• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Petra

7

2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI

1.1 Studi Literatur

Dalam sebuah perancangan desain, studi literatur sangatlah dibutuhkan sebagai informasi pendukung. Dengan menggunakan studi literatur tertentu, sebuah perancangan dapat membantu untuk membuat desain yang sesuai dan dapat menjadi sebuah problem solver dari masalah yang ada. Studi literatur yang diperlukan dalam perancangan ini antara lain mengenai peribahasa Indonesia, buku, ilustrasi, dan teori warna.

Studi literatur tentang peribahasa Indonesia sangat dibutuhkan dalam perancangan ini karena peribahasa Indonesia merupakan hal utama yang mendasari perancangan ini. Sedangkan eori warna dibutuhkan dalam perancangan ini karena dalam sebuah buku cerita ilustrasi, warna sangat berperan penting di mana warna dapat merangsang seorang anak untuk terus melanjutkan dan membaca buku tertentu.

1.2 Tinjauan Tentang Buku 2.2.1 Pengertian Buku

Menurut Alwi, buku merupakan lembaran kertas yang berjilid, bisa berisi tulisan maupun tidak berisi tulisan (172). Buku merupakan media yang relatif awet dan mudah di bawa kemana-mana, buku dapat menyebarkan ilmu pengetahuan secara luas melitasi ruang dan waktu. Dunia modern ini, buku sangat dibutuhkan karena dapat mempermudah masyarakat untuk berkembang dan menambah ilmu baru. (Ahira, par. 1)

2.2.2 Sejarah dan Perkembangan Buku di Dunia

Pada zaman kuno, tradisi komunikasi masih mengandalkan lisan.

Penyampaian informasi, cerita-cerita, nyanyian, doa-doa, maupun syair, disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut. Karenanya, hafalan merupakan ciri yang menandai tradisi ini. Semuanya dihafal. Kian hari, kian banyak saja hal-hal yang musti dihafal. Saking banyaknya, sehingga akhirnya mereka kuwalahan alias

(2)

Universitas Kristen Petra

8

tidak mampu menghafalkannya lagi. Hingga, terpikirlah untuk menuangkannya dalam tulisan. Maka, lahirlah apa yang disebut sebagai buku kuno (“Sejarah Perkembangan Buku di Indonesia dan Dunia”, par. 1).

Buku kuno ketika itu, belum berupa tulisan yang tercetak di atas kertas modern seperti sekarang ini, melainkan tulisan-tulisan di atas keping-keping batu (prasasti) atau juga di atas kertas yang terbuat dari daun papyrus. Papyrus adalah tumbuhan sejenis alang-alang yang banyak tumbuh di tepi Sungai Nil.

Mesir merupakan bangsa yang pertama mengenal tulisan yang disebut hieroglif. Tulisan hieroglif yang diperkenalkan bangsa Mesir Kuno bentuk hurufnya berupa gambar-gambar. Mereka menuliskannya di batu-batu atau pun di kertas papyrus. Kertas papyrus bertulisan dan berbentuk gulungan ini yang disebut sebagi bentuk awal buku atau buku kuno.

Selain Mesir, bangsa Romawi juga memanfaatkan papyrus untuk membuat tulisan. Panjang gulungan papyrus itu kadang-kadang mencapai puluhan meter. Hal ini sungguh merepotkan orang yang menulis maupun yang membacanya. Karena itu, gulungan papyrus ada yang dipotong-potong. Papyrus terpanjang terdapat di British Museum di London yang mencapai 40,5 meter.

Kesulitan menggunakan gulungan papyrus, di kemudian hari mengantarkan perkembangan bentuk buku mengalami perubahan. Perubahan itu selaras dengan fitrah manusia yang menginginkan kemudahan. Dengan akalnya, manusia terus berpikir untuk mengadakan peningkatan dalam peradaban kehidupannya. Maka, pada awal abad pertengahan, gulungan papyrus digantikan oleh lembaran kulit domba terlipat yang dilindungi oleh kulit kayu yang keras yang dinamakan codex.

Perkembangan selanjutnya, orang-orang Timur Tengah menggunakan kulit domba yang disamak dan dibentangkan. Lembar ini disebut pergamenum yang kemudian disebut perkamen, artinya kertas kulit. Perkamen lebih kuat dan lebih mudah dipotong dan dibuat berlipat-lipat sehingga lebih mudah digunakan.

Inilah bentuk awal dari buku yang berjilid.

Di Cina dan Jepang, perubahan bentuk buku gulungan menjadi buku berlipat yang diapit sampul berlangsung lebih cepat dan lebih sederhana.

Bentuknya seperti lipatan-lipatan kain korden.

(3)

Universitas Kristen Petra

9

Buku-buku kuno itu semuanya ditulis tangan. Awalnya yang banyak diterbitkan adalah kitab suci, seperti Al-Qur’an yang dibuat dengan ditulis tangan.

Perkembangan perbukuan mengalami perubahan signifikan dengan diciptakannya kertas yang sampai sekarang masih digunakan sebagai bahan baku penerbitan buku. Pencipta kertas yang memicu lahirnya era baru dunia perbukuan itu bernama Ts’ai Lun. Ts’ai Lun berkebangsaan Cina. Hidup sekitar tahun 105 Masehi pada zaman Kekaisaran Ho Ti di daratan Cina.

Penemuan Ts’ai Lun telah mengantarkan bangsa Cina mengalami kemajuan. Sehingga, pada abad kedua, Cina menjadi pengekspor kertas satu- satunya di dunia.

Sebagai tindak lanjut dari penemuan kertas, penemuan mesin cetak pertama kali merupakan tahap perkembangan selanjutnya yang signifikan dari dunia perbukuan. Penemu mesin cetak itu berkebangsaan Jerman bernama Johanes Gensleich Zur Laden Zum Gutenberg.

Gutenberg telah berhasil mengatasi kesulitan pembuatan buku yang dibuat dengan ditulis tangan. Gutenberg menemukan cara pencetakan buku dengan huruf-huruf logam yang terpisah. Huruf-huruf itu bisa dibentuk menjadi kata atau kalimat. Selain itu, Gutenberg juga melengkapi ciptaannya dengan mesin cetak.

Namun, tetap saja untuk menyelesaikan satu buah buku diperlukan waktu agak lama karena mesinnya kecil dan jumlah huruf yang digunakan terbatas.

Kelebihannya, mesin Gutenberg mampu menggandakan cetakan dengan cepat dan jumlah yang banyak. (“Sejarah Perkembangan Buku di Indonesia dan Dunia”, par.

1-10)

Gutenberg memulai pembuatan mesin cetak pada abad ke-15. Teknik cetak yang ditemukan Gutenberg bertahan hingga abad ke-20 sebelum akhirnya ditemukan teknik cetak yang lebih sempurna, yakni pencetakan offset, yang ditemukan pada pertengahan abad ke-20 (Sejarah Perkembangan Buku, par.1-14).

Saat ini, buku tidak hanya berwujud kertas yang dijilid, seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi terciptalah e-book. E-book pertama kali ditemukan oleh Michael S. Hart. Ketika mahasiswa, Hart mendapatkan akses komputer utama Xerox Sigma V di Laboratorium Materi Penelitian. Dia berpikir, apa yang dapat dilakukan dengan barang yang kala itu

(4)

Universitas Kristen Petra

10

masih baru dan unik ini. Ide membuat buku digital muncul setelah dia berbelanja sayuran. Hart secara tak sengaja menemukan perkamen palsu Naskah Deklarasi Kemerdekaan Amerika dalam bungkus sayuran. "Tiba-tiba saya merasa lampu di atas kepala saya menyala," ujar Hart dalam sesi wawancara tahun 2002.

