iii
v
vii
DAFTAR ISI
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL ... iii
GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 2
C. Peta Kompetensi ... 3
D. Ruang Lingkup Materi... 3
E. Saran Penggunaan Modul ... 4
MENENTUKAN PENGALAMAN BELAJAR YANG SESUAI UNTUK MENCAPAI TUJUAN PEMBELAJARAN YANG DIAMPU ... 5
A. Tujuan ... 5
B. Indikator Pencapaian Kompetensi ... 5
C. Uraian Materi ... 5
D. Aktivitas Pembelajaran ... 67
E. Latihan/Tugas ... 67
F. Rangkuman ... 68
G. Kunci Jawaban Latihan/Rubrik ... 71
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Unsur-unsur Pembelajaran ... 10
Gambar 2. Contoh Tahapan Pembelajaran... 12
Gambar 3 Suasana Siswa Pada Cooperative Learning ... 17
Gambar 4 Skema Pembelajaran dengan Model Jigsaw ... 20
Gambar 5 Kerangka Grup Investigasi ... 27
Gambar 6 Cooperative Learning ... 30
Gambar 7 Ilustrasi Strategi Pembelajaran Ekspositori ... 36
Gambar 8 Model Pembelajaran Inquiry ... 37
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sasaran Penilaian Ranah Sikap 60
Tabel 2. Sasaran Penilaian Pada Kemampuan Berpikir 60
Tabel 3. Sasaran Penilaian Dimensi Pengetahuan 62
Tabel 4. Sasaran Penilaian Ranah Keterampilan Abstrak 62
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sektor penting dalam pembangunan secara
keseluruhan. Melalui pendidikan, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat diwujudkan. Untuk itu peningkatan kualitas
pendidikan merupakan tuntutan mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap pengelola negara. Peningkatan kualitas pendidikan menyangkut
beberapa aspek, yaitu: aspek sarana dan prasarana, aspek kurikulum, aspek sistem pendidikan, aspek regulasi pendidikan, dan aspek sumber daya manusia pengelola pendidikan.
Sumber Daya Manusia (SDM) Pendidikan secara garis besar terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan. Salah satu pendidik adalah guru. Guru
sebagai pendidik merupakan garda terdepan yang ikut menentukan keberhasilan suatu proses pendidikan. Guru memiliki peran strategis
sebagai agen perubahan (agent of change). Guru memiliki peran langsung untuk melakukan transfer pengetahuan, mengembangkan
keterampilan, dan membangun sikap peserta didiknya. Sebaik apapun suatu sistem pendidikan dibangun dan sebaik apapun kurikulum yang
digunakan tidak akan ada artinya jika gurunya tidak memiliki kompetensi yang memadai dalam menjalankan fungsinya. Untuk itu upaya peningkatan kompetensi guru harus selalu dilakukan agar guru
benar-benar profesional.
Guru memiliki kewajiban untuk melaksanakan pembelajaran di kelas
sesuai dengan jenjangnya. Pembelajaran semua mata pelajaran memiliki dampak yang signifikan terhadap pembentukan karakter peserta didik.
2
disinyalir karena kurangnya penekanan aspek karakter dalam proses
pembelajaran di sekolah. Dunia pendidikan merupakan instrument penentu kemajuan suatu bangsa sedangkan lembaga pendidikan adalah motor penggerak untuk memfasilitasi perkembangan pendidikan, dan
guru merupakan pelaksana pembelajaran yang langsung berhadapan
dengan peserta didik. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang harus berjalan secara harmonis.
Agar pelaksana pembelajaran berjalan maksimal, guru diharapkan memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi
pedagogik, dan kompetensi professional. Dalam kaitan modul ini akan dibahas mengenai kompetensi pedagogic. Kompetensi pedagogi
menyangkut pada penguasaan guru terhadap teori-teori pendidikan serta kemampuan mengaplikasikannya di dalam menjalankan tugasnya
sebagai seorang pendidik. Dalam kaitannya dengan peran seorang guru SMK Kelompok Seni Budaya maka penguasaan kompetensi pedagogik
tidak sekedar pada teori-teori pendidikan yang bersifat murni, namun harus bersifat aplikatif disesuaikan dengan konteks pembelajaran untuk
semua mata pelajaran. Dalam modul ini materi kompetensi pedagogik yang akan disampaikan meliputi: Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang di ampu dan Memilih
materi pembelajaran yang di ampu yg terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran.
B. Tujuan
Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan:
1. Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang di ampu.
