• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 18

DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009 menegaskan bahwa daya saing industri manufaktur perlu terus ditingkatkan agar tetap dapat berperan sebagai sektor strategis di dalam perekonomian nasional. Pembangunan daya saing industri dimaksudkan untuk menjawab tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang cepat.

Berbagai upaya telah ditempuh untuk mendorong peningkatan daya saing industri manufaktur, baik dalam bentuk regulasi maupun fasilitasi langsung pemerintah. Pertumbuhan industri manufaktur nasional memang masih belum seperti yang diharapkan. Namun beberapa indikator menunjukkan ada potensi untuk tumbuh lebih baik. Untuk dapat mewujudkan potensi pertumbuhan ini, beberapa permasalahan perlu diselesaikan dan ditangani secara saksama dan berkelanjutan.

(2)

I. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi industri dapat dibagi ke dalam permasalahan yang bersumber dari sektor industri eksternal dan permasalahan di dalam sektor industri itu (internal) sendiri.

Masalah eksternal industri mencakup antara lain keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas), arus barang impor ilegal yang tinggi (penyelundupan), masalah perburuhan, masalah kepastian hukum, dan suku bunga perbankan yang masih tinggi.

Masalah industri internal, antara lain, belum kokohnya struktur industri (masih lemahnya keterkaitan antara industri hulu dan industri hilir; antara industri kecil, menengah, dan besar), keterbatasan industri dasar yang menjadi pemasok bahan baku dan bahan penolong industri sehingga ketergantungan impor tinggi, keterbatasan produksi barang setengah jadi dan komponen, belum optimalnya kapasitas produksi, penurunan kinerja di beberapa cabang industri, keterbatasan penguasaan pasar domestik (khususnya akibat penyelundupan), ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas dan beberapa negara tujuan, serta belum kuatnya peranan industri kecil dan menengah.

Secara spesifik permasalahan yang dihadapi untuk tiap-tiap subsektor industri antara lain sebagai berikut.

Permasalahan yang dihadapi oleh industri makanan, minuman, dan tembakau, antara lain, tingginya harga bahan baku pangan di pasar internasional seperti gandum dan kedelai, dan masih besarnya bahan baku yang diekspor dalam bentuk primer.

Pada industri alas kaki, permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pasokan bahan baku kulit, terbatasnya kemampuan SDM dalam desain dan teknologi, serta ketergantungan yang tinggi pada buyer/principal luar negeri.

Permasalahan pada industri pengolahan kayu (termasuk rotan dan bambu), antara lain, kelangkaan bahan baku kayu dan rotan, dan masih terdapatnya produk-produk kayu dan rotan setengah jadi serta rotan asal-asalan yang diekspor, masih maraknya illegal logging dan

(3)

illegal trading, masih lemahnya desain dan finishing furniture, serta ketergantungan teknologi rancang bangun dan perekayasaan industri mesin dan peralatan mebel kayu dan rotan dari luar negeri.

Masalah yang dihadapi industri pulp dan kertas di antaranya adalah kurangnya pasokan bahan baku industri pulp dan kertas sebagai dampak dari illegal logging, dan adanya tuduhan dumping, serta subsidi dan masalah persyaratan pengelolaan lingkungan dari negara tujuan ekspor produk pulp dan kertas.

Industri pupuk, kimia, dan karet menghadapi masalah, antara lain berupa kurang optimalnya pasokan bahan baku untuk beberapa industri pupuk, ketergantungan impor naphtha dan condensate sebagai bahan baku industri petrokimia, serta adanya kontaminasi terhadap bahan olah karet (bokar) berupa limbah padat kompon karet.

Industri semen dihadapkan pada masalah-masalah antara lain: kurangnya sarana dan prasarana, terbatasnya bahan baku, tidak stabilnya kontinuitas pasokan batubara, biaya energi listrik yang tinggi, dan adanya potensi impor semen dalam jumlah besar yang dikhawatirkan tidak memenuhi standar dan mengganggu pangsa pasar semen di dalam negeri. Khusus untuk industri keramik, permasalahan masih berkisar pada ketergantungan pada bahan baku impor serta ketidakstabilan pasokan gas bumi.

