabekular (Fawcett, 2002).

Terdapat dua jenis sumsum tulang berdasarkan tampilannya pada pemeriksaan umum yaitu (Hardouin et al., 2014) :

1. Sumsum tulang merah. Warna merah ini ditimbulkan dari banyaknya eritrosit dan sel pembentuk darah lainnya.

2. Sumsum tulang kuning. Warna kuning ini ditimbulkan akibat adanya sel-sel adiposit dan pada dasarnya tidak memiliki sel hemopoietik.

Sumsum tulang merah terdiri atas stroma (Yun: stroma, tempat tidur), korda atau pulau sel hemopoietik, dan kapiler sinusoid. Stroma adalah anyaman sel fibroblastik khusus yang disebut sel retikular atau sel adventisia dan suatu jala-jala halus dari serat-serat retikular yang mengandung sel-sel hemopoietik dan makrofag. Sel retikular ini, mensekresi berbagai faktor perangsang-koloni dan stroma membentuk lingkungan mikro untuk pemeliharaan, proliferasi, dan diferensiasi sel punca hemopoietik. Sel retikuler dapat menimbun lipid dan berkembang menjadi sel lemak (Fawcett, 2002; Mescher, 2011).

(5)

Dalam korda (pulau-pulau) sel hemopoietik terdiri dari sel darah dalam berbagai tahap maturitas serta makrofag yang berfungsi menghancurkan inti prekursor eritrosit, sel yang cacat, sitoplasma yang berlebihan, sebagai pengatur diferensiasi serta maturasi sel hemopoietik, dan memberikan zat besi pada eritroblas agar dapat digunakan dalam pembentukan hemoglobin (Fawcett, 2002; Mescher, 2011).

Potongan sumsum tulang merah pada gambar ini mengandung beberapa komponen yaitu kapiler sinusoid (S) yang mengandung eritrosit, dikelilingi oleh stroma yang berisi sel adiposit (A) dan pulau-pulau atau korda (C) sel hemopoietik serta terdapat sel endotel sinusoid (E terdapat satu inti) yang sangat tipis. Sel retikular dan keturunan hemopoietik sulit diidentifikasi dengan pasti (Mescher, 2011). Gambaran histologis sumsum tulang yang dilihat menggunakan mikroskop dapat dilihat pada gambar 2.

Pada sumsum tulang kuning, terdiri dari akumulasi sel lemak di sumsum tulang. Adiposit ini mengandung vakuola lipid trigliserid yang besar yang terbuat dari asam lemak, yang dapat tersaturasi menjadi mono atau polyunsaturaed (Hardouin et al., 2014).

(6)

2.1.3. Fisiologi Sumsum Tulang

Sumsum tulang berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah (eritrosit, granulosit, monosit, limfosit dan trombosit) atau disebut juga hemopoiesis yang bertanggung jawab dari awal pembentukan sel darah hingga penyalurannya kedalam sistem sirkulasi. Sumsum tulang juga menjadi lingkungan mikro serta proses maturasi limfosit B dan maturasi awal limfosit T (Gartner et al., 2014).

Sel-sel eritrosit, leukosit, dan trombosit matur yang baru dibentuk dalam sumsum tulang memasuki sirkulasi melalui endotel kapiler sinusoid. Karena eritrosit tidak dapat bermigrasi melalui dinding sinusoid secara aktif seperti halnya leukosit, sel tersebut memasuki sinusoid akibat terjadinya perbedaan gradien tekanan yang melalui dindingnya. Sedangkan leukosit memasuki kapiler dengan cara menembus dinding sinusoid melalui aktivitasnya sendiri. Semua sel darah tampaknya mempenetrasi apertura dan diantara sel-sel endotel. Megakariosit membentuk prosesus tipis (proplatelet)

dan menembus apertura tersebut dan membebaskan trombosit diujungnya (Mescher, 2011). Mekanisme tersebut dapat dilihat dari skema proses yang terjadi pada endotel sinusoid dalam sumsum tulang gambar 3.

(7)

Pada kondisi normal, produksi sel-sel darah (hemopoiesis) terjadi di sumsum tulang yang disesuaikan dengan keperluan tubuh. Sumsum tulang dapat meningkatkan aktivitasnya beberapa kali lipat dengan waktu yang singkat untuk memproduksi sel-sel darah ketika terjadi peningkatan kebutuhan akan sel-sel tersebut (Mescher, 2011).

Diperkirakan sebanyak 200 milyar eritrosit dan 10 milyar leukosit neutrofil diproduksi setiap harinya oleh sumsum tulang. Prekursor limfosit berasal dari sumsum tulang dan bermigrasi melalui darah menuju ke timus, tempat limfosit-T berproliferasi dan berkembang serta menuju limpa dan limfonodus, tempat limfosit-B berkembang dan berproliferasi (Fawcett, 2002).

