ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAPASA
SUPRIADI K11113314
DEPARTEMEN BIOSTATISTIK / KKB FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
iii
iv
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin Makassar Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi, November 2017 SUPRIADI
“ FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAPASA”
xi + VI BAB + 69 Halaman + 12 Tabel + VI Lampiran
Salah satu upaya yang dilaksanakan dalam program KB adalah melalui penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia sebesar 61% sudah melebihi rata-rata ASEAN (58,1%).
Akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan Vietnam (78%), Kamboja (79%) dan Thailand (80%). Padahal jumlah Wanita Usia Subur (WUS) tertinggi di ASEAN adalah Indonesia yaitu 65 juta orang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dukungan suami, dan peran PLKB pada akseptor KB.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional study dengan rancangan cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini adalah pasangan usia subur sebanyak 88 responden di wilayah kerja Puskesmas Kapasa, metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung kepada responden PUS (Pasangan Usia Subur) dan pengolahan data menggunakan program SPSS (statistical package for social science). Analisis data pada penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi- Square.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan (p=0,006), pendidikan (p=0,020), dan peran PLKB (p=0,015) memiliki hubungan dengan akseptor KB.
Dan umur (p=0,366), pekerjaan (p=0,823) serta dukungan suami (p=0,068) tidak memiliki hubungan dengan akseptor KB.
Dari hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar pihak puskesmas meningkatkan kinerja Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam melakukan edukasi KB demi peningkatan pengetahuan alat kontrasepsi di masyarakat.
Daftar Pustaka : 42 (1980-2016)
Kata Kunci : Penggunaan alat kontrasepsi, pasangan usia subur.
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAPASA TAHUN 2017”. Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW kepada keluarga, para sahabatnya dan umatnya hingga akhir zaman amin.
Penulis sadar dengan kekurangan dalam penulisan ini serta berbagai kendala yang dihadapi dalam merampung skripsi ini. Alhamdulillah saya ucapkan terima kasih kepada semua orang yang terlibat membantu baik moril maupun materil dalam penyususnan skripsi ini.
Penghargaan dan terima kasih yang tak terkira kepada Ibu saya Hj.Panynyiwi dan Ayah saya H. Marsuki yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya yang selalu memberikan dukungan baik doa dan materi kepada penulis semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat ,kesehatan dan keberkahan atas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang membantu penulis dalam berbagai hal. Oleh karena itu dengan rasa hormat dan terima kasih sedalam dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. drg. H. A. Zulkifli A., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
vi
2. Ibu Dr. Masni, Apt, MSPH selaku ketua Departemen Biostatistik, selama penulis menempuh studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Muhammad dr. Muhammad Ikhsan,MS,PKK selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Stang M.kes selaku pembimbing II, yang selalu memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak dr. Mukhsen Sarake,MS, Bapak Indra Dwinata SKM,MPH. dan Ibu Indra Fajarwati SKM, MA selaku penguji selama proposal, hasil dan pada ujian skripsi yang telah memberikan kritikan membangun serta masukan- yang sangat bermanfaat.
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
6. Seluruh staf pegawai FKM Unhas atas segala arahan, dan bantuan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Petugas Puskesmas Kapasa yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penelitian ini
8. Kepada Para akseptor KB diwilayah kerja puskesmas kapasayang telah bersedia menjadi responden dan meluangkan waktunya.
9. Teman-teman seperjuangan 2013 REMPONG Fakultas Kesehatan Masyarakat yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
vii
10. Teman-teman dan adik-adik pengurus HIMASTIK periode 2016/2017 dan kakak-kakak jurusan Biostatistik/KKB yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
11. Sahabat-sahabat saya ria, iqbal, zafwan, ade, dinda, wati, sahrul, khalis yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman MASOLANG yang selalu nmenemai dan memberikan semangat
13. Teman-teman PBL Desa Rumbia dan teman-teman KKN Profesi Kesehatan desa Gattareng terima kasih atas pengalaman yang menarik dan tak terlupakan.
14. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan namun demikian, penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin
Makassar, November 2017
Supriadi
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
RINGKASAN ... ii
KATA PENGANTAR ... ... iii
DAFTAR ISI ... ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Keluarga Berencana ... 8
B. Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi ... 10
C. Tinjauan Umum Tentang Akseptor KB ... 14
D. Tinjauan Umum Tentang Konsep Perilaku Kesehatan ... 15
E. Tinjauan Umum Tentang Pasangan Usia Subur . ... 17
F. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas ... 18
G. Tinjauanm Umum Tentang Petugas Lapangan KB . ... 22
H. Kerangka Teori ... 27
ix BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti .. ... 28
B. Kerangka Konsep ... 32
C. Definisi Operasional ... 33
D. Hipotesis ... 36
BAB IV METODE PENELITIAN A. Rancangan Penilitian ... 38
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38
C. Populasi Penelitian ... 38
D. Metode Pengumpulan Data ... 40
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 40
F. Penyajian Data ... 42
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43
B. Hasil Penelitian ... 43
C. Pembahasan ... 54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
x
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa ... 44 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah
Kerja Puskesmas Kapasa ... 45 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah
Kerja Puskesmas Kapasa ... 45 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah
Kerja Puskesmas Kapasa ... 46 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami di
Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa ... 46 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran PLKB di Wilayah
Kerja Puskesmas Kapasa ... 47 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur dengan Akseptor
KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa ... 48 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan dengan
Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa ... 49 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan dengan
Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa ... 50 Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan dengan
Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa ... 51
xi
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami dengan Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa ... 52 Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran PLKB dengan
Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa ... 53
xii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I : Kuesioner
Lampiran II : Foto Dokumentasi Lampiran III : Hasil Analisis SPSS Lampiran IV : Surat Izin Penelitian Lampiran V : Biodata Penulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Masalah Kependudukan yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang termasuk indonesia pada umumnya yakni jumlah penduduk yang besar, besar pertumbuhan tinggi, persebaran yang tidak merata, dan kualitas rendah. Untuk mengatasi masalah perkembangan di bidang kependudukan, perlu adanya suatu peraturan dan kebijakan pemerintah. Agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan baik harus diimbangi dengan peraturan pertumbuhan jumlah penduduk melalui keberhasilanm program keluarga berencana yang harus dilaksanakan, karena jika program tersebut tidak terlakasana dengan baik akan mengakibatkan laju penduduk tidak seimbang dan berimbas pada berbagai aspek penting pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan nasional.
