• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Fisik Geografis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.1 Fisik Geografis"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Fisik

2.1.1 Geografis

Secara geografis, wilayah Provinsi Irian Jaya Barat terletak dibawah

katulistiwa, antara 00 25’ – 40 18’ Lintang Selatan dan 1240 0’-1320 0’ Bujur Timur

dengan batas – batas administratif wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Samudera Pasifik

Sebelah Barat : Laut Seram Provinsi Maluku

Sebelah Selatan : Laut Banda Provinsi Maluku Sebelah Timur : Provinsi Papua

Secara administratif, Provinsi Irian Jaya Barat terdiri dari 8 Kabupaten dan 1

Kota. Luas wilayah Provinsi Irian Jaya Barat adalah 115.363,50 km2

, dimana

Kabupaten Teluk Bintuni merupakan daerah yang terluas yaitu 18.658 km2

,

sedangkan Kota Sorong merupakan daerah dengan luas terkecil, yaitu 1.105 km2.

Gambar 2.1 : Peta Letak Geografis Provinsi Irian Jaya Barat

Samudera Pasifik

Laut Seram Laut Banda

(2)

Luas masing–masing Kabupaten/Kota dan Jumlah distrik serta kampung di Provinsi Irian Jaya Barat adalah sebagaimana terdapat pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 : Luas Wilayah dan Jumlah Distrik Se-Kabupaten/Kota Jumlah

No Kabupaten/Kota Luas

Km2 Distrik Kampung Kelurahan

1 Manokwari 14.448,50 29 414 9 2 Teluk Bintuni 18.658,00 11 95 2 3 Teluk Wondama 4.996,00 7 56 - 4 Kaimana 18.500,00 7 81 1 5 Fakfak 14.32,00 9 103 5 6 Sorong Selatan 13.265,00 14 214 3 7 Sorong 18.170,00 12 105 5 8 Kota Sorong 1.105,00 5 - 22 9 Raja Ampat 11.901,00 10 85 - Total 115.363,50 104 1153 47

Sumber: Irian Jaya Barat Dalam Angka Tahun 2006

Jumlah kampung dan kelurahan sebagaimana disajikan dalam tabel di atas, yaitu sebanyak 1153 Kampung dan 47 Kelurahan. Sebaran kampung dan kelurahan berdasarkan topografinya : 33,45% berada di pesisir, 15,17% berada di daerah aliran sungai, 25% berada di lereng/punggung bukit dan 26,38% berada di dataran.

2.1.2. Iklim

Provinsi Irian Jaya Barat sebagai bagian dari pulau Papua terletak di Selatan garis khatulistiwa yang dipengaruhi dengan iklim tropis sepanjang tahun. Hasil pencatatan suhu udara pada stasiun yang berada di kabupaten/kota se-Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005 menunjukkan bahwa suhu rata-rata tertinggi di Kabupaten Sorong dan Kota Sorong yaitu sebesar 27,70 ºC.

Kelembaban udara hampir merata di seluruh wilayah yakni sebesar 83,6-85 persen dimana angka terendah adalah Kabupaten Manokwari dan tertinggi di Kabupaten Fakfak. Tekanan udara rata-rata tertinggi terjadi di Kabupaten Sorong dan Kota Sorong sebesar 1.010,7 mbs.

Curah hujan sepanjang Tahun 2005 di beberapa wilayah di Provinsi Irian Jaya Barat tercatat bahwa curah hujan tertinggi berada di Kabupaten Fakfak yaitu sebesar 3.209 mm, sedangkan yang terendah terjadi di Kabupaten Kaimana yang hanya mencapai 127 mm.

2.1.3 Geologi dan Fisiografi

Pulau Papua dalam proses pembentukan tektonik lempeng, secara umum erat kaitannya dengan posisi Indonesia dalam teori kulit bumi yang diapit oleh berbagai formasi lempeng dari berbagai arah. Posisinya terletak di ujung paling selatan dari lempeng Eurasia yang bergerak dari arah Barat Daya khatulistiwa kemudian

(3)

Papua. Kecepatan tumbukan kedua lempeng ini diperkirakan antara 7 - 11 cm per tahunnya akan tetapi implikasi lanjutannya sangat luar biasa seperti yang pernah terjadi pada tahun 1996 lalu, yaitu peristiwa Tsunami di Pantai Utara Papua yang berdampak pada Pesisir Utara Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Manokwari.

Akibat interaksi kedua lempeng kerak bumi tersebut banyak terjadi lipatan (pegunungan) dan patahan di daerah Papua. Bentukan patahan-patahan ini yang menimbulkan daerah atau wilayah-wilayah yang berpotensi gempa. Secara keseluruhan jumlah gempa bumi yang dirasakan di Papua selama tahun 2004 sebanyak 45 kali, lebih banyak dirasakan bila dibandingkan tahun sebelumnya hanya 11 kali.

Topografi wilayah Kepala Burung yang menjadi wilayah Provinsi Irian Jaya Barat sangat bervariasi dari datar sampai bergunung – gunung dengan puncak – puncak yang tinggi, dimana daerah lembah – lembah yang datar tersebar di sekitar Teluk Bintuni, Isim, Prafi, Warsamson, Wosimi dan Teluk Arguni. Sementara kelompok pegunungan dengan puncaknya yang mencapai 3000 m dpl, antara lain Pegunungan Arfak, Pegunungan Tamrauw, Pegunungan Kumawa, Pegunungan Fakfak dan Pegunungan Wondiboi.

Berdasarkan data Topografi dan Kemiringan Lahan, lebih dari 50% lahan di Provinsi Irian Jaya Barat memiki prosentase kemiringan lahan lebih dari 40% atau dikategorikan sangat curam. Dari total luas lahan, hanya 2.524.944 Ha yang potensial dikembangkan sebagai areal permukiman.

Tabel 2.2 : Topografi Luas Kemiringan Lahan

No. Jenis Lahan Prosentase

Kemiringan (%) Luas (Ha)

1. Bergelombang 3 – 15 2.524.944

2. Curam 16 – 40 2.795.754

3. Sangat Curam >40 5.556.300

Sumber : Profil Daerah Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005

2.1.4. Ekologi

Pulau New Guinea secara administratif terbagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbagi kedalam Provinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat dan Negara Papua New Guinea. Sebagai pulau tropis yang terbesar di dunia, Pulau New Guinea memiliki keragaman dan keunikan ekosistem yang mengagumkan, termasuk glasier dan ekosistem alpine, hutan berkabut, hutan hujan dataran rendah, padang rumput, hutan Mangrove, terumbu karang dan hamparan rumput laut. Banyak spesies yang ada di New Guinea memiliki status endemik atau secara alamiah tidak dapat ditemukan di tempat lain. Secara keseluruhan, pulau New Guinea memiliki sedikitnya 500.000 jenis flora dan fauna. Dari jumlah tersebut, diduga sekitar 20.000 sampai 25.000 jenis tanaman hidup di wilayah Propinsi Papua dan Irian Jaya Barat.

(4)

Ekosistem berkelas dunia yang ada di wilayah ini adalah ekosistem Mangrove yang luas (260.000 Ha) di Teluk Bintuni yang merupakan salah satu yang terpenting di dunia dan ekosistem Terumbu Karang di Raja Ampat yang sangat kaya keanekaragaman hayatinya.

2.2. Kependudukan

Dari hasil perhitungan berdasarkan Sensus Penduduk, laju pertumbuhan penduduk Provinsi Irian Jaya Barat selama tiga dasawarsa terakhir selalu meningkat. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk tahun 1971-1980, 1980-1990 dan 1990- 2000 berturut-turut adalah 2,78%, 3,12% dan 4,01%. Pada tahun 1971 jumlah penduduk tercatat sebanyak 221.457 jiwa, tahun 1980 meningkat menjadi 283.493 jiwa, dan pada tahun 1990 jumlah penduduk menjadi 385.509 jiwa. Pada tahun 2000 jumlahnya menjadi 571.107 jiwa. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk ini diperkirakan akan terus berlangsung mengingat aktivitas kegiatan ekonomi dan pemekaran wilayah yang ada saat ini.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2005 jumlah penduduk

tercatat sebesar 651.958 jiwa., terdiri dari 343. 920 jiwa penduduk laki-laki dan

308.038 jiwa penduduk perempuan. Bila dibandingkan dengan luas wilayah, maka

kepadatan penduduk 6 jiwa per km dengan rata-rata 4 anggota setiap rumah tangga.

Dari persebaran penduduk, Kota Sorong mempunyai kepadatan penduduk yang sangat mencolok dibandingkan dengan kabupaten lainnya yakni 137 jiwa per km² dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Kaimana 2 jiwa per km².

Tabel 2.3 : Jumlah dan Kepadatan Penduduk per km² dan per Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota Jumlah Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota Luas Wilayah Penduduk Rumah tangga

Per km² Per Rumah tangga Fakfak 14.320 59.773 14.943 4 4 Kaimana 18.500 37.649 9.412 2 4 Teluk Wondama 4.996 20.698 5.174 4 4 Teluk Bintuni 18.658 48.079 12.020 3 4 Manokwari 14.448,50 154.421 38.605 11 4 Sorong Selatan 13.265 55.001 11.000 4 5 Kabupaten Sorong 18.170 88.259 22.065 5 4 Raja Ampat 11.901 37.018 9.254 3 4 Sorong 1.105 151.060 37.765 137 4 Total 115.363,50 651.958 162.990 6 4

Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat 2006

2.3. Tenaga Kerja

Permasalahan mengenai ketenagakerjaan selalu menjadi pokok masalah yang dihadapi daerah, apalagi bagi Provinsi Irian Jaya Barat sebagai provinsi baru. Persoalan utama ketenagakerjaan adalah masih rendahnya penyediaan lapangan kerja

(5)

pendidikan yang rendah. Sementara itu, terjadi pergeseran pekerjaan dari sektor tradisional menjadi modern terjadi di Provinsi Irian Jaya Barat juga menjadi persoalan yang harus dihadapi Provinsi Irian Jaya Barat saat ini. Secara keseluruhan alih pekerjaan dan program pembangunan ekonomi ini belum didukung sepenuhnya oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai, sehingga masih terjadi pengangguran di seluruh wilayah.

a. Usia Kerja

Data usia kerja, yakni penduduk berusia 15 tahun ke atas disebut penduduk usia kerja Tahun 2005 mencapai 405.747 (63%) dari total jumlah penduduk. Untuk penduduk usia kerja yang tertinggi terkonsentrasi di kelompok umur 25-29 tahun yaitu sebesar 61.968 orang. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kota/kabupaten, Kabupaten Manokwari jumlah penduduk usia kerja paling banyak dibandingkan kota lainnya, yaitu sebanyak 98.413 orang. Kemudian terbanyak kedua adalah Kota Sorong, sebanyak 86.274 orang.

