• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MEDIASI DALAM PERMA NO. 1 TAHUN 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II MEDIASI DALAM PERMA NO. 1 TAHUN 2008"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

17

Mediasi merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari bahasa inggris, yaitu mediation. Para penulis dan sarjana Indonesia kemudian lebih suka mengindonesiakannya menjadi “mediasi” seperti halnya istilah-istilah lainnya, yaitu negotiation menjadi “negosiasi”, arbitration menjadi arbritase, dan ligitation menjadi “litigasi”. Orang awam yang tidak menggeluti ranah penyelesaian sengketa tidak jarang salah sebut atau menyamakan antara mediasi dengan “meditasi” yang berasal dari koskata Inggris meditation yang berarti bersemedi. Sudah pasti keduanya amat berbeda karena mediasi berkaitan dengan cara penyelesaian sengketa atau bernuansa sosial legal, sedangkan meditasi berkaitan dengan cara pencarian ketenangan batin atau bernuansa spiritual.1

Dalam pengertian umum, makna mengenai mediasi secara etimologi dan terminologi yang diberikan oleh para ahli akan dipaparkan sebagai berikut. Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin yaitu mediare, yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjukan kepada peran yang bertindak sebagai mediator. Mediator dalam menjalankan tugasnya berada di tengah-tengah para pihak yang bersengketa atau dalam artian menengahi kedua belah pihak. “Berada di tengah” juga mempunyai makna harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa dan harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengket secara adil dan bijaksana, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari pihak yang bersengketa.2 Oleh karena itu, para mediator haruslah orang yang dapat dipercaya untuk mendamaikan atau menengahi kedua belah pihak yang bersengketa tanpa memihak salah satunya.

1 Gunawan Wijaya, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 90-92

2 Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009), hal. 2

(2)

Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan substansial.3 Dengan demikian, dari definisi atau pengertian mediasi ini dapat diidentifikasikan unsur-unsur esensional mediasi, yaitu:

1. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan berdasarkan mufakat atau konsensus para pihak.

2. Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang disebut mediator.

3. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para pihak.

Pendekatan konsensus atau mufakat dalam proses mediasi mengandung pengertian, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus merupakan hasil kesepakatan atau persetujuan para pihak. Mediasi dapat ditempuh oleh para pihak yang terdiri atas dua pihak yang bersengketa maupun lebih dari dua pihak (multiparties). Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu. Namun, adakalanya karena berbagai faktor para pihak tidak mampu mencapai penyelesaian sehingga mediasi berakhir dengan sebuah penyelesaian hukum, berupa putusan hakim, meskipun penyelesaian hukum belum tentu mengakhiri sebuah sengketa karena ketegangan di antara para pihak masih berlangsung dan pihak yang kalah selalu tidak puas.

3 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 12

(3)

B. Tahapan Pra Mediasi

1. Kewajiban hakim pemeriksa perkara dan kuasa hukum

a. Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi b. Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan

mediasi.

c. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak mendorong para pihak, untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

d. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

e. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi

f. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa.4

2. Hak para pihak memilih mediator

a. Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut:

1) Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan

2) Advokat atau akademisi.5 3. Batas waktu pemilihan mediator

a. Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim.

4 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.

Pasal 7. (Jakarta: Mahkamah Agung, 2008), hal. 6

5 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.

Pasal 8. (Jakarta: Mahkamah Agung, 2008), hal. 6

(4)

b. Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua majelis hakim.

c. Ketua majelis hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas.

d. Jika setelah jangka waktu maksimal sebagaimana dimaksud ayat (1) terpenuhi, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis.

e. Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat, maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator.6

4. Jenis perkara yang dimediasi

Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan badan penyelesaian sengketa konsumen, dan keberatan atas putusan komisi pengawas persaingan usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.7

5. Tempat penyelenggaraan mediasi

a. Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama atau di tempat lain yang disepakati oleh para pihak.

b. Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan.

c. Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama tidak dikenakan biaya.

6 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.

Pasal 11. (Jakarta: Mahkamah Agung, 2008), hal. 8

7 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.

Pasal 4. (Jakarta: Mahkamah Agung, 2008), hal. 5

(5)

d. Jika para pihak memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain, pembiayaan dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.8

C. Tahapan Proses Mediasi

1. Penyerahan resume perkara dan lama waktu proses mediasi

a. Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.

b. Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.

c. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis.

d. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 hari kerja sejak berakhir masa 40 hari.

e. Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.

f. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.9 D. Mediator Hakim dan Non Hakim

1. Mediator

Mediator yang netral mengandung pengertian bahwa mediator tidak berpihak (impertial), tidak memiliki kepentingan dengan perselisihan yang sedang terjadi, serta tidak diuntungkan atau dirugikan jika sengketa dapat diselesaikan atau jika mediasi menemui jalan buntu

8 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.

Pasal 20. (Jakarta: Mahkamah Agung, 2008), hal. 12

9 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.

