• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ijang Suherman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Ijang Suherman."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

KAjIAN PERCEPATAN PENINgKATAN PERANAN bATUbARA DAlAm bAURAN ENERgI NASIoNAl

Ijang Suherman [email protected]

SARI

Peran minyak bumi dalam bentuk bahan bakar minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan energi nasional hingga saat ini masih sangat besar yakni sebesar 46,83% dari bauran energi nasional pada akhir tahun 2013. Sementara sumber daya dan cadangan minyak bumi di Indonesia sema- kin lama semakin berkurang dan menipis jumlahnya, yang semula 8,6 milyar SBM (2005) menjadi sekitar 7,2 miliar SBM (2013). Di sisi lain, pangsa batubara secara bertahap meningkat yang semula hanya 12,91% pada tahun 2000 menjadi 29,31% tahun 2013, atau meningkat rata-rata 12,25% pertahun. Tantangan ke depan bagaimana mensinkronkan program pengembangan di- versifikasi dari dominasi minyak bumi ke batubara, gas dan EBT yang optimal. Upaya meningkat- kan peran batubara dalam bauran energi antara lain mempercepat pembangunan PLTU 10.000 MW Tahap I dan Tahap II, dan percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara dan perce- patan proyek pembangunan smelter berbasis batubara. Kebijakan terkait yang diperlukan, antara lain pengendalian produksi atau ekspor batubara yang selama ini dikaitkan dengan pemikiran konvensional dalam mengejar target penerimaan negara. Percepatan pembangunan transportasi batubara melalui kereta api double track di Provinsi Sumatera Selatan dan proyek jalur transpor- tasi truk batubara terpisah dari jalan umum seperti di Provinsi Sumatera Selatan dan di Provinsi Jambi demikian pula di wilayah lainnya, serta membangun stockyard akan sangat berarti untuk kelancaran pasokan distribusi batubara dalam negeri. Alokasi pencadangan batubara nasional perlu menjadi masukan kebijakan pemerintah dalam penyediaan energi nasional.

Kata Kunci: batubara, bauran, percepatan

1. PENDAhUlUAN

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber energi fosil maupun nonfosil.

Penggunaan sumber energi fosil, khususnya minyak bumi, yang merupakan sumber ener- gi tidak terbarukan, masih sangat dominan dibandingkan dengan penggunaan sumber ener gi lainnya. Bahkan, di berbagai aspek pe- manfaatan, minyak bumi belum tergantikan.

Peran minyak bumi dalam bentuk bahan ba- kar minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan energi nasional hingga saat ini masih sangat besar, yakni sebesar 47% dari bauran energi

nasional pada akhir tahun 2013, sementara sumber daya dan cadangan minyak bumi di In- donesia semakin lama semakin berkurang dan menipis jumlahnya yang semula 8,6 miliar SBM (2005) menjadi sekitar 7,2 miliar SBM (2013).

Selain minyak bumi, Indonesia juga memili- ki sejumlah sumber energi fosil dan nonfosil lainnya yang tidak terbarukan maupun yang terbarukan, yaitu batubara, gas bumi, panas bumi, tenaga air, bioenergi, dan energi surya.

Namun, pemanfaatan dan penggunaan energi di luar BBM sampai saat ini tergolong belum optimal. Apabila pemerintah untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri terus-me-

(2)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi 2.1 Analisis Tren

Data berkala yang sering disebut time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu, untuk menggambarkan perkembangan suatu kegiatan, misalnya perkembangan pro- duksi, konsumsi, penjualan batubara dan se- bagainya. Analisis data memungkinkan untuk mengetahui perkembangan waktu/beberapa kejadian serta hubungannya atau pengaruh- nya terhadap kejadian lainnya. Misalnya, apa- kah kenaikan penggunaan (konsumsi) diikuti dengan kenaikan produksi batubara nasional.

Analisis tren merupakan suatu metode anali- sis statistika yang ditujukan untuk melakukan pemodelan data berkala dan digunakan untuk suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan pera- malan dengan baik, dibutuhkan berbagai ma- cam data dan informasi yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang rela tif cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor yang memengaruhi perubahan tersebut.

Beberapa model yang dapat digunakan untuk analisis tren atau sering disebut time series ini adalah:

- Linier : Y = a + b T

- Metode eksponensial : Y = a (ebT) Y : variabel dependen (tak-bebas) yang

dicari trennya

X : variabel independen (bebas) dengan menggunakan waktu (dalam tahun) a : konstanta regresi

b : koefisien regresi

Untuk memudahkan pengolahan dan anali- sis data dapat memanfaatkan Program Excell atau Program Statistical Package for the So­

cial Sciences (SPSS).

3. hASIl DAN PEmbAhASAN 3.1 Perkembangan bauran Energi

Ketahanan energi adalah suatu upaya peme- rintah menjamin seluruh masyarakat memiliki nerus bergantung kepada energi BBM, maka

hal ini akan menimbulkan kerawanan bahkan dapat berubah menjadi krisis, baik krisis dari sisi penyediaan energi dalam negeri maupun krisis dari sisi ekonomi, khususnya cadangan kekayaan (devisa) negara yang terus tergerus.

Tantangan terbesar dalam ketahanan energi adalah daya beli masyarakat masih di bawah keekonomian harga energi sehingga peme- rintah mengeluarkan kebijakan subsidi energi (Kementerian Koordinator Bidang Perekono- mian, 2011).

Sehubungan dengan adanya permasalahan dan tantangan dalam pemenuhan kebutuh- an energi nasional tersebut di atas, maka ha rus dicari jalan ke luar agar dalam jangka mene ngah dan jangka panjang pemenuhan kebu tuhan energi nasional dapat tertanggu- langi dan cadangan devisa negara tidak terus berkurang. Oleh karena itu, kajian peranan batubara dalam penyediaan energi nasional ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan ener gi nasional, dengan sasaran meningkat- nya peran batubara dalam bauran energi na- sional melalui penguasaan teknologi dan pe- manfaatan batubara.