Dari total Angkatan Kerja di Provinsi Irian Jaya Barat yang paling tinggi ada di Kabupaten Manokwari, sebesar 46.312 orang (24,07%) untuk laki-laki dan sebanyak 25.917 orang (25,90%) untuk perempuan.

b. Penduduk Bekerja Menurut Usia Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk bekerja paling banyak merupakan tamatan SD ke bawah, yaitu sebesar 69,21%. Bahkan untuk perempuan yang bekerja yang berpendidikan SD ke bawah sangat tinggi, yaitu sebesar 82%. Penduduk yang bekerja dengan pendidikan S1 ke atas hanya 2,1%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia Irian Jaya Barat sangat rendah dan sulit memperoleh kesempatan dan bersaing untuk mendapatkan pekerjaan di sektor-sektor modern. c. Pengangguran

Pengangguran meliputi empat kelompok, yakni penduduk yang sedang mencari pekerjaan; mempersiapkan suatu usaha; merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan; sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Berdasarkan data BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006, total jumlah pengangguran di Provinsi Irian Jaya Barat sebesar 32.583 orang, yang terdiri dari 13.333 laki-laki dan 19.250 perempuan.

(6)

Gambar 2.2 : Persentase Penduduk Yang Bekerja Dirinci Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 S D K e b a w a h S L T P S M U & S M K D 1 / II / I II S 1 K e a ta s LA KI-LA KI P EREM P UA N

Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006

2.4 Pemberdayaan Perempuan

Kesetaraan dan Keadilan Gender sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut. Perempuan merupakan sumberdaya pembangunan yang cukup besar. Partisipasi aktif perempuan dalam setiap proses pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya kaum perempuan, akan memperlambat proses pembangunan atau bahkan perempuan dapat menjadi beban pembangunan itu sendiri.

Kenyataannya dalam aspek pembangunan, tidak hanya di propinsi Irian Jaya Barat saja, perempuan kurang dapat berperan aktif. Hal ini disebabkan karena kondisi dan posisi perempuan yang kurang menguntungkan dibanding laki-laki, baik dalam lingkup keluarga maupun lingkungan sosial yang lebih luas. Nilai adat yang belum berpihak pada perempuan adalah salah satu kendala bagi kemajuan perempuan di Irian Jaya Barat. Akibatnya peluang dan kesempatan perempuan masih sangat terbatas dalam mengakses dan mengontrol sumber daya pembangunan, juga rendahnya tingkat pendidikan. Dari data BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006, terlihat bahwa perempuan yang bekerja dengan tingkat pendidikan SD kebawah adalah paling banyak, sebesar 82%. Ini menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pendidikan perempuan di Provinsi Irian Jaya Barat.

2.5 Sosial Budaya 2.5.1. Kesehatan

Tingkat kesehatan masyarakat di wilayah ini tergolong terendah dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Tingginya angka kemiskinan merupakan faktor penyebab rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Paling serius dari risiko kesehatan tersebut adalah angka kesakitan yang tinggi, seperti penyakit menular dan penyakit

(7)

Disamping malaria dan tuberkulosis yang ditemukan secara luas di banyak wilayah, ancaman HIV/AIDS menyebar di seluruh bagian wilayah ini. Perkiraan jumlah tingkat infeksi di Papua pada umumnya mungkin merupakan yang tertinggi di Indonesia, akibat kombinasi faktor-faktor yang terkait dengan rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan, prevalensi norma dan praktek sosial serta jumlah pekerja yang berpindah-pindah.

Tabel 2.4 : Fasilitas Sarana Kesehatan di Provinsi Irian Jaya Barat Menurut Jenis Kepemilikan

No. Jenis Sarana Jumlah (Unit)

1. Balai Pengobatan (Klinik) 76

Puskesmas Induk 78

Puskesmas Pembantu 297

2.

Puskesmas Keliling (darat & laut) 74

Rumah Sakit Umum Kelas C 4

Rumah Sakit Umum Angkatan Darat 2

Rumah Sakit Umum Angkatan Laut 2

3.

Rumah Sakit Umum Swasta 12

Sarana Alat Kesehatan Apotek 41

Sarana Alat Kesehatan Pedagang Besar Farmasi (PBF) 10

Sarana Alat Kesehatan Gudang Farmasi 9

4.

Sarana Alat Kesehatan Jumlah Klinik KB 196

Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006

2.5.2 Kemiskinan

BPS Provinsi Irian Jaya Barat telah melakukan berbagai studi untuk menentukan kriteria rumah tangga miskin di Provinsi Irian Jaya Barat. Definisi Rumah tangga miskin dalam hal ini adalah rumah tangga yang memenuhi 9 atau lebih dari 14 variabel yang telah ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga miskin di Provinsi Irian Jaya Barat sebesar 128.156 atau 75,4% dari 170.049 rumah tangga.

Jumlah rumah tangga miskin terbanyak berada di Kabupaten Manokwari (43.773 rumah tangga) dan terendah berada di Kabupaten Teluk Wondama (3.778 rumah tangga).

(8)

SMTP (18.3%) SMTA Kejuruan (4.87%) SMTA (12.23%) S1 (1.83%) D3 (0.6%) D1/D2 (0.6%) SD (35.88%) Tidak Tamat SD (19.6%) Tidak/Belum pernah s ekolah, (6.05%)

Tabel 2.5 : Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Miskin di Provinsi Irian Jaya Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005/2006

Kabupaten/Kota Jumlah Rumah Tangga Jumlah Rumah Tangga Miskin % Rumah Tangga Miskin Fakfak 15.272 11.379 74.51 Kaimana 9.311 6.978 74.94 Teluk Wondama 4.052 3.778 93.24 Teluk Bintuni 9.406 8.980 95.47 Manokwari 56.160 43.773 77.94 Sorong Selatan 12.719 11.856 93.21 Sorong 18.647 15.802 84.74 Raja Ampat 6.823 6.259 91.73 Kota Sorong 37.659 19.351 51.38

Irian Jaya Barat 170.049 128.156 75.36

Sumber : BPS 2005 IJB

2.5.3 Pendidikan

a. Tingkat Pendidikan Penduduk

Mayoritas tingkat pendidikan penduduk Provinsi Irian Jaya Barat masih tergolong rendah. Hal ini tercermin dari komposisi persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk di Irian Jaya Barat terbanyak adalah Sekolah Dasar sebanyak 35,88%. Sedangkan masyarakat yang sama sekali tidak berpendidikan dan yang tidak tamat SD masih cukup besar persentasenya.

Gambar 2.3 : Persentase Pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk Berumur 10 Tahun Keatas di Provinsi Irian Jaya Barat Pada Tahun 2004

(9)

b. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Tingkatan atau Level IPM dapat menggambarkan serta menyatakan kemajuan suatu daerah relatif terhadap daerah lain. IPM mencakup aspek pembangunan manusia meliputi Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Rata-Rata Lama Sekolah dan Rata-rata Pengeluaran Riil. IPM bisa juga memberikan gambaran komprehensif mengenai upaya pembangunan yang dilakukan khususnya dampak kinerja pembangunan manusia.

Dibandingkan provinsi lain di Indonesia, peringkat IPM Provinsi Irian Jaya Barat adalah berada pada urutan 30 dari 33 provinsi pada Tahun 2004, sedangkan bila dilihat berdasarkan peringkat kinerja, Provinsi Irian Jaya Barat menunjukkan kinerja pencapaian pembangunan manusia semakin membaik, hal ini terlihat dari hampir seluruh kabupaten/kota di Provinsi Irian Jaya Barat menunjukkan adanya kemajuan yang ditunjukkan oleh IPM yang meningkat.

Status IPM Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005 adalah 64,8 meningkat dari 63,7 pada tahun 2004. Peningkatan tersebut tidak berpengaruh pada status pembangunan manusia yang tetap pada tingkatan menengah bawah baik Tahun 2004 maupun Tahun 2005.

Tabel 2.6 : Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2004-2005

IPM Peringkat Provinsi/Kab

di Nasional Provinsi/Kabupaten/Kota 2004 2005 2004 2005 Fakfak 67,5 67,7 247 264 Kaimana 65,8 66,9 315 304 Teluk Wondama 58,8 60,1 426 423 Teluk Bintuni 59,8 60,0 422 424 Manokwari 60,7 60,9 414 420 Sorong Selatan 61,9 63,1 404 404 Sorong 64,6 65,5 352 354 Raja Ampat 59,8 60,9 421 419 Kota Sorong 73,9 74,3 38 41

Irian Jaya Barat 63,7 64,8 30 30

Sumber: BPS Pusat Tahun 2006

2.5.4 Nilai Adat dan Hak Ulayat

Pada garis besarnya penguasaan tanah di Papua cukup dominan ditangan masyarakat adat. Dalam penguasaan tanah adat, esensi pokoknya menunjukan adanya pertalian hidup antara masyarakat adat dengan tanah. Kekuasaan penguasa adat demikian berpengaruh dan menentukan, sehingga masyarakat adat hanya dapat memanfaatkan tanah yang sifatnya sementara atau sewaktu-waktu dapat diambil kembali oleh penguasa adat.