Pasal 13. (Jakarta: Mahkamah Agung, 2008), hal. 8

(6)

(deadlock). Bantuan mediator yang bersifat prosedural antara lain mencakup tugas-tugas memimpin, memandu, dan merancang sesi-sesi pertemuan atau perundingan, sedangkan bantuan substansial berupa pemberian saran-saran kepada pihak yang bersengketa tentang penyelesaian pokok sengketa. Peran mediator dapat bersifat aktif maupun pasif dalam membantu para pihak. Peran aktif harus dilakukan jika para pihak yang bersangkutan tidak mampu melaksanakan perundingan yang konstruktif. Sebaliknya, mediator memainkan peran pasif jika para pihak sendiri mampu melaksanakan perundingan yang konstruktif dalam arti para pihak sendiri mampu mengusulkan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dan membahas usulan pemecahan masalah itu guna mengakhiri sengketa. Dengan demikian, tingkatan peran mediator dalam membantu para pihak menyelesaikan perbedaan-perbedaan mereka sangat situasional, yaitu tergantung pada kemampuan para pihak dalam melaksanakan perundingan.10

a. Kecuali keadaan sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (3) dan pasal 11 ayat (6), setiap orang yang menjalankan fungsi mediator pada asasnya wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.

b. Jika dalam wilayah sebuah pengadilan tidak ada hakim, advokat, akademisi hukum dan profesi bukan hukum yang bersertifikat mediator, hakim di lingkungan pengadilan yang bersangkutan berwenang menjalankan fungsi mediator.

c. Untuk memperoleh akreditasi, sebuah lembaga harus memenuhi syarat-syarat berikut:

1) Mengajukan permohonan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.

10 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa….. hal. 14

(7)

2) Memiliki instruktur atau pelatih yang memiliki sertifikat telah mengikuti pendidikan atau pelatihan mediasi dan pendidikan atau pelatihan mediasi.

3) Sekurang-kurangnya telah dua kali melaksanakan pelatihan mediasi bukan untuk mediator bersertifikat di pengadilan.

4) Memiliki kurikulum pendidikan atau pelatihan mediasi di pengadilan yang disahkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.11

Pada prinsipnya mediasi di lingkungan pengadilan dilakukan oleh mediator yang berasal dari luar pengadilan. Namun, mengingat jumlah mediator yang sangat terbatas dan tidak semua pengadilan tingkat pertama tersedia mediator, maka Perma ini mengizinkan hakim menjadi mediator.

Hakim yang menjadi mediator bukanlah hakim yang sedang menangani perkara yang akan dimediasikan, tetapi hakim-hakim lainnya di pengadilan tersebut. Mediator non hakim dapat berpraktik di pengadilan, bila memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat akreditasi Mahkamah Agung Republik Indonesia.12

Mediasi sebagai bagian dari proses beracara di pengadilan mengikat hakim. Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri oleh para pihak. Mengingat pentingnya mediasi dalam proses beracara, maka ketidakhadiran tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi. Hakim atau kuasa hukum berkewajiban mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Adanya kewajiban menjalankan mediasi, membuat hakim dapat menunda proses persidangan perkara. Dalam menjalankan mediasi, para pihak bebas memilih mediator yang disediakan oleh pengadilan atau mediator di luar pengadilan. Untuk memudahkan memilih

11 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.

Pasal 5. (Jakarta: Mahkamah Agung, 2008), hal. 5

12 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif….. hal. 312

(8)

mediator, ketua pengadilan menyediakan daftar mediator yang memuat sekurang-kurangnya 5 nama mediator yang disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman para mediator. Ketua pengadilan mengevaluasi mediator dan memperbaharui daftar mediator setiap tahun. Bila para pihak yang memilih mediator hakim, maka baginya tidak dipungut biaya apapun, sedangkan bila memilih mediator non hakim uang jasa ditanggung bersama para pihak berdasarkan kesepakatan.

2. Tugas-tugas mediator

a. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.

b. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.

c. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.13

d. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.14

3. Keterlibatan ahli

a. Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak.

b. Para pihak harus lebih dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan atau penilaian seorang ahli.

c. Semua biaya untuk kepentingan seorang ahli atau lebih dalam proses mediasi ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

13 Pertemuan secara terpisah yang dilakukan oleh mediator dengan salah seorang pihak berpekara tanpa diketahui pihak lawan, https://amelhamzah.wordpress.com2012/12/01/apa-itu- kaukus, diakses 26 Januari 2016.

14 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.

Pasal 15. (Jakarta: Mahkamah Agung, 2008), hal. 9-10

(9)

Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 hari sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh Ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, maka proses mediasi dapat diperpanjang selama 14 hari sejak berakhirnya masa 40 hari. Selama proses mediasi berlangsung, mediator berkewajiban menyiapkan jadwal mediasi, mendorong para pihak secara langsung berperan dalam proses mediasi, dan bila dianggap perlu dapat melakukan kaukus. Dalam proses mediasi, mediator dapat melibatkan ahli seorang atau lebih untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat para pihak.

Pelibatan ahli atas dasar persetujuan para pihak dan biaya untuk jasa ahli juga ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan mereka.15

4. Mencapai kesepakatan

a. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.

b. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai

c. Sebelum para pihak mendatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik.

d. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.

15 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif….. hal. 313

(10)

e. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta.16

Mediator berkewajiban menyatakan proses mediasi menemui kegagalan atau mencapai kesepakatan kepada Ketua majelis hakim.

Mediasi dinyatakan gagal bila para pihak atau salah satu pihak telah dua kali secara berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan jadwal pertemuan yang telah disepakati, atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan yang sah. Jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediasi wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Para pihak yang telah mencapai kesepakatan damai, wajib menghadap kepada hakim, pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan damai. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan damai kepada hakim untuk dikuatkan dalam akta perdamaian.

Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam masa 40 hari sejak para pihak memilih mediator, maka mediator wajib menyampikan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal, dan memberitahukan kegagalan mediasi kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.17

Perdamaian terhadap perkara dalam proses banding, kasasi atau peninjauan kembali dilaksanakan di pengadilan yang mengadili perkara tersebut pada tingkat pertama atau di tempat lain atas persetujuan para pihak. Para pihak melalui Ketua pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis

16 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.

