ANALISIS TOLOK UKUR NON KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERIIADAP
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
BAH {RUDIN
Universitas Bandar Lrmprug Jl. ZAPagar,llam No 26 Lrbuhan Ratu BandarLamplmg
Abslract
This research study about A alytis Meas rihg Rod of Non Constitution In Examination Of Code To Constitutiotl 1945, problems focus coyer: rule condition and reason ofnon cotlstitution can be made nleasuing t od in examination of code to Cnnstitution 1945 ot Lav,court Coh:ttitution. Result of lesearch of menuniukan that there are basis for idea enablihg oJ usege of[is non constitution in decision, thdt is is: First, Lav,court Constitutiot in testi.ng Code obliged to tlig values punish and sense ofjustice which liye in society puttuant to LMD 1945 as highest elementary
Iaw and also Code at formulation of UUD 1945. Both, Praktik Lahcourt Corlstitution in former decisio No. 27/PLW/II/2009, J6 June 2010 for exanple expfessing "... as long as Code, producl discipline institute state, and lav,and regulation atangingformal or mechanlsm ofprosedural that emit a streem offrom delegation of kelrenangan accoftlihg to constitution hence that lat: and regulation can be utilized or considered as measuring rod or acid test in eramination oJ formal". Third, Usage of other Code as buse consideratiotl of law etactly to create fair rule of law as determined in Section 23D sentence (1) UUD 1945, and is l'ourth, E joinment use olher Code as base consideratiorr of law [is] to t'educe Lawcourt kewenangan as judicial power \ihich independence to carry outjurisdiction utilize to uphold justice and law, arul if section of a quo applied hence will limit Lawcourt function and duty in executing ke\\,etldngan git)en by UUD 1945.
Kelwofd: Lducourt Cons titution, Exahination Of Code, Non Constitution.
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan Pasal 24C IIUD lq45- Mahlamah Kon.lilusi mengujl Unda.ng-undang terhadap UUD, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir sah terhadap undang-undang dasar atau konstrtrsr (the legitimote interpreter of the constitution). (I Dewa Gede Palguna,
2008, Mahkanah Ko stitusi, Judicial Review dan Walfate State, Seketariat Jendral dan Kepaniteraan MKRI, Jakarta, hlm.l). Ketentuan tersebut diperkuat dengan adanya Undang-undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konsti- tusi, Pasal 10 menyebutkan bahwa Mah- kamah Konstitusi berwenang rnengadili pada tilgkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersit'at final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
I945. Namun dalam prakti.k. berbagai problema akademis sering mengemuka, misahya dalam penggunaan tolok ukur non konstitusi sebagai salah satu tolok ukur.
Pandangan penulis bahwa praktik Malrkamah Konstitusi terkait penggunaarr tolok ukur non konstitusi masih menyisa- kan masala\ yaitu]. Pertama, \tasnya makna peftentangan norma hukurr\ teru- tama dalam pengujian formil. (Asosiasi Pengajax Hukum Acara Mahkamah Kons- titusi, 2010, Hukum Acara Mahktmah Konstitusi, Sekrelariar Jendral dan Ke- paniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakada., h l m . 9 5 ) .
hal ini disebabkan belum adanya batasan dan kiteria yang jelas dalam menenlukan pertentangan norma hukurq misalnya penggunaan non konstitusi.
Menurut Machmud Aziz bahwa penger- tian bertentangan delgan peraturan perundang-undangan yang Iebih tinggi perlu mendapat penjelnsan yang tepat.
(Machmud Aziz, dalam 'Aspek-Aspek Konstitusional Pembentukan Peraturan Penrndang-undangan", Jurnal Konstitusi
Volume 3 Nomor 3 September 2006.
hlrn 142).
Dalam pandangan Saldi lsra, bahwa makna pertentangan IIoIma hukum tersebut harus dikaji dan dijelaskad secara tepat karena pasal-pasal dalam undang- undang yang lebih bersifat menjelaskan atau mengelaborasi lebih jauh pasal-pasal yang terdapat dalam UUD dinyatakan bertentangan dengan UUD oleh Mah- kamah Konstitusi. (Saldi Isra, Pergcserotl
Ptesidensial lrdoresia, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hlm.308).