Permasalahan yang dihadapi industri otomotif nasional terutama berupa ketergantungan impor bahan baku dan komponen masih tinggi, akibat lemahnya kemampuan desain dan rekayasa (engineering) industri komponen di dalam negeri.

Demikian pula pada industri elektronika (termasuk telematika), masalahnya terutama berkaitan dengan ketergantungan industri ini terhadap bahan baku impor, sehingga pasar dalam negeri yang potensial tidak termanfaatkan secara maksimal.

II. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai Dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, upaya peningkatan daya saing industri manufaktur terus dilanjutkan. Upaya tersebut, antara lain, berupa penetapan Peraturan Presiden No.

(4)

28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Kebijakan ini dimaksudkan sebagai pedoman pemberian fasilitas kepada industri prioritas, baik yang ditetapkan secara top-down maupun hasil usulan bottom-up oleh pemerintahan daerah provinsi / kabupaten / kota. Di samping itu, telah ditetapkan pola pembinaan industri kecil dan menengah di daerah, yaitu melalui pendekatan one village one product (OVOP). Kebijakan restrukturisasi permesinan industri tekstil dan produk tekstil tetap dilaksanakan dengan cakupan yang lebih luas.

Berbagai langkah koordinasi dengan berbagai instansi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi industri tetap dilakukan, antara lain, menggunakan produksi dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah, tarif dan bea masuk, kelangkaan bahan baku, dan pemberantasan produk ilegal.

Pada tahun 2005 sektor ini tumbuh sebesar 5,9%, pada tahun 2006 tumbuh sebesar 5,3%, pada tahun 2007 tumbuh sebesar 5,2% dan hingga semester pertama tahun 2008 tumbuh sebesar 4,49%. Subsektor industri yang konsisten tumbuh tinggi adalah industri alat angkut, mesin dan peralatan, industri pupuk, kimia dan barang karet, serta industri kertas dan barang cetakan sedangkan subsektor yang mengalami pertumbuhan negatif adalah industri barang kayu dan hasil hutan. Rincian pertumbuhan subsektor dari tahun 2005 sampai dengan semester I tahun 2008 ditunjukkan dalam Tabel 18.1.

Jumlah tenaga kerja yang diserap dalam periode Februari 2005–Februari 2008 mengalami sedikit peningkatan. Pada tahun 2005 yang tercatat dalam bulan Februari sektor industri menyerap 11,65 juta orang, pada bulan Februari 2006 sebanyak 11,58 juta orang, pada bulan Februari 2007 sebanyak 12,09 juta orang, dan bulan Februari 2008 tercatat 12,44 juta orang (Tabel 18.2).

(5)

Tabel 18.1

Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2005 – 2008*)

(Harga Konstan Tahun 2000)

(dalam persen)

CABANG INDUSTRI 2005 2006 2007 2008*)

1) Makanan, Minuman, Tembakau 2,73 7,22 5,05 -2,36

2) Tekstil, Brg. Kulit dan Alas Kaki 1,28 1,23 -3,68 - 3,43

3) Brg. Kayu dan Hasil Hutan -1,34 -0,66 -1,74 - 0,32

4) Kertas dan Barang Cetakan 2,45 2,09 5,79 0,42

5) Pupuk, Kimia dan Barang Karet 8,90 4,48 5,69 3,49

6) Semen, Brg.Galian Nonlogam 3,82 0,53 3,40 -0.48

7) Logam Dasar Besi dan Baja -3,76 4,73 1,69 2,98

8) Alat Angkut, Mesin, Peralatan 12,36 7,55 9,73 15,82

9) Barang Lainnya 2,62 3,62 -2,82 -4,26

Industri Pengolahan Non Migas 5,85 5,27 5,15 4,49

Sumber: BPS

(6)

Tabel 18-2

Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja Tahun 2005 – 2008*) Lapangan Pekerjaan Utama 2005 (Februari) 2006 (Februari) 2007 (Februari) 2008*) (Februari) Industri (juta orang) 11,65 11,58 12,09 12,44

Total (juta orang) 94,95 95,18 97,58 102,05

Sumber: BPS

Keterangan:*) Sampai dengan Februari 2008

Beberapa indikator menunjukkan bahwa sektor industri mempunyai potensi untuk tumbuh lebih baik. Indikator tersebut, antara lain, nilai ekspor produk industri, perkembangan penanaman modal, baik penanaman modal dalam negeri maupun modal asing serta jumlah kredit yang disalurkan perbankan nasional ke sektor industri.

