• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang baik atau tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Darsono, 1995).

Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri kelapa sawit dapat berupa limbah cair, limbah padat, maupun limbah gas. Diantara sejumlah jenis limbah pabrik kelapa sawit tersebut yang menjadi masalah terhadap kelangsungan lingkungan adalah limbah cair karena sifatnya dapat mencemari badan sungai, air sungai, air dan badan air karena kandungan zat organiknya tinggi serta tingkat keasaman rendah, sehingga limbah cair tersebut sebelum dibuang ke badan sungai atau ke badan air harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu (Sutejo, 2003). Terjadinya suatu pencemaran di sungai umumnya disebabkan oleh karena masuknya limbah kedalam badan sungai.

2.1.2 Pencemaran Air Tanah

Menurut Sutejo (2003), air dikatakan tercemar apabila air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal akibat terkontaminasi oleh material atau partikel, dan bukan dari proses pemurnian. Air sungai dikatakan tercemar apabila badan air tersebut tidak

(2)

sesuai lagi dengan peruntukannya dan tidak dapat lagi mendukung kehidupan biota yang ada di dalamnya.

Air tanah adalah air yang tersimpan/terperangkap didalam lapisan batuan yang mengalami pengisian/penambahan secara terus menerus oleh alam. Kondisi suatu lapisan tanah membuat suatu pembagian zone air tanah menjadi dua zone besar yaitu: 1. Zone air berudara (zone of aeration)

Zone ini adalah suatu lapisan tanah yang mengandung air tanah, lapisan ini masih dapat kontak dengan udara. Pada zone ini terdapat tiga lapisan, yaitu lapisan air tanah permukaan, lapisan intermediate yang berisi air gravitasi dan lapisan kapiler yang berisi air kapiler.

2. Zone air jenuh (zone of saturation)

Zone ini adalah suatu lapisan tanah yang mengandung air tanah yang relatif tak terhubung dengan udara luar, lapisan tanahnya atau aquifer bebas.

Air tanah secara umum mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan, khususnya dari segi bakteriologis, namun dari segi kimiawi air tanah mempunyai beberapa karakteristik tertentu tergantung pada lapisan seperti kesadahan, kalsium, magnesium, sodium, bikarbonat, pH, dan lain-lainnya.

Pencemaran air tanah adalah suatu keadaan air dimana telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Wardhana, 2001). Pencemar air dapat menentukan indikator yang terjadi pada air lingkungan. Pencemar air dapat dikelompokkan sebagai berikut:

(3)

a. Bahan buangan organik

Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga hal ini dapat mengakibatkan semakin berkembang biaknya mikroorganisme dan mikroba patogen. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit.

b. Bahan buangan anorganik

Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air, sehingga dapat mengakibatkan air menjadi bersifat sadah karena mengandung ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg). Selain ion-ion tersebut dapat bersifat racun seperti timbal (Pb), arsen (As) dan air raksa (Hg) yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya.

c. Bahan buangan zat kimia

Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya seperti bahan pencemar air yang berupa sabun, bahan pemberantas hama, zat pewarna kimia, larutan penyamak kulit dan zat radioaktif. Zat kimia ini di air lingkungan merupakan racun yang mengganggu dan dapat mematikan hewan air, tanaman air, biota air, mungkin juga manusia dan makhluk hidup lainnya.

(4)

2.1.3 Kualitas Air

Kualitas air sumur penduduk adalah tingkat kualitas air sumur yang digunakan penduduk yang mencakup kualitas fisik dan kimia.

Kualitas air dapat dilakukan dengan pengujian untuk membuktikan apakah air itu layak dikonsumsi. Penetapan standar batas mutu minimal yang harus dipenuhi ditentukan oleh standar Internasional, standar Nasional, maupun standar perusahaan. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air, mutu air telah diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yang terdiri dari : 1. Air kelas satu

Air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegiatan tersebut.

2. Air kelas dua

Air yang diperuntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanian dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Air kelas tiga

Air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan peruntukan lainnya yang syarat mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Air kelas empat

Air yang diperuntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(5)