Senada dengan hal tersebut adalah basil penelitian Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, juga memperla- tyakan apakoh yang dimaksud dengan bertenlangan dengan Undang-undang Dasar 1945?. (Saldi Isra, Yuliardri, Feri Arnsari, Charles Simabura, Da},t.r Medina, dar Edita Elda (2010), Perkembangan Pengujia Peruhdahg-u dangan di Mah- kamah Konstitusi (Dari Berfkir Huhun Tekstual ke Hukum Progresrr, Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas dan Seketariat Jendral dan Kepaniteraan MKRI, Padang dar Jakada.
hlr'- 100).
.r(edra, Maruarar Siahaan menge- mukalan bahwa alat uji formil pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dapat dilihat dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 ren- tang Pembentukan Pemtuan Pembentu- kan Peraturan Perundang-undangan (non konstitusi: pen /rs), diatur bahwa: "dalam membentuk Peraturan Perundang-unda- ngan harus berdasarkan pada asas pem- bentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik. (Maruarar Siahaa4 2005.
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Konstitusi Press,
lakaia fim.22-23).
Sementara pandangan M. Fajrul Falaakh bahwa UUD 1945 secara singkat menentukan "ketentuan lebih lanjut ten- tang tata cara pembeduka[ Undaig- undang diatur dengan Undang-undang (Pasal 22A). UUD 1945 secara eksplisit 'tnenyerahkan" kewenangan kepada Legislatif untuk mengatur ketentuan lebih Fungsi Legislasi: Me guatnya Model lanjut tentang tata cara pembentukan Legislasi ParLementer Dalau Sistem Undang-undang. Berarti yang akan terjadi
208 KE4DILAN PROGRECIF Yolu,ne 3 Nomor 2 Septenbet 20t2
adalah menguji suatu fakta tentang tata cam pembentukan Undang-undang yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004 (saat ini yang berlaku adalah Undang-Undang No.l2 Talur 201 l). praktis pcngujian formil pada ringkat ini adalah pengujian tentang pembentukan Undang-undang berdasarkan tolok ukur Undang-undang, termasuk yang menjadi tolok ukur adalah Undang-undang No. 27 Tahun 2009 ten- tang Susunan dan K€dudukar MPR, DPR, dan DPRD (non konstitusi).
Dalam kenyataan bahwa Undang- undang juga mendelegasikan pengaturan lebih lanjut dengan P€raturan tata tertib yang berlaku pada dan bagi masing- masing lembaga yang terlibat dalam pembentukan Undang-undang. Hal rnr memunculkan pertanyaan: sejauh manc:
pengujian formil terhadap pembentukan Undang-undang hatts mengilanti pera- turah noh kohstihtsi?. (M.Fajrul Falaakh, pendapat sebagci ahli dalam pengujian Undang-undang No. 3 Tahun 2009 ten- tang Perubahan Kedua Atas Undang- undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mah- kamah Agung, dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 2'7EUU-W\|20O9, hk L 41). Penggunaan non konstitusi misalnya putusan No. 2? PUU-VIl'2004 mengenri pengujian UU No. 3 Tahun 2009, dalam halaman 82-83 diuraikan bahwa: '?era-
turan Tata tertib DPR RI No.)8/DPR RI/2005 adalah merupakan bagian yang sangat penting dalam perkara a quo urltuk melakukan pengujian fomil UU ltto. 3 Tahun 2009 terhadap IruD 1945, karena hanya berdasarL,an Peraturan Tata Tertib tersebut dapat ditentukan apakah DFR telah memberilcan persetujLtan terhadop RUU yang dibahasnya sebagai syardt pembentukan Undang-undang yang diha-
ruskan oleh UUD 1945
A alisis rohk Ul r Non Kokstitusi dalan Pensujian Undans-undans terhada!... (Baharudin) 209
II. PEMBIIASAN Hak Menguji Materiel
Constitutional,.ev,err atau pengu- jian konstit u"iona) merupalcan penguiian mengenai konstitusionalitas dari norma hukum yang sedang di u1i juJ iul review on the co stitutional{t! of letr), yang pengujiannya dilakukan dengan menggu- nakan alat ukur konstitusi. (Jimly Asshiddiqie, 2005, Model-Model Pengu- jian Konstitusional di Berbagai Negara, Konpress, Jakata, hlm.7). Terdapat dua bentuk pengujian dalam consintional review, yakti Pengujian Formil dan Pengujian Material. Pengujian formil (formeele toetsing) merupaka.n pengujiao atas suatu produk hukum yang bukan dari segi materinya, Sri Soemantri mendefenfl kan pengujian formil atau hak uji formil adalah wewenang untuk menilai, apakah suatu produk legislatif seperti undarg- undang misalnya terjelma melalui cara- cara (procedure) sebagaimana yang telah ditentukan/diatur dalam peraturan per- undalg-undangan berlalu atau tidak, (Sri Soemantri Martoso€wtgnjo, 1986, Hak Venguji Vaterial Ji ladonelia. A,lumni.