Nilai ekspor produk industri meningkat dari USD 55,6 miliar pada tahun 2005 menjadi USD 76,9 miliar pada tahun 2007 dan antara Januari – Juni 2008 telah mencapai USD 45,5 miliar (Tabel 18.3).

(7)

Tabel 18-3 Ekspor Produk Industri

Tahun 2005 – 2008*)

Keterangan 2005 2006 2007 2008*)

Total Ekspor (Miliar

USD) 85,7 100,7 113,9 57,6 Produk Industri (Miliar USD) 55,6 64,9 76,9 37,3 Pertumbuhan Ekspor produk industri (%) 14,2 17,0 16,8 25,2 **) Sumber: BPS

Keterangan: *) Januari – Juni 2008

**)

Pertumbuhan terhadap periode Januari – Juni 2008

Potensi tumbuhnya industri ditunjukkan oleh besarnya penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing. Penanaman modal asing di sektor industri dalam periode 2005— 2008 terus meningkat dari tahun ke tahun, yaitu pada tahun 2005 sebanyak 336 izin usaha tetap (IUT) dengan nilai realisasi investasi sebesar USD 3,5 miliar, pada tahun 2006 sebanyak 361 IUT dengan nilai USD 3,6 miliar , pada tahun 2007 sebanyak 390 IUT dengan nilai USD 4,6 miliar , dan dalam periode Januari-Maret tahun 2008 telah mencapai 95 IUT dengan nilai USD 700 juta. Sejalan dengan itu, besarnya kredit yang disalurkan perbankan nasional ke sektor industri juga menunjukkan peningkatan dengan jumlah yang cukup berarti, yaitu pada tahun 2005 sebesar Rp169,7 triliun, dalam tahun 2006 sebesar Rp182,4 triliun, pada tahun 2007 sebesar Rp203,8 triliun, dan selama periode Januari-Maret 2008 telah mencapai Rp211,6 triliun (Tabel 18.4).

(8)

Tabel 18-4

Penanaman Modal dan Penyaluran Kredit di Sektor Industri Tahun 2005 – 2008*)

Keterangan 2005 2006 2007 2008*)

PMDN1)

Jumlah Izin Usaha Tetap 148 98 101 48

Nilai Realisasi Investasi

(Rp Triliun) 20,9 13,1 26,3 4,0

PMA1)

Jumlah Ijin Usaha Tetap 336 361 390 95

Nilai Realisasi Investasi

(USD Miliar) 3,5 3,6 4,6 0,7

Penyaluran Kredit (Rp. Triliun) 2) 169,7 182,4 203,8 211,6

Sumber: 1) BKPM

2)

Bank Indonesia

Keterangan:*) Januari – Maret 2008

Industri makanan, minuman, dan tembakau menunjukkan perkembangan ekspor yang menggembirakan. Nilai ekspor tahun 2006 adalah USD 5,3 Miliar dan terus meningkat menjadi USD 6,6 Miliar pada tahun 2007. Demikian pula dengan penyerapan tenaga kerja juga naik dari 1,14 juta orang pada tahun 2006 menjadi 1,24 juta orang tahun 2007. Perkembangan tersebut tidak lepas dari upaya yang telah dilakukan di antaranya sebagai berikut.

Terkait dengan pelaksanaan UU No. 17/2006 tentang Kepabeanan, telah diterbitkan Permenkeu No. 65/PMK.04/2007 tentang Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, khususnya mengatur, antara lain, Pemeriksaan secara acak barang impor mengenai jumlah, negara asal, jalur hijau dan jalur merah dan sanksi terhadap Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Sehubungan dengan peraturan kepabeanan tersebut, khususnya penanganan rokok ilegal, telah dilakukan pelatihan tenaga penyuluh

