• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKIRAAN SUHU RERATA PERMUKAAN BUMI MELALUI ANALISIS FISIS EFEK RUMAH KACA DAN PEMANASAN GLOBAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRAKIRAAN SUHU RERATA PERMUKAAN BUMI MELALUI ANALISIS FISIS EFEK RUMAH KACA DAN PEMANASAN GLOBAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 0853 - 0823

PRAKIRAAN SUHU RERATA PERMUKAAN BUMI MELALUI ANALISIS

FISIS EFEK RUMAH KACA DAN PEMANASAN GLOBAL

Iwan Setiawan, Rida Samdara

Unversitas Bengkulu

INTISARI

Terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) serta pemanasan global (global warming) ingin dicoba dipahami secara teori maupun komputasi melalui dua buah model : model Rose dan model Kiehl-Trenberth, menyangkut interaksi termal 2-lapisan : atmosfer dan permukaan bumi, dengan sumber radiasi utama dari matahari. Perumusan dengan menggunakan prinsip kesetimbangan energi (energy balance) antara kedua lapisan menghasilkan dua persamaan differensial terkait. Solusi keadaan

tunak dari persamaan differensial ini akan menghasilkan perkiraan suhu permukaan bumi yang dapat dibandingkan dengan suhu global rata-rata permukaan bumi menurut observasi. Kedua model ini selanjutnya digunakan untuk memprediksi perubahan suhu sehubungan dengan meningkatnya konsentrasi CO2 di udara, yang mempengaruhi kondisi iklim secara global

Kata kunci : Efek rumah kaca, Model Rose, Model Kiehl-Trenberth, interaksi termal, konsentrasi CO2

I. PENDAHULUAN

Diyakini kuat bahwa keberadaan gas rumah kaca merupakan faktor yang paling menentukan terjadinya pemanasan global (global warming),. fenomena yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan bumi ini terjadi karena terperangkapnya radiasi balik yang dipancarkan oleh bumi, oleh atmosfer, yang dkenal denagn nama efek rumah kaca (green house effect).

Beberapa gas seperti H2O, karbondioksida CO2, dinitrogen oksida N2O, metana CH4, dan gas-gas

sejenis chloroflurocarbon CFC dianggap memiliki potensi besar sebagai penyebab pemanasan global (Boeker & Grondale ,1995), baik karena konsentrasinya maupun efeknya yang besar terhadap radiasi termal yang diterimanya dari permukaan bumi. Sesuai dengan namanya, efek rumah kaca bersifat transparan terhadap radiasi gelombang pendek (dari matahari), namun mengabsorbsi sebagaian besar radiasi gelombang panjang (dari bumi). Absorbsi gelombang panjang yang besar ini menghalangi radiasi balik oleh permukaan bumi, yang menyebabkan suhu permukaan bumi menjad lebih tinggi.

Teori tentang transfer radiasi termal yang paling sederhana cukup ditinjau berdasarkan model interaksi radiasi langsung antara matahari dan bumi (Kittel & Kroemer, 1980). Berdasarkan model ini, dimana atmosfer dianggap tidak berperan dapat ditunjukkan bahwa bumi akan memiliki suhu rata-rata yang sangat rendah, -180C (225 K). Jika atmosfer bumi dipandang sebagai suatu lapisan medium gas

rumah kaca yang mampu menyerap radiasi termal permukaan bumi dengan tingkat absorbsi 22%, maka akan diperoleh suhu rata-rata permukaan bumi, yang kira-kira sesuai dengan pengukuran saat ini, 150 C (288) K (Levi, 1993)

Didalam penerapanya, model-model prediksi iklim bumi perlu menyatakan mekanisme transfer panas lainnya, selain radiasi termal semata. Sementara itu juga perlu dikaji kelayakannya dikaitkan dengan nilai-nilai parameter fisis lain seperti albedo berbagai jenis pemukaan, kelembaban relatif, fraksi lingkup awan, rasio pencampuran gas, terutama CO2, dan tekanan uap jenuh sebagai fungsi dari

suhu.