Indonesia merupakan salah satu negara dari berbagai negara di dunia yang memiliki jumlah penduduk sangat tinggi. Setiap tahun jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah. Penduduk menurut UU Republik Indonesia No. 10 tahun 1992 yaitu orang dalam matranya sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara dan himpunan kuantitas yang bertempat tinggal disuatu tempat dalam batas wilayah negara pada waktu tertentu (UUD, 1992).
Penduduk adalah salah satu komponen penting dalam proses perubahan sosial. Perubahan sosial tersebut dapat disebabkan oleh faktor- faktor sosial demografi, seperti kelahiran, kematian, dan migrasi. Namun, di sisi lain perubahan yang terjadi dapat pula disebabkan kebijakan dalam pembangunan, terutama yang berkaitan dengan sektor-sektor kehidupan orang banyak. Besarnya jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan pelayanan memadai, misalnya dalam kesehatan dan pendidikan, sangat berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka. Selain itu, kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan dan orientasi pembangunan yang terpusat di daerah perkotaan telah mengakibatkan terjadinya migrasi penduduk. Namun, penyebaran itu pun tidak merata sehingga menimbulkan berbagai perubahan yang menyertainya (Syukur, 2010).
Permasalahan sangat kompleks dan berkaitan satu sama lain sehingga mengakibatkan pertumbuhan penduduk menjadi tidak seimbang, permasalahan tersebut terurai seperti disuatu daerah kota-kota besar, umumnya masih banyak masyarakat yang kurang memahami pentingnya program keluarga berancana nasional. Jika kita telah secara lebih mendalam permasalahan kependudukan di suatu daerah dapat diurai seperti, ketika penduduknya semakin banyak karena tingkat pendudukan yang semakin tinggi dan rendahnya kesadaran masyarakat akan program KB, daerah tersebut akan mengalami sebuah kondisi dimana penduduk yang sangat padat, ketika penduduk sangat padat dan tidak diimbangi dengan aspek mobilitas yang baik, misalnya seperti aspek kesehata, aspek ekonomi, dan bahkan
lapangan kerja yang terbatas tentunya akan mengakibatkan kemiskinan dan bahkan lebih dari itu masyarakat akan hidup dengan kondisi yang tidak kondusif kedepannya. Hal tersebut menjadi menjadi sebuah evaluasi penting dan tugas yang berat bagi pemerintah, maka dari itu pemerintah sangat mengharapkan sebuah kontribusi masyarakat mengenai program keluarga berencana nasional demi tereleasisasi dengan baik.
Dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas, pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan program keluarga berencana. Menurut Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, yang dimaksud dengan Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (UUD, 2009).
Keluarga merupakan unit atau persekutuan terkecil dari masyarakat, dari unit ini kemudian berkembang menjadi unit lebih besar yang disebut suku, kabilah, marga, dan komunitas masyarakat lainnya. Apabila sebuah keluarga atau rumah tangga itu tertib dan teratur, maka bentuk suatu masyarakat itupun akan tertib dan teratur pula dan demikian pula sebaliknya.
Setiap keluarga mempunyai tujuan dan cita-cita yang agung dalam keberlangsungan keluarga. Hal itu untuk menjamin kemaslahatan setiap unsur dan kesejahteraan hidup sebuah keluarga, sehingga memudahkan
pembentukan keluarga mencapai sasaran yang dituju yakni keluarga sakinah (Nuraini, 2013).
Program Keluarga Berencana adalah bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan Nasional dan bertujuan untuk turut serta dalam menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia, agar dapat mencapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional (Budisuari, 2011).
Salah satu upaya yang dilaksanakan dalam program KB adalah melalui penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia sebesar 61% sudah melebihi rata- rata ASEAN (58,1%). Akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan Vietnam (78%), Kamboja (79%) dan Thailand (80%). Padahal jumlah Wanita Usia Subur (WUS) tertinggi di ASEAN adalah Indonesia yaitu 65 juta orang (Kemenkes, 2013).
Di Indonesia, jumlah kepala keluarga sebanyak 60.349.706 dan jumlah pasangan usia subur 36.993.725 sebanyak 61.29% dari jumlah kepala keluarga. Peserta KB secara nasional sebanyak 23.361.189 sebanyak 63.14%
dari jumlah pasangan usia subur di Indonesia (BKKBN, 2016).
Pada tahun 2016 di Sulawesi Selatan jumlah PUS sebanyak 1.236.047 dari jumlah ini dengan proporsi 71.71% (886.446 peserta) merupakan pasangan usia subur yang ikut KB. Berdasarkan peserta KB, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah suntik (503.246 peserta), pil (189781 peserta),
implant (78.715 peserta), MOW (51.444 peserta), IUD (27.582 peserta), kondom (20.792 peserta) dan MOP (14.886 peserta) (BKKBN Provinsi, 2016).
Pada tahun 2016 di kota Makassar tercatat sebanyak 185.740 PUS, dengan proporsi peserta KB aktif 69,54% (129.165 peserta). Berdasarkan peserta KB aktif, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah suntik (53.404 peserta), pil (31.209 peserta), implant (18.225 peserta), IUD (15.224 peserta), kondom (6.123 peserta), MOW (4.542 peserta) dan MOP (598 peserta) (BKKBN Kota, 2016).