Pikirannya memberikan sebuah ide brilian untuk memasukkan perkamen tersebut dalam komputer agar mampu bertahan ratusan tahun. "Maka, lahirlah apa yang dikenal Proyek Gutenberg." Hart berniat mengirimkan teks tersebut sebagai e- mail ke para pengguna Arpanet, bentuk awal dari Internet yang kita kenal sekarang. Dia menyebutkan bahwa teks tersebut bisa diunduh. Pada awal Proyek Gutenberg, Hart yang lahir 8 Maret 1947 mengetik Undang Undang Hak Asasi, Konstitusi, Alkitab King James dan Adventures in Wonderland Alice ke dalam database proyek. Menurut Hart, ini adalah langkah pertama menuju era informasi tahap kelima. Periode ini ditandai dengan dunia e-book, perangkat genggam elektronik seperti Nook dan Kindle, serta akses individu terhadap arsip teks di Internet. Proyek Gutenberg telah mengkoleksi puluhan ribu e-book secara gratis.

Hart punya keinginan mendorong sebanyak-banyaknya penciptaan dan distribusi e-book serta membuat buku-buku itu tersedia bagi pengguna komputer tanpa biaya, "Ini untuk mengatasi kebodohan dan buta huruf," katanya. (“Tentang E- Book”)

2.2.3 Sejarah Buku di Indonesia

Di Indonesia, awalnya bentuk buku masih berupa gulungan daun lontar.

Menurut Ajib Rosidi (sastrawan dan mantan ketua IKAPI), secara garis besar, usaha penerbitan buku di Indonesia dibagi dalam tiga jalur, yaitu usaha penerbitan buku pelajaran, usaha penerbitan buku bacaan umum (termasuk sastra dan hiburan), dan usaha penerbitan buku agama.

Pada masa penjajahan Belanda, penulisan dan penerbitan buku sekolah dikuasai orang Belanda. Kalaupun ada orang pribumi yang menulis buku pelajaran, umumnya mereka hanya sebagai pembantu atau ditunjuk oleh orang Belanda.

Usaha penerbitan buku agama dimulai dengan penerbitan buku-buku agama Islam yang dilakukan orang Arab, sedangkan penerbitan buku –buku

(5)

Universitas Kristen Petra

11

agama Kristen umumnya dilakukan oleh orang-orang Belanda.

Penerbitan buku bacaan umum berbahasa Melayu pada masa itu dikuasai oleh orang-orang Cina. Orang pribumi hanya bergerak dalam usaha penerbitan buku berbahasa daerah. Usaha penerbitan buku bacaaan yang murni dilakukan oleh pribumi, yaitu mulai dari penulisan hingga penerbitannya, hanya dilakukan oleh orang-orang Sumatera Barat dan Medan. Karena khawatir dengan perkembangan usaha penerbitan tersebut, pemerintah Belanda lalu mendirikan penerbit Buku Bacaan Rakyat. Tujuannya untuk mengimbangi usaha penerbitan yang dilakukan kaum pribumi. Pada tahun 1908, penerbit ini diubah namanya menjadi Balai Pustaka. Hingga jepang masuk ke Indonesia, Balai Pustaka belum pernah menerbitkan buku pelajaran karena bidang ini dikuasai penerbit swasta belanda.

Sekitar tahun 1950-an, penerbit swasta nasional mulai bermunculan.

Sebagian besar berada di pulau Jawa dan selebihnya di Sumatera. Pada awalnya, mereka bermotif politis dan idealis. Mereka ingin mengambil alih dominasi para penerbit Belanda yang setelah penyerahan kedaulatan di tahun 1950 masih diijinkan berusaha di Indonesia.

Pada tahun 1955, pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Kemudian pemerintah berusaha mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha penerbitan buku nasional dengan jalan memberi subsidi dan bahan baku kertas bagi para penerbit buku nasional sehingga penerbit diwajibkan menjual buku-bukunya dengan harga murah.

Pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Lektur yang bertugas mengatur bantuan pemerintah kepada penerbit dan mengendalikan harga buku. Dengan adanya yayasan ini, pertumbuhan dan perkembangan penerbitan nasional dapat meningkat dengan cepat. Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang didirikan 1950, penerbit yang menjadi anggota IKAPI yang semula berjumlah 13 pada tahun 1965 naik menjadi 600-an lebih.

Pada tahun 1965 terjadi perubahan situasi politik di tanah air. Salah satu akibat dari perubahan itu adalah keluarnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang politik, ekonomi dan moneter. Sejak akhir tahun 1965, subsidi bagi

(6)

Universitas Kristen Petra

12

penerbit dihapus. Akibatnya, karena hanya 25% penerbit yang bertahan, situasi perbukuan mengalami kemunduran.

Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri, kemudian menetapkan bahwa semua buku pelajaran di sediakan kan oleh pemerintah. Keadaan tidak bisa terus-menerus dipertahankan karena buku pelajaran yang meningkat dari tahun ke tahun. Karena itu, diberikan hak pada Balai Pustaka untuk mencetak buku-buku yang dibutuhkan dipasaran bebas. Para penerbit swasta diberikan kesempatan menerbitkan buku-buku pelengkap dengan persetujuan tim penilai. (“Sejarah Perkembangan Buku”, par. 10-28)

2.2.4 Kondisi Buku di Indonesia

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Balitbang Kemdikbud Heri Setiadi mengatakan jumlah buku yang menarik perlu ditambah agar indeks membaca masyarakat Indonesia yang terbilang rendah dapat meningkat. "Perlu diperbanyak lagi jumlah buku buku yang menarik untuk dibaca agar masyarakat lebih bergairah untuk membaca," kata Heri ketika dihubungi Republika Ahad (10/11). Selain dengan memperbanyak buku yang menarik untuk dibaca, lanjut Heri, perlu ada sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai manfaat membaca. "Bahwa membaca adalah sumber ilmu pengetahuan,"

ujarnya. Sebelumnya Gubernur Jabar Ahmad Heriyawan pada deklarasi

"Relawan Indonesia Membaca", di Gedung Merdeka Bandung, Sabtu (9/11) mengungkapkan indeks membaca di Indonesia yang masih sangat rendah dibanding dengan negara-negara lainnya. (“Minat Baca Kurang, Jumlah Buku Menarik Perlu Ditambah”)

Indeks membaca di Indonesia yang minim yaitu hanya 0,001. Sementara di Amerika 0,5, Singapura dan Hongkong indeks membacanya 0,55. Artinya di Indonesia satu buku dibaca 1.000 orang. Sementara di Singapura dan Hongkong, 1.000 orang baca 550 buku. Senada dengan Aher (sapaan akrab Ahmad Heriyawan) Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan, Musliar Kasim, mengatakan minat baca anak Indonesia sangat kurang. Menurut Musliar, ada beberapa kemungkinan atau penyebab rendahnya minat baca. Salah satunya orang tua yang tidak membiasakan anak-anaknya membaca. Karena itu ia

(7)

Universitas Kristen Petra

13

mengimbau orang tua dan tenaga pendidik untuk menumbuhkan kebiasaan membaca kepada anak-anak. “Kebiasaan membaca kalau dipelihara dan disebarluaskan ke anak didik kita akan memberikan manfaat yang luar biasa,”

katanya. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya minat membaca adalah tidak banyak tersedia buku-buku yang menarik, terutama buku cerita. (“Minat Baca Kurang, Jumlah Buku Menarik Perlu Ditambah”)

Tak bisa dipungkiri, modernisasi dan globalisasi telah merasuk ke berbagai sendi kehidupan. Dunia anak-anak pun tak luput. Lewat buku-buku terjemahan (impor) yang menguasai rak-rak toko buku, modernisasi menyusup ke sendi kehidupan anak-anak Indonesia. Sudah seharusnya keadaan ini diimbangi dengan buku bacaan lokal yang berkualitas. Dan buku bacaan lokal untuk anak- anak Indonesia harus berbasiskan budaya setempat. Hal itu diungkapkan Drs Suyadi (Pak Raden), salah seorang penulis buku anak.