3
C. Peta Kompetensi
Standar kompetensi pendidik ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja pendidik. Standar kompetensi pendidik mencakup kompetensi inti
pendidik yang dikembangkan menjadi kompetensi pendidik mata pelajaran adalah sebagai berikut:
1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang
pengembangan yang diampu.
4. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik
6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik
8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.
D. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup Modul berisi materi yang bersifat pedagogik, yakni Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan
4
Unit Pembelajaran II
Unit ini profesional tentang materi pembelajaran yang diampu yg terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran.
E. Saran Penggunaan Modul
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka dalam penggunaan modul sebaiknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bacalah secara seksama isi materi secara urut dan teliti
2. Kerjakan latihan atau tugas yang diberikan baik yang bersifat praktek
maupun teori sesuai ketentuan yang ada
3. Apabila dalam latihan atau tugas belum mencapai hasil yang maksimal
disarankan untuk tidak melanjutkan.
4. Lakukan kegiatan untuk mempertajam kompetensi yang dicapai sesuai
5
KEGIATAN
PEMBELAJARAN I
MENENTUKAN PENGALAMAN BELAJAR YANG
SESUAI UNTUK MENCAPAI TUJUAN
PEMBELAJARAN YANG DIAMPU
A. Tujuan
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat :
1. Mengidentifikasi model-model pembelajaran; 2. Mengidentifikasi cici-ciri model pembelajaran;
3. Memilih model pembelajaran yg sesuai dengan tujuan;
4. Menerapkan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan ; 5. Mengevaluasi penerapan pengalaman belajar.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mengidentifikasi model-model pembelajaran,
2. Mengidentifikasi cici-ciri model pembelajaran
3. Memilih model pembelajaran yg sesuai dengan tujuan
4. Menerapkan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran 5. Mengevaluasi penerapan pengalaman belajar
C. Uraian Materi
1. Konsep Model Pembelajaran
6
menjelaskan bahwa model pembelajaran sebagai berikut: model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pengajaran dan para penatar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktifitas belajar mengajar.
Model pembelajaran dapat dikembangkan oleh guru atau pelaksana pembelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar yang pada
prinsipnya bertujuan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang efetif, efisien, menyenangkan, bermakna, dan lebih banyak
mengaktifkan peserta didik. Dalam pengembangan model pembelajaran yang mendapat penekanan adalah terutama dalam
strategi dan metode pembelajaran. Untuk masa sekarang ini, perlu juga dikembangkan sistem penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu guru dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar dapa men gembangkan model pembelajaran sendiri dengan tujuan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien,
dan lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih aktif. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) menyebutkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi
sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali
7 Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah
tersebut dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga
istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas
pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk pada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu
setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi yang digunakan dalam pembicara
adalah tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan
sebagainya), yang masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan
cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan, urutan-urutan langkah konstruksinya, dan kriteria penyelesaiannya, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan
8
Berdasarkan uraian di atas, untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan
memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif, dan menyenangkan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru saat ini banyak ditawari dengan
aneka model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat
sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru telah memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk
pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka guru pun dapat secara kreatif mencoba
dan mengembangkan model pembelajaran sendiri, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang
tentunya akan semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan
rencana kerja belum sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk
mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai
fasilitas, dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan
9 Pengertian lain mengenai model pembelajaran dikemukakan oleh
Syaiful Sagala (2005:23) sebagai berikut: model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pembelajaran dan penatar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Secara luas, Joyce dan Weil (2000:13) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang
menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar,bukubukup elajaran, program
multimedia, dan bantuan belajar melalui program komputer. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil adalah membantu pebelajar
(peserta didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan belajar bagaimana cara belajar. Lebih lanjut Joyce
dan Weil menyatakan bahwa selain memperhatikan rasional teoretik, tujuan, dan hasil yang ingin dicapai, model pembelajaran memiliki lima
unsur dasar yaitu :
a. Syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran,
b. Social sistem, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam
pembelajaran,
c. Principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya
guru memandang, memperlakukan, dan merespon peserta pelatihan,
d. Support sistem, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran,
e. Instructional dan nurturant effects, hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar (instructional effects)
10
Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang
memperhatikan pola pembelajaran tertentu, seperti pendapat Briggs yang menjelaskan model adalah seperangkat prosedur dan berurutan untuk mewujudkan suatu proses. Dengan demikian pengertian model
pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk
melaksanakan proses pembelajaran.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan
siswa, maupun siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang
dapat diterima, dipahami dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran sehingga menunjukkan adanya perolehan,
penguasaan, hasil, proses atau fungsi. Abdulhak memaknai pembelajaran lebih singkat yaitu sebagai penciptaan kondisi untuk terjadinya belajar pada diri peserta belajar.
