• Tidak ada hasil yang ditemukan

this file 2340 4159 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " this file 2340 4159 1 SM"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR LANJUT USIA SEBAGAI PROSES BELAJAR SEPANJANG HAYAT MELALUI PROGRAM PELATIHAN

KREATIF MANDIRI (PKM)

(Studi Kasus pada program pemberdayaan lansia di Lembaga Pendidikan Pemberdayaan Masyarakat Rumah Belajar Binaan Laboratorium Pendidikan Luar Sekolah Universitas

Pendidikan Iindonesia Kampung Nyingkir, Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat)

Dr. Jajat S Ardiwinata, M.Pd Dr. Yanti Shantini, M.Pd

Ade Romi Rosmia, S.Pd

Departemen Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Email : jsardiplsupi@upi.edu Yanti.shantini@upi.edu aderomirosmia@student.upi.edu

Abstrak :

Penilitian ini mengkaji mengenai bagaimana peningkatan motivasi belajar lanjut usia di LPPM Rumah Belajar Cihideung sebagai proses belajar sepanjang hayat melalaui program pelatihan kreatif mandiri, responden dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang berasal dari satu orang fasilitator,satu orang penyelenggara dan dua orang peserta belajar, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian 1) Faktor Pendorong belajar lanjut usia dipengaruhi oleh gaya belajar lanjut usia. Motivasi belajar timbul dari faktor instrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita, sedangkan faktor ekstrinsiknya adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. 2) Faktor pendukungInternal diantaranya adalah dukungan dari keluarga, sikap terbuka yang ditunjukan oleh lingkungan. Faktor penghambatinternal, faktor penghambat ini berasal dari peserta dilihat dari kesibukan dan kondisi kesehatan.Faktor Penghambat Eksternal, fasilitator, dukungan dana atau biaya penyelenggaraan untuk menambah sarana dan prasarana. 3) kompetensi yang dimiliki oleh peserta belajar adalah Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Rekomendasi dari penelitian ini diharapkan adanya identifikasi kembali sasaran sehingga proses pemberdayaan dapat dilakukan secara meluas.

(2)

A. PENDAHULUAN

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik dan mental. Menurut Iskandar (1997) yang dikutip oleh Suprayogi (2009:3) menyebutkan bahwa tidak seluruh masyarakat kita mampu memberikan penghargaan dan menghormati secara wajar keberadaan para lanjut usia. Sehingga muncul penitipan-penitipan lanjut usia di panti-panti sosial.Proses menjadi tua menggambarkan betapa proses tersebut dapat diinteferensi sehingga dapat mencapai hasil yang sangat optimal. Secara umum lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia lanjut usia dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada (Hurlock, 1996 : 439), yang berakibat pada penurunan kualitas hidup baik itu dari kogfnitif maupun spiritual yang semakin lama menurun akibat dari kondisi fisik yang tidak dapat mendukung proses peningkatan kualitas hidup individu tersebut, oleh karena itu bagaimana mana masa tua itu dapat disikapi dengan ikhlas dan penuh manfaat dimana dapat dilakukan memalui proses pembelajaran yang memang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pada usia lanjut.

Melalui Sentuhan pendidikan dan pelatihan akan membawa manusia pada proses penyadaran diri bahwa dalam setiap diri individu memiliki potensi yang dimiliki yang harus dikembangkan melalui rangsangan-rangsangan kesempatan belajar secara mandiri dengan adanaya pengarahan yang akan berakibat pada perkembangan dan memotivasi kebutuhan akan belajar sehingga menekan manusia tidak bisa berkembang dan tidak dapat membentuk karakter yang dimilikinya. Bahkan, kini pendidikan dan pelatihan cenderung dibangun oleh manusia hanya untuk menguasai manusia lainnya sehingga pendidikan telah berubah wujud menjadi institusi yang diskriminatif dan eksploitatif. Diskriminatif terhadap agama, ras, gender maupun kelas sosial. Karena prosesnya telah berubah, pendidikan dan pelatihan terkadang telah berubah wujud dari cara menuju kritisisme menjadi cara manusia mencari legitimasi dan justifikasi. Cara manusia bersaing untuk menguasai yang lainnya, yang seharusnya pendidikan dapat memanusiakan manusia. Sebagai konsekwensi memudarnya makna pendidikan saat ini, berimbas juga pada ketidakberdayaan pendidikan Indonesia yang hanya melihat atau memusatkan kajiannya terhadap pendidikan anak usia dini, pemberdayaan perempuan, sedangkan pendidikan untuk Lanjut Usia sebagai bekal ilmu yang mereka akan bawa untuk bekal hidupnya sedikit tidak diperhatikan oleh pemerintah.