Pasal 17. (Jakarta: Mahkamah Agung, 2008), hal. 10

17 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif….. hal. 314

(11)

kepada majlis hakim tingkat banding, kasasi atau peninjauan kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Akta perdamaian ditandatangani oleh majlis hakim banding, kasasi, atau peninjauan kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak dicatat dalam register induk perkara.18

E. Fungsi Mediasi

1. Keuntungan dari penyelesaian sengketa melalui mediasi :

a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaiakan sengketa dengan cepat dan biaya murah.

b. Hasil-hasil yang didapatkan akan memuaskan para pihak karena keputusan yang diambil berdasarkan mufakat para pihak.

c. Kesepakatan yang diperoleh bersifat secara komperhensif karena tidak hanya masalah hukum saja tapi juga menyangkut masalah di luar hukum.

d. Mediasi memberi para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya.19

e. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan hakim di pengadilan.

Perma no. 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan adalah penyempurnaan terhadap peraturan terhadap Perma no. 2 tahun 2003 di lakukan Mahkamah Agung karena dalam Perma no. 2 tahun 2003 ditemukan beberapa masalah, sehingga tidak efektif penerapannya di pengadilan. Mahkamah Agung mengeluarkan Perma no. 1 tahun 2008 sebagai upaya mempercepat, mempermurah, dan mempermudah penyelesaian sengketa serta memberikan akses yang lebih besar kepada pencari keadilan. Mediasi merupakan instrument efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan

18 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif….. hal. 315

19 Devianty Fitri, 4 Januari 2009. Artikel Penelitian Dosen Muda, Universitas Andalas Padang, Fakultas Hukum, hal. 4

(12)

fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa, di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (adjudikatif).

Kehadiran Perma no. 1 tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata.

Hal ini dapat dilakukan dengan mengintensifkan dan mengintegritaskan proses mediasi ke dalam prosedur berpekara di pengadilan. Mediasi mendapat kedudukan penting dalam Perma no. 1 tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses berpekara di pengadilan.20 Hakim wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila hakim melanggar atau enggan menerapkan proses mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukuman. Oleh karenanya, hakim dalam pertimbangan putusannya wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.

Menyelesaikan suatu pertentangan yang timbul disebabkan sengketa perdata dengan keputusan pengadilan sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai cara yang sudah paling tepat sebagaimana disangka kebanyakan orang. Menyelesaikan suatu perkara atau sengketa perdata dengan keputusan pengadilan harus dipandang sebagai cara yang formal saja sekadar lebih terpuji dari pada menghakimi sendiri.21 Sedangkan tujuan penyelesaian konflik melalui mediasi adalah :

a. Menghasilkan suatu rencana atau kesepakatan ke depan yang dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak yang bersengketa.

b. Mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk menerima konsekuensi dari keputusan-keputusan yang mereka buat.

20 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif... hal. 310-311

21 Victor M Situmorang, Perdamaian dan Perwasitan dalam Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), hal. 16

(13)

c. Mengurangi kekhawatiran dan dampak negatif lainnya dari suatu konflik dengan cara membantu pihak yang bersengketa untuk mencapai penyelesaian secara konsensus.22

F. Kerahasiaan Mediasi

Salah satu efektivitas dari proses penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah adanya diskusi yang terbuka antara para pihak yang bersengketa dalam mencapai kesepakatan. Hal-hal yang sulit dan tidak mungkin terungkap dalam negosiasi antara pihak sendiri, dengan bantuan dan keahlian mediator, dapat diungkapkan dalam proses mediasi.

Keterbukaan ini terjadi karena para pihak yakin dan percaya akan netralitas dari mediator sehingga tidak ragu-ragu untuk mengamukakan informasi- informasi penting, kepada penasihat yang hukumnya pun tidak akan diungkapkan.

Pada umumnya informasi yang dikemukakan selama berlangsung proses mediasi, mendapat perlindungan hukum untuk tidak dikemukakan pada proses yang lain atau pihak ketiga. Perlindungan ini biasanya diberikan ketentuan-ketentuan hukum pembuktian dalam hukum acara perdata, kontrak, hak-hak istimewa, maupun undang-undang khusus. Mengenai hal ini, pengakuan, pernyataan atau hal-hal yang terungkap dalam proses mediasi tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan. Menurut pasal 19 ayat (1) Perma no. 1 tahun 2008, menyebutkan bahwa “jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lainnya”. Hal ini bertujuan agar proses mediasi tidak disalahgunakan oleh pihak yang beritikad tidak baik untuk menjebak lawan dengan berpura-pura ingin berdamai, padahal mereka memiliki niat yang tidak baik, sehingga dengan demikian proses mediasi ini dapat digunakan untuk melindungi yang beritikad baik. Selain itu, hal ini baik

22 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 72

(14)

dilakukan agar para pihak tidak merasa takut untuk mengungkapkan fakta di dalam proses mediasi.

Jika segala sesuatu dokumen, pernyataan, dari pengakuan, para pihak dalam proses mediasi dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lainnya. Maka hal tersebut dapat menghambat pelaksanaan proses mediasi. Demikian juga dalam pasal 19 ayat (3) Perma no. 1 tahun 2008 menyebutkan bahwa

“mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan”.23

G. Pemberlakuan Perma No. 1 Tahun 2008

1. Peraturan mediasi sebelum Perma no. 01 tahun 2008

Pada tanggal 24 sampai 27 September 2001, Rakernas Mahkamah Agung Republik Indonesia yang diadakan di Yogyakarta telah menghasilkan beberapa rekomendasi, salah satu keputusan rakernas tersebut merekomendasikan pemberdayaan pengadilan tingkat pertama dalam menerapkan upaya perdamaian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 130 HIR (Herzeine Indonesische Reglement) dan Pasal 154 RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten).24 Sejalan dengan hasil rakernas tersebut dan untuk membatasi perkara kasasi ke Mahkamah Agung secara substantif dan prosesual, maka Mahkamah Agung mengeluarkan SE (Surat Edaran) no. 1 tahun 2002 tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai dalam bentuk mediasi, dan diterbitkan pada tanggal 30 Januari 2002.