2.1.4 Air Sumur

Air merupakan sumber kehidupan, air sangat besar pengaruh dan mamfaat terhadap kehidupan makhluk hidup. Air merupakan kebutuhan vital dan dibutuhkan bagi kehidupan semua makhluk hidup dalam rangka mempertahankan kelangsungan kehidupan di atas bumi, kebutuhan akan air bagi manusia, hewan dan tumbuhan terjadi secara terus-menerus selagi kehidupan masih terjadi di bumi, tanpa ada persediaan air yang cukup, kehidupan makhluk hidup akan mengalami terganggu. Dengan demikian semakin bertambahnya jumlah penduduk dimuka bumi, semakin meningkat pula kebutuhan dan pemanfatan air. Air adalah bagian dari lingkungan fisik yang sangat ensensial, tidak hanya dalam proses kehidupan, tetapi juga dalam proses lain, seperti untuk kebutuhan industri, kebutuhan pertanian, kebutuhan perkebunan, pemadam kebakaran dan kebutuhan lain-lainnya (Soemirat, 2002). Kebutuhan akan sumber daya air dalam kehidupan menjadi sangat nyata, ini dapat diketahui dari perubahan jumlah persediaan air di bumi secara debit berkurang dari waktu kewaktu. Perubahanya dapat dilihat pada bentuk dalam mengikuti siklus hidrologi yang berputar sepanjang masa (air di daratan, air laut, uap air hujan).

Penduduk dunia dari waktu kewaktu terus menunjukkan angka penambahan yang signifikan, sehingga kebutuhan akan sumber air semakin bertambah juga. Penduduk berkembang dengan cepat, percepatan terhadap merosotnya persediaan air dibumi semakin terasa, ini disebabkan oleh karena kebutuhan pemakaian air untuk per kapita penduduk per tahun meningkat tajam terutama didaerah yang sumber airnya kecil sedangkan pertumbuhan industrinya meningkat tajam. Distribusi air yang

(6)

secara geografis tidak merata ditambah dengan distribusi kepadatan penduduk yang merata setiap saat akan menimbulkan ketidak seimbangan antara debit persediaan dan permintaan (supply dan demand) akan air yang sukar untuk diatasi (Soerjani, dkk, 1997).

Salah satu sumber air dalam kehidupan manusia adalah air sumur (air tanah). Air sumur artetis atau air tanah dalam terdapat setelah lapis air yang pertama. Pengambilan air sumur atau air tanah dalam harus menggunakan bor serta memasukan pipa dengan kedalamannya, sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100 - 300 m) akan didapatkan suatu lapis air (Sutrisno dan Suciastuti, 1996). 2.1.5 Kualitas Air Sumur

Dalam program kesehatan lingkungan dikenal adanya 2 (dua) jenis air yang dari aspek kesehatan layak digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yaitu air minum dan air bersih. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/SK/1990 tentang Pengawasan dan Syarat-syarat Kualitas Air, yang disebut sebagai air minum adalah air yang memenuhi syarat kesehatan yang dapat langsung diminum, sedangkan yang disebut sebagai air bersih adalah air yang memenuhi syarat kesehatan, yang harus dimasak terlebih dahulu sebelum diminum. Syarat kesehatan dimaksud meliputi syarat-syarat fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktifitas.

Kualitas adalah kadar, mutu, tingkat baik buruknya sesuatu (tentang barang dan sebagainya). Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak

(7)

(Sutejo dan Purwantoyo, 2003). Air bersih didapat dari sumber mata air yaitu air tanah, sumur, air tanah dangkal, sumur atau air tanah dalam. Air bersih ini termasuk dalam golongan air B yaitu golongan air yang dapat digunakan sesuai peruntukannya sebagai air baku air minum.

1. Syarat kualitas fisik

a. Jernih atau tidak keruh (kekeruhan), yaitu air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan koloid maka air semakin keruh. Derajat kesatuan dinyatakan dengan satuan unit.

b. Tidak berwarna (warna), yaitu air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan. c. Tidak berasa, yaitu secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa

asam, manis, pahit, atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik (Soemirat, 2002).

d. Tidak berbau, yaitu air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium. Air yang berbau busuk mengandung bahan-bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikro organisme didalam air.

e. Temperatur normal (suhu), yaitu air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan tempertur udara (20°C sampai dengan 60°C). Air yang secara mencolok mempunyai temperatur di atas atau di bawah temperatur udara

(8)

berarti mengandung zat-zat tertentu (misalnya fenol yang terlarut di dalam air cukup banyak) atau sedang terjadi proses tertentu (proses dekomposisi bahan organik oleh mikro organisme yang menghasilkan energi) yang mengeluarkan atau menyerap energi didalam air.

f. Jumlah TDS (Total Disolfed Solid) zat padat terlarut, yaitu TDS biasanya terdiri atas zat organic, garam anorganik dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan meningkat. Efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut (Soemirat, 2002).

