• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Fondasi memiliki definisi sebagai penerus beban dari struktur bangunan atas ke lapisan tanah yang ada dibawah bangunan tersebut. (Dr. Ir. Suhardjo, 1997).

Parameter yang dibutuhkan untuk menghitung fondasi dengan mengkorelasikan nilai N-spt terhadap parameter yang ingin digunakan agar memenuhi syarat perencanaan fondasi. Pada penelitian tugas akhir ini analisis daya dukung yang digunakan ialah metode Resee and wright, Tomlinson dan Kulhawy.

Pada penelitian ini menyajikan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi referensi antara lain:

1. Penelitian Terdahulu I - (Nugroho Djarwani, 2015)

Pada tahun 2015, Nugroho Djarwani meneliti fondasi tiang di kota malang dimana hasil pengumpulan data yang dianalisis dengan metode Resee and O’neil yang dikomperasi dengan metode Tezaghi and peck digunaakan untuk mendapatkan nilai daya dukung dari hasil uji SPT, yaitu menghasilkan grafik yang berhimpit dengan sebaran daya dukung. Hasil grafik perbandingan pertama dikomperasi menggunakan daya dukung Terzaghi and peck. Dari grafik perhitungan Qult dengan metode yang berbeda tersebut digunakan diameter tiang yang berbeda yaitu D = 0.6 m, D

= 0.8 m, D = 1.0 m dan D = 1.2 m. Dimana dari masing-masing hasil perhitungan Qult tersebut dapat kita lihat hasil Qult yang aman ataupun tidak aman digunakan pada perencanaan fondasi tiang bor tersebut

2. Penelitian Terdahulu II – (Lilies Widojoko, 2015).

Pada tahun 2015, Lilies widojoko meneliti fondasi tiang pancang berdasarkan bentuk tiangnya. Dari penelitian ini menyebutkan bahwa fondasi tiang merupakan tipe fondasi yang sering digunakan pada struktur bangunan yang membutuhkan daya dukung yang sangat besar, seperti gedung bertingkat, jembatan dan lain-lain. Apabila tanah dasar dibawah

(2)

7 bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung yang aman untuk memikul berat bangunan serta beban yang bekerja diatasya, atau apabila lapisan tanah yang mampu mendukung daya dukung (bearing capacity) yang aman untuk memikul berat bangunan letaknya sangat dalam. Adapun hasil dari penelitian ini adalah ditinjau dari segi kekuatan bahan, maka daya dukung fondasi yang paling besar adalah fondasi baja H yaitu sebesar 194,6 ton. Ditinjau dari daya dukung tanah, daya dukung fondasi yang paling besar adalah pada fondasi tiang baja profil H yaitu sebesar 719 ton, dan kondisi tanah sangat berpengaruh dalam menentukan besarnya kapasitas daya dukung yang dapat dipikul oleh tiang pancang.

3. Penelitian Terdahulu III – (Husnah, 2015).

Pada perencanaan struktur bawah atau fondasi, pada penelitian ini penulis menganalisis perhitungan daya dukung tiang pancang dan bored pile dari hasil sondir (CPT) dan hasil bor (SPT), membandingkan hasil daya dukung tiang pancang dan penurunan yang terjadi hanya pada tiang pancang. Pada perhitungan daya dukung tiang pancang dilakukan dengan beberapa metode, untuk data sondir degan metode Aoki De Alencar dan metode langsung. Sedangkan untuk data SPT dengan metode Mayerhof.

Berdasarkan data CPT dan SPT yang diperoleh dan dihitung dengan beberapa metode diperoleh hasil perhitungan untuk tiang pancang, yaitu data sondir dengan menggunakan metode Aoki De Alencar titik-1 Qult = 396,81 ton dan titik-2 Qult = 428,22 ton, dengan metode langsung titik-1 Qult = 366,59 ton dan titik -1 Qult = 401,842 ton. Kemudian untuk data SPT menggunakan metode mayerhof diperoleh titik-1 Qult = 577,23 ton dan titik-2 Qult = 543,743 ton. Hasil perhitungan daya dukung fondasi terdapat perbedaan nilai, baik dilihat dari penggunaan metode, perhitungan, maupun lokasi titik yang ditinjau. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkam daya dukung fondasi yang paling baik digunakan adalah daya dukung tiang pancang dari data sondir.

(3)

8 2.2. Landasan Teori

Fondasi dalam diartikan sebagai fondasi yang mampu menerima beban bangunan yang besar dan meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batuan yang sangat dalam.

2.3. Analisis Struktur Atas

Analisis struktur atas sangat penting dilakukan hal tersebut untuk memastikan bagaimana alur, distribusi dan dampak beban terhadap struktur bangunan yang ditinjau. Hal ini dilakukan guna perencanaan struktur bawah nantinya. Pada analisis struktur atas ini hal yang perlu dilakukan yaitu pemodelan stuktur atas dan analisis pembebanan.

2.3.1. Pemodelan Struktur Atas

Pemodelan struktur atas dilakukan untuk medapatkan output berupa joint reaction yang didapatkan dari respon gaya-gaya yang bekerja pada struktur bangunan, pemodelan ini dilakukan menggunakan program bantu yaitu Etabs V.18, Contoh pemodelan dibawah ini.

2.3.2. Analisis Pembebanan 1. Perencanaan Pembebanan

Analisis pembebanan pada struktur atas bangunan ditimbulkan secara langsung oleh gaya-gaya alamiah dan buatan manusia, hal penting yang mendasar ialah pada pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis. Analisis pembebanan ini terdiri dari:

a. Beban mati (Dead Load)

Beban mati ialah berat seluruh beban konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap plafond, tangga, finishing dan komponen arsitektural maupun structural lainnya serta peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. Kemudian ada beban mati tambahan SIDL (dapat dilihat pada lampiran PPPURG dan SNI 1727-2019).

b. Beban hidup (Live Load)

Beban hidup ialah beban yang sewaktu-waktu ada dan tidak ada seperti berat manusia, perabot, beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, dll. Beban angin sendiri dapat diartikan sebagai beban yang bekerja

(4)

9 pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih tekanan udara. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2 dan ditepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg /m2.

c. Beban Hujan (Rain Load)

Beban hujan yaitu semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh hujan. Beban hujan pada umumnya direncanakan pada tahap bangunan, baik atap yang bersudur/miring maupun atap datar (atap dak). Berdasarkan pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 (PPURG 1987).

d. Beban Angin (Wind Load)

Beban angin adalah beban yang bekerjan pada bangunan atau bagiannya karena adanya selisih tekanan udara (hembusan angin kencang). Beban angin ini ditentukan dengang menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negative (isapan angin) yang bekerja tegak lurus pada bidang- bidang bangunan yang ditinjau. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 (PPPURG-1987), besarnya tekanan tiup angin ini harus diambil minimal 25 kg/m2 luas bidang bangunan yang ditinjau. Sedangkan untuk dilaut sampai sejauh 5 km dari tepi pantai tekanan tiup angin ini diambil 40 kg/m2.

e. Beban gempa

Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu sendiri. Dalam hal ini pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisis dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya dalam struktur bangunan gedung yang terjadi oleh Gerakan tanah akibat gempa.

Perencanaan beban gempa untuk analisis struktur bangunan gedung dan non-gedung mengacu pada SNI 1726-2019 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non-Gedung.

Beban yang direncanakan yaitu dengan menggunakan respon spektrum.

Langkah untuk menentukan parameter-parameter yang dibutuhkan dalam desain respon sprektrum yaitu sebagai berikut:

(5)

10 1) Menentukan lokasi perencanaan

2) Menentukan nilai parameter Ss dan S1 dengan melihat peta gempa yang sesuai dengan lokasi perencanaan

3) Menentukan kelas situs tanah. Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklasifikasikan sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD, SE, SF.

4) Menentukan respos spektrum percepatan gempa MCEE dipermukaan tanah, diperlukan suatu factor amplifikasi seismic pada periode 0,2 detik dan periode 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi factor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode pendek (Fa) dan pada getaran periode 1 detik (Fv). Nilai Fa dan Fv dapat dilihat pada SNI 1726- 2019.

5) Menentukan parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan periode 1 detik (SM1) dengan persamaan sebagai berikut:

SMS = Fa x Ss (2.1)

SM1 = Fv S1 (2.2)

Keterangan:

Ss = Parameter respons spectral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode pendek;

S1 = Parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode 1,0 detik.

