RUMAH ADAT DI INDONESIA
PULAU SUMATERA
Terdiri dari 10 provinsi
“Rumoh Aceh” merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang
antara 2,50-3 meter, terdiri dari tiga atau lima ruang, dengan satu ruang utama yang dinamakan
rambat. Rumoh dengan tiga ruang memiliki 16 tiang,
sedangkan Rumoh dengan lima ruang memiliki 24 tiang.
Pintu utama Rumoh Aceh tingginya selalu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa. Biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120-150 cm sehingga setiap orang yang masuk ke Rumoh Aceh harus menunduk. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan ruang yang sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi atau meja.
“Rumah adat Batak
Toba” berdasarkan
fungsinya rumah yang
digunakan untuk
tempat tinggal keluarga
disebut ruma,
Tipe khas rumah adat Batak Toba adalah bentuk
atapnya yang melengkung dan pada ujung atap
sebelah depan kadang-kadang dilekatkan tanduk
kerbau, sehingga rumah adat itu menyerupai
Setiap suku di batak memiliki
rumah yang berbeda-beda
pula. Perbedaanya biasa
terletak pada bentuk atap.
Tapi pada umumnya rumah
batak memiliki bentuk atap
segitiga yang runcing.
Keunikannya, disebelah
depan rumah dihiasi dengan
oramen dalam bentuk ukiran
yang disebut dengan
“gorga” dan terdiri dari
beberapa jenis yaitu gorga
sampur borna, gorga
sipalang dan gorga
sidomdom di robean.
tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini
boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau. Mungkin seluruh orang Indonesia sudah mengenal rumah ini.
Rumah adat suku
Minangkabau bernama
Rumah Gadang yang artinya rumah besar. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah
Bagonjong atau ada juga
yang menyebut dengan nama Rumah Baanjung.
Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah.
Arsitekturnya sangat unik dengan bentuk atap yang
menyerupai tanduk kerbau dahulunya dibuat dari bahan ijuk. Keunikan
lainnya terletak pada ukirannya.
Ruang bagian depan, merupakan ruang lepas dan tidak berkamar-kamar. Ruang ini berfungsi sebagai ruang
keluarga, tempat diselenggarakan administrasi keluarga dan tempat musyawarah. Ruangan ini bernaung dibawah kekuasaan ninik mamak.
Ruang bagian tengah, hanya ada jika rumah terdiri dari 3 lanjar. Ruang ini merupakan tempat menerima tamu
perempuan.
Ruang bagian belakang, terdiri dari beberapa kamar yang jumlahnya tergantung besar rumah dan jumlah
penghuninya. Setiap kamar adalah milik anak perempuan. Ruang ini bernaung dibawah kekuasaan ibu.
Disebut Lancang atau Pencalang karena bentuk hiasan kaki dinding depannya mirip perahu, bentuk dinding Rumah yang
miring keluar seperti miringnya dinding perahu layar mereka, dan jika dilihat dari jauh bentuk Rumah tersebut seperti
Rumah-Rumah perahu (magon) yang biasa dibuat penduduk. Sedangkan nama Lontik dipakai karena bentuk perabung (bubungan)
atapnya melentik ke atas.
Rumah Lancang atau
Pencalang merupakan nama salah satu Rumah tradisional masyarakat Kabupaten
Kampar, Provinsi Riau, Indonesia. Selain nama Rumah Lancang atau
Pencalang, Rumah ini juga dikenal dengan sebutan Rumah Lontik.
Rumah Lancang merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Mereka menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak, wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan puasa. Rumah yang berbentuk panggung untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang mempunyai anak tangga berjumlah lima merupakan bentuk ekspresi keyakinan masyarakat.
Salah satu rumah untuk tempat tinggal masyarakat Kepulauan Riau adalah rumah Belah
Bubung. Rumah ini juga dikenal dengan sebutan rumah Rabung atau rumah Bumbung Melayu. Nama rumah Belah Bubung diberikan oleh orang Melayu
karena bentuk atapnya terbelah.
Disebut rumah Rabung karena atapnya mengunakan perabung. Sedangkan nama rumah Bubung Melayu diberikan oleh orang-orang asing, khususnya Cina dan Belanda, karena bentuknya berbeda dengan rumah asal mereka, yaitu berupa rumah
Besar kecilnya rumah yang dibangun ditentukan oleh
kemampuan pemiliknya, semakin kaya seseorang semakin besar rumahnya dan semakin banyak ragam hiasnya.