2. Syarat kualitas kimia

a. pH netral, yaitu derajat keasaman air harus netral, tidak boleh bersifat asam maupun basa. Air yang mempunyai kadar pH rendah akan bersifat asam, sedangkan kadar pH tinggi akan bersifat basa. Air yang murni mempunyai pH 7, pH di bawah 7 bersifat asam sedangkan pH di atas 7 bersifat basa.

b. Tidak mengandung bahan kimia beracun, yaitu air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti sianida, sulfida, fenolik.

c. Tidak Mengandung ion-ion logam, yaitu air yang berkualitas baik tidak mengandung garam atau ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Mn, Cl, dll d. Kesadahan rendah, yaitu tingginya kesadahan berhubungan dengan

(9)

e. Tidak Mengandung bahan organik, yaitu kandungan bahan organik dalam air dapat terurai menjadi zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Bahan-bahan organik itu seperti NH4,H2S, dan NO3 (Kusnaedi, 2004).

3. Syarat kualitas mikrobiologis

Tidak mengandung bakteri patogen, misalnya bakteri golongan coli, salmonellatyphi, vibrio chotera, dan lain-lain. Kuman-kuman ini mudah tersebar melalui air (transmitted by water).

a. Tidak mengandung bakteri nonpatogen, seperti actinomycetes, phytoplankton coliform, ciadocera, dan lain-lain.

2.2 Perkebunan Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan yang terkenal di Indonesia, dan sebagai tanaman penghasil minyak paling tinggi persatuan luas. Pemanenan sawit dapat dimulai pada umur 3,5 samai 4 tahun sejak pembibitan (Aritonang, 1986).

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mayoritas dikelola oleh perusahaan Negara (BUMN) dan perkebunan besar swasta yang berlokasi diluar pulau Jawa, seperti Kalimantan, Sumatera Utara, Aceh dan Riau. Khususnya di Riau dari tahun ketahun perkebunan kelapa sawit selalu mengalami peningkatan yang signifikan, terbukti dalam 20 tahun terakhir (1985-2005) pertumbuhan perkebunan kelapa sawit baik milik milik negara, swasta maupun perkebunan rakyat mencapai lima juta hektare atau meningkat sampai 83 persen. Seiring dengan pertumbuhan perkebunan

(10)

kelapa sawit ditanah air, pada tahun 2004 perusahaan pengolahan minyak kelapa sawit di Indonesia mencapai 40 yang tersebar dibeberapa daerah diluar pulau Jawa.

2.3 Industri PKS Di Indonesia

Melihat perkembangan harga minyak sawit dipasaran dunia Internasional yang cenderung membaik dari waktu ke waktu telah mendorong berbagai pihak baik pemerintah melalui perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit maupun pihak-pihak swasta untuk melakukan investasi dibidang industri pabrik kelapa sawit dalam skala besar dengan daya produksi ratusan ton TBS setiap harinya. Dalam rentang waktu 20 tahun terakhir (1985-2005) kontribusi minyak sawit terhadap ekspor nasional mencapai 6 persen. Sejak tahun 2005 minyak sawit telah menjadi minyak makan yang dikomsumsi terbesar oleh masyarakat dunia. Konsumsi minyak sawit dunia mencapai 26 persen dari total konsumsi minyak makan dunia. Seiring dengan peningkatan permintaan minyak makan dunia dari minyak kelapa sawit, untuk menjawab dan memenuhi permintaan minyak makan dunia dari minyak kelapa sawit, industri pabrik kelapa sawit ditanah air semaksimal mungkin meningkatkan produksi, pada tahun 2005 Indonesia menjadi negara produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar didunia setelah negara jiran Malaysia.

2.3.1 Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit

Proses pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan dua produk, yaitu minyak mentah (Crude Palm Oil) dan Inti Sawit yang dihasilkan melalui proses dan tahapan-tahapan sebagai berikut :

(11)

1. Perebusan

Perebusan buan tandan segar (TBS) kelapa sawit dengan metode diberikan tekanan uap panas 2,4 sampai 3,4 kg/cm, dengan temperatur 13500C – 14500C selama 60 – 90 menit. Tujuan perebusan adalah untuk sterilisasi bakteri, menonaktifkan enzim yang dapat mengubah minyak menjadi asam lemak, dan melumatkan daging buah segar mudah dalam proses selanjutnya. Pada proses perebusan ini dihasilkan air buangan yang banyak mengandung minyak dan kotoran yang bersifat asam.

2. Pengeperasan

Proses pengeperasan merupakan tahap pemurnian minyak dengan memisahkan minyak dari kotoran air. Alat yang digunakan adalah decanter, pada proses ini banyak memerlukan air panas sebagai media pemisah antara CPO dengan Sludge. Limbah cair yang paling potensial sebagai sumber pencemar adalah air limbah (sludge) dari proses pengeperasan.