Namun, belakangan Mahkamah Agung menyadari Sema itu sama sekali tidak berdaya dan tidak efektif sebagai landasan hukum untuk mendamaikan para pihak. Sema itu tidak jauh berbeda dengan ketentuan Pasal 130 HIR (Herzeine Indonesische Reglement) dan 154 RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten). Hanya memberi peran

23 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian …..hal. 102

24 Yasardin, 1 Juli 2003. “Mediasi di Pengadilan Agama; Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No. 1 Tahun 2002”, Suara Uldilag, hal. 52

(15)

kecil kepada hakim untuk mendamaikan pada satu segi, serta tidak memiliki kewenangan penuh untuk memaksa para pihak melakukan penyelesaian lebih dahulu melalui proses perdamaian. Itu sebabnya, sejak berlakunya Sema tersebut pada 1 Januari 2002, tidak tampak perubahan sistem dan proses penyelesaian perkara. Namun, tetap berlangsung secara konvensional melalui proses ligitasi biasa.25 Umur Sema no. 01 tahun 2002 tentang pemberdayaan Pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai dalam bentuk mediasi, hanya 1 tahun 9 bulan (30 Januari 2002 sampai dengan 11 September 2003).

Pada tanggal 11 September 2003, Mahkamah Agung mengeluarkan Perma no. 02 tahun 2003 sebagai penggantinya. Pasal 17 Perma ini menegaskan:

“Dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) ini, Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154 RBG) dinyatakan tidak berlaku”.

Perma no. 02 tahun 2003 berjudul prosedur mediasi di Pengadilan dengan substansi yang terdiri dari 6 Bab dan 18 Pasal:

 Bab I : Ketentuan Umum (Pasal 1-2)

 Bab II: Tahap Pra-Mediasi (Pasal 3-7)

 Bab III: Tahap Mediasi (Pasal 8-14)

 Bab IV: Tempat dan Biaya (Pasal 15)

 Bab V: Lain-lain (Pasal 16)

 Bab VI: Penutup (Pasal 17-18)

Dalam konsideran dikemukakan beberapa alasan yang melatarbelakangi penerbitan Perma menggantikan Sema no. 01 tahun 2002 tentang pemberdayaan Pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai dalam bentuk mediasi, antara lain:

25 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 242

(16)

1) Mengatasi penumpukan perkara

Pada huruf a konsiderans dikemukakan pemikiran perlu diciptakan suatu instrumen efektif yang mampu mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan, tentunya terutama di tingkat kasasi. Menurut Perma, instrumen yang dianggap efektif adalah sistem mediasi, dan caranya dengan jalan pengintegrasian mediasi ke dalam sistem peradilan.

2) Sema no. 01 tahun 2002, belum lengkap

Pada huruf e konsiderans dikatakan, salah satu alasan mengapa Perma diterbitkan, karena Sema no. 01 tahun 2002 belum lengkap atas alasan Sema tersebut belum sepenuhnya mengintegrasikan mediasi ke dalam sistem peradilan secara memaksa (compulsory) tetapi masih bersifat sukarela (voluntary).

Akibatnya, Sema itu tidak mampu mendorong para pihak secara intensif memaksakan penyelesaian perkara lebih dahulu melalui perdamaian.

3) Pasal 130 HIR (Herzeine Indonesische Reglement) dan Pasal 154 RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten), dianggap tidak memadai

Pada huruf f konsiderans tersurat pendapat, cara penyelesaian perdamaian yang digariskan Pasal 130 HIR (Herzeine Indonesische Reglement) dan Pasal 154 RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten), masih belum cukup mengatur tata cara proses mendamaikan yang pasti, tertib, dan lancar. Oleh karena itu, sambil menunggu pembaruan hukum acara, Mahkamah Agung menganggap perlu menetapkan Perma yang dapat dijadikan landasan formil yang komprehensif sebagai pedoman tata tertib bagi para hakim di pengadilan tingkat pertama mendamaikan para pihak yang berperkara.26

26 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. . . 243

(17)

Mahkamah Agung menyadari bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah. Selain itu, mediasi dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Menurut hakim Agung Susanti Adi Nugroho, mediasi yang terintegrasi ke pengadilan diharapkan efektif mengurangi tumpukan perkara, termasuk di Mahkamah Agung.27

Sejak tahun 2006 Mahkamah Agung sudah membentuk tim yang bekerja mengevaluasi kelemahan-kelemahan pada Perma no.

02 tahun 2003. Beranggotakan dari hakim, advokat, pusat mediasi Nasional dan organisasi yang selama ini concern pada masalah- masalah mediasi, Indonesia Institute for Conflict Transformation (IICT). Hasil kerja tim menyepakati peraturan baru, yakni Perma no. 01 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. Bagir Manan, SH.,M.CL pada tanggal 31 Juli 2008. Perma no. 01 tahun 2008 ini lahir karena dirasakan Perma no. 02 tahun 2003 mengandung kelemahan dari beberapa hal yang harus disempurnakan.