Jumlah orang lanjut usia (lansia) di Indonesia menduduki nomor empat di dunia, mencapai sekitar 19 juta jiwa, dan pada tahun 2025 mencapai 34 juta jiwa (data LED-FEUI, Projektion of Indonesia Population and Labor Force 1995-2025) dari jumlah penduduk di indonesia mendekati 244.775.796 jiwa pada tahun 2012, prediksi jumlah lansia pada tahun 2020 akan menjadi 11,34% dari jumlah penduduk Indonesia (Depsos RI, 2005: 3). “Pemerintah berusaha memberikan jaminan kepada lanjut usia,” misalnya berupa subsidi Rp 300 ribu/bulan yang diberikan kepada lanjut usia, tetapi subsidi yang diberikan tidak dapat memenuhi kehidupan sehari-hari, sehingga muncul lanjut usia yang masih bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri.

(3)

kegiatan keagaman yang dilakukan oleh masing-masing RT, tetapi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Rumah Belajar membuat mereka mempunyai keterampilan dengan adanya keterampilan membuat gelang tasbih, keterampilan memasak, dan meningkatkan kemampuan Baca, Tulis, dan Hitung (CALISTUNG) pada lanjut usia, dan itu menjadikan Lanjut Usia Potensial yang merupakan lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa, Program Pemberdayaan lansia yang dilakukan dirumah belajar dilakukan pada tahun 2010 dengan peserta belajar awal mencapai 30 orang, karena berbagai faktor kesehatan, jarak rumah belajar dan kematian membuat peserta belajar semakin menurun dan sekarang hanya tersisa 15 orang, proses pembelajaran yang dilakukan hasil dari identifikasi kebutuhan yang menyebutkan bahwa lanjut usia perlu memiliki keterampilan sehingga adanya kegiatan lain yang dapat dilakukan di lingkungan masyarakat, pendidikan yang masih rendah yaitu hampir semua tamatan sekolah dasar, proses sosialisasi lanjut usia hanya dilakukan dilingkungan keluarga.

Pelaksanaan program pelatihan sebagai satuan Pendidikan Luar Sekolah/ Pendidikan Non Formal yang profesional merupakan persoalan yang perlu mendapat perhatian. Salah satu prinsip penting dalam pengelolaan program Pendidikan Luar Sekolah yang profesional adalah bahawa program harus berbasis pada kebutuhan warga belajar dan relevan dengan perkembangan masyarakat (Sudjana, 2000: 28). Dengan demikian untuk mengembangkan program-program pelatihan kreatif mandiri diarahkan pada peningkatan kualitas kehidupan lanjut usia dalam menghadapi perkembangan jaman dan tantangan hidup.

Pemberdayaan lansia melalui program pelatihan kreatif mandiri adalah sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi belajar dimana dalam pelaksanaannya adanya suatu tindakan yang membuat lansia mengingiinkan terus belajar dan menghasilkan suatu produk yang dapat dimanfaatkan oleh mereka. Program PKM ini tidak dibutuhkan banyak pemikiran karena dilihat dari lanjut usia yang sudah tidak mau lagi mengerjakan hal-hal yang berat dan memerlukan pemikiran oleh karena itu dalam proses pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan menggunaan strategi dan model pelatihan seperti menggunakan model pendampingan, sarana penujang yang disesuaikan dengan kondisi lansia, dengan pemberian keterampilan pada masa lanjut usia akan memberikan kebermaknaan hidup untuk menjadi manusia yang bermanfaat dalam menghadapi sisa-sisa waktu kehidupan didunia

Menurut Peraturan Pemerintah mengenai Pemberdayaan Lansia Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, lanjut usia adalah mereka yang masih bekerja membantu ekonomi keluarga,dan kondisinya pada saat rata-rata berada pada ekonomi menengah kebawah.