3. Kernel

Inti sawit dan cangkang dipisahkan dengan menggunakan separator, selanjutnya inti sawit masuk dalam alat pengering. Inti sawit yang sudah kering dipecah dan menghasilkan cangkang. Untuk memisahkan cangkah dari inti sawit diperlukan alat hidrocyclone, alat ini banyak memerlukan air untuk memisahkan dua komponen yang berbeda berat jenisnya, sehingga banyak dihasilkan sisa air kotor.

2.4 Limbah Buangan PKS

(12)

suatu proses kegiatan produksi pengolahan kelapa sawit yang dapat atau tidak dapat dimamfaatkan kembali, dalam pengolahan kelapa sawit dapat menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah cair, limbah padat dan limbah gas.

Limbah cair dihasilkan dari efek produksi yang dapat mencemari badan sungai, air sungai, badan air, air dan lingkungan hidup, limbah gas berupa asap yang dihasilkan dari pembakaran proses produksi yang keluar melalui cerobong asap boiler, limbah gas dapat menimbulkan polusi udara, limbah padat berupa solid, cangkang, sabut dan abu. Limbah padat yang berupa abu dan solid dapat dimanfaatkan untuk pupuk, sedangkan sabut dan cangkang bisa digunakan untuk penimbun jalan dan sebagian bisa untuk bahan bakar boiler.

2.4.1 Limbah Cair Buangan PKS

Limbah cair buangan pabrik kelapa sawit adalah ekses atau hasil sampingan dari suatu proses kegiatan industri yang menggunakan air per satuan waktu atau per satuan bahan baku (produksi), biasa di ukur dalam satuan liter per detik, meter kubik per jam, meter kubik per bahan baku, dan meter kubik per produksi (Hamonangan, 2009).

Limbah cair buangan pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair buangan pabrik kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi, sehinggga mengakibatkan tingginya kadar bahan pencemar dalam limbah cair yang dihasilkan. Diantara sejumlah limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit diatas, yang menjadi permasalahan utama terhadap lingkungan hidup adalah limbah cair karena disamping

(13)

volumenya yang cukup banyak serta pengelolaannya yang sering kali terabaikan oleh pihak menajemen. Apabila kandungan bahan organik dalam limbah cair buangan pabrik kelapa sawit tinggi dengan angka perbandingan BOD dan COD cukup besar, menunjukan bahwa air limbah buang pabrik kelapa sawit tidak megandung komponen-komponen organik yang sukar didegradasi (Chin, et al 1985). Oleh sebab itu bila air limbah buangan PKS tidak langsung diolah akan mengakibat terjadinya proses pembusukan di badan air penerima. Proses pembusukan mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen terlaut dalam air, sehingga akan mengganggu kehidupan biodata air (Arjuna, 1990)

Limbah cair buangan pabrik kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi yaitu BOD 25.500 mg/l, dan COD 48.000 mg/l, sehingga kadar bahan pencemaran akan semakin tinggi. Untuk menurunkan kandungan kadar bahan pencemar diperlukan degradasi bahan organik. Secara umum dampak yang ditimbulkan oleh limbah cair pabrik kelapa sawit adalah tercemarnya badan air penerima yang umumnya sungai karena hampir setiap pabrik kelapa sawit berlokasi disekitar perumahan penduduk dan berdekatan dengan sungai. Limbah cair buangan pabrik kelapa sawit bila dibiarkan tanpa diolah lebih lanjut akan terbentuk amonia, hal ini disebabkan bahan organik yang terkandung dalam limbah cair tersebut terurai dan membentuk amonia. Terbentuknya amonia ini akan menimbulkan bau busuk dan mempengaruhi kehidupan biota air.

(14)

Proses produksi kelapa sawit menghasilkan limbah, salah satunya adalah limbah cair yang memiliki beberapa kandungan didalamnya, antara lain BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dan TSS (Total Suspended Solid). Secara umum kandungan limbah cair buangan dari suatu proses produksi pengolahan pabrik kelapa sawit dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah sejumlah oxygen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dalam limbah cair buangan pabrik kelapa sawit.

2. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah bakteri yang tergredasi oleh makhluk hidup dan materi yang bersifat racun atau toksit dalam limbah cair buangan pabrik kelapa sawit.

3. TSS (Total Suspende Solid) adalah jumlah total bahan yang tidak terlarut dalam limbah cair buangan pabrik kelapa sawit.

2.4.3 Karakteristik Limbah Cair Buangan PKS

Hampir seluruh limbah cair buangan pabrik kelapa sawit mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi, oleh karenanya dalam pengelolaan limbah perlu diketahui karakteristik limbah tersebut. Limbah cair buangan pabrik kelapa sawit mengandung padatan terlarut dan emulsi minyak di dalam air serta senyawa organik. Padatan terlarut melayang dan juga emulsi serta bahan organik lainnya yang terurai maupun tergradasi disebabkan oleh mikrorganisme. Menurut Dirjen PHP, (2006) limbah cair yang dihasilkan dari seluruh proses produksi minyak kelapa sawit diperkirakan maksimal lebih kurang 60% dari seluruh TBS yang diolah.