2.1.4. Adiposit Sumsum tulang (Bone Marrow Adipocyte / BMA)

Adiposit sumsum tulang (BMA) merupakan akumulasi lemak dalam sumsum tulang. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penelitian tentang efek akumulasi adiposit dalam sumsum tulang bagi tubuh. Namun, masih sedikit yang diketahui tentang efek tersebut. Dalam beberapa penelitian menghubungkan dengan berbagai penyakit yang ditimbulkan, tetapi terdapat pula efek yang positif bagi tubuh (Hardouin, 2014). Beberapa fungsi BMA yang telah diketahui adalah sebagai berikut:

1. BMA sebagai “pengisi” sel yang berfungsi untuk mengisi kelebihan ruang pada rongga sumsum tulang (Dixit, 2008).

2. Berperan dalam proses thermogenesis atau regulasi suhu (brown adipocyte) didukung oleh temuan adanya UCP-1 (uncoupling protein-1), protein mitokondria pada adiposit sumsum tulang berperan dalam thermogenesis (Rosen, 2009).

3. BMA sebagai penyimpanan energi (white adipocyte) dan diperlukan dalam hematopoiesis dan membantu dalam regulasi osteogenesis (Hardouin, 2014).

4. Namun, BMA juga berperan sebagai antihemopoiesis dengan produksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IFN-α, IL-8

(8)

yang menghambat hematopoiesis pada pasien anemia aplastik dan leukemia myeloid kronik. Selain itu, adiposit sumsum tulang juga dihasilkan dari prekursor yang sama dengan osteoblas yaitu sel stem mesenkimal yang turut berperan dalam penekan hematopoiesis (Hardouin, 2014; Triphaty et al., 2014).

5. BMA berfungsi sebagai pengatur metabolisme lipid sistemik dengan cara menghasilkan beberapa hormon diantaranya leptin dan adiponektin. Adiponektin merupakan hormon yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin, berperan dalam oksidasi lemak, anti-aterogenik sehingga penting perannya dalam metabolisme energi dan kesehatan kardiovaskular dan mempunyai efek anti-kanker. (Dixit, 2008; Hardouin et al., 2014).

6. Peningkatan BMA juga terjadi pada kondisi seperti obesitas, penyakit metabolik (eg. DM tipe 1), penuaan, osteoporosis, kelaparan kronik contohnya pada individu dengan anoreksia nervosa yang ditemukan pada tikus maupun pada manusia (Adler et al., 2014; Devlin et al, 2010; Taylor, 2015). Pada tikus, sumsum tulang lebih banyak terdapat pada vertebra lumbal 4 (L4), metafisis dan diafisis femur dibandingkan dengan tulang vertebra lumbalis mengandung beberapa adiposit (Chawthron et al., 2014; Rosen et al., 2009). Gambaran histologis adiposit sumsum tulang yang

(9)

dilihat menggunakan mikroskop dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Gambaran histologis adiposit sumsum tulang femur tikus

(10)

Pembentukan adiposit disumsum tulang melalui proses bone turnover yang merupakan suatu proses diferensiasi sel-sel prekursor mesenkimal dan hematopoietik. Sel mesenchymal akan berdiferensiasi menjadi sel adiposit, osteoblas, kondrosit atau sel otot. Diferensiasi adiposit membutuhkan aktivasi oleh beberapa faktor transkripsi seperti C/EBP dan ϒ. Aktivasi dari PPAR-ϒ yang akan menentukan jenis dan fungsi sel adiposit tersebut. Misalnya, perekrutan PGC-1α, Src-1, dan Src-2 mempromosikan adipogenesis menjadi adiposit coklat, sedangkan Traf dan Tif2 meningkatkan diferensiasi menjadi adiposit putih. Dalam beberapa kasus, adipogenesis dapat terjadi dengan menghambat osteogenesis. Osteogenesis membutuhkan faktor transkripsi yang berbeda yaitu Dlx5, Runx2, Msx1, Osterix. Aktivasi PPAR-ϒ juga menghasilkan perekrutan sel hematpoietic yang dapat berdiferensiasi menjadi osteoklas akibat pengaruh m-CSF dan RANKL yang diproduksi oleh preosteoblas, sehingga proses pembentukan sel-sel tersebut sangat berkaitan satu sama lainnya (Rosen et al., 2009). Proses diferensiasi sel mesenkimal dapat dilihat pada gambar 5.