Permasalahan-permasalahan diatas muncul selain disebabkan adanya tingkat kemiskinan yang tinggi juga sebagai akibat kontruksi budaya masyarakat khususnya di kehidupan keluarga. Nilai-nilai kasih sayang hilang, sehingga banyak lansia yang dititipkan di panti sosial atau pun ditelantarkan begitu saja, pengetahuan dan keterampilan lansia yang rendah dan faktor ekonomi yang mengharuskan mereka mencari nafkah meskipun hanya dengan penghasilan yang rendah, Lanjut usiasebagai manusia yang mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan dan keterampilan.

Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pendidikan Nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

(4)

lanjut usia agar lanjut usia tetap dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan berperan aktif secara wajar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Untuk mendukung peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Lanjut Usia yang merupakan salah satu pendukung keberlangsungan pendidikan sepanjang hayat harus ada tindakan atau diimplementasikan dalam wujud program bukan hanya sekedar wacana sehingga permasalahan-permasalahan mengenai pemberdayaan lanjut usia tidak menjadi tanggungan pemerintah yang semakin tahun terus bertambah, tetapi akan mewujudkan kesadaran pada berbagai pihak untuk mendukung program pemberdayaan lansia dan meningkatkan motivasi belajar sebagai peningkatan kualitas kehidupan, Kondisi fisik pada lanjut usia rata-rata sudah menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah tua berbagai macam penyakit sudah siap untuk menggerogoti mereka.

Dengan demikian di lanjut usia ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sisa umur menunggu datangnya kematian, padahal banyak hal yang dapat dilakukan dari pada menunggu kematian. Sisa waktu mereka menjadi akan manfaat bagi orang lain dan dirinya ketika memperoleh keterampilan dan mempunyai semangat untuk terus belajar karena pendidikan dalam Pendidikan Non Formal itu dapat diperoleh sepanjang hayat.

B. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi mengenai: Faktor atau aspek yang mendorong lanjut usia mengikuti program Pelatihan Kreatif Mandiri (PKM), Faktor pendukung dan penghambat lanjut usia dalam mengikuti Kegiatan PKM pada Program Pemberdayaan Lanjut Usia di Rumah Belajar,Kompetensi yang diperlukan lanjut usia sebagai masyarakat pembelajar

C. LANDASAN TEORI 1. Konsep Motivasi

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Uno (2009:31) Motivasi belajar timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dari dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat.

(5)

penghargaan dalam belajar; e). Adanya kegitan yang menarik dalam belajar; f). Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang peserta didik dapat belajar dengan baik.

Sudirman (1992: 84) mengatakan bahwa : Belajar sangat memerlukan adanya motivasi “motivation is an essential condition of learning”. Hasil belajar akan menjadi optimal , kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan insensitas usaha belajar peserta didik.

Faktor-faktor motivasi belajar yang berpengaruh terhadap pembentukan motivasi belajar diantaranya: a). Faktor pengetahuan tentang kegunaan belajar; b). Faktor kebutuhan untuk belajar; c). Faktor kemampuan untuk kegiatan belajar; d). Faktor kesenangan terhadap ide melakukan kegiatan belajar; e). Faktor pelaksanaan kegiatan belajar; f). Faktor hasil belajar g). Faktor kepuasan terhadap hasil belajar ; h). Faktor karakteristik pribadi dan lingkungan

Proses pembelajaran yang dilaksanakan di Rumah Belajar khususnya Kegiatan Pelatihan Kreatif mandiri dalam Program Pemberdayaan Lanjut Usia, dapat memenuhi kebutuhan seperti kebutuhan sosial dimana semua peserta belajar ada dilingkungan yang kekeluargaan saling menghormati antara peserta belajar dan fasilitator maupun pengelola, selanjutnya kebutuhan dalam Prastise dimana adanya pengakuan dari pikah pengelola dan fasilitator terhadap hasil belajar dengan adanya penghargaan yang bersifat verbal.