Gambar 1. Unsur-unsur Pembelajaran
Sumber : sitataqwa.blogspot.com
Mac Donal (1965) dalam Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan:
11 merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh siswa sebagai
respon terhadap kegiatan belajar mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan yang memungkinkan dan berkenaan dengan interaksi belajar mengajar disebut pembelajaran (instruction).
Kurikulum (currculum) adalah suatu rencana yang memberi pedoman
atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Pembelajaran mengandung berbagai komponen seperti siswa, guru, sarana dan kurikulum. Kurikulum sebagai komponen pembelajaran
terdiri dari tujuan, materi, proses dan penilaian. Berpedoman pada kurikulum guru memberikan perlakuan profesional sehingga tercipta
interaksi dalam pembelajaran. Perlakuan guru untuk mempertautkan kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar dengan acuan kurikulum
itulah yang dikenal dengan pembelajaran atau dengan istiiah lain adalah kegiatan belajar mengajar.
Makna pembelajaran di atas tidak saja akan menghasilkan siswa yang
mampu menyerap berbagai pengetahuan, tetapi lebih jauh dari itu, seperti yang dikemukakan oleh Soedijarto bahwa suatu proses
pembeiajaran seharusnya memungkinkan peserta didik untuk mengetahui (teaming ro know), belajar untuk melakukan (learning to
do), belajar untuk mandiri (teaming to be), dan belajar untuk hidup
bersama (learning to live together).
Hasil pembelajaran dapat mewujudkan siswa yang mampu
membelajarkan dirinya; mendapatkan sejumlah pengetahuan; mampu mengembangkannya dalam bentuk yang lebih luas serta dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Peranan guru dalam pembelajaran bukan hanya penyampai ilmu pengetahuan, tetapi
juga sebagai pembimbing, pengembang, dan pengelola kegiatan serta perencana kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan
12
mengantarkan siswa mencapai tujuan pendidikan. Tugas sebagai
pengelola dan perencana pembelajaran bagi guru adalah tugas dalam merancang, memilih, dan menetapkan serta mengembangkan model pembelajaran. Adapun kegiatan pembelajaran dapat dipetakan dalam
bentuk tahapan sebagai berikut :
a) Tahap persiapan; persiapan proses pembelajaran yang menyangkutpenyusunan desain (rancangan) kegiatan belajar-mengajar yangakan diselenggarakan, di dalamnya meliputi tujuan,
metode, media,sumber, evaluasi, dan kegiatan belajar siswa.
b) Tahap pelaksanaan; pelaksanaan proses pembelajaran
menggambarkan dinamika kegiatan belajar siswa yang dipandu dan dibuat dinamis oleh guru.
c) Tahap evaluasi; evaluasi merupakan laporan dari proses pembelajaran, khususnya laporan tentang kemajuan dan prestasi
belajar siswa.
d) Tahap refleksi; tindak lanjut dalam proses pembelajaran dapat
dipilah menjadi dua hal, yaitu: promosi dan rehabilitasi. Promosi adalah penetapan untuk melangkah dan peningkatan lebih lanjut
atas keberhasilan siswa. Rehabilitasi adalah perbaikan atas kekurangan yang telah terjadi dalam proses pembelajaran.
Gambar 2. Contoh Tahapan Pembelajaran
13 Merujuk pada dua pendapat di atas, dapat dimaknai bahwa model
pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memperlihatkan polapembelajaran tertentu. Dalam pola tersebut dapat terlihat pada kegiatan yang dilakukan pengajar maupun
peserta didik di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem
lingkungan yang menyebabkan terjadinya proses belajar pada peserta didik.
2. Model-model Pembelajaran
Beragam model pembelajaran saat ini banyak berkembang, para ahli di bidang pendidikan memiliki pandangan yang berbeda-beda
mengenai jenis model pembelajaran. Hal ini dikarenakan sudut pandang dan dasar pengelompokkan yang berbeda pula. Sugiyanto
(2008) mengemukakan bahwa ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran tersebut antara lain terdiri dari:
a. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
Model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pembelajaran ini juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika siswa belajar.