Namun demikian, kekayaan bukan sebagai penentu yang mutlak. Pertimbangan yang paling utama dalam membuat rumah adalah keserasian dengan pemiliknya. Untuk
menentukan serasi atau tidaknya sebuah rumah, sang pemilik menghitung ukuran rumahnya dengan hitungan hasta, dari satu sampai lima. Adapun uratannya adalah: ular berenang, meniti riak, riak meniti kumbang berteduh, habis utang berganti utang, dan hutang lima belum
berimbuh. Ukuran yang paling baik adalah jika tepat pada hitungan riak meniti kumbang berteduh.
Rumah adat jambi “rumah panggung kajang lako”
Rumah tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau
Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo
seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas
melengkung ke atas. Kajang Lako terdiri dari 8
ruangan.
Bangunan rumah tinggal orang Batin dihiasi dengan beberapa motif ragam hias yang berbentuk ukir-ukiran. Motif ragam hias di sana adalah flora
Rumah Bari Palembang (Rumah Adat Limas)
Merupakan Rumah panggung kayu. Bari dalam bahasa
Palembang berarti lama atau
kuno. Dari segi arsitektur, rumah-rumah kayu itu disebut rumah-rumah
limas karena bentuk atapnya yang berupa limasan.
Bangunan
rumah limas biasanya
memanjang ke belakang
Rumah limas yang besar melambangkan status sosial
pemilik rumah. Biasanya pemiliknya adalah keturunan
keluarga Kesultanan Palembang, pejabat pemerintahan
Hindia Belanda, atau saudagar kaya.
Rumah adat tradisionalnya adalah rumah rakit.
Secara umum arsitektur di
Kepulauan Bangka Belitung berciri Arsitektur Melayu seperti yang
ditemukan di daerah-daerah
sepanjang pesisir Sumatera dan Malaka.
Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal,
Melayu Bubung Panjang dan Melayu Bubung Limas.
Nama rumah adat daerah bengkulu adalah rumah rakyat. Terdiri dari 3 kamar : kamar orang tua, kamar gadis, dan kamar bujang.
Rumah tradisional Bengkulu
termasuk tipe rumah panggung. Rumah panggung ini dirancang untuk melindungi penghuninya dari banjir.
Disamping itu kolong rumah panggung juga dapat
dipergunakan untuk menyimpan gerobak, hasil panen, alat-alat pertanian, kayu api, dan juga
berfungsi sebagai kandang hewan ternak.
Rumah tradisional adat Lampung
memiliki kekhasan seperti: berbentuk
panggung, atap terbuat dari anyaman ilalang, terbuat dari kayu
dikarenakan untuk
menghindari serangan hewan dan lebih kokoh.
Bila terjadi gempa bumi, karena masyarakat lampung telah mengenal gempa dari zaman dahulu dan lampung terletak di pertemuan lempeng asia dan australia rumah ini disebut
Rumah Adat Lampung umumnya terdiri dari bangunan tempat tinggal disebut Lamban, Lambahana atau Nuwou, bangunan ibadah yang disebut Mesjid, Mesigit, Surau, Rang Ngaji, atau Pok Ngajei, bangunan musyawarah yang disebut sesat atau bantaian, dan bangunan penyimpanan bahan
makanan dan benda pusaka yang disebut Lamban Pamanohan
Bangunan lain adalah Nuwou Sesat. Bangunan ini aslinya adalah balai pertemuan adat tempat para purwatin
(penyimbang) pada saat mengadakan pepung adat
(musyawarah). Karena itu balai ini juga disebut Sesat Balai Agung.
PULAU JAWA
“Rumah Kebaya” merupakan rumah
adat betawi dengan bentuk atap
perisai landai yang diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai,
terutama pada bagian teras.
Bangunannya ada yang berbentuk rumah paggung dan ada pula yang menapak di atas tanah dengan lantai yang ditinggikan.
Ciri khas rumah ini adalah teras rumahnya yang luas disanalah ruang tamu dan bale tempat santai pemilik rumah berada, semi terbuka hanya di batasi pagar setinggi 80 cm dan biasanya lantainya lebih tinggi dari permukaan tanah dan terdapat tangga terbuat dari batubata di semen paling banyak 3 anak tangga. Depan dan sekeliling rumah adalah
halaman rumah yang luas baru pagar paling luar dari rumah tersebut. Bentuknya sederhana dan terbuat dari kayu dengan ukiran khas betawi
Di bagian tengah sebagai ruang tinggal dibatasi dinding tertutup, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah.