Bandung hlm.28), sedangkan Mahfud MD mengemukakan bahwa uji formal ber- kenaao dengan prosedumya yang diang- gap melanggar atau salah, kesalahan prosedur dan atau mekanisme (misahya pembuatannya tidak menurut tingkat- tingkat pembahasan atau tidak kuorum).
(Ma1tfud MD, 2009, Konstitusi dan Hulum dalam KohtroNersi 1sl, Rajawali Press, Jakata, hlm.258-259). M. Fajrul Falaakh mengemukakan bahwa hak me- nguji formal Qtrosedural) untuk menen- tukan benar tidaknya cara menerbitkan suatu peratumn penrndang-undalgan, atau
wewenang untuk menilai apakah suatu produk hukurn telah memenuhi semua proselvr (procedure) pembontukan nya sebagairrrana telah ditefltukan /diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ataukah tidak. (M. Fajrul Falaakh, dalam "Menggagas "Consti- tutional Review" di lndonesia", Korzpas Elisi Sabtu 08 April 2000, hlm. \.
Uji materiil dilakukan berkenaan dengan isinya yang dianggap bortentangan dengan pemtuan pelundang-undangan yang lebih tinggi atau terdapat kesalahan materi/isi yang bertentangan dengan pem- turan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam pandangan Mahfud MD bahwa hak uji materiil dilalcukan ber- kenaan dengan isinya yang dianggap bertentangan dengan peraturan per- undang-undangan yang lebih tinggi.
(Mahtud MD, 1{orudtusi, hlm.257).
Sri Soemantri yang mengutip pendapat Klijntjes bahwa hak uji matenir adalah suatu wewenarg untuk menyelidiki dan kcmudian menilai, apakah suatu peraturan penrndang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengao peiatrraD yang lebih tiDggi derajatny serta apakah kekuasaan tert€ntu berhak mengeluarkan suatu peratwan tertentu, jadi intinya hak menguji rnateriil ini berkenaan dengan isl dad suatu peraturan dalan hubungannya dengan peratuan yang lebih tinggi dera- jalnya. (Sri Soemantri Manosoewignjo.
lq9o. Hak Menguji Materiul di Indonesiu.
Alumni, Bandung hlm. 1l) Dalam pan- dangan M. Fajrul Falaakh ber?endapat bahwa hak menguji materiil untuk menen- tukan sah tidaknya kandungan suatu peraturan perundang-undangan. (M.Fajrul Falaakh, dalam '"Terobosan MA Dalam
Judicial Review, Kompas 24 Juni 1993, hlm. 4).
Putusan yang Menggunakan Tolok Ukur NoD Konstitusi
a. Putusan Mahkamah Konstitusi No.
27 |PUU-VtV2009
Berdasalkan penimbangan atas fakta hukum pengujiar UU No.3 tahun 2009, Mahkamah berkesim- pulan bahwa: (1). Mabkamah berwe- nang untuk memeriks4 mengadili, dan memutus permohorat a quo; (2) Para Pemohon memiliki kedudukau lrnk.um (legal standing); (3) Terdapat cacat prosedural dalam pembentukan Undang-Undang 4 qro. namun demi asas kemanfaatan hukurq Undang- Undutg a quo tetap berlaku. Imple- mentasi ketentuan-ketentuan non korstitusi dalam praktik pengujian undang-undang ini, meliputi beberapa bukti:
Pertaza, tolok ukur Pasal 205 Peraturan Tata Tertib DPR Nomor 08/DPR RV2005-2006. Pasal 205 111r merupakur bentuk representasi dari asas kekcluargaan dalam proses pem- bentukan undang-undang. Cacat pro- sedural dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang dit€mukan Mahkamah Konstitusi terkait fakta dilanggarnya pasal tersebut. Undang- Undang yang dimohonkan pengu- jiannya oleh para Pemohon telah melanggar ketentuan formil pengam- bilan keputusan yang berlaku pada waktu itu, yaitu Pasal 205 Peraturan Tata Tertib DPR Nomor 08/DPR zu/2005-2006, yaitv ayat (l) Pe- ngambilan keputusa dalam rapal DPR pada dasarnya diusahakan
210 KEADIL4N PR0GRESIF l/olune 3 Nonor 2 ScDtctnber 2Al2
sejauh mungki/t dengan cara nusya- warah untuk mencapai nufakat", dat\
"oyat (2) Apabila cara pengambila/' kepunsan sebagaimana dimakt d pada ayat (1) tidak terpetuhi, kepu-
usan diambil berdasarkan suara terbaq)ar'dan Pasal 20 UUD l-c/45 sehingga cacat prosedur.