Menurut Pak Raden, peredaran buku-buku bacaan untuk anak-anak yang ada di pasaran atau toko buku saat ini pada umumnya sudah mencapai apa yang dibutuhkan pasar. Namun, buku-buku tersebut belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan anak Indonesia. “Ruang ekspresi yang dipenuhi buku-buku saat ini ke arah globalisasi. Pencapaian ke arah pengetahuan sains, aktivitas, dan kebahasaan (internasional),” papar lelaki yang juga mendalang dan melukis itu.

Dari segi ketersediaan buku-buku dan kebutuhan kekinian anak-anak memang sudah tercapai. Hanya yang belum dieksplorasi, lanjutnya, keinginan dari penerbit, penulis, dan pekerja buku yang mengajak anak-anak untuk juga aktif di lokal genius, panorama edukasi yang berpijak pada budaya lokal. (“Buku Anak – Harus Berbasis Budaya Lokal”, par. 1-9)

2.3 Tinjauan Buku Cerita Bergambar 2.3.1 Pengertian Buku Cerita Bergambar

Pengertian cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (1); karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang, kejadian, dan sebagainya (2); lakon yang diwujudkan atau diptunjukkan dalam gambar hidup semisal sandiwara, wayang, dan lain-lain (3);

(8)

Universitas Kristen Petra

14

omong kosong, dongengan, omongan (4). (Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia).

Ilustrasi sangat erat kaitannya dengan buku cerita bergambar, di mana buku cerita bergambar memuat ilustrasi-ilustrasi yang dapat menjelaskan alur ceritanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilustrasi adalah gambar (foto, lukisan) untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya (1);

gambar, desain atau diagram untuk penghias (halaman sampul, dan sebagainya) (2); penjelasan tambahan berupa contoh, bandingan, dan sebagainya untuk lebih memperjelas paparan (3).

Menurut ODLIS (Online Dictionary for Library and Information Science), buku adalah buku yang sesuai dengan tingkat kemampuan membaca dan minat dari anak-anak dari kelompok tertentu atau tingkatan pendidikan, mulai dari prasekolah hingga kelas enam sekolah dasar. Buku anak secara khusus ditulis untuk anak hingga usia 12-13 tahun.

Buku cerita ilustrasi/ bergambar merupakan salah satu kategori bacaan pada anak-anak yang memiliki fungsi edukasi. Terkait dengan fungsi edukasi ini, maka bacaan anak-anak juga dikategorikan menjadi beberapa macam sesuai usia dan fungsi edikatif yang dimilikinya. Kebanyakan buku cerita bergambar ditulis dengan kalimat yang singkat, serta pilihan kosakata yang sederhana. Ilustrasi berperan sangat penting dalam buku cerita bergambar dan berkaitan erat dengan cerita.

1.3.2 Fungsi dan Peranan Buku Cerita Bergambar dalam Kehidupan Sosial Buku cerita bergmabar merupakan salah satu media komunikasi yang memuat berbagai informasi. Buku cerita bergambar sangat erat kaitannya dengan kehidupan anak-anak.

Buku cerita bergambar memiliki peran dalam kehidupan sosial, di antaranya buku cerita bergambar erat kaitannya dengan peran orang tua dalam mengedukasi dan membimbing anak-anak mereka mempelajari dan mengenal berbagai hal baru berkaitan dengan membangun peribadi anak untuk lingkungan sosial dan sekitarnya. Berikut ini adalah peran buku cerita bergambar dalam kehidupan sosial (Gunawan):

(9)

Universitas Kristen Petra

15

a. Buku cerita bergambar sebagai media edukasi

Buku dapat membantu membangun kemampuan berbahasa yang baik bagi anak-anak karena ketika membaca, anak-anak akan menemukan kosakata- kosakata baru yang akan membantu mereka mengenal bahasa secara lebih mandalam. Dengan membaca maka anak-anak akan mengenal dunia dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan mereka.

Suzanne Bertrand mengemukakan bahwa buku mempengaruhi kehidupan anak-anak dalam artikelnya yang berjudul “How Books Affect Children”, di mana buku memberi kesempatan kepada anak untuk belajar karena ketika anak mulai membaca, secara tidak disadati mereka akan terus menggali informasi akan subjek yang menarik perhatian mereja, terlebih ketika membaca buku cerita bergambar, anak akan terdorong untuk berimajinasi dari apa yang mereka baca dan mereka lihat, membangun imajinasi dan membuat cerita tersebut menjadi ‘hidup’ (par 2-4).

b. Buku cerita bergambar sebagai pengembang kepribadian anak

Membaca buku dapat meningkatkan antusiasme anak. Balita yang membaca buku cerita bergambar akan sangat sensitif terhadap antusiasme yang terjadi jetika buku di buka ke halaman yang berikutnya.

Buku juga mendorong dan memberikan semangat kepada mereka yang membacanya. Dengan membacam anak menjadi lebih mudah untuk bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya.

c. Buku cerita bergambar sebagai hiburan

Buku cerita bergambar sebagai sarana hiburan dapat membantu mengisi waktu-waktu senggang yang dimiliki. Isi cerita yang ringan dengan visual yang menarik tentu akan memberikan hiburan dan dapat memancing imajinasi bagi yang membacanya.

2.3.3 Sejarah Perkembangan Buku Cerita Bergambar

Di Indonesia, ccerita bergambar disebut juga dengan komik, namun komik yang dimaksud tidaklah sama dengan komik Jepang (manga). Cerita bergambar merupakan buku anak yang cukup popular di masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan anak-anak. Sejarah buku cerita bergambar mengikuti sejarah

(10)

Universitas Kristen Petra

16

perkembangan komik meskipun keduanya merupakan dua jenis buku yang berbeda (Angkat, par 1-11).

Komik memiliki definisi yang beragam. Will Eisner, komikus senior yang dianggap sebagai Bapak Buku Komik di Amerika, menyebut komik sebagai tatanan gambar dan kumpulan kata yang berurutan. Lain pula yang dikatakan oleh Scott McCloud, komikus terkenal dan penulis buku tentang dunia komik. Menurut McCloud, komik adalah gambar yang menyampaikan informasi atau menghasilkan respons estetik bagi orang yang melihatnya. Sementara menurut R.A. Kosasih, Bapak Komik Indonesia, komik adalah media atau alat untuk bercerita. Entah mana yang benar dari tiga pernyataan tadi. Yang jelas, definisi tentang komik hingga kini masih menyisakan tanda tanya, sama dengan pertanyaan tentang kapan sebenarnya komik pertama di dunia muncul.

Bila komik didefinisikan sebagai rangkaian gambar yang berurutan, berarti komik telah menjadi bagian dari budaya manusia di seluruh dunia sejak zaman dahulu, bahkan sebelum manusia mengenal tulisan. Di Prancis Selatan, misalnya, para arkeolog menemukan gambar-gambar berwarna pada dinding Goa Lascaux yang diperkirakan sudah ada kurang lebih sejak 17.000 tahun lalu. Gambar hewan seperti bison, banteng, dan kerbau yang ada di dinding goa itu diduga menjadi media komunikasi bagi masyarakat yang hidup pada masa tersebut dan dianggap sebagai “komik” paling kuno di dunia.

Ada pula lukisan pada dinding piramida di Mesir yang diperkirakan dibuat pada tahun 1300 SM. Gambar yang melekat pada makam raja-raja Mesir tersebut menjadi bukti bahwa pada masa itu manusia sudah mengenal cara berkomunikasi nonverbal. Sama halnya dengan gambar berupa beberapa sosok manusia tengah menggiring kuda yang tertera pada guci klasik buatan Ergotimos dan Kleitias dari Yunani yang kira-kira dibuat pada 579 SM.

Di Prancis, para peneliti purbakala menemukan permadani sepanjang 76 meter yang menggambarkan rangkaian kronologis tentang peristiwa penaklukan pasukan Norman atas Inggris yang berawal pada tahun 1066 M.