6) Menentukan parameter percepatan spectral desain untuk periode pendek (SDS) dan periode 1 detik (SD1) dengan persamaan sebagai berikut:

SDS = 2

3 SMS (2.3)

SD1 = 2

3 SM1 (2.4)

7) Spektrum Respons Desain

Bila spektrum serpons desain diperlukan pleh tata car aini dan prosedur gerak tanah dari spesifikasi situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan denga mengacu Gambar 2.1. dan mengikuti ketentuan dibawah ini:

(6)

11 Untuk kondisi T < T0 , maka Sa harus diambil dari persamaan:

Sa = SDS (0,4 + 0,6 T

T0) (2.5) Untuk T ≥ To ≤ Ts, maka Sa diambil berdasrkan persamaan:

Sa = SDS (2.6)

Untuk T > Ts, maka Sa harus diambil dari persamaan:

Sa = SD1

T (2.7)

Keterangan :

SDS = Parameter respons spectral percepatan desain pada periode pendek SD1 = Parameter respons spectral percepatan desain pada periode detik T = Periode getar fundamental struktur.

To = 0,2 SD1

SDS (2.8)

Ts = SD1

SDS (2.9)

Gambar 2.1. Spektrum Respon Desain

Sumber: SNI 1726-2019

(7)

12 2. Kombinasi Pembebanan

Kombinasi Pembebanan yang digunakan yaitu kombinasi beban untuk metode tegangan ijin dan kombinasi beban untuk metoda ultimit yang mengacu pada SNI 1726-2019. Kombinasi tersebut digunakan untuk perencanaan struktur bawah dan struktur atas bangunan gedung. Beban-beban pada perencanaan pembebanan harus ditinjau dengan kombinasi-kombinasi berikut untuk perencanaan struktur, komponen elemen struktur dan elemen-elemen fondasi berdasarkan metode tegangan ijin terdapat pada Lampiran B.3.

3. Definisi Kelas Situs

Tipe kelas situs harus ditetapkan sesuai dengan definisi dari Tabel klasifikasi situs dengan mencari parameter 𝑉𝑠(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎) , 𝑁(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎) , 𝑆𝑢(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎). Tabel 3 yang dimaksud merujuk pada SNI 1726-2019. Penetapan kelas situs SC, SD, SE harus dilakukan dengan menggunakan sedikitnya hasil pengukuran dua dari tiga parameter tersebut.

a. Kecepatan Rata-rata Gelombang Geser (Vs)

Nilai Vs(rata-rata) harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:

Vs(rata-rata) = = 1

ni di

ni = 1 di

VSI

(2.10)

b. Tahanan Penetrasi Standart Lapangan Rata-rata 𝑁(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎), dan Tahanan penetrasi Strandar Rata-rata untuk Lapisan Tanah Non-Kohesif 𝑁𝑐ℎ(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎)

Nilai 𝑁(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎) dan 𝑁𝑐ℎ(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎) harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:

N(rata-rata) = = 1

ni di

ni = 1 di

NI

(2.11)

Dengan Ni dan di dalam persamaan 2.4. berlaku untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif dan lapisan buatan.

Nch(rata-rata) = ds

mi = 1 di

NI

(2.12)

c. Kuat Geser Nilarir Rata-rata 𝑆𝑢(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎)

Nilai 𝑠𝑢(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎) harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:

(8)

13

Su(rata-rata) = dc

ki = 1 di

SuI

(2.13)

Dimana:

SE = Batuan Keras SB = Batuan

SC = Tanah Keras, sangat padat dan batuan Lunak SD = Tanah sedang

SE = Tanah Lunak

SF = Tanah khusus, yang membuat investigasu geoteknik 2.4. Analisis Strukut Bawah

Fokus dari penitian ini hanya pada perencana struktur bawah yaitu fondasi dalam hal yang diperlukan untuk menganalisis ialah keadaan awal tanah dilokasi.

2.4.1. Pengertian Tanah

Tanah dapat didefiniskan sebagai 3 kompenen yaitu air, udara dan bahan padat Gambar 2.2. Diagram fase tanah dibawah ini dapat menjelaskan komponen- komponen pada tanah.

Gambar 2.2. Diagram Fase Tanah

Sumber: Das. 1995

(9)

14 2.4.2. Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah dapat mengikuti acuan pada AASTO dan USCS, penjelasan dari masing-masing klasifikasi dapat dilihat pada lampiran klasifikasi tanah menurut AASHTO dan USCS.

2.4.3. Investigasi Tanah

Pengambilan sampel untuk penyelidikan tanah dilakukan untuk menghitung fondasi yang nantinya akan dipilih menurut tipe dan kedalaman, posisi muka air tanah, kemudian memprediksi penurunan tanah yang akan terjadi. Salah satu penyelidikan tanah dilapangan (in situ) adalah menggunakan metode SPT. Kita akan mendapatkan hasil dari pengujian SPT berupa nilai N, nilai N ini juga perlu dikorelasikan terhadap efisiensi sebesar 60% berikut persamaannya.

N-SPT60 = N x րH x րB x րS x րR

60 (2.14) Dimana:

N-SPT60 = Efisiensi 60%

N = Nilai N-spt terukur

րH = Efisiensi palu dengan satuan persen րB = Koreksi Diamete Bore Hole

րS = Koreksi dari sampel րR = Koreksi Rod Length

Untuk nilai րH (Efisiensi palu dengan satuan persen), րB (koreksi diameter bore hole), րS (koreksi dari sampel) dan րR (koreksi rod length) dapat menggunakan tabel yang terdapat pada lapisan. Selain investigasi tanah dilapangan perlu juga dilakukan penyelidikan tanah dilabolatorium. Dengan hasil investigasi tanah yang didapat dilapangan akan dibedakan menjadi 2 contoh tanah undisturbed dan distrubed.

2.4.4. Stratigrafi Tanah

Stratigrafi tanah ialah penggambaran jenis lapisan tanah berdasarkan hasil penyelidikan tanah dari bore log maupun sondir, stratigrafi tanah juga dapat diartikan penyelidikan tanah yang berupayah untuk mengetahui bentuk, jenis,

(10)

15 ketebalan dan kedalaman lapisan tanah yang berada dibawah permukaan. Untuk melakukan stratigrafi ini perlu dilakukan pengujian dilapangan. Pengujian dilapangan yang paling banyak dilakukan adalah uji sondir dan bore log. Stratigrafi tanah bisa dijadikan acuan pertama pada saat perencanaan fondasi dengan mempertimbangkan jenis lapisan tanah dibawaah permukaannya. Contoh stratigafi tanah beradsarkan hasi uji sondir dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Stratigrafi Tanah 2.4.5. Parameter Tanah

Hal yang terpenting dalam perencanaan fondasi adalah penentuan parameter tanah hal tersebut dilakukan agar kekuatan yang tepat sesuai dengan kondisi dilapangan.

Pada penelitian tugas akhir ini yang digunakan adalah data skunder dari pengujian dilapangan.

1. Korelasi nilai N-spt untuk Konsistensi Tanah

Konsistensi tanah adalah daya kohesi dan adhesi diantara partikel-partikel tanah dan ketahanan (resistensi) massa tanah tersebut terhadap perubahan bentuk oleh tekanan atau berbagi kekuatan yang dapat memengaruhi.

Tekstur dan juga struktur tanah dapat menentukan konsistensi tanah, tekstur dan struktur tanah ini dapat dipengaruhi oleh partikel-partikel tanah dan

(11)

16 ketahanan (resistensi) massa tanah. Berikut adalah korelasi antara jumlah tumbukan N-SPT dengan konsistensi tanah kohesif dan non-kohesif. Dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Korelasi N-SPT terhadap Konsistensi Tanah kohesif Consistency Standart Penetration

Number , N-SPT

Unconfined Compression Strength , qu (kN/m2)

Very Stiff 0-2 0-25

Soft 2-5 25-50

Medium Stiff/Firm 5-10 50-100

Stiff 10-20 100-200

Very Stiff 20-30 200-400

Hard >30 >400

Sumber: Das, 1984

Tabel 2.2. Korelasi N-SPT terhadap Kosistensi Tanah Non Kohesif State of Packing Relative Density Standart Penetration

Resistance, N blows/ft

Very Loose < 0,2 <4

Loose 0,2 - 0,4 4 -10

Medium Dense /

Compact 0,4 - 0,6 10 -30

Dense 0,6 - 0,8 30 – 50

Very Dense > 0,8 > 50

Sumber: Mayerhoff, 1956

2. Korelasi N-Spt Untuk Kuat Geser Tanah

Definisi kuat geser tanah ialah perlawanan dari gaya butiran terhadap tarikan dari kohesi (C) sudut geser dalam (Ø). Dapat menggunakan persamaan atau grafik berikut.