Pembelajaran Kontekstual adalah konsep pembelajaran yang
mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa
14
Ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama, CTL menekankan
kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, dan ketiga
mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Ada lima karakteristik penting dalam pembelajaran kontekstual,
yaitu:
1) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activating knowledge)
2) Pembelajaran untuk memperoleh dan menambah pengetahuan
baru (acquiring knowledge)
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
4) Mempraktikan pengetrahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge)
Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual
1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua
topik
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4) Menciptakan masyarakat belajar
5) Menghadirkan model sebagai contoh belajar
6) Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Ciri-ciri model pembelajaran konstektual
1) Pengalaman nyata
15 3) Gembira belajar dengan bergairah
4) Pembelajaran terintegrasi 5) Menggunakan berbagai sumber 6) Siswa aktif dan kritis
7) Menyenangkan tidak membosankan
8) Sharing dengan teman 9) Guru kreatif
Kelebihan dari model pembelajaran kontekstual
1) Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa
terlibat aktif dalam PBM.
2) Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan
data, memahami suatu isu, memecahkan masalah, dan guru dapat lebih kreatif
3) Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
4) Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
5) Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan. 6) Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
7) Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
Kelemahan dari model pembelajaran CTL
1) Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada
kebutuhan siswa padahal, dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehingga guru akan kesulitan dalam menentukan materi pelajaran karena tingkat pencapaiannya
siswa tadi tidak sama
2) Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama
16
3) Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak
jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang
kemampuannya.
4) Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan karena dalam model pembelajaran ini
kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri, jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran
dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
5) Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan
penggunaan model CTL ini.
6) Kemampuan setiap siswa berbeda-beda dan siswa yang
memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami
kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya. 7) Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan
berbeda-beda dan tidak merata.
8) Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL
ini peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri
mencari informasi, mengamati fakta, dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang merujuk pada berbagai macam metode pembelajaran dimana
17 Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya mengedepankan pemanfaatan kelompok-kelompok siswa. Prinsip yang harus dipegang teguh dalam kaitan
dengan kelompok kooperatif adalah setiap siswa yang ada dalam suatu
kelompok harus mempunyai tingkat kemampuan yang heterogen (tinggi, sedang, dan rendah) dan bila perlu mereka harus berasal dari ras, budaya, dan suku yang berbeda serta mempertimbangkan kesetaraan
gender. Model pembelajaran kooperatif bertumpu pada kooperasi (kerjasama) saat menyelesaikan permasalahan belajar yaitu dengan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Sebuah model pembelajaran meliputi
struktur tugas belajar, struktur tujuan pembelajaran, dan struktur penghargaan (reward).
Gambar 3 Suasana Siswa Pada Cooperative Learning
Sumber : whyintegratecuricculum.wikispaces.com
18
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur
kelompok heterogen. Jadi dalam model pembelajaran kooperatif ini,
siswa bekerjasama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan begitu siswa akan bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada mereka. Dalam kaitan dengan model pembelajaran kooperatif, struktur tugas, struktur
tujuan, dan struktur penghargaan pada model pembelajaran ini tidak sama dengan model pembelajaran yang lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan pembentukan kelompok yang bertujuan untuk
menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif. Model pembelajaran kooperatif sendiri dapat dibagi lagi dalam beberapa jenis
model pembelajaran sebagai berikut:
1) Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction
Tipe model pembelajaran kooperatif ini merupakan penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada
model pembelajaran kooperatif tipe ini, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan
kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatan belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya
belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompokakan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok
lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan di akhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total
unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan
19 yang telah ditetapkan dan beberapa poin tambahan untuk kelompok
yang anggotanya mendapat nilai sempurna.
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
Individualization adalah karena siswa bertanggungjawab untuk
memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar yang merupakan
kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian
melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization ini sangat efektif untuk digunakan dalam
pembelajaran.
2) STAD (Student Teams Achievement Division)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa
dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim, kemudian diberi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes.
Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, namun siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk
meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka sebaiknya guru terlebih dahulu
memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa.
3) Round Table atau Rally Table
Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru dapat memberikan sebuah kategori
20
4) Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot
Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model
pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar dari anggota kelompoknya. Mereka diminta mempelajari materi
yang akan menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya
yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi.
Gambar 4 Skema Pembelajaran dengan Model Jigsaw Sumber: m1melayu.blogspot.com
Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group)
dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan
membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli.
anggota-21 anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah
topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling
mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke
anggota kelompoknya secara bergantian.