2. Konsep Lanjut Usia

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999: 8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999: 4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :

a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).

c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

Menurut Santrock (2002: 190), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 7590 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

3. Konsep Belajar Sepanjang Hayat

(6)

sepanjang hayat lebih bersifat intrinsik, karena berkaitan dengan faktor-faktor tuntutan/ permintaan dan sangat tergantung pada motivasi dan kemampuan orang yang belajar.

4. Kompetensi Peserta Belajar Sepanjang Hayat

Dalam Sinopsis Disertasi Pramudia (2012:16) belajar sepanjang hayat memiliki dua sasaran utama yaitu : (1) sasaran individual, dan (2) sasaran komunal, sasaran individual belajar spanjang hayat berusaha menumbuhkan manusia atau pembelajar (Learning Person), atau perencana (Planning Person), atau orang memiliki motivasi tinggi (Motivating Person). Sedangkan sasaran komunal dari belajar sepanjang hayat adalah masyarakat pembelajar (Learning Society) atau masyarakat perencana (Planning Society) atau masyarakat Inovatif (Innovative Society).

Menurut Mazuki et al. (2006:6), mengartikan kompetensi (competency) sebagai keahlian (expertise) dan kewenangan (authorty) seseorang untuk melakukan tugas atau pekerjaan dalam jabatan tersentu. Iskandar (2003) mengemukakan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaaan berfikit dan bertindak. Selanjutnya McLagan (2001:31) mengidenyifikasi enam pendekatan berbeda terhadap definisi kompetensi. Dia mencatat bahwa kompetensi dipandang sebagai tugas pekerjaan, sebagai hasil usaha kerja, sebagai keluaran (out put), sebagai pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai mutu yang menjelaskan kinerja superior, dan terakhir sebagai seperangkat atribut.

Kompetensi yang dikembangkan bagi peserta belajar dalam adalah kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Muzaki et al (2006:7-8), membahas kompetensi kepribadian sebagai kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, yang berwibawa menjadi teladan bagi semua orang dan berakhlak mulia. Sedangkan kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan peserta belajar sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan semua orang dan atau masyarakat sekitar.

5. Konsep Pelatihan

Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.

Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.

Tujuan Pelatihan

Menurut Moekijat (1991:55) tujuan umum dari pada pelatihan adalah:

a. untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.

b. untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.

(7)

6. Belajar mandiri

Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motiv untuk menguasai sesuatu kompetensi dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaianya – baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, sumber belajar, maupun evaluasi hasil belajar dilakukan oleh pembelajar sendiri. Kegiatan belajar aktif merupakan yang memiliki cirri keaktifan pembelajar, persistensi, keterarahan, dan kreatifitas untuk mencapai tujuan. Motif untuk menguasi sesuatu kompetensi adalah kekuatan mendorong kegiatan belajar secara intensif, persisten, terarah dan keratif. Kompetensi adalah pengetahuan atau keterampilan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Dengan pengetahuan yang dimiliki pembelajar mengolah informasi yang diperoleh dari sumber belajar, sehingga menjadi pengetahuan ataupun keterampilan baru yang dibutuhkannya. Tujuan hingga evaluasi hasil belajar, ditetapkan sendiri oleh pembelajar, sehingga ia sepenuhnya menjadi pengendali kegiatan belajarnya.

Model belajar Aktif terkait erat dengan motivasi belajar karena adanya hubungan timbal balik antara kedua hal tersebut, untuk belajar aktif diperlukan motivasi belajar yang cukup kuat, sebaliknya belajar aktif akan menyebabkan kegiatan belajar menjadi lebih berhasil dan menyenangkan, sehinga dapat meningkatkan motivasi belajar.

D. METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan obeservasi.

E. HASIL PENELITIAN

1. Motivasi Peserta Belajar Lanjut Usia dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran Pelatihan Kreatif Mandiri

Peserta belajar mengikuti program yang diselenggakan kerena keinginan untuk dapat meningkatkan pengetahuan serta keterampilan, mendapatkan sebuah pengalaman belajar, dan dapat bersosialisasi dengan peserta belajar lain yang merupakan teman sejawat, yang ditunjukan oleh kehadiran peserta belajar, saling mengingatkan untuk mengikuti proses pembelajaran.

(8)

memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Peserta Belajar Lanjut Usia dalam mengikuti Kegiatan Pelatihan Kreatif Mandiri

Berdasarkan hasil temuan dilapangan dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung dari apa yang dirasakan lanjut usia adalah fasilitator yang mempunyai kompetensi dan pengalaman. Kompetensi andragogis yang dimiliki adalah fasilitator mampu menciptakan suasana belajar dan kondusif dan menyesuaiakan proses pembelajaran dengan kondisi peserta didik seperti jam pembelajaran yang tidak terlalu lama, memberikan rangsangan-rangsangan sebelum memulai pembelajaran, belajar dari pengalaman-pengalaman yang diungkapkan peserta belajar. Kompetensi sosial yang dimiliki adalah fasilitator dapat menciptakan suasana kekeluargaan dengan peserta belajar dan lingkungan sekitar. Kompetensi pribadi yang ditunjukan adalah sikap santun dan sopan terhadap peserta belajar. Kompetensi akademik yang dimiliki oleh fasilitator adalah kemampuan menyampaikan materi dan menggunakan media pembelajaran serta mengajarkan keterampilan., dan kompetensi-kompetensi fasilitator dan pengelola tersebut diperoleh dari pengalaman dan proses pendidikan yang dijalani, karena menurut Zainudin (1994: 4) yang menyatakan bahwa orang yang dewasa memiliki pengalaman. Oleh karena itu, orang lanjut usia dapat dijadikan sumber belajar dengan pengalaman-pengalamannya, dan yang menumbuhkan pengalaman peserta belajar dibutuhkan peran fasilitator yang mempunyai kompetensi-kompetensi tersebut.

Metode belajar di disisipkan games atau ice breaking untuk membuat proses pembelajaran tidak membosankan dan membuat hubungan belajar seperti tidak mendikte membuat rasa nyaman dan kedekatan tersebut memudahkan peserta belajar dalam memahami materi yang dibelajarkan. Adanya sarana pendukung proses pembelajaran, lanjut usia diberikan seperti kacamata untuk memudahkan dalam proses membaca ataupun pembelajaran yang lainnya, serta dukungan dari pihak keluarga yang memberikan bimbingan belajar atau menjadi fasilitator peserta belajar ketika berada dilingkungan keluarga, masyarakat yang ikut berparisipasi dalam setiap program yang dilaksanakan di Rumah Belajar, serta perhatian yang diberikan oleh pengelola dan fasilitator pada setiap peserta belajar, karena menurut Zaenudin (1994: 9) menyatakan bahwa peserta didik harus merasakan kebutuhan belajar dan lingkungan belajar yang ditandai dengan keadaan fisik yang menyenangkan, saling menghormati, saling membantu dan mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya.

Adapun faktor penghambatnya adalah biaya penyelenggaraan program ini merupakan biaya swadaya atau dianggarkan dari kegiatan lain yang mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat sehingga memerlukan dukungan dana yang tetap untuk keberlangsungan kegiatan dan fasilitas serta sarana yang semakin hari akan terus bertambah kebutuhannnya karena menurt (Rohani dan Ahmadi, 1992: 154). Fasilitas yang ada merupakan faktor penting dalam memaksimalkan program.