Cu = 0.6 N-spt (Ton/m2) (2.15)

(12)

17 Gambar 2.4. Korelasi antara Nilai N-SPT dan Cu pada Tanah Kohesif

Sumber: Terzaghi & Peck, 1967

Berikut ditampilkan Tabel yang dapat digunakan untuk menentukan nilai Cu pada tanah non-kohesif.

Tabel 2.3. Korelasi N-SPT dengan nilai Cu Tanah Lempung

Konsistensi N Cu (kN/m2)

Sangat lunak 0 - 2 < 12

Lunak 2 - 4 12 - 25

Sedang 4 - 8 25 -50

Kaku 8 -15 50 -100

Sangat lunak 15 - 30 100-200

Keras > 30 >200

Sumber: Terzaghi & Peck, 1967

3. Pada tanah granural atau berbutir halus nilai kohesi yang didapat sangat kecil, sehingga parameter kuat geser tanah bergantung pada sudut geser dalam (Ø). Korelasi sudut geser dalam (Ø) dengan N-spt bisa menggunakan persamaan berikut.

Ø = √12 N + 15 (2.16)

(13)

18 Gambar 2.5. Hubungan N-spt dengan Ø

Sumber: Terzaghi, 1948

4. Korelasi N-spt terhapat Berat Volume Tanah

Berat volume tanah (Ɣ) adalah berat total persatuann volume total. Berat volume tanah dapat dinyatakan dalam berat butiran tanah, kadar air dan volume total. Korelasi N-SPT terhadap berat volume tanah (Ɣ) pada tanah kohesif dan non-kohesif ditentukan melalui korelasi empiris sebagai berikut ini. Berikut dapat dilihat pada tabel 2.4 dan table 2.5.

Tabel 2.4. Korelasi N-SPT terhadap Ɣ untuk Tanah Kohesif N-SPT (Blows/ft) Consistency

Unconfined Compression Strength, qu (Kn/m²)

ɣ (Kn/m²))

0 - 2 Very Soft 0 -25 16 - 19

2 - 4 Soft 25 -50 16 -19

4 - 8 Medium 50 -100 17 - 20

8 - 15 Stiff 100 -200 19 - 22

15 - 30 Very Stiff 200 - 400 19 - 22

> 30 Hard > 400 19 - 22

Sumber: Terzhagi and Peck, 1948

(14)

19 Tabel 2.5. Korelasi N-SPT ɣ untuk Tanah Non-Kohesif

Compactness Relative Density (%)

N-SPT (blows/fs)

Angel of Internal Friction

(°)

ɣ sat (kN/³)

Very Loose 0 – 15 0 -4 28 11 -16

Loose 16 – 35 5 -10 28 - 30 14 -18

Medium 36 – 65 11 -30 31 - 36 17 -20

Dense 66 – 85 31 50 37 -41 17 -22

Very Danse 86 – 100 51 41 20 -23

Sumber: Terzhagi and Peck, 1948

Tabel 2.6. Korelasi Ɣsat Terhadap Ɣdry

ɣ sat (kN/m³) ɣ dry (kN/m³) wsat (%)

12,84 4,90 163

13,53 5,88 129,6

14,12 6,86 105,8

14,70 7,84 88,0

25,39 8,82 7,1

15,98 9,80 63

16,57 10,78 53,9

17,25 11,6 46,3

17,84 12,74 39,9

18,43 13,72 34,4

Sumber: Biarez and Favre

5. Korelasi dari jenis tanh dan Poisson’s Ratio Tanah (µs)

Nilai poisson’s ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros terhadap regangan permuaian lateral. Nilai poisson’s ratio dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah. Berikut adalah korelasi antara jenis tanah dengan poisson’s ratio (µs).

Tabel 2.7. Korelasi Jenis Tanah terhadap µs

Type of Soil Poisson's Ratio (μs)

Loose Sand 0,2 - 0,4

Medium Sand 0,25 - 0,4

Dense Sand 0,4 - 0,45

Silty Sand 0,2 - 0,4

Soft Clay 0,15 - 0,25

Medium Clay 0,2 0,5

Sumber: Das, 1999

(15)

20 6. Hubungan N-spt oleh Modulus Elastisitas Tanah Es

Definisi modulus elastisitas ialah tegangan berbanding dengan regangan pada deformasi yang elastis, sehingga modulus elastis ini menunjukan kecenderungan suatu material untuk berubah bentuk dan kembali lagi kebentuk semula bila beban yang menyebabkan deformasi dihilangkan.

Berikut ditampilkan tabel korelasi N-spt terhadap Es.

Tabel 2.8. Korelasi N-Spt terhadap Es Soil

Correlation N-SPT to Es (Kn/m³)

Sand (NC) Es = 500 (N +15)

Es = (15000 - 22000) ln N Sand (OC) Es = 18000 + 750 N Sand ( Saturated) Es = 200 (N + 15)

Gravelly Sand and Gravel

Es = 1200 (N + 16) Es = 600 (N +6); N ≤ 15

Es = 600 (N +6) + 2000; N ≥ 15 Clayey Sand Es = 320 (N + 150

Silty Sand Es = 320 (N + 150

Soft Clay -

Silty Clay Es = 300 (N+6)

Clay

Using the undrained shear strength (Cu

Eu = (250 -200) Cu E' = + 0,8 Eu Sumber : Coduto, 1994

7. Korelasi Tanah terhadap Nilai Ɛ50

Berikut ini adalah korelasi antara konsistensi tanah dengan nilai regangan tanah saat tegangan yang bekerja adalah 50% dari tegangan ultimit (Ɛ50).

Berikut ditampilkan tabel korelasi N-spt terhadap nilai Ɛ50.

Tabel 2.9. Korelasi Konsistensi Tanah terhadap Nilai Ɛ50 Soil Strain Parameter Ɛ50

Stiff Clay c = 48 to 96 Kpa Ɛ50 = 0,007 Very Stiff Clay c = 96 to 192 kpa Ɛ50 = 0,005 Hard Clay c = 192 to 383 kpa Ɛ50 = 0,004

Limestone - Ɛ50 = 0,001

Sumber: Reese et al, 2013

8. Korelasi Konsistensi Tanah & Nilai Cu terhadap Soil Modulus Parameter (k)

(16)

21 Berikut korelasi konsistensi tanah & nilai cu terhadap soil modulus parameter (k). Dapat dilihat berdaskan tabel berikut ini.

Tabel 2.10. Korelasi Nilai Cu terhadap k untuk tanah kohesif Soil

Consistency

Cu

(Kn/m²) Ɛ50 k (kN/m³) Static Loading

k (kN/m³) Cyclic Loading

Soft 12 -24 0,02 8340,41 -

Medium 24 -28 0,01 27801,37 -

Stiff 48 -96 0,007 139006,89 55602,75

Very Stiff 96 - 192 0,005 27801,78 111205,51 Hard 192 - 383 0,004 556027,56 278013,78 Sumber: Reese and Matlock, 1956

Tabel 2.11. Korelasi Nilai Cu terhadap k untuk tanah non-kohesif Soil Consistency

k (kN/m³)

Static and Cyclic Loading Loose Medium Dense Sand below groyndwater table 5560,27 16680,82 34751,72 Sand above groundwater table 6950,34 25021,24 62553,10

Sumber: Resee and Matlock, 1956

9. Korelasi Hubungan Jenis Tanah dan Nilai Permeabilitas (k)

Tanah adalah media berpori yang memungkinkan air mengalir melalui rongga yang saling berhubungan. Permeabilitas (k) memiliki definisi bagaimana dengan mudah air dapat mengalir melalui tanah. Permeabilitas dipengaruhi oleh ukuran butiran dan volume pori-pori tanah, sehingga nilai permeabilitas akan semakin besar pada butiran tanah yang berukuran besar, begitu pula sebaliknya.

10. Analisis Parameter tanah

Pemilihan konsep parameter tanah yang akan digunakan pada perencanaan fondasi merupakan salah satu hal yang cukup penting. Parameter yang akan digunakan perlu dianalisis terhadap jangka waktunya. Analisis parameter tanah ini dibedakan berdasarkan keadaan air pori tanah, analisis ini dibagi menjadi total stress dan effective stess, dimana parameter ini berhubungan pada jangka waktu pendek dan jangka waktu panjang. Hasil dari parameter ini berupa nilai Cu dan Ø untuk tegangan total, sedangkan c' dan Ø' untuk tegangan efektif.