2. mEToDologI

Dalam kegiatan ini, digunakan metode pe- nelitian survei sampling secara langsung ke beberapa perusahaan tambang batubara, in- dustri hilir yang menggunakan bahan bakar batubara dan nonbatubara dalam proses pro- duksinya, serta ditunjang dengan melakukan koordinasi dan pendataan ke instansi terkait.

Di samping itu, digunakan metode penelitian nonsurvei, yaitu dilakukan di studio meliputi penelusuran referensi, pengolahan dan ana li- sis serta penyu sunan laporan. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wa- wancara berpanduan (interview guide). Adapun instrumen penelitian menggunakan panduan wawancara, sedangkan model pengolahan dan teknik analisis, digunakan pendekatan mo del analisis tren.

(3)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi tahun, peranan batubara dalam bauran ener- gi nasional cukup signifikan dengan rata-rata meningkat 12,13% pertahun, hal ini sejalan apa yang diamanatkan dalam program Kebi- jakan Energi Nasional. Demikian pula pertum- buhan pasokan energi terbarukan pada baur- an ener gi nasional meningkat sebesar 6,04%

per tahun. Adapun pasokan gas alam kecen- de rungan meningkat secara fluktuatif sekitar 2,52% pertahun. (Gambar 1 dan Gambar 2).

Berdasarkan pendekatan “model eksponensi- al”, selama tiga belas tahun terakhir pertum- buhan kebutuhan energi nasional rata-rata pertahun adalah sebesar 5,25%.

Sektor yang paling banyak membutuhkan ener gi adalah sektor industri dengan pertum- buhan sebesar 4,38% per tahun. Pada tahun 2013 kebutuhan energi di sektor industri seki- tar 429 juta SBM. Di sektor industri ini peranan batubara cukup signifikan dan mempunyai peluang terus meningkat. Sektor transportasi mengalami pertumbuhan sebesar 7,79% per- tahun dan pada tahun 2013 dibutuhkan energi sebesar 360 juta SBM. Pada sektor transpor- tasi ini sebagian besar dipasok dengan BBM.

Sektor rumah tangga menempati urutan ketiga terbesar mengkonsumsi energi, namun relatif tetap, pada tahun 2013 sektor ini membutuh- kan energi sebesar 325 juta SBM.

Dari sisi pasokan, energi Indonesia masa men datang hingga tahun 2025 masih akan didominasi oleh batubara diikuti oleh minyak bumi dan gas bumi, walaupun pangsa Energi Baru dan Terbarukan (EBT) juga berkembang cukup pesat. Berdasarkan pendekatan simu- lasi statistika “model linier” (Gambar 2) terha- dap data historis (2000-2013), bauran energi tahun 2025 untuk minyak bumi menjadi sekitar 43,71%, batubara 32,56%, gas alam 20,03%

dan sisanya EBT sekitar 3,69%. Adapun tahun 2050 untuk minyak bumi minyak 38,47%, ba- tubara 37,69%, gas alam 20,21% dan sisanya EBT sekitar 3,63% (Gambar 3). Kondisi terse- but tidak sesuai dengan skenario pada KEN.

Target peran batubara dan gas alam dapat ter- capai, namun yang bermasalah peran minyak bumi masih tinggi (dua kali lipat dari target) dan peran EBT masih sangat rendah (Pusda- tin, 2012).

akses energi. Akses energi ini lebih di te kan- kan kepada kemampuan masyarakat memper- oleh energi di setiap saat dalam berbagai ben- tuk, cukup kuantitasnya, harga terjangkau, dan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, mencip- takan keamanan pasokan energi nasional me rupakan upaya meningkatkan ketahanan energi yang merupakan aspek penting dan strategis dalam upaya menyukseskan pemba- ngunan nasional.

Pembaharuan Kebijakan Energi Nasional (KEN) Tahun 2006 dikeluarkan melalui Pera- turan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2014 merupakan panduan operasional bagi tata kelola kebijakan energi hingga 2050. Salah satu sasaran atau target KEN adalah tercapai- nya bauran energi yang optimal, yaitu pada tahun 2025 peranan energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 23%, minyak bumi kurang dari 25%, batubara minimal 30%, dan gas bumi minimal 22% dan pada tahun 2050 peranan energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 31%, minyak bumi kurang dari 20%, batubara minimal 25%, dan gas bumi minimal 24%.

Pasokan energi primer nasional hingga tahun 2013 mencapai 1,597 miliar Setara Barel Mi- nyak (SBM), tetapi kalau tanpa biomas menca- pai 1,314 SBM, masih didominasi oleh energi fosil (minyak bumi, gas bumi, dan batubara).

Tingginya pasokan minyak bumi dikarenakan permintaan yang tinggi terhadap produk mi- nyak bumi berupa BBM, dimana BBM me- rupakan bentuk produk energi final yang mu- dah digunakan dan menjangkau konsumen yang luas. Selama tiga belas tahun terakhir (2000-2013), pasokan BBM mengalami ke- naikan sebesar 2,83% pertahun (perhitungan didasarkan pendekatan “model eksponensi- al”) atau pada tahun 2013 dibutuhkan energi sebesar 616 juta SBM. Namun pangsa minyak bumi dalam bauran energi nasional mengalami penurunan yang semula 59,64% tahun 2000 menjadi 46,83% tahun 2013 (tanpa biomas- sa). Di sisi lain, pangsa batubara secara ber- tahap meningkat yang semula hanya 12,91%

pada tahun 2000 menjadi 29,31% tahun 2013 atau sekitar 385 juta SBM. Dalam tiga belas

(4)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi ini adalah Perpres No. 71 Tahun 2006 tentang penugasan kepada PT PLN (Persero) untuk melakukan percepatan pembangunan pem- bangkit tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar batubara.