H. Mediasi Dalam Sistem Hukum Indonesia 1. Mediasi dalam sistem hukum adat

Konsep penyelesaian sengketa melalui mediasi yang menggunakan win-win solution atau penyelesaian menang sama menang, telah lama di kenal dalam hukum adat Indonesia. Konsep penyelesaian sengketa melalui musyawarah antara para pihak telah lama dikenal oleh masyarakat hukum adat, jauh sebelum sistem litigasi diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Penyelesaian sengketa menurut hukum adat selalu diarahkan kepada pemulihan dan kesinambungan tatanan yang terganggu karena adanya sengketa tersebut, dan tidak bersifat penghukuman.

27 Ali, “Beleid Baru Untuk Sang Mediator”, dalam http://hukumonline.com/

detail.asp?id=21514 &c1=berita, diakses 23 Mei 2015

(18)

Ketua adat di dalam menyelesaikan sengketa tidak untuk mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat dan damai bahkan telah dikenal pada zaman Mataram II. Pada saat Sultan Agung berkuasa, urusan peradilan dilaksanakan oleh penghulu Agama atas nama raja yang didampingi oleh beberapa ulama sebagai anggota majelis peradilan. Peradilan ini disebut dengan peradilan serambi. Peradilan ini dilaksanakan atas dasar musyawarah dan mufakat (collegiale rechtspraak). Hasil putusan musyawarah menjadi putusan terakhir oleh raja.28 Pada zaman tersebut, di samping adanya peradilan serambi, di daerah-daerah juga berlaku peradilan ”padu”, yaitu penyelesaian perselisihan antara perseorangan oleh peradilan keluarga (peradilan desa) secara damai, dan apabila tidak dapat diatasi secara kekeluargaan, maka diselesaikan oleh peradilan padu secara damai di bawah pimpinan seorang pejabat kerajaan yang disebut jaksa.29

Dalam menegakkan hukum adat, lembaga perdamaian desa ini menjalankan peran mendamaikan dan membina ketertiban disebutkan dalam Pasal 3 dan 13 Reglement Indonesia yang diperbarui (RIB).

Beberapa aspek positif dari perdamaian desa, yaitu;30 1). Hakim perdamaian desa bertindak aktif mencari fakta. 2). Hakim meminta nasihat kepada tetua-tetua adat dalam masyarakat. 3). Putusan diambil berdasarkan musyawarah atau mufakat. 4). Putusan dapat diterima oleh para pihak dan juga memuaskan masyarakat secara keseluruhan. 5).

Pelaksanaan sanksi melibatkan para pihak, hal mana menunjukan adanya tenggang rasa (teloransi) yang tinggi di antara pihak. 6). Suasana rukun dan damai antara para pihak dapat dikabulkan. 7). Integrasi masyarakat dapat dipertahankan.

28 H. Halim Hadikusuma, Pengantar Ilmu hukum Adat Indonesia, (bandung: CV. Mandar Maju, 1992), hal. 61

29 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian….. hal. 116

30 Tjok Istri Putra Astiti, pemberdayaan Hakim Perdamaian Desa Dalam Penyelesaian Kasus Adat di Luar Pengadilan, buletin musyawarah 1 (Juli 1997), hal. 6

(19)

Namun sekarang ini, hakim perdamaian desa mengalami banyak hambatan dalam menegakan hukum dan mendamaikan para pihak sehingga timbul kesan seolah-olah tidak berdaya menghadapi situasi konflik di pedesaan saat ini. Di beberapa tempat lainnya masih berfungsi sebagaimana biasanya.

Pola-pola penyelesaian sengketa secara musyawarah dan damai tetap bertahan di dalam masyarakat hukum adat Indonesia. Di dalam masyarakat Batak, misalnya: masih mengandalkan forum runggun adat yang pada intinya adalah penyelesaian sengketa secara musyawarah dan kekeluargaan.31

a. Kekuatan mediasi dalam hukum adat

Mediasi yang dijalankan tokoh-tokoh adat memiliki kekuatan dalam penyelesaian sengketa, baik dalam sengketa ranah privat maupun ranah publik. Mediasi sebagai bentuk penyelesaian sengketa telah diperaktikkan oleh masyarakat hukum adat sebagai warisan leluhur. Warisan ini dipertahankan secara turun temurun, karena nilai filosofis mediasi mengembalikan fungsi manusia sebagai bagian dari alam yang memerlukan keseimbangan dan keharmonisan. Konflik atau sengketa telah mengganggu keseimbangan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Mediasi menjadikan para pihak yang bersengketa dapat bersatu kembali, hidup rukun, dan memperkuat kembali tali kekerabatan setelah diguncang oleh konflik atau sengketa. Keinginan menjaga keseimbangan dan menyelesaikan sengketa, bukan hanya menjadi kewajiban pemangku adat atau tokoh masyarakat, tetapi menjadi kewajiban bagi setiap individu dalam masyarakat hukum adat. Kewajiban ini muncul karena individu dalam masyarakat hukum adat wajib menjaga kepentingan komunal.32

31 J.C Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, (Jakarta: Pustaka Azat, 1986), sebagaimana dikutip dalam Achmad Santosa et al. policy paper on ADR in Environmental Sector, ICEL-Qipra Project, 1996, hal. 16

32 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif …..hal. 272-273

(20)

Kekuatan mediasi dalam masyarakat hukum adat ditentukan oleh tiga kekuatan.