Guru perlu memahami bagaimana model pembelajaran Jigsaw ini dilaksanakan, begitu juga siswa dalam tim Jigsaw. Untuk
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa pada setiap kelompok untuk mempelajari seperempat
halaman dari bacaan atau teks pada mata pelajaran apa saja (misalnya IPS), atau seperempat bagian dari sebuah topik yang
harus mereka pelajari atau ingat. Setelah setiap siswa tadi menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan (menjelaskan) tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling
bekerjasama untuk membentuk sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau teka-teki.
5) Jigsaw II
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini adalah modifikasi
dari tipe Jigsaw. Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1980 di mana semua anggota kelompok asal mempelajari
satu topik yang sama, hanya saja masing-masing anggota difokuskan untuk mendalami bagian-bagian tertentu dari topik itu.
Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam bagian topik yang mereka dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka juga harus mengajarkan keahliannya pada anggota
22
6) Reverse Jigsaw
Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timotahuny Hedeen (2003). Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota
kelompok ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota
kelompok asal, maka pada model pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian
mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh
kelas.
7) NHT (Numbered Heads Together)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa diminta untuk
menomori diri mereka masing-masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan diberi batasan
waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa diminta untuk mengangkat tangan jika bisa menjawab pertanyaan guru tersebut.
Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut
menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.
8) TGT (Team Game Tournament)
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, bedanya hanya pada kuis yang
digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi
dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk
23 9) Three-Step Interview
Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan
isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan
beberapa pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah
yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang
diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah
bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh
kelas secara bergiliran. Model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) efektif untuk mengajarkan siswa tentang problem
solving (pemecahan masalah).
10) Three-Minute Review
Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama
sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereview apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam
kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh
manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.
11) Group Investigation (GI)
Model Group investigation seringkali disebut sebagai metode
24
memadukan beberapa landasan pemikiran, yaitu berdasarkan
pandangan konstruktivistik, democratic teaching, dan kelompok belajar kooperatif.
Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran
dengan model group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan sampai cara
mempelajari suatu topik melalui investigasi. Democratic teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai
demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan
keberagaman peserta didik (Budimansyah, 2007: 7).
Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan
mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut
siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process
skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap
anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual siswa dibandingkan belajar
secara individual.
Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005: 21) mengemukakan Group investigation adalah strategi belajar kooperatif yeng
menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Dari pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa metode GI mempunyai fokus utama untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik atau objek khusus.
Tujuan Model Pembelajaran Grup Investigasi
Metode Gruop Investigation paling sedikit memiliki tiga tujuan yang
25 a) Grup Investigasi membantu siswa untuk melakukan investigasi
terhadap suatu topik secara sistematis dan analitik. Hal ini mempunyai implikasi yang positif terhadap pengembangan keterampilan penemuan dan membentu mencapai tujuan.
b) Pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik yang
dilakukan melaui investigasi.
c) Grup Investigasi melatih siswa untuk bekaerja secara kooperatif dalam memecahkan suatu masalah. Dengan adanya kegiatan
tersebut, siswa dibekali keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi guru
menerapkan model pembelajaran GI dapat mencapai tiga hal, yaitu dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan belajar
untuk bekerjas secara kooperatif.
Langkah-langkah model pembelajaran Grup Investigasi
Sharan (dalam Supandi, 2005: 6) mengemukakaan
langkah-langkah pembelajaran pada model pemelajaran GI sebagai berikut:
a) Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan.
c) Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil
materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya.
d) Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara
kooperatif dalam kelompoknya.
e) Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua
kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.
f) Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya.
g) Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan.
26
Tahap-tahap pembelajaran Grup Investigasi
Pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran di atas tentunya harus
berdasarkan prinsip pengelolaan atau reaksi dari metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation. Dimana di dalam
kelas yang menerapakan model GI, pengajar lebih berperan sebagai konselor, konsultan, dan pemberi kritik yang bersahabat. Dalam
kerangka ini pengajar sebaiknya membimbing dan mengarahkan kelompok menjadi tiga tahap:
a) Tahap pemecahan masalah, b) Tahap pengelolaan kelas,
c) Tahap pemaknaan secara perseorangan.
Tahap pemecahan masalah berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, apa yang menjadi hakikat masalah, dan apa yang menjadi fokus masalah. Tahap pengelolaan kelas berkenaan dengan
proses menjawab pertanyaan, informasi apa yang saja yang diperlukan, dan bagaimana mengorganisasikan kelompok untuk
memperoleh informasi itu. Sedangkan tahap pemaknaan perseorangan berkenaan dengan proses pengkajian bagaimana
kelompok menghayati kesimpulan yang dibuatnya, dan apa yang membedakan seseorang sebagai hasil dari mengikuti proses tersebut
(Tahunelen dalam Winataputra, 2001: 37).