Sekalipun pembentukan un- dang-undang 4 4ro mengandung cacat prosdur, namun oleh Mah- kamah Konstitusi tidak dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. Dalam konteks ini pe- nulis rnemiliki pendirian yang sama dengan Mahkamah Konstitusi dengan berbagai alasan, yaitv,: Pertama, bah- wa prcses pembentukan hukum akan berimplikasi pada baik-buruknya materi yang di kandungny4 prosedur yang salah tidak sela1u menyebabkan Undang-undang tenebut bermate.i buruk, dan undang-undang a 4ro secara materiil tidak menimbulkan persoalan hukum dan justru terdapat substansi pengaturan yang isinya lebih baik dari Undang-Undang yang diubah. Sehingga tidak tepat jika dinyatakan bertentangan dengan undang-undang dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kedua, Non konstitusi dalarn bentuk putusan terdahulu (yuds- prudensi), dalam pengujian Undang- undang No.3 Tahun 2009 ini digllna- kan yurisprudensi sebagai landasan tolok ukur non konstitusi. Ber- dasarkan pendapat Mahkamah bahwa dalam Putusan Nomor 001-021-022/
PUU-V2003, tanggal 16 Desember 2004 perihal pengujian Undang- Undang No.20 l ahun 2002 dalam pokok perkara yang berkaitan dengan
pengujian formil permohonan Perkara Nomor 001/PUUI/2003 tanggal 16 Desember 2004, Mahkamah menyata- ku\ "Menimbang lerhadap apa yahg didalilkan oleh Pehohon Perkara Nomor 001/PUU-I/2003 terseb t Mahkamah berpe dapat bahwa pada saat Uhdang-Ukdang Kelistrikan diundangkan pada tahun 2002, Undang-Undang tentang tata cara pembentukan Undang-Undang yang diananatkah oleh Pasal 224 UUD 1945 belum ada sehingga belum ada tolok Ltkur yang jelas te tahg pro- sedur pembentukan Undang- Untlang yang sesuai tlUD 1945. Oleh karena itu UU Susduk 1999 yang merupakan amanat Pasal 19 ayat (1) lsic, seha- rusnya ayat (2)l UUD 1945 juncto Peraturan Tata Tertib DPR yang dia.tkakatkah oleh Undang-Undang Susduk terseb t dijadikan kriteria pemetiksaan plosedur pembuotan
Undang-Undang " .
Sudah sejak Putusan Nomor O0I-O2|-022/PUU-I/2003, Maika- mah berpendapat Peratuan Tata Tertib DPR RI Nomor 08/DPR R1/l/2005.2006 (yang selanjutnya disebut Tatib DPR) adalah merupakan bagian yang sangat penting dalam petkara a quo untuk melakukan pe- ngujian formil Undang-undang No.3 Tahun 2009 terhadap UUD 1945, karena hanya dengan berdasarkan Pemtuan Tata Tertib DPR ters€but dapat ditentukan apakah DPR telah memberikan persetujuan terhadap RUU yang dibahasnya sebagai syarat pembentukan Undang-Undang yang diharuskan oleh UUD 1945. Peng- grmaan lurisprudensi dalam perkara pengujian formil merupakan tero-
Ahalisis Tolok Utur Non Konstitusi dalam Pe suiian Undans-undans tefia.{ap... (Baharudin) 211
bosan hukum yang tepat sebagai jalan mewujudkan keadilan substantil da- lam kasus ini yurispruderLsi Mah- kamah Korur itusi digunakan sebagai dasar pelguat ketentuan non kons- titusi dijadikan tolok ukur dalam pengujian formil. (Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi No.49lPUU-
txt2ot1).
b. Putusan Mahkamah Kotrstitusi Da- lam Pergujian Pasal 50A Undang- utrdang No.8 Tahun 20ll
Pengujian konstitusiolalitas Pasal 50A Undang-undang No.8 Tahun 2011, Pasal 50A yang ber- b\!nyi: "Mahkamah Koh.stitusi dalam menguji undang-undang tethadap Undang-Undang Dasor Negara Rep' ublik Indonesia Tahun 1945 tidak menggunakan undang-uhdang latn sebagai dasar pertitnbangan hukum", Undang-undang lain dalam kajian ini disepadankan dengan non konstitusi.