Perpres No.71/2006 menjadi dasar bagi pem- bangunan 10 PLTU dengan kapasitas 7.460 MW di Pulau Jawa dan 30 PLTU dengan ka- pasitas 2.540 MW di Luar Pulau Jawa, yang dikenal dengan nama Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW Tahap I. Pembangunan proyek–proyek PLTU tersebut guna mengatasi krisis energi listrik yang terjadi sejak 2003 dan 3.2 Kendala dan Upaya Peningkatan Pe ran

batubara Dalam Penyediaan Energi Nasional

Bahasan peran batubara untuk penyediaan energi nasional diarahkan bagaimana upaya meningkatkan peran batubara dalam bauran energi dan upaya menekan penggunaan BBM.

3.2.1 Percepatan Pembangunan Pembang- kit listrik Tenaga Uap (PlTU)

Program Percepatan 10.000 MW merupakan salah satu tonggak penting di dalam memper- siapkan ketersediaan energi nasional saat ini dan di masa depan. Landasan hukum program

gambar 1. Pertumbuhan konsumsi dan pasokan energi primer

gambar 2. Model perkembangan pasokan

energi primer tahun 2000-2013 gambar 3. Perkiraan perkembangan peran energi primer tahun 2015-2050 (tanpa biomassa)

(5)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi Kemudian yang di luar Jawa dengan total 977 MW yaitu PLTU Sumbagut (2x200MW), PLTU Lampung (1x100 MW), PLTU Bangka Belitung (30 MW), PLTU Kalsel (2x65 MW), PLTU Sul- sel (2x50 MW), PLTU Lombok (2x25 MW), PLTU Gorontalo (2x25 MW), PLTU Amurang (1x25 MW), PLTU NTT (2x6,5 MW), PLTU Bima (2x10 MW), PLTU Jayapura (2x10MW), dan PLTU Maluku Utara (2x7 MW).

PLTU Labuhan yang terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten adalah termasuk PLTU Program Pembangunan PLTU 10.000 MW yang pertama beroperasi yang diresmi- kan oleh Presiden pada pertengahan tahun 2009. PLTU Labuhan mempunyai 2 Unit ma- sing-masing berkapasitas 300 MW, dirancang dengan desain bahan bakar batubara berkalori 4.200 kkal/kg (GAR). Kebutuhan batubara un- tuk kedua unit tersebut sekitar 2,31 juta ton per- tahun. Sedangkan PLTU Asam-Asam saat ini sudah mempunyai empat unit pembangkit ma- menunjang program diversifikasi energi untuk

pembangkit tenaga listrik menggunakan bahan bakar non minyak bumi dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah yang cadangannya tersedia melimpah di tanah air.

Berdasarkan survei tahun 2013 dan tahun se- belumnya, teridentifikasi realisasi pembangun- an PLTU 10.000 MW Tahap I, sampai akhir tahun 2012 dapat diselesaikan pembangkit dengan total kapasitas 5.940 MW yang terse- bar di 8 lokasi di Jawa dan 12 lokasi di luar Jawa (Gambar 4). Lokasi-lokasi proyek terse- but adalah di Jawa dengan total 4.610 MW meliputi : PLTU Labuan (2x300MW), PLTU Su- ralaya (625 MW), PLTU Lontar (3x315 MW), PLTU Indramayu Unit 1 (330 MW), PLTU Rem- bang Unit 1 (315 MW), PLTU Paiton (1x660 MW), dan diperkirakan akhir tahun 2012 ini dapat diselesaikan pembangunan PLTU Pa- ci tan (2x315 MW) dan PLTU Pelabuhan Ratu unit 1 (2x350 MW).

PLTU Labuhan, Kapasitas 2x300 MW

PLTU Paiton 9, Kapasitas 2x660 MW

PLTU Suralaya, Kapasitas 8,1x660 MW

PLTU Bukit Asam-Asam 3-4, Kapasitas 2x65 MW

gambar 4 : PLTU yang termasuk Program Percepatan Pembangunan PLTU 10.000 MW Tahap I

(6)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

listrik mencapai 380 MW. Dengan beropera- sinya PLTU baru tersebut, penggunaan PLTD berbahan bakar BBM dapat ditekan. Pada tahun 2013 dibangun PLTU Asam-Asam Unit 5-6. Adapun kebutuhan batubara untuk empat unit PLTU Asam-Asam tersebut diperkirakan sing-masing berkapasitas 65 MW. Kehadiran

Unit 3 dan 4 yang termasuk Program Pemba- ngunan 10.000 MW Tahap I, setidaknya dapat mengurangi krisis kebutuhan energi listrik un- tuk wilayah Kalimantan Selatan dan Kaliman- tan Tengah, yang beban puncak pemakaian

No. Nama Proyek / lokasi Provinsi Kapasitas (mW) Perkiraan Kebutuhan batubara (Ton) Pulau Jawa