Untuk lebih praktis model GI dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka
27
Gambar 5 Kerangka Grup Investigasi Sumber : jurnalbidandian.blogspot.com
Kerangka Pembelajaran Grup Investigasi
Dari kerangka operasional pembelajaran Group Investigation yang ditulis oleh Joise & Weil ini dapat kita ketahui bahwa kerangka operasional model pembelajaran Group Investigation adalah sebagai berikut:
(1) Siswa dihadapkan dengan situasi bermasalah
(2) Siswa melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematis.
(3) Siswa merumuskan tugas-tugas belajar atau learning task dan
mengorganisasikan untuk membangun suatu proses penelitian. (4) Siswa melakukan kegiatan belajar individual dan kelompok.
(5) Siswa menganalisis kemajuan dan proses yang dilakukan dalam proses penelitian kelompok.
(6) Melakukan proses pengulangan kegiatan atau Recycle Activities
12) Go Around
Model pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya merupakan
variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi. Model pembelajaran kooperatif tipe keliling Kelompok (Go Around) ini
28
dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain dalam
pemecahan suatu permasalahan.
Pembelajaran kooperatif tipe keliling kelompok merupakan cara yang
efektif untuk mengubah pola diskusi di dalam kelas yang akan
mengaktifkan setiap anggota kelompok. Penerapannya dimulai dari siswa membentuk kelompoknya masing, kemudian masing-masing kelompok diberi waktu 15 menit untuk mempelajari materi yang
akan dibahas. Sebelumnya guru telah mempersiapkan pertanyaan yang sesuai dengan indikator (satu buah karton dibuat satu
pertanyaan) ditempel di dinding kelas (depan, samping, belakang) dengan jarak tertentu. Setiap kelompok berdiri di depan kertas
kartonnya masing-masing, Guru menentukan waktu untuk memulai menulis, Siswa cukup mengisi satu jawaban dengan waktu yang
ditentukan guru, Seterusnya tiap kelompok bergilir mengisi jawaban menurut arah jarum jam, dan begitu seterusnya yang terakhir adalah
diadakan diskusi kelas dan tanya jawab.
13) Reciprocal Teaching
Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran
timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk
pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan). Setiap anggota
pasangan secara bergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik
(feedback).
Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti
29 pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan
agar siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya.
14) CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated
reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang
sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa, baik pada jenjang
pendidikan tinggi maupun pada jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat
kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah
komposisi (naskah).
CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru
sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling membantu untuk
menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa
(misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan,
meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, dan merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi
hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam
30
Gambar 6 Cooperative Learning Sumber : faithbookjr.ning.com
15) The Williams
Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang
merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompokan secara heterogen seperti pada tipe
STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif
yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
16) TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya
dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk
berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk
mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan
pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh
31 17) TPC (Think Pairs Check)
Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.
18) TPW (Think Pairs Write)
Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga
merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini
adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadappertanyaan yang telah
diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.
19) Tea Party (Pesta Minum Teh)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling
berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan
dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan
pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan
hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa diminta
menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes.
20) Write Around
Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan
untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru
32
setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya
mereka menyerahkan kertas berisi tulisan tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah
beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan
(bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu
kepada seluruh dalam kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran cooperative go around.
21) Round Robin Brainstorming atau Rally Robin
Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya: berikan sebuah kategori (misalnya “nama
-nama danau di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa secara bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam
kategori tersebut.
22) Learning Together (LT)
Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Togetahuner (Belajar Bersama) ini adalah
David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning
Togetahuner, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya
diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model
pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Togetahuner ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
33 23) Student Team Learning (STL)
Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana
menggunakan student team learning. Pada dasarnya model
pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap
pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya.
Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model
pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; dan (3) kesempatan yang sama
untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh
penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa
kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya.
Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, ataupun bawah dapat memberikan kontribusi yang
sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.
24) Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di
kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one
stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe
Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan
34
stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk
saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
3. Strategi Pembelajaran
Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi juga bisa
diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan.
Menurut Sanjaya, (2007 : 126). Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dari pendapat
tersebut, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada
siswa (Sanjaya, 2007 : 126).