(10)

Kita harus memahami masalah pertanahan dan masa depan. Persepsi mengenai tanah di Papua adalah bahwa

• Setiap anak yang belum lahir mempunyai hak atas tanah yang telah dijual. Cara berpikir ini masih sulit diterima oleh pendatang.

• Tidak ada istilah jual beli tanah. Yang ada, silakan boleh pakai, tapi jika tidak digunakan lagi, tanah harus diserahkan ke masyarakat adat.

Oleh karena itu, harus ada penyelesaian hak ulayat dulu dengan jaminan hukum yang pasti, sehingga masyarakat bisa terlibat dalam pembangunan. Hal yang paling urgent perlu dilakukan adalah mengatasi bagaimana membuat hak pengelolaan tanah ulayat. Permen Agraria 1999, memberikan pengakuan terhadap hak ulayat, tapi tidak pernah diberlakukan. Jadi Permenag itu tidak cukup, Permenag perlu ditingkatkan menjadi PP atau UU. Terkait dengan persoalan Tata Ruang, harus ada jaminan kepastian hukum dulu untuk masyarakat serta sesuai dengan apa yang mereka pikirkan.

2.6 Politik

Perkembangan politik di Provinsi Irian Jaya Barat pasca pelantikan gubernur dan wakil gubernur definitif hasil Pilkada Tahun 2006 menunjukan dimulainya suatu babak baru kehidupan demokrasi yang dinamis dimasa depan. Dengan modal demokrasi seperi ini diharapkan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Walaupun masih terdapat berbagai kendalah tetapi dengan mengedepankan peran semua elemen masyarakat pemecahan masalah tetap dapat dicapai. Disamping itu kegiatan yang menjurus kepada separatis sedikit demi sedikit untuk ditiadakan dengan pendekatan yang berbasis masyarakat.

Kondisi politik yang sedang berjalan ini perlu dijaga dan ditumbuhkembangkan yang dimulai dari lapisan bawah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan disegala bidang kehidupan dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan didalam pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Dengan telah definitifnya provinsi, maka organisasi politik dan kemasyarakatan mulai membentuk dan membenahi dirinya dalam rangka menampung dan mewadahi aspirasi politik dan pemberdayaan masyarakat. Kondisi politik untuk mendatang cukup baik dengan melibatkan partisipasi masyarakat dengan menjalin adanya komunikasi dan koordinasi politik dan memantapkan budaya politik serta wawasan kebangsaaan yang dimulai dari lapisan bawah dalam berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian adanya kelembagaan yang terkonsolidasi dengan baik merupakan indikasi pemerintah mendatang akan memiliki kapasitas dalam melaksanakan agenda demokrasi di Provinsi Irian Jaya Barat. Keberhasilan demokrasi tersebut akan menopang pilar politik di Provinsi Irian Jaya Barat dengan berbagai kegiatan pemerintahan dapat dilaksanakan serta semua aturan akan dapat dipatuhi untuk memperkuat sendi-sendi berbangsa dan bernegara.

Ada 3 (tiga) Lembaga formal yang bertanggung jawab terhadap kebijakan politik yaitu Lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Keberadaan Lembaga – lembaga formal ini di Provinsi Irian Jaya Barat dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(11)

Tabel 2.7 : Lembaga - Lembaga Formal di Provinsi Irian Jaya Barat

No. Nama Lembaga Jumlah

1. Legislatif 4

2. Eksekutif 4

Yudikatif :

a. Kejaksaan Negeri 4

b. Pengadilan Negeri Kelas I b 2

3.

c. Pengadilan Kelas Ib 1

Sumber : Profil Daerah Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005

2.7 Keamananan dan Ketertiban Wilayah

Kondisi Provinsi Irian Jaya Barat akan bervariasi, kemajemukan suku menonjol serta pola tradisional yang cukup kuat, memerlukan sistem keamanan dan ketertiban wilayah yang khusus pula. Penanganan keamananan dan ketertiban masyarakat baik di kota, pesisir, pedalaman. Sehingga apa yang dilaksanakan tidak saling benturan tetapi keamanan dan ketertiban tetap terpelihara. Dengan tertangani berbagai masalah keamanan dan ketertiban wilayah dengan baik dan tidak menimbulkan gejolak maka merupakan modal dasar dalam pembangunan pemerintahan dan pembinaan kemansyarakatan, sehingga mewujudkan keamanan dan ketertiban wilayah yang berbasis kepada rakyat sangat diperlukan untuk ikut rasa memiliki wilayah dan rasa tanggung jawab bersama.

Untuk lebih memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah untuk dapat diaktifkan kepolisian daerah (Polda) persiapan serta lembaga penegakan hukum lainnya. Keamanan dan ketertiban wilayah yang kondusif karena adanya kerja sama dan koordinasi yang mantap maka pembangunan di segala bidang kehidupan dapat dilaksanakan. Semua elemen masyarakat mempunyai tanggung jawab bersama terhadap keamanan dan ketertiban wilayah, ini perlu dipacu secara terus menerus sehingga cegah dini (early warning) dapat dilaksanakan oleh masyarakat yang paling bawah untuk ditindaklanjuti.

2.8 Sumber Daya Alam 2.8.1 Pertambangan

Secara geologis wilayah ini dimungkinkan adanya potensi mineral yang berlimpah. Penyebaran mineral tidak merata karena tidak meratanya penyebaran jenis batuan. Dengan mengetahui informasi geologi, diperkirakan mineral tersebar di wilayah ini, namun belum dapat ditentukan besaran secara kuantitatif mengenai cadangan mineral tersebut secara pasti.

Jenis pertambangan dan energi yang terdapat di Provinsi Irian Jaya Barat yang telah dan dan akan segera diekploitasi terdiri dari Minyak dan Gas Bumi, terdapat di

(12)

wilayah Kabupaten Sorong, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten-Kabupaten lainnya di Provinsi Irian Jaya Barat termasuk Gas Bumi (LNG Tangguh) yang akan segera melakukan produksi di Kabupaten Teluk Bintuni.

Potensi bahan tambang yang siap dieksploitasi antara lain batu bara, emas, uranium, senk dan tembaga serta batu kapur, granit dan pasir kuarsa. Potensi minyak dan gas alam terdapat di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Teluk Bintuni. Potensi ini yang terbesar adalah di Distrik Merdey, Aranday dan Babo dengan Cadangan Minyak Bumi sebesar 20 TB dan Gas Bumi (LNG) 14 TCF. Potensi minyak yang terdapat di Kabupaten Sorong dan Teluk Bintuni merupakan komoditas unggulan Provinsi Irian Jaya Barat yang saat ini sedang dieksploitasi. Selain itu terdapat potensi terpendam lainnya yang telah diekspolitasi namun belum dieksporasi dalam waktu dekat seperti bahan galian Nikel di Kabupaten Raja Ampat dan dan Mangan di Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana.

Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi tahun 2006, Provinsi Irian Jaya Barat memiliki potensi tambang yang tersebar di kabupaten/kota se provinsi Irian Jaya Barat. Potensi tambang antara lain :

1. Manokwari

Bahan Galian Strategis : Timah, Senk dan Tembaga, Emas.

Bahan Galian Golongan C : Batu Gamping, Lempung, Pasir Batu, Granit, Pasir Kuarsa, Diorit, Batu Gunung Api.

2. Teluk Bintuni

Bahan Galian Strategis : Minyak dan Gas Bumi, Batubara, Mika 3. Teluk Wondama: Mika, Batu Gamping

4. Raja Ampat: Cobalt, Tembaga, Nikel, Mangan, Batubara, Fosfat 5. Sorong Selatan

Minyak & Gas bumi, Batu gamping, Emas, Pospat, Zink, Marmer dan Bahan Baku Semen

6. Kabupaten Sorong

Tembaga, Emas, Tanah Hitam, Batubara, Kromit 7. Fakfak

Mangan, Pasir Kuarsa, Batu gamping, Emas, Batubara.

2.8.2 Kehutanan

Luas kawasan hutan di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005 tercatat seluas 9.769.686,81 Ha. Berdasarkan fungsinya, hutan di Provinsi Irian Jaya Barat terdiri dari Hutan Produksi, Hutan Produksi tetap, Hutan Produksi Konversi, Hutan PPA/KSA, Hutan Lindung dan Areal Penggunaan Lain.

(13)

Gambar 2.4 Pembagian Areal Hutan Menurut Fungsinya Hutan Produksi Tetap 1,866,280 (19%) Hutan Produksi 1,847,243 (19%) Hutan PPA/KSA 1,751,648 (18%) Hutan Lindung 1,648,277 (17%) Areal Penggunaaan Lain 342,087 (4%) Hutan Produksi Konversi 2,314,144 (23%)

Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006

Pengelolaan hutan dilakukan melalui Hak Penguasaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Berdasarkan data Dinas Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006, Jumlah HPH dan HTI di Provinsi Irian Jaya Barat adalah 29 perusahaan, dan 6 perusahaan diantaranya berstatus tidak aktif. Jatah Produksi Tahunan yakni Luas total penebangan sebesar 64.707 Ha dengan jumlah volume produksi per tahun sebesar 1.456.065 m³. Jenis kayu yang diproduksi di Provinsi Irian Jaya Barat adalah Merbau, Matoa, Nyatoh, Pulai, Mersawa, Resak, Medang, Bitangur, Gaharu dan non kayu seperti rotan, damar, kulit masohi, kulit lawang dan lain-lain, dengan negara-negara tujuan ekspor antara lain Jepang, Malaysia dan Korea. Potensi kayu terbesar di Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Kaimana.