(15)

Menurut Hamonangan (2006), limbah cair yang dihasilkan dari unit proses pengolahan kelapa sawit antara lain :

(1) Air Kondensat rebusan sebesar 15%-20%, (2) Air statiun klarifikasi sebesar 70%-75%, dan (3) Air buangan dari hidrosiklon sebesar 5%-10%

Gambaran kualitas limbah cair buangan pabrik kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1. yaitu:

Tabel 2.1. Kualitas Limbah Buangan Cair PKS di Indonesia Limbah Cair No Parameter Satuan Kisaran Rata-rata 1 2 3 4 5 6 BOD COD TSS Nitrogen Total Minyak dan Lemak pH mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l - 8.200-35.000 15.130-65.100 1.330-50.700 12 – 126 190-14.170 3,3-4,6 21,280 34.720 31.170 41 3.075 4,0 Sumber : Dirjen PHP, 2006

Sedangkan baku mutu limbah cair buangan pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.2. yaitu:

Tabel 2.2. Baku Mutu Limbah Cair Buangan PKS

Parameter Kadar maksimum (mg/l) Beban Pencemaran (kg/ton) BOD

COD TSS

Nitrogen Total Minyak dan Lemak pH 100 350 250 50 25 6,0 – 9,0 0,25 0,88 0,63 0,125 0,063 Debit Limbah Maksimum 2,5 M3/Ton Produk Minyak Sawit

(16)

2.5 Teknik Pengendalian Limbah Cair Buangan PKS

Salah satu bentuk teknik pengendalian dan pengeporasian limbah cair buangan pabrik kelapa sawit adalah dengan melakukan bio degradasi terhadap komponen organik menjadi senyawa organik sederhana dalam kondisi anaerob sehingga baku mutu limbah cair dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan. Dengan demikian aspek pengendalian pengolahan secara optimal akan dapat:

1. Mengurangi dampak negatif atau tingkat pencemaran yang ditimbulkan dapat dikendalikan.

2. Tercapainya standar/baku mutu limbah cair buangan pabrik kelapa sawit yang dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan, terutama terhadap media air.

Didalam industri pabrik kelapa sawit proses pengolahannya menggunakan air sebagai media untuk memproduksi minyak dan inti sawit, oleh karena penggunaan air, pabrik kelapa sawit berpotensi dalam menghasilkan limbah cair yang dapat mencemari badan air. Menurut Kittikun, dkk (2008), limbah cair buangan pabrik kelapa sawit dapat dikelompokkan:

1. Low polluted effluent

Low polluted effluent adalah limbah cair yang tidak berdampak pada lingkungan sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus dalam pengelolaannya. Dalam konteks pabrik kelapa sawit tersebut, hanya memiliki suhu di atas rata-rata (40-800C), sedangkan parameter lain memenuhi persyaratan, sehingga limbah cair ini hanya membutuhkan proses pendingin secara alami saja, sebelum di buang ke lingkungan. Low polluted effluent bersumber dari kegiatan boiler (berupa air blow

(17)

down dan regenerasi), turbin (sisa air pendingin), serta kondensat sisa uap pemanas dan air dari proses pencucian.

2. High polluted effluent

High polluted effluent adalah limbah cair yang sangat berdampak terhadap lingkungan, sehingga memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah ini mempunyai karakteristik BOD, COD, TSS, pH dan paramter lain yang tidak memenuhi persayaratan. High polluted effluent bersumber dari proses sterilisasi (berupa kondesat rebusan), klarifikasi (berupa air bercampur lumpur dan minyak), hydrocylone (air pemisah kernel dan cangkang)

2.6 Pengolahan Limbah Cair Buangan PKS

Menurut Hamonangan (2009), limbah buangan pabrik kelapa sawit terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah cair buangan pabrik kelapa sawit merupakan limbah yang mengandung padatan terlarut dan emulsi minyak di dalam air dan senyawa organik. Proses pengolahan limbah cair secara umum dapat dilakukan dalam beberapa metode atau sistem yaitu mencakup sistem aplikasi lahan, sistem kolam dan sistem kolam dengan elektrokoagulasi:

1. Sistem Aplikasi Lahan (Land Application)

Sistem ini hanya menggunakan kolam limbah cair untuk proses pengolahannya, selanjutnya hasil akhir dimanfaatkan ke areal tanaman yang dapat dijadikan sebagai susitusi pemupukan kedalam lahan-lahan tanaman yang telah dibuat sedemikian rupa dalam bentuk sistem distribusinya limbah cair.