Menurut Roger Sabin, penulis dunia komik yang juga pengajar di sebuah universitas ternama di Inggris, komik cetak pertama yang pernah ada adalah komik yang berjudul “A True Narrative of the Horrid Hellish Popish Plot” karya

(11)

Universitas Kristen Petra

17 Francis Barlow yang dibuat pada tahun 1682.

Tetapi pernyataan Sabin dibantah oleh Eddie Campbell, seorang komikus dan kartunis asal Skotlandia. Menurut Campbell, hasil karya Francis Barlow itu adalah gambar kartun, sama halnya dengan komik karya Rowlandson tahun 1782 yang membuat kartun bertema politik dan ditambah narasi. Karya para kartunis itu lebih tepat disebut sebagai gambar yang dinarasikan.

Lalu, di Eropa, pada tahun 1873, seorang komikus berkebangsaan Swiss, Rudolphe Topffer, menyelesaikan pembuatan komiknya yang berjudul “The Adventures of Obadiah Oldbuck”. Ia lalu mengklaim komik itu sebagai komik pertama di Eropa, bahkan dunia.

Pada tahun 1884, sebuah komik karya Ally Sloper berjudul “Half Holiday” dipublikasikan dan dianggap sebagai komik strip majalah yang paling pertama di dunia. Selanjutnya, pada tahun 1895 lahir terobosan baru di dunia komik, yakni munculnya komik berseri dengan tokoh tetap. Dibuat oleh R.F.

Outcault, komik yang berjudul “Hogan`s Alley” itu menjadi sangat populer sehingga meningkatkan pendapatan bagi pemilik koran yang memuatnya. Bahkan

“Hogan`s Alley” digadang-gadangkan menjadi penanda awal bangkitnya komik di Amerika.

Satu tahun kemudian, pada tahun 1896, Richard Felton Outcault meluncurkan buku yang kemudian dianggap sebagai buku komik pertama di dunia. Dalam buku berjudul “The Yellow Kid” itu, Outcault menerapkan inovasi baru yang belum pernah dilakukan oleh komikus pada zaman itu. “The Yellow Kid” kemudian dianggap sebagai titik tolak komik modern dunia, yang kemudian diikuti oleh masa keemasan komik pada tahun 1930-an. Pada masa itu, bermunculanlah karakter komik yang kemudian menjadi legenda sampai sekarang, seperti Flash Gordon, Dick Tracy, Tarzan, Superman, hingga Batman dan Captain Marvel.

Setelah itu, semangat membuat komik pun makin menjalar di mana-mana.

Para komikus menciptakan berbagai tokoh cerita yang kemudian menjadi populer hingga ke seluruh dunia. Sebut saja tokoh superhero Superman yang muncul pertama kali pada tahun 1938.

Sementara itu, di Eropa, pada tahun 1929 muncul sebuah karya komik

(12)

Universitas Kristen Petra

18

popular berjudul “Tintin” yang dikarang oleh Herge, seorang seniman dan komikus berkebangsaan Belgia. “Tintin” yang memiliki genre drama petualangan itu mampu mendominasi pasar hingga tahun 1970-an. Selain “Tintin”, komik Eropa lainnya yang juga terkenal adalah “Asterix” karya Uderzo.

Pada tahun 1930, dunia komik Amerika yang didominasi genre kepahlawanan dimulai dengan munculnya komik Superman. Komik yang berkisah tentang superhero itu ternyata sangat diminati oleh pasar, sehingga bermunculanlah komik-komik lain dengan tema yang serupa seperti Batman, Spiderman, dan lain sebagainya.

Sementara itu, di Asia, komik mulai marak setelah perang dunia kedua.

Dunia komik Asia diwakili oleh Jepang, produsen komik terbesar di kawasan Asia. Osamu Tezuka dianggap sebagai pelopor komik Jepang yang terkenal karena karyanya, “New Treasure Island” dan “Shintakarajima”. Di Jepang, perkembangan komik sangatlah cepat dan kondusif karena ditunjang oleh pengadaan buku kompilasi yang didukung para komikus muda dan tua.

Menurut Dwifriansyah (par. 13-18) dan Angkat (par. 3-8), di Indonesia, cikal bakal komik banyak dipengaruhi oleh agama Buddha, Hindu, dan Islam.

Salah satu indikatornya bisa ditemukan di dalam Goa Leangleng di Sulawesi Selatan. Di sana terdapat gambar babi hutan yang bisa mengindikasikan tentang adanya pola komunikasi melalui gambar bagi masyarakat pada waktu itu. Pada candi Borobudur dan Prambanan juga terdapat relief yang menceritakan kehidupan spiritual serta kebudayaan masyarakat kita pada abad pertengahan.

Penampakan gambar pada candi-candi tadi juga bisa dijadikan sebagai referensi timbulnya komik Indonesia.

Cerita bergambar pertama kali terbit di Indonesia sejalan dengan munculnya media massa berbahasa Melayu Cina di masa pendudukan Belanda.

Cerita bergambar berjudul “Put On” karya Kho Wan Gie di tahun 1930 pada harian “Sin Po” adalah salah satu komik pertama di Indonesia dan menjadi pelopor komik-komik humor di negeri ini. "Put On" bercerita tentang seorang pria gendut dari kelas menengah yang tinggal bersama ibu dan dua adiknya. “Put On”

adalah jenis cerita bergambar kartun dan bercorak humor yang sangat populer pada masa itu.

(13)

Universitas Kristen Petra

19

Bagi para komikus Indonesia, cerita bergambar yang bercorak realistis baru dimulai seiring dengan munculnya komik berjudul “Mentjari Poetri Hidjau”

karya Nasoen As pada tahun 1939. Cerita bergambar itu dimuat di majalah Ratoe Timore pada 1 Februari 1939. “Mentjari Poetri Hidjau” adalah kisah fantasi yang digali dari cerita rakyat Sumatera. Dari segi kisahan, boleh dibilang inilah komik pertama Indonesia yang formatnya sudah lengkap sebagai komik modern. Jika

“Put On” adalah komik berkategori strip (ceritanya sepotong-sepotong), komik

“Mentjari Poetri Hidjau” waktu itu sudah bisa dibukukan.

Pada tahun 1953, komik Indonesia memasuki awal masa keemasan dengan terbitnya komik berjudul “Sri Asih” karangan R.A. Kosasih dan komik “Nina Putri Rimba” karya Johnlo yang muncul secara bersamaan. Sri Asih adalah tokoh superhero yang diadopsi dari komik “Wonder Woman”. Sedangkan Nina adalah tokoh semacam Tarzan perempuan. Komik “Sri Asih” sering dianggap sebagai tonggak awal perkembangan komik berbentuk buku di Indonesia, sehingga R.A.

Kosasih didapuk sebagai “Bapak Komik Indonesia”. Nama R.A. Kosasih pun semakin bersinar setelah ia dianggap sebagai komikus yang berhasil membawa epik Mahabharata dari wayang ke dalam media buku komik.

Sejarah Komik Indonesia mengalami masa berliku saat memasuki tahun 1963-1965. Saat itu, komik Indonesia lebih banyak membawa pesan-pesan propaganda politik Orde Lama. Isi komik pada waktu itu banyak bercerita tentang perjuangan melawan neokolonialisme, pemberontakan, dan ideologi. Sementara pada akhir 1965, saat keadaan negara stabil, komik populer tidak lagi bercerita seperti yang dituliskan sebelumnya, tetapi berkisah tentang roman remaja yang menyorot kisah remaja metropolitan.

