• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Obat adalah benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Obat adalah benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Obat adalah benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hinga akhirnya obat dikeluarkan lagi dari tubuh.

Tujuan terapi obat adalah mencegah, menyembuhkan atau mengendalikan berbagai keadaan penyakit. Untuk mencapai tujuan ini, dosis obat yang cukup harus disampaikan pada jaringan target sehingga kadar terapeutik didapatkan. Dokter klinik harus mengetahui bahwa kecepatan awitan kerja obat, besarnya efek obat dan lamanya kerja obat dan lamanya kerja obat di kontrol oleh empat proses dasar gerakan dan modifikasi obat dalam tubuh.

Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada tujuanya didalam tubuh, yaitu tempat kerjanya atau target site, obat harus mengalami banyak proses. Dalam garis besarnya, proses-proses ini dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu fase farmasetik, fase farmokinetika dan fase farmokodinamika.

Efek obat tidak tergantung dari factor farmakologi saja,tetapi juga dari bentuk pemberian dan terutama dari formulasinya. Dimana fator formulasi yang dapat mengubah efek obat dalam tubuh yaitu benuk fisis zat aktif, keadaan kimiawi, zat pembantu, dan proses teknik yang digunakan untuk membuat sediaan.

Penelitian efek samping obat-obatan dan atau teknologi baru terhadap beberapa penyakit berhubungan dengan perjalanan obat di dalam tubuh serta perlakuan tubuh terhadapnya. Proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolism (biotransformasi), dan eliminasi.

Efek karakteristik dari obat akan hilang, apabila obat telah bergerak ke luar dari badan dan konsekuensi dari letak aksinya baik dalam bentuk yang

(2)

2

tidak berubah atau setelah mengalami metabolisme obat dan terjadi metabolit yang dikeluarkan melalui proses ekskresi. Oleh karena itu sangat penting diketahui bagaimana cara badan telah menangani obat dengan proses absorbs, distribusi, metabolism dan ekskresi, bila kita menentukan suatu dosis, rute, bentuk obat yang diberikan bila dikehendaki efek terapi yang diinginkan dengan efek toksik yang minimal.

Mengingat proses perjalanan obat didalam tubuh ini merupakan proses penting yang menentukan berhail atau tidaknya obat itu memberikan suatu efek bagi tubuh maka didalam makalah ini kami akan membahas tentang perjalanan obat didalam tubuh secara lebih dalam lagi.

Tercapainya konsentrasi obat tergantung dari jumlah obat yang diberikan, tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian lain dari badan.

(Agoes, G. (2008).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana proses perjalanan dan nasib (kondisi) obat di dalam tubuh berdasarkan fase yang ada, dan bagaimana obat tersebut dapat menhasilkan efek terapeutik (Pengobatan yang Menghasilkan Sesuatu yang Diinginkan atau menyembuhkan penyakit) dalam Ruang Lingkup Biofarmasi

1.3 TUJUAN

Agar mahasiswa dapat mengetahui proses perjalanan dan nasib (kondisi) obat di dalam tubuh berdasarkan fase yang ada, dan bagaimana obat tersebut dapat menghasilkan efek terapeutik (Pengobatan yang Menghasilkan Sesuatu yang Diinginkan atau menyembuhkan penyakit) dalam Ruang Lingkup Biofarmasi.

(3)

3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 BIOFARMASI

Biofarmasi atau Biofarmasetik adalah fase yang meliputi waktu mulai penggunaan obat melalui mulut sampai pelepasan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Fase ini berhubungan dengan ketersediaan farmasi dari zat aktifnya dimana obat siap diabsorbsi. Dalam biofarmasi ini kita akan mengenal beberapa istilah yang berhubungan dengan aspek-aspek yang kita pelajari : A. Ketersediaan farmasi (Farmaceutical Availability)

Adalah ukuran waktu yang diperlukan oleh obat untuk melepaskan diri dari bentuk sediaannya dan siap untuk proses resorpsi. Kecepatan melarut obat tergantung dari berbagai bentuk sediaan dengan urutan sebagai berikut:

Larutan – suspensi – emulsi – serbuk – kapsul – tablet – enterik coated – long acting.

B. Ketersediaan hayati (Biological Availability)

Adalah prosentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapeutiknya.