Alasan )uridis pertimba[ga[ dalam menyatakan Pasal d qro bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 adalah prinsip konstitusionalisme (constitutionalism), bahwa paham tule of law darr conslilutional democ- racy adalah yaitu prinsip yang menempatkan undang-und ang dasar atau konstitusi sebagai hukum ter- tinggi dalam suatu negara. Untuk menjamin tegak dan d ilaksanakannya konstitusi itu maka harus terdapat mekanisme yang menjamin bahwa ketentuan-ketentual1 konstitusi dimak- sud benar-benar dilaksanakan dalan praktik kehidupan ber masyarakat, berbangsa, dan bernegara. (Putusan No.49lPUUlX20l l, hlm74)
Pasal 24 ayat (2) IIUD 1945 telah memberi kewenangan kepada Mabkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yrutg berfungsi mengawal konstitusi atau Undang-Undang Dasar (the guardian of the constitution) dar|
karena firngsinya itu Mahkamah Kons- titusi merupakan penafsir tertinggi Undang-Undang Dasai (the uhimate inlerpreler of the constitution), Pela- rangan terhadap Mahkamah untuk menggunakan Undang-Undang lain sebagai dasar pertimbangan hukum adalah mereduksi kewenangan Mah- karnah sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyeleng- garakan peradilan guna men€gakkan hukum dan keadilan. Penggunaan Undang-Undang lain sebagai dasar pertimbangan hukum justru untuk menciptakao kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal28D ayat (l) LruD 1945.
Dalam pengujian formil,. me- mang benar Mahkamah dalam pu- tusan No.27IPUU-VIII 2009, ta'lggal
16 Jui 2010 menggunakan non konstitusi sebagai tolok ukumya antara lain menyataka.n "...sepanjang Undang- Undang, tatu tertib pt/oduk lembaga negara, dan peraturun pe- rundang-undangan yang mengatur mekanisme atau formil prosedural itu mengalir rlari delegasi kewenangan menurltt kohstitusi maka peraturan perundang-undangan itu dapat diper- gunakan atau .lipe rtimbahgkak sebagai tolok ukur atau batu uji dalam pengujian formil". Menl]xlt penulis bahwa Non konstitusi dapat menjadi tolok ukur dalam pengujian formil, karena pengujian formil
212 KEADII,|N PROGRESIF rotume 3 Nonot 2 SeDtenber 2Al2
merupakan pengujian pertentangan norna yang terkait d€ngan fakta pembentukan p€ratlran perundang- undangan. namun non konstirusi harus diposisikan sebagai tolok ul*-ur pelengkap yang memberikan pen;e- lasan terhadap tolok ukur utaina (UUD 1945), ketika tolok ukur utama tidak memberikan penjelasan secara detail mengenai pembentukan p!'ra- turan-perundang-undangan tersebut, tolok ukur non konstitusi untuk menilai falta pembentukan Undang- undang dan merupakan alat bukti untuk menilai konstitusionalitas formil Undang-undang.
Argumentasi Penggunaan Ketentuan Non Konstitusi
Landasan pemikiran di perboleh- kannya penggunaan non konstitusi dalam putusan tersebut, yaitu: (Putusan Mahka- mah Konstitusi No. 49,?UUJ)V201 I perihal Undang-Undang No.8 Tahun 201I tentang Perubahen Atas Undang-Undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, hlm.73-75).
L Mahkamah Konstitusi dalam menguji Undang-Undang \a'ajib menggali nilainilai hukum dan msa keadilan yang hidup dalam masyarakat ber- dasarkan UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi maupun Unda[g- Undang sebagai penjabaran dad UUD
1945. Penggunaan Undang-Undang ' mengenai pembentukan Undang-
Undang dan tata tertib DPR sebagai dasar putusan Malkamah dimaknar sebagai penjabaran dari UUD 1945 secara langsung.