Masa keemasan dan kebangkitan kedua komik Indonesia berlangsung pada tahun 1980. Hal itu ditandai dengan banyaknya ragam dan judul komik yang muncul. Komik yang populer pada waktu itu adalah komik bertema petualangan pendekar-pendekar silat dan superhero, misalnya Si Buta dari Gua Hantu, Siluman serigala Putih, Tuan Tanah Kedaung, Si Djampang, Panji Tengkorak, Godam, Gundala, dan lain-lain. (“Sejarah Munculnya Komik”, par. 1- 19)

(14)

Universitas Kristen Petra

20

2.3.4 Bentuk dan Jenis Buku Cerita Bergambar

Menurut Ciptanti Putri buku cerita dapat dibedakan dalam beberapa gendre yaitu (Gunawan 25-26):

a. Baby books

Untuk bayi dan batita (bawah tiga tahun). Kebanyakan materinya berupa pantun dan nyanyian sederhana (lullabies and nursery rhymes), permainan dengan jari, atau sekadar ilustrasi cerita tanpa kata-kata sama sekali (sepenuhnya mengandalkan ilustrasi serta kreativitas orang tua dan anak untuk berimajinasi). Panjang cerita dan formatnya beragam, disesuaikan dengan isi materi. Buku-buku untuk batita biasanya berupa cerita sederhana berisi kurang dari 300 kata. Ceritanya terkait erat dengan keseharian anak, atau bermuatan edukatif tentang pengenalan warna, angka, bentuk, dll. Jumlah halaman sekitar 12 dan banyak yang berbentuk board books (buku yang kertasnya sangat tebal, seperti karton), pop-ups (buku yang halamannya berbentuk tiga dimensi), lift-the flaps atau buku- buku khusus (buku-buku yang dapat bersuara, memiliki format unik atau dengan tekstur tertentu).

b. Picture books

Pada umumnya berbentuk buku setebal 32 halaman untuk anak usia 4-8 tahun. Naskahnya bisa mencapai 1500 kata, namun rata-rata 1000 kata saja. Plotnya masih sederhana, dengan satu karakter utama yang seutuhnya menjadi pusat perhatian dan menjadi alat penyentuh emosi dan pola pikir anak. Ilustrasi memainkan peran yang sama besar dengan teks dalam penyampaian cerita. Buku anak pada genre ini bisa menggunakan lebih dari 1500 kata, biasanya sebagai persiapan bagi pembaca yang memasuki masa-masa puncak di spektrum usianya. Buku genre ini sudah membicarakan topik serta menggunakan gaya penulisan yang luas dan beragam. Cerita non-fiksi dalam format ini dapat menjangkau sampai usia 10 tahun, dengan tebal sampai 48 halaman, dan berisi hingga 2000 kata dalam teksnya.

c. Early picture books

Sebentuk dengan picture books, namun dilengkapi sedemikian rupa untuk

(15)

Universitas Kristen Petra

21

usia-usia akhir di batas 4 hingga 8 tahun. Ceritanya sederhana dan berisi kurang dari 1000 kata. Banyak genre ini yang dicetak ulang dalam format board book untuk melebarkan jangkauan pembacanya. The Very Hungry Caterpillar (Philomel Publishing) karya Eric Carle salah satu contohnya.

d. Easy readers

Juga dikenal dengan sebutan easy-to-read, buku-buku genre ini biasanya untuk anak-anak yang baru mulai membaca sendiri (usia 6-8 tahun). Masih tetap ada ilustrasi berwarna di setiap halamannya, tetapi dengan format yang lebih “dewasa”: ukuran trim per halaman bukunya lebih kecil dan ceritanya dibagi dalam bab-bab pendek. Tebal buku biasanya 32-64 halaman dan panjang teksnya beragam antara 200-1500 kata, atau paling banyak 2000 kata. Cerita disampaikan dalam bentuk aksi dan percakapan interaktif, menggunakan kalimat-kalimat sederhana (satu gagasan per kalimat). Biasanya ada 2-5 kalimat di tiap halaman. Seri I Can Read yang diterbitkan Harper Trophy merupakan contoh terbaik buku genre ini.

e. Transition books

Kadang disebut juga sebagai “chapter books tahap awal”, untuk anak usia 6-9 tahun. Merupakan jembatan penghubung antara genre easy readers dan chapter books. Gaya penulisannya persis seperti easy readers, namun lebih panjang (naskah biasanya sebanyak 30 halaman, dipecah menjadi 2- 3 halaman per bab), ukuran trim per halamannya lebih kecil lagi, serta dilengkapi dengan ilustrasi hitam-putih di beberapa halaman. Serial The Kids of the Polk Street School karya Patricia Reilly Giff (Dell Young Yearling Publishing) dan seri Stepping Stone Books yang diterbitkan Random House masuk dalam kelompok genre ini.

f. Chapter books

Untuk usia 7-10 tahun. Terdiri dari naskah setebal 45-60 halaman dibagi dalam tiga hingga empat halaman per bab. Kisahnya lebih padat dibanding genre transition books, walaupun tetap memakai banyak ramuan aksi petualangan. Kalimat-kalimatnya mulai sedikit kompleks.

g. Middle grade

Untuk usia 8-12 tahun, merupakan usia emas anak dalam membaca.

(16)

Universitas Kristen Petra

22

Naskahnya lebih panjang (100-150 halaman), ceritanya mulai kompleks (bagian-bagian sub-plot menampilkan banyak karakter tambahan yang berperan penting dalam jalinan cerita), dan tema-temanya cukup modern.

Anak-anak di usia ini mulai tertarik dan mengidolakan karakter dalam cerita. Hal ini menjelaskan keberhasilan beberapa seri petualangan yang terdiri dari 20 atau lebih buku dengan tokoh yang sama. Kelompok fiksinya beragam mulai dari fiksi kontemporer, sejarah, hingga science- fiction atau petualangan fantasi. Sementara yang masuk kelompok non- fiksi antara lain biografi, iptek, dan topik-topik multibudaya.

h. Young adult

Naskahnya antara 130-200 halaman, genre ini untuk usia 12 tahun ke atas.

Plot ceritanya bisa sangat “ruwet” dengan banyak karakter utama, meskipun tetap ada satu karakter yang difokuskan. Tema-tema yang diangkat seringnya relevan dengan kehidupan remaja saat ini. Buku The Outsiders karya S.E. Hinton menjadi tonggak sejarah buku cerita anak di genre ini yang menceritakan permasalahan remaja saat itu ketika pertama kali diterbitkan pada 1967. kategori new-age (usia 10-14 tahun) perlu diperhatikan, terutama untuk buku-buku kelompok nonfiksi remaja. Buku- buku di kelompok ini sedikit lebih pendek dibanding untuk kelompok usia 12 tahun ke atas. Serta topiknya (fiksi dan nonfiksi) lebih cocok untuk anak-anak yang telah melewati buku genre middle grade, tetapi belum siap membaca buku-buku fiksi atau belum mempelajari subjek nonfiksi yang materinya ditujukan untuk pembaca di kelas sekolah menengah.

Tidak seperti novel yang memiliki berbagai macam genre, buku cerita bergambar hanya memiliki beberapa genre. Berikut indalah beberapa genre mendasar sebuah buku cerita bergambar (Islami 9-11):

- Anthropomorphic (Animal) Stories

Adalah cerita realis yang bertokoh utamakan hewan/binatang atau benda- benda mati. Hewan-hewan diceritakan bisa berbicara, berjalan, berpakaian dan berkelakuan layaknya manusia. Biasanya menyertakan kemampuan/

hal-hal magis baik itu dalam porsi sedikit atau bahkan tidak ada, karena hewan atau benda mati digambarkan memiliki karakteristik manusia yang

(17)

Universitas Kristen Petra

23

membawakan kemampuan luar biasa. Setting cerita bisa nyata maupun fiksi.

- Realistic Stories

Menampilkan tokoh-tokoh simpatis yang menimbulkan rasa empati dari anak-anak. Topik yang diangkat sebagian besar berkesan suram, seperti kanker, kematian, homoseksualitas, adopsi dan AIDS. Setting dalam cerita bisa setting nyata atau histories.

- Magic Realism

Adalah gabungan dari realita dan imajinasi. Kesan petualangan seakan dimasukan dalam kegiatan sehari-hari, segalanya mungkin terjadi, seperti seorang anak laki-laki mengambil sebuah crayon ungu dan menciptakan dunia impian yang indah, suatu permainan bisa menjadi nyata, atau sebuah perahu yang membawa seorang anak ke suatu pulau impian.