C. Kesetaraan terapeutik (Therapeutical Equivalent)

Adalah syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat paten yang meliputi kecepatan melarut dan jumlah kadar zat berkhasiat yang harus dicapai di dalam darah. Kesetaraan terapeutik dapat terjadi pada pabrik yang berbeda atau pada batch yang berbeda dari produksi suatu pabrik.

D. Bioassay dan standardisasi

Bioassay adalah cara menentukan aktivitas obat dengan menggunakan binatang percobaan seperti kelinci, tikus, kodok dan lain-lain. Standarisasi ialah kekuatan obat yang dinyatakan dalam

(4)

4

Satuan Internasional atau IU (International Unit) yang bersamaan dengan standart-standart internasional biologi dikeluarkan oleh WHO.

Ukuran-ukuran standart ini disimpan di London dan Copenhagen.

Tetapi setelah metode Fisiko-Kimia dikembangkan, bioassay mulai ditinggalkan, begitu pula dengan penggunaan satuan biologi dan selanjutnya kadar dinyatakan dalam gram atau miligram. Obat yang kini masih distandarisasi secara biologi adalah insulin (menggunakan kelinci), ACTH (menggunakan tikus), antibiotik polimiksin dan basitrasin, vitamin A dan D, faktor pembeku darah, preparat-preparat antigen dan antibody, digitalis dan pirogen.

(Agoes, G. (2008).

2.2 PERJALANAN OBAT DALAM TUBUH

Obat yang diberikan pada pasien, akan banyak mengalami proses sebelum tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik atau farmasi, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik.

Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai tempat aksinya dalam kosentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon.

Tercapainya kosentrasi obat tergantung dari jumlah obat yang diberikan, tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian lain dari badan. Efek karakteristik dari obat akan hilang, apabila obat telah Bergerak ke luar dari badan dan konsekuensi dari letak aksinya baik dalam bentuk yang tidak berubah atau setelah mengalami metabolisme obat dan terjadi metabolit yang dikeluarkan melalui proses ekskresi. Oleh karena itu sangat penting diketahui bagaimana cara badan telah menangani obat dengan proses absorbs, distribusi, metabolism dan ekskresi, bila kita menentukan suatu dosis, rute, bentuk obat yang diberikan bila dikehendaki efek terapi yang diinginkan dengan efek toksik yang minimal.

(5)

5 A. Adsorbsi

Absorbsi adalah transfer suatu obat dari tempat pemberian ke dalam aliran darah. Kecepatan dan efesiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian. Untuk intravena, absorbs sempurna yaitu dosis total obat seluruhnya mencapai sirkulasi sistemik. Proses absorbsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak diabsobsi tidak menimbulkan efek, kecuali antasida dan obat yang bekerja local. Proses absorbs terjadi diberbagai tempat pemberian obat, seperti saluran cerna, otot, rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya.

Transfer obat dari saluran cerna tergantung pada sifat-sifat kimianya, obat-obat bisa diabsorbsi dari saluran cernasecara difusi pasif atau transport aktif.

Absorbsi dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : 1. Kelarutan obat

Agar dapat diabsorbsi, obat harus dalam larutan. Obat yang diberikan dalam larutan akan lebih cepat diabsorbsi daripada yang harus larut dulu dalam cairan tubuh sebelum diabsorbsi. Obat yang sukar sekali larut akan sukar diabsorbsi pada saluran gastrointestinal.

2. Kemampuan difusi melalui sel membrane

Semakin mudah terjadi difusi dan makin cepat melintasi sel membrane, makin cepat obat diaborbsi.

3. Kosentrasi obat

Semakin tinggi kosentrasi obat dalam larutan, makin cepat diabsorbsi.

4. Sirkulasi pada letak absorbsi

Jika tempat absorbsi mempunyai banyak pembuluh darah, maka absorbs obat akan lebih cepat dan lebih banyak.

Misalnya pada injekasi anestesi local ditambah adrenalin yang

(6)

6

dapat menyebabkan vasokonstriksi, dimaksudkan agar absorbs obat diperlambat dan efeknya lama.

5. Luas permukaan kontak obat

Obat lebih cepat diabsorbsi olehi bagian tubuh yang mempunyai luas permukaan yang besar, misalnya endetarium paru-paru, mokusa usus, dan usus halus.