(17)

22 2.5. Fondasi

Fondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban bangunan atas (upper structure) atau bangunan yang ditopang oleh fondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah atau batuan yang terletak dibawahnya hingga kedasar lapisan yang cukup kuat mendukungnya (Bowles, 1997).

Dalam menentukan perencanaan fondasi suatu bangunan ada dua hal yang harus diperhatikan pada tanah yang ada dibawah fondasi, yaitu:

a. Daya dukung fondasi yang direncanakan harus lebih besar dari pada beban yang bekerja pada fondasi tersebut, baik beban statik maupun beban dinamik nya.

b. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan yang diizinkan.

Banyak faktor dalam pemilihan fondasi, faktor tersebut antara lain beban yang direncanakan bekerja, jenis lapisan tanah dan faktor non-teknis seperti biaya konstruksi dan waktu konstruksi. Pemilihan jenis fondasi yang digunakan sangat berpengaruh kepada keamanan struktur yang berada diatas fondasi tersebut. Jenis fondasi yang dipilih harus mampu menjamin kedudukan struktur terhadap semua gaya yang bekerja. Selain itu, tanah pendukungnya harus mampu mempunyai kapasitas daya dukung yang cukup untuk memikul beban yang bekerja sehingga tidak terjadi keruntuhan. Terdapat beberapa jenis fondasi dalam ialah sebagai berikut:

2.5.1. Fondasi Dalam (Deep Foundation)

Kita dapat menggunakan fondasi dalam apabila pada lokasi pembangunan sebuah gedung memiliki kedalaman tanah keras yang cukup dalam. Fondasi dalam ini dapat digunakan untuk mentransfer beban ke lapisan yang lebih dalam untuk mencapai kedalaman tertentu sampai didapat jenis tanah yang dapat mendukung beban struktur bangunan diatasnya.

2.5.2. Fondasi Tiang Pancang

Apabila lapisan tanah keras terletak cukup dalam kita dapat menggunakan fondasi tiang sebagai pendistribusian beban struktur kepada tanah. Fondasi jenis ini juga dapat digunakan sebagai pendukung gaya angkat keatas seperti pada bangunan

(18)

23 tingkat tinggi. Salah satu pengujian yang bisa digunakan untuk memilih fondasi ini ialah dengan memilih nilai N-sptnya, apabila nilai N-SPT yang didapat dari pengujian tanah pada kedalaman yang masih cukup dangkal sudah mendapatkan nilai yang besar sebaiknya tidak merencanakan dengan penggunakan fondasi tiang pancang, tetapi apabila sebaliknya kita bisa merencanakan penggunaan fondasi tiang pancang. Karena apabila nilai N-SPT yang didapat cukup besar pada kedalaman yang pendek pemancangan tiang akan sulit dilakukan, bahkan bisa menyebabkan tiang akan patah pada proses pemancangan. Tetapi apabila perencanaan fondasi tiang pancang ingin tetap dilaksanakan, kita bisa menggunakan salah satu metode pengerjaan tiang pancang yaitu metode pre- boring.

Adapun beberapa metode pemancangan yang dapat digunakan, sebagai berikut:

a. Metode Hydraulic Jack In

Hidrolic system adalah suatu metode pemancangan fondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini terdisi dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan kedalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu kedalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

b. Drop Hammer

Drop Hammer merupakan palu berat yang diletakan pada ketinggian tertentu diatas tiang, palu tersebut kemudian dilepaskan dan jatuh mengenai bagian atas tiang. Untuk menghindari tiang menjadi rusak akibat tumbukan ini, kepala tiang dipasangkan semacam topi atau cap sebagai penahan energi atau shock absorber. Biasanya cap terbuat dari kayu, pemancangan tiang biasanya dilakukan secara perlahan, jumlah jatuhnya palu permenit dibatasi yaitu 4 – 8 kali.

c. Preboring

Preboring sendiri adalah sebuah metode pemancangan yang dilakukan dengan

(19)

24 cara mengebor titik fondasi tiang pancang menggunakan alat bor sesuai kedalaman yang sudah direncanakan, hal tersebut dilakukan apabila lapisan tanah keras tidak dapat dipancang sehingga perlu dilakukan pengeboran, agar proses pemancangan atau peletakan tiang pancang bisa terlaksana. Proses selanjutnya tiang pancang dimasukan ke dalam titik yang sudah dibor tersebut.

Kelebihan pemakaian tiang pancang anatara lain sebagai berikut:

1. Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan.

2. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh muka air tanah.

3. Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam

4. Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granural.

Kekurangan pemakaian tiang pancang antara lain sebagai berikut:

1. Penggemburan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah.

2. Tiang kadang-kadang rusak akibat pemancangan.

3. Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.

4. Pemancangan menimbulkan gangguan suara, getaran dan deformasi tanah yang dapat ditimbulkan kerusakan bangunan disekitarnya.

5. Penulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu pengangkutan dan pemancangan tiang.

Gambar 2.6. Fondasi Tiang Pancang

(20)

25 2.5.3. Fondasi Bored Pile

Fondasi Tiang bor adalah fondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Bored pile dipasang kedalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor dengan beton. Tiang bor ini biasa digunakan pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat bor.

Pada tanah yang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang. Jika tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik keatas pada waktu pengecoran beton.

Adapun beberapa kekurangan pada penggunaan tiang bored ialah sebagai berikut:

a. Kondisi cuaca merupakan faktor yang utama pada pekerjaan fondasi bore pile, seperti misalnya ketika kondisi musim penghujan pengecoran akan dipengaruhi air dan hal tersebut akan memengaruhi mutu dari beton pada tiang fondasi.

b. Ketidak seragaman mutu beton mungkin saja terjadi.

c. Kepadatan tanah seperti tanah pasir atau tanah yang mengalir kedalam lubang bor.

d. Tanah juga dapat menggunakan mesin sedot air. Hal-hal diatas dapat menjadi pertimbangan dasar dalam pemilihan fondasi dalam.

Gambar 2.7. Fondasi Tiang Bored Pile

(21)

26 2.6. Daya Dukung Fondasi Dalam

Penjumlahan daya dukung ujung tiang dengan tahanan geser tiang akan mendapatkan hasil berupa nilai daya dukung ijin fondasi. Besarnya daya dukung ini ialah:

Qallowable = QUltimit

Safety Factor (2.17) = (Qs + Qp

Sf (2.18)

Dengan,

Qall = Daya dukung izin fondasi Qu = Daya dukung ultimit

Qs = Daya dukung geser dinding tiang friksi Qp = Daya dukung ujung tiang

SF = Faktor Keamanan (2,5 – 4)

Gambar 2.8. Daya Dukung Aksiak Fondasi Tiang 2.6.1. Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal

a. Daya Dukung Aksial Tekan dan Daya Dukung Aksial Tarik

Daya dukung aksial tiang dapat dihitung dengan penjumlahan daya dukung ujung dan daya dukung friksi akan menghasilkan kapasitas daya dukung ultimit fondasi dalam yang kemudian akan dibagi dengan nilai safety factor sehingga mendapatkan nilai daya dukung izin tiang.

(22)

27 Persamaan daya dukung aksial tekan tiang tunggal, sebagai berikut:

QuTekan = QpUjung + QsFriksi (2.19) Dengan,

Qu = Kapasitas daya dukung ujung Qs = Kapasitas daya dukung friksi

Fondasi tiang pancang maupun tiang bor di desain bukan hanya terhadap aksial tekan, namun fondasi perlu di desain untuk dapat menahan beban aksial Tarik yang dapat terjadi, contoh bebannya adalah gaya up-lift. Persamaan daya dukung aksial tarik tiang tunggal adalah sebagai berikut:

QuTarik= 0,7 QsFriksi + Wp (2.20) Dengan.