Jumlah pasangan usia subur di kelurahan kapasa berjumlah 2396 orang dengan jumlah peserta KB sebanyak 1574 orang dan bukan peserta KB 822 orang, di wilayah kerja Puskesmas Kapasa masih sering dijumpai keluarga yang memiliki anak lebih dari 2, ini sangat bertolak belakang dengan visi yang diusung oleh pemerintah dalam program keluarga nasional yaitu “2 anak cukup”. Penyuluh keluarga berencana harus memiliki wawasan yang luas agar dipercaya masyarakat ketika melakukan sebuah penyuluhan dan konseling, berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi pada pasangan usia subur di wilayah kerja puskesmas kapasa B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah, faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi pada pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi pada psangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui hubungan umur pada pasangan usia subur dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?
b) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pada pasangan usia subur dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?
c) Untuk mengetahui hubungan pendidikan pada pasangan usia subur dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?
d) Untuk mengetahui hubungan pekerjaan pada pasangan usia subur dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?
e) Untuk mengetahui hubungan dukungan suami pada pasangan usia subur dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?
f) Untuk mengetahui hubungan peran PLKB pada pasangan usia subur dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sumber informasi bagi instansi kesehatan khususnya masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
2. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan mengenai keluarga berencana serta mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Keluarga Berencana (KB)
1. Pengertian Keluarga Berencana
Menurut WHO (World Health Organisation) (1970) keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu : menghindarkan kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Keluarga berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Zainuddin, 2012).
Berdasarkan Undang-Undang No 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya mengatur kehamilan anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai hak reproduksinya untuk mewujudkan keluarga berkualitas (Rizkitama, 2015).
Menurut Depkes RI 1996 keluarga berencana adalah suatu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan jalan memberikan nasihat perkawinan, pengobatan kemandulan, dan penjarangan kelahiran. Secara umum keluarga berencana (KB) dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, ayah serta
keluarganya yang bersangkutan tidak menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut (Suratun, 2008).
2. Tujuan Program Keluarga Berencana
Dalam ICPD (Internationale Conference on Population and development) Kairo 1994, disebutkan bahwa salah satu tujuan program keluarga berencana yaitu membantu pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tentang jumlah dan jarak antara satu anak dengan anak lainnya dan untuk mendapatkan informasi dan sarana dalam melakukannya, juga untuk memberi kebebasan serta ketersediaan berbagai macam alat kontrasepsi yang aman dan sehat (Handayani, 2010).
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), tujuan kelurga berencana adalah :
a) Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya.
b) Meningkatkan martabat kehidupan rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk tidak melebihi kemampuan untuk meningkatkan reproduksi.
Adapun Visi dari BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) tahun 2016 yaitu “Menjadi lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas”. Sedangkan Misi BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) tahun 2016 adalah :
a) Mengarus-utamakan pembangunan berwawasan Kependudukan.
b) Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi.
c) Memfasilitasi Pembangunan Keluarga.
d) Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga..
e) Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten (BKKBN, 2016).
B. Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” berarti mencegah atau melawan, dan konsepsi berarti pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang menyebabkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah metode yang digunakan untuk mencegah kehamilan (Amalia and Afriany, 2015).
Kontrasepsi terbagi atas dua yaitu secara alami dan bantuan alat.
Kontrasepsi alami merupakan metode kontrasepsi tanpa menggunakan bantuan alat apapun, caranya adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual pada masa subur, cara ini lebih dikenal dengan metode kalender.
Kelebihannya adalah memperkecil kemungkinan terjadinya efek samping karena tidak menggunakan alat sedangkan kelemahannya adalah kurang efektif karena kadar perhitungan masa subur bisa meleset dan tidak akurat (Wikojoastro, 2013).
Secara umum syarat metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut (Saifuddin, 2006) :
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.
2. Berdaya guna, dalam arti bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah terjadinya kehamilan.
3. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus.
4. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat.
5. Terjangkau harganya oleh masyarakat
6. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali kontrasepsi mantap.
Berbagai jenis metode atau alat kontrasepsi dibagi menjadi (Hartanto, 2004).
1. Kontrasepsi Sterilisasi
Yaitu pencegahan kehamilan dengan mengikat sel indung telur pada wanita (tubektomi) atau testis pada pria (vasektomi). Proses Sterilisasi ini harus dilakukan oleh ginekolog (dokter kandungan). Efektif bila memang ingin melakukan pencegahan kehamilan secara permanen.
a) Kontrasepsi Teknik, dibagi menjadi :
(1) Coitus Interuptus (senggama terputus) : ejakulasi dilakukan di luar vagina. Faktor kegagalan biasanya terjadi karena ada sperma yang sudah keluar sebelum ejakulasi, orgasme berulang atau terlambat menarik penis keluar.
(2) Sistem Kalender (pantang berkala) : tidak melakukan senggama pada masa subur, perlu kedisiplinan dan pengertian antara suami istri karena sperma maupun sel telur (ovum) mampu bertahan hidup sampai dengan 48 jam setelah ejakulasi. Faktor kegagalan karena salah menghitung masa subur (saat ovulasi) atau siklus haid tidak teratur sehingga perhitungan tidak akurat.
(3) Prolonged lactation atau menyusui, selama tiga bulan setelah melahirkan saat bayi hanya minum ASI (Air Susu Ibu) dan menstruasi belum terjadi, otomatis tidak akan terjadi kehamilan.