Sementara untuk kepentingan konservasi di Provinsi Irian Jaya Barat, data tentang kawasan konservasi yang telah ditetapkan terdiri dari 4 kawasan yaitu Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Wisata, dan Taman Nasional. Sebanyak 16 Cagar Alam terdapat di Provinsi Irian Jaya Barat dengan total luas kawasan seluas 1.808.482 Ha, sedangkan Suaka Marga Satwa ada 3 Kawasan dengan total seluruh kawasan Marga Satwa seluas 65.170,53 Ha.

2.8.3 Perikanan

Potensi perikanan di Provinsi Irian Jaya Barat cukup besar dan beraneka ragam terutama ikan permukaan dan ikan dasar. Perikanan memberikan andil terbesar dalam ekspor di Provinsi Irian Jaya Barat yang dihasilkan oleh Ikan Beku Campuran, yakni sebesar 65,4% dan Udang Beku 27,2%. Bagi nelayan, pemanfaatan sumberdaya perikanan bermuara pada peningkatan pendapatan nelayan serta penerimaan devisa negara.

(14)

Tabel 2.8 Jenis, Lokasi Penyebaran Hasil Perikanan Provinsi Irian Jaya Barat tahun 2003

No Jenis Ikan Lokasi Penyebaran

1. Ikan Tuna

2. Ikan Pelagis 3. Teripang 4. Bialola

5. Udang Lobster

6. Udang, kepiting dan Sirip Hiu

Sorong, Waigeo Utara, Waigeo Selatan, Kepulauan Raja Ampat, Teluk Bintuni, Fakfak dan Kaimana.

Sumber : Badan Pusat Statistik Papua Tahun 2003

Beberapa perusahaan perikanan yang beroperasi dalam wilayah Provinsi Irian Jaya Barat menurut jenis komoditi dan negara tujuan ekspor dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.9 Perusahaan Perikanan yang beroperasi menurut Jenis Komoditi dan Negara Tujuan Ekspor di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2003

No Eksport Komoditi Negara

Tujuan

1 PT. Citra Raja Ampat Canning

2 PT. Mutiara

3 PT. WIF

4 PT. Jerman Aru

5 PT. Bintuni Mina Karya Argo

6 PT. Inter Galaxi Delta Fisheries

7 PT. Alsum Prakarsa Co

8 PT. Avona Mina Lestari

Ikan Tuna, Udang, Lobster, Bialola dan Teripang Jepang, Korea, Philipina dan Malaysia

Sumber : Badan Pusat Statistik Papua Tahun 2003

Tabel 2.10 Nilai Produksi Perikanan Laut menurut Jenis Ikan Di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2003

Jenis Ikan Produksi (Ton) Persentase (%)

Ikan 164.074.190 25,65

Hewan Kulit Keras 473.064.000 73,95

Hewan Kulit Lunak 2.488.900 0,40

Jumlah 639.627.090 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Papua Tahun 2003

Tabel di atas menggambarkan bahwa nilai produksi perikanan terbesar di Provinsi Irian Jaya Barat disumbangkan oleh hewan laut yang berkulit keras, seperti kepiting dan udang yakni sebesar 473.064.000 ton atau 73,95%. Jumlah ini memberikan indikasi bahwa potensi udang dan kepiting di Provinsi Irian Jaya Barat cukup besar.

(15)

2.9 Perekonomian Wilayah

Perekonomian wilayah menggambarkan indikasi makro ekonomi yang digunakan dalam menyusun rencana pengembangan ekonomi suatu daerah dan mengukur keberhasilan pembangunan yang telah dilaksanakan. Informasi mengenai gambaran makro ekonomi daerah digambarkan oleh data pendapatan regional. Dari data ini, dapat diketahui tingkat pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan per kapita, struktur perekonomian daerah, tingkat inflasi dan deflasi.

2.9.1 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan hasil kegiatan ekonomi dari seluruh unit ekonomi yang dihasilkan suatu daerah tanpa mengikutkan faktor-faktor produksi. Penyajian data PDRB terdiri dari dua jenis yaitu 1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, yakni jumlah nilai barang dan jasa/pendapatan/pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga berlaku pada tahun bersangkutan. 2) PDRB Atas Harga Konstan, yakni jumlah nilai barang dan jasa/pendapatan/pengeluaran yang dinilai atas harga tetap (konstan) pada tahun tertentu/harga dasar (Tahun 2000).

Perekonomian Provinsi Irian Jaya Barat selama tahun 2005 menunjukkan pertumbuhan positif apabila dibandingkan pada tahun 2004. Pada tahun 2005, besaran PDRB (dengan Migas) Atas Dasar Harga Berlaku yang tercipta adalah sebesar 7,9 trilliun rupiah, mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang sebesar 6,57 trilliun rupiah. Sejak tahun dasar 2000, besaran nilai tersebut selalu meningkat setiap tahunnya. Sampai tahun 2005, perkembangan nilai tambah PDRB tersebut telah mencapai hampir dua kali lipat dari tahun 2000. Sedangkan perkembangan PDRB Atas Harga Konstan Tahun 2000 sebesar 5,3 Triliun rupiah mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang besarnya 4,97 Triliun rupiah. Sejak tahun dasar 2000 sampai pada tahun 2005, nilai PDRB Atas Harga Konstan 2000 telah berkembang 1,3 kali lipat.

Analisa PDRB tanpa Migas dilakukan dengan mengeliminir Sub sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta Sektor Industri Pengolahan dengan Sub Sektor Pengolahan Gas dan Minyak Bumi. Hal ini dilakukan, mengingat hasil migas yang dihasilkan oleh daerah-daerah Provinsi di Indonesia secara nasional sangat berpengaruh terhadap nilai Produk Domestik Brutto. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPS Provinsi Irian Jaya Barat, nampak bahwa pertumbuhan ekonomi riil Provinsi Irian Jaya Barat adalah sebesar 6,74%, lebih melambat bila dibandingkan Tahun 2004 yang mencapai 7,39%.

Besarnya sumbangan Migas terhadap pembentukan perekonomian Provinsi Irian Jaya Barat hingga melebihi 20% tentu saja sangat mempengaruhi perekonomian Provinsi Irian Jaya Barat secara menyeluruh. Selisih antara PDRB Provinsi Irian Jaya Barat Tanpa Migas dan Dengan Migas berdasarkan Harga Berlaku mencapai 1 Triliun setiap tahunnya.

Apabila mengamati pertumbuhan PDRB sektoral Provinsi Irian Jaya Barat dari sektor-sektor yang membentuk pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian Jaya Barat, maka dapat diketahui bahwa sektor yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada

(16)

tahun 2005 adalah sektor-sektor Jasa yaitu sebesar 13,19% yang mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang hanya 7,6%. Pertumbuhan tertinggi kedua setelah Sektor Jasa-Jasa adalah Sektor Angkutan dan Komunikasi sebesar 12,75% meningkat dari tahun 2004 yang hanya sebesar 10,13%. Sementara di urutan ketiga tertinggi adalah Sektor Bangunan yaitu 12,33% lebih tinggi dari tahun 2004 yang hanya sebesar 6,26%. Dari kesembilan sektor di atas, hanya sektor Pertanian, Industri Pengolahan dan Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan yang pertumbuhan ekonominya melambat pada tahun 2005.

Gambar 2.5 Perkembangan PDRB (Dengan Migas) Tahun 2000-2005 0 50 100 150 200 250 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun P e rk e m b a n g a n P D R B (d a la m % ) ADH Berlaku ADH Konstan 2000

Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006

Tabel 2.11

Pertumbuhan PDRB Provinsi Irian Jaya Barat (Tanpa Migas) Tahun 2000-2005

Tahun ADH Berlaku ADH Konstan

2001 9,49 3,34

2002 10,69 5,07

2003 15,83 7,68

2004 18,38 7,39

2005 20,17 6,74

Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006

2.9.2 Pertumbuhan PDRB Perkapita

PDRB Perkapita merupakan salah satu indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kemakmuran suatu daerah dengan daerah lainnya. PDRB Perkapita diperoleh dari hasil pembagian besaran nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun pada tahun yang bersangkutan. Jadi besaran PDRB Perkapita sangat tergantung dari besaran PDRB yang terbentuk dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Nilai PDRB Perkapita Provinsi Irian Jaya Barat yang dihasilkan sebesar 12,29 Juta Rupiah, mengalami peningkatan sebesar 14,16% dari tahun 2004 yang hanya sebesar 10,77 Juta Rupiah. Selama kurun waktu lima tahun, sejak tahun 2000 nilai

(17)

melambat tahun 2004. Tingginya angka PDRB per kapita jelas bukan mencerminkan tingkat kemakmuran penduduk Provinsi Irian Jaya Barat mengingat tingginya angka kemiskinan penduduk di wilayah ini.

2.9.3 Pertumbuhan Tenaga Kerja

Secara umum, pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan PDRB senantiasa akan diukur dengan tingkat pertumbuhan tenaga kerjanya. Begitu pun yang terjadi apabila kita mengamati tingkat pertumbuhan tersebut melalui sektor-sektor yang membentuknya.

Namun apabila dicermati secara mendalam, justru yang terjadi adalah pertumbuhan tenaga kerja bertolak belakang dengan pertumbuhan PDRB. Sungguh merupakan fenomena yang sangat unik. Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian Jaya Barat yang tinggi ternyata tidak diimbangi oleh pertumbuhan sektor tenaga kerja. Bila pertumbuhan PDRB didominasi oleh sektor-sektor Jasa, Angkutan dan Komunikasi serta Sektor Bangunan (masing-masing sebesar 13,19%, 12,75% dan 12,33%), namun pertumbuhan tenaga kerja didominasi oleh sektor Pertanian, Jasa dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran masing-masing 71,07%, 8,51% dan 8,47%.