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
a) Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan
mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
b) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
35 d) Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan
ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika diterapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut
adalah:
a) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
b) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
c) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
d) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat
konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua
bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari
cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran
deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation
36
Macam-macam strategi pembelajaran
Menurut Sanjaya (2007 : 177 – 286) ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat diterapkan oleh seorang guru :
a. Strategi pembelajaran ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi
pelajaran secara optimal. Menurut Roy Killen dalam Wina Sanjaya (2006) menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi
pembelajaran langsung (Direct Intruction). Dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk
menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena itu strategi ekspositori lebih menekankan kepada proses
bertutur, maka sering juga dinamakan istilah strategi chalk and talk.
Gambar 7 Ilustrasi Strategi Pembelajaran Ekspositori Sumber : educational.portal.com
b. Strategi pembelajaran inquiry
Strategi pembelajaran inquiry merupakan implementasi dari teori konstruktivisme. Teori ini meyakinkan guru bahwa proses belajar
37 sendiri “aturan” dan “model mental,” yang digunakan untuk membangun pengalaman dan memperoleh pengetahuan.
Gambar 8 Model Pembelajaran Inquiry Sumber : deviastrianahts.blogspot.com
Belajar merupakan proses penyesuaian model mental siswa dalam
menyusun dan mengakomodasi pengalaman baru. Belajar merupakan proses interaksi sosial Pengetahuan siswa dibangun dengan informasi
yang diperoleh secara alami. Proses belajar siswa merupakan bagian dari pengembangan pengalaman melalui pertemuan mereka dengan
guru dan rekan-rekan mereka, dan mengkaji apa yang telah mereka pelajari dari sumber belajar yang terpercaya. Karena itu pula, ilmu
pengetahuan harus dibangun secara bertahap dan sedikit demi sedikit.
Berdasarkan konsep itu, maka dalam menerapkan strategi pembelajaran inquiry guru harus melibatkan siswa untuk melakukan
penyelidikan, penelitian, atau investigasi yang dapat membangun pemahaman mereka sendiri. Siswa melakukan langkah kegiatan belajar
38
Pembelajaran berbasis inquiry adalah strategi mengajar yang
mengkombinasikan rasa ingin tahu siswa dan metode ilmiah. Penggunaan strategi ini untuk meningkatkan pengembangan keterampilan berpikir kritis melalui kegiatan belajar seperti pada bidang
sains.
Penerapan strategi ini merupakan upaya untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Dorongan itu berkembang melalui proses merumuskan
pertanyaan, merumuskan masalah, mengamati, dan menerapkan informasi baru dalam meningkatkan pemahaman mengenai suatu
masalah. Rasa ingin tahu itu terus ditumbuhkan untuk meningkatkan semangat bereksplorasi sehingga siswa belajar secara aktif.
Gambar 9. Model Pembelajaran Inquiry Sumber :k12teacherstaffdevelopment.com
Proses belajar dapat berlangsung jika dalam diri siswa tumbuh rasa
ingin tahu, mencari jawaban atas pertanyaan, memperluas dan memperdalam pemahaman dengan menggunakan metode yang berlaku umum. Jawaban atas pertanyaan itu sering diusulkan oleh
39 penerapan inquiry, seperti merumuskan pertanyaan dalam penelitian.
Kemampuan bertanya dan keberanian mengungkap pertanyaan menjadi bagaian penting dalam penerapan strategi ini. Inquiry dapat dimulai dengan pertanyaan “Apa?” atau “Bagaimana?” untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu gejala alam atau sosial.
Tahunomas Kuhn menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan, metode dan kerangka penafsiran berasal dari paradigma para ilmuwan. Mereka
berusaha untuk menegaskan sudut pandangnya. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari dalam sudut pandang mereka. Dari situ
muncul sudut pandang baru.
Langkah-langkah pelajaran investigasi dalam penerapan inquiry
1) Menentukan tujuan, sampaikan informasi kepada siswa apa yang
akan mereka pelajari, implikasi yang menarik dari proses pelajaran yang akan berlangsung, cotoh yang menarik adalah pelacakan
perkiraan berat bumi. Untuk proses belajar ini berikan petunjuk pelaksanaannya. Untuk contoh pelacakan berat bumi, tidak perlu
ada hipotesis. Jika diperlukan sampaikan pula tujuan pedagogis dari pelajaran ini.
2) Menentukan Hipotesis: Para siswa harus selalu diharapkan untuk
membuat hipotesis sendiri. Hal ini sebaiknya dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang ditindaklanjuti dalam diskusi seluruh
kelas. Anda harus mendorong mereka untuk merumuskna hipotesis dengan benar.