Qu = Daya dukung ultimit Qs(Friksi) = Daya dukung friksi Qp = Daya dukung ujung tiang

Wp = Berat Tiang

= Volume tiang x (Ɣtiang) (ton) b. Daya Dukung Ujung Tiang

Berdasarkan metode Reese & Wright, daya dukung pada ujung tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Qp = qp x Ap (2.21)

Dengan,

Qp = Daya dukung ultimit tiang

qp = Tahanan ujung per satuan luas (ton/m2) Ap = Luas Penampang Tiang (m2)

Perhitungan,

Mencari A (Luas penampang ujung)

Ap = 1 4⁄ π D2 (2.22)

Mencari qp (tahanan ujung), diambil dari N-spt pada ujung lapisan tanah Tahanan Ujung Tiang (qp)

1. Tahanan Ujung Tiang pada Tanah Lempung

qp = 9 cu (2.23)

(23)

28 Dengan,

c = Nilai kohesi

2. Tahanan Ujung Tiang pada Tanah Pasir a) Tiang Pancang

Berdasarkan nilai N-spt (Mayerhof)

qp = 40 N-spt (t/m2) (2.24) Dengan.

N = (N1 + N2)/ 2 (2.25) N1 = Nilai 10 D keatas

N2 = Nilai 4 D kebawah

Gambar 2.9. Nilai N-spt untuk Desain Tahanan Ujung pada Tanah Pasir

qp = σ' x Nq (2.26)

Dengan,

σ' = Tegangan overburden efektif diujung tiang Nq = Bearing capacity factor

(24)

29 Tabel 2.12. Nilai Nq (Bearing Capacity Factor)

Soil Nq Limiting q (Mpa)

Very loose to medium, sand to silt 8 40 (1 9) Loose to dense, sand to silt 12 60 (2 9) Medium to dense, sand to sand-silt 20 100 (4 8) Dense to very dense, sand to sand-silt 40 200 (9 6) Dense to very dense, gravel to sand 50 250 (12 0) Sumber: Das, 1977.

b) Tiang Bor

Berdasarkan N-spt

qp = 7 N-spt (t/m2) < 400 (t/m2) (2.27) Dengan,

N-spt = Seperti persamaan (2.12) Berdasarkan nilai N-spt (NAVDOC)

Besarnya tahanan ujung pada tanah pasir untuk fondasi tiang bor adalah 1/3 dari Qp yang didapat dari perhitungan tahanan ujung untuk fondasi tiang pancang.

qp = 13 N (t/m3) (2.28) Dengan,

N-spt = Seperti persamaan

Berdasarkan metode Tomlinson, perhitungan daya dukung ujung fondasi (end bearing) dapat dinyatakan dengan rumus berikut:

Pada tanah kohesif

Qp = Ap x Cu x Nc (2.29)

Pada Tanah Non-Kohesif

Qp = Ap x σv' x Nq (2.30)

Dengan,

Cu = Kohesi tanah yang terdapat pada ujung tiang

Nc = Faktor daya dukung dibawah ujung tiang (nilai Nc dapat diambil sebesar 9) σv' = Tegangan vertikal efektif tanah (ton/m2)

Nq = Faktor daya dukung (Nilai Nq dapat diperoleh dari tabel) c. Daya Dukung Selimut Tiang

Daya dukung selimut pada ujung tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Qs = Fs x p x Ap (2.31)

(25)

30 Dengan,

Ap = Keliling penampang tiang untuk bagian yang ditinjau

Fs = Faktor gesekan antara tiang dengan tanah yang merupakan fungsi kedalaman dari tiang

p = Panjang bagian tiang yang ditinjau

Pada perhitungan daya dukung selimut (friksi) tiang dibedakan berdasarkan jenis tiang fondasi yang digunakan dan jenis tanah dasar pada lapisan pekerjaan fondasi.

1. Tahanan geser selimut tiang pada tanah lempung Tiang pancang

Tahanan geser tiang yang merupakan konstribusi terhadap kohesi tanah.

Qs = 𝜏 x p x Ap (2.32) Dengan,

τ = Tegangan Geser

= α x Cu

2. Tahanan Geser Selimut Tiang pada tanah Berpasir Tiang pancang (Berdasarkan nilai N-spt)

Qs = 𝜏 x p x Ap (2.33) Dengan,

τ = 0.1 N (t/m2); (displacement kecil) τ = 0.2 N (t/m2); (displacement kecil) τ = Kuat geser

Tabel bored pile, oleh mayerhof, 1976 dan Resee & wirght, 1977.

Τ(rata-rata) = 0,2 N-spt (t/m2) (2.34) 2.6.2. Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal

Dalam menghitung kemampuan tanah dan fondasi dalam menerima beban lateral diperlukan analisis yang menggabungkan parameter kekakuan dari tanah dan fondasi. Daya dukung tiang tunggal untuk arah lateral umumnya ditentukan dengan cara memberikan beban horizontal yang akan menghasilkan perpindahan pada ujung tiang tunggal. Dalam hal ini, nilai maksimum ijin displacement tiang sebesar 6 mm untuk kondisi statik, 12 mm untuk kondisi gempa nominal dan 25 mm untuk kondisi gempa kuat, hal tersebut didasarkan pada SNI 8460-2019 poin 9.7.3.1.

(26)

31 tentang estimasi kapasitas lateral tiang sesuai dengan deformasi lateral izin kepala tiang dan kapasitas struktur tiang (Persyaratan Perancangan Geoteknik).

Daya dukung lateral tiang adalah kemampuan tiang dalam menahan beban arah horizontal. Sebuah tiang vertikal menahan beban lateral dengan memobilisasi tekanan pasif di tanah sekitarnya. Pada perhitungan daya dukung lateral mencakup beban lateral ultimit, defleksi ujung atas tiang dan momen ultimit.

Dalam penelitiannya, Resee (1984) memaparkan berbagai prosedur untuk membuat kurva p-y berdasarkan percobaan dengan menggunakan berbagai tiang dalam menahan gaya lateral dan didasarkan pada perilaku tanah dalam menerima tegangan. Terdapat dua asumsi dalam penentuan kurva p-y, berikut adalah asumsi yang digunakan.

1. Kurva p-y menggambarkan deformasi lateral tanah akibat gaya horizontal dengan membagi tiang menjadi beberapa bagian disetiap kedalaman.

2. Kurva p-y tidak bergantung pada bentuk dan kekakuan dari tiang, selain itu pembagian beban diatas dan dibawah dari tiap bagian tidak berpengaruh, sehingga kurva ini hanya menghitung defleksi berdasarkan kekuatan tahanan tanah.

Faktor yang memengaruhi bentuk kurva p-y adalah parameter tanah, loksi muka air tanah, kondisi pembebanan (statis atau dinamis), lebar tiang, kedalaman, dan hubungan tegangan-regangan tanah juga berpengaruh. Dalam pembuatan kurva p- y, software L-pile telah menyediakan dalam berbagai kondisi (pinned head, fixed head dan elastically restrained). Hasil dari program l-pile ini merupakan gambaran perilaku tiang tunggal dalam menghadapi gaya lateral. Output dari hasil analisis pada program ini berupa kurva p-y desain disetiap lapisan tanah beserta kurva defleksi tiang, rotasi, momen, dan gaya geser sebagai fungsi kedalaman tanah.

Gambar grafik yang di hasilkan pada L-pile dapat dilihat pada gambar 2.10.

(27)

32 Gambar 2.10. Pemodelan Tanah dengan Kurva P-Y dalam Program L-pile 2.6.3. Kapasitas Daya Dukung Grup Tiang

Kelompok Tiang merupakan beberapa tiang yang berdekatan yang disatukan oleh pile cap dan bekerja secara bersama-sama untuk menahan beban yang bekerja diatasnya. Dalam menghitung kebutuhan tiang pada suatau titik kolom, jumlah tiang yang diperlukan dapat dihitung berdasarkan bebannya yaitu beban aksial dan beban lateral. Banyaknya jumlah tiang yang akan digunakan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

N

=

QallQu (2.35)

N

=

HallHu (2.36)

Dimana,

N = Jumlah Tiang Fondasi Qu = Gaya Aksial yang Terjadi Hu = Gaya Lateral yang terjadi Qall = Daya Dukung izin aksial Hall = Daya Dukung izin lateral

Kelompok tiang umumnya dapat digunakan bila beban yang diterima oleh satu tiang fondasi terlalu besar, sehingga tidak mampu bila hanya menggunakan satu tiang. Sehingga kelompok tiang dapat diartikan sebagai kumpulan dari beberapa

(28)

33 fondasi tiang yang bekerja sebagai satu kesatuan. Umumnya susunan tiang dibuat simestris dengan jarak yang sama sehingga pusat beban tiang dan berat pile cap terletak pada satu garis vertikal. Dalam desain fondasi grup tiang, hal yang penting di perhatikan adalah efisiensi grup tiang yang mereduksi daya dukung grup tiang dan penurunan yang terjadi akibat grup tiang.