(9)

lapangan tentang penanganan rokok/cukai ilegal yang diikuti oleh aparat daerah dan sosialisasi pada industri rokok skala kecil di Jatim, Jateng, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jabar. Dalam rangka menetapkan arah pengembangan industri dan kebijakan cukai yang lebih terencana dan transparan telah disusun road map 2007—2020 Industri Hasil Tembakau (IHT) dan kebijakan cukai, yang telah disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan, dan ditindaklanjuti dengan penerbitan Permenkeu No. 134/PMK.04/2007 sebagai penyempurnaan Permenkeu No. 118/ 2006 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Hasil Tembakau yang menegaskan perlunya restrukturisasi penggolongan/strata pabrik IHT untuk mengurangi disparitas tarif cukai tertinggi dengan terendah untuk mengurangi penyalahgunaan pita cukai.

Telah dibentuk Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM) melalui Permen Perindustrian No. 25/M-IND/PER/3/2007 yang berfungsi sebagai lembaga edukasi yang berkenaan dengan keamanan pangan sebagai lembaga advokasi terhadap hal-hal yang membahayakan industri makanan dan minuman dan sebagai lembaga kehumasan bagi pelaku industri makanan dan minuman dan pemerintah. Dalam mendukung revitalisasi pabrik gula (BUMN) untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas, dilakukan pengaturan keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan gula nasional serta penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk gula rafinasi.

Ekspor industri tekstil dan produk tekstil (ITPT) juga meningkat. Nilai ekspor industri ini tahun 2006 sebesar US$9,4 Miliar, dan naik menjadi US$10,2 Miliar pada tahun 2007. Penyerapan tenaga kerjanya juga naik dari 1,19 juta orang pada tahun 2006 menjadi 1,21 juta orang tahun 2007. Berbagai upaya penanganan yang telah dilakukan di antaranya adalah sebagai berikut.

Pada tahun 2007 telah dimulai inisiasi program restrukturisasi permesinan yang memberikan fasilitasi kepada ITPT yang melakukan investasi peremajaan mesin baik berupa potongan harga maupun kredit dengan tingkat suku bunga rendah. Selain itu, ITPT diberi kemudahan, antara lain, melalui peninjauan penerapan ketentuan daya maxplus bagi ITPT yang proses produksinya kontinu,

(10)

pencabutan ketentuan PPJU bagi industri yang memiliki pembangkit listrik sendiri, dan perizinan membangun PLTU batu bara sendiri untuk beberapa industri yang lahap energi.

Perkembangan ekspor industri alas kaki meningkat dari sebesar US$ 1,6 Miliar tahun 2006 menjadi US$ 1,7 Miliar tahun 2007. Untuk periode yang sama, penyerapan tenaga kerja naik dari 399 ribu orang menjadi 403 ribu orang. Kemajuan itu dicapai melalui beberapa kebijakan yang dilakukan di antaranya, (1) penerapan ketentuan NPIK bagi importir alas kaki; (2) pembebasan ketentuan karantina bagi importasi bahan baku kulit yang sudah diolah; (3) pengembangan SDM industri untuk bidang desain dan teknologi produksi; serta (4) serta pemberian promosi industri alas kaki merek nasional melalui pameran di dalam negeri dan di luar negeri.

Ekspor industri barang kayu (termasuk pengolahan hasil hutan lainnya) sedikit menurun. Nilai ekspor industri ini tahun 2006 sebesar US$ 4,7 Miliar turun pada 2007 menjadi sebesar US$ 4,5 Miliar. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja meningkat dari 710,3 ribu orang menjadi 1.023,1 ribu orang. Kenaikan itu terjadi karena beberapa kebijakan di antaranya pendirian Kawasan Industri Rotan, Pusat Pengembangan Industri Rotan Terpadu dan Sekolah Menengah Kejuruan Rotan di Palu; pendirian terminal rotan dan sentra industri mebel di Kalteng; serta fasilitasi pembangunan Pusat Desain Furnitur Kayu di Jepara dan Pusat Desain Furnitur Rotan di Cirebon.