2. Prakik Mahkarnah Konstitusi dalam putusan terdahulu No. 27IPUUV /
2009, tanggal 16 Juni 2010 antara lain menyatakan "...sepanja g U da g- Undang, tata tertib produk le bdga negara, dan perahrran penrndang- uhdangan yang mengatur mekanisme atalt formil prosedural itu mengolir dori delegasi kelwnohgan mehurul konstitusi maka peraturan perun- dang-undangan itu dapal diperguna- kan atau dipertiubangkan sebagai tolok ukur atau batu uji dalant pengu- jian formil". (Selain putusan tersebut,
juga beberapa putusan menggunakan tolok ukur non konstitusi, rnisalnya Putusan No. 0Ol-021-022/PUU-l/
2003 perihal Pengujian Undang- Undang No.20 Tahun 2002 tentang Ketenaga listrikan).
Penggunaan Undang-Undang lain sebagai dasar pertimbangan hukum justru untuk menciptakan kepastian
hukum yang adil sebagaimana diten- tukan dalam Pasal28D ayat (l) UUD
1 9 4 5 ,
Pelarangan menggunakan Undang- Undang lain sebagai dasar pertim- bangan hukum adalah mereduksi kewenangan Mahkamah sebagai ke- kuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan kea- dilan, dar jika pasal a quo diterapkwt maka akan membatasi tugas dan fungsi Malkamah dalam melak- sanakan kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945.
4.
3 .
Syarat Non Konstitusi sebagai Tolok Ukur
Intinya bahwa ketentuan non kons- titusi dapat dijadikan tolok ukur dalam pengujian formil, namun ketentuan non
Analisis Tolok trlar Non Konstitusi dalan Peng,jian Undang-un.lang tefiadap... (Baharudin) 213
konstitusi tersebut di atas tidak secara otomatis/ langsung dapat meDjadi tolok ukur dalam pengujian formil Udang- undang terhadap Undang-Undang Dasar
1945, dalam arti harus ada syarat-syarat kllrrsus, meliputi: Pertama, rotma dele- gasi dari Undang-Undang Dasar I945.
folok uL-ur non konstiiusi lahi-r dari ketentuan Pasal-Pasal UUD 1945, teru- tama Pasal 22A UUD 1945, yang ber- bunyi "Ketentual lebih lanjut tentaig tata cara pembentukan Undang-Undang diatur dengan Undang-Undang", Pasal ini jelas
" menyerahkan" kewenangan pem ben- tukan undang-undang yang diatur dalam bentuk Undang-undang tentang pemben- tukan pentumn perundang-undangan, yang dilakukan oleh DPR dan Presiden.
Yang dimaksud oleh Pasal 221^ UUD 19.15 adalah Undang-Undang No.10 Tahun 2004 yang sebelum diundangkan- nya Undang-Undang No.12 Tahun 2011 dijadikan tolok ul-ur oleh Mahkamah Konstitusi dalam menguji Undang- Undang Ketenagalistrikan dan UndanS- Undang No.3 tahun 2009 tentarg peru- bahal keduan Undang-undang Mahkamah Agung.
Kedua, batasan sLrbstansi atau mated setiap tata hierarki peraturan penrndang-undangan. Dalam pandangan Maria Farida bahwa adanya berbagaijenis peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia dalam suatu tata susuniur heirarkis mengakibatkan pirla adanya perbcdaan dalam fungsi dan materi muatan berbagai jenis peraturirn pcnrndang.undangan terscbut. (Mari.r farida Indrari Soeprapto. hlrn.llJ). Materj Undang-undang Dasar berisj pengaturan lentdrg per|ndung r hal ascsi mJnusi.l dan warga negala, adanya pengaturan susunan ketatanegaraan negara yang
mendasar, adanya pengaturan tentang pembagian kektusaaD dan pembatasan tugas-tugas ketatanega.raan yang men- dasar. (Sri Suriantri, dalam 'Undang- Undang Dasar 1945: Kedudukan dan Artinya dalam Kehidupan Bemegara", Jurnal Demokrasi dan HAM Itol.l No.4 Septembef-Noyembel 2 A0 I, blrn.48),
Mengingat noma konstitusi ber- sifat umum, maka norma tersebut di delegasikan dengan Undang-Undalg yang fungsinya menyelengga.rakan pengaturan lebih lanjut ketentuan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. (Mana Farida Indrati Soeprapto, hlrn.l14). Salah satu substansi/ materi yang dikandung dalam Undang-Undang Dasar yang mem- butuhkan pendelegasian atau merupakan
substansi Undang-Undang adalah Pem- bentukan Peraturan Perundang-Undairgur dan Susunan Kedudukan MPR, DPR, dan DPD, yakni "Ketentuen lebilt l.tnjut lentang t4l4 cara pe bentukd Unde g- Uh.lang diatur dengun Undang-Unlang"
(Pasal 22A). Jadi ketentuan pembentukan peraturan perundang-u[dangan merupa- kan substansi dari Undang-undang bukan Undang-Undang Dasar 1945 (konstitusi) ian matcrinya hanya dsprt dijlrmpai dalam Undang-undang. Karena materl pembentukan peratuan perundang-urda- ngan hanya ada dalam Undang-undang maka untuk medlai proses pembentukan tersebut mcnggunakan Undalg-undang, sehingga non konstitusi dapat dtadikan tolok ukur salah satulya adalah nonna tersebut merupakan materi dari Undang- rmdang dan hanya dapat dijumpai dalam mate Undang-Undang.