1 PLTU Labuan Banten 2 300 2.310.000

2 PLTU Suralaya Baru Banten 1 660 2.541.000

3 PLTU Teluk Naga Banten 2 300 2.310.000

4 PLTU Jabar Selatan Jawa Barat 2 300 2.310.000

5 PLTU Jabar Utara Jawa Barat 2 300 2.310.000

6 PLTU Tanjung Jati Baru Jawa Tengah 1 660 2.541.000

7 PLTU Rembang Jawa Tengah 2 300 2.310.000

8 PLTU Jatim Selatan, Pacitan Jawa Timur 2 300 2.310.000

9 PLTU Tanjung Awar-Awar Jawa Timur 1 600 2.310.000

10 PLTU Paiton Baru Jawa Timur 2 600 4.620.000

Jumlah 17 25.872.000

Di luar Pulau Jawa

1 PLTU Meulaboh NAD 2 65 774.000

2 PLTU Sibolga Baru Sumatera Utara 2 100 1.190.769

3 PLTU Medan Baru Sumatera Utara 2 100 1.190.769

4 PLTU Sumbar Pesisir Selatan Sumatera Barat 2 100 1.190.769

5 PLTU Mantung Bangka Belitung 2 10 119.077

6 PLTU Air Anyer Bangka Belitung 2 10 119.077

7 PLTU Bangka Baru Bangka Belitung 2 25 297.692

8 PLTU Belitung Baru Bangka Belitung 2 15 178.615

9 PLTU Bengkalis Riau 2 7 83.354

10 PLTU Selat Panjang Riau 2 5 59.538

11 PLTU Tj. Balai Kerimun Baru Kepulauan Riau 2 7 83.354

12 PLTU Tarahan Baru Lampung 2 100 1.190.769

13 PLTU Pontianak Baru kalimantan Barat 2 25 297.692

14 PLTU Singkawang Baru kalimantan Barat 2 50 595.385

15 PLTU Asam-Asam Kalimantan Selatan 2 65 774.000

16 PLTU Palangkaraya Kalimantan Selatan 2 65 774.000

17 PLTU Sampit Baru Kalimantan Tengah 2 7 83.354

18 PLTU Amurang Baru Sulawesi Utara 2 25 297.692

19 PLTU Sulut Baru Sulawesi Utara 2 25 297.692

20 PLTU Gorontalo Baru Gorontalo 2 25 297.692

21 PLTU Bone Sulawesi Selatan 2 50 595.385

22 PLTU Kendari Sulawesi Tenggara 2 10 119.077

23 PLTU Bima Nusa Tenggara Barat 2 7 83.354

24 PLTU Lombok Batu Nusa Tenggara Barat 2 25 297.692

25 PLTU Ende Nusa Tenggara Timur 2 7 83.354

26 PLTU Kupang Baru Nusa Tenggara Timur 2 15 178.615

27 PLTU Ambon Baru Maluku 2 7 83.354

28 PLTU Ternate Maluku Utara 2 7 83.354

29 PLTU Timika Papua 2 7 83.354

30 PLTU Jayapura Papua 2 10 119.077

Jumlah 11.621.908

Jumlah seluruh 37.493.908

Tabel 1: Perkiraan Kebutuhan Batubara Pada Pembangunan PLTU 10.000 MW Tahap I

(7)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi untuk PLTU 10.000 MW Tahap I telah dilelang- kan dengan pola distribusi sepeti pada Gam- bar 5.

Program Pembangunan PLTU 10.000 MW Tahap I hingga akhir tahun 2013 masih tersisa 12 PLTU dengan total kapasitas sekitar 2.925 MW dan kebutuhan batubara sekitar 14,2 juta ton. Proyek pembangunan pembangkit ber- daya 10 ribu megawatt yang dicanangkan pe- merintah pada 2006 sebelumnya ditargetkan selesai seluruhnya pada 2010. Namun karena berbagai kendala teknis, pemerintah memun- durkan target penyelesaian Tahap I ditarget- kan pada awalnya 2012 namun diundurkan lagi selesai pada 2014. Banyak kendala yang dihadapi sehingga mengakibatkan keterlam- batan penyelesaian proyek. Hasil identifikasi, ditemukan kendala-kendala seperti :

• Penyelesaian masalah tanah yang ber- larut-larut.

• Standardisasi peralatan pembangkit yang dibuat oleh China berbeda dengan standar internasional yang selama ini digunakan oleh PLN sehingga harus dilakukan per- bandingan standar.

sekitar 1.548.000 ton per tahun. Jika semua unit rampung, warga baru bisa merasakan kemerdekaan menikmati listrik yang sesung- guhnya. Sebab selama ini Kalimantan Selatan menjadi daerah penyuplai batubara nasional dan internasional namun energi yang didapat masyarakat masih sangat kurang.

Data hasil survei sampling tersebut digunakan untuk menghitung perkiraan kebutuhan ba- tubara Program 10.000 MW Tahap I, yang di desain berbahan bakar batubara mutu rendah (Tabel 1). Perhitungan kebutuhan batubara un- tuk PLTU yang mempunyai kapasitas di atas 100 MW disandarkan pada PLTU Labuhan dan PLTU yang berkapasitas 100 MW ke bawah disandarkan pada PLTU Asam-Asam.

Berdasarkan perhitungan, kebutuhan total ba- han bakar batubara untuk PLTU 10.000 MW Tahap I sekitar 37,5 juta ton, dan untuk PLTU yang sudah rampung dibangun sekitar 20,8 juta ton. Dengan masuknya PLTU program 10.000 MW hingga tahun 2013 diperkirakan kebutuhan batubara menjadi 74,1 juta ton.

Langkah antisifatif jaminan pasokan batubara

gambar 5. Distribusi batubara mutu rendah untuk proyek percepatan 10.000 MW Tahap I

(8)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi pada PT PLN belum dapat dikurangi, sehing- ga peng alihan subsidi tersebut belum dapat dialih kan untuk kepentingan sektor lain yang membutuhkan. Berdasarkan hasil studi PT PLN, Pulau Jawa diperkirakan akan menga- lami krisis listrik pada tahun 2018 akibat per- tumbuhan beban listrik yang terus meningkat de ngan pertumbuhan per tahun yang menca- pai sekitar sembilan persen tidak sejalan den- gan tambahan pembangkit listrik (www.berita- satu.com). Keterlambatan ini menyebabkan rencana proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II belum bisa berjalan.

Program pemerintah tidak sampai di situ kare- na kebutuhan energi listrik secara nasional dirasa masih kurang, sehingga pada tahun 2012 telah diatur lagi melalui Permen ESDM proyek pembangunan 10.000 MW Tahap II da- lam kurun waktu 2013-2020.

Dari sumber energinya, program pembangun- an 10.000 MW Tahap II tidak lagi berbasis batubara tertapi melalui diversifikasi sumber

• Kelemahan kontraktor dalam Engineering, Procurement, Construction (EPC) dari Cina pada umumnya tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak di luar Cina sehingga molor waktu penyelesaian pema- sangan peralatan, pembangunan dermaga, hingga kualitas barang yang tidak sesuai spesifikasi.