Gambar 2.11. Ilustrasi Pilecap dengan Konfigurasu Tertentu

Sumber: Bowles, J.E, 1997.

Pada kapasitas kelompok tiang dipengaruhi oleh jarak antar tiang (s) sehingga terdapat persyaratan dimana jarak antar tiang harus dibatasi untuk menghindari adanya overlapping tegangan yang akan mempengaruhi daya dukung tiang secara tunggal. Hal ini agar didapatkan kapasitas maksimal dari kelompok tiang yang akan digunakan. Apabila beban yang diterima tiang tunggal sudah tidak kuat ditahan lagi kemungkinan besar akan terjadi kegagalan struktur karena beban tidak selalu bekerja pada titik pusat fondasi. Hal inilah yang mendasari dibentuknya kelompok tiang sehingga beban tersebut akan tersalurkan oleh kelompok tiang secara merata.

Kemudian tiang-tiang tersebut akan disatukan oleh pile cap, fungsi lain dari pile cap adalah untuk menggabungkan kekuatan tiang.

(29)

34 Gambar 2.12. Jenis Pile Cap untuk Tiang Kelompok

Sumber: Bowles, J.E, 1997.

2.6.4. Daya Dukung Aksial Tiang Kelompok

Daya dukung aksial tiang kelompok bergantung dari jarak antar tiang (d). Jarak d adalah jarak antar titik pusat tiang satu ke titik pusat tiang lainnya, sehingga jarak antar tiang tunggal harus diperhitungkan agar mendapatkan daya dukung yang maksimal. Daya dukung tiang kelompok dapat dihitung sebagai berikut:

Qgrup = ƞ x ∑ n x Qall (2.37) Dengan,

Qup = Daya dukung tiang kelompok

∑ n = Jumlah Tiang

Qall = Daya dukung tiang tunggal

Ƞ = Efisiensi tiang kelompok 2.6.5. Efisiensi Kelompok Tiang

Pile cap digunakan untuk menggabungkan tiang menjadi grup tiang salah satu faktor yang bisa mendistribusikan secara baik suatu kelompok tiang ialah spasi

antar pile cap. Jarak spasi antar tiang yang diisyaratkan adalah 2.5 D – 3 D (D adalah diameter tiang tunggal). Jika jarak antar tiang terlalu jauh maka

(30)

35 penggunaan tempat akan boros dan biaya yang digunakan untuk pembuatan pile cap semakin bertambah. Namun, jika terlalu dekat akan terjadi overlapping tegangan pada tiang, sehingga menyebabkan daya dukung tiang kelompok tidak mencapai daya dukung maksimumnya. Hal tersebut dihitung dalam perhitungan koreksi kapasitas tiang kelompok (efisiensi tiang kelompok). Efisiensi tiang kelompok dipengaruhi oleh:

a. Interaksi antara pile cap dengan tiang

b. Jumlah, panjang, diameter, bentuk konfigurasi, dan jarak anatar tiang yang digunakan

c. Jenis tanah diabwha tiang kelompok diletakkan d. Proses konstruksi dari tiang tersebut

Gambar 2.13. Konfigurasi Kelompok Tiang

Beberapa persamaan kelompok tiang dapat dihitung menggunakan beberapa persamaan sebagai berikut:

Converrse-Labare Euation, Los Angeles dan Seiler-Keeney.

Eg

=

1

-

((N-1)M+(M-1)N

90NM Ꝋ (2.38)

Los Angeles

(31)

36 D Eg

=

1

π d n1 n2D (n1(n2-1) + n2(n1-1) + √2(n1-1)(n2-1)) (2.39) Seiler-Keeney

11D Eg = (1 – [ 11 D

7 (d²-1)

][

n1+n2-2

n1+n2-1

][

0,3

n1+n2

]

(2.40) Dengan,

Ꝋ = Tan-1 (D/d)

M = Jumlah tiang arah Y N = Jumlah tiang arah X 2.7. Kelompok Tiang Lateral

Sama halnya seperti daya dukung aksial tiang kelompok, daya dukung lateral tiang kelompok akan mengalami reduksi yang disebabkan konfigurasi beberapa tiang yang berdekatan. Nilai reduksi yang dimaksud disebut faktor modifikasi (fm), fm merupakan tanda terjadinya reduksi reaksi tiang terhadap gaya lateral yang terjadi.

Konfigurasi tiang (jarak antar tiang dan jumlah tiang) memberikan pengaruh terhadap nilai fm. Selanjutnya nilai fm digunkana sebagai konstanta pengali untuk kurva dari tiang tunggal.

Terdapat empat faktor nilai reduksi, yaitu adalah side-by-side, leading effect, trailing effect, dan skewed effect. Ilustrasi dari keempat faktor reduksi tersebut dapat dilihat dibawah ini:

a. Side-by-side Effect

Faktor reduksi side-by-side effect merupakan fungsi dari jarak antar tiang dibagi dengan diameter tiang yang dipengaruhi gaya lateral yang bekerja serta kedudukan tiang yang ditinjau terhadap tiang-tiang disekitarnya.

Faktor rekdusi ini disebut dengan βa. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.15.

b. Leading Effect

Faktor leading effect juga dipengaruhi oleh rasio jarak antar tiang dan diameter yang dipengaruhi gaya lateral yang bekerja dan konfigurasi tiang terhadap tiang-tiang disekitarnya. Faktor reduksi ini disebut dengan nilai βbl.

Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.16.

(32)

37 Gambar 2.14. Faktor Side by Side Effect

Gambar 2.15. Faktor Leading Effect c. Trailing Effect

Faktor trailing effect juga dipengaruhi oleh rasio antara jarak antar tiang dan diameter yang dipengaruhi gaya lateral yang bekerja dan konfigurasi tiang terhadap tiang-tiang disekitarnya. Faktor reduksi ini disebut dengan nilai βbt. Seperti yang dapat dlihat pada Gambar 2.31.

d. Skewed Effect

Faktor reduksi skewed effect dipengaruhi oleh bentuk konfigurasi tiang terhadap arah yang tidak sejajar. Faktor reduksi ini berhubungan dengan

(33)

38 faktor reduksi yang lain tetapi dipengaruhi oleh kemiringan atau sudut yang terjadi akibat bentuk konfigurasi tiang tersebut. Faktor reduksi ini disebut dengan nilai βs. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.32.

Gambar 2.16. Faktor Trailing Effect

Gambar 2.17. Faktor Skewed Effect

Selanjutnya nilai fm dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Fm = β(side-by-side) x β(Leading) x β(Trailing) x β(Skewed) (2.41)

(34)

39 Software Group akan menganalisis beban yang bekerja untuk masing-masing tiang akibat faktor reduksi modifikasi tiang, selanjutnya beban yang dihasilkan pada software Group akan dibandingkan dengan batas beban yang diperhitungkan pada software L-Pile.

2.8. Pengaruh Beban Terfaktor pada Tiang Kelompok

Pile cap berfungsi untuk mengikat semua tiang dan menyalurkan gaya aksial, lateral dan momen kepada setiap pile dalam tiang kelompok. Untuk Desain Pile Cap Konvensional, berlaku aturan sebagai berikut:

a. Setiap pile menerima beban yang sama dari beban konsentris yang diterima pile cap atau dapat dinyatakan dengan persamaan:

Pp = Q

n

(2.42)

Dengan:

Pp = Beban masing-masing pada setiap tiang Q = Total beban pada tiang kelompok n = Jumlah tiang dalam tiang kelompok

Dengan total beban tiang kelompok sebesar Q, berarti setiap tiang fondasi menerima beban masing-masing sebesar PP.

b. Untuk Pile-cap yang menerima kombinasi beban berupa beban aksial dan juga momen, berlaku ketentuan sebagai berikut:

Pi = P n ±

Mx dy

∑𝑑𝑦2 ±

My dx

∑𝑑𝑥2

(2.43)

Dengan,

Pi = Beban normal maksimun

n = Jumlah tiang dalam kelompok tiang My = Momen terhadap sumbu y

dy = Jarak searah sumbu y dari pusat berat kelompok tiang Mx = Momen terhadap sumbu x

dx = Jarak searah sumbu x dari pusat berat kelompok tiang

Bandingkan nilai Qall yang sudah dikalikan dengan nilai efisiensi, dengan nilai Pmax. Apabila syarat dibawah ini terpenuhi, maka banyaknya jumlah tiang yang

(35)

40 direncanakan aman atau dapat digunakan, tetapi apabila tidak terpenuhi sebagainya dilakukan penambahan tiang fondasi.