Ketiga, sebagar norma pelaksana dari Proses Pembentukan Undang-undang adalah Peraturan Presiden No.68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempe$iapkan
211 TEADILAN PROGRESIF yolume 3 Nonor 2 SeDtenber 2A12
Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peratuan Presiden; dan Peratumn Tata Tertib DPR Nomor 08/
DI'RRI 2005 2006. Mengingat yang diuji dalam pengujian lormil adalah fakta, maka fakta pembentukan Undang-Undang hanya dapat dijumpai dalam ketentuan tersebut. Jadi adalah Peraturan Presiderl No-68 Tahun 2005 dan Peraturan Tata Tertib DPR Nomor 08/DPR Rl/2005/2006 merupakan ketentuan non kon.lilu.i dijadikan dasar dalam menilai fa|la proses pembentukan undang-undang, karena hanya dengan k te.ia dalam ketentuan tersebut fakta pembentukan dapat di bukrikan. Intinya poifl penama-ketiga merupakan kesatuan yang tidak terpisah- kan, syarat Don konstitusi scbagai tolok ul_w harus memenuhi unsur ketiganya.
Syarat non konstitusi sebagai tolok ul_ur dalam menentukan pertcntangan norma hukurq mellputl:. Pertama, nofina non konstitu"i merupakan nor.nr delegasi dai Undang-Undang Dasar 1945. Kedue, substansi non konstitusi merupakan substansi atau materi yang harus diatur dalarn Undang-L ndang. trpl€d. sebagai norma pelaksana dari Proses Pembentukan Undang-undang adalah Peraturan Presiden No.68 Tahun 2005 dan Peraturan Tata Tertib DPR Nomor 08,/DPR zu/2005/
2006. Intinya point pertama-ketiga meru- pakan kesatuan yang tidak terpisahkan, syarat DoD konstitusi sebagai tolok ukur harus memenuhi unsur ketiganya.
UI. PENUTUP
Landasan pemikiran diperboleh- kamya psirggur..r non konstitusi dalam putusan tersebut, yaitur (1) Mahkamah Kofftitusi dalam menguji llndang- Undang wajib menggali nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat; (2) Praktik Matkamah Kons- titusi dalam putusan terdahulu No. 27l PUUVII/2009; (3) Penggunaan Undang- Undang lain sebagai dasar pertjmbangan hukum justru untuk menciptakan kepas- tian hul-um yang adil; (4) pelarangan menggunakan Undang-Undang lain seba- gai dasar pertimbangan hukum adalah mereduksi kewenangan Mahkamah seba- gai kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hulrlm dan keadilan.
Analisis Tolok u|ar Non Konstitusi .lal.m Pensiian Llncl.rns-undans terhadop... (Bahantdin) 215 DAFTAR PUSTAI'A.
Buku:
Asosiasi Pengajar Hukum Acara Mah- kamah Konstitusi, Huhtm Acara Mahkamah Ko ns titus i, Seketariat Jendral dan Kepanjteraan Mahka- mah Konstitusi, Jakarta.
I Dewa Gede Palguna, 2008, Mahkamah Konstitusi, Judicial Reviev, tlan
Welfare Stdte, Sekretariat Jendral dar Kepenit eraan MKRI. Jakrnr.
Jazim Hamidi, 2006, Revolusi Huktm Indonesia: Mahn, Kedudukan, dan implikasi Hr.&um Naskah ProAlanasi l- Agu'tu. 1915 daldtn Sistem Kelatanegaraan RI, Konpress, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, 2006. Hulatm Acara Pen guj iatl Un dang-und ang, \ asrif Watampone, Jakarta
Johnny lbrahiI4 2005, Teori & Meto- do logi Pene litian Hulatm Normati/.