3) Menentukan Prosedur: Setelah siswa memiliki gagasan yang jelas
tentang tujuan percobaan atau penelitian, mereka harus memiliki ide tentang bagaimana untuk menemukan jawabannya. Menurut
pengalaman dalam berbagai diskusi dalam kelas hipotesis yang berbeda akan memberikan ide yang berbeda pula dalam menguji
40
c. Strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM)
Strategi belajar berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar. Dalam penerapan strategi ini, guru
memberikan stimulus kepada peserta didik dengan mengangkat suatu
permasalahan yang nantinya dijadikan sebagai topik masalah yang akan dikaji secara bersama-sama, sehingga dari hal itu peserta didik diberi kesempatan untuk menentukan topik pembahasan, walaupun pada
dasarnya guru telah mempersiapkan apa yang harus dibahas.
Ciri strategi pembelajaran berbasis masalah:
1) SPBM merupakan rangkaian aktifitas pembelajaran, artinya dalam
implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. SPBM tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengar, mencatat,
kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui SPBM siwa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan
menyimpulkan.
2) Aktifitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. SPBM
menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak ada proses pembelajaran.
3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses ini dilakukan secara
sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Dalam penerapan strategi ini guru memberikan stimulasi kepada peserta didik dengan mengangkat suatu permasalahan yang nantinya dijadikan
sebagai topik masalah yang akan dikaji secara bersama-sama. Sehingga dari hal ini peserta didik diberi kesempatan untuk menentukan topik permasalahan. Walaupun pada dasarnya guru telah mempersiapkan apa
41 Dilihat dari aspek filosofinya SPBM merupakan strategi yang
memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan. Karena setiap manusia tidak akan lepas dari masalah. Oleh karena itu dengan adanya SPBM ini diharapkan setiap peserta didik bisa menyelesaikan masalah
yang dihadapinya dengan sering berlatih menyelesaikan masalah.
Dengan demikian maka harapan dari strategi SPBM ini adalah bisa
meningkatkan mutu pendidikan. Khususnya dalam hal penyelesaikan masalah yang selama ini kurang diperhatikan guru. Sehingga apabila anak
menghadapi suatu masalah, anak tersebut akan terbiasa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dengan baik, dan anak juga tidak akan
canggung lagi ketika mereka menghadapi masalah. Berdasarkan hasil penelitian Driscoll (1982), pada anak usia sekolah dasar kemampuan
pemecahan masalah erat sekali hubungannya dengan kemampuan pemecahan pemecahan masalah.
Karakteristik SPBM
SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara
ilmiah. Menurut Savoie dan Hughes (1994) menyatakan bahwa strategi belajar berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik antara lain:
1) Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata
siswa.
2) Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan
menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.
3) Menggunakan kelompok kecil
4) Menuntut siswa untuk mendemostrasikan apa yang telah dipelajarinya
dalam bentuk produk dan kinerja.
Untuk mengimplementasikan SPBM guru perlu memilih pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut
42
d. Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan
strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran tidak disajikan begitu saja
kepada siswa, akan tetapi siswa dibimbing untuk proses menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus
menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa. Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah model
pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan
untuk memecahkan masalah yang diajarkan. Dari pengertian di atas terdapat beberapa hal yang terkandung di dalam strategi pembelajaran
peningkatan kemampuan berpikir. Pertama, strategi pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran
bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide
melalui kemampuan berbahasa secara verbal.
Kedua, telaah fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar
pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan
sehari-hari dan berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka
peroleh dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, sasaran akhir strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf
perkembangan anak.
e. Strategi pembelajaran kooperatif
43 tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting
dalam strategi pembelajaran kooperatif yaitu: (a) adanya peserta dalam kelompok, (b) adanya aturan kelompok, (c) adanya upaya belajar setiap kelompok, dan (d) adanya tujuan yang harus dicapai dalam kelompok
belajar. Strategi pembelajaran kooperatif merupakan model. Pembelajaran
dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen) yang
sistem penilaiannya dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika menunjukkan prestasi yang
dipersyaratkan.
f. Strategi pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Ada tiga hal yang harus dipahami:
1) Pembelajaran kontektual menekankan kepada proses keterlibatan siswa
untuk menemukan materi.
2) Pembelajaran kontektual mendorong agar siswa dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata 3) Pembelajaran kontektualmendorong siswa untuk dapat menerapkan
dalam kehidupan.
Ada lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
1) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
2) Pembelajaran ntuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge)
44
4) Mempraktikan pengetrahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge)
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge)
Peran Guru dalam pembelajaran kontektual
Setiap siswa me