- Traditional Literature

Meliputi dongeng, cerita rakyat, mitos, legenda, cerita tentang monster, cerita pembentukan, mother goose, dan fable. Cerita ini menampilkan pola-pola bercerita,kaya akan bahasa dan elemen-elemen fantasi. Setting cerita bisa fiksi dan nyata.

- Informational (Nonfiksi)

Buku cerita bergambar ini merupakan alternatif dari ensiklopedi atau sumber-sumber referensi lainnya. Ilustrasi dan/atau foto yang ditampilkan umumnya menarik perhatian dan menampilkan warna-warna cerah.

Ketepatan waktu dan judul memegang peranan penting. Yang membedakan buku ini dengan buku lain adalah catatan sumber, bibliografi, index dan tabel isi (Islami).

2.3.5 Unsur Visual Buku Cerita Bergambar

Berikut adalah unsur-unsur visual yang harus dimiliki dalam buku cerita bergambar (Islami 7-9):

a. Warna

(18)

Universitas Kristen Petra

24

Warna dalam cergam dapat mengungkap subjek secara objektif, pembaca dapat lebih menyadari bentuk fisik suatu objek yang berwarna daripada hitam putih.

b. Efek visual

Merupakan kesan yang digambarkan untuk menekankan penggambaran emosi, karakter, suasana, dan gerak dari tokoh dalam cergam.

c. Narasi

Biasanya digunakan untuk menerangkan tentang waktu, tempat, dan situasi.

d. Tokoh

Tokoh adalah para pemeran yang terdapat dalam suatu cerita. dalam cergam, tokoh akan menjadi pusat perhatian pembaca karena cerita akan bergulir di seputar tokoh. Ada beberapa macam tokoh :

1. Protagonis:

Tokoh yang menjadi sentral cerita. Ada dua macam protagonis, yaitu protagonis pemeran utama dan protagonis pemran pembantu. Hali ini disebabkan karena seperti halnya manusia dalam kehidupan nyata, seorang tokoh digambarkan memiliki interaksi dengan orang lain.

Protagonis pembantu biasanya adalah teman dari pemeran utama.

2. Antagonis:

Merupakan tokoh yang menjadi rival atau tandingan dari pemeran utama. Tokoh antagonis biasanya menimbulkan konflik bagi pemeran utama dan atau pemeran pembantu, yang kadang kala menjadi sumber cerita.

3. Figuran:

Digunakan untuk menyebut tokoh-tokoh yang tidak berperan besar.

Misalnya orang-orang di sekitar tokoh utama ada ditengah kota.

Figuran tidak memberikan sumbangan besar bagi cerita, namun tetap ada untuk mendukung suasana atau jalan cerita.

4. Efek

Ada dua macam efek, yaitu efek tulisan dan efek gambar .

(19)

Universitas Kristen Petra

25

§ Efek tulisan: ditampilkan dalam bentuk tulisan, menyatakan bunyi-bunyi tertentu. Menggunakan berbagai macam font untuk menyesuaikan tulisan dengan bunyi yang diwakili.

§ Efek Gambar: efek yang diaplikasikan dalam gambar untuk penyampaian cerita dalam cerita. Efek ini dapat dikenakan pada tokoh atau pada latar belakang. Walaupun gambar sama, efek yang berbeda dapat menghasilkan suasana yang berbeda.

e. Latar Belakang

Latar belakang berkaitan erat dengan tema cerita. Latar belakang harus mampu menggambarkan suasana atau keadaan disekitar tokoh sekaligus mendukung cerita.

2.3.6 Kriteria Buku Cerita Bergambar yang Baik

Meskipun membaca cerita sangat bermanfaat bagi anak, namun tidak semua buku cerita memberikan dampak yang positif terhadap anak. Oleh sebab itu, maka diperlulan seleksi terhadap buku bacaan yang baik untuk anak. Seleksi ini wajib dilakukan oleh para orang tua agar hal-hal yang diterima dan diikuti oleh anak mereka adalah hal-hal yang dapat mengajarkan hal-hal positif namun tetap menarik untuk dibaca. Berikut ini adalah ciri buku cerita bergambar yang baik (Hendrawan 30):

a. Kata-kata yang digunakan di dalam buku itu dipilih dengan hati-hati.

b. Memperkenalkan penggunaan bahasa yang menarik atau cara-cara baru untuk mengungkapkan kata-kata.

c. Menggunakan aspek-aspek puisi seperti adanya kesamaan vokal pada dua kata, kata-kata yang dimulai dengan huruf yang sama, dan kiasan.

d. Memuat area subjek yang dapat dipahami dan diterima oleh anak.

e. Memuat ilustrasi yang berkaitan dengan teksnya, hal ini meningkatkan kegiatan membaca untuk menangkap arti, dan mendorong anak untuk berinteraksi dengan buku, mengajukan pertanyaan dan menambah pemahaman mereka. Di samping itu juga dapat menerangkan bahasa yang asing bagi mereka.

(20)

Universitas Kristen Petra

26

f. Memuat nilai-nilai dan pandangan dunia yang berkaitan erat dengan nilai dan pandangan orang tua.

2.3.7 Prosedur Perancangan Buku Cerita Bergambar

Membuat sebuah buku cerita bergambar tidaklah mudah. Menurut Aaron Albert terdapat banyak hal yang harus ditempuh dan melibatkan banyak orang dalam prosesnya. Berikut adalah hal-hal yang perlu dilakukan dalam membuat sebuah buku cerita bergambar (Gunawan 32):

a. Ide dan konsep cerita

Setiap cerita diawali oleh ide dan konsep. Ide dan konsep ini merupakan titik awal berangkatnya sebuah cerita. Setelah ide dan konsep ditemukan maka tema besar ditentukan.

b. Penulis cerita

Penulis cerita kemudian mengembangkan tema dan membuat keseluruhan cerita serta dialog. Penulis akan memberikan struktur, ritme, setting, tokoh, dan plot yang digunakan pada buku cerita.

c. Illustrator

Ketika cerita atau alur cerita selesai dikerjakan, selanjutnya adalah tugas illustrator. Illustrator bertugas menggambar cerita dan dialog sehingga terlihat semenarik mungkin. Illustrator bertanggung jaqab pada seluruh tampilan grafis dari buku cerita termasuk teknik pewarnaan, karena pada buku cerita grafis berperan lebih dibandingkan dengan teks.

d. Editorial

Dalam prsoes ini, editor bertugas untuk mengawasi proses produksi bila terjadi kesalahan. Editor bertugas untuk memerikasa kualitas terakhir buku agar buku yang bersangkutan layak diterbitkan dan dijual di pasaran.

e. Percetakan dan penerbitan

Setelah diperiksa oleh editor, maka buku akan layak dicetak dan diterbitkan. Biasanya proses cetak memperhatikan penggunaan kertas, hasil cetakan, dan hal lainnya.

f. Pemasaran

(21)

Universitas Kristen Petra

27

Setelah dicetak maka buku akan siap dipasarkan di toko-toko buku. Selain itum terkadang diperlukan proses launching untuk memperkenalkan buku tersebut.

2.4 Tinjauan tentang Peribahasa Indonesia 2.4.1 Arti Peribahasa

Peribahasa adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan maksud tertentu. Makna peribahasa yang terkandung di dalamnya sangat dalam dan bijak. Oleh sebab itu untuk mengungkap makna peribahasa diperlukan ulasan yang panjang. Peribahasa tidak seperti kata-kata dalam puisi yang dikenal siapa penulisnya. (Ahira, par. 1)

Walaupun makna peribahasa demikian tinggi, tetapi tidak begitu diketahui asal usulnya, siapa yang pertama kali mengucapkan peribahasa tersebut. Untuk memahami makna peribahasa yang belum biasa didengar kadang juga tidak gampang, karena makna peribahasa bisa samar dan tersembunyi. (Ahira, par. 2)

Peribahasa dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni sebagai berikut (Ahira, par. 3):

a. Pepatah

Pepatah adalah peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran.