Nilai ekspor industri elektronika konsumsi mengalami kenaikan sebesar 10,2%, yakni dari US$6,9 Miliar pada tahun 2006 menjadi US$7,6 Miliar tahun 2007. Seiring dengan itu, tenaga kerja di industri ini juga naik dari 235 ribu orang menjadi 247 ribu orang. Kemajuan ini diperoleh setelah beberapa langkah penanganan dilakukan seperti: adanya inisiatif untuk mendukung penurunan/penghapusan PPnBM produk elektronika; pengurangan bea masuk (BM) bagi bahan baku yang belum dibuat di Indonesia untuk industri komponen elektronika; pengembangan elektronika konsumsi berbasis digital dan ramah lingkungan; fasilitasi kerja sama dengan perguruan tinggi dan industri dalam rangka inovasi iptek; peningkatan kandungan lokal produksi dalam negeri; pembentukan laboratorium uji komponen elektronika di Batam; serta penyusunan SNI Wajib dan revisi SNI produk-produk elektronika.

(11)

Kemajuan industri kertas dan barang cetakan jika ditinjau dari ekspor dapat dilihat dari meningkatnya nilai ekspor sebesar 7,5% dari US$ 4,0 Miliar tahun 2006 menjadi US$ 4,3 Miliar tahun 2007. Jumlah tenaga kerja yang diserap juga meningkat 1.300 orang pada tahun 2007 dari 242,8 ribu pada tahun 2006. Kemajuan itu dicapai karena adanya penanganan kasus illegal logging; dilaksanakannya percepatan realisasi penanaman hutan tanaman industri (HTI); pemanfaatan bahan baku alternatif (nonkayu) yang potensial, seperti tandan kosong kelapa sawit, dan abaca; serta meningkatnya kesadaran penerapan cleaner production, sertifikasi ISO 9000:2000 dan ISO 14000.

Nilai ekspor industri pupuk, kimia dan barang karet meningkat cukup tinggi yaitu 20,6% dari US$ 10,2 Miliar tahun 2006 menjadi US$ 12,3 Miliar tahun 2007. Penyerapan tenaga kerja juga meningkat sebesar 4,4%. Kinerja itu terjadi karena adanya dukungan kebijakan berupa rencana perpanjangan pasokan gas bumi untuk beberapa pabrik pupuk, seperti Pupuk Kujang, Pupuk Sriwijaya, dan Pupuk Kaltim; penyelesaian kebutuhan gas untuk Petrokimia Gresik di Jawa Timur dan industri karet di Sumatera Utara; serta pengamanan pasokan crude palm oil (CPO) dengan adanya kenaikan pajak ekspor CPO dari 1,3% menjadi 6,5% dan palm kernel oil (PKO) dari 0% menjadi 6,5% yang berlaku sejak 15 Juni 2007. Di samping itu, telah diberlakukan ketentuan penerapan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) yang bertujuan untuk menjaga pasar domestik dari maraknya produk ban ex-import yang diwajibkan tetapi tidak memenuhi standar.

Nilai ekspor semen hanya meningkat sebesar US$ 10 juta tahun 2007, dari ekspor 2006 yang mencapai US$ 0,94 Miliar. Sebagian besar produknya digunakan di pasar dalam negeri yang permintaannya cenderung meningkat. Untuk itu, telah dilakukan upaya berupa pengamanan pasokan semen nasional melalui pengurangan ekspor semen; pengoptimalan kapasitas pabrik yang ada; penyusunan SNI wajib produk-produk semen.

Langkah penanganan industri logam dasar, besi, dan baja yang dilaksanakan, antara lain, adalah peningkatan pengawasan penerapan SNI wajib untuk beberapa produk baja. Dalam mengurangi ketergantungan terhadap bijih besi impor, Pemerintah telah

(12)

memfasilitasi PT Krakatau Steel untuk menyusun rencana pendirian industri bijih besi di Kalimantan Selatan dengan melakukan survei dan pemetaan cadangan. Di samping itu, telah diberlakukan Pengaturan Ekspor Bijih Besi, baik dalam bentuk pengaturan tata niaga, pengawasan, maupun pelarangan ekspor sebagaimana sudah diberlakukan untuk bijih timah dan konsentratnya agar kebutuhan bahan baku bijih besi dalam negeri dapat terpenuhi. Sedang dikembangkan pula kerja sama pemerintah dan asosiasi untuk pemanfaatan slag baja sebagai bahan baku/penolong industri semen dan bahan campuran konstruksi jalan. Kebijakan tersebut telah mendorong ekspor industri baja naik dari US$1,7 Miliar pada tahun 2006 menjadi US$1,8 Miliar pada tahun 2007. Tenaga kerja yang terserap meningkat 3,3% tahun 2007, dari jumlah total sebanyak 76,4 ribu pekerja pada tahun 2006.