(11)

2.1.5. Diet tinggi lemak (High fat diet/HFD)

Pola makan yang baik seharusnya memiliki kandungan nutrisi yang sehat dan seimbang. Komposisi nutrisi yang sehat dan seimbang tersebut terdiri dari: 50% karbohidrat dengan indeks glikemik rendah, 30% lemak (60% berupa monounsaturated fatty acids/MUFA serta 10% polyunsaturated fatty acids/PUFA ), dan 20% protein. Pola makan yang tidak seimbang, dikarenakan kecenderungan memakan makanan yang terlalu banyak mengandung karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi seperti roti, gula, makanan penutup, dan juga tinggi lemak hewani dan terlalu sedikit makanan berserat dan buah (Dahlia, 2014).

Diet tinggi lemak (HFD) yang terus menerus meningkatkan risiko terjadinya obesitas, hal ini disebabkan oleh intake lemak berlebihan akan disimpan oleh tubuh menjadi trigliserida yang digunakan oleh tubuh sebagai cadangan energi. Pada kondisi kronis, akan terjadi peningkatan jumlah dan luas sel adiposit akibat simpanan trigliserida pada sel adiposit (Bays et al., 2013). Sehingga akan terjadi peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang apabila IMT >25 untuk cut off point pada penduduk Asia Pasifik dikatakan obesitas (WHO, 2015). Obesitas meningkatkan kerentanan terhadap sejumlah penyakit kronis, dan dikaitkan dengan gangguan pada leukemogenesis. Pada penelitian sebelumnya, diet tinggi lemak selama 2 hari menunjukan penurunan marker penanda perkembangan sel B yaitu Il-7 (20%), EBF-1 (11%) pada sumsum tulang yang dihubungkan dengan gangguan leukomogenesis. Pada satu minggu, ekspresi dari Il-7, EBF-1, dan Pax-5 pada tikus HFD turun sebanyak 19%, 20% dan 16%. Pada enam minggu turun sebanyak 23%, 29% dan 34% dibandingkan dengan tikus tanpa diet tinggi lemak (Adler et al., 2014). Dampaknya, semakin lama diet tinggi lemak terjadi maka akan menyebabkan kerentanan terjadinya berbagai penyakit yang disebabkannya baik gangguan pada sistim imun, hematopoiesis, penyakit kardiovaskular akibat pembentukan ateroma pada pembuluh darah, penyakit kronis lainnya seperti hipertensi serta diabetes

(12)

miletus, obesitas, kanker dan memperpendek angka harapan hidup (Bays et al., 2013).

2.1.6. Restriksi diet (Intermittent Fasting)

Restriksi diet dapat mencegah berbagai penyakit melalui mekanisme sistem imun, dapat menunda dan mencegah onset penuaan, kanker, dan penyakit autoimun bergantung limfosit-T, dengan cara meningkatkan efek antioksidan dan pergeseran proporsi limfosit-T dan mutasi DNA. Restiksi diet memiliki efek positif dalam meningkatkan sistem imun melalui peningkatan sel limfosit-T (CD4+, CD8+) di spleen, nodus limfatikus mesentrik, darah perifer, timus dan kelenjar ludah. Sebaliknya, memiliki efek negatif dengan menurunkan produksi sitokin makrofag dan menyebabkan tikus dengan restriksi diet, rentan mengalami peritonitis (Jolly, 2004).

Berbagai macam metode restriksi diet yang digunakan dalam penelitian diantaranya:

1) Restriksi kalori

Pada penelitian yang lain, restriksi diet dilakukan dengan cara membatasi kalori yang dilakukan dengan cara merestriksi kalori 30% (10% kcal/lemak) pada tikus perlakuan dan pada tikus kontrol diberikan diet normal ad libitum (10% kcal lemak). Sehingga pada tikus dengan restriksi kalori mendapatkan 70% dari konsumsi tikus kontrol. Dari hasil penelitian tersebut terbukti mampu menurunkan berat badan secara signifikan (Devlin et al., 2014; Li et al., 2013).

Gambar 6. Mekanisme penghambatan terhadap penuaan, kerusakan oksidatif, kanker dan inflamasi pada restriksi kalori (Dixit et al., 2008)

(13)

Efek restriksi kalori bagi tubuh dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar diatas menunjukan bahwa dengan restriksi kalori dapat meningkatkan rentang hidup, meningkatkan sensitifitas insulin, menghambat kerusakan oksidatif, penuaan yang sehat pada berbagai organisme baik hewan maupun manusia (Dixit, 2008).

Restiksi kalori juga mampu menurunkan ukuran luas adiposit tetapi tidak menghambat pembentukannya. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa adanya adiposit dalam sumsum tulang mungkin memiliki fungsi dalam mengatur keseimbangan energi lokal. Selain itu, efek dari CR pada gen pro-adipogenik tampak cukup spesifik dan tergantung pada fungsi dan sifat adiposa dan mikro limfoid. Efek

restriksi kalori terhadap adiposit sumsum tulang dapat dilihat dari gambar 7.