Pmaks < Q all x Eg (2.44)

Pmin > 0 (2.45)

Untuk melakukan kontrol tiang kelompok, perlu dilakukan cek terhadap consensus TPKB DKI 2015 disetiap pembebanan yang diberikan, yaitu:

Kondisi Statik = Fz < Qall (2.46)

Kondisi Nominal = Fz < 1,3 Qall (2.47)

Kondisi Kuat = Fz < 1.56 Qall (2.48)

2.9. Penurunaan pada Tiang Tunggal dan Kelompok

Pada umumnya penurunan tiang dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Immediate Settlement, penurunan ini disebabkan dari deformasi elastis tanah karena pembebanan tanpa adanya perubahan kadar air. Penurunan ini biasa disebut dengan elastic settlement karena perhitungan penurunan menggunakan teori elastisitas.

2. Primary consolidation Settlement, penurunan ini disebabkan karena perubahan volume tanah selama periode terdisipasinya air pori dari tanah (konsolidasi). Penurunan ini dihitung hanya pada tanah kohesif (lempung) karena penurunan konsolidasi yang dialami oleh lempung bersifat lama dan besar.

3. Secondary Consolidation Settlement, penurunan ini berlangsung seteah tekanan air pori hilang seluruhnya (setelah primary consolidation settlement berakhir), penurunan ini disebabkan karena penyesuaian yang bersifat plastis dari butiran-butiran tanah.

Dalam perhitungan settlement pada tiang terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu menurut skempton dan Mac-Donald (1955), batas penurunan yang diizinikan adalah 65 mm untuk tanah lempung dan 40 mm untuk tanah pasir.

(36)

41 1. Elastic Settlement Tiang Tungga

Elastic settlement atau immediate settlemet pada tiang tunggal akibat beban aksial yang bekerja dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Vesic, 1977).

S total = Se(1) + Se(2) + S3(3) (2.49) Dengan.

Se = Immediate Settlement total tiang tunggal Se(1) = Elastic settlement tiang tunggal

Se(2) = Settlement tiang akibat beban ujung yang dialami tiang Se(3) = Settlement tiang akibat beban geser yang dialami tiang

Berikut adalah persamaan untuk masing-masing jenis settlement diatas:

Se(1)

=

(Qwp + A εQws) L

p x Ep (2.50)

Dengan,

Qwp = Beban yang bekerja diujung tiang Qws = Beban yang bekerja diselimut tiang Ap = Luas Penampang tiang

Ep = Modulus elastisitas tiang L = Panjang tianh

ε = Koefisien yang bergantung pada bentuk distribusi tahanan geser sepanjang tiang. Menurut vesic (1977), nilai ε untuk distribusi uniform dan parabolic ε = 0.67

Se(2)

=

(qwpEx D )

s

(1 - μ

s2

) I

wp

(2.51)

Dengan,

D = Diameter tiang

Qwp = Unit tahanan ujung tiang 𝑄𝑤𝑝

𝐴𝑝

μ

s = poisson’s ratio tanah Iwp = Faktor pengaruh ≈ 0.85

Se(3)

=

p x L x EQws x D

s

(1 - μ

s2

) I

ws

(2.52) Dengan,

(37)

42 P = Keliling Tiang

L = Panjang Tiang Iws = Faktor pengaruh

= (2 + 0.35 √LD) (2.53)

2. Elastic Settlement Tiang Kelompok

Berikut adalah penurunan elastic settlement tiang kelompok menurut Sempton (1953) dan Vesic (1969).

a. Skempton (1953)

SGroup =

(

4B + 9

B + 12

)

2x

S

e (2.54)

Dengan,

B = Lebar tiang kelompok (m) b. Vesic (1969)

Sgroup =

Bg

D x

S

e (2.55)

Dengan,

Bg = Lebar tiang kelompok D = Diameter tiang

3. Consolidation Settlement Tiang Kelompok

Penurunan konsolidasi dihitung berdasarkan metode raft equivalent, persamaan yang digunakan dalam penurunan konsolidasi tiang kelompok dihitung seperti persamaan penurunan konsolidasi namun akan dikalikan faktor koreksi akibat dimensi fondasi dan jenis tanah. Dalam metode ini tiang kelompok dianggap ekivalen dengan fondasi raft dengan dimensi B x L. Dalam perhitungan consolidasi settlement, beban yang akan bekerja pada fondasi tiang kelompok disesuaikan dengan distribusi gaya yang berpengaruh pada kedalaman yang ditinjau. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.18.

(38)

43 Gambar 2.18. Ilustrasi Metode Distribusi Tegangan

Sumber: Bowles, J.E, 1997.

Gaya yang akan didistribusikan dengan perbandingan horizontal dan vertical sebesar satu berbanding empat (1:4) sepanjang 2/3 panjang efektif tiang. Setelah itu gaya yang akan didistribusikan sebesar (1:4) sampai (1:1), bergantung pada kondisi tanag. Penurunan konsolidasi yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

a. Untuk Tanah Lempung NC Sc = Cc Hc

1+ e0 log σ՚0+Δσ՚

σ՚0 (2.56)

b. Untuk Tanah Lempung OC dengan 𝜎՚0 + 𝛥𝜎՚ ≤ 𝜎՚𝑐 Sc = Cs Hc

1+ e0 log σ՚0+Δσ՚

σ՚0 (2.57)

c. Untuk Tanah Lempung OC dengan 𝜎՚0 < 𝜎՚𝑐 + 𝛥𝜎՚

Sc = Cs Hc

1+ e0 log 𝜎՚𝑐

𝜎՚0 + Cc Hc

1+ e0 log σ՚0+ Δ σ՚

σ՚c

(2.58)

4. Differential Settlement

Differential settlement merupakan perbandingan antara selisih penurunan pada tiang kelompok terhadap lengan dengan tiang kelompok yang lain.

Jarak lengan yang dimaksud adalah jarak dari ujung pile cap (kolom) tujuan.

(39)

44 Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, niali differensial settlement agar dikatakan aman harus sesuai dengan persamaan berikut.

δ ≤

1

300

(2.59)

Keterangan :

δ = Selisih settlement antar pile cap L = Jarak antar pile cap

2.10. Desain dan Penulangan Tiang Fondasi Dalam

Dalam menentukan dimensi dan penulangan pada fondasi tiang perlu beberapa Langkah perhitungan yang dilakukan. Langkah-langkah tersebut yaitu:

1. Desain Dimensi Fondasi Tiang

Untuk menentukan diameter dan panjang dari tiang yang digunakan yaitu dengan melakukan beberapa percobaan ukuran diameter penampang tiang dan panjang tiang. Percobaan yang dilakukan menyesuaikan dengan diameter dari mesin bor yang ada di pasaran dan untuk panjang tiang bor dapat menyesuaikan kondisi lapisan tanah keras yang dapat dilihat pada data bor log (SPT). Untuk mengetahui ukuran diameter dan pajang tiang yang memenuhi untuk desain tiang yaitu dengan melihat daya dukung ujung penampang tiang dan daya dukung selimut sepanjang tiang yang dihasilkan dari tiang tersebut. Jika daya dukung yang dihasilkan lebih besar daripada beban yang diterima tiang, maka dapat dilanjutkan ke perhitungan penulangan yang dibutuhkan tiang tersebut.