Tingginya pertumbuhan PDRB pada sektor Jasa sebesar 13,19% ternyata hanya diimbangi oleh jumlah tenaga kerja sebesar 8,51% saja. Begitu pula dengan sektor PDRB lainnya yang cukup mendominasi pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian Jaya Barat seperti Sektor Angkutan dan Komunikasi yang mendominasi sebesar 12,75% hanya diimbangi oleh jumlah tenaga kerja sebesar 4,33% dan juga Sektor Bangunan yang mendominasi sebesar 12,33% ternyata hanya diimbangi oleh jumlah tenaga kerja sebesar 3,41%. Di sisi lain, tingginya jumlah tenaga kerja tanpa diimbangi oleh tersedianya lapangan usaha yang membentuk pertumbuhan ekonomi justru akan mengakibatkan jumlah pengangguran pada sektor pertanian sebesar 71,1% sementara pertumbuhan ekonomi (PDRB) sektor Pertanian hanya sebesar 2,1% sungguh sangat ironis untuk perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian Jaya Barat ke depan.

(18)

Gambar 2.6 Persentase PDRB dan Mata Pencaharian Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% PDRB TENAGA KERJA

Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006

2.9.4 Struktur Perekonomian Daerah

Struktur perekonomian suatu daerah sangat dipengaruhi oleh besarnya sumbangan atau peranan masing-masing sektor ekonomi dalam membentuk nilai tambah PDRB. Dari struktur perekonomian tersebut diketahui corak perekonomian daerah ini. Sektor Pertanian di Provinsi Irian Jaya Barat didominasi dari Sektor Kehutanan dan Perikanan mampu memberikan sumbangan nilai tambah yang besar bagi perekonomiannya. Hasil di Sektor Pertanian sangat besar pengaruhnya tehadap penciptaan nilai tambah PDRB Provinsi Irian Jaya Barat, walaupun sejak tahun 2001 peranannya terus mengalami penurunan hingga 27,24% pada Tahun 2005

(19)

Berikut ini adalah tabel mengenai kontribusi 9 sektor ekonomi terhadap PDRB Provinsi Irian Jaya Barat.

Gambar 2.7 Kontribusi Masing-Masing Sektor Ekonomi Terhadap PDRB

Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005

2.10 Keuangan Daerah

Peranan keuangan daerah dalam pembangunan adalah sangat vital. Daerah otonomi yang ideal memiliki ciri utama yaitu harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Struktur Anggaran pendapatan daerah Provinsi Irian Jaya Barat terdiri dari Dana DAU, Dana Dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus dan Dana Reboisasi, dan Dana Otonomi Khusus dimana jumlah DAU masih mendominasi.

Besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Irian Jaya Barat menunjukkan bahwa ketergantungan kepada bantuan pusat masih sangat besar dan belum sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Optimalisasi sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan daerah. Dalam hal ini Provinsi Irian Jaya Barat dituntut agar dapat memperluas sumber atau obyek pendapatan baru. Sebagai daerah otonom justru seharusnya PAD khususnya pajak dan retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar.

Pertamb. & Penggalian

19% Industri Pengolahan

19% Listrik & Air Bersih

0% Bangunan

7% Perdag, Hotel &

Restoran 10% Pertanian 29% Angkutan & Komunikasi 6% Keuangan, Persew aan & Jasa

Perusahaan 2%

Jasa - jasa 8%

(20)

2.11 Transportasi dan Komunikasi

a. Transportasi Darat

Saat ini, perhubungan antar wilayah Kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat secara efektif melalui hubungan udara dan kapal laut. Perhubungan darat, kendatipun masih sangat terbatas sampai dengan Tahun 2006. Status serta kondisi beberapa ruas jalan yang terdapat di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat sebagai berikut:

1. Jalur Manokwari - Maruni - Prafi - Kebar - Snopy - Ayawasi - Kambuaya - Klamono-Sorong dengan status Jalan Nasional sepanjang 546 Km, dengan kondisi 144 Km aspal, 332 Km kerikil dan 70 Km belum terbangun.

2. Manokwari - Maruni - Oransbari - Ransiki - Mameh - Bintuni yang merupakan kombinasi ruas Nasional dan Provinsi sepanjang 253,4 Km telah terbangun dengan kondisi 140 Km aspal, tanah 113,4 Km.

3. Ruas Mameh-Windesi- Ambaruni-Rasie dan Wasior dengan status jalan Nasional dan Provinsi sepanjang 346 km dalam kondisi kerikil 14 Km, tanah 20 Km dan belum terbangun 312 km.

4. Windesi- Bourof- Wondama- Tanggaruni dan Kaimana sepanjang 181 km berstatus Nasional dan Provinsi sepanjang 181 km dengan kondisi 17,6 aspal, 23,4 kerikil, 20 km tanah dan belum terbangun 150 km.

5. Bourof- Bufer- Bomberay dan Fakfak dengan status Nasional dan Provinsi sepanjang 311 Km terdiri dari 52,5 km aspal, 87,5 jalan kerikil, jalan tanah 21 km, serta 150 km belum terbangun.

6. Kambuaya - Teminabuan berstatus Jalan Provinsi sepanjang 54 km dengan kondisi 33 km aspal, kerikil 21 km.

7. Sorong - Makbon - Mega - Sausapor merupakan Jalan berstatus Provinsi sepanjang 138 km dengan kondisi 36 km aspal, 45 km kerikil, belum terbangun sepanjang 57 km.

8. Aimas – Seget sepanjang 116 Km berstatus Jalan Provinsi dengan kondisi 86 km jalan kerikil, 16 km jalan tanah dan belum terbangun 14 Km.

9. Susumuk - Kamundan - Bintuni merupakan Jalan Provinsi sepanjang 225 km dengan kondisi 20 km jalan kerikil, belum terbangun sepanjang 205 km.

10.Fakfak- Siboru merupakan Jalan Provinsi sepanjang 38,8 km dengan kondisi 25 Km aspal, tanah 13,8 km. Fakfak - Kokas berstatus Provinsi sepanjang 44 km dengan kondisi 100 % aspal.

Secara umum kondisi jaringan jalan di kota/kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat masih memprihatinkan. Jaringan hanya berada di sekitar kota/kabupaten lama yaitu Sorong, Manokwari, dan Fakfak. Lemahnya interaksi antar wilayah di Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penyebab belum terbentuknya ekonomi regional. Hubungan antar kota/kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat sekarang ini sebagian besar dilayani oleh transportasi laut dan udara. Penggunaan moda transportasi udara meliputi wilayah tengah (pedalaman) kepala burung yang sebagian besar masih terdiri dari hutan. Sementara moda transportasi sungai meliputi wilayah pedalaman dengan aliran

(21)

memiliki pelabuhan. Jaringan transportasi darat yang ada saat ini di Kabupaten memanfaatkan jalan logging HPH, disamping sebagian diantaranya dibangun dengan dana pemerintah setiap tahun.

Klasifikasi jalan berdasarkan statusnya ditinjau berkaitan dengan rencana pengembangan jaringan jalan lintas batas administrasi. Berdasarkan status dan wewenang pembinaan jalan, sistem jaringan jalan dikelompokkan sebagai berikut: 1) Jalan Negara/Nasional, yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah pusat. 2) Jalan Kota, yaitu jalan umum (jalan kota termasuk jalan lokal dalam kota) yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah kota atau kabupaten. 3) Jalan Provinsi, yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah Provinsi. 4) Jalan Khusus, yaitu jalan perumahan teratur yang belum diserahkan kepada pemerintah kota yang pembinaannya dilakukan oleh swasta/pengembang. Data mengenai panjang jalan dan jembatan di Provinsi Irian Jaya Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.12 : Panjang Jalan Menurut Tingkat Pemerintahan yang Berwenang di Provinsi Irian Jaya Barat

Status Jalan (Km) No. Kabupaten/Kota

Negara Provinsi Kabupaten

Total (Km) 1 Kabupaten Fakfak 0 263 209,00 472 2 Kabupaten Sorong 90 121 0 211 3 Kabupaten Manokwari 237 86 706 1029 4 Kota Sorong 18 17 200,20 235,20 Total 345 487 1115,20 1974,20

Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006

Tabel 2.13 : Panjang Jalan Menurut Tingkat Permukaan di Provinsi Irian Jaya Barat

Jenis Permukaan (Km) No. Kabupaten/kota

Aspal Diperkeras Tanah Lainnya Total (Km) 1 Kabupaten Fakfak 198 154 113 7 472 2 Kab. Sorong 62 129 20 0 211 3 Kab. Manokwari 439 346 243 1 1029 4 Kota Sorong 170,28 19,10 45,12 0,7 235 Total 869,28 648,10 421,12 8,7 1947,20

Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006

Tabel 2.14 : Panjang Jembatan Menurut Jenis di Provinsi Irian Jaya Barat Status Jembatan (M)

No. Kabupaten/kota

Beton Baja Kayu Total (M)

1 Kabupaten Fakfak 1.039,5 479 552 2.170,5

2 Kabupaten Sorong 739 877 621 2.237

3 Kabupaten Manokwari 177,5 1.454,5 495 2.127

4 Kota Sorong 15 530 0 545

(22)

Banyaknya kendaraan di Provinsi Irian Jaya Barat tahun 2005 tercatat sebanyak 51.031 unit. Jumlah paling banyak adalah kendaraan sepeda motor sebanyak 39.190 unit. Kemudian mobil penumpang sebanyak 9697 unit. Data lengkap mengenai jumlah kendaraan di Wilayah Kepala Burung dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.15 : Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis di Provinsi Irian Jaya Barat

Status Mobil (Unit)

No. Kabupaten/kota Mobil

Penumpang Mobil Barang Mobil Bus Sepeda Motor Total (Unit) 1 Kabupaten Fakfak 3.254 154 15 1.992 2.653 2 Kabupaten Sorong 3.569 1.216 95 4.222 5.190 3 Kabupaten Manokwari 1.584 684 18 4.998 6.302 4 Kota Sorong 1.290 628 18 8.444 10.380 Total 9697 1.998 146 39.190 51.031

Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006 b. Transportasi Udara

Dalam bidang perhubungan udara, lapangan terbang Rendani Manokwari telah dapat didarati oleh pesawat Boeing 737-200 dengan kondisi komersial, beserta Domine Eduard Osok di Sorong. Lapangan Utarum Kaimana, dapat didarati oleh Fokker 28 dengan kondisi komersial, Torea Fakfak dengan Twin Otter dan DASH 8 dengan kondisi komersial. Yang lainnya seperti : Babo, Bimtuni, Kebar, Anggi, Kambuaya, Teminabuan, Ayawasi, Inanwatan, Mayado, Merdey dan Minyambo dapat didarati oleh pesawat jenis Twin Otter dengan kondisi Perintis.

c. Transportasi Laut

Pelabuhan Manokwari, Sorong, Fakfak, Kaimana secara teratur telah disinggahi oleh kapal penumpang yang dioperasikan oleh PT Pelni. Selebihnya seperti Teminabuan, Bintuni, Wasior, Saonek dilayani oleh kapal perintis secara terjadwal dan belum dapat disinggahi oleh kapal penumpang sebagaimana tersebut diatas. Fungsi angkutan laut dan sungai juga menonjol di semua kabupaten karena letaknya di pesisir pantai. Bahkan untuk Kabupaten Raja Ampat sangat didominasi oleh angkutan laut.