• Lokasi proyek yang merupakan hutan bakau dan harus mengurus izin pinjam pa- kai dari Kementerian Kehutanan. Demikian pula keberadaan lokasi yang relatif dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga terjadi demo penolakan warga.

• Kesulitan kontrak pasokan batubara, hing- ga spesifikasi batubara yang tidak sesuai dengan desain boiler.

Kalau tidak diantisipasi kendala-kendala ter- sebut tidak menutup kemungkinan target un- tuk merampungkan sisa pembangunan PLTU yang sudah molor tersebut tetap tidak terca- pai. Akibatnya krisis energi listrik terus berlan- jut, peng alihan subsidi BBM melalui konversi ke batubara dan subsidi yang diberikan ke-

gambar 6. Pembangkit Program Pembangunan 10.000 MW Tahap II

SUMATERA

• PLTA : 476 MW

• PLTP : 2.670 MW

• PLTU : 531 MW

• PLTGB : 16 MW TOTAL : 3.693 MW

JAWA - BALI

• PLTA : 1.087 MW

• PLTP : 2.010 MW

• PLTU : 1.400 MW TOTAL : 4.497 MW

KALIMANTAN

• PLTU : 548 MW

• PLTGB : 8 MW

• PLTG : 280 MW TOTAL : 836 MW

SULAWESI

• PLTA : 190 MW

• PLTP : 145 MW

• PLTU : 360 MW

• PLTGB : 16 MW

TOTAL : 711 MW MALUKU

• PLTP : 35 MW

• PLTGB : 16 MW TOTAL : 51 MW

NUSA TENGGARA

• PLTP : 65 MW

• PLTU : 70 MW

• PLTGB : 8 MW TOTAL : 143 MW

PAPUA PLTU : 116 MW

4585 MW 484 MW

1221 MW

340 MW 1269 MW

1804 MW

280 MW 64 MW

PLTPPLTA PLTUPLTG

PLN (26 Proyek) : 3.757 MW (37%) IPP (72 Proyek) : 6.290 MW (63%)

(9)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

dangan tertambang 65 juta ton (Gambar 7).

b. Tahap Konstruksi :

- PLTU Keban Agung dengan kapasitas 2x113,5 MW di Kabupaten Lahat - PLTU Banjarsari dengan kapasitas 2 X

100 MW di Kabupaten Lahat

- PLTU Batu Raja 2x10 MW di Kabupaten Ogan Komiring Ulu

c. Tahap Lelang :

Proyek pembangunan PLTU batubara yang telah dilelang oleh PT PLN (Persero) de- ngan skema listrik swasta (IPP) untuk loka- si, yaitu :

- PLTU Sumsel 5 (2x150 MW) - PLTU Sumsel 6 (2x300 MW) - PLTU Sumsel 7 (2x150 MW) - PLTU Sumsel 8 ( 2X600 mw) - PLTU Extention 2x300 MW

Untuk mempercepat mengatasi krisis energi dan sekaligus diversifikasi BBM ke batubara di sektor kelistrikan tidak lain harus PT PLN ber- sama-sama dengan kontraktor Cina me lakukan percepatan penuntasan realisasi program pem- bangunan PLTU Tahap I dengan cara menam- bah tenaga kerja, jam kerja hingga peralatan pendukung. Pengalaman pada Ta hap I agar menjadi cerminan pengerjaan pembangunan 10.000 MW Tahap II agar dapat mengeliminir kemungkinan kendala yang akan ter jadi. Proyek energi dengan tumpuan pada panas bumi,

batubara dan air. Yang membangunnya pun bergeser lebih banyak yang dibangun oleh swasta (IPP) dibanding PT PLN (Gambar 6).

Di samping program pemerintah tersebut, yai- tu Pembangunan PLTU 10.000 MW Tahap I dan Tahap II, juga ada program pembangunan PLTU batubara mulut tambang, seperti yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan yang dikenal sebagai lumbung energi, yaitu:

a. Baru selesai dibangun :

Pada Tahun 2012 ini baru beroperasi PLTU swasta (IPP) mulut tambang pertama yang beroperasi di Indonesia, yaitu PLTU Sim- pang Belimbing “PT GH EMM Indonesia”

dengan investor dari China. PLTU Simpang Blimbing, dengan kapasitas 2x113,5 MW di Muara Enim masuk ke sistem jaringan lis- trik Sumatera Selatan. PLTU tersebut ber- hasil mengimplementasikan teknologi Coal Pre­Drying dengan sukses pertama di In- donesia dan pertama di dunia. Penerapan teknologi tersebut, untuk upgrading batuba- ra kualitas rendah dengan nilai TM lebih dari 60% dan nilai kalori yang rendah seki- tar 2.000 kkal/kg, sebelum masuk ke boil­

er. PLTU tersebut membutuhkan batubara mutu rendah 2,1 juta ton/tahun dan dipa- sok dari tambang IUP sendiri yang tidak jauh dari lokasi PLTU (1,5 km), dengan ca-

gambar 7 . PLTU Mulut Tambang PT GH EMM Indonesia, 2x113,5 MW Simpang Belimbing, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

(10)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

(IGCC) yang ramah lingkungan. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA) mengembangkan program gasi- fikasi batubara PLTD dual fuel, gasifikasi batubara untuk syngas, gasifikasi batubara untuk IKM dan satu program lagi yang baru dikembangkan yaitu underground coal gasi­

fication (UCG). Program gasifikasi batuba- ra untuk PLTD akan bekerja sama dengan PT PLN untuk diterapkan di PLTD P. Nias dengan kapasitas sekitar 1 MW. Saat ini pengembangan syngas telah sampai mem- bangun process development unit (PDU) dengan menggunakan rancangan sendiri, dan ditargetkan tahun 2015 dapat mencip- takan desain pilot plant sebagai langkah menuju komersialisasi produksi bahan baku pupuk urea. Pengembangan pilot plant ga- si fikasi mini untuk IKM telah diaplikasikan di pengeringan tembakau dengan kapasitas 4-10 kg/jam, dan saat ini akan dikembang- kan dengan kapasitas 20 kg untuk meng- hasilkan listrik 1 KW dan akan diperbesar hingga 8 KW, dalam rangka percepatan penerapan komersialisasinya.

b. Teknologi coal Water Mixture

"Pabrik" Coal water mixture (CWM) dengan menggunakan bahan baku batubara kalori rendah skala percontohan (demonstration plant) dengan kapasitas 10.000 ton/tahun baru dibangun di Karawang, Jawa Barat, sebagai sarana penelitian yang dikembang- kan pihak Jepang menuju komersialisasi.