Contoh:

Hidup berakal mati beriman.

(Hendaknya kita berpanjang akal dalam mengerjakan sesuatu).

Hancur badan di kandung tanah, budi baik dikenang juga.

(Kebaikan seseorang akan selalu dikenang selama-lamanya).

Pepatah memiliki makna peribahasa yang sangat luhur, sebagiannya bisa terkesan sakral. Ajaran yang terkandung di dalamnya mencerminkan filosofi budaya tertentu, sehingga sering kita jumpai pepatah sebagai bagian dari adat suatu masyarakat. Seperti halnya pepatah Sunda, pepatah Jawa, pepatah Madura, dan lain sebagainya. Demikian juga masing- masing negara punya pepatah yang khas, sehingga kita tahu ada pepatah Inggris, ada pepatah Belanda, pepatah Cina, dan lain-lain.

Pepatah lebih tepat disebut sebagai ajaran nenek moyang yang dituturkan

(22)

Universitas Kristen Petra

28

secara turun-temurun. Setiap adat mewarisi pepatah dari para leluhur sebagai wejangan untuk penuntun hidup yang baik dan bijak. Masyarakat yang masih kuat memegang adat, biasanya menjadikan pepatah ini sebagai pedoman hidup. Tentu ini suatu khasanah budaya yang agung, dan sangat penting untuk dilestarikan. Dengan semakin sering diucapkan atau ditulis, digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan misi, maka pepatah tidak akan patah oleh perkembangan jaman.

Terlebih lagi bila dipegang teguh makna peribahasanya. Masyarakat yang mengamalkan ajaran yang luhur itu sama dengan melestarikannya dengan baik. Karena bagaimanapun setiap pesan akan berarti kalau pesan itu diikuti. Pesan itu akan bernyawa dan terus hidup apabila masyarakat memberinya nyawa dengan perbuatannya.

b. Perumpamaan

Perumpamaan adalah peribahasa yang berupa perbandingan, biasanya menggunakan kata seperti, ibarat, bagai, bak, laksana, dan umpama.

Contoh:

Bagai itik pulang petang.

(Pekerjaan yang dikerjakan dengan santai-santai).

Ibarat seekor balam, mata terlepas badan terkurung.

(Seseorang yang dipinggit; hidupnya selalu diawasi).

Makna peribahasa membuat pesan yang disampaikan menjadi lebih terkesan. Karena sifatnya yang tidak terang-terangan, maka menjadi unik dan tidak membosankan. Orang pun dapat menangkap makna peribahasa yang berbeda dari jenis perumpamaan seperti ini.

Dengan menyembunyikan makna peribahasa di balik perumpamaan, maka hal baiknya, orang tidak merasa tersinggung. Apabila kata-kata yang akan disampaikan bersifat kritikan yang tajam sekalipun, tetap terasa lembut.

Perumpamaan seperti ini banyak sekali kita dapati dalam budaya tutur masyarakat kita, sehingga hampir setiap suku mempunyai peribahasa jenis perumpamaan seperti ini. Dan masing-masing khas dan unik, menjadi cerminan falsafah masing-masing suku.

c. Pameo

(23)

Universitas Kristen Petra

29

Pameo adalah peribahasa yang dijadikan semboyan. Makna peribahasa seperti ini biasanya tidak teralalu panjang, tetapi penuh energi.

Contoh:

Esa hilang, dua terbilang.

Sekali di udara, tetap di udara.

Pameo sering berisi semangat dan harapan untuk memantapkan keyakinan.

Banyak juga kata-kata mutiara orang bijak yang menjadi pameo. Sebuah kalimat unik yang memiliki daya yang tinggi dapat memberi inspirasi dan dorongan yang kuat. Terlebih apabila diucapkan oleh para tokoh yang karismatik, sentuhannya sangat terasa.

Seperti halnya pameo “hidup atau mati” yang mengelorakan semangat juang melawan penjajah. Dan tokoh-tokoh kita di jaman itu sering menggunakan semboyan-semboyan yang mengelorakan penuh dengan kekuatan jiwa. Bukan sekedar pencitraan seperti yang terjadi sekarang, semboyan apapun yang dibuat, malah kemudian menjadi bahan lecehan.

Peribahasa merupakan ungkapan tradisional yang terdiri dari kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasehat, prinsip hidup ataupun aturan tingkah laku. Berbagai ungkapan lain yang mendefinisikan kata ini adalah (Ahira, par. 4):

1. Carvantes mendefinisikannya sebagai kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang.

2. Bertrand Russell mendefinisikannya sebagai kebijaksanaan orang banyak, tapi kecerdasan seseorang.

Peribahasa banyak digunakan dalam kehidupan keseharian orang pada masa dulu. Hal ini disebabkan cara-cara yang seperti ini dianggap sebagai jalan yang paling mudah bagi mereka untuk memberi nasihat, teguran atau sindiran.

(Ahira, par. 5)

Pada umumnya, kelompok kata atau kalimat dalam peribahasa memiliki struktur susunan yang tetap, dan merupakan kiasan terhadap maksud tertentu.

Kalimat yang digunakan biasanya mengesankan, dengan arti yang luas dan isi yang bijak. (Ahira, par. 6)

Dalam peribahasa, tersirat unsur sistem budaya masyarakat yang berkaitan

(24)

Universitas Kristen Petra

30

dengan nilai-nilai, pandangan hidup, norma, petunjuk dan aturan yang menjadi acuan bagi anggota masyarakat. (Ahira, par. 7)

Seringkali peribahasa dipakai dalam pembicaraan sehari-hari, upacara adat, acara keramaian dan lain sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, bisa dikatakan bahwa sastra lisan ini merupakan salah satu sarana enkulturasi dalam proses penanaman nilai-nilai adat dari generasi ke generasi dalam kebudayaan Melayu. (Ahira, par. 8)

Sebagai sastra lisan, maka perkembangannya sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di masyarakat pendukungnya. Setiap perubahan di masyarakat, biasanya juga diiringi dengan lenyapnya peribahasa yang tidak lagi sesuai dengan keadaan yang telah berubah. (Ahira, par. 10)

Ada dua jenis peribahasa, yaitu yang memiliki arti lugas dan yang memiliki arti simbolis. Yang berarti lugas ada dua: bidal dan pepatah, sedangkan yang berarti simbolis adalah perumpamaan. Peribahasa jenis bidal memiliki irama dan rima, sehingga sering juga digolongkan ke dalam bentuk puisi. Peribahasa jenis pepatah mengandung isi yang ringkas, bijak, benar dan seolah-olah dimaksudkan untuk mematahkan ucapan orang lain. Berkaitan dengan perumpamaan, ungkapannya mengandung arti simbolik, dan biasanya didahului kata seperti, bagai atau bak. Dalam perkembangannya, karena kegemaran masyarakat melayu akan peribahasa, maka masuklah beberapa dari bahasa asing.

(Ahira, par. 11)

2.4.2 Asal-Usul Peribahasa

Peribahasa awalnya lahir dari bahasa Melayu. Sebab, awalnya dibuat dalam bahasa Melayu. Namun, kemudian dibahasakan ke dalam bahasa Indonesia.