Pengembangan prasarana regional selama ini dititikberatkan pada

pengembangan transportasi jalur laut dan darat berdasarkan hubungan fungsional (hubungan eksternal, antar pusat, pusat dan wilayah belakang). Pengembangan transportasi laut baik dari sisi frekuensi pelayanan dan kapasitas pelabuhannya berperan penting dalam menciptakan pertumbuhan wilayah mengingat terbatasnya pengembangan wilayah daratan. Rendahnya aksesibilitas dari dan ke tiap bagian wilayah Provinsi Irian Jaya Barat ini selain karena faktor kesulitan geografis adalah karena permintaan/demand aktual dan permintaan potensial terhadap transportasi juga masih sangat terbatas.

(23)

Gambar 2.8 Sebaran Infrastruktur Jaringan Jalan, Transportasi Udara dan Transportasi Laut di Provinsi Irian Jaya Barat

Sumber : Dinas PU Provinsi Irian Jaya Barat

2.12 Ketersediaan Sarana

Dalam bidang infrastruktur dasar, rata-rata semua kabupaten mengalami keterbatasan, terutama terkait dengan perhubungan, telekomunikasi, energi, pemukiman. Jaringan sarana perhubungan praktis belum efektif menyentuh kampung dan daerah terisolir, belum efektifnya integrasi ekonomi antar wilayah karena perhubungan yang buruk, ketidak teraturan jadwal penerbangan dan perhubungan perintis, belum terkaitnya kawasan pemukiman kampung dengan sarana perhubungan utama. Pendek kata, infrastruktur dalam wilayah Irian Jaya Barat masih belum memadai, sementara hubungan ke wilayah lain diluar Provinsi sudah baik dan teratur jadwalnya.

Kualitas prasarana dasar termasuk penyediaan perumahan di semua kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat menunjukan bahwa tingkat ketersediaannya masih rendah. Berbeda dengan pemukiman transmigrasi yang telah tertata dengan baik prasarana dasarnya, kampung yang dimukimi oleh penduduk asli Papua belumlah demikian. Pada pemukiman penduduk asli, ketersediaan perumahan, program pembangunan perumahan dalam rangka pemukiman kembali penduduk dapat dikatakan tidak seluruhnya berhasil.

(24)

2.13 Aparatur Pemerintahan

Dengan adanya pemekaran kabupaten induk Manokawari, Fakfak dan Sorong maka terjadi pembagian aparatur pemerintahan, pembagian dana pembangunan, dana rutin dan lain sebagainya menyebabkan masalah baru terutama masalah kapasitas aparatur pemerintahan yakni bagaimana meningkatkan kapasitas aparatur pemerintahan agar mampu melaksanakan pelayanan sebaik-baiknya kepada publik dan materi-materi pelatihan apa saja yang diberikan dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintah daerah.

Dalam konteks Provinsi Irian Jaya Barat yang mayoritas masyarakatnya merupakan penduduk yang miskin dan berpegang kuat pada adat masih memerlukan banyak tenaga penyuluhan yang kreatif memberi pemahaman kepada masyarakat bagaimana hidup sehat dan lingkungan hygienis, memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tenaga penyuluh diperlukan di berbagai dinas seperti Dinas Kesehatan, Pendidikan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan Dinas Kependudukan. Selain itu, peningkatan kapasitas

Satu kelemahan program yang dijalankan adalah proses penerjemahan kebijakan ke tingkat lapangan. Proses pendampingan harus betul-betul intensif dilakukan. Jadi harus dilakukan 1) Monitoring Partisipasi dan Evaluasi 2) Pendampingan yang intensif (harus ada atas-bawah yang mau menjembatani) 3) Partisipasi, melibatkan pihak-pihak yang tidak ikut dalam proses-proses tersebut.

Tabel 2.16 : Banyaknya Pegawai Negeri Sipil Daerah menurut Tamatan Pendidikan Tahun 2004

Tingkat Pendidikan Unit Kerja

SD SLT

P SLTA Diploma S1 S2 S3 Jumlah

I. Pemda IJB - 4 158 91 110 4 - 367 II. Pemda Kabupaten/Kota 1. Fakfak 90 92 1605 775 649 53 - 3264 2. Sorong 144 207 2302 1153 964 59 - 4829 3. Manokwari 182 204 2773 1158 1050 23 - 5390 4. Kaimana 6 17 307 147 98 2 - 577 5. Sorong Selatan 4 22 439 267 213 6 - 951 6. Raja Ampat 4 21 373 174 175 3 - 750 7. T. Bintuni 9 11 347 100 138 4 - 609 8. T. Wondama - 24 226 91 125 3 - 509 9. Kota Sorong 41 71 1164 799 770 16 - 2861 Jumlah 480 673 9852 4755 4292 173 - 20107

(25)

Tabel 2.17 : Jumlah Aparatur Pemerintah di Provinsi Irian Jaya Barat

No. Aparatur Golongan/Eselon Jumlah

1. PNS Golongan I 533

2. PNS Golongan II 8.514

3. PNS Golongan III 9.341

4. PNS Golongan IV 1.781

T O T A L 20.169

Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006

Tabel 2.18 : Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota Dirinci Menurut Usia Keadaan Agustus 2004

Usia

18 – 20 21 – 25 26 – 30 31 – 35 36 – 40 41 – 45

I. Pemda IJB II. Pemda Kab/Kota

1. Fak fak 2 108 381 565 717 540 2. Sorong 2 145 501 894 1430 861 3. Manokwari 1 99 481 978 1253 937 4. Kaimana 6 56 68 66 23 - 5. Sorong Selatan 3 24 80 63 32 1 6. Raja Ampat 3 46 79 57 18 - 7. T. Bintuni 5 24 62 44 15 - 8. T. Wondama 6 28 54 33 29 - 9. Kota Sorong 8 99 308 482 734 517 Jumlah 36 629 2015 3186 4266 2874

Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006

2.14 Hukum dan Kelembagaan

Dalam pembangunan hukum di Provinsi Irian Jaya Barat tetap akan mengacu kepada RPJM Nasional. Pembangunan Sistim dan Politik Hukum menjadi pedoman bagi program pembangunan yang akan dilaksanakan dalam bidang hukum. Melalui pembenahan sistim dan politik hukum maka akan diciptakan sistim hukum mnasional yang adil, konsekuen dan tidak diskriminatif serta mampu menjamin konsistensi peraturan perundang-undangan di semua tingkatan di Indonesia termasuk Provinsi Irian Jaya Barat.

Pembangunan hukum akan diarahkan pada :

• Penataan kembali subtansi hukum melalui peninjauan dan penbataan kembali peraturan daerah

• Melakukan pembenahan struktur hukum dan sekaligus memberikan

penghargaan dan pengakuan secara kongkrit atas hukum adat di Provinsi Irian Jaya Barat

(26)

Untuk itu, program pokok yang akan dilaksanakan adalah :

• Evaluasi secara menyeluruh peraturan daerah

• Peningkatan program legislasi daerah

• Penataan kembali regulasi dan peraturan daerah

• Perumusan pola perencanaan kelembagaan hukum

• Peningkatan kualitas aparat penegak hukum

• Peningkatan kompetensi aparat hukum

• Peningkatan kesadaran hukum

Dalam bidang kelembagaan, sasaran yang akan kita tuju adalah terwujudnya tatanan birokrasi yang bersih dan berwibawa serta membangun kapsitas kelembagaan agar mampu melaksanakan visi dan misi organisasi serta TUPOKSI-nya.

Untuk itu kebijakan yang akan ditempuh adalah peningkatan kualitas SDM, penyusunan produk kelembagaan, melakukan penataan kelembagaan serta penyusunan sistim rekrutmen aparatur dan reward and punishment.

2.15 Daya Saing Wilayah

Daya saing didefinisikan sebagai suatu kapasitas tertentu yang dimiliki dan mengungguli lainnya untuk suatu kondisi tertentu. Dengan demikian jelas bahwa kemampuan untuk bersaing merupakan kunci bagi tercapainya kemajuan. Daya saing yang tinggi akan mampu membuat posisi yang lebih baik sehingga setiap waktu dapat mengatasi berbagai tantangan serta mampu memanfaatkan peluang. Daya saing, yang pada awalnya merupakan terminologi yang dikenal dalam dunia ekonomi khususnya perusahaan, kini menjadi relevan dalam kebijakan publik. Ini berarti daya saing menjadi penting untuk diwujudkan oleh lembaga pemerintahan dalam suatu wilayah administrasi.