(18)

Aplikasi limbah cair buangan dapat dilakukan dengan metode flatbed (perparitan), yaitu mengalirkan atau memompakan limbah cair dari instalasi pengolahan air limbah fakultatif keadalam bak distribusi, dan secara grafitasi dialirkan melalui saluran parit penghubung hingga ke ujung saluran. pembuatan parit dan teras yaitu dengan membangun kontruksi saluran di antara dua baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah cair dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu, sehingga lumpur tertinggal di dalam parit, dan secara periodik lumpur yang tertinggal pada parit harus dikuras secara berkala agar aliran limbah cair dengan mudah dapat mengalir.

Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Parit Utama PKS

Hamonangan (2009)

Gambar 2.1. Pengaliran Limbah Cair Buangan PKS pada Areal Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Aplikasi Lahan

(19)

Pada prinsipnya konsep pembuangan limbah cair pabrik kelapa sawit ke areal perkebunan kelapa sawit seperti di jelaskan diatas adalah suatu metode pemamfaatan limbah cair yang dapat berfungsi sebagai pupuk sehingga dapat menghemat dalam pemupukan terhadap tanaman kelapa sawit, dari aspek ekonomis metode ini sangat menguntungkan tetapi tetap harus memperhatikan aspek kesehatan lingkungan dengan berpegang pada baku mutu sebelum dialirkan ke parit-parit didalam kebun, Tidak dibenarkan pembuangan atau mengalirkan tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam pengelolaan limbah cair dari hasil produksi kelapa sawit. Pemanfaatan metode ini meliputi pengawasan terhadap pemakaian limbah di areal, agar diperoleh keuntungan dari segi agronomis dan tidak menimbulkan dampak yang merugikan (Dirjen PHP, 2006). Pemilihan teknik aplikasi yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit sangat tergantung kepada kondisi maupun faktor berikut:

a. Jenis dan volume limbah cair, topografi lahan yang akan dialiri,

b. Jenis tanah dan kedalaman permukaan air tanah, umur tanaman kelapa sawit, c. Luas lahan yang tersedia dan jaraknya dari pabrik, dekat tidaknya dengan air

sungai atau pemukiman penduduk 2. Sistem Kolam (Ponding System)

Pengolahan limbah cair dengan menggunakan sistem kolam ini merupakan sistem yang lazimnya digunakan oleh sejumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia. Penggunaan sistem ini bertujuan untuk menanggulangi masalah limbah cair pada unit pengolahan limbah cair, pengolahan limbah cair buangan pabrik kelapa sawit yang menggunakan sistem kolam (Ponding System) secara umum membutuhkan lahan

(20)

yang cukup luas untuk proses tahapan sehingga dapat menghasilkan limbah cair akhir yang sesuai dengan nilai baku mutu air limbah yang direkomendasikan.

Adapun tahapan tersebut adalah:

a. Fat, fit ( Kolam Pengumpulan Losis Minyak)

Pada kolam ini minyak yang masih ada dan terikut pada limbah cair hasil proses klarifikasi dapat diambil kembali.

b. Sludge Recovery Pons (Kolam Pengendapan Lumpur)

Lumpur yang berasal dari pabrik kelapa sawit yaitu serat halus dari Tandan Buah Segar ikut serta dalam limbah cair, maka perlu dilakukan pengendapan.

c. Cooling Tower (Menara Pendingin)

Menara ini diperlukan untuk mendinginkan limbah cair buangan agar proses selanjutnya lebih mudah dilakukan, dan jika masih ada sisa minyak didalamnya, dapat diambil kembali pada kolam pendingin dan juga untuk proses pada kolam anaerob limbah cair yang masih panas.

d. Cooling Pond (Kolam Pendingin)

Kolam ini merupakan lanjutan proses pendinginan dari menara pendingin, proses ini dilakukan agar menghasilkan suhu yang sesuai untuk proses anaerobik dengan memanfaatkan bakteri.

e. Mixing Pond (Kolam Pencampur)

Air limbah pada kolam ini mengalami asidifikasi, sehingga air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah mengalami biodegradasi dalam

(21)

suasana anaerobik. Setelah hidrolisis sempurna, pH air limbah dinetralkan (pH 7,0-7,5), dan kemudian diteruskan pada proses selanjutnya.

f. Primary An Aerobik (Kolam Anaerobik)

Pada kolam ini limbah cair buangan pabrik kelapa sawit yang mengandung senyawa organik kompleks seperti lemak, karbohidrat dan protein akan dirombak oleh bakteri an aerobik menjadi asam organik dan selanjutnya menjadi gas metana, karbohidrat dan air.