Tapi jika ibu hanya menyusui kurang dari enam jam per hari, kemungkinan terjadi kehamilan cukup besar.
b) Kontrasepsi Mekanik, terdiri dari :
(1) Kondom : terbuat dari latex. Terdapat kondom untuk pria maupun wanita serta berfungsi sebagai pemblokir sperma. Kegagalan pada umumnya karena kondom tidak dipasang sejak permulaan senggama atau terlambat menarik penis setelah ejakulasi sehingga kondom terlepas dan cairan sperma tumpah di dalam vagina.
(2) Spermatisida : bahan kimia aktif untuk membunuh sperma, berbentuk cairan, krim atau tisu vagina yang harus dimasukkan ke dalam vagina lima menit sebelum senggama. Kegagalan sering terjadi karena waktu larut yang belum cukup, jumlah spermatisida yang digunakan terlalu sedikit atau vagina sudah dibilas dalam waktu kurang dari enam jam setelah senggama.
(3) Vaginal diafragma : lingkaran cincin dilapisi karet fleksibel ini akan menutup mulut rahim bila dipasang dalam liang vagina enam jam sebelum senggama. Efektifitasnya sangat kecil, karena itu harus digunakan bersama Spermatisida untuk mencapai efektivitas 80%.
(4) IUD (Intra Uterina Device) atau spiral : terbuat dari bahan polyethylene yang diberi lilitan logam, umumnya tembaga (Cu) dan dipasang di mulut rahim. Kelemahan alat ini yaitu bisa menimbulkan rasa nyeri di perut, infeksi panggul, pendarahan di luar masa menstruasi atau darah menstruasi lebih banyak dari biasanya.
c) Kontrrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal bisa berupa pil KB yang diminum sesuai petunjuk hitungan hari yang ada pada setiap blisternya, suntikan, susuk, (Implant) yang ditanam untuk periode tertentu, koyo KB atau spiral berhormon.
Kontrasepsi hormonal terdiri dari :
(1) Pil Kombinasi Oral Contraception (OC) : Pil kombinasi merupakan kombinasi dosis rendah estrogen dan progesteron. Penggunaan kontrasepsi pil kombinasi estrogen dan progesteron atau yang hanya terdiri dari progesteron saja merupakan penggunaan kontrasepsi terbanyak.
(2) Suntik KB : Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Cara pemakaiannya dengan menyuntikan zat hormonal ke dalam tubuh. Zat hormonal yang terkandung dalam cairan suntikan dapat mencegah
kehamilan dalam waktu tertentu. Biasanya penyuntikan ini dilakukan 2-3 kali dalam sebulan.
(3) Susuk KB (Implant) : Implant terdiri dari 6 kapsul silastik, setiap kapsulnya berisi levomorgestrel sebanyak 36 miligram dengan panjang 3,4 cm dan diameter 2,4 cm. Kemasan Implant dirancang agar isinya tetap steril selama masa yang ditetapkan asalkan kemasannya tidak rusak atau terbuka. Kapsul yang dipasang harus dicabut menjelang akhir masa 5 tahun. Pemasangan implant hanya dilakukan petugas klinik yang terlatih secara khusus (dokter, bidan dan paramedik) yang dapat melakukan pemasangan dan pencabutan Implant. Terdapat dua jenis implant yaitu Norplant dan Implanon.
Koyo KB digunakan dengan ditempelkan di kulit setiap minggu.
Kekurangannya adalah dapat menimbulkan reaksi alergi bagi yang memiliki kulit sensitive dan kurang cocok untuk digunakan pada daerah beriklim tropis.
C. Tinjauan Umum Tentang Akseptor KB (Keluarga Berencana) 1. Pengertian
Akseptor KB (Keluarga Berencana) adalah peserta keluarga berencana (Family Planning Participant) yaitu pasangan usia subur dimana salah seorang menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun non program (BKKBN, 2011).
2. Jenis – jenis akseptor KB
a) Akseptor aktif, yaitu akseptor yang ada pada saat ini menggunakan cara atau alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.
b) Akseptor aktif Kembali yaitu: Pasangan Usia subur yang telah menggunakan kontrasepsi selama 3 bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara / alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama atau berganti cara setelah berhenti 3 bulan berturut – turut bukan karena hamil. Akseptor KB baru, yaitu: Akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat / obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.
c) Akseptor KB (Keluarga Berencana) dini, yaitu: Para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.
d) Akseptor langsung, yaitu: Para istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.
e) Akseptor drop out, yaitu: Akseptor yang menghentikan kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007).
D. Tinjauan Umum Tentang Konsep Perilaku Kesehatan
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni
faktor predisposisi (predisposing factor), faktor-faktor yang mendukung (enabling factor) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factor) (Green and Kreute, 2005).
1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor-faktor predisposisi mencakup pengetahuandan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
2. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pot obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.
3. Faktor-faktor Pendorong (Reinforcing Factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang- undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Berdasarkan Teori (Green and Kreute, 2005), bahwa pemakaian alat kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan pelayanan alat kontrasepsi, dukungan keluarga dan dukungan suami.
E. Tinjauan Umum Tentang Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang terikat dalam perkawinan yang sah yang umur istrinya antara 15-49 tahun (Pinem, 2009). Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami-istri yang istrinya berumur 15-49 tahun dan masih haid, atau pasangan suami-istri yang istrinya berusia kurang dari 15 tahun dan sudah haid, atau istri sudah berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih haid. PUS merupakan sasaran utama program KB sehingga perlu diketahui bahwa:
1. Hubungan urutan persalinan dengan risiko ibu-anak paling aman pada persalinan kedua atau antara anak kedua dan ketiga.
2. Jarak kehamilan 2–4 tahun, adalah jarak yang paling aman bagi kesehatan ibu-anak.
3. Umur melahirkan antara 20–30 tahun, adalah umur yang paling aman bagi kesehatan ibu-anak.
Masa reproduksi (kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu: masa menunda kehamilan/kesuburan(sampai usia 20 tahun), masa mengatur kesuburan atau menjarangkan (usia 20-30 tahun), masa mengakhiri kesuburan/tidak hamil lagi (di atas usia 30 tahun). Masa reproduksi (kesuburan) ini merupakan dasar dalam pola penggunaan kontrasepsi rasional.
F. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas 1. Definisi Puskesmas
Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Penyelenggaraan pusat kesehatan masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka meningkatkan derajat masyarakat serta menyukseskan program jaminan sosial nasional (Permenkes, 2014).
Dalam Kepmenkes No 128 Tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas, puskesmas didefinisikan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan ujung tombak dari dinas kesehatan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, puskesmas memiliki tujuan yaitu mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas. Sehingga untuk mencapai tujuan, maka puskesmas memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Sedangkan pendapat lain mengatakan puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Budiarto, 2015).
2. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005).
3. Fungsi Puskesmas
Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. (Jabbar, 2014)
Tiga fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta menduku ng pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya.
Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas
adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.(Trihono, 2005)
Pusat pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama berarti puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi :Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (privat goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap (Jabbar, 2014).
4. Peran Puskesmas
Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Effendi, 2009).
G. Tinjauan Umum Tentang PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) / PKB (Penyuluh Keluarga Berencana)
PLKB/PKB merupakan ujung tombak pengelola KB di lapangan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Peraturan Presiden No. 62 tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyatakan bahwa BKKBN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana, agar amanat tersebut dapat terimplementasikan perlu ditetapkan Norma, Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana (UUD, 2009).
Salah satu NSPK sesuai UU 52/2009 adalah Pedoman Penyediaan dan Pemberdayaan Tenaga Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana di Lingkungan Pemerintah Daerah, hal ini telah sesuai dengan pasal 38, yakni di BKKBN ditetapkan Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana Nasional sesuai dengan kebutuhan.
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota pada lampiran Peraturan Pemerintah tersebut pada Sub Bidang Penguatan Pelembagaan Keluarga kecil berkualitas.
Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota diamanatkan menetapkan formasi dan Sosialisasi Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana, dan dilanjutkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Pemerintah Daerah dimana dalam program keluarga berencana merupakan urusan wajib dan masuk dalam rumpun Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
Rasio PLKB/PKB dengan jumlah kelurahan/desa adalah 1 idealnya membina 1-2 desa atau kelurahan. Hasil evaluassi dan capaian secara nasional Program KB Nasional tahun 2004-2009 cenderung stagnan, keberhasilan pelaksanaan Program KB Nasional telah memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan nasional, khususnya dalam pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Salah satu aspek yang menunjang keberhasilan tersebut adalah sumber daya manusia yang potensial terutama ada tingkat lini
lapangan yang selama ini telah melaksanakan tugas dengan baik yaitu Tenaga Fungsional PLKB/PKB.
Dilihat dari tugas pokok dan fungsi PLKB/PKB adalah agent of change pada keluarga dan masyarakat luas menuju perubahan dari tidak mendukung menjadi pendukung menjadi mendukung program KB, dari tidak peduli menjadi peduli, dari tidak mau berparttisipai menjadi berperan serta.
PLKB/PKB juga merupakan salah satu komponen penting dalam upaya peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga sebagai indikator kemajuan yang telah dicapai oleh suatu daerah. PLKB/PKB bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam memberikan berbagai penyluhan program.
1. Tujuan
Adapun tujuannya, sebagai berikut ;
a) Memahami visi dan misi Program keluarga berencana nasional b) Peningkatan pengetahuan dan wawasan nasional
c) Dapat mengembangkan berbagai kegiatan operasional di wilayah kerjanya
2. Keududukan dan Peran a) Kedudukan
PLKB/PKB adalah aparat pemerintah (PNS/Non PNS) yang berkedudukan di Desa atau Kelurahan dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab melakukan kegiatan berupa Penyuluhan, Penggerakan, Pelayanan, Evaluasi dan Pengembangan Program
keluarga berencana Nasional serta kegiatan program pembangunan lainnya yang ditugaskan oleh pemerintah daerah di wilayah kerjanya.
b) Peran
PLKB/PKB memiliki beberapa peran dalam program kerjanya hal ini perlu dilakukan agar target program KB (Keluarga Berencana) setiap tahunnya tercapai, peran PLKB/PKB sbb :
(1) Pengelola pelaksanaan kegiatan Program KB Nasioanal di desa atau kelurahan.
(2) Penggerak partisipasi masyarakat dalam program KB Nasional di desa atau kelurahan.
(3) Pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam pelaksanasan program KB Nasional di desa/kelurahan.
(4) Menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan program KB Nasional di desa/kelurahan.
3. Fungsi
PLKB/PKB mempunyai fungsi merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengembangkan, melaporkan dan mengevaluasi program KB Nasional dan program pembangunan lainnya di wilyah kerja Desa atau Kelurahan.
4. Tugas
a) Perencanaan
Dalam perencanaan, tugas PLKB/PKB meliputi pengusaan potensi wilayah kerja yang di awali dengan pengumpulan data, analisa, serta penentuan prioritas sasaran sampai pada penyusunan rencana dan jadwal kegiatan.
b) Pengorganisasian
Dalam pengorganisasian, tugas PLKB/PKB adalah mengajak tenaga kader memberikan pelatihan dan orientasi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader, memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada kader untuk berperan sampai dengan perkembangan kemitraan dan jaringan kerja dengan berbagai instansi dan lembaga sosial organisasi masyarakat LSOM yang ada.
c) Pelaksanaan
Tugas PLKB/PKB meliputi pelaksanaan berbagai kegiatan program baik yang bersifat pemberian informasi maupun pemberian pelayanan Program Keluarga Berencana-Kesehatan Reproduksi, Program Keluarga Sejahtera.
d) Pelaporan dan Evaluasi
Dalam hal pelaporan dan evaluasi, Tugas PLKB/PKB meliputi Mencatat berbagai kegiatan sesuai dengan yang diharapkan dan penyelenggaran evaluasi secara berkala.