1) Keinginan menyelesaikan sengketa berasal dari para pihak yang bersengketa. Keinginan tersebut muncul dari dalam pribadi yang bersengketa, karena secara alamiah keinginan untuk hidup tenang, tentram, dan tidak berkonflik merupakan keinginan setiap individu di dalam komunitas masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat yang bersifat komunal menekankan bahwa individu yang berada dalam sengketa harus berupaya untuk menciptakan keharmonisan sosial dan menghilangkan sengketa.33 Bila ia tidak bersedia untuk menciptakan sengketa melalui jalur mediasi, maka individu tersebut mendapat penilaian yang negatif dari masyarakat yang komunal. Oleh karenanya, mediasi memiliki kekuatan yang mendalam sebagai alternatif penyelesaian sengketa dalam kehidupan masyarakat hukum adat.

2) Adanya sengketa dalam masyarakat hukum adat, merupakan salah satu bentuk tindakan yang mengganggu kepentingan komunal. Jika dalam suatu masyarakat terdapat pihak yang bersengketa, maka

“perasaan sosial yang sakit” sebenarnya bukan hanya dirasakan oleh individu yang sedang bersangkutan, tetapi juga dirasakan juga oleh seluruh anggota masyarakat hukum adat. Tokoh adat sebagai penjelmaan nilai dan perasaan sosial masyarakat hukum adat, harus bertindak untuk menjaga perasaan sosial dan menghilangkan “rasa sakit” yang di timbulkan oleh sengketa yang terjadi di kalangan para pihak. Tokoh adat harus memperbaiki dan merehabilitasi situasi sosial yang terguncang akibat konflik atau sengketa dalam masyarakat hukum adat. Tokoh atau pemangku adat proaktif menjaga dan menciptakan keharmonisan sosial dalam masyarakat hukum adat. Oleh karenanya, para pemangku adat ketika

33 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif ….. hal. 274

(21)

menemukan adanya sengketa yang dialami oleh para pihak, maka ia berkewajiban menawarkan secara sosial untuk menyelesaikan sengketa melalui musyawarah atau mediasi. Pemangku adat menggunakan jalur mediasi bertujuan menjaga nilai-nilai kemanusian dan nilai sosial dari para pihak yang bersengketa, karena penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi akan menjaga harkat dan martabat individu sebagai anggota masyarakat. Dalam mediasi tidak ada pihak yang menang dan pihak yang kalah, dan pihak untuk menciptakan sendiri bentuk konkrit penyelesaian sengketa. Para pihak harus proaktif menyampaikan tuntutan atau kepentingannya dalam proses mediasi, sehingga kesepakatan yang dibuat tidak merasa dirugikan oleh pihak lain.34

3) Mediasi yang diselenggarakan oleh masyarakat hukum adat tidak terlepas dari nilai-nilai religi dan kultur, karena nilai tersebut merupakan paradigma dan pandangan hidup masyarakat hukum adat, yang menjiwai setiap tindakan dan prilaku anggota masyarakat.

Wujud nilai religi dan nilai kultural tercermin dalam prosesi penyelesaian yang menggunakan seperangkat alat upacara, dan bacaan tertentu dalam setiap langkah prosesi tersebut. Alat upacara dan bacaan merupakan bentuk permohonan kepada Tuhan, agar proses penyelesaian sengketa mendapat restu dan persetujuan dari Tuhan sebagai supernatural. Penggunaan alat upacara dan bacaan tertentu dimaksudkan, agar penyelesaian sengketa yang ditempuh melalui jalur mediasi, bukan hanya disaksikan oleh para pihak yang terlibat, dan masyarakat, tetapi juga mendapat persetujuan dari kekuatan supernatural. Keterkaitan supernatural dengan proses mediasi, amat penting bagi kalangan masyarakat hukum adat, karena setiap tindakan yang dilakukan oleh individu dan tindakan yang diambil oleh tetua adat, senantiasa berada di bawah bayang-bayang

34 Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1995), hal.

61-62

(22)

supernatural. Melepaskan keterikatan supernatural dengan prilaku masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa, akan menyebabkan murkanya kekuatan supernatural, dan ini akan sangat berbahaya bagi kalangan hidup masyarakat adat. Nilai religious-magic merupakan kekuatan penting, karena menjadi pedoman bagi segala tindakan masyarakat hukum adat.35

2. Mediasi dalam sistem hukum Islam

Konsep penyelesaian sengketa win-win solution seperti dalam mediasi, juga dikenal dalam sistem hukum Islam. Walaupun tidak disebut dengan mediasi, namun pola menyelesaikan sengketa yang digunakan menyerupai pola yang digunakan dalam mediasi. Dalam sistem hukum Islam dikenal dengan apa yang disebut istilah ishlah dan hakam.

ishlah adalah ajaran Islam yang bermakna lebih menonjolkan metode penyelesaian perselisihan atau konflik secara damai dengan mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang menjadi akar perselisihan.

Intinya bahwa para pihak yang berselisih diperintahkan untuk mengikhlaskan “kesalahan” masing-masing dan diamalkan untuk saling memaafkan.36

Selain ishlah dikenal juga istilah hakam. Hakam mempunyai pengertian yang sama dengan mediasi. Dalam sistem hukum Islam hakam biasanya berfungsi untuk menyelesaikan perselisihan perkawinan yang disebut dengan syiqoq. mengenai mengenai pengertian hakam, para ahli hukum Islam memberikan pengertian yang berbeda-beda. Namun, dari pengertian yang berbeda-beda tersebut dapat disimpulkan bahwa hakam merupakan pihak ketiga yang mengikatkan dari ke dalam konflik

35 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif ….. hal. 275

36 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1993), hal. 62

(23)

yang terjadi di antara suami-istri sebagai pihak yang akan menengahi atau menyelesaikan sengketa di antara mereka.37

Sebagai pedoman, pengertian hakam dapat diambil dari penjelasan pasal 76 ayat (2) undang-undang no. 7 tahun 1989 jo. Undang- undang no. 3 tahun 2006 jo. Undang-undang no. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Dikatakan bahwa “hakam adalah orang yang ditetapkan Pengadilan dari pihak keluarga suami atau pihak keluarga istri atau pihak lain untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan terhadap syiqoq”. Dari bunyi penjelasan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi hakam hanyalah untuk mencari upaya penyelesaikan perselisihan, bukan untuk menjatuhkan putusan.