Kondisi atau penyesuaian fasilitator terhadap jadwal pembelajaran dan status sebagai mahasisawa, serta kondisi peserta belajar yang masih bekerja sebagai buruh atau petani, yang berpengaruh pada waktu atau pelaksanaan kegiatan dan gangguan kesehatan yang dirasakan oleh peserta belajar, karena menurut (Nawawi, 1989: 130) bahwa penghambatan dalam proses pembelajaran datang dari fasilitator sendiri, dari peserta didik, lingkungan keluarga ataupun karena faktor fasilitas.

3. Kompetensi yang Diperlukan Peserta Belajar Lanjut Usia sebagai Pembelajar Sepanjang Hayat

(9)

stabil, dewasa, arif, yang berwibawa menjadi teladan bagi semua orang dan berakhlak mulia. Sedangkan kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan peserta belajar sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan semua orang dan atau masyarakat sekitar.

Berdasarkan hasil temuan dilapangan menunjukan bahwa peserta belajar menunjukan kepribadian yang mantap dan stabil dengan tidak pernah bermasalah dalam norma hukum yang ada dimasyarakat tidak ada catatan hukum yang tertera pada biodata peserta belajar (Riwayat hidup), mengikuti proses pembelajaran dengan konsisten yaitu selalau hadir dalam setiap kegiatan proses pembejaran. Rangsangan seperti penghargaan Verbal yang di berikan oleh fasilitator menjadi daya pemacu peserta belajar untuk bisa menunjukan diri bahwa peserta belajar mampu mengikuti pembelajaran dan ada rasa bangga sebagai warga belajar dan itu mendorong peserta belajar yang lain untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik. Peserta belajar mempu menerima pengetahuan baru dan ketika diadakan pelatihan antusis muncul dengan peningkatan peserta belajar yang hadir itu menunjukan bahwa peserta belajar mampu menerima pengetahuan baru.

Peserta belajar selalu bertanya kepada fasilitator dan kepada peserta belajar lain ketika tidak bisa melakukan pekerjaannya dan memberikan pendapat untuk proses pembelajaran selanjutnya, yang menunjukan bahwa adanya proses interaksi secara verbal yang dilakukan oleh peserta belajar kepada fasilitator, peserta belajar pada pengelola, maupun diantara peserta belajar. Kemandirian yang ditunjukan adalah keadaan kesehatan lanjut usia yang menjadi faktor penghambat tidak menghalangi langkah peserta belajar untuk melangkahkan kakinya belajar di Rumah Belajar tanpa didampingi oleh keluarga, tetapi ketika ada penugasan dirumah peserta belajar dengan sendirinya menggunakan waktu senggang dan ketika dirumah yang menjadi fasilitator adalah kelurga peserta belajar sendiri, karena kemandirian pada usia lanjut merupakan kesiapan individu lanjut usia dalam melakukan kegiatannya dan siap menyelasaikan masalah-masalah yang dihadapi, siap mengambil keputusan sendiri.

Pada penelitian ini menunjukan bahwa pada sasaran individu pengelola dan fasilitator menumbuhkan individu-individu menjadi seorang pembelajar yang mau terus belajar dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru untuk menunjang kehidupannya serta memberikan rangsangan-rangsangan dalam pembelajaran seperti penghargaaan verbal. Metode pembelajaran yang menyenangkan membuat hubungan yang baik dengan peserta belajar sehigga memunculkan motivasi belajar lanjut usia untuk dapat terus belajar. Sedangkan pada sasaran komunikal dengan adanya interaksi yang baik tidak menjadi peserta belajar sebagai murid tetapi menjadikan mereka sebagai teman, memberikan penghargaan atau pengakuan bahwa mereka merupakan bagian dari lanjut usia yang berhak mendapatkan pendidikan.

Pendidikan sepanjang hayat menegaskan bahwa saat manusia untuk mengalami pendidikan adalah selama hidupnya atau sepanjang jaga, tujuan pendidikan sepanjang hayat adalah tidak hanya sekedar perubahan melainkan untuk tercapainya kepuasan setiap orang yang melakukannya. Fungsi pendidikan sepanjang hayat adalah sebagai kekuatan motivasi bagi peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar berdasarkan dorongan dan swa arah atau diarahkan atau diarahkan oleh dirinya sendiri (Self directed learning) dengan cara berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.