H. Kerangka Teori
Sumber : Green and Kreuter (dalam notoadmodjo : 2005)
Gambar 1. Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu Keterangan
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak ditelit.
Faktor Predisposisi
Faktor Pemungkin :
Perilaku Individu, kelompok, masyarakat Pendidikan
Pengetahuan
Pekerjaan
Efek samping
Agama
Tingkat sosial Ekonomi
Faktor Pendorong : Dukungan suami
Peran PLKB
Peraturan/Hukum
Ketersediaan Alat kontrasepsi
BAB III
KERANGKA KONSEP A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Menurut Muhajirah (2004) mengemukakan hasil penelitian bahwa pasangan suami istri termotivasi untuk memakai alat kontrasepsi diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain umur, pendidikan, pengetahuan, dukungan suami, pekerjaan, dan peran PLKB.
Dalam penelitian ini, beberapa faktor yang dianggap berhubungan terhadap pemilihan kontrasepsi oleh pasangan usia subur.
Variabel yang diteliti dalam penelitian sebagai berikut : 1. Akseptor KB
Akseptor KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang salah seorang dari padanya menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi dengan tujuan untuk pencegahan kehamilan baik melalui program maupun non program. Akseptor adalah orang yang menerima serta mengikuti dan melaksanakan program keluarga berencana (Setiawan dan Saryono, 2010).
2. Umur
Umur atau usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik yang sama. Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2005).
29
Pasangan suami istri yang pada saat ini hidup bersama, baik bertempat tinggal resmi dalam satu rumah ataupun tidak, dimana umur istrinya antara 15-44 tahun. Batasan umur yang digunakan disini adalah 15-44 tahun dan bukan 45-49 tahun. Hal ini tidak berarti berbeda dengan perhitungan fertilitas yang menggunakan batasan 45- 49, tetapi dalam kegiatan keluarga berencana mereka yang berada pada kelompok 45-49 bukan merupakan sasaran keluarga berencana lagi.
Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa mereka yang berada pada kelompok umur 45-49 tahun, kemungkinan untuk melahirkan lagi sudah sangat kecil sekali (Wirosuhardjo, 2004).
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya.
Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru (Zainuddin, 2012).
Wanita yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung lebih mudah untuk menerima ide atau gagasan baru, Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung membatasi jumlah kelahiran dibandingkan dengan wanita yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah.
4. Pengetahuan
pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan pasangan suami istri tentang kontrasepsi akan mempengaruhi pasangan suami istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh pasangan suami istri tentang kontrasepsi maka semakin besar pula kecenderungan akseptor untuk menggunakan alat kontrasepsi (Notoadmodjo, 2007).
5. Pekerjaan
Pekerjaan adalah apa yang dikerjakan seseorang yang bertujuan untuk menghasilkan uang yang akan dipergunakan untuk mempertahankan hidupnya sehari-hari. Adapun yang dimaksud status pekerjaan adalah ada tidaknya pekerjaan yang dimiliki seseorang.
Kaitan antara pekerjaan dengan keikutsertaan berkontrasepsi.
Sebagaimana pendapat (Leman, 2002), bahwa bagi kebanyakan pasangan yang sibuk bekerja dan berkarir, banyak faktor seperti kesiapan mental dan financial serta karir yang sedang menanjak akan turut mendasari keputusan kapan akan merencanakan waktu lahir anak dan jumlah anak.
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), umur peserta KB (Keluarga Berencana) yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi dibagi atas tiga kategori yaitu umur dibawah 20 tahun merupakan masa menunda kehamilan, umur
20-30 tahun merupakan masa mengatur kesuburan dan menjarangkan kehamilan, umur di atas 30 tahun merupakan masa mengakhiri kesuburan. Masing-masing fase tersebut memiliki jenis kontrasepsi yang sesuai.
6. Dukungan Suami
Suami yang mengerti tentang pentingnya dan manfaat keluarga berencana pastinya akan mendukung pasangannya untuk menggunakan alat kontrasepsi. Pasangan usia suburr dapat dikatakan aktif dalam program keluarga berencana apabila masing-masing saling mendukung dalam mengikuti program keluarga berencana (Junaedy, 2002). Beberapa Negara perempuan tidak memiliki kekuasaan untuk membuat keputusan salah satunya adalah sumber daya untuk menentukan dan mencari sendiri jasa pelayanan keluarga berencana, sehingga dukungan suami dalam pemilihan metode kontrasepsi untuk sebagian wanita sangat penting (Antonim, 2009).
7. Peran PLKB
Dilihat dari tugas pokok dan fungsi PLKB/PKB adalah agent of change pada keluarga dan masyarakat luas menuju perubahan dari tidak mendukung menjadi pendukung menjadi mendukung program KB, dari tidak peduli menjadi peduli, dari tidak mau berparttisipai menjadi berperan serta. PLKB/PKB juga merupakan salah satu komponen penting dalam upaya peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga sebagai indikator kemajuan yang telah
dicapai oleh suatu daerah. PLKB/PKB bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam memberikan berbagai penyuluhan program.
B. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen UMUR
PENDIDIKAN
PEKERJAAN PENGETAHUAN
DUKUNGAN SUAMI
AKSEPTOR KB
PERAN PLKB
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Akseptor KB
Akseptor KB adalah tindakan partisipan dalam menggunakan alat kontrasepsi berdasarkan umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dukungan suami, dan peran PLKB (Peran Petugas Keluarga Berencana) Kriteria Objektif :
Ya : Jika masih menggunakan kontrasepsi
Tidak : Jika responden tidak lagi menggunakan kontrasepsi 2. Umur
Yang dimaksud dengan umur dalam penelitian ini adalah umur responden pada saat penelitian berdasarkan ulang tahun terkahir.