Setelah hakam berusaha sekuat tenaga untak mencari upaya perdamaian di antara suami-istri, maka kewajiban dari hakam berakhir.

Hakam kemudian melaporkan kepada hakim tentang usaha yang telah mereka ambil terhadap para pihak (suami-istri). Selanjutnya, keputusan akan diambil oleh hakim dengan mempertimbangkan masukan dari hakam.

Dengan demikian, kita lihat bahwa hakam dalam hukum Islam ini mempunyai kesamaan dengan mediator. Keduanya (baik mediator maupun hakam) tidak mempunyai kewenangan untuk memutus.

Keduanya merupakan mekanisme penyelesaikan sengketa di luar pengadilan yang dilakukan oleh pihak ketiga.38

Dari uraian tersebut, jelas terlihat bahwa pola penyelesaian sengketa melalui mediasi telah dikenal pula dalam sistem hukum Islam.

ishlah dan hakam dapat dikembangkan untuk menjadi metode penyelesaian berbagai jenis sengketa, termasuk sengketa perdata dan bisnis sebagaimana ajaran Islam yang memerintahkan agar menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi antara manusia dengan

37 Nailul Sukri, Kedudukan Mediasi dan Tahkim di Indonesia, Skripsi, fakultas Syariah IAIN Syarif Hidayatullah, 1992, hal. 30

38 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian ….. hal. 120

(24)

cara perdamaian (ishlah) sesuai firman Allah Swt. Dalam Al-Qur’an surah al-Hujurat (49): 9:







































 























Artinya: ”dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil”.

Walaupun perantara hakam dalam sistem hukum Islam digunakan untuk menyelesaikan masalah perceraian, hal ini dapat diterapkan juga pada bidang-bidang sengketa yang lainnya.

3. Mediasi dalam sistem barat

Mediasi juga dikenal dalam sistem hukum barat walaupun hanya secara Implisit. Yang dimaksud dalam sistem barat di sini adalah perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar untuk menerapkan mediasi, yaitu HIR (Herzeine Indonesische Reglement) dan KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) atau hukum perdata barat yang merupakan terjemahan dari BW (Burgerlijk Wetbook).

HIR (Herzeine Indonesische Reglement) adalah hukum acara perdata peninggalan pemerintahan kolonial Belanda yang berlaku hingga sekarang berdasarkan pasal II aturan peralihan UUD (Undang-Undang Dasar) 1945, yang kemudian diperkuat dengan undang-undang darurat no.

1 tahun 1951 tentang tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan- pengadilan sipil.

(25)

Dalam pasal 130 ayat (1) HIR (Herzeine Indonesische Reglement) dikatakan bahwa : “jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak datang, maka Pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka”

Selanjutnya dalam ayat (2) dikatakan bahwa: “jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.39

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pertama-tama sebelum Hakim Ketua memeriksa gugatan yang diajukan kepadanya, maka terlebih dahulu harus mengusahakan mendamaikan para pihak yang bersengketa.

Hanya saja cara atau metode untuk mendamaikan tidak disebutkan dengan jelas. Biasanya cara untuk berdamai diserahkan sepenuhnya kepada para pihak. Hakim cenderung bersifat pasif.

Dengan demikian, pasal ini membuka peluang bagi para pihak untuk untuk menempuh cara-cara penyelesaian seperti negosiasi, mediasi, dan koalisi. Pasal ini juga menekankan bahwa akta perdamaian yang dibuat mempunyai kekuatan mengikat seperti halnya putusan pengadilan. Dengan demikian, kedudukan akta perdamaian ini sama tingkatanya dengan putusan pengadilan. Pasal ini memberikan kemungkinan bagi para pihak untuk berdamai di pengadilan. Dengan perkataan lain, perdamaian yang dicapai di sini terjadi setelah suatu sengketa diajukan ke pengadilan.

Ketentuan mengenai perdamaian dading40 diatur juga di dalam KUHPer (Kitab Undang-undang Hukum Perdata), Ketentuan-ketentuan perdamaian dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan 1864. Ada beberapa pasal dari ketentuan-

39 R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor: Politeria, 1980), hal. 88

40 Satu perjanjian yang diadakan untuk mengakhiri satu sengketa yang sedang berjalan atau untuk mencegah satu sengketa yang akan diperkarakan. Perjanjian perdamaian itu bersifat menyatakan satu keadaan hukum, yang sebelumnya diperselisihkan oleh pihak-pihak, https://nursalam.wordpress. com/2013/08/04/apa-itu-dading/, diakses 27 Juli 2015.

(26)

ketentuan perdamaian tersebut yang perlu menjadi perhatian, yaitu pasal 1851 sampai 1858.