Bagi daerah, pengembangan daya saing itu mencakup sektor publik tetapi juga dikalangan masyarakat madani serta dunia usaha. Dengan paradigma desentralisasi, kini masing-masing kabupaten akan saling bersaing menjadikan wilayahnya unggul dan otonomisasi akan menjadi realistis.

Oleh sebab itu, platform pembangunan dimasing-masing daerah sangat penting karena akan menjadi acuan untuk mengembangkan daya saing masing-masing Daerah. Dalam hal ini berbagai hal yang menjadi inti pokok mengembangkan daya saing daerah adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas pelaksanaan otonomi daerah

2. Kemampuan kelembagaan.

3. Kewenangan regulasi yang efektif di tingkat daerah. 4. Kualitas managemen wilayah

5. Pembangunan infrastruktur. 6. Tata Ruang

(27)

2.16 Permasalahan Pembangunan

2.16.1 Keterisoliran Wilayah (Kampung dan Distrik)

Sebagai satuan terkecil dari struktur kewilayahan, kampung memegang peranan penting dalam menampung aspirasi penduduk lokal di Tanah Papua. Dari kampung berawal berbagai aspirasi penduduk lokal mengenai kebutuhan pembangunan. Aspirasi tersebut kemudian dapat diangkat menjadi suatu isu dan kebutuhan pembangunan di tingkat distrik. Namun demikian permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar distrik dan kampung di Provinsi Irian Jaya Barat adalah keterisolasian wilayah. Hal ini disebabkan karena kondisi topografi di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat sangat khas dengan daerah pegunungan, bukit, karst dan juga rawa.

Wilayah kampung dan distrik yang banyak berada di daerah bukit, rawa dan pesisir, belum terhubung dengan moda transportasi yang memadai. Jalan darat belum banyak terbangun, sedangkan jalur perhubungan laut difasilitasi oleh pelayaran kapal perintis dan juga perahu-perahu kecil dengan motor tempel. Namun demikian hal ini pun belum memenuhi demand dari penduduk lokal karena adanya ketidakteraturan jadwal pelayaran akibat kapasitas muat yang kurang dari demand kebutuhan angkutan.

Selain sulitnya akses menuju kampung dan distrik, sarana perhubungan dan telekomunikasi pun masih minim. Sebagian besar kampung dan distrik belum memiliki akses terhadap saluran telepon, listrik dan energi. Hal ini memperkuat kondisi keterisoliran wilayah. Demi tujuan pemerataan pembangunan di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat maka membuka ketersoliran kampung dan distrik agar terhubung dan terintegrasi dengan pusat pertumbuhan di kota perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan darat dan sarana telekomunikasi yang dapat menghubungkan pusat pertumbuhan dengan daerah

hinterland-nya atau daerah-daerah yang terisolir. Selain itu juga peningkatan

pelayanan transportasi laut yang menghubungkan kampung-kampung di wilayah pesisir dengan distriknya perlu dilakukan sebagai alternatif yang dapat menjawab keterbatasan akses akibat kondisi topografi tersebut.

a) Kualitas Permukiman yang Tidak Memadai bagi Penduduk Asli Papua

Kebanyakan dari penduduk asli Papua menetap dan hidup di kampung-kampung jauh dari jangkauan pelayanan pemerintah. khususnya untuk kampung-kampung yang berada di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat, terletak di daerah pesisir dan pegunungan. Kampung yang terletak di wilayah pesisir merupakan wujud permukiman nelayan yang memiliki prasana dasar yang sangat minim. Keberadaan sarana sanitasi dan air bersih umumnya berada dalam kondisi yang tidak layak secara kesehatan. Sehingga sub-standarisasi telah menjadi kondisi yang umum di sejumlah kampung-kampung di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat. Demikian pula halnya dengan kondisi permukiman di kampung yang terletak di daerah pegunungan.

b) Pola pembangunan yang belum sesuai dengan nilai lokal

Berbagai pola pembangunan yang selama ini diterapkan oleh Pemerintah Pusat untuk pembangunan di daerah tidak semuanya dapat diimplementasikan sesuai

(28)

dengan kondisi daerah. Sebagai contoh konsep desa yang ada di pulau Jawa dengan

kepemimpinan Kepala Desa yang digaji oleh Pemerintah tidak tepat

diimplementasikan di Papua, karena di Papua telah berkembang satuan komunitas yang dikelompokkan dan diikat berdasarkan nilai dan norma adat/kekerabatan sosial. Komunitas ini dipimpin oleh tokoh adat yang dihormati dan dipilih secara hukum adat. Aturan-aturan hukum dalam komunitas ini didasarkan pada norma adat yang diajarkan secara turun-menurun oleh nenek moyang mereka. Di dalam aturan tersebut juga termasuk tata cara mengelola sumber daya alam yang menjadi sumber penghidupan bagi mereka. Adanya dualisme kepemimpinan di tingkat kampung ini telah menimbulkan konflik sosial diantara penduduk lokal yang tentunya dapat menghambat proses pembangunan.

Dengan adanya kewenangan pemerintah daerah untuk membangun daerahnya berdasarkan kebutuhan dan karakteristik lokal, maka diharapkan Pemerintah Provinsi dan Daerah dapat mewujudkan pola-pola pembangunan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokal.

2.16.2 Terbatasnya Kapasitas Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia merupakan masalah utama di Papua khususnya di Provinsi Irian Jaya Barat. Terbatasnya kapasitas sumber daya manusia di Provinsi ini akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan dari masyarakat lokal. Dalam bidang pendidikan, tingkat melek huruf orang dewasa yang paling rendah di Indonesia, yaitu sebanyak 74,4% (Indonesia Human Development Report 2004).

Berdasarkan hasil serangkaian lokakarya Perencanaan Pembangunan Provinsi yang dilakukan di seluruh Kabupaten/Kota di Irian Jaya Barat (Tahun 2005), disimpulkan bahwa penyebab persoalan rendahnya tingkat pendidikan di Provinsi Irian Jaya Barat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain adalah:

• Ketidakefisienan anggaran untuk pendidikan.

• Jarak antara sekolah yang dibangun dengan desa-desa/permukiman sangat jauh dan medan yang berat.

• Kualitas pendidikan bermutu rendah.

• Keterbatasan ekonomi orang tua.

• Anak-anak diperlukan untuk membantu kegiatan keluarga dan desa, akibatnya pada saat musim panen mereka lebih banyak diperlukan tenaganya untuk membantu orang tuanya dan meninggalkan sekolah.

• Sistem pendidikan tidak menjawab kebutuhan dan keadaan lokal.

• Guru-guru yang ditempatkan di pedalaman menghadapi banyak hambatan yang kompleks dan kurangnya pelatihan untuk guru-guru.

• Fasilitas perumahan bagi guru di daerah pedesaan tidak mencukupi dan terkadang tidak ada.

• Guru memiliki komitmen yang rendah, akibat status yang rendah dari profesi guru selain kondisi kerja yang kurang baik.

• Kurikulum pendidikan yang terpusat dan sistem penyampaiannya yang ditentukan oleh pemerintah pusat dalam banyak hal kurang relevan dengan

(29)

Pada bidang kesehatan, faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan di Irian Jaya Barat adalah sebagai berikut :

• Tingkat pengetahuan masyarakat akan kesehatan rendah (terkait dengan pendidikan yang rendah dan minimnya informasi)

• Jangkauan layanan kesehatan sangat terbatas. (Terkait dengan medan yang berat dan kondisi transportasi serta komunikasi tidak memungkinkan. Banyak daerah yang tidak terakses oleh pelayanan kesehatan yakni puskesmas keliling)

• Frekuensi tenaga medis yang datang ke wilayah terpencil sangat terbatas karena faktor tingginya biaya transportasi (Harga BBM).

• Tidak ada atau minimnya sarana perumahan bagi tenaga medis.

Alokasi anggaran untuk bidang kesehatan saat ini diprioritaskan untuk penyediaan sarana dan prasarana fisik (’pengobatan’) seperti penyediaan obat-obatan, gudang obat dan bangunan puskesmas. Belum ada informasi yang jelas mengenai berapa alokasi anggaran untuk program-program penyuluhan (terkait dengan ’pencegahan’). Berkaitan dengan upaya-upaya perbaikan tingkat kesehatan masyarakat , maka upaya-upaya perbaikan tingkat kesehatan dititikberatkan pada :

• Peningkatan pelayanan kesehatan untuk dapat menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan usia harapan hidup.

• Peningkatan efisiensi anggaran bidang kesehatan.

• Pendekatan spasial dalam pelayanan kesehatan

• Penyuluhan mengenai sanitasi dan lingkungan (Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan).

2.16.3 Rendahnya Daya Saing Pengusaha Lokal.

Kegiatan ekonomi di wilayah ini didominasi kegiatan investasi yang bergerak dalam kegiatan ekstraksi sumber daya alam. Biasanya kegiatan investasi ini dimotori oleh para perusahaan asing yang bekerja sama dengan perusahaan nasional, lokal maupun pemerintah. Sifat dari kegiatan ini adalah padat modal dan memerlukan bantuan peralatan dan teknologi tinggi. Konsekuensinya kebutuhan SDM yang dapat terlibat dalam kegiatan tersebut haruslah SDM yang memiliki kualitas yang baik dan menguasai teknologi atau ketrampilan khusus. Namun di sisi lain rendahnya kualitas SDM penduduk asli papua menyebabkan pengusaha lokal kalah bersaing dengan pengusaha dari luar daerah untuk mendapatkan proyek-proyek yang mendukung kegiatan investasi tersebut. Hal ini diantaranya disebabkan oleh adanya keterbatasan kapasitas, kelembagaan, budaya dan jaringan usaha dari pengusaha lokal.

Berdasarkan hal tersebut pengusaha lokal Papua cenderung mengantungkan sumber kegiatannya kepada kegiatan program/proyek dari Pemerintah. Hasil kajian selama ini menunjukkan bahwa pengusaha lokal Papua banyak berperan dalam bidang perdagangan guna memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah dalam nilai transaksi yang terbatas (kurang dari Rp. 1 Milyar). Jasa kontraktual pun masih kecil dan terbatas pada pekerjaan yang membutuhkan syarat teknis yang ringan.