Pembagian kelompok umur berdasarkan resiko kehamilan.
Kriteria Objektif :
Tidak berisiko : Bila responden berumur 20-35 tahun
Berisiko : Bila responden berumur < 20 tahun atau > 35 tahun 3. Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat sekolah yang telah dilulusi oleh responden.
Kriteria Objektif :
Tinggi : Bila tingkat pendidikan terakhir responden ≥ SMA Rendah : Bila tingkat pendidikan terakhir responden < SMA
4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang alat kontrasepsi, sehingga ia mau memilih dan menggunakan alat kontrasepsi tersebut sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Pengukuran variabel ini menggunakan skala Guttman dimana jawaban yang benar, responden diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0 (Ridwan, 2007) adapun kriteria objektif pengetahuan adalah :
Kriteria Objektif :
Cukup : Jika responden memperoleh skor jawaban > nilai median dari 10 pertanyaan yang diajukan
Kurang : Jika responden memperoleh skor jawaban ≤ nilai median dari 10 pertanyaan yang diajukan
5. Pekerjaan
Pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden diluar/dalam rumah yang menghasilkan uang.
Kriteria Objektif : ya : Bila bekerja tidak : Bila tidak bekerja 6. Dukungan Suami
Yang dimaksud dengan dukungan suami adalah ketika suami mengetahui istrinya ber-KB, setuju istrinya ikut program keluarga
berencana, mendukung istrinya ber-KB, melakukan monitoring terhadap aturan penggunaan alat kontrasepsi serta mengawasi efek samping yang terjadi akibat penggunaan alat kontrasepsi.
Kriteria Objektif :
Mendukung : Bila istri atau responden menjawab sekurang- kurangnya 3 bentuk pertanyaan dukungan suami untuk menggunakan alat kontrasepsi Tidak mendukung : Bila istri atau responden menjawab kurang dari 3
bentuk pertanyaan dukungan suami untuk menggunakan alat kontrasepsi.
7. Peran PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana)
Yang dimaksud peran PLKB (Petugas Keluarga Berencana Nasional) yaitu Pengelola pelaksanaan kegiatan program keluarga berencana nasioanal sebagai Penggerak, Pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta Menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan program keluarga beencana nasional di desa/kelurahan.
Kriteria Objektif :
Berperan : Bila responden menjawab sekurang-
kurangnya 3 bentuk pertanyaan peran PLKB untuk melaksanakan program KB Nasional didesa/
kelurahan
Tidak berperan : Bila responden menjawab sekurang- kurangnya 3 bentuk pertanyaan peran PLKB untuk melaksanakan program KB Nasional didesa/
kelurahan D. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Null (Ho)
a) Tidak ada hubungan umur pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
b) Tidak ada hubungan pendidikan pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
c) Tidak ada hubungan pengetahuan pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
d) Tidak ada hubungan pekerjaan pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
e) Tidak ada hubungan dukungan suami pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
f) Tidak ada hubungan peran PLKB pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
2. Hipotesis Aternatif (Ha)
a) Ada hubungan umur pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
b) Ada hubungan pendidikan pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
c) Ada hubungan pengetahuan pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
d) Ada hubungan pekerjaan pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
e) Ada hubungan dukungan suami pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
f) Ada hubungan peran PLKB pada pasangan usia subur dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
BAB IV
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional study dengan rancangan cross sectional study atau studi potong lintang untuk melihat dinamika hubungan variabel independen (umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dukungan suami) dan variabel dependen (akseptor KB) pada saat yang bersamaan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2017 di wilayah kerja Puskesmas Kapasa dengan alasan akseptor KB di Puskesmas Kapasa memiliki persentase akseptor KB terendah Dari 14 kecamatan berdasarkan data dari BKKBN dan UPT KB yang ada di Kota Makassar.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah semua Pasangan Usia Subur (PUS) di wilayah kerja Puskesmas Kapasa sebanyak 2396 orang.
2. Sampel
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah Pasangan Usia Subur di wilayah kerja puskesmas Kapasa. Untuk menentukan besar sampel penelitian, maka digunakan rumus Lameshow, yaitu :
n = 𝑵.𝒁
𝟐.𝑷.𝑸 𝒅𝟐(𝑵−𝟏)+𝒁𝟐.𝑷.𝑸
Keterangan:
n = Besar sampel
N = Besar populasi(2396) Z = Tingkat kemaknaan (1,96) P = Perkiraan proporsi sampel (0,65) Q = 1 ; P = 1 – 0,65 = 0,35
d = Tingkat kesalahan 10% = 0,1 Dimana:
n = 2396.(1,96
2).0,65.0,35 (0,12).(2396−1)+1.962.0,65.0,35
n =2396 × 3,84 × 0,23 0.01 × 2395 + 0,23
n =2116,1427 24,18
n = 87,51 n = 88 sampel
Jadi besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 101 sampel.
Metode pengambilan sampel dilakukan dalam penelitian adalah dengan teknik simple random sampling. Teknik ini untuk mendapatkan sampel yang dilakukan pada unit sampling (Abdullah, 2014).
Adapun prosedur penarikan sampel dari cara simple random sampling ini adalah :
1. Membuat daftar sampel (sampling frame) sesuai dengan besarnya populasi sampel.
2. Sampel yang terpilih dicatat nama dan alamatnya
Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner.
D. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner yang diberikan. Pengambilan data dilakukan dengan teknik kuesioner yaitu pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan terkait dengan penelitian yang telah disiapkan sebelumnya dan diberikan langsung kepada responden untuk diisi sesuai dengan petunjuk kuesioner atau arahan penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari kantor BKKBN Kota Makassar berupa jumlah akseptor KB dan puskesmas akseptor KB terendah. Petugas kesehatan puskesmas antara berupa data penggunaan alat kontrasepsi.
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, dibuat dalam master tabel, kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS dan dianalisis. Adapun prosedurnya sebagai berikut:
a) Editing / Pengeditan
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.
b) Coding / Pemberian kode
Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.
c) Entry Data / Pemberian Skor
Setelah melakukan koding di SPSS, selanjutnya menginput data pada masing-masing variabel. Urutan data yang diinput berdasarkan nomor responden pada kuesioner.
d) Cleaning Data
Setelah proses penginputan data, maka dilakukan cleaning data dengan cara melakukan analisis frekuensi pada semua variabel untuk melihat ada tidaknya missing data. Data yang missing dibersihkan sehingga dapat dilakukan proses analisis.
2. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran atas deskripsi distribusi besarnya dari setiap variabel.
b. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menghitung Rasio Prevalens. Untuk mengetahui kemaknaannya dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).
F. Penyajian Data
Data yang telah diolah dan di analisis lebih lanjut akan disajikan dalam bentuk table frekuensi, crosstabulation dan disertai dengan narasi.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Kapasa terletak di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar dengan luas wilayah kerja kira-kira 4,18 km2. Wilayah kerjanya meliputi 1 kelurahan, yaitu Kelurahan Kapasa, yang terdiri dari 63 RT dan 13 RW.
Pemanfaatan potensi lahan dan alih fungsi lahan terjadi sedemikian rupa, yang akan membawa pengaruh terhadap kondisi dan perkembangan sosial ekonomi dan keamanan masyarakat. Keadaan wilayah di beberapa bagian beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk. Alih fungsi lahan banyak terjadi pada sektor pemukiman dan perumahan yang menjamur beberapa tahun terakhir. Hal demikian akan membawa pengaruh pada urbanisasi, status gizi, pola, dan jenis penyakit di wilayah kerja Puskesmas Kapasa. Adapun letak atau batas-batas wilayah kerja Puskesmas Kapasa sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Kelurahan Daya Kecamatan Biringkanaya
2. Sebelah Barat : Kelurahan Bira & Kel. Parang Loe Kec. Tamalanrea 3. Sebelah Selatan : Kelurahan Tamalanrea Indah Kecamatan Tamalanrea 4. Sebelah Timur : Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Tamalanrea B. Hasil Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 2017 di Puskesmas Kapasa kecamatan Tamalanrea kota Makassar. Metode Pengumpulan data dengan menggunakan alat bantu kuesioner kepada 88 responden yang menggunakan
kontrasepsi. Analisis data secara univariat dengan tabel distribusi frekuensi dan analisis bivariat disertai narasi.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dalam hal ini dilakukan untuk melihat distribusi dari karakteristik responden, umur responden, pendidikan responden , dan pekerjaan responden.
a. Karakteristik Responden
1) Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa
Umur (thn) n %
< 25 14 15,9
25-29 19 21,6
30-34 21 23,9
> 34 34 38,6
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 88 (100%) jumlah responden, persentase kelompok umur terbesar adalah kelompok umur >34 tahun sebanyak 34 responden (38,6%) dan terendah adalah kelompok umur <25 tahun sebanyak 14 responden (15,9%).
2) Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa
Pendidikan n %
SD 10 11,4
SLTP 19 21,6
SLTA 41 46,6
Perguruan Tinggi 18 20,5
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa pendidikan responden terbanyak adalah SLTA sebanyak 41 responden (46,6%) dan terendah adalah SD sebanyak 10 responden (11,4).
3) Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa
Pekerjaan n %
Wiraswasta 20 22,7
Pegawai
Negeri/swasta 7 8,0
Karyawan/Buruh 8 9,1
IRT 53 60,2
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dominan pekerjaan responden yaitu Tidak Bekerja sebanyak 53 responden (60,2%) dan terendah Pegawai Negeri/Swasta sebanyak 7 responden (8,0%).
b. Variabel penelitian 1) Variabel pengetahuan
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa
Pengetahuan n %
Cukup 63 71,6
Kurang 25 28,4
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017
Pengetahuan dikatakan cukup jika responden memperoleh skor jawaban > nilai median dari 10 pertanyaan yang diajukan.
Sedangkan pengetahuan dikatakan kurang jika responden memperoleh skor jawaban ≤ nilai median dari 10 pertanyaan yang diajukan Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 88 responden, terdapat 63 responden (71,6%) yang memiliki pengetahuan cukup dengan akseptor KB sedangkan 25 responden (28,4%) yang memiliki pengetahuan kurang dengan akseptor KB.
2) Variabel dukungan suami
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dukungan Suami Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kapasa
Dukungan suami n %
Mendukung 77 87,5
Tidak Mendukung 11 12,5
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017
Dukungan suami dikategorikan dengan mendukung (istri atau responden menjawab sekurang-kurangnya 3 bentuk pertanyaan
dukungan suami untuk menggunakan alat kontrasepsi) dan tidak mendukung (istri atau reponden menjawab kurang dari 3 bentuk pertanyaan dukungan suami untuk menggunakan alat kontrasepsi).
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 88 responden, terdapat 77 responden (87,5%) suami mendukung akseptor KB sedangkan 11 responden (12,5%) mengatakan tidak mendukung akseptor KB.
3) Variabel peran PLKB
Tabel 5.6
Distribusi responden Berdasarkan Variabel Peran PLKB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa
Peran PLKB n %
Berperan 73 83,0
Tidak Berperan 15 17,0
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 88 responden, terdapat 73 responden (83,0%) berperan pada akseptor KB sedangkan 15 responden (17,0%) tidak berperan pada akseptor KB.