g. Secondary An Aerobik Pond (Kolam Penyempurnaan Anaerobik)

Pada kolam ini proses an aerobik yang belum sempurna dari kolam an aerobik primer dilakukan penyempurnaan.

h. Facultative Pond (Kolam Peralihan)

Kolam ini merupakan kolam peralihan dari kolam an aerobik ke kolam aerobik. Pada kolam ini proses an aerobik masih tetap berlanjut, yaitu menyelesaikan proses yang belum terselesaikan pada an aerobik.

i. Aerobik Pond (Kolam aerobik)

Pada kolam ini cairan limbah cair diperkaya kandungan oksigen dengan aerator, oksigen ini diperlukan untuk proses oksidasi (proses aerobik) yang dilakukan oleh bakteri aerobik.

j. Stabilisation

Pada kolam ini limbah cair sudah dibuang ke badan air, tetapi sebelumnya di stabilisasi baik sifat fisik maupun sifat kimianya.

(22)

3. Sistem Kolam dengan Elektrokoagulasi

Sistem ini juga menggunakan kolam seperti pada sistem kolam diatas, namun dilakukan pengembangan untuk memfasilitasi jumlah padatan terlarut yang menyebabkan limbah cair berwarna coklat kehitam-hitaman. Penggunaan elektrokoagulasi pada prinsinya adalah menggunakan sel dalam elektrolisis, dimana anoda merupakan tempat berlangsungnya reaksi oksidasi dan katoda sebagai tempat berlangsungnya reaksi reduksi. Elektrolik berfungsi sebagai media transportasi ionic, sekaligus mencegah terjadinya hubungan singkat antara anoda dan katoda. Elektron yang dilepaskan pada reaksi anodic, dimana berpindahnya rangkaian listrik menuju sumber arus yang dipandang di luar sel.

Elektron dari sumber arus mengalir menuju katoda, sehingga pada katoda terjadi reaksi reduksi. Reaksi elektrolisis merupakan suatu proses kimia heteregon yang mencakup perpindahan muatan dari atau ke sebuah elektroda. Untuk mencegah terjadi akumulasi muatan positif dan muatan negatif di suatu tempat di dalam sel, maka jumlah elektron yang digunakan untuk proses oksidasi pada anoda harus sama (Hamonangan, 2009).

2.6.1 Penangganan Pengolahan Limbah Cair Buangan PKS

Penangganan dalam pengolahan limbah dapat dikelompokkan menjadi enam bagian, antara lain:

1. Penanganan pendahuluan (pretreatment). 2. Penanganan pertama (primary treatment).

(23)

3. Penanganan kedua (secondary treatment). 4. Penanganan ketiga (tertiary treatment). 5. Pembunuhan kuman (disinfection). 6. Pembuangan lanjutan (ultimate disposal).

Penanganan buangan cair tidak harus melalui tahap–tahap seperti di atas, tetapi sesuai dengan kebutuhan. Penanganan pendahuluan dan penanganan pertama mencakup proses pemisahan bahan–bahan mengapung dan mengendap, baik secara fisik maupun kimia. Penanganan kedua umumnya mencakup proses biologi, untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Penanganan ketiga merupakan kelanjutan dari penanganan sebelumnya bila masih terdapat bahan yang berbahaya. Beberapa jenis penanganan ketiga ini adalah penyaringan pasir, penyerapan, vakum filter, dan lain – lain. Penanganan lanjutan dilakukan untuk menangani lumpur yang dihasilkan pada penanganan sebelumnya. Limbah lumpur aktif maupun limbah organik lainnya dapat ditangani dengan proses pencernaan aerobik. Beberapa keuntungan proses pencernaan aerobik antara lain hasil pencernaan aerobik tidak berbau, bersifat seperti humus, mudah dibuang, dan mudah dikeringkan. Selain itu, pencernaan aerobik lebih mudah dilakukan dan biayanya lebih murah dibandingkan pencernaan anaerobik. Beberapa kerugian pencernaan aerobik adalah penambahan energi untuk memasok oksigen sehingga biaya operasinya lebih mahal, tidak menghasilkan gas metana, dan lebih banyak menghasilkan lumpur sisa dibandingkan pencernaan anaerobik (Said, 1996).

(24)

2.7 Teori Simpul

Air mempunyai peranan besar dalam penularan berbagai macam penyakit menular. Air dapat bertindak sebagai tempat berkembang biak mikrobiologis dan juga sebagai tempat tinggal sementara (perantara) sebelum mikrobiologis tersebut pindah ke dalam tubuh manusia (Natoatmodjo, 2003). Berdasarkan konsep atau teori Simpul, bahwa proses terjadinya suatu penyakit dapat dijelaskan dalam 4 simpul guna memudahkan melakukan manajemen suatu penyakit.