Dinding bagian depan biasanya dibuat dari panil-panil yang dapat dilepas saat pemilik rumah
menyelenggarakan acara yang membutuhkan ruang lebih luas.
Tiang-tiang rumah lebih tampak jelas di bagian teras, berdiri di atas lantai yang agak naik dari ketinggian tanah di halaman. Terdapat tangga pendek dari batu-bata atau kayu untuk mencapai teras rumah.
Keraton Kasepuhan
Cirebon merupakan model rumah adat Jawa Barat. Keraton ini terdiri 4
ruangan. Jinem atau pendopo, Pringgodani, ruang Probayasa, dan ruang Panembahan.
Banten dulunya merupakan bagian dari daerah Propinsi Jawa Barat , dan menjadi provinsi baru di tahun 2000. Banten dikenal dengan suku aslinya, yaitu suku Baduy.
Bentuk rumah adat bantens uku Baduy ini merupakan rumah panggung yang hampir keseluruhan bahan bangunan rumah berasal dari bambu. Atapnya terbuat dari daun yang disebut
dengan sulah nyanda. Rumah tanpa jendela, bagi mereka untuk
melihat diluar tinggal melobang lantai yang terbuat dari bambu.
Bilik rumah dan pintu rumah terbuat dari anyaman bambu yang dianyam secara vertikal. Ada 3 ruangan dalam bangunan rumah adat. Seluruh bangunan rumah dibuat saling menghadap satu dengan yang lain, hanya diperbolehkan membangun rumah menghadap ke Utara-selatan saja.
Rumah joglo merupakan
bangunan arsitektur tradisional jawa tengah, rumah joglo
mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari soko guru berupa empat tiang utama
penyangga struktur bangunan serta tumpang sari yang berupa susunan balok yang disangga soko guru.
Susunan ruangan pada Joglo umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau ruang pringgitan, dan ruang belakang yang disebut dalem atau ruang keluarga.
Bangsal Kencono Kraton Yogyakarta merupakan sebuah bangunan
Pendopo model rumah adat daerah Yogyakarta. Di depan Bangsal
Kencono terdapat dua
patung batu Gupolo yang memegang gada (sejenis alat pemukul ).
Model rumah adat Jawa Timur umumnya mengambil bentuk Joglo. Ada juga yang berbentuk limasan (dara gepak), dan bentuk srontongan (empyak setangkek). Khusus untuk rumah berbentuk joglo, kota-kota di Jawa Tengah.
Model rumah adat Jawa Timur Rumah Situbondo yang mendapat pengaruh dari rumah Madura. Rumah itu
tidak meniliki pintu belakang dan tanpa kamar-kamar pula. Serambi depan tempat menerima tamu laki-laki dan tamu perempuan diterima di serambi belakang. Mereka masuk dari samping rumah.
PULAU
NUSA TENGGARA DAN BALI
Rumah Bali harus sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali ajaran terdapat pada kitab suci Weda yang mengatur soal tata letak sebuah
bangunan, hampir mirip seperti ilmu Feng Shui dalam ajaran Budaya
China. Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional Bali selalu dipenuhi pernak pernik yang
berfungsi untuk hiasan, seperti ukiran dengan warna-warna yang
kontras alami. Selain sebagai hiasan mereka juga mempunyai makna tertentu sebagai ungkapan terimakasih kepada sang pencipta, serta simbol-simbol ritual seperti patung.
Bali memiliki ciri khas arsitektur yang timbul dari suatu tradisi,
kepercayaan dan aktifitas spiritual masyarakat Bali itu sendiri yang diwujudkan dalam berbagai bentuk fisik bangunan yang ada. Seperti rumah, pura (tempat suci umat Hindu), Banjar (balai pertemuan) dan lain-lain.
Istona Sultan Sumbawa merupakan model rumah adat daerah Nusa Tenggara Barat. Bangunan tersebut
berlantai tiga, terbuat dari kayu jati dan beratap strap. Lantai bawah tempat pengawalan. Lantai kedua,
tempat kediaman sultan dan permaisuri. Sedangkan ketiga disediakan untuk para putri dan keluarga
Di NTT ada banyak sekali rumah adat yang kesemuanya sangat etnik. Setiap daerah di NTT memiliki rumah yang desain yang
berbeda-beda. Namun, kalau dilihat perhatikan rumah adat di NTT menyerupai bangunan megalitik yang berupa susunan batu-batuan ceper. Layaknya batu menhir yang dibuat oleh Obelix di cerita
komik Asterix. Di NTT, Penduduk desA masih mendiami
PULAU KALIMANTAN
Terdiri Dari 4 Provinsi
Rumah adat kalimantan barat ini memang sangat unik, selain karena bentuknya yang panjang dan berbeda dibandingkan
rumah biasa lainya, rumah panjang juga berpanggung, sehingga terlihat panjang dan tinggi. Rumah Panjang atau disebut rumah
betang adalah sebuah tiruan (reflika) dari rumah panjang
tradisional suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan. Rumah ini dibangun
dengan tiang tinggi lebih dari 2 meter, sehingga orang dapat dengan
leluasa berjalan di bawah dan di dalam rumah.