Langkah penanganan industri kendaraan bermotor (KBM) yang ditempuh di antaranya pembebasan bea masuk (BM) bahan baku komponen otomotif; pembebasan BM bagian dan perlengkapan untuk pembuatan otomotif tujuan ekspor; pembebasan BM dan pajak pertambahan nilai (PPN) impor barang dan bahan untuk dirakit atau dipasang pada KBM tujuan ekspor, promosi investasi ke luar negeri, pembebasan BM bahan baku logam untuk industri komponen otomotif, pembangunan pelabuhan khusus untuk ekspor impor otomotif (car terminal); dan pengembangan pusat desain dan engineering komponen otomotif yang dirumuskan bersama pemangku kepentingan lainnya.

Untuk meningkatkan penerapan SNI pada industri, BSN secara rutin menyelenggarakan SNI Award yang merupakan apresiasi terhadap perusahaan yang konsisten menerapkan SNI dan peduli pada pengembangan standar. Penganugerahan SNI Award pada bulan November 2008 mendatang, merupakan penyelenggaraan tahun ke-4, untuk kelompok perusahaan kecil, menengah, dan besar yang masing-masing dibagi dalam dua kategori, yaitu perusahaan barang dan jasa. Dengan penganugerahan SNI Award itu diharapkan dapat ditingkatkan kesadaran industri dalam menerapkan SNI sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas produk sehingga dapat memperlancar transaksi perdagangan.

(13)

III. Tindak Lanjut yang Diperlukan

Arah kebijakan sektor industri untuk tahun 2009 diarahkan pada keberlanjutan upaya, antara lain sebagai berikut.

1. pengembangan IKM unggulan daerah.

2. perevitalisasian sentra IKM dan fasilitasi layanan UPT. 3. peningkatan standardisasi industri.

4. pembinaan dan pemanfaatan teknologi industri. 5. pengembangan teknologi baru dan aplikasi ke industri. 6. penerapan standardisasi, sertifikasi dan peningkatan mutu 7. pengembangan industri bahan bakar nabati

8. peningkatan iklim usaha industri melalui fasilitasi industri prioritas.

9. peningkatan penggunaan produk dalam negeri.

10. pemberian fasilitasi pengembangan kawasan industri khusus. 11. restrukturisasi permesinan industri.

Gambar

Tabel 18-3   Ekspor Produk Industri

Referensi

Dokumen terkait

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Poltekkes Kemenkes Medan yang menggunakan fixed appliance di Jurusan Analis Kesehatan (11 orang), Farmasi (14 orang),

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Hasil rancangan dan realisasi Pengembangan E -Modul Berbasis Model Pembelajaran Projet Based Learning pada Mata Pelajaran

Pemrograman berorientasi objek (Object Oriented Programing) adalah suatu pendekatan yang memungkinkan suatu kode yang digunakan untuk menyusun program menjadi lebih

Rasional : Bila adaptasi yang sehat telah dilakukan, ibu atau pasangan dan mungkin akan mendaftar pada kelas edukasi orang tua atau kelahiran, membeli perlengkapan dan pakaian

Proses hukum terjadinya Sande pada Masyarakat Hukum Adat Besemah di Kota Pagar Alam pada Masyarakat Hukum Adat Besemah di Kota Pagar Alam, yaitu sande terjadi

20% dari keseluruhan jumlah mahasiswa departemen tersebut yang terdaftar di semester yang sedang berjalan untuk Calon Anggota Independen Badan Perwakilan Mahasiswa

Secara keseluruhan hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna terhadap kadar sulfametoksazol dalam darah yang ditunjukkan dengan AUC pada

Limbah merupakan hasil buangan dari sisa-sisa hasil produksi atau rumah tangga dimana yang keberadaannya sangat tidak diinginkan bahkan apabila limbah tersebut