(10)

F. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Motivasi Peserta Belajar Lanjut Usia dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran Pelatihan Kreeatif Mandiri

Dilihat dari hasil penelitian bahwa lanjut usia mendapatkan motivasi-motivasi sebagai pendorong untuk mengikuti Program PKM diantaranya :

a. Motivasi belajar yang timbul dari faktor instrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil atau keinginan untuk bisa, mendapatkan sebuah pengalaman belajar, dan dapat bersosialisasi dengan peserta belajar lain yang merupakan teman sejawat faktor ekstrinsiknya adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Faktor motivasi motivasi tersebut disebabkan oleh rangsangan dari pihak individu atau peserta belajar itu sendiri dan dari pihak fasilitator serta dari pihak pengelola Rumah Belajar.

b. Faktor pendorong belajar lanjut usia dalam mengikuti program PKM juga dipengaruhi oleh gaya belajar lanjut usia itu yang dapat disimpulkan sebagai gaya belajar yang unik dimana kebutuhan dan minat materi belajar diawali dengan pengalaman-pengalaman warga belajar, serta ciri khas dari peserta belajar lanjut usia adalah daya nalar yang harus diberikan kekuatan dan kesabaran untuk mengungkapkan pengalaman-pengalamannya. 2. Faktor Pendukung dan Penghambat PesertaLanjut Usia dalam Mengikuti Kegiatan

Pelatihan Kreatif Mandiri

Beberapa faktor yang dapat mendukung atau bahkan menghambat baik secara internal maupun eksternal, dan pada lanjut usia dalam mengikuti kegiatan PKM yang dilaksanakan di Rumah Belajar terdapat foaktor pendukung dan penghambat diantaranya : Faktor pendukung: (1). Internal adalah didukung oleh pengelola dan fasilitator yang terdiri koordinator program atau penanggung jawab program dan tiga fasilitator yang berasal dari mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah, dan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh fasilitator adalah Kompetensi andragogis dimana fasilitator mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif. Kompetensi sosial dimana fasiliator dapat menciptakan suasana kekeluargaan dengan peserta belajar dan lingkungan sekitar. Kompetensi pribadi yang ditunjukan fasilitator dan pengelola adalah sifat santun dan sopan terhadap peserta belajar. Kompetensi akademik kemampuan dalam menyampaikan materi dan menggunakan media pembelajran serta mengajarkan keterampilan. Adanya pemberian dukungan penunjang pembelajaran seperti kaca mata yang membantu peserta belajar dalam proses pembelajaran. (2). Eksternal diatanranya adalah dukungan dari keluarga. Dukungan dari pihak keluarga menjadi salah satu dorongan peserta belajar untuk terus mengikuti pembelajaran dan sikap terbuka yang ditunjukan oleh lingkungan sekitar membuat nyaman dalam proses pembelajaran.

Faktor penghambat : (1). Internal faktor penghambat ini berasal dari peserta belajar itu sendiri yang dapat dilihat dari kesibukan dan kondisi kesehatan yang semakin tua akan semaking menurun. (2) Eksternal, fasilitator kadang kala terlambat sedangkan peserta belajar sudah siap untuk belajar, dukungan dana atau biaya penyelenggaraan program ini untuk keberlangsungan kegiatan dan menambah sarana belajar yang baru.

3. Kompetensi yang Diperlukan Peserta Belajar Lanjut Usia sebagai Pembelajar Sepanjang Hayat

(11)

meluangkan waktu belajar dirumah. (3) Bersikap arif ditunjukan dengan terbuka dengan pengatahuan baru dan antusias ketika mengikuti proses pembelajaran.