Puslitbang tekMIRA saat ini mengembang- kan CMW berbahan bahan baku batuba- ra bituminus. Sebenarnya tekMIRA dapat mempergunakan bahan baku batubara ka- lori jika telah memiliki teknologi upgrading batubara yang ekonomis. Sebagai bahan bakar baru, CWM perlu diperkenalkan dan disosialisasikan secara luas dan terbuka terutama kepada industri-industri yang bia- sa menggunakan boiler dengan bahan ba- kar minyak berat. Apalagi hal tersebut ditun- jang analisis finansial pembangunan pabrik komersial CWM di Indonesia menunjukkan hasil yang menguntungkan (Hudaya, G.K dkk., 2011).

pendampingan pembangunan PLTU batubara di luar program tersebut, perlu di dukung oleh semua pihak. Ini semua untuk mengurangi sub- sidi BBM dengan penggunaan ba tubara, me- rangsang pertumbuhan industri. Ha dirnya PLTU ini akan memberi multiplier effect bagi daerah sekitar.

3.2.2 Percepatan Penerapan Teknologi Pe- manfaatan batubara

Sehubungan dengan pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mine- ral dan Batubara, menyusul Permen ESDM Nomor 01 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah (PNT) Mineral melalui pengolah- an dan pemurnian, maka perlu langkah untuk mempercepat upaya penyusunan Permen ESDM tentang PNT Batubara melalui pengo- lahan. Sumber daya batubara Indonesia cu- kup banyak serta sebagian besar terdiri atas batubara peringkat rendah, sehingga memili- ki peluang untuk dilakukan peningkatan nilai tambah melalui teknologi pengolahan yang ada (Permana, 2011).

Jenis Teknologi pengolahan batubara antara lain gasifikasi, upgrading, syngas dan Coal Water Mixture (CWM). Disisi pengguna, ter- dapat peluang untuk mengkonversi bahan ba- kar BBM oleh batubara khususnya di sektor industri. Yang menjadi tantangan pengembang- an teknologi tersebut di Indonesia baru sam- pai tahap pilot plant yang mengarah ke demo plant. Oleh karena itu dorongan berupa ma- sukan kepada pemerintah untuk mempercepat penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Di samping tinggal sedikit dorongan atau insentif dan menjadi ta hapan komersial, juga dari sisi biaya investasinya relatif terjang- kau oleh investor (Hudaya, G.K., dkk., 2013).

a. Teknologi Gasifikasi Batubara

Saat ini teknologi gasifikasi batubara me- rupakan salah satu pilihan yang tepat untuk mengkonversi batubara menjadi gas karena produk gas dapat diproses lebih lanjut un- tuk menjadi berbagai produk akhir se perti synthetic natural gas (SNG), BBM, petro­

che mical, urea dan listrik melalui teknolo- gi integrated gasification combined cycle

(11)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mine- ral dan Batubara, khususnya terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mine- ral di dalam negeri paling lambat tanggal 12 Januari 2014. Perusahaan tambang nantinya tidak boleh lagi ekspor bahan tambang men- tah, tetapi harus diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan nilai tambang. Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian, tidak se- lalu terintegrasi atau dimiliki oleh pemegang konsesi pertambangan, tetapi dapat dalam bentuk kerja sama pengolahan dan pemurnian mineral (custom plant). Kementerian ESDM secara terus-menerus melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menindaklanjuti pelaksanaan dari Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2014.

Hingga tahun 2014 dari 66 perusahaan, puluh- an perusahaan yang telah tuntas mendirikan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tersebut. Pembangunan pabrik peng olahan dan pemurnian mineral tersebut membutuhkan dukungan energi yang sangat besar (Tabel 2).

Secara keseluruhan, kebutuhan ener gi listrik diperkirakan sekitar 1.175 MW. Hal tersebut merupakan peluang sekaligus tantangan yang perlu direspon oleh PT. PLN untuk menggan- deng perusahaan smelter tersebut dalam me- menuhi kebutuhan energi listriknya.

3.2.4 Pengendalian Produksi/Ekspor

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Mi- neral dan Batubara, selama 21 tahun terakhir (1992-2013) produksi batubara Indonesia telah meningkat 30 kali lipat, dari 15,935 juta juta ton menjadi sekitar 474,601 juta ton, atau mening- kat rata-rata per tahun 17,67%, jauh di atas ra- ta-rata dunia, 3,8%. Jika diasumsikan pertum- buhan produksi tetap tinggi, maka pada tahun 2025 dapat mencapai 741 juta ton, padahal Kebijakan Energi Nasional memproyeksikan sekitar 421 juta ton.

Peningkatan produksi yang pesat didorong oleh meningkat tajamnya permintaan ekspor dan permintaan dalam negeri (Suseno, T., dkk., 2013). Saat ini pasar ekspor terbesar Indonesia adalah Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, di samping China dan India yang me- Saat ini kebutuhan minyak berat untuk in-

dustri yang berada di sekitar Jabodetabek dan Lampung yang berpotensi untuk bera- lih ke CWM mencapai 2,45 juta kiloliter/ta- hun dengan biaya sebesar Rp 8,575 triliun (harga minyak berat = Rp. 3,5 juta/kiloliter).