Rumah Panjang terletak di Jalan Sutoyo Pontianak,
rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang DayakBentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian 3-5 meter dari tanah.. untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang
mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit
pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari
satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota
komunitas hunian tersebut.
Rumah Banjar adalah rumah tradisional suku Banjar. Arsitektur tradisional ciri-cirinya antara lain mempunyai perlambang,
mempunyai penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris.
Umumnya rumah tradisional Banjar dibangun dengan ber-anjung (ba-anjung) yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama karena itu disebut Rumah
Baanjung. Keagungan seorang penguasa pada masa
pemerintahan kerajaan diukur oleh kuantitas ukuran dan
kualitas seni serta kemegahan bangunan-bangunan kerajaan Khususnya istana raja (Rumah Bubungan Tinggi). Dalam suatu Perkampungan suku Banjar terdiri dari bermacam-macam
jenis rumah Banjar yang mencerminkan
Kata ’rumah lamin’ memililki arti rumah panjang kita semua, karena rumah ini digunakan untuk beberapa keluarga yang tergabung dalam satu keluarga besar. Ciri dari rumah ini
berbentuk panggung degan ketinggian kolong sampai 3 meter. Denahnya berbentuk segi empat memanjang dengan atap pelana. Bagian gevel diberi teritis dengan kemiringan curam. Tiang-tiang rumah terdiri dari dua bagian,
bagian pertama menyangga
rumah dari bawah sampai atap, bagian kedua merupakan tiang kecil yang mendukung
balok-balok lantai panggung. Baik tiang utama maupun
pendukung yang berada di bagian kolong terkadang diukir dengan bentuk patung-patung untuk mengusir gangguan roh jahat dan menurut saya sangat full
PULAU SULAWESI
1. PROVINSI SULAWESI UTARA
Rumah adat suku Minahasa dari sulawesi utara disebut Rumah Pewaris atau Walewangkoa.
Rumah ini merupakan rumah panggung yang dibangun di atas tiang dan balok yang di antaranya terdapat balok-balok yang tidak boleh disambung. Salah satu ciri rumahnya ialah bentuk tangganya. Jika biasanya rumah adat hanya memiliki tangga dengan desain yang kaku, rumah Minahasa memiliki tangga dengan konstruksi
seperti huruf X. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa
peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya. Sekarang ini, Rumah Pewaris memiliki beberapa ruang. Setup Emperan yang digunakan untuk menerima tamu. Pores , untuk ruang tidur orang tua dan anak perempuan. Dan sangkor yang digunakan sebagai lumbung padi. Pada rumah adat ini, dapur biasanya terpisah dari rumah utamanya.
2. PROVINSI SULAWESI BARAT
“Rumah Adat Mamuju” adalah
kesatuan bangunan yang merupakan kesatuan nilai
terpisahkan dengan bangunan lain. Bangunan-bangunan ini terdiri atas: 1 bangunan rumah utama (Salassa), 1 bangunan barada raja, 1 bangunan rumah pengawai, 1 bangunan pandai besi dan emas, 1 lumbung
pangan, 1 bangunan kandang kuda dan rusa serta 2 tempat duduk penjaga. Bangunan ini berada di tengah kota Mamuju, ibukota Sulawesi Barat.
3. PROVINSI SULAWESI TENGAH
Rumah tambi merupakan rumah panggung yang atapnya
sekaligus berguna sebagai dinding. Rumah tambi yang digunakan sebagai rumah kepala adat jumlah anak
tangganya ganjil, sedangkan untuk penduduk biasa anak tangganya berjumlah genap. Alas rumah tersebut terdiri dari balok-balok yang disusun,
sedangkan pondasinya terdiri dari batu alam. Tangga
untuk naik tersebut terbuat dari daun
rumbia atau daun bambu yang dibelah dua.
4. PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Rumah adat Buton merupakan bangunan di atas tiang, dan seluruhnya dari bahan kayu.