Selain itu kebijakan untuk menggerakkan kelompok usaha lokal Papua masih menggunakan pola konvensional yaitu memberikan jatah pekerjaan atau arahan yang

(30)

sifatnya captive policy yang sengaja diperuntukkan untuk pengusaha lokal, dengan kata lain penentuan pemberian pekerjaan tidak didasarkan pada persyaratan bisnis profesional. Lambatnya pertumbuhan dunia usaha lokal dipicu juga oleh tidak jelasnya pola penanganan yang dikembangkan selama ini dan juga praktek KKN yang marak dilakukan.

Jika hal tersebut terus berlangsung dan tidak terdapat kebijakan yang dapat meningkatkan kapasitas pengusaha lokal agar memiliki daya saing yang tinggi, maka lambat laun keberadaan pengusaha lokal asli Papua akan tereduksi, hal ini tentunya akan menghambat proses dan inisiatif pengembangan ekonomi lokal bagi kesejahteraan masyarakat asli Papua.

2.16.4 Tingginya Angka Kemiskinan

Berdasarkan data BPS, prosentase kemiskinan di Provinsi Irian Jaya Barat mencapai 75,4% dari seluruh total penduduk. Penduduk miskin tersebut umumnya bermukim di kampung yang hanya mengandalkan pola hidup subsisten dan tradisional. Pada dasarnya penyebab kemiskinan adalah persoalan multi-dimensi yang membentuk suatu lingkaran kemiskinan. Persoalan ini berawal dari rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, kurangnya lapangan kerja, dan kondisi permukiman yang tak layak, keterisolasian sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja. Semua persoalan tersebut berujung pada rendahnya pendapatan masyarakat, kecilnya laju pertumbuhan ekonomi dan tingginya tingkat pengangguran.

Berdasarkan hal tersebut upaya pemberdayaan masyarakat, pembinaan komunitas adat terpencil, rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi masyarakat marginal terutama ditingkat kampung perlu dilakukan dan diprioritaskan guna menjawab permasalahan kemiskinan. Khusus untuk wilayah Provinsi Irian Jaya Barat, pendekatan secara kultural perlu dilakukan walaupun memerlukan pendanaan yang cukup tinggi dan waktu yang lama.

2.16.5 Pertumbuhan Wilayah yang Tidak Merata

Salah satu pemicu pertumbuhan wilayah adalah kegiatan perekonomian yang dinamis. Adanya faktor supply dan demand dari kegiatan perekonomian akan memunculkan berbagai eksternalitas bagi pertumbuhan wilayah. Selama ini pertumbuhan wilayah di Irian Jaya Barat terbatas pada wilayah-wilayah tempat kegiatan investasi ekstraksi sumber daya alam berlangsung. Sebagai contoh Kota Sorong, yang sejak dahulu merupakan pusat kota eksploitasi minyak bumi, telah berkembang menjadi kota yang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap jika dibandingkan dengan kota-kota lain di Provinsi ini. Hal ini dapat dipahami karena dalam kegiatan eksploitasinya berbagai perusahaan tersebut telah berkontribusi untuk membangun infrastruktur yang diperlukan.

Selain itu wilayah yang cepat tumbuh adalah wilayah yang merupakan ibu kota kabupaten, seperti Manokwari dan Sorong. Di wilayah tersebut terletak pusat kegiatan pemerintahan dan usaha yang menjadi pemicu pertumbuhan wilayah. Namun demikian wilayah hinterland dari pusat-pusat pertumbuhan tersebut belum berkembang akibat dari sulitnya akses yang menghubungkan ke pusat pertumbuhan,

(31)

mengingat kondisi topografis dan geografis yang membatasi ruang gerak pembangunan infrastruktur wilayah.

Berdasarkan hal tersebut, suatu strategi untuk memeratakan pertumbuhan di wilayah ini perlu diimplementasikan kedalam suatu tindakan nyata. Penyebaran Pusat Pertumbuhan atau Diversified Growth Strategy dengan maksud menyebarkan pertumbuhan baik dalam konteks wilayah maupun sektor kegiatan dapat dijadikan acuan untuk mendorong pengembangan wilayah.

Dengan mempertimbangkan kendala ekosistem dan juga peluang ekonomi wilayah, maka pendekatan eco-region dapat menjadi acuan untuk mendorong program sektoral di wilayah ini. Berdasarkan hal tersebut program-program spesifik dapat muncul menurut kondisi eco-region seperti pegunungan, daerah pedalaman, pesisir, dataran rendah dan kepulauan. Prioritas program tersebut perlu disesuaikan dengan keunggulan dan kapasitas yang tersedia di wilayah masing-masing.

Saat ini di kelima wilayah eco-region tersebut, telah berkembang kegiatan ekonomi masyarakat lokal namun skalanya masih kecil dan sifatnya masih sub-sisten/tradisional. Komunitas masyarakat tersebut kebanyakan merupakan penduduk asli Papua yang telah bermukim sejak lama dengan kondisi kesejahteraan yang masih minim. Dengan membangun infrastruktur sesuai kebutuhan maka interaksi dan integrasi sektoral dan regional akan dapat terwujud.

2.16.6 Ketidakseimbangan Struktur Ekonomi Wilayah

Struktur perekonomian yang membentuk PDRB di Provinsi Irian Jaya Barat masih didominasi dari sektor atau industri yang sifatnya ekstraktif terhadap sumber daya alam seperti pertambangan dan MIGAS, perikanan, dan kehutanan. Padahal produktivitas tenaga kerja pada sektor-sektor tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor jasa atau pertambangan dan industri.

Tantangan di wilayah ini adalah mayoritas penduduk asli di wilayah ini masih memiliki pola subsisten yang sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk dapat bertahan hidup. Walaupun sebagian lainnya bermata pencaharian petani. Namun demikian kontribusi di sektor pertanian yang menjadi tumpuan penghidupan bagi kebanyakan masyarakat lokal sangat rendah jika dibandingkan dengan sektor pertambangan dan MIGAS. Dari struktur PDRB tersebut dapat diindikasikan bahwa pertumbuhan sektor modern tidak banyak menghasilkan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal.

(32)

Gambar 2.9 Daerah Bomberay: Potensial untuk dikembangkan sebagai peternakan skala besar

a) Pertanian:

• Minimnya (terbatasnya) lahan dan keterbatasan pembukaan lahan baru sehingga perlu dikembangkan kawasan-kawasan sentra produksi.

• Minimnya tenaga-tenaga penyuluh.

• Tingginya biaya produksi.

• Hasil produksi belum berskala ekonomi

• Produksi petani yang masih subsisten dengan kepemilikan faktor produksi yang terbatas.

• Minimnya infrastruktur dasar (jaringan jalan), terutama pada kawasan sentra-sentra produksi sehingga penyediaan jaringan jalan dari dan ke kawasan sentra-sentra produksi harus segera diwujudkan.

• Adanya masalah pertanahan dan hak ulayat b) Perikanan :

• Terbatasnya SDM perikanan (skill)

• Minimnya alat tangkap yang memadai

• Skala produksi yang masih kecil baik untuk perikanan tangkap maupun budidaya.

• Minimnya upaya pembinaan

• Minimnya prasarana dan sarana

• Pemasaran produk baru terbatas pada perdagangan antar pulau.

• Minimnya data dasar, seperti jumlah nelayan, produksi nelayan.

• Sentra produksi perikanan jauh dari pasar nasional.

Berbagai permasalahan yang menjadi ketidakseimbangan struktur ekonomi

wilayah tersebut berawal dari

permasalahan umum sektor

perekonomian rakyat seperti pertanian, perkebunan dan perikanan serta sektor

penunjangnya yakni perhubungan

Gambar

Gambar 2.1 : Peta Letak Geografis Provinsi Irian Jaya Barat
Tabel 2.1 : Luas Wilayah dan Jumlah Distrik Se-Kabupaten/Kota  Jumlah
Tabel  2.2 : Topografi Luas Kemiringan Lahan
Tabel 2.3 :  Jumlah dan Kepadatan Penduduk per km² dan per Rumah Tangga  Menurut Kabupaten/Kota  Jumlah  Kepadatan  Penduduk Kabupaten/Kota Luas Wilayah  Penduduk  Rumah  tangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

infeksi yang kurang serius, untuk penyakit-penyakityang terutama ditularkan secara langsung sebagai tambahan terhadap hal pokok yang dibutuhkan, diperlukan

Histogram dibawah ini menunjukan bahwa kandungan asam lemak tak jenuh tunggal yang paling tinggi adalah asam oleat dengan presentase sebagai berikut, ikan asap

AWAL BULAN DIMULAI PADA SAAT, ATAU DITANDAI DGN, TERBENAMNYA MATAHARI SETELAH IJTIMAK (KONJUNGSI BULAN - MATAHARI) DAN PADA SAAT MATAHARI TERBENAM POSISI BULAN MINIMAL 02 °°°°

Tingkat Suku Bunga SBI yang tinggi menyebabkan melambatnya pertumbuhan kredit di Indonesia, hal ini justru mendorong perbankan untuk menyimpan lebih banyak dana

Menetapkan : Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat tentang Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011-2015. PERTAMA :

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kecukupan panas proses pasteurisasi sari buah jambu biji merah yang dilakukan pada dua suhu yang berbeda (65 o C dan 77 o C) dengan

Proses peningkatan kualitas dari citra sidik jari berjenis kering menggunakan metode discrete fourier transform, yang mengalami pemfilteran dikawasan frekuensi,

Pada pertemuan ini, pembahasan tabel kontingensi akan diarahkan pada beberapa sub-pokok bahasan mencakup : s truktur peluang, perbandingan proporsi, odds ratio, review uji