Jika industri tersebut beralih ke CWM, maka kebutuhan CWM adalah 4,9 juta kiloliter/ta- hun dengan biaya sebesar Rp 7,350 trili- un (harga CWM = Rp 1,5 juta/kiloliter). Dari pengalihan minyak berat ke CWM ini akan diperoleh penghematan sebesar Rp 1,225 triliun/tahun.

c. Teknologi Upgrading batubara

Upgrading batubara pada umumnya dilaku- kan untuk menurunkan kadar air yang ter- dapat di dalam batubara tersebut, sehingga nilai kalori meningkat. Proses UBC merupa- kan salah satu cara penghilangan kadar air dalam batubara melalui proses penguapan (evaporasi). Teknologi Upgrading Brown Coal (UBC) dirancang khusus untuk meng- hasilkan produk batubara yang menyerupai batubara peringkat tinggi dengan nilai kalor sekitar 6,000 – 6,900 kkal/kg (adb) dari ba- tubara peringkat rendah yang mumpunyai nilai kalor berkisar 3,500 – 5,000 kkal/kg (adb), melalui teknik pengurangan kandung- an air total (dari 25 – 50% menjadi <10%).

Setelah sukses dengan UBC pilot plant di Palimanan dengan kapasitas 5 ton/hari ha- sil kerjasama tekMIRA dengan Kobe Steel (Jepang) sejak tahun 2000, kemudian pihak Kobe Steel melanjutkan ke tahap demon­

stration plant dengan kapasitas 600 ton pro- duk (1000 ton umpan) per hari di Satui, Ka- limantan Selatan. Pada tahun 2011 pabrik demonstration plant tersebut diratakan de- ngan tanah untuk menandai kesiapan Kobe Steel ke tahap komersialisasi dan menung- gu mitra investor yang bersedia menanam- kan modalnya.

3.2.3 Pembangunan smelter berbasis batubara

Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2014 di- terbitkan dalam rangka untuk mengaman kan terlaksananya amanat Undang-Undang No

(12)

Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to- tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem- bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6%

minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5).

Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone- sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit- pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

Jenis Kapasitas

1 Bauksit PT. Indonesia Chemical Alumina CGA 300 rb tpy 490.000.000 Awal 2014

2 Bauksit PT. Harita Prima Abadi Mineral SGA - 1.000.000.000 Tahap I - IV : 2016 - 2021

3 Bauksit PT. Karya Utama Tambangjaya SGA - 1.000.000.000 Tahap I - III : 2016 - 2021

4 Bauksit Indo Kapuas Alumina SGA 100.000 tpy 250.000.000 2016

5 Bauksit Kendawangan Putra Lestari 2017

6 Bauksit Putra Alam Lestari 2018

7 Bauksit Dutam Mineral 2019

8 Bauksit Tanjung Air Berani SGA 50.000 tpy - 2016

9 Bijih Besi PT. Krakatau Posco Steel Billet, Construction

steel) - 3.000.000.000 2014

10 Bijih Besi PT. Meratus Jaya Iron Steel Sponge Iron, Slab, Billet - 130.000.000 2013

11 Bijih Besi PT. Delta Prima Steel Steel - 400.000.000 2012

12 Bijih Besi PT. SILO Sponge Iron - 900.000.000 2016

I: 300.000 T 2015

II: 300.000 T 2015

14 Bijih Besi Yiwan Mining Pig Iron dan Steel Billet 1 juta tpy 150.000.000 Okt-14

15 Pasir Besi Sumber Suryadaya Prima Pellet (56-58% Fe) - 220.000.000 2013: Pellet, 2016 : Pig Iron

16 Zirkon PT. Monochem Surya Powder, Micronize - 13.000.000 Sudah

17 Zirkon PT. Irvan Prima Pratama Pasir Zirkon

18 Zirkon PT. Tatanan Indah Cemerlang (62-65% ZrO2) 19 Zirkon PT. Karya Res Lisbet

20 Zirkon PT. Katingan Inmas Sarana

21 Zirkon CV. Harapan Mandiri (65-66% ZrO2 3-7 rb tpm - 2007

22 Zirkon PT. Zirmet Mining (66,6% ZrO2) 3 - 5 rb tpm 14.000.000 2007

23 Zirkon CV. Usaha Maju 65-66% ZrO2 - - 2009

24 Zirkon Takaras Inti Lestari, PT Zircon Concentrat 65,5% 3000 ton per bulan - sudah berdiri pabrik pengolahan dan 25 Zirkon PT. BUMI KENCANA SENTOSA Sand Zirkon (65,5% ZrO2) 500-1000 tpm - sudah beroperasi 2011-

2012

26 Zirkon PT Borneo Lintas Serawak Zirkonia - - Agustus 2013 (masih

konsentrat zirkon)

27 Zirkon PT. Lubuk Katingan Perdana Pasir Zirkon I 5 rb tpm (45-55% ZrO2) - 2015

28 Zirkon CV. Agung Persada ZrSiO4 (60-65% ZrO2 ) - - -

29 Nikel Cahaya Modern Metal Industri NPI 7.500 tpy 50.000.000 Agu-14

30 Nikel PT. Indoferro NPI 250.000 tpy 160.000.000 Sudah berdiri 2012

31 Nikel Integra Mining Nusantara NPI (Ni 7 - 10%) Tahap I NPI 1.730

tpm; tahap II NPI Tahap I (Rp 91

Miliyar); Tahap tahap 1 (Trial dengan 1 cupola furnace bulan

32 Nikel Bintang Delapan Mineral -

33 Nikel Bintang Delapan Energi -

34 Nikel Elit Kharisma Utama 35 Nikel Konawe Nikel Nusantara

36 Nikel Kembar Emas Sultra NPI (14-16% Ni) 35-48 rb 15.000.000 Akhir 2013 (trial Mini

Smelter)