Empat simpul tersebut terdiri dari (1) simpul pertama yang disebut sumber penyakit, (2) simpul kedua yaitu media transmisi penyakit, (3) simpul ketiga perilaku pemajanan, dan (4) simpul keempat kejadian penyakit, seperti pada gambar 2.2 berikut: Sumber - Alamiah - Industri - Dan lain-lain Ambient Transmisi melalui - Udara dan Air

- Makanan Manusia - Kependudukan - Populasi at risk Dampak - Akut - Sub bakut - Sehat Manajemen PM

Iklim dan Topografi

Gambar 2.2. Model Manajemen Penyakit Menular

(25)

Berikut dapat dijelaskan proses terjadinya gangguan kesehatan akibat penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Achmadi, 2008)

a. Simpul pertama, yaitu sumber penyakit

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit, yaitu komponen lingkungan yang dapat timbul melalui perantara.

b. Simpul kedua, yaitu media transmisi penyakit

Media transmisi penyakit merupakan komponen-komponen yang berperan memindahkan agent penyakit ke dalam tubuh manusia. Ada lima media transmisi yang lazim menjadi transmisi agent penyakit yaitu (1) udara, (2) air, (3) tanah/pangan, (4) binatang/serangga, dan (5) manusia/langsung.

c. Simpul ketiga, yaitu perilaku pemajanan/pengguna Air

Agent penyakit, dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh manusia melalui suatu proses yang disebut hubungan interaktif, disebut juga perilaku pemajanan.

d. Simpul keempat, yaitu kejadian penyakit

Hubungan interaktif manusia dengan lingkungan yang memiliki potensi gangguan kesehatan. Kejadian penyakit dapat diidentifikasi melalui diagnosis medis yang didukung dengan hasil anamnese, laboratorium dan pengukuran medis lainnya

2.8 Landasan Teori

Landasar teori dalam penelitian ini adalah kualitas air sumur yang mencakup kualitas fisik, kimia dan bakteriologis. Kualitas air sumur dipengaruhi oleh berbagai

(26)

faktor, salah satunya limbah cair yang dihasilkan oleh berbagai industri baik PKS maupun industri lainnya.Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air (Soemirat, 2001).

Menurut Kristanto (2002), bahwa sumber pencemaran air dapat bersumber dari limbah industri. Air limbah mungkin terdiri dari satu atau lebih parameter pencemar yang melampaui ambang batas yang telah ditetapkan. Kemungkinan di dalamnya terdapat minyak, lemak, bahan an organik seperti besi, aluminium, nikel, plum-bum, barium, fenol, dan lain-lain, sehingga dalam pengolahannya dibutuhkan kombinasi dari beberapa metode dan peralatan.

2.9 Kerangka Konsep Penelitian

Proses Pengolahan PKS Limbah Cair PKS Limbah Cair Buangan PKS 1. BOD 2. COD 3. TSS 4. pH Kualitas Air Sumur Penduduk (1) Kualitas Fisik : a. Warna b. Bau c. Rasa d. Kekeruhan e. Temperatur (2) Kualitas Kimia : a. Chlorida b. Kesadahan (CaCO3) c. pH

Gambar

Tabel 2.2.  Baku Mutu Limbah Cair Buangan PKS
Gambar  2.1.  Pengaliran Limbah Cair Buangan PKS pada  Areal Kebun Kelapa  Sawit dengan Sistem Aplikasi Lahan
Gambar 2.2. Model Manajemen Penyakit Menular  Sumber : Ahmadi, 2008
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

User dapat mengetahui nama anggota beserta alamat anggota yang belum mengembalikan buku beserta tanggal buku tersebut harus di kembalikan Sistem harus dapat melakukan

Apakah ada pengaruh positif dan signifikan Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Price to Book Value terhadap Harga Saham pada perusahaan manufaktur sub-sektor makanan dan

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat

Hasil penelitian ini adalah aplikasi multimedia sebagai media pembelajaran grafika komputer pada materi pengenalan OpenGL bagi mahasiswa Program Studi Teknik Informatika di

Pemberian konsentrasi sodium siklamat berpengaruh terhadap frekuensi NDJ karena siklamat di dalam tubuh akan mengalami metabolisme dengan bantuan flora bakteri

Dari hasil tersebut diketahui bahwa  2 hitung >  2 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemberian susu

Hasil uji chi square didapatkan nilai χ 2 sebesar 8,418 pada df 1 dengan taraf signifikansi (p) 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dalam tingkatan

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif.. 3) Membandingkan hasil wawancara antara guru pondok dengan santri- santri di pondok terkait dengan pembelajaran berbasis