I.1. Model 1-Lapis : Permukaan Bumi

Model interaksi 1-lapis permukaan hanya melibatkan satu lapisan, yaitu permukaan bumi. Jika bumi dianggap sepenuhnya sebagai suatu penyerap radiasi, maka radiasi yang diterima akan menyebabkan suhunya senantiasa meningkat. Namun dengan menganggap bumi juga sebagai suatu benda hitam, maka radiasi yang diterima diatas akan dipancarkan kembali sebagai radiasi termal permukaan bumi. Dalam kondisi setimbang keadaan tersebut akan memenuhi persamaan

        (1)

dengan S0 = S/4 adalah jumlah radiasi matahari rata-rata yang tiba di permukaan bumi. Namun jika

hanya sebesar (1-α) S0 dari radiasi tersebut yang diserap permukaan bumi dengan α adalah konstanta

reflektifitas atau albedo rata-rata permukaan bumi maka kondisi setimbang akan dipenuhi oleh hubungan

        (2)

(2)

Gambar 1. Model 1-lapis permukaan

Persamaan 2 memberikan informasi tentang suhu permukaan bumi Ts untuk model 1-lapis

permukaan, yang jika dipakai nilai rata-rata albedo α= 0,3 akan menghasilkan nilai sebesar 255 K atau -180 C. Nilai ini merupakan suhu (rata-rata) terendah permukaan bumi tanpa pengaruh gas rumah kaca

pada atmosfernya. Ini masih jauh lebih rendah dari suhu rata-rata global hasil pengukuran yang berkisar 288 K atau 150 C

I.2. Model 2-Lapisan : Permukaan dan Atmosfer Bumi

Perbedaan suhu permukaan matahari dan bumi sebagaimana dihasilkan oleh model 1-lapis permukaan, sesuai dengan Hukum Pergeseran Wien, membedakan radiasi yang dipancarkan oleh masing-masing permukaan. Matahari, dengan suhu 6000 K, memancarkan radiasi gelombang pendek dengan panjang gelombang utama disekitar daerah ultraungu, sedang bumi, dengan suhu permukaan ≈

255 K, memancarkan radiasi gelombang panjang dengan panjang gelombang utama di daerah sekitar inframerah

Atmosfer bumi, yang sebagian diantaranya terdiri atas gas-gas CO2 dan H2O memilik sifat seperti

layaknya gas rumah kaca. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2, gabungan CO2 dan H2O praktis

meneruskan seluruh radiasi gelombang pendek dan mengabsorbsi hampir seluruh radiasi gelombang panjang.

Gambar 2. Absorbsivitas gas H2O dan CO2 masing-masing untuk radiasi gelombang pendek dan

radiasi gelombang panjang ( Levi, 1993)

Jika transfer radiasi yang melibatkan lapisan atmosfer dan pemukaan bumi dapat digambarkan seperti Gambar 3, maka persamaan yang menyatakan kesetimbangan energi dapat dituliskan sebagai

        (3a)

dan

           (3b) yang masing-masing berlaku untuk lapisan-1 (permukaan bumi) dan lapisan-2 (atmosfer).

Qa = σ Ta4 (4)

(3)

Gambar 3. Model 2-lapis permukaan Kesetimbangan energi dapat dituliskan sebagai

(1-α) S0 + Qa = Qs (5a)

(1-t) Qs = 2Qa (5b)

yang masing-masing berlaku untuk lapisan-1 (permukaan bumi) dan lapisan-2 (atmosfer). Persamaan 4 adalah radiasi termal dari lapisan atmosfer. Konstanta t di atas menyatakan nilai koefisen transmisi lapisan atmosfer.

I.3. Distribusi Energi dan Suhu

Dengan menggunakan persamaan (5a) dan (5b) akan diperoleh distribusi energi radiasi yang dipancarkan masing-masing oleh permukaan bumi dan lapisan atmosfer diatas sebagai

        (6a)

dan

      (6b)

serta distribusi suhu untuk kedua lapisan tersebut, masing-masing

(7a) Dan

      (7b) Perhatikan bahwa persamaan (6a) akan sama dengan persamaan 1 jika t = 1, yang dalam hal ini berarti seluruh radiasi termal bumi diabsorbsi oleh lapisan atmosfer. Ini adalah kasus untuk model 1-lapis permukaan sebagaimana telah dijelaskan pada pada pasal a. Jika t = 0, yaitu keadaan seluruh radiasi termal bumi di absorbsi oleh lapisan atmosfer, maka dengan menganggap σ = 0,3, akan diperoleh suhu permukaan bumi sebesar 303 K (300 C). Nilai ini mencerminkan nilai suhu maksimum

permukaan bumi yang dapat diprediksi oleh model interaksi radiasi 2-lapis permukaan. Sementara itu, persamaan (7a) masih memberi peluang untuk menjelaskan tentang suhu "`real"' permukaan bumi, 288 K yang akan diperoleh jika dipilih t = 0,22 atau koefisien absorbsi sebesar 78 % (Lutgens & Tarbuck, 1992)

I.4. Model Sederhana Dari Flux Energi

Ada berbagai model sederhana berkait dengan interaksi 2-lapis : bumi dan atmosfer. Dua diantaraya dikenal masing-masing dengan ama model Rose (Rose, 1989) dan Model Kiehl dan Trenberth (Kiehl dan Trenberth, 1997). Pada pembahasan disini, kedua model ini telah mengalami modifikasi. Modifikasi model Rose telah dilakukan oleh Knox (Knox, 1999) dan modifikasi model Kiehl-Trenberth telah dilakukan oleh Barker dan Rose (Barker dan Rose, 1999)

(4)

I.5. Model Rose

Skema interaksi termal antar lapisan pada model Rose ditunjukkan pada gambar 4 dengan bentuk formulasi untuk menyatakan flux radiasi emisi pada masing-masing lapisan, yang dapat dirumuskan sebagai (Knox, 1999)       (8a)  Atmosfer       (8b)  Permukaan dengan

Qa = σTa4≡ fluks radiasi yang dipancarkan oleh atmosfer dengan suhu Ta

Qs = σTs4≡fluks radiasi yang dipancarkan oleh permukaan bumi dengan suhu Ts

S0 = S/4 342 $Wm-2, dengan S = 1368 Wm-2 (Solar Constant)

γ≡ fraksi radiasi gelombang panjang yang diabsorbsi oleh atmosfer

h = Cq/S0, dengan Cq energi termal non-radiatif yang dipancarkan bumi ke atmosfer

Gambar 4. Skema Interaksi termal antar lapisan pada model Rose

Sementara itu, A dan B pada persamaan (8a) dan (8b) adalah parameter yang menyatakan fraksi lengkap dari radiasi gelombang ungu terabsorbsi masing-masing oleh atmosfer dan permukaan bumi, yang dapat dirumuskan sebagai

      (9a)

dan

      (9b)

dengan

menyatakan koefisien refleksi ganda dari radiasi gelombang pendek

αa ≡ Albedo (refleksi) gelombang pendek oleh atmosfer

αs ≡ Albedo (refleksi) gelombang pendek oleh permukaan bumi

β ≡ fraksi radiasi gelombang pendek yang diabsorbsi oleh atmosfer

Nilai parameter αa dan αs ditetapkan langsung berdasarkan hasil observasi (pengukuran)

maupun perkiraan yang realistis. Sementara nilai-nilai β, γ, dan h, disamping ditentukan berdasarkan perkiraan rasional juga dibatasi pada keharusan untuk memperoleh nilai Ts dan Ta yang sesuai dengan

(5)

I.6. Model Kiehl-Trenberth

Gambar 5 menunujukkan model sederhana dari aliran energi Kiehl-Trenberth yang diperoleh dari skema budget energi sistem atmosfer-permukaan bumi, seperti yang diperlihatkan pada pada gambar 6

Gambar 5. Skema keseimbangan energy model radiatif 2-lapis Kiehl-Trenberth. (Sumber : Barker & Ross, 1999).

Gambar 6. Diagram blok budget energi system atmosfer-bumi (Barker & Ross, 1999)

Dalam hal ini perumusan kesetimbangan energi pada masing-masing lapisan dapat dirumusakan sebagai

Atmosfer

      (10a)

Permukaan bumi

      (10b)

Berbeda dengan model Rose, model ini mengungkap parameter yang lebih lengkap dengan hubungan empirik antar parameter yang lebih kompleks. Nilai-nilai paramter seperti pada persamaan (10a) dan (10b) juga ditentukan dari parameter-parameter dasarnya.

Albedo planet (planetary albedo) adalah reflektansi rata-rata dari radiasi gelombang pendek. Perhitungan dan model terbanyak memberikan nilai albedo 0,3. Untuk lebih menyederhanakan perhitungan, diasumsikan bahwa semua awan memiliki albedo yang sama αc dan setiap udara jernih

memiliki albedo udara jernih αa0, sehingga diperoleh albedo atmosfer rata-rata (Barker & Ross, 1999) :

(6)

Dimana fc adalah fraksi lingkup awan dan untuk atmosfer saat ini diasumsikan fc ≈ 0,62 Albedo

permukaan dianggap bernilai αr = 0,1. Energi budget rata-rata global tahunan serta data tambahan

berdasarakan asumsi dan estimasi yang rasional terangkum dalam tabel 1.

Atmosfer juga menyerap radiasi gelombang pendek dari matahari langsung, yang secara empirik dapat dirumuskan sebagai (Barker, 1999)

(12)

Dari energi gelombang panjang yang diradiasikan oleh atmosfer, hanya fraksi fd yang mencapai

permukaan bumi, adapun nilai fd = 0,6 (Tabel 1) diatur dalam model untuk memperoleh $T_s = 288

K$, merupakan perkiraan yang rasional dikaitkan dengan nilai radiasi terkait sebagaiman ditunjukkan pada Gambar 6.

Pada model ini, kita mengunakan sebuah metode perkiraan "equivalent widths" untuk memperoleh nilai transmitansi atmosfer untuk variabel-variabel gas ruma kaca CO2, H2O dan O3

(Barker & Ross, 1999). Penyesuaian hasil pengukuran menghasilkan hubungan empirik untuk absorbsi gelombang panjang oleh atmosfer

    (13) dengan fCO2 adalah rasio pencampuran karbodioksida (sebagai contoh, fCO2 = 3,5 x 10-4 menunjukan

350 ppmv), RH adalah kelembaban relatif (dianggap mencapai 80 %) dan PH2O adalah tekanan uap air

jenuh (dalam bar)

(14)

dimana parameter HH2O adalah tinggi skala uap air dalam km (diasumsikan sama dengan 2)

Bentuk formula empirik untuk albedo permukaan dinyatakan sebagai :

(15) Fraksi lingkup awan fc dan fluks panas konvektif Cq dinyatakan secara empirik sebagai

(16)

dan

        (17) 

Dengan Ts0 = 288 K adalah suhu referensi permukaan bumi, P0H2O adalah tekanan uap air jenuh pada

Ts0 dan Cq0 adalah fluks panas konvektif (102 Wm-2 pada Ts0 (Barker & Ross, 1999). Sebagaimana

tertera pada persamaan 16 dan 17, s dan t adalah parameter-parameter yang dipilih masing-masing untuk medapatkan nilai fc dan Cq yang sesuai dengan observasi maupun untuk memperoleh sensivitas

iklim yang paling sesuai dengan kenyataan.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan studi literatur untuk mendapatkan landasan teori yang utuh dan komprehensif tentang model, hukum-hukum dasar, dan perumusan matematika yang akan digunakan serta merumuskan langkah-langkah operasional di dalam melakukan perhitungan numerik dan implementasinya secara komputasional, sehingga di dapatkan data hasil pengukuran dan observasi lapangan berkait dengan variabel/parameter yang terlibat didalam model, baik sebagai input, pembanding, maupun konfirmasi dari perhitungan komputasi.

Perhitungan komputasioanal pada Model Rose dilakukan untuk mendapatkan solusi numerik dari persamaan 8a dan 8b. Dalam perhitungan ini akan melibatkan parameter-parameter berupa parameter tetapan (Tabel 1) (Knox, 1999) serta prakiraan energi budget rata-rata globa tahunan (Tabel 2) (Kiehl & Trenberth, 1997)

(7)

Tabel 1. Nilai variabel/parameter model Rose.

Sedangkan perhitungan komputasional pada model Kiehl dan Trenberth dilakukan untuk mendapatkan solusi numerik dari persamaan diffrensial (10a) dan (10b) Di dalam implentasinya akan digunakan iteratif secant (Secant Iterative Method) (Barker & Ross, 1999; King, 1984). Berkait dengan variabel/parameter yang terlihat didalam model akan digunakan data hasil pengukuran energi budget rata-rata global tahunan (Kiehl dan Trenberth, 1997), serta data tambahan berdasarkan asumsi dan estimasi yang rasioanal dari Barker dan Ross (1999), sebagaimana terangkum pada Tabel 2.

Dari persamaan (10) diatas, pada kondisi setimbang, akan diperoleh f(Ts)yang dapat dinyatakan sebagai

    (18) Untuk memperoleh nilai Ts dari persamaan (18), dengan menggunakan Metode Iteratif Secant adalah

sebagai berikut : dari dua buah titik initial, Tsi dan Tsi+1 dapat ditentukan, yaitu ketika garis secant, yang

menghubungkan Tsi, f(Tsi) dan (Tsi+1), f(Tsi+1) memotong sumbu Ts dan dapat dinyatakan sebagai

            (19)

Iterasi dimulai dengan memilih Tstart sebagai suatu estimasi untu suhu permukaan. Dan nilai Tstart yang

dipilih adalah dalam range 0-350 K dengan interval 10 K, dengan varisi konsentrasi fCO2 dari 0-750

(8)

Tabel 2. Nilai Parameter Dasar Model Kiehl-Trenberth

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III.1. Kajian Model Rose

Pada model Rose, beberapa parameter seperti β, γ, αa, αs, Cq, merupakan tetapan (Knox, 1999).

Pada kenyataannya banyak faktor yang mempengaruhi parameter-parameter ini, seperti fraksi radiasi ultraviolet diserap atmosfer (β) dan fraksi radiasi infrared diserap atmosfer (γ), serta albedo atmosfer (αa) dan albedo permukaan (αs), banyak faktor yang mempengaruhi, namun hal ini tidak diungkapkan

secara jelas pada Model Rose. Model ini hanya memberikan nilai-nilai parameter saja, tanpa membahas faktor-faktor terkait. Dengan memasukkan parameter-parameter yang sesuai untuk berbagai macam contoh kasus akan diperoleh hasil seperti yang dinyatakan pada Tabel 3 yang terkait dengan Tabel 1.

Pada uji 1 dimana fraksi ultraviolet (β) = 0.08, fraksi infrared (γ) = 0,89, h = 0.00, albedo atmosfer (αa) = 0,26, albedo permukaan (αs) = 0.16 dan albedo planet (αpl) = 0.33 di dapat suhu bumi

sebesar 288 K dan suhu atmosfer sebesar 246,27 K, terlihat pada kondisi ini koefisien h = 0, mengindikasikan bahwa tidak ada fluks nonradiatif yang diikutkan, nilai ini tidak rasional, sedangkan parameter lain masih berkesesuaian dengan batasan kondisi global saat ini, parameter ini diambil dari parameter model standar sehingga pada kondisi ini disebut sebagai Model Standar.

Pada uji kedua, koefisien β yang mendekati satu, mengindikasikan bahwa faktor semua gelombang infrared diserap oleh atmosfer, koefisien αs yang kecil mengindikasikan reflektifitas dari

permukaan bumi cukup kecil, ditabel terlihat nilai αpl yang tidak berkesesuaian dengan kondisi global

saat ini (tidak rasional), namun demikian Ts dan Ta yang dihasilkan masih berkesesuaian dengan

kondisi global saat ini.

Di uji ketiga, nilai γ = 1 menunjukkan seluruh gelombang infrared diserap oleh atmosfer, nilai g ini merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan syarat batas, nilai β cukup besar yang mengindikasikan bahwa fraksi ultraviolet yang diserap atmosfer yang cukup besar, parameter yang digunakan masih dalam batasan kondisi global saat ini. Pada Kondisi ini suhu atmosfer masih berkesesuaian dengan kondisi global saat ini, namun suhu permukaan bumi masih cukup jauh untuk berkesesuaian. Sehingga dapat dikatakan bahwa parameter-parameter ini tidak sesuai untuk menghasilkan suhu permukaan bumi yang sesuai dengan kondisi global saat ini.

Pada uji keempat di tabel, merupakan kondisi yang paling mendekati dengan kondisi suhu global permukaan bumi saat ini, dimana menghasilkan suhu bumi sebesar 288.24 K dan suhu atmosfer sebesar 252.17 K, serta parameter-parameter yang semuanya berkesesuaian, pada kondisi ini terdapat fluks nonradiatif yang bernilai lebih kecil (40 Wm-2), jika dibandingkan dengan baris sebelumnya sehingga

nilai ini kurang rasional, sedangkan nilai γ yang mendekati satu artinya fraksi infrared hampir semuanya diserap.

Pada uji kelima, semua parameter bernilai 0 kecuali γ, terdapat parameter yang tidak cocok dengan batasan kondisi global yaitu γ dan αpl. Kondisi ini disebut model radiatif 2 lapisan (Knox, 1999),

(9)

suhu bumi (Ts) dan suhu atmosfer (Ta) yang cukup jauh untuk berkesesuaian dengan kondisi suhu

global saat ini.

Pada uji terakhir merupakan parameter yang terdapat pada Model Kiehl & Trenberth yang coba dimasukkan ke Model Rose, menghasilkan suhu atmosfer yang cukup berkesesuain, namun tidak untuk suhu permukaan bumi.

III.2. Kajian Model Kiehl & Trenberth

Model kesetimbangan radiatif 2-lapis Kiehl & Trenberth memberikan gambaran sistem iklim global yang lebih rinci, jelas dan kuantitatif. Model ini juga, dengan menggunakan formula seperti pada Pasal g dan nilai-nilai parameter dasar seperti pada Tabel 2, memberikan kesesuaian dengan hasil observasi terhadap kondisi iklim saat ini, antara lain pada suhu permukaan bumi, suhu atmosfer dan albedo planet bumi.

Perhitungan dengan Metode Iteratif Secant menghasilkan solusi yang sesuai dengan asumsi tentang pemanasan global dan efek rumah kaca, yaitu meningkatnya suhu permukaan bumi, yang antara lain disebabkan oleh meningkatnya kandungan gas CO2 di atmosfer. Model Kiehl & Trenberth lebih

kompleks. Banyaknya parameter yang terlibat dan kesalingbergantungan antar parameter menyebabkan model ini menjadi sangat kompleks. Oleh karenanya analis dilakukan secara numerik. Untuk memperoleh Ta dan Ts memerlukan beberapa parameter αa, αs, β, γ, Cq, fd, S0 dan Ta, dimana untuk

memperoleh αa kita membutuhkan parameter αa0, αc, dan fc, seperti dinyatakan pada persamaan (11).

Sementara itu untuk memperoleh fc, sesuai dengan persamaan (16) diperlukan parameter pH2O dan

PH2O0. Parameter pH2O dapat diperoleh melalui persamaan (14) yang juga merupakan fungsi dari Ts.

Demikian juga dengan parameter αs, melalui persamaan (15), untuk memperolehnya kita

memerlukan parameter-parameter αi, αr, dan juga Ts. Tidak hanya αa dan αs, untuk memperoleh Ts kita

juga masih memerlukan parameter-parameter lain, dan perlu diperhatikan juga bahwa untuk memperoleh Ts, dibutuhkan beberapa parameter yang juga merupakan fungsi dari Ts itu sendiri.

Ketergantungan yang timbal balik ini dikenal sebagai mekanisme feedback.

Pada model ini, mekanisme feedback iklim yag paling penting adalah yang berhubungan dengan uap air, yang dinyatakan melalui parameter γ dan PH2O seperti yang digambarkan pada persamaan (13)

dan (14). Dalam hal ini dianggap bahwa PH2O meningkat terhadap Ts, sementara kelembaban relatif

(RH) dan skala ketinggian H2O (HH2O) konstan, dimanapun pemanasan global terjadi.

Selain mekanisme feedback uap air, pada model ini juga terlibat mekanisme feedback es/salju yang dinyatakan melalui albedo permukaan bumi (αs) (persamaan (15)), dan mekanisme feedback tambahan

yang dinyatakan melalui fraksi lingkup awan (fc) (persamaan (16)) dan fluks panas konvektif (Cq)

(persamaan (17)). Dengan terlibatnya mekanisme feedback di atas, maka sistem iklim menjadi lebih kompleks.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Penerapan model Rose dan model Kiehl & Trenberth baru mengungkapkan aspek-aspek sederhana dari perilaku iklim. Penyederhanaan pertama berkait dengan aspek ruang, dalam hal ini hanya mengungkap kondisi sistem dalam skala global tanpa mengaitkan posisi geografis dan ketinggian. Penyederhanaan kedua berkait dengan aspek waktu, yang didalamnya hanya diungkap hal yang berkait dengan kondisi sistem dalam keadaan setimbang. Dalam hal ini seluruh nilai dari besaran/parameter yang terlibat adalah yang menyatakan rata-rata skala global untuk ruang dan tahun untuk waktu. Kedua model ini mampu memberikan secara komprehensif menyangkut mekanisme efek rumah kaca dan fenomena pemanasan global. Model Rose lebih mudah dipahami namun belum memberikan gambaran yang sesuai dengan realitas kondisi iklim global saat ini. Sementara model Kiehl & Trenberth melibatkan cukup banyak perumusan/formula empirik, memiliki kemampuan lebih dalam mengungkap efek feedback dan fenomena kompleks sistem serta lebih sesuai dengan realitas. Pada model Rose terdapat peran refleksi ganda dari radiasi gelombang pendek oleh atmosfer dan permukaan bumi. Pada penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut model dalam dimensi ruang (2-D, dan 3-D), sehingga karakter iklim lokal baik dalam kaitan geografis maupun ketinggian dapat diungkapkan.

V. DAFTAR PUSTAKA

Arsali & Johan, A. 2002. Prediksi Suhu Atmosfer Bumi Berdasakan Model Transfer Radiasi Termal I-Dimensi. Laporan Hasil Penelitian PPD-PMU HEDS. Inderalaya

Ayyub, B.M & McCuen, R.H. 1996. Numerical Method for Engineers, http://www.sciencemag.org Barker, J.R & Ross, M.H. 1999. An Introduction to Global Warming. Am.J. Phys. 67 : 1216.

(10)

Boeker , E & Grondale, R. 1995. Environmental Physics. Jhon Wiley & Sons. Singapore

Kiehl, J.T & Trenberth, K.E. 1997. Earth’s Annual Global Mean Energy Budget. Dalam Barker, J.R & Ross, M.H. 1999. An Introduction to Global Warming. Am.J. Phys. 67 : 1216.

King, J.T. 1984. Introduction to Numerical Computation. McGraw-Hill. Inc USA Kittel, C & Kroemer, H. 1980. Termal Physic. 2nd edition. Jhon Wiley & Sons. Singapore

Levi, B. 1993. Are Manufactured Emissions of CO2 Warming Our Climate? Dalam : Halliday, Resnick

R & Walker J. Fundamental of Physics. 4th edition. Jhon Wiley & Sons. Singapore

Lutgens, F.K & Tarbuck, E.J.1992. The Atmosphre. 5th edition. Prentice Hall. Engelwood Cliffs. New

Gambar

Gambar  2. Absorbsivitas gas H 2 O dan CO 2  masing-masing untuk radiasi gelombang pendek dan  radiasi gelombang panjang ( Levi, 1993)
Gambar 3. Model 2-lapis permukaan  Kesetimbangan energi dapat dituliskan sebagai
Gambar 4. Skema Interaksi termal antar lapisan pada model Rose
Gambar 5. Skema keseimbangan energy model radiatif 2-lapis Kiehl-Trenberth. (Sumber : Barker &
+3

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Sistem operasi menyediakan layanan pengaksesan sumber daya sehingga pemrograman tidak dirumitkan rincian operasi perangkat keras yang menjenuhkan.. Dengan cara ini, pemrograman

Jadual 1 menunjukkan susunan radas dan pemerhatian bagi dua set eksperimen untuk menentukan keterlarutan sebatian M and sebatian N dalam air dan metilbenzena.. [2 marks]

Untuk membandingkan haba penyesaran murid perlu mengulangai eksperimen itu dengan menggunakan satu lagi logam yang dinamakan dan larutan garam yang sama. Based on

Penggunaan fitur hastag juga semakin memudahkan pengguna untuk mendapatkan informasi mengenai De Tjolomadoe, beberapa hastag yang sering digunakan

Dia melompat ke buaya berikutnya, “Dua.” Dan buaya berikutnya, “Tiga.” Kancil terus melompat sampai ia tiba di sisi lain sungai. “Berapa banyak?”

Judul : Meningkatkan Komunikasi Matematika melalui Model Pembela - jaran Problem Posing Bernuansa Islami pada Materi Pokok Pecahan Kelas VII Semester Gasal

Hasil Survey Awal Konsumen Tong Tji Tea House .... Penelitian Terdahulu