Kompetensi sosial yang terlihat diantaranya (1) Berkomunikasi dan bergaul secara efektif (2) Berkomunikasi dan bermintra dengan sesama pembelajar, fasilitator, dan lapisan masyarakat sesuai dengan kebudayaan sekitar. yaitu dengan adanya proses interaksi secara verbal yang dilakukan oleh peserta belajar pada fasilitator, peserta belajar pada pengelola, maupun dianatara peserta belajar.

Pendidikan sepanjang hayat berorientasi pada terjadinya proses perubahan sikap dan prilaku peserta didik kearah mendewasa yang senantiasa mengembangkan potensi diri dan berupaya mencapai kepuasan diri dalam kehidupan yang baik dan bermakna bagi dirinya dan lingkungannya. Itu terjadi pada proses kempetensi kepribadian yang menunbuhkan sikap mendewasa lanjut usia yang selalu mau mencoba dalam pembelajaran, adanya kedisiplinan waktu dalam mengikuti proses pembelajaran. Terbentuknya pola belajara dilingkungan keluarga, dan terciptanya keadaan saling membelajarkan satu sama lain yang tercatum dalam kompetensi sosial yang timbul.

G. DAFTAR PUSTAKA

A.M. Sardiman. (1992). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV.Rajawali. Hardywinoto, Setiabudi, T., (1999).Panduan Gerontologi Tinjauan dari berbagai Aspek.

Jakarta:PT Gramedia.

Hurlock, Elizabeth.,(1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Kehidupan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mathis, dan Jackson, (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi pertama, Cetakan Pertama, Yogyakarta : Salemba Empat.

Moekijat, (1991).Latihan dan Pengembangan Layanan Pegawai, Bandung, Mandar Maju. Santrock. J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.(edisi kelima)

Jakarta: Erlangga

Simanjuntak, Payaman J.( 2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI.

Sudjana (2000).Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, teori pendukung, Asas.Bandung : Falah Production.

Suprayogi,U .(2009). Pendidikan Bagi Masyarakat Lanjut Usia.bandung : Rizqi Press Uno,B.(2009),Teori Motivasi dan Pengukurannya.Jakarta :Bumi Aksara

Usman, Marzuki et.al., ABC (1994) Pasar Modal Indonesia, Jakarta: LPPI/ IBI.

Sumber Lain :

Peraturan Pemerintah mengenai Pemberdayaan Lansia Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1991 tentang pendidikan Non Formal

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003. Jakarta : Depdiknas Sumber Internet :

http://kulpulan-materi.blogspot.com/2012/01/pengertian-ciri-ciri-karakteristik-pada.html dikutip tanggal : 18 Oktober 2011

http://irwantra.comli.com/wp-content/uploads/2011/02/Mitsubishi.swf dikutip tanggal:18 Oktober 2011

http://iwanbudianto.com/2010/05/13/teori-motivasi/dikutip tanggal: 18 Oktober 2011

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk evaluasi turnover agen sebagai akibat perubahan kebijakan yang terjadi di kantor agen CommSpirit Commonwealth Life. Metode yang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Teknis Pelaksana Entry Penyelenggaraan

Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian terdahulu diantaranya yaitu penelitian (Susilowati, 2016), hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi berpengaruh positif

D 23 April 2015 14:00 wib Yohanes Widodo - Yohanes Widodo LUKAS Nobertus Ribut Catherine Dianti 080903594 3. PENGARUH TINGKAT KEPERCAYAAN ENDOSER IKLAN TERHADAP MINAT BELI

(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang

Bila diatas jalur penggalian terdapat tiang-tiang listrik, telepon, atau sarana lainnya, maka Instalatur agar mengamankannya dengan mengadakan dan memasang

Tipe cengkeh ini tidak dianjurkan untuk ditanam karena produksi dan daya adaptasinya rendah kualitas hasil yang kurang baik, daun yang muda berwarna ros muda atau hijau muda

Hal tersebut yang akhirnya melatarbelakangi peneliti untuk mengadakan suatu kajian ilmiah dengan judul “Aspek Pendidikan Karakter Kerja Keras (Analisis Isi pada Film “5 Cm”