Balumedia Publising, Surabaya.
Mahltd MD, 2009, Kotuttitusi ddn Hukum clalam KontroNersi 1sa, Rajawali Press, Jakafta.
, 2010, Perdebaxtn Hukum Tata Negara Pasca Amatdemen Kons- l;/,lsi, Rajawali Pers, Jakarta.
Machmud Aziz, dalam "Aspek-Aspek Konstitusional Pembentukan Pera- twan Penrndang-undangut", Jur- nal Kotlstitusi Volume 3 Nomor 3 September 2006.
Maria Farida Indrati Soeprapto, 1998, Ilmu Perundang-undangan: Da- sar-dasar dan Pembenhtkannya, Kanisius, Yogyakarta
Maruarar Siahaan, 2005, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik I/t- dozeslo, Konstitusi Press, Jakarta.
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Nor- matif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakafia.
Peter Malrmud Mwzuki, 2009, Meto- dologt Pcnclitian Hukun- Rajc Grafindo, Jakarta.
Saldi l.ra. 2010. Pergestrun Fung:i Le- gillLrsi Mtngudtnya Model Legl- slasi Parlemefiler Ddlam Sistem Presldercial lndonesia, Rajawali Press, Jakaita.
Sri Soemantri Madosoewignjo, 1986, .aIdtr M.ngLrji Vaterial Ji lnJonesi,t.
Alumni, Bandung
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normati,f:
Suatu Tinjauan Silgial, Rajawali Press, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Dasar I 945
Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mabkamah Konstiiusi Undang-undang No. 10 Tahun 2004
tentang PembentukaD Peraturan Perundang-undangan
rJndang-Undang No. 3 Tahun 2009 ten- tang Perubahan Kedua Undang- Undang No. 14 Tahun 1985 ten- targ Mahkamah Agung
Undang-Undang No.s Tahun 2011 Ten- tang Perubalun Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mah- kamah Konstitusi
Undang-undarlg No. 12 Tahun 2011 tenta[g Pembentukan Peraturan P erurdang-undangan
Peratu'an Mahkamah Konsitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang
Peraturan Tata Tetib DPR RI No.08/DPR
zu/2005
216 KEADILAN PROGRESIF Volume 3 Nanor 2 Septenber 2012
ZULFI DIANE Lemtaga Mediasi Perbatrkatr s€bagai Alternatif Peny€lesaian ZAINI Scngketa P€rbankan di lndooesir
AGUS PeranaD Badan Perencanaan Pembangunan Da€rah dalam ISKANDAR P.P. Penyusunan Kebijaksanaan Dibidang Pembangunan di
KibupatenTanggrmus
BAHARUDIN P€mbugunan Hukum Nasional Perspektif Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Lembaga Legislatif
REDHO JUNAIDI "KejahrtanStellionaat"
BAMBANG Upaya Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Keimigrasian HARTONO
ERn ASYANTI Kewenangan Pejabat PembuatAkta Tanah dalam Pros€s Jual Beli Tanrh
TAMI RUSLI Penyelesaian Sengk€ta rntara Konsumen dan Pelaku Usaha Menurut Peraturan Perundang-undangan
CLAR-{TIWOW Tinjauatr Hukum dalam Pelaksanaao Pengawasro Sumber Dry{
Perikanan
BAMBANG Analisis terhadap Tugas dan Fungsi Jaksa s€bagai Pengacara HARTONO Negara dalam Perkara P€rdata
TAMI RUSLI lmplementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corpor{te Social Responsibility) pada PT. Kalirejo Lestari
SLAMET Dimensi Moral dalam Bentanean Filsafat dan Teori Hukum HARYADI
LINA Penerapan Prinsip-prinsip Murabrhah dahm Pcrjsnjian lslam MAULIDIANA
ZULFI DIANE Lembaga Penjrrtrin Simpaasn dan Fungsinys Terhsdap Z{NI Petryelesaian Bank Gsgal di Indonesis
KAMILATUN Pelaku Tindak Pidana Pemerss|n (Studi Kasus Put[seD PNTK Nomon 560/Pid.iBl2011/PN,TK)
MEITA DJOHAN Pertimbangan Hakim PengadilanAgams K€las lATanjuogkarsng OE/KAMSARI tentang Pembagian Harta BersamaAntara Suami dan Isteri
BAHARUDIN Analisis Tolok Ukur Non Konstitusi dalam Pengujiin Undang- undang terhadap Undang-undang Dasar 1945