37 Nikel PT Karyatama Konawe Utara NPI 50.000 tpy 45.000.000 Kuartal I 2015

38 Nikel Mingzhu Internasional Co. Ltd (PT Genba Multi Mineral dan PT

Hengjaya Mineralindo) NPI 300 tpd 15.000.000 2014

39 Nikel Bhineka Sekarsa Adidaya NPI 300.000 tpy 150.000.000 2015

40 Nikel Fajar Bhakti Lintas Nusantara 41 Nikel Gebe Sentra Nickel

42 Nikel Ang and Fang Brothers FeNi 140 tpd 10.000.000 2014

43 Nikel Aquila Nikel (Solway Group) FeNi 81,400 tpy 204.791.290 2016

44 Nikel PT. Nusajaya Persadatama

Mandiri NPI 72,000 tpy 99.400.000 2016

45 Nikel PT PAM METALINDO FeNi 11.880 tpy 27.000.000 2016

46 Nikel PT. Macika Mineral Industri FeNi 53.680 tpy 41.900.000 Januari 2016 kapasitas

17,893 Ton/th FeNi s.d

47 Nikel PT. Sambas Mineral Mining FeNi 132.000 tpy 10.000.000 2014

48 Nikel PT. Jilin Metal Indonesia (Billy

Group) FeNi Tahap I: 21.500 ton

FeNi, tahap II: 80.000 2.300.000.000 2017

49 Nikel PT BOSOSI PRATAMA Sponge Ni 52,000 tpy 58.000.000 2015

50 Nikel Wanatiara Persada 51 Nikel Rimba Kurnia Alam

52 Nikel Cinta Jaya Feni (10-14% Ni) - 15.000.000 2015

53 Nikel PERNICK SULTRA, PT FeNi (12-15% Ni) 14 rb (tpy) Tahap awal - 2015

54 Nikel COR Industri Indonesia (Central

Omega Group) NPI 320.000 tpy 295.000.000 2015

55 Nikel Anugerah Sakti Utama NPI 40.000 tpy - 2016

56 Nikel PT Stargate Pacific Resources 200.00 tpy FeNi (12%) dan SS Seri

300 300.000.000 2016

57 Nikel PT. Surya Saga Utama 900 tpm NPI 8.500.000 2015

58 Nikel PT. Putra Mekongga Sejahtera 75.000 tpy Sponge Nikel - 2016

59 Mangan PT. Indotama Ferro Alloy FeMn 3.000.000 sudah berdiri smelter

mangan

60 Mangan PT. Century Metalindo SiMn 18-24 rb tpy 5.000.000 sudah berdiri smelter

mangan

61 Mangan PT. Asia Mangan Group High Carbon FeMn 128.000 tpy 160.000.000 Akhir 2014

62 Timbal dan

Seng PT. Lumbung Mineral Sentosa Bullion Lead 80 tpd 5.000.000 Akhir 2014

63 Zeolit PT. Panja Multi Mineralindo Zeolit Powder dan Granul - - Sudah dilakukan

pengolahan sesuai batasan 64 Zeolit Bojong Buana Mineralindo, PT Zeolit Granular dan

Powder (KTK = 108) 16 rb tpy - sudah berdiri 2007

65 Kaolin PT. Garuda Artha Resources Powder, Pellet, Lump 36 rb tpy 1.500.000 2007

66 Kaolin WAHAH TEKMINDO, PT Noodle 24.000 tpy - sudah berdiri dari tahun

2001

FeNi (10-16% Ni) - 250.000.000 2015

SGA 3 x 600 ribu tpy 1.200.000.000

FeNi (Ni 10-16%) - 300.000.000 2014

13 Besi PT. Kapuas Prima Coal Pig iron 80.000.000

FeNi (10-15% Ni) 636.000.000 Awal 2014

FeNi (10% Ni) - 50.000.000 2013

Keterangan

- - 2008 (concentrator)

Powder (62% ZrO2) 3 rb tpm - 2008 (concentrator)

No Komoditas Nama perusahaan Produk Smelter Investasi

(USD)

Tabel 2. Penggunaan energi pada rencana fasilitas pengolahan dan pemurnian

Referensi

Dokumen terkait

ALIRAN DAYA OPTIMAL MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) DAN MEMPERTIMBANGKAN BIAYA PEMBANGKITAN PADA SISTEM TRANSMISI 500 KV JAWA- BALI” beserta seluruh

Dengan menggunakan metode DIMO maka sistem interkoneksi Jawa Bali 500 kV dapat direduksi menjadi 9 bus yang terdiri dari 8 pembangkit dan sebuah bus beban.. Untuk

Pemodelan sistem dari minimisasi rugi-rugi transmisi pada sistem kelistrikan 500 kV Jawa-Bali yang diusulkan, terdiri dari dua fase yakni fase awal untuk menentukan

Catu daya pada PT.Indonesia Power UJP PLTU 2 Jateng Adipala menggunakan 2 mode suplai yaitu dari transmisi 500 kV dan daya dari generator, suplai dari transmisi 500

Pemodelan sistem dari minimisasi rugi-rugi transmisi pada sistem kelistrikan 500 kV Jawa-Bali yang diusulkan, terdiri dari dua fase yakni fase awal untuk menentukan

ANALISIS ALIRAN DAYA OPTIMAL MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) DAN MEMPERTIMBANGKAN BIAYA PEMBANGKITAN PADA SISTEM TRANSMISI 500 KV JAWA-BALI.. Diajukan Untuk Memenuhi

Dari hasil simulasi penempatan optimal SVC pada sistem transmisi 500 kV Jawa Bali menggunakan Artificial Bee Colony (ABC) Algorithm dapat ditarik kesimpulan,. Proses komputasi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Gambar Lokasi Menara Proyek Transmisi 500 KV Sumatera Lampiran II Gambar Monitoring Realisasi Proyek Transmisi 500 KV Sumatera Lampiran III Gambar Ukuran