Gambar 7. Perbandingan gambaran adiposit dengan restriksi kalori dan ad libitum (Hyunwong, 2009)

(14)

Merupakan puasa selang-seling, satu hari mengkonsumsi makanan tanpa pembatasan dan satu hari berikutnya puasa makanan atau makanan dikurangi. Intermittent fasting dikenal untuk mengurangi asupan makanan dan berat badan dari waktu ke waktu. Namun dapat berbeda-beda baik dalam frekuensi dan restriksi diet dalam berbagai penelitian (Li et al., 2013).

Intermittent fasting merupakan pengaturan jadwal makan untuk mempercepat hilangnya lemak tubuh sehingga efektif dalam penurunan berat badan dan pertumbuhan otot dibandingkan dengan makan biasa. Digunakan sebagai alternatif untuk merestriksi kalori, ditandai dengan siklus 24 jam selang-seling makan secara ad libitum dan puasa (Chausse et al., 2015).

Intermittent fasting berperan penting dalam mencegah dan menyembuhkan obesitas, karena dapat berfungsi membakar cadangan lemak dalam tubuh sehingga dapat menyeimbangkan kalori yang diproduksi dan kalori yang dipergunakan. Serta tidak menimbulkan efek samping (Devlin et al., 2010).

Intermittent fasting dapat menurunkan kolesterol, trigliserid dan LDL darah, dapat meningkatkan HDL sehingga dapat terhindar dari penyakit kardiovaskular, serta dapat meningkatkan fungsi dan struktur otak sehingga dapat meningkatkan pembelajaran dan memori, baik pada hewan maupun pada manusia yang dilihat dari penghambatan terjadinya atropi otak. Intermittent fasting juga dapat meningkatkan angka harapan hidup dan memaksimalkannya (Li et al., 2013).

Intermittent fasting juga dapat mencegah berbagai macam penyakit, jangka panjang dapat meningkatkan pertahanan antioksidan, sehingga menghambat kerusakan oksidatif sel tubuh. Jangka pendek, berfungsi sebagai neuroprotektif di otak dengan cara meningkatkan kerusakan protein oksidatif (MDA/ malondialdehid, N02-Tyr/ nitro-tirosin, ROS/ spesies reaktif oksigen ) sebagai biomarker adanya stres

(15)

oksidatif, melindung jantung dari cedera iskemik (Chausse et al., 2015).

(16)

2.2. Kerangka Teori

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

2.4. Hipotesis

Terdapat pengaruh intermittent fasting subkronik pada jumlah adiposit sumsum tulang tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar yang mendapat diet tinggi lemak.

Variabel pengganggu Terkendali a. Subjek penelitian 1) Jenis kelamin 2) Umur subyek 3) Berat badan subyek b. Perawatan subjek penelitian 1) Makanan 2) Minuman 3) Kandang

Variabel Pengganggu tidak Terkendali 1) Kondisi psikologis Variabel Bebas/Independen Intermittent fasting Variabel Terikat/Dependen Jumlah sel adiposit

sumsum tulang Tikus dengan diet tinggi lemak

Peningkatan jumlah adiposa sumsum tulang (Dixit, 2008; Li et al., 2012).

Intermittent fasting

Gambar

Gambar 1. Vaskularisasi sumsum tulang (Travlos, 2006)
Gambar 2. Potongan sumsum tulang merah 400x, H&E (Mescher, 2011)
Gambar 3. Endotel sinusoid dalam sumsum tulang (Mescher, 2011)
Gambar 4. Gambaran histologis adiposit sumsum tulang femur tikus  (Elmore, 2006)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Biaya operasional pemantauan yang dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA pada setiap tahap kegiatan menggunakan dana sendiri dengan jumlah yang tidak melebihi nilai yang tercantum dalam

Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan nelayan perempuan yang menjadi buruh pada usaha budidaya rumput laut, buruh industri arang, dan pencari kerang yang ditemui

ketebalan bervariasi antara 0,50 – 7,40 m yang terbentuk pada sayap timur struktur antiklin. Bitumen padat memperlihatkan ciri fisik : perselingan batulanau pasiran dan

Dengan demikian salah satu target yang harus diusahakan semaksimal mungkin adalah revitalisasi pelaksanaan pendidikan bagi umat Islam melalui cara-cara yang sesuai

Pemaparan diatas telah menjelaskan bahwa secara umum baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya adalah orang yang memiliki kedewasaan yang telah mempersiapkan

Orang tua berusaha menggunakan bahasa yang mudah untuk dimengerti oleh anak dan hal ini penting untuk dilakukan oleh orang tua, agar komunikasi antara orang

perbedaan yang signifikan pada akhir Kelompok I dan II.Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh simpulan sebagai berikut: (1)

Analisa regresi dipergunakan untuk rnenelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan