• Tidak ada hasil yang ditemukan

279584981 jtptiain gdl khanafi073 5870 1 073511014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "279584981 jtptiain gdl khanafi073 5870 1 073511014"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIKA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

BERNUANSA ISLAMI PADA MATERI POKOK PECAHAN

KELAS VII SEMESTER GASAL MTs. USWATUN HASANAH

MANGKANG SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

dalam Ilmu Pendidikan Matematika

Oleh : KHANAFI NIM : 073511014

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Khanafi

NIM : 073511014

Jurusan : Tadris

Prodi : Tadris Matematika

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 2 Desember 2011 Saya yang menyatakan,

Khanafi

(3)
(4)

iv

NOTA PEMBIMBING Semarang, 29 November 2011

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : Meningkatkan Komunikasi Matematika melalui Model Pembelajaran Problem Posing Bernuansa Islami pada Materi Pokok Pecahan Kelas VII Semester Gasal MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012

Nama : Khanafi

NIM : 073511014

Jurusan : Tadris

Prodi : Tadris Matematika

Saya memamndang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

(5)

v

NOTA PEMBIMBING Semarang, 29 November 2011

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : Meningkatkan Komunikasi Matematika melalui Model Pembelajaran Problem Posing Bernuansa Islami pada Materi Pokok Pecahan Kelas VII Semester Gasal MTs. Uswatun Hasanah Mangkang-Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012

Nama : Khanafi

NIM : 073511014

Jurusan : Tadris

Prodi : Tadris Matematika

Saya memamndang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

(6)

vi ABSTRAK

Judul : Meningkatkan Komunikasi Matematika melalui Model Pembela -jaran Problem Posing Bernuansa Islami pada Materi Pokok Pecahan Kelas VII Semester Gasal MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012.

Penulis : Khanafi

NIM : 073511014

Penelitian ini berawal dengan adanya permasalahan di kelas VII MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang yaitu rendahnya komunikasi matematika peserta didik pada pembelajaran matematika khususnya pada materi pecahan. Hal ini dikarenakan sulitnya peserta didik dalam melakukan operasi pada bilangan pecahan dan banyaknya peserta didik yang salah dalam menerjemahkan soal cerita pada materi pokok tersebut. Selain itu berdasarkan pengamatan juga diperoleh fakta bahwa nilai peserta didik pada tahun sebelumnya masih tergolong rendah dikarenakan kurangnya komunikasi peserta didik pada saat pembelajaran matematika. Guru mengajar dengan metode yang monoton sehingga proses komunikasi dalam pembelajaran berjalan searah. Hal ini yang membuat komunikasi matematika peserta didik tidak terbangun. Diharapkan pembelajaran melalui model pembelajaran problem posing bernuansa islami akan meningkatkan komunikasi matematika peserta didik pada materi pecahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Implementasi model pembelajaran problem posing bernuansa islami pada materi pokok pecahan kelas VII semester gasal MTs. Uswatun Hasanah tahun pelajaran 2011/2012. 2) Apakah penerapan model pembelajaran problem posing bernuansa islami pada materi pokok pecahan dapat meningkatkan komunikasi matematika peserta didik kelas VII semester gasal MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang tahun pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil subjek penelitian peserta didik kelas VII MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang tahun pelajaran 2011/2012 sejumlah 30 peserta didik. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, masing-masing siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sedangkan teknik pengambilan data ada 4 metode yaitu dokumentasi, wawancara, tes, dan observasi.

(7)

vii

ketuntasan klasikal 46,7% pada siklus I dan pada siklus II mengalami peningkatan yaitu dengan rata-rata 78,5 dengan ketuntasan klasikalnya mencapai 83,3%.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, taufiq, inayah dan bimbingan serta kekuatan lahir batin kepada diri peneliti, sehingga dalam penyusunan tugas akhir perkuliahan berupa skripsi dapat terselesaikan sebagaimana mestinya melalui proses yang panjang. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan yang baik bagi seluruh umat.

Penelitian yang berjudul “Meningkatkan Komunikasi Matematika melalui Model Pembelajaran Problem Posing Bernuansa Islami pada Materi Pokok Pecahan Kelas VII Semester Gasal MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012” pada dasarnya disusun untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Oleh karena itu karya ilmiah ini merupakan kulminasi-formal akademik, selain untuk memenuhi kewajiban akademik juga sebagai wahana pengembangan ilmu pengetahuan, dan solusi dunia kependidikan.

Penulis mencurahkan segala kemampuan untuk menyelesaikan karya tulis ini, penulis juga memiliki rasa keingintahuan yang besar karena dianugerahi akal oleh sang Maha Pencipta. Penulis sadar sebagai insan biasa tentu memiliki banyak kekurangan, kelemahan dan tentunya juga jauh dari kesempurnaan,

Dalam proses penyusunan penelitian tersebut, peneliti banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkan peneliti untuk mengucapkan terima kasih kepada hamba-hamba Allah yang mulia yang telah membantu peneliti sehingga karya sederhana ini menjadi kenyataan bukan angan-angan belaka. Peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. Suja’i, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

(9)

ix

3. Saminanto,S.Pd.,M,Sc. selaku Pembimbing I (Bidang Materi) yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Abdul Wahid, M.Ag., selaku Pembimbing II (Bidang Metodologi), yang juga telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dengan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Segenap Dosen IAIN Walisongo Semarang khususnya para Dosen di Jurusan

Tadris Matematika yang telah membimbing, mendidik dan memberikan pencerahan untuk selalu berpikir kritis-edukatif, transformative-inovatif dalam menggali ayat-ayat qauliyah dan kauniyyah selama menimba ilmu di kampus IAIN Walisongo Semarang.

6. KH. Mustaqim Husnan, KH. Thohir Husnan dan KH. Nur Asyikin Aziz beserta keluarga selaku pengasuh PPS Uswatun Hasanah. Terima kasih atas doa yang diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

7. Ina Rotul Uliya, S.Pd., selaku Kepala Sekolah MTs. Uswatun Hasanah Mangkang yang telah memberikan izin kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini dan Siti Alqomah, S.Pd., selaku Guru Mata Pelajaran Matematika kelas VII MTs. Uswatun Hasanah Mangkang yang telah memberikan motivasi dan banyak membantu dalam penelitian ini.

8. Teman seperjuangan Tadris Matematika 2007 yang senantiasa menjadi penyemangat penulis dan kawan-kawan di HIMATIKA IAIN Walisongo Semarang yang selalu mendoakan dan memberi semagat kepada penulis.

Semarang, 1 Desember 2011 Penulis

Khanafi

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

ABSTRAK ... v

HALAMAN PERNYATAAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GRAFIK... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II : LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ... 6

1. Pembelajaran Matematika ... 6

2. Model Pembelajaran Problem Posing ... 10

3. Komunikasi Matematika ... 13

4. Materi Pokok Pecahan ... 15

5. Aplikasi Materi Pecahan dengan Model Pembelajaran Problem Posing Bernuansa Islami ... 20

B. Kerangka Berfikir ... 21

C. Hipotesis Tindakan ... 23

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 24

B. Materi Penelitian... 24

(11)

xi

D. Pelaksana dan Kolabolator ... 27

E. Rancangan Penelitian ... 27

1. Pra Siklus ... 28

2. Siklus I ... 28

3. Siklus II ... 30

F. Teknik Pengumpulan Data ... 33

G. Teknik Analisis Data ... 34

H. Indikator Pencapaian ... 35

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Madrasah ... 36

1. Sejarah Berdirinya Madrasah ... . 36

2. Identitas Sekolah ... 38

3. Daftar Guru Tahun Pelajaran 2011/2012 ... 38

B. Hasil PeneIitian ... 38

1. Pra siklus ... 38

2. Siklus I ... 39

3. Siklus II ... 45

C. Pembahasan ... 49

1. Pra Siklus ... 49

2. Siklus I ... 51

3. Siklus II ... 54

BAB V : PENUTUP A. Simpulan ... 57

B. Saran ... 57

C. Penutup... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Penelitian ... 25

Tabel 2 Komunikasi Matematika Peserta Didik Th.2010/2011 ... 49

Tabel 3 Hasil Penelitian Pra Siklus ... 50

(13)

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Komunikasi Matematika Peserta Didik Pra Siklus ... 50 Grafik 2 Nilai Rata-rata Kelas Pra Siklus ... 51 Grafik 3 Ketuntasan Belajar Klasikal Pra Siklus ... 50 Grafik 4 Perbandingan Komunikasi Matematika Peserta Didik Pra Siklus

dan Siklus I ... 53 Grafik 5 Perbandingan Nilai Rata-rata Kelas Pra Siklus dan Siklus I ... 53 Grafik 6 Perbandingan Ketuntasan Belajar Klasikal Pra Siklus dan

Siklus I ... 50 Grafik 7 Perbandingan Komunikasi Matematika Peserta Didik Pra Siklus,

Siklus I dan Siklus II ... 50 Grafik 8 Perbandingan Nilai Rata-rata Kelas Pra Siklus, Siklus I dan

Siklus II ... 51 Grafik 9 Perbandingan Ketuntasan Belajar Klasikal Pra Siklus Siklus I

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran yang efektif ditandai dengan adanya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila di dalam dirinya telah terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran hasil belajar dapat dilihat secara langsung. Oleh sebab itu, agar dapat dikontrol dan berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran di kelas, maka program pembelajaran tersebut harus dirancang oleh guru dengan memperhatikan berbagai prinsip yang telah terbukti keunggulannya secara empirik.1

Pembelajaran matematika di sekolah dapat efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajarannya memperhatikan konteks siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa meliputi latar belakang fisik, keluarga, keadaan sosial, politik, agama, budaya dan kenyataan hidup lainnya.2

Pembelajaran matematika khususnya pada materi pecahan seharusnya dilakukan dengan melibatkan peserta didik belajar aktif agar pembelajaran berjalan dua arah. Pembelajaran pada materi pecahan di madrasah sebaiknya juga dilakukan dengan menyisipkan nilai-nilai keislaman agar suasana pembelajaran lebih religius. Selain itu pembelajaran materi pecahan dapat dilakukan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika peserta didik karena operasi bilangan pecahan memiliki ciri yang berbeda dan lebih rumit dari pada bilangan bulat. Hal ini menjadikan peserta didik mampu mengungkapkan

1

Aunurrohman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta: 2009), hlm. 34-35 2

(15)

2 gagasannya dan mengidentifikasikan dari permasalahan sehari-hari dalam bahasa matematika ataupun sebaliknya.

Kondisi yang ada, di MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang, pembelajaran matematika pada materi pecahan dilakukan dengan metode ceramah, sehingga pembelajaran berjalan searah. Selain itu pembelajaran yang sudah berjalan di MTs. Uswatun Hasanah belum pernah dilakukan dengan nuansa keislaman, padahal MTs. Uswatun Hasanah merupakan salah satu madrasah yang memiliki basic pondok pesantren karena sistem pendidikan dan sebagian peserta didiknya adalah berasal dari lingkungan pesantren di daerah tersebut.

Menurut pengalaman beberapa guru matematika MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang, komunikasi matematika yakni suatu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan sesuatu berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah yang dimiliki oleh peserta didik yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, yang dimiliki peserta didik kelas VII masih rendah. Banyak peserta didik yang masih kesulitan dalam memahami konsep-konsep dan menyampaikan ide-ide yang dimiliki dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi pokok pecahan. Hal ini ditandai dengan banyaknya peserta didik yang masih salah dalam melakukan operasi bilangan pecahan dan menerjemahkan soal-soal cerita dari materi pokok tersebut, sehingga juga berpengaruh pada minimnya hasil belajar peserta didik.

Untuk mengatasi hal tersebut, penulis mengambil langkah yaitu dengan memperbaharui model pembelajaran. Model pembelajaran yang akan diuji cobakan adalah model pembelajaran problem posing (pengajuan soal/masalah) bernuansa Islami.

Model pembelajaran problem posing adalah suatu model

(16)

3 merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dipahami. Sehingga pada prinsinya problem posing bernuansa Islami ditunjukkan dengan adanya pola pembelajaran yang menyisipi pengetahuan agama islam serta pengajuan masalah dari peserta didik terkait pembelajaran matematika yang memiliki nilai-nilai keislaman. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mengukur dan meningkatkan kemampuann komunikasi matematika peserta didik.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu diadakan penelitian dengan

judul “Meningkatkan Komunikasi Matematika melalui Model

Pembelajaran Problem Posing Bernuansa Islami pada Materi Pokok Pecahan Kelas VII Semester Gasal MTs. Uswatun Hasanah

Mangkang Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012”.

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman tentang penafsiran dari judul diatas, maka penulis menjelaskan istilah-istilah pokok yang terkandung dalam judul skripsi sebagai berikut:

1. Komunikasi Matematika

Komunikasi matematika merupakan kesanggupan/kecakapan seorang siswa untuk dapat menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal.3 Kemampuan komunikasi matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematika peserta didik yang diperoleh dari hasil tes yang dilakukan pada akhir pembelajaran dan non tes dengan cara observasi.

Jadi meningkatkan komunikasi matematika peserta didik berarti meningkatnya kemampuan peserta didik dalam menyatakan dan menafsirkan ide/gagasan matematik baik secara lisan maupun tulisan.

3

(17)

4 2. Model Pembelajaran Problem Posing Bernuansa Islami

Menurut Trianto, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain.4

Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.5

Bernuansa Islami yang dimaksud disini adalah pola pengajaran yang dilakukan dengan pemberian nilai-nilai keislaman pada setiap pembelajaran baik berupa materi maupun pada contoh soal. Selain itu nuansa Islami akan terlihat pada metode pembelajaran yang dilaksanakan.

3. Pecahan

Pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan, bagian dari suatu daerah, bagian suatu benda, atau bagian dari suatu himpunan. Apabila membagi suatu bilangan cacah dengan suatu bilangan asli, maka pembagian itu disebut suatu pecahan

Pecahan merupakan salah satu materi pokok yang diberikan pada kelas VII semester 1. Berikut ini adalah ruang lingkup materi pecahan yang terangkum dalam SK, KD dan Indikator berikut:

Standar kompetensi : Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan penggunaannya dalam pemecahan masalah

4

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet II, hlm. 22

5

(18)

5 Kompetensi dasar : Menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan

bulat dan pecahan dalam pemecahan masalah

Indikator :

a. Menyebutkan pengertian bilangan pecahan

b. Mengubah bentuk pecahan ke bentuk pecahan yang lain

c. Mengurutkan pecahan

d. Melakukan operasi hitung bilangan pecahan biasa dan campuran e. Melakukan operasi hitung bilangan pecahan desimal

f. Menyelesaikan soal cerita dengan operasi hitung bilangan pecahan

Berdasarkan uraian diatas, maka arti keseluruhan dari

meningkatkan komunikasi matematika melalui model pembelajaran problem posing bernuansa Islami adalah suatu penelitian dengan penerapan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika peserta didik pada materi pokok pecahan kelas VII di MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang tahun pelajaran 2011/2012.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, antara lain:

1. Bagaimana implementasi model pembelajaran problem posing

bernuansa Islami pada materi pokok pecahan kelas VII semester gasal MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang tahun pelajaran 2011/2012?

(19)

6 D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Implementasi model pembelajaran problem posing bernuansa Islami pada materi pokok pecahan kelas VII semester gasal MTs. Uswatun Hasanah tahun pelajaran 2011/2012.

2. Penerapan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami pada materi pokok pecahan dalam meningkatkan komunikasi matematika peserta didik kelas VII semester gasal MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang tahun pelajaran 2011/2012.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, antara lain:

1. Bagi Guru

a. Memberikan gambaran bagaimana cara mengajarkan materi

pecahan dengan menggunakan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami.

b. Memberikan inspirasi dan motivasi untuk menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dalam setiap proses pembelajaran. 2. Bagi Peserta Didik

a. Menumbuhkan kemampuan mengeluarkan ide dan kemampuan

berkomunikasi peserta didik dalam memecahkan suatu masalah. b. Menumbuhkan hubungan antar pribadi di antara peserta didik yang

berasal dari latar belakang berbeda.

c. Melatih peserta didik untuk lebih berani mengungkapkan ide dan mengajukan pertanyaan.

3. Bagi Sekolah

(20)

7 b. Dengan meningkatnya hasil belajar peserta didik, dapat menjadi acuan bagi sekolah dalam menentukan arah kebijakan untuk kemajuan sekolah.

c. Sekolah menjadi objek dalam penelitian tindakan kelas (PTK) akan memperoleh hasil pengembangan ilmu.

4. Bagi Peneliti

a. Mendapat pengalaman langsung melaksanakan model

pembelajaran problem posing bernuansa Islami untuk mata pelajaran matematika di MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang.

(21)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

a. Pengertian pembelajaran

Menurut Amin Suyitno, pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik.1 Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran merupakan proses yang sengaja direncanakan dan dirancang sedemikian rupa dalam rangka memberikan bantuan bagi terjadinya proses belajar. Komponen yang harus ada demi terciptanya sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar adalah tujuan, materi/bahan ajar, metode dan media, evaluasi, didik/peserta didik, dan adanya pendidik/guru.

b. Faktor- faktor yang mempengaruhi pembelajaran

Hasil belajar akan dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis besar faktor yang mempengaruhi pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern.2

1) Faktor intern

Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik. Faktor intern dikelompokkan menjadi faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.

1 Hana Mufidah, Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Memanfaatkan Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (Skripsi), (Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. 2009). hlm.18

(22)

9 a) Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. b) Faktor psikologi meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat,

motif, kematangan, dan kesiapan.

c) Faktor kelelahan yaitu kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani seperti lemah lunglai, sedangkan kelelahan rohani seperti adanya kelesuan dan kebosanan.

2) Faktor ekstern

Faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

a) Faktor keluarga

Peserta didik akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.

b) Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pengajaran, kualitas pengajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga

berpengaruh terhadap belajar peserta didik. Pengaruh itu terjadi terkait dengan keberadaan peserta didik dengan masyarakat. c. Pembelajaran Matematika

Menurut Lester D. Crow dan Alice Crow ”Learning is acquisitation of habits, knowledge, and attitude it involves new ways of doing things, and it operates in an individual’s attempts to over come obstacles or to udjust to new situations” 3 artinya belajar adalah hasil yang dicapai dari kebiasaan, pengetahuan, sikap. Ini mencakup cara

(23)

10 baru dalam melakukan sesuatu dan mengoperasikannya atau menguasahakannya didalam usaha seseorang untuk mengatasi hambatan atau menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru.

Pembelajaran matematika berdasarkan pada definisi

pembelajaran yang dikemukakan Suyitno adalah proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dengan mengajarkan matematika kepada peserta didik yang di dalamnya terkandung upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik lainnya dalam mempelajari matematika.4

Sedangkan tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP adalah sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

(24)

11 dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Jadi pembelajaran matematika merupakan proses dan upaya guru dalam mengajarkan matematika terhadap peserta didiknya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Hal ini dilakukan dalam suatu lingkungan pendidikan dengan metode dan model pembelajaran yang bisa memudahkan peserta didik dalam memahami materi yang disampaikan. Oleh karenanya proses pembelajaran matematika sebaiknya dilakukan secara aktif, inovatif, efektif dan efisien, sehingga tujuan pembelajaran bisa dicapai dengan mudah

d. Teori Pembelajaran Matematika

Teori yang mendukung tujuan pembelajaran matematika diatas adalah teori Ausubel, teori Jean Piaget dan teori Vygotsky, yang mengkaji tentang karakteristik pelaksanaan pembelajaran matematika, yaitu:

1) Teori Ausubel

Inti teori ini adalah mengemukakan pentingnya pembelajaran bermakna. Teori ini mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru.5 Hal ini menunjukkan bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang

Mengemukakan belajar bermakna dalam mengajar matematika sangat penting karena dengan kebermaknaan itu pembelajaran akan lebih menarik, lebih bermanfaat dan lebih menantang. Dengan demikian konsep dan prosedur matematika akan lebih mudah dipahami dan lebih tahan lama diingat oleh peserta didik.

Relevansinya dalam penelitian ini terdapat pada pemberian materi pecahan yang sangat berkaitan dengan materi sebelumnya.

(25)

12 Sebelum peserta didik diberi materi pecahan terlebih dahulu diberikan apersepsi terhadap materi bilangan bulat. Selanjutnya pada pembelajaran operasi bilangan pecahan juga harus diberikan secara bertahap sehingga komunikasi matematika peserta didik terbangun secara terstruktur.

2) Teori Jean Piaget

Teori Jean Piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun system makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.6 Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan sangat penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Dan interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran lebih logis.7 Relevansinya dalam penelitian ini muncul pada pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan dengan adanya komunikasi dan interaksi dalam belajar kelompok. Peserta didik yang pandai bisa mengajari peserta didik yang kurang pandai sehingga kemampuan para peserta didik bisa merata.

3) Teori Vygotsky

Model pembelajaran konstuktivistik dikembangkan pada teori Vygotsky yang berorientasi pada pembelajaran mandiri dalam kelompok dengan membangun sendiri pengetahuan, pengalaman dan daya kreatifitas peserta didik untuk memperoleh pengetahuan melalui kegiatan yang beraneka ragam dengan memposisikan guru sebagai fasilitator.Dan teori Vigotsky ini merupakan interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan

6 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet II, hlm 37

(26)

13 sosial dalam belajar.8 Relevansi teori Vygostky dalam penelitian ini muncul pada pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan dengan diskusi kelompok. Peserta didik mampu membangun pengetahuannya melalui interaksi dalam belajar kelompok.

.

2. Model Pembelajaran Problem Posing

a. Tinjauan Umum Model Pembelajaran Problem Posing

Model pembelajaran pengajuan soal (Problem Posing) dikembangkan oleh Lyn. D. English tahun 1997. 9 Pada prinsipnya model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan peserta didik untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.

Menurut Brown dan Walter dalam Kadir pada tahun 1989 untuk pertama kalinya istilah problem posing diakui secara resmi oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) sebagai bagian dari national program for re-direction of mathematics education (reformasi pendidikan matematika).10 Selanjutnya istilah ini dipopulerkan dalam berbagai media seperti buku teks, jurnal serta menjadi saran yang konstruktif dan mutakhir dalam pembelajaran matematika.

Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut. Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya

8 Hamzah, Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme, http://mimilers.blogspot.com/2010/03/teori-belajar-konstruktivistik.html, diakses pada 30 Oktober 2011 jam 10.00 WIB

9

Saminanto, Ayo Praktik PTK , (Semarang: Rasail, 2010), hlm. 45

(27)

14 khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri.11

Dari beberapa pengertian di atas, model pembelajaran problem posing merupakan suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran melalui pembentukan soal atau pengajuan soal melalui kegiatan kognitif untuk melatih peserta didik berfikir matematika dengan cara membuat soal tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman peserta didik itu sendiri.

Silver dan Cai menjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut:

1) Pre Solution Posing, yaitu jika peserta didik membuat soal dari situasi yang diadakan, jadi guru memberikan suatu pernyataan dan peserta didik diharapkan mampu membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh gurunya.

2) Within Solution Posing, yaitu jika peserta didik mampu merumuskan ulang pertanyaan soal menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya dan diharapkan peserta didik mampu membuat sub-sub pertanyaan dari pertanyaan tunggal yang diberikan oleh guru.

3) Post Solution Posing, yaitu jika peserta didik mampu memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang telah dijelaskan oleh

guru untuk membuat soal-soal baru yang sejenis.12

Dalam model pembelajaran problem posing, peserta didik dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep matematika secara mandiri. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dan cara berpikir peserta didik SMP/MTs yang bersifat konkrit.

11 http://www.sekolahdasar.net/2011/08/model-pembelajaran-problem-possing.html diakses pada 5 September 2011 jam 21.30 WIB

12

(28)

15 b. Karakteristik Model Pembelajaran Pengajuan Soal (Problem Posing)

barnuansa Islami.

Model pembelajaran problem posing bernuansa Islami

memiliki karakteristik yang lebih khusus yaitu keterlibatan peserta didik secara intelektual dan emosional, sehingga peserta didik terlatih belajar secara mandiri, aktif, dan kreatif. Disamping itu peserta didik juga dilatih untuk menemukan dan menyajikan sesuatu yang baru yang terkait dengan nilai-nilai keislaman yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran problem posing. Hal itu akan menjadikan suasana belajar matematika terasa lebih religius. c. Tahapan Pelaksanaan Model Pembelajaran Pengajuan Soal (Problem

Posing) benuansa Islami

Penerapan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami adalah sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan materi pelajaran kepada peserta didik dengan mencantumkan dalil Al-Quran yang berkaitan dengan materi. 2) Guru memberikan latihan soal secukupnya yang mengandung

nilai-nilai keislaman.

3) Peserta didik diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang serta memiliki nilai keislaman dan peserta didik yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya.

4) Pada kegiatan selanjutnya, secara acak guru menyuruh peserta didik untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini guru dapat menentukan peserta didik secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh peserta didik.

5) Guru memberikan tugas rumah secara individu

3. Komunikasi Matematika

(29)

16 sebagai kiat atau keterampilan.13 Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain.

Komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima. Hubungan komunikasi dan interaksi antara si pengirim dan si penerima dibangun berdasarkan penyusunan kode atau simbol bahasa oleh pengirim dan pembongkaran kode atau simbol bahasa oleh penerima.14 Komunikasi matematika merupakan refleksi pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik. Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, strategi dan solusi. 15

Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Setiap kali mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, harus menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang diajak berkomunikasi dan harus mampu menyesuaikan dengan sistem representasi yang digunakan. Tanpa itu,

13 Ngainun Naim, Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 19-20.

14 Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathoni ,Matema tical Intelegent cara cerdas melatih otak dan menanggulangi kesulitan belajar, (Yogyakarta: Arruzz Media, 2008), Cet.II, hlm.45-46

15

(30)

17 komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak mencapai sasaran.

Kemampuan komunikasi matematika siswa dapat dilihat dari kemampuan berikut :

a. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.

b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.

c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. e. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis. f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan

generalisasi.

g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah

dipelajari.

Sedangkan indikator komunikasi matematika menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 1989 : 214) antara lain: a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,

dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual. b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide

matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya.

c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi

matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. 16

Adapun aspek-aspek komunikasi matematika dalam pembelajaran harus dapat membantu peserta didik mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi yaitu representing (representasi), listening

(31)

18 (mendengar), reading (membaca), discussing (diskusi) dan writing (menulis)

Jadi komunikasi matematika merupakan suatu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan gagasan atau ide terkait matematika dari suatu konsep tertentu menjadi gagasan yang lebih mudah dan sederhana. Hal ini bisa terlihat bagaimana peserta didik menghubungkan benda atau kejadian nyata dalam bahasa matematika. Selain itu juga bisa terlihat dari kemampuan peserta didik dalam menerapkan atau menguraikan rumus tertentu menjadi bagian yang lebih sederhana.

4. Materi Pokok yang Terkait dengan Penelitian (Pecahan)

a. Pengertian pecahan

Pecahan merupakan salah satu materi pokok yang diberikan pada kelas VII semester gasal. Materi pecahan yang dibahas disini adalah operasi hitung pada pecahan.

Pecahan adalah pernyataan yang dapat ditulis sebagai hasil bagi dua bilangan rasional . P disebut pembilang, dan Q disebut

penyebut.17 Operasi pada pecahan yang akan dibahas di sini meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, serta perluasan dari operasi pecahan.

Contoh :

b. Mengubah bentuk pecahan ke bentuk pecahan lain. 1) Mengubah pecahan biasa ke pecahan campuran’

Contoh :

2) Mengubah pecahan campuran ke pecahan biasa

Contoh :

3) Mengubah pecahan desimal ke pecahan biasa Contoh :

(32)

19 c. Mengurutkan pecahan.

1) Pecahan senilai

Diperoleh dengan mengalikan atau membagi pembilang/penyebut dengan bilangan yang sama

Contoh :

2) Pecahan sederhana

Diperoleh dengan membagi pembilang dan penyebutnya dengan FPB dari pembilang dan penyebut tersebut.

Contoh : Sederhanakan

Jawab : FPB dari 12 dan 30 adalah 6, maka

3) Membandingkan pecahan

Dilakukan dengan menyamakan penyebutnya Contoh : Bandingkan

Jawab : , karena 14< 20 maka

4) Mengurutkan pecahan

Untuk mengurutkan pecahan, samakan dahulu penyebutnya kemudian urutkan pembilangnya.

Contoh : Urutkan pecahan dari yang terkecil ke yang besar (naik).

Jawab : KPK 5, 4 dan 6 adalah 60

Maka dan urutan pembilang 45, 48 dan

50.

Jadi urutan dari terkecil ke besar adalah d. Operasi bilangan pecahan

(33)

20 a) Bila penyebut sama:

atau

Contoh :

b) Bila penyebut berbeda :

Untuk menjumlahkan atau mengurangkan pecahan dengan penyebut berbeda, nyatakan dalam pecahan-pecahan yang berpenyebut sama dulu dengan cara mencari KPK-nya (kelipatan persekutuan terkecil)

Contoh :

KPK dari 3 dan 5 adalah 15

2) Perkalian pecahan a) Berpenyebut sama

Jika

Pembilang dikalikan pembilang dan penyebut dikalikan penyebut atau dikuadratkan, dengan c ≠ 0

Contoh :

b) Berpenyebut berbeda

Jika dan adalah sembarang pecahan, maka :

(pembilang dikalikan pembilang, penyebut dikalikan penyebut)

Contoh :

3) Pembagian pecahan

(34)

21 Jika dan adalah sembarang pecahan dengan b ≠ 0, maka

Contoh:

b) Berpenyebut berbeda

Pembagian pecahan berpenyebut tidak sama dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu atau

dikalikan dengan invers (kebalikan) perkalian. adalah invers

(kebalikan) perkalian dari , karena × 1 dan sebaliknya.

Contoh :

4) Pemangkatan pecahan

Pada pemangkatan pecahan jika a, b, m dan n bilangan bulat positif dan b ≠ 0 berlaku:

a)

b) c)

e. Operasi bilangan pecahan desimal

1) Penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal

Untuk menjumlahkan atau mengurangkan pecahan desimal disusun sehingga koma terletak pada satu jalur.

Contoh: Hitunglah : 927,7 + 85,64

(35)

22

. 85,64 +

1013,34

2) Perkalian dan pembagian pecahan desimal

a) Perkalian /pembagian pecahan desimal 10, 100, 1000,.. dilakukan dengan menggeser koma kekanan atau ke kiri sebanyak nol

b) Banyaknya koma dari perkalian desimal dapat diperoleh dengan menjumlahkan banyak tempat desimal dari pengali-pengalinya. c) Untuk membagi bilangan dengan desimal usahakan pembaginya

menjadi bilangan bulat.

3) Menyelesaikan soal cerita yang berhubungan dengan bilangan pecahan

Untuk menyelesaikan bentuk soal cerita yang berkaitan dengan bilangan pecahan, dilakukan beberapa langkah-langkah sebagai berikut:

a) Memahami cerita dengan menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.

b) Memilih konsep yang tepat dengan bentuk soal cerita yang telah dipahaminya.

c) Melakukan penyelesaian sesuai dengan contoh yang terdapat pada materi konsep operasi bilangan pecahan.

Contoh :

Pak Ahmad memiliki harta kekayaan sebesar Rp. 50.000.000,- dalam setahun, sehingga beliau wajib mengeluarkan zakat sebanyak 2,5 %. Berapakah rupiahkah zakat yang harus dikeluarkan oleh pak Ahmad.

Diketahui : Banyaknya harta =Rp. 50.000.000,-

Prosentase zakat = 2,5 %. atau

(36)

23

Jawab :

ZAKAT=

Jadi zakat yang dikeluarkan pak ahmad adalah Rp, 1.250.000,00

5. Aplikasi Materi Bilangan Pecahan dengan Model Pembelajaran

Problem Posing bernuansa Islami

Materi pokok bilangan pecahan yang diajarakan di kelas VII semester gasal merupakan kelanjutan dari materi bilangan bulat, yang mana harus diajarkan secara berkesinambungan. Selain itu pembelajaran materi bilangan pecahan harus diiringi dengan kemampuan komunikasi matematika peserta didik dalam mengkaitkan permasalahan sehari-hari yang bisa dituangkan dalam bahasa matematika ataupun sebaliknya, karena banyak sekali bilangan pecahan yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya bagian-bagian dalam warisan yang diajarkan dalam agama Islam.

Oleh karenanya aplikasi materi bilangan pecahan dengan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Guru mengawali penjelasan materi bilangan pecahan kepada peserta didik dengan menggunakan dalil Al-Quran yang berkaitan dengan materi tersebut.

2. Guru menjelaskan konsep tentang bilangan pecahan dan operasinya serta memberikan contoh secukupnya.

3. Peserta didik diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal tentang bilangan pecahan yang memiliki nilai keislaman dan peserta didik yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya.

4. Guru menyuruh peserta didik untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini guru dapat menentukan peserta didik secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh peserta didik.

(37)

24 6. Guru memberikan tugas rumah secara individu.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Widya Nurratri (4401403014), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Negeri Semarang dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII. MTs Filial Al Iman Adiwerna Tegal Pada Pokok Bahasan Aritmatika Sosial Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing Tipe Within solution Posing Dalam Kelompok Kecil. Dalam penelitiannya, penerapan model pembelajaran problem posing dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dengan nilai rata-rata Siklus I: 6.5 dan Siklus II: 6,9. Selain itu peserta didik akan lebih aktif dan termotivasi dalam pembelajaran di kelas dengan prosentasi Siklus I sebesar 80% dan Siklus II sebesar 82,2% dan dalam kelompok sebesar 95%, sedangkan ketuntasan siswa pada Siklus I 80%, pada Siklus II meningkat menjadi 95%.18

Skripisi Hana Mufida (NIM. 3105186) dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Pengajuan Soal (Problem Posing) dengan Memanfaatkan Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik dalam Menyelesaikan Masalah Sistem Persamaan Linier Dua Variabel di Kelas VIII B Semester I MTs NU 08 Gemuh Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 2009 / 2010“.Dari hasil penelitian pada tes siklus I dan II, hasil pengamatan terhadap keaktifan peserta didik diperoleh rata–rata keaktifan peserta didik baik (72,10 %) pada siklus I meningkat menjadi sangat baik (82,17 %). Sementara ketuntasan belajar klasikal pada siklus I yaitu 28 peserta didik (70 %) yang tuntas belajar dan 12 peserta didik (30 %) yang belum tuntas belajar meningkat yaitu 38 peserta didik (88,37 %) yang

(38)

25 tuntas belajar dan 5 peserta didik (11,63 %) yang belum tuntas belajar. Ketuntasan belajar klasikal 88,37 %.19

C. Kerangka Berfikir

Belajar adalah proses bagi peserta didik dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri. Maka kegiatan pembelajaran seharusnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan proses belajarnya secara mudah, lancar dan termotivasi. Oleh karena itu, suasana belajar yang diciptakan guru seharusnya melibatkan peserta didik secara aktif, misalnya mengamati, meneliti, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan dan memberi contoh.

Selain itu, pemilihan model dan metode yang tepat serta peran aktif peserta didik dalam pembelajaran akan lebih membantu peserta didik dalam memahami materi. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran sehingga dapat mewujudkan proses pembelajaran yang lebih efektif.

Pemilihan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami peneliti rasa sangat sesuai jika digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika peserta didik pada materi pokok pecahan. Hal ini karena pembelajaran materi bilangan pecahan harus diiringi dengan kemampuan komunikasi matematika peserta didik dalam mengkaitkan permasalahan sehari-hari yang bisa dituangkan dalam bahasa matematika ataupun sebaliknya, karena banyak sekali bilangan pecahan yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya bagian-bagian dalam warisan yang diajarkan dalam agama Islam.

(39)

26 Selain hal diatas, pemilihan model ini dirasa sangat tepat karena melihat kelebihan-kelebihan model pembelajaran tersebut dan faktor-faktor yang ada dalam sekolah yang akan dilakukan penelitian yakni:

1. Setiap peserta didik menjadi siap semua, karena telah belajar di rumah terlebih dahulu.

2. Peserta didik tidak hanya menerima materi dari guru, tetapi peserta didik berusaha juga menyampaikan ide-idenya sesuai dengan materi yang disampaikan yakni pecahan.

3. Dapat melakukan diskusi dan bekerjasama dengan kelompoknya secara sungguh-sungguh.

4. Peserta didik yang pandai dapat mengajari peserta didik yang kurang pandai.

5. Peserta didik akan lebih mengingat materi yang disampaikan karena mereka dituntut untuk mengajukan permasalahan atau soal.

Melihat kelebihan model pembelajaran tersebut diharapkan akan membuat peserta didik mengetahui lebih dalam materi pokok pecahan dan dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing sehingga pemahaman peserta didik dapat lebih meningkat dan tujuan pembelajaran yang dikehendaki dapat tercapai dengan maksimal.

Pemilihan model pembelajaran ini dirasa juga sesuai dengan teori belajarnya Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun system makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.20 Selain itu pemilihan model pembelajaran ini juga sesuai teori belajar yang dikemukakan oleh Comb. Teori ini mengemukakan apa bila ingin merubah perilaku seseorang maka harus membuka keyakinan atau pandangannya.21 Secara umum ahli humanisme mengemukakan bahwa

20 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP ), hlm 37

(40)

27 belajar diperlukan dua hal yaitu pemerolehan informasi baru dan personalisasi informasi tersebut pada individu

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan masalah dan kajian pustaka diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: “Penerapan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami pada materi pokok pecahan dapat meningkatkan komunikasi matematika peserta didik kelas VII semester gasal MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang tahun pelajaran 2011/2012”

(41)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Classroom Action Research (CAR). Kegiatan penelitian inni bertujuan untuk melakukan suatu pendekatan terhadap proses pendidikan dan menganggapnya sebagai suatu kesatuan pelatihan yang memandang seorang guru sebagai hakim terbaik terhadap keseluruhan pengalaman pembelajaran.1 Dalam penelitian tindakan kelas ini dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kolaboratif, yaitu guru bersama peneliti berkolaborasi dalam melakukan penelitian tindakan kelas ini. Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan peserta didik MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang. Sedangkan data yang diambil dalam penelitian ini adalah data kuantitatif (nilai tes hasil belajar) dan data kualitatif (lembar observasi peserta didik dan observasi guru)

B. Materi Penelitian

Materi pada penelitian ini adalah materi pecahan kelas VII semester gasal. Berikut ini adalah ruang lingkup materi pecahan yang terangkum dalam SK, KD dan Indikator berikut:

Standar kompetensi : Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan penggunaannya dalam pemecahan masalah

Kompetensi dasar : Menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dan pecahan dalam pemecahan masalah

(42)

29

Indikator :

1. Menyebutkan pengertian bilangan pecahan

2. Mengubah bentuk pecahan ke bentuk pecahan yang lain 3. Mengurutkan pecahan

4. Melakukan operasi hitung bilangan pecahan biasa dan campuran 5. Melakukan operasi hitung bilangan pecahan desimal

6. Menyelesaikan soal cerita dengan operasi hitung bilangan pecahan

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang Tahun Pelajaran 2011-2012.

2. Waktu penelitian

Untuk waktu penelitian adalah bulan Oktober dari tanggal 8 sampai tanggal 24 Oktober 2011. Untuk lebih jelasnya ada pada jadwal penelitian sebagai berikut:

Tabel 1

Jadwal Penelitian Tindakan Kelas

No Tahapan Tanggal/

Bulan

Alokasi

waktu (WIB) Kegiatan

1 Observasi

Diskusi dengan kepala madrasah

2. Menjelaskan kepada

peserta didik akan

adanya penelitian

3 Siklus I 10-10-2011 Jam ke 7-8

12.10 – 13.20

Pertemuan ke-1

(43)

30 beserta contohnya tentang

pengertian pecahan,

mengubah bentuk

pecahan dan mengurutkan pecahan dengan model

pembelajaran problem

posing bernuansa Islami

4 15-10-2011 Jam ke 3-4

08.40-10.00

Pertemuan ke-2 Guru menjelaskan materi beserta contohnya tentang

operasi bilangan pecahan

biasa dan campuran dengan

model pembelajaran

problem posing bernuansa

Islami

5 17-10-2011 Jam ke 7-8 Pertemuan ke-3

Pemberian tes evaluasi siklus I

6 Siklus 2 22-10-2011 Jam ke 3-4

08.40-10.00

Pertemuan ke-4 Guru menjelaskan materi beserta contohnya tentang

operasi bilangan pecahan

desimal dan penyelesaian

(44)

31

D. Pelaksana dan Kolabolator

Pelaksana dalam penelitian tindakan kelas ini adalah guru matematika kelas VII. Kolaborator adalah orang yang membantu mengumpulkan data-data tentang penelitian yang sedang digarap bersama dengan peneliti. Kolaborator dalam penelitian ini sesama guru matematika MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang yaitu Ibu Siti Alqomah, S.Pd. bersama peneliti.

E. Rancangan Penelitian

Secara umum, terdapat empat langkah dalam melakukan penelitian tindakan kelas, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Kegiatan penelitian ini dilakukan berdasarkan pra siklus dan siklus. Dalam penelitian ini direncanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Berikut gambaran siklus yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini: 2

2 Suyadi, Panduan Penelitian Tindakan Kelas (Buku Panduan Wajib Bagi Para Pendidik), (Jogjakarta: Diva Press, 2010), Cet I, hlm. 49

Permasalahan Alternatif

(45)

32 Adapun uraian kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pra Siklus

Dalam pra siklus ini, peneliti mengadakan wawancara dengan kepala sekolah dan guru matematika yang pernah mengajar di MTs. Uswatun Hasanah khususnya materi pecahan. Sesuai hasil wawancara, pelaksanaan pembelajaran pada materi pecahan di kelas tersebut tahun pelajaran sebelumnya masih menggunakan metode pembelajaran yang konvensional (ceramah) yaitu belum menggunakan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami pada materi tersebut.

Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk membandingkan keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami pada siklus I dan siklus II dalam rangka mengukur kemampuan komunikasi matematika peserta didik.

2. Siklus I

a. Rencana tindakan

1) Mengidentifikasi masalah dan merumuskan masalah. 2) Mempersiapkan instrumen yang dibutuhkan seperti;

a) membuat rencana pembelajaran (RPP), sesuai materi pokok yang diambil,

b) membuat lembar observasi peserta didik, c) membuat lembar observasi guru,

d) membuat kisi-kisi soal tes siklus I,

e) membuat soal-soal tes untuk siklus I dan membuat kunci jawaban,

3) Menyiapkan alat dokumentasi. b. Pelaksanaan tindakan

1) Guru memberi salam kepada peserta didik dilanjutkan dengan berdo’a.

2) Guru melakukan presensi kehadiran peserta didik.

(46)

33 4) Guru memberikan motivasi belajar matematika dengan nilai-nilai

keislamaan.

5) Guru menyampaikan materi pokok pecahan yang harus dipelajari peserta didik secara mandiri.

6) Guru memberi contoh soal kepada peserta didik terkait materi yang disampaikan.

7) Guru meminta peserta didik mengajukan soal berikut dengan penyelesaiannya.

8) Guru mengoreksi hasil pekerjaan peserta didik, selanjutnya mencatat sejumlah peserta didik yang benar dalam mengajukan soal.

9) Guru menyuruh beberapa peserta didik (sebagai wakil peserta didik yang benar dalam mengajukan soal) untuk memberikan pemasalahan atau soal dan menguraikan jawabanya di depan kelas. Dan peneliti bertindak sebagai fasilitator, nara sumber dan pengarah.

10) Setelah selesai presentasi, dengan metode tanya jawab, guru mengungkapkan kembali materi sajian secara singkat, untuk melihat tingkat pemahaman peseta didik yang lain.

11) Guru memberikan tugas/PR secara individu kepada peserta didik. 12) Guru melakukan tes evaluasi siklus I

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan beberapa aspek, yaitu . 1) Pengamatan kepada peserta didik, meliputi:

a) Mengamati komunikasi peserta didik, keberhasilan dan hambatan peserta didik dalam melaksanakan tugas.

b) Memberikan penilaian untuk masing-masing peserta didik tentang indikator keberhasilan.

2) Pengamatan terhadap guru, meliputi: a) Penampilan guru di depan kelas.

(47)

34 c) Mengamati jalannya pembelajaran apakah sudah sesuai dengan langkah-langkah dalam model pembelajaran problem posing bernuansa Islami.

3) Pengamatan secara kolaboratif, meliputi: a) Mengamati jalannya proses pembelajaran.

b) Mengamati hasil evaluasi akhir apakah sudah mengalami peningkatan rata-rata.

c) Peneliti mengamati keberhasilan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam proses pembelajaran yang belum sesuai dengan harapan penelitian.

d. Refleksi

Refleksi merupakan langkah untuk mengevaluasi hasil kerja peserta didik. Evaluasi dilakukan untuk mengukur kelebihan maupun kekurangan yang terdapat pada siklus I. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selama berlangsungnya proses pembelajaran dianalisis dan dikaji keberhasilan dan kekurangannya untuk perbaikan pada siklus II.

3. Siklus II

a. Rencana tindakan

Setelah merefleksi dari hasil pembelajaran pada siklus I, diperoleh beberapa kekurangan. Untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I maka ditindak lanjuti perencanaan siklus II.

Kegiatan perencanaan tahap siklus II sebagai berikut :

1) Identifikasi masalah dan observasi masalah berdasarkan refleksi pada siklus I.

2) Merancang kembali pembelajaran dengan membentuk kelompok.

3) Mempersiapkan instrumen yang dibutuhkan, seperti;

a) membuat rencana pembelajaran (RPP), sesuai materi pokok yang diambil,

(48)

35 d) membuat kisi-kisi soal tes siklus II,

e) membuat soal-soal tes untuk siklus II dan membuat kunci jawaban.

b. Pelaksanaan tindakan

1) Guru memberi salam kepada peserta didik dilanjutkan dengan berdo’a.

2) Guru melakukan presensi kehadiran peserta didik.

3) Guru memberikan informasi tentang jalannya pembelajaran tugas yang harus dikerjakan peserta didik secar singkat

4) Guru menyampaiakn ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan bilangan pecahan. (QS. An-Nisa’: 12)

5) Guru menyampaikan materi pokok pecahan berupa operasi

bilangan pecahan dan penyelesaian soal cerita.

6) Guru memberi contoh soal kepada peserta didik terkait materi yang disampaikan.

7) Guru meminta peserta didik bekerja kelompok

8) Guru meminta masing-masing kelompok mengajukan soal berikut dengan penyelesaiannya.

9) Guru mengoreksi hasil pekerjaan masing-masing kelompok

selanjutnya mencatat sejumlah kelompok yang benar dalam mengajukan soal.

10) Guru menyuruh beberapa peserta didik (sebagai wakil kelompok) untuk mengajukan soal/pemasalahan dan menguraikan jawabanya di depan kelas. Dan peneliti bertindak sebagai fasilitator, nara sumber dan pengarah.

11) Setelah selesai presentasi, dengan metode tanya jawab, guru mengungkapkan kembali materi sajian secara singkat, untuk melihat tingkat pemahaman peseta didik yang lain.

12) Guru melakukan tes evaluasi siklus II.

(49)

36 c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan beberapa aspek, yaitu . 1) Pengamatan kepada peserta didik, meliputi:

a) Mengamati komunikasi peserta didik, keberhasilan dan hambatan peserta didik dalam melaksanakan tugas.

b) Memberikan penilaian untuk masing-masing peserta didik tentang indikator keberhasilan.

2) Pengamatan terhadap guru, meliputi: a) Penampilan guru di depan kelas.

b) Mengamati guru saat menyajikan materi.

c) Mengamati jalannya pembelajaran apakah sudah sesuai dengan langkah-langkah dalam model pembelajaran problem posing bernuansa Islami.

3) Pengamatan secara kolaboratif, meliputi: a) Mengamati jalannya proses pembelajaran.

b) Mengamati hasil evaluasi akhir apakah sudah mengalami peningkatan rata-rata pada siklus II.

c) Peneliti mengamati keberhasilan dan hambatan-hambatan yang dialami selama proses pembelajaran

d. Refleksi

Refleksi merupakan evaluasi yang berkaitan dengan pelaksanan kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran problem posing bernuansa Islami pada tahap siklus II yang dilakukan peneliti bersama kolaborator, meliputi:

1) Menganalisis hasil pengamatan siklus II untuk membuat simpulan terhadap pelaksanaan pengajaran di siklus II.

(50)

37 meningkatkan komunikasi matematika peserta didik kelas VII MTs. Uswatun Hasanah Mangkang Semarang dari siklus I.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Observasi

Menurut Suharsimi, observasi (mengamati) adalah menatap kejadian, gerak atau proses.3 Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga dapat diketahui apakah proses pembelajaran berlangsung efektif. Hal ini dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang disesuaikan dengan indikator-indikator dan rentang nilai yang digunakan untuk mengambil data komunikasi matematika peserta didik.

2. Wawancara (Interview)

Menurut Dimyati, wawancara merupakan suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak, karena dalam wawancara tersebut responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan.4 Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui proses pembelajaran serta kondisi peserta didik pada tahun sebelumnya.

3. Metode dokumentasi

Sebagaimana dikatakan Suharsimi dalam bukunya bahwa dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal/ variable yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.5 Metode ini digunakan untuk mengetahui dan mendapatkan daftar nama peserta didik yang akan diteliti.

4. Metode tes

Tes dipakai untuk mengukur kemampuan peserta didik yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan sebagai hasil kegiatan belajar

3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineke Cipta, 2006), Cet, 13, hlm. 230

(51)

38 mengajar.6 Metode ini digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik dalam belajar dan pembelajaran matematika, tes dilaksanakan pada setiap pembelajaran dan akhir siklus.

G. Teknik Analisis Data

Data hasil pengamatan diolah dengan analisis deskriptif untuk menggambarkan keadaan peningkatan indikator keberhasilan setiap siklus dan untuk menggambarkan keberhasilan pembelajaran melalui model pembelajaran problem posing bernuansa Islami

1. Data hasil observasi peserta didik

Adapun perhitungan persentase data hasil observasi kemampuan komunikasi matematika peserta didik selama mengikuti pembelajaran adalah sebagai berikut:

Persentase(%) = x100%

N n

Keterangan:

n = skor yang diperoleh setiap peserta didik N = jumlah seluruh skor

Kriteria penafsiran variabel penelitian ini sebagai berikut: 75% – 100 % = baik sekali (A)

50% - 75% = baik (B) 25% - 75% = cukup (C) 0% - 25% = kurang (D)

2. Data mengenai hasil tes evaluasi

Data mengenai hasil tes evaluasi diambil dari kemampuan kognitif peserta didik dalam memecahkan masalah dianalisis dengan menghitung rata-rata nilai ketuntasan belajar.

a. Menghitung rata-rata

Untuk menghitung nilai rata-rata digunakan rumus:7

6

Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), Cet. III, hlm. 256

(52)

39

b. Menghitung ketuntasan belajar a) Ketuntasan belajar individu

Data yang diperoleh dari hasil belajar peserta didik dapat ditentukan ketuntasan belajar individu menggunakan analisis deskriptif persentase dengan perhitungan:

%

b) Ketuntasan belajar klasikal

Data yang diperoleh dari hasil belajar dapat ditentukan ketuntasan belajar klasikal menggunakan analisis deskriptif persentase dengan perhitungan:

Dalam penelitian ini, peningkatan komunikasi matematika peserta didik secara optimal ditandai dengan tercapainya ketuntasan belajar tiap individu. Dengan demikian yang menjadi tolak ukur keberhasilan penelitian ini adalah:

1. Komunikasi matematika peserta didik di atas 70% 2. Nilai rata – rata kelas di atas 70

(53)

40

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

A. Gambaran Umum Madrasah

1. Sejarah Berdirinya Madrasah

Sejarah dan perkembangan Madrasah Tsanawiyah Uswatun Hasanah pada Yayasan Darul Husna, Kelurahan Mangkangwetan Kecamatan Tugu Kota Semarang, tidak bisa lepas dari berdirinya Pondok Pesantren Uswatun Hasanah pada tahun 1956 M yang didirikan atas prakarsa Al Maghfurlah KH. Husnan yaitu ayah KH. Achmad Thohir Husnan (ketua Yayasam Darul Husna) dan KH. Mustaqim Husnan (pengasuh Pondok Pesantren Uswatun Hasanah). Pada mulanya pesantren ini hanya mengelola santri putra saja, namun setelah pucuk pimpinan dipegang oleh KH. Mustaqim Husnan yaitu pada tahun 1990 telah berdiri Pondok Pesantren Putri Uswatun Hasanah yang berorientasi pada Tahfidzul Qur’an (yaitu pemahaman dan menghafal Al-Qur’an 30 juz) dan alhamdulillah sampai pada tahun 2011 ini tercatat telah berhasil mencetak lebih dari 30 santri putri yang telah hafal al-Qur’an 30 juz diluar kepala.

Pondok pesantren inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Madrasah yang dikelola oleh Yayasan Darul Husna. Pada tahun 1997 berdiri Madrasah Tsanawiyah, tahun 1998 berdiri Madrasah Aliyah dan tahun 2010 berdiri RA (Roudhotul Athfal) dan Madrasah Ibtidaiyah

Gambar

Grafik 1   Komunikasi Matematika Peserta Didik Pra Siklus .....................  50
Tabel 1
tabel berikut:
Tabel 4

Referensi

Dokumen terkait

Faktor adanya penggunaan antibiotika sebelum dirawat di Rumah Sakit menunjukkan bahwa pada yang tidak mendapat antibiotika sebelum masuk RS (70,9%) lebih tinggi dari

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Berdasarkan Penetapan Hasil Prakualifikasi Nomor: 05/PPBJ-CKTR/SS-PP2/2011, tanggal 1 Agustus 2011, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang

Dari data jumlah kendaran yang telah di jual Toko Motor Barokah di atas, total penjualan dari tahun 2012 hingga tangun 2015 adalah ..... Jumlah kenaikan penjualan tertinggi dari

Demikian Berita Acara Penutupan Upload Dokumen Penawaran pekerjaan ini dibuat dengan sebenarnya, atas perhatian diucapkan terima kasih.. Desfa

Merancang pengujian substantive transaksi penjualan dapat dilakukan ketika kondisi penjualan yang dicatat benar-benar terjadi, penjualan yang dicatatat adalah untuk barang yang

KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM MALUKU UTARA Jl.. Maliaro, Kota

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor : 08/Ba-HPL/Pws PL II/BM/PUTR/V/2017 Tanggal, 29 Mei 2017. Rehabilitasi/pemeliharaan jembatan (DAK