2. Tulangan Longitudinal Tiang

Penulangan pada fondasi tiang sama halnya dengan penulangan pada kolom, hanya saja penampang yang digunakan ialah bentuk penampang lingkaran. Untuk menentukan diameter dan jumlah tulangan longitudinal yang digunakan pada tiang dapat dihitung secara manual berdasarkan gaya-gaya dalam keluaran dari software Ensoft, Inc. L-pile 2018 atau dengan desain di software SP-Coulumn. Pada tugas akhir ini, perencanaan tulangan longitudinal di desain menggunakan software Sp- column dengan melihat rasio tulangan terhadap luas penampang tiang yang di desain dan juga melihat batasan moment ultimit (Mu) dan beban ultimit (Pu) yang dapat diterima tiang. Nilai Mu dan Pu keluaran dari Sp-coulumn merupakan batasan izin ultimit untuk nilai moment keluaran dari L-pile 2018 dan nilai beban terfaktor

(40)

45 keluaran dari Csi-Etabs 2018. Apabila nilai moment dan beban yang dihasilkan tidak melewati batasan yang telah ditentukan maka dapat dikatakan desain tiang aman. Rasio tulangan yang biasa diguankan bekisar antara 1-3% berdasarkan SNI 2847-2019 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. Berikut contoh desain tulangan longitudinal tiang di Sp-coulumn dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.19. Contoh Desain Tulangan Longitudinal di Sp-coulumn 3. Tulangan Transversal Tiang

Dalam merencanakan tulangna transversal pada tiang bor perlu Langkah-langkah perhitungan yang dilakukan. Untul peraturan penulangan berdasarkan pada SNI 2847-2017. Perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada:

ɸ Vn ≥ Vu (2.60) Keterangan:

Vu = Gaya geser terfaktor pada penampang (keluaran software L-pile) Vn = Kuat geser nominal

Vn = Vc + Vs

ɸ = Faktor reduksi kekutan geser = 0,75

(41)

46 Dengan nilai Vc yaitu:

Vc

= (

1

+

14 AgPu

) x (

√f'c6

)

x bw x d (2.61) Keterangan:

Pu = Beban aksial terfaktor (N) F’c = Kuat tekan beton (Mpa)

Ag = Luas kotor penampang tiang bor (mm2)

Ag

=

14

x π x

D2

Bw = lebar penampang (mm)

Bw = √Ag ; h = bw (h = tinggi penampang) d = tinggi efektif (mm)

= h – d'

d' = s + D Longitudinal

2 + Dtranasversal

s = Tebal Selimut tiang bor (mm)

D longitudinal = Diameter tulangan longitudinal (mm)

D transversal = Diameter tulangan transversal (mm) (asumsi rencana).

Sedangkan untuk rumus Vs yaitu:

Vs = Av x fy x d

s (2.62)

Dimana,

Av = Luas tulanan transversal / geser (mm2)

Av

=

14

x π x

D2

d = Tinggi efektif (mm)

fy = Tegangan leleh tulangan (Mpa)

s = Rentang jarak / spasi tulangan transversal atau geser (mm)

(42)

47 Dimana syarat spasi minimum untuk tulangan transversal yaitu d/2.

2.11. Desain dan Penulangan Pile Cap

Pile cap berfungsi mengikat tiang-tiang menjadi satu kesatuan dan memindahkan beban kolom kepada tiang. Pile cap biasanya terbuat dari beton bertulang. Dalam menentukan tebal pile cap dan penulangan pile cap perlu beberapa langkah perhitungan yang harus dilakukan, yaitu:

1. Desain Tebal dan Dimensi Pile Cap

Berdasarkan SNI-2847-2019 pasal 9.7. dijelaskn bahwa tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor langsung diatas tanah dan selalu berhubungan dengan tanah adalah 75 m. Untuk merencanakan ukuran panjang dan lebar pile cap yaitu berdasarkan pada konfigurasi tiang kelompok dengan memberikan lebar tambahan pada sisi terluar tiang (jarak tiang ke tepi pile cap). Persamaan yang digunakan untuk menentukan panjang (L) dan lebar (B) pile cap yaitu sebagau berikut:

B = (m-1) d + 2D (2.63)

L = (n – 1)d + 2D (2.64)

Dengan,

B = Lebar pile cap L = Panjang pile cap m = Jumlah baris n = Jumlah kolom

d = Jarak antar tiang tunggal D = Diameter tiang tunggal

(43)

48 Gambar 2.20. Ilustrasi Penentuan Dimensi Pile Cap

Untuk menentukan ketebalan pile cap yaitu dengan cara asumsi terlebih dahulu nilai ketebalan yang digunakan kemudian melakukan pengecekan terhadap geser satu arah dan geser dua arah. Jika setelah dilakukan pengecekan memenuhi syarat yang ditentukan maka asumsi tersebut dapat digunakan sebaggai nilai ketebalan dari pile cap.

2. Kontrol Geser Satu Arah

Untuk mengetahui gaya geser satu arah dan dua arah pada pile cap, data- data yang diperlukan yaitu:

a) Dimensi Pile cap

b) Ukuran kolom dan ukuran tiang bor c) Beban aksial terfaktor (Pu)

d) Kuat tekan beton (f'c)

e) Tegangan leleh baja tulangan (fy)

Gaya geser yang bekerja pad penampang kritis adalah sebagai berikut:

Vu = σ x L x G' (2.65)

Dengan,

Vu = Gaya geser satu arah yang terjadi σ = Pu / A

L = Tebal pile cap

d = Tebal efektif pile cap

(44)

49

= h – selimut beton – ½ Tulangan rencana

G' = Daerah pembebanan yang diperhitungkan terjadi geser penulangan satu arah

G' = L -

(

L2

+

Lebar Kolom

2

+

d

)

(2.66)

Kuat Geser beton:

ɸ Vc = ɸ 1

6

√f'c

x b x d (2.67)

Dengan,

b = Lebar pile cap h = Tebal pile cap d = tebal efektif pile cap

= h – selimut beton – ½ Tulangan rencana

Vc = Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh beton f'c = Kuat tekan beton yang diisyaratkan

Syarat:

ɸ Vc < Vu (Persamaan 2.61) 3. Kontrol Gaya Geser Dua Arah

Untuk mengetahui gaya geser dua arah pada pile cap, Langkah-langkah perhitungan yang perlu dilakukan yaitu:

Lebar penampang kritis (B') adalah:

B' = Lebar kolom + 2 x

(

12

)

d (2.69) Gaya geser yang bekerja pada penampang kritis adalah:

Vu = σ + (L2 – B 2) (2.70) Dimana,

Vu = Gaya geser dua arah yang terjadi

σ = Pu / A (2.71)

L = Panjang Pile cap

(45)

50 Berdasarkan SNI 2847-2019 pasal 13.12.2.1. bahwa besar Vc adalah nilau terkecil dari:

Vc = (1 + 2

𝛽𝑐) 𝑥 √𝑓′𝑐 𝑥 𝑏0𝑥 𝑑

16 (2.72)

Vc = (αsx d

b0 + 2)x √f'c x b0x d

12 (2.73)

Vc = 1

2√f'c x b0 x d (2.74)

βc = ak

bk

(2.75)

b0 = 4B' (2.76)

Dengan,

Vc = Gaya geser nominal yang disambungkan oleh beton bk = Panjang kolom

ak = Lebal kolom h = Tebal pile cap

= h – selimut beton – ½ Tulangan rencana d = Tebal efektif pile cap (persamaan 2.68) b0 = Keliling penampang kritis tiang fondasi αs = Konstanta untuk perhitungan tiang fondasi

= 40 untuk kolom dalam

= 30 untuk kolom tepi

= 20 Untuk kolom sudut Cek Syarat,

ɸ Vc < Vu

4. Penulangan Pile Cap

Beban aksial Pu yang bekerja dibebankan sama rata keseluruh tiang.

Masing-masing tiang mendapatkan beban akasial sebesa Pu/np. Beban yang bekerja pada pile cap yaitu nilai joint reaction hasil keluaran dari software

Gambar

Gambar 2.1. Spektrum Respon Desain
Gambar 2.2. Diagram Fase Tanah
Gambar 2.3. Stratigrafi Tanah  2.4.5.  Parameter Tanah
Tabel 2.1. Korelasi N-SPT terhadap Konsistensi Tanah kohesif  Consistency  Standart Penetration
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurunnya kadar fenol pada feses mencit yang diberi ekstrak daun kepel ini diduga sebagai akibat dari aktivitas proantosianidin yang menurunkan jumlah senyawa hasil pembusukan

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

Penurunan nilai pH ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Hidayat, dkk., (2013) yang mengatakan bahwa pembentukan asam laktat menyebabkan peningkatan keasaman dan penurunan

3.3 Permohonan yang dibuat oleh pihak berikut akan dikenakan caj mengikut harga kos purata pembelian item tersebut dan pihak-pihak berkenaan diminta untuk memindahkan

Adanya pengaruh antara iklan dan keputusan pembelian pada penelitian ini sama seperti penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Puji Kurniawati tahun 2010 dengan judul

Bab keempat ini membahas analisis ergonomi desain pintu masuk Kendaraan Tempur Lapis Baja APC yang digunakan saat ini dan beberapa konfigurasi desain yang

Selanjutnya penyaluran pupuk bersubsidi di penyalur Lini IV ke petani atau kelompok tani dilakukan berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) sesuai

Dengan memanfaatkan aplikasi IPCop pada jaringan clinet server maka selaku administrator kita dapat memblokir situs-situs yang berbahaya dalam jaringan kita, sehingga