Banguanannya terdiri dari empat tingkat atau empat lantai. Ruang lantai pertama lebih luas dari lantai kedua. Sedangkan lantai keempat lebih besar dari lantai ketiga, jadi makin keatas makin kecil atau sempit ruangannya, tapi di lantai keempat sedikit lebih melebar. Seluruh bangunan tanpa memakai
paku dalam pembuatannya, melainkan memakai pasak atau paku
kayu. Tiang-tiang depan terdiri dari 5 buah yang berjajar ke belakang sampai delapan deret, hingga jumlah seluruhnya adalah 40 buah
tiang. Tiang tengah menjulang ke atas dan merupakan tiang utama disebut Tutumbu yang artinya tumbuh terus. Tiang-tiang ini terbuat dari kayu wala da semuanya bersegi empat. Untuk rumah rakyat
biasa, tiangnya berbentuk bulat. Biasanya tiang-tiang ini puncaknya terpotong.
Dengan melihat jumlah tiang sampingnya dapat diketahui siapa atau apa kedudukan si pemilik.
Rumah adat yang mempunyai tiang samping 4 buah berarti rumah tersebut terdiri dari 3 petak merupakan rumah rakyat biasa.
Rumah adat bertiang samping 6 buah akan mempunyai 5 petak atau ruangan, rumah ini biasanya dimiliki oleh
pegawai Sultan atau rumah anggota adat kesultanan Buton.
Sedangkan rumah adat yang mempunyai tiang samping 8 buah berarti rumah tersebut mempunyai 7 ruangan dan ini khusus untuk rumah Sultan Buton.
5. PROVINSI SULAWESI SELATAN
Tongkonan adalah rumah adat adat masyarakat Toraja. Kombinasi batang kayu dan lembaran papan. Material kayu dari kayu uru, sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kayu di biarkan asli tanpa di pelitur atau pernis.
Tongkonan berasal dari kata Tongkon yang artinya duduk bersama-sama. Atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (namun saat ini sebagian tongkonan meggunakan atap dari seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Banyaknya tanduk kerbau menunjukkan status
sosial si pemilik rumah. Di
dindingnya, terdapat relief hewan dan tumbuhan yang sangat eksotik. Rumah Toraja / Tongkonan ini
dibagi menjadi 3 bagian: yang pertama Kolong (Sulluk Banua),
kedua Ruangan rumah (Kale Banua) dan ketiga atap (Ratiang Banua). Pada bagian atap, bentuknya
6. PROVINSI GORONTALO
Rumah Adat Dulohupa terletak di depan kantor Bupati Gorontolo yaitu jalan Jendral Sudirman,
Limboto, Kota Gorontalo, Sulawesi Utara, indonesia. Rumah adat Dulohupa
merupakan sebuah Rumah Adat Gorontalo yang berbentuk
panggung dengan bentuk atap yang artistik dan pilar-pilar kayu sebagai hiasannya. kedua
tangganya terletak di sisi kiri
dan kanan merupakan gambaran
tangga adat di sebut totihu. Dimana Rumah Adat ini berfungsi sebagai Balai Musyawarah Adat Bandayo Dulohupa. Nama
Dulohupa berarti mufakat untuk memprogramkan rencana pembangunan daerah dan mengatasi setiap permasalahan. Di dalam Rumah Adat ini digelar perlengkapan upacara adat
perkawinan berupa pelaminan, busana adat pengantin dan hiasan lainnya.
PULAU
MALUKU DAN PAPUA
Bangunan ini biasanya berukuran lebih besar, dibangun dengan bahan-bahan yang lebih baik, dan dihias dengan lebih banyak ornamen. Karena itu, bangunan tersebut
biasanya sekaligus juga merupakan marka utama (landmark) kampung atau desa yang bersangkutan, selain mesjid atau gereja. berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda
suci, tempat upacara adat,
sekaligus tempat seluruh warga berkumpul membahas masalah-masalah yang mereka hadapi. Di Maluku, disebut sebagai Baileo, secara harafiah memang berarti balai.
Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak memiliki jendela. Sebenarnya, struktur
Honai dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Honai terdiri dari 2 lantai yaitu lantai. Dengan tinggi kurang 2,5m. Lantai Pertama sebagai tempat tidur dan Lantai Kedua untuk tempat bersantai, makan, dan mengerjakan kerajinan tangan
Rumah Honai biasa ditinggali oleh 5 hingga 10 orang.Lantai dasar dan lantai satu dihubungkan
dengan tangga dari bambu. Para pria tidur pada lantai dasar secara melingkar, sementara para wanita tidur di lantai satu