Dari pasal-pasal tersebut memang tidak ada satu kata pun yang menyebut kata mediasi. Namun, dengan melihat bahwa perdamaian harus diperjanjikan, maka terbuka peluang untuk melakukan mediasi. Hal ini mengikat ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Perdata), yang menyatakan bahwa “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pasal ini pada dasarnya menegaskan bahwa setiap orang dapat memperjanjikan apa saja, sepanjang dibuat secara sah dan tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Termasuk dalam hal ini adalah kebebasan untuk memperjanjikan penyelesaian sengketa melalui mediasi.41

I. Jumlah perkara yang ada di Pengadilan Agama Majalengka pada tahun 2013

41 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian ….. hal. 123

(27)
(28)

Nomor urut BULAN

A. PERKAWINAN

B. Ekonomi syari'ah C. Kewarisan D. Wasiat E. Hibah F. Wakaf G. Zakat / Infaq / Shodaqoh H. P3HP / Penetapan ahli waris I. Lain-lain Jumlah Keterangan *)

Izin poligami Pencegahan perkawinan Penolakan perkawinan oleh PPN Pembatalan perkawinan / Nikah Kelalaian atas kewj. suami/isteri Cerai talak Cerai gugat Harta bersama Penguasaan anak / Hadlonah Nafkah anak oleh ibu Hak-hak bekas isteri Pengesahan anak / Pengangkatan anak Pencabutan kekuasaan orang tua Perwalian Pencabutan kekuasaan Wali Penunjukan org lain sbg wali Ganti rugi terhadap wali Asal usul anak Penolakan kawin campur Isbat Nikah Izin kawin Dispensasi Kawin Wali adhol

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

1 JANUARI - - - 1 - 141 271 - - - - - - - - - - - - 1 - 7 - - - - - - - - - 241

2 FEBRUARI - - - - - 112 193 - - - - - - - - - - - - 2 - 7 - - - - - - - 1 - 315 3 MARET 1 - - - - 101 206 - - - - - - - - - - - - 2 - 8 - - - - - - - - - 318

4 APRIL - - - - - 132 223 - - - - - - - - - - - - 3 - 11 - - - - - - - - - 369

5 MEI - - - 2 - 115 186 - - - - - - - - - - 1 - 2 - 16 - - - - - - - - 323

6 JUNI - - - - - 114 200 - - - - 1 - - - - - - - 4 - 10 - - - - - - - - - 329

7 JULI - - - - - 85 147 - - - - - - - - - - - - 5 - 8 - - - - - - - - - 245

8 AGUSTUS - - - - - 122 249 - - - - - - - - - - - - 1 - 12 - - - - - - - - - 384

9 SEPTEMBER - - - - - 163 308 - - - - - - - - - - - 2 - 8 - - - - - - - - 481

10 OKTOBER - - - - - 125 243 - - - - - - 1 - - - - - 1 - 7 - - - - - - - - - 377

11 NOVEMBER - - - - - 121 251 - - - - - - - - - - - - 2 - 2 - - - - - - - - - 376

12 DESEMBER 1 - - - - 121 228 - - - - - - - - - - - - - - 14 - - - - - - - - - 362

JUMLAH 3 - - 2 - 1452 2705 - - - - 1 - 1 - - - 1 - 25 - 108 - - - - - - - 1 - 4300

(29)
(30)

J. Jumlah perkara yang di mediasi pada tahun 2013

Tabel 2.2 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Majalengka

Dalam satu tahun Pengadilan Agama Majalengka menerima 4300 kasus dari semua perkara yang ada di Pengadilan Agama. Untuk perkara yang di mediasi ada 275 perkara, dan yang berhasil di mediasi ada 1 perkara.

REKAPITULASI DATA PERKARA PENGADILAN AGAMA MAJALENGKA JANUARI S/D DESEMBER TAHUN 2013

NO

PENGADILAN AGAMA MAJALENGKA

JUMLAH PERKARA JUMLAH

PERKARA YANG MEDIASI

MEDIASI YANG BERHASIL

MEDIASI YANG TIDAK BERHASIL

1 JANUARI 22 1 21

2 PEBRUARI 24 - 24

3 MARET 20 - 20

4 APRIL 29 - 29

5 MEI 26 - 26

6 JUNI 14 - 14

7 JULI 18 - 18

8 AGUSTUS 22 - 22

9 SEPTEMBER 25 - 25

10 OKTOBER 23 - 23

11 NOVEMBER 30 - 30

12 DESEMBER 22 - 22

JUMLAH 275 1 274

Referensi

Dokumen terkait

Selain dukungan banyaknya negara penyelenggara BIPA di luar negara, terdapat juga daya dukung lain yang dapat mempercepat keberterimaan bahasa Indonesia di luar

Berpaksikan lima matlamat utama dan 19 objektif strategik, UPM akan mempertaruhkan pelan tindakan yang komprehensif bagi menghasilkan graduan yang berkualiti dan

Rancangan isi dari media pembelajaran interaktif sejarah Indonesia memuat menu- menu yang akan ditampilkan dan sesuai dengan rancangan yang sudah di buat.Adapun

Karya Khrisna Pabichara.Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan, baik bagi penulis maupun kepada orang lain dan Sebagai bahan masukan bagi

Bagaimana peningkatan keterampilan mengajar guru dalam mengelola pembelajaran dengan menerapkan model PBL berbantuan media jam sudut pada materi pengukuran sudut

Diduga bahwa strategi bauran pemasaran ( Marketing Mix ) yang terdiri dari produk, harga, distribusi dan promosi secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan

Misal

Pengamatan panen meliputi angka kerapatan panen, kriteria matang buah, produksi per pemanenan, proses kegiatan panen, dan kebutuhan tenaga kerja panen serta