6. Bentuk sediaan cair

Kecepatan absorbs obat tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari bahan pembawanya. Urutan kecepatan obat dari bentik peroral sebagai berikut : larutan dalam air – serbuk - kapsul - tablet bersalut gula - tablet bersalut enteric.

7. Rute cara pemberian obat

Rute cara pemakaian obat bermacam-macam antara lain : - Melalui mulut (oral)

- Melalui sublingual (dibawah lidah) atau buccal (antara gusi dan pipi)

- Melalui rectal - Melalui parental

- Melalui endotel paru-paru

- Melalui kulit (efek local), topical - Melalui urogenital (efek local) - Melalui vaginal (efek local)

(7)

7 B. Distribusi

Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh. Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:

 Aliran darah

Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya. Organ denganaliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan ototlebih lambat

 Permeabilitas kapiler

Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat

 Ikatan protein

Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila

>80% obat terikat protein.

Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan. Dalam peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan dengan cara yang relative lebih muda dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi atau pengeluaran obat.

Distribusi adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dari plasma ke interstinum terutama tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan dan hidrofobisitas dari obat tersebut (Siswandono. (1998).

(8)

8

Factor-faktor penting yang berhubungan dengan distribusi obat antara lain :

 Perfusi darah melalui jaringan

Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi yang tinggi adalah pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung, otak dan daerah yang perfusinya rendah adalah lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot dan kulit adalah sedang. Perubahan dalam aliran kecepatan darah (sakit jantung) akan mengubah perfusi organ seperti hati, ginjal dan berpengaruh terhadap kecepatan eliminasi obat.

 Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makromolekul Penetrasi obat tergantung pada luasnya kadar gradient, bentuk yang dapat berdifusi bebas, factor seperti pH gradient dan ikatan pada konstituen intraseluler akan mempengaruhi akumulasi dalam jaringan.

 Partisi ke dalam lemak

Obat yang larut dalam lipid dapat mencapai kosentrasi yang tinggi dalam jaringan lemak. Obat akan disimpan oleh larutan fisis dalam lemak netral. Jumlah lemak adalah 15%

dari berat badan dan merupakan tempat penyimpanan untuk obat. Lemak juga mempunyai peranan dalam membatasi efek senyawa yang kelarutannya dalam lemak adalah tinggi dengan bekerja sebagai akseptor obat selama fase redistribusi.

 Transfer aktif

Pemasukan ke dalam jaringan dapat juga terjadi dengan proses transport aktif. Metadon, propanolol dan amfetamin diangkut ke dalam jaringan paru-paru oleh proses

(9)

9

aktif. Hal ini merupakan mekanisme yang penting untuk pemasukan obat tersebut yang besar dalam paru-paru.

 Sawar

Distribusi obat ke susunan syaraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Sawar darah otak, penetrasi obat dari peredaran darah ke dalam ruang ekstraseluler susunan saraf sentral dan cairan cerebrospinal dibatasi atau ditentukan oleh keadaan permukaan absorbs.

 Ikatan obat dengan protein plasma

Factor yang penting dalam distribusi obat adalah ikatannya dengan protein plasma yang merupakan makromolekul. Banyak obat terikat dengan protein di dalam plasma darah dan jaringan lain. Umumnya ikatannya merupakan proses reversible dan akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat.

C. Metabolisme

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat.

Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) Justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir.

(10)

10

Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma

D. Eksreksi

Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 proses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.

Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah merumuskan suatu strategi untuk menjaga mutu ikan cakalang yang ditangkap kapal pole and line di kota Sorong, maka diperlukan suatu

Wajib belajar (compulsary education) 6 (enam) tahun yang dilaksanakan pada tahun 1971 telah membantu pemerintah menyadari perlunya menyediakan layanan-layanan bagi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan rasa syukur dan perilaku prososial terhadap psychological well-being pada remaja akhir anggota Islamic

Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia ini mengatur mengenai kegiatan audit intern yang dapat dilakukan oleh Auditor dan Pimpinan APIP sesuai dengan mandat serta kedudukan,

Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 4 ayat (6) Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan) dan pasal 5 sub b Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi

Dalam uji coba produk bahan ajar Akidah Akhlak (bahan ajar komik) ini, yang menjadi subjek uji coba adalah siswa-siswa kelas V MIN Model Palangka Raya yang

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Rangkuti (2002, h.31) mengatakan bahwa nilai produk didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari suatu produk, yang didasarkan pada persepsi konsumen atas apa