Daerah yang terkenal dengan kekayaan peribahasa adalah Minang. Seringkali dalam pesta-pesta pernikahan digunakan petatah-petitih dalam berbalas pantun atau pepatah nan tuo. Namun, kali ini yang akan kita kenali adalah peribahasa yang memperkaya ranah bahasa Indonesia. (Ahira, par. 1)

Peribahasa biasanya dimulai dengan kata yang terlihat tidak berhubungan, namun memiliki arti di dalamnya dan ternyata saling berkaitan. Seperti ungkapan

"Bagai punguk merindukan bulan". Ini adalah peribahasa yang kerap digunakan

(25)

Universitas Kristen Petra

31

untuk orang yang suka menghayalkan segala sesuatu terlalu tinggi, sampai terlihat mustahil. (Ahira, par. 2)

Peribahasa dapat digunakan sebagai sindiran. Contohnya seperti "Tong kosong nyaring bunyinya". Artinya pun sama dengan ungkapan "Air beriak, tanda tak dalam". Selain digunakan sebagai bahasa sindiran, ada juga yang digunakan untuk memuji seseorang atau memuji sesuatu. Misalnya, "Seperti ilmu padi, makin berisi kian merunduk." Maksudnya adalah seseorang yang berilmu biasanya lebih rendah hati. Bukankah padi yang sudah matang dan bulirannya terasa berat akan tertunduk, mirip dengan image kerendahan hati seseorang.

(Ahira, par. 3)

Lalu, terdapat juga yang masih menyangkut tentang kedalaman ilmu seseorang dan kerendahan hatinya. Seperti ungkapan yang satu ini, "Air tenang menghanyutkan." Seseorang yang pendiam namun berilmu, jadinya tidak disangka-sangka bahwa dia sungguh-sungguh pintar atau cerdas. (Ahira, par. 4)

2.4.3 Manfaat Peribahasa

Bahasa adalah bagian dari budaya. Sebuah budaya berkembang, begitu juga dengan bahasa. Bagaimanapun, peribahasa adalah salah satu unsur budaya yang harus dilestarikan. Selain memiliki nilai estetika, juga memiliki nilai sejarah yang tidak lekang oleh zaman. Mungkin terdengar kuno ketika mendengar sebuah ungkapan peribahasa diucap berulang-ulang. Namun, peribahasa tersebut tanpa disadari sudah menjadi sebuah kesepakatan umum. (Ahira, par. 22)

Bahkan, jauh lebih indah ketika menggambarkan sesuatu hal menggunakan ungkapan atau pepatah. Beberapa peribahasa yang dicantumkan dalam tulisan ini merupakan sedikit dari sekian banyak yang tersebar. (Ahira, par.

23)

Kekayaan budaya Indonesia bertambah lagi. Sudah sepatutnya kita bangga dengan khazanah bahasa Indonesia. Semoga generasi muda tetap menyenangi peribahasa dan bisa mengembangkannya sehingga dapat memperkaya budaya berbahasa kita. (Ahira, par. 24)

Karya sastra yang berupa peribahasa, kini banyak digunakan sebagai penggambaran kehidupan nyata. Hal ini karena peribahasa dianggap memiliki

(26)

Universitas Kristen Petra

32

banyak manfaat untuk menciptakan kehidupan manusia yang lebih baik. Beberapa manfaat peribahasa di antaranya adalah (Ahira, par. 25):

a. Sebagai media untuk memberikan nasihat kepada seseorang tanpa harus terkesan menggurui pada orang tersebut.

b. Peribahasa digunakan sebagai kiasan untuk menggambarkan sebuah kondisi atau sikap seseorang. Seperti peribahasa tong kosong nyaring bunyinya, ditujukan bagi seseorang yang suka mengumbar kata-kata biasanya adalah orang yang tidak memiliki kemampuan.

c. Peribahasa berguna untuk memberikan pujian kepada seseorang atau sesuatu secara halus.

d. Peribahasa bermanfaat untuk menunjukkan perumpamaan atas sesuatu.

Seperti peribahasa "bagai pinang dibelah dua" yang mengacu pada makna adanya dua obyek yang memiliki kemiripan sehingga nyaris tidak terdapat perbedaan pada keduanya.

2.4.4 Peribahasa yang akan Dibahas

Peribahasa yang akan dibahas dalam perancangan ini adalah peribahasa yang bersifat nasihat. Berikut adalah peribahasa yang akan dibahas beserta artinya (Chaniago):

a. Adat hidup tolong menolong, adat mati jenguk menjenguk – Dalam hidup harus bergaul dan bermasyarakat, saling tolong menolong dan jenguk menjenguk di kala susah dan senang.

b. Bermain air basah, bernain api letup – Setiap perbuatan atau pekerjaan selalu mengandung resiko.

c. Berguru kepalang ajar bagi bunga kembang tak jadi – Pekerjaan yang dilakukan tanggung-tanggung tidak akan mencapai hasil yang baik.

d. Akal tak sekali tiba – Tidak ada suatu usaha yang langsung sekali jadi dan sempurna.

e. Berani karena benar, takut karena salah – Berani berbuat dan menanggung resiko apapun bila merasa benar.

f. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh – Kuat jika bersatu, lemah jika terpecah belah.

(27)

Universitas Kristen Petra

33

g. Malu bertanya sesat di jalan – Bila tidak mau berusaha tidak akan meraih tujuan.

h. Sambil menyelam minum air – Melakukan beberapa pekerjaan sekaligus.

i. Sepandai-pandainya tupai melompat, sekali akan jatuh – Sepandai- pandainya orang sesekali akan salah.

j. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian – Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

k. Esa hilang, dua terbilang – Berusaha dengan gigih untuk meraih tujuan.

l. Terlentang sama makan abu, tengkurap sama makan tanah – Kesetiaan dalam persahabatan, sehingga ikhlas dalam menjalani hidup, baik suka maupun duka.

m. Waktu adalah uang – Memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

n. Kalah jadi abu, menang jadi arang – Permusuhan akan merugikan kedua belah pihak.

o. Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna – Berpikir sebelum bertindak.

p. Badai pasti berlalu – Segala penderitaan akan ada akhirnya.

q. Rumput tetangga selalu lebih hijau – Apa yang dimiliki orang lain terlihat lebih indah daripada apa yang dimiliki dirinya sendiri.

r. Sedia payung sebelum hujan – Membiasakan diri untuk melakukan persiapan yang cukup.

s. Anjing menggonggong, khafilah berlalu – Biarpun banyak rintangan dalam usaha kita, kita tidak boleh putus asa.

t. Seperti sendok dengan periuk sentuh menyentuh – Ada kalanya terjadi perselisihan dengan sahabat.

2.5 Tinjauan Teori Perkembangan Anak 2.5.1 Perkembangan Kognitif Anak

Menurut Piaget (Islami 17-19) perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap : a. Sensori Motor (usia 0-2 Tahun)

Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/

(28)

Universitas Kristen Petra

34

memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'. Menyampaikan cerita/berita pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).

b. Pra-operasional (usia 2-7 Tahun)

Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit. Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.

c. Operasional Kongkrit (usia 7-11 Tahun)

Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.

d. Operasional Formal (usia 11 tahun keatas)

Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.

Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.

2.5.2 Teori Perkembangan Psiko-Sosial

Menurut Erick Erickson dalam Makalah Rancangan Buku Bergambar Belajar Shalat Sejak Dini Untuk Anak (2009) perkembangan Psycho-sosial atau perkembangan jiwa manusia yang dipengaruhi oleh masyarakat dibagi menjadi 8 tahap (Islami 19-20):

a. Trust >< Mistrust ( Usia 0-1 tahun)

(29)

Universitas Kristen Petra

35

Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percayadiri.

Fokus terletak pada Panca Indera, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukan.

b. Otonomi/mandiri >< Malu/Ragu-Ragu (Usia 2-3 Tahun)

Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa 'nakal'-nya. Namun kenakalannya itu tidak bisa dicegah begitu saja, karena ini adalah tahap dimana anak sedang mengembangkan kemampuan motorik (fisik) dan mental (kognitif), sehingga yang diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untuk mengembangkan motorik dan mentalnya. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting di sekitarnya.

c. Inisiatif >< Rasa bersalah (usia 4-5 tahun)

Dalam tahap ini anak akan banyak bertanya dalam segala hal, sehingga berkesan cerewet. Pada usia ini juga mereka mengalami pengembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi.

d. Rajin >< Inferioriti (usia 6-11 tahun)

Anak usia ini sudah mengerjakan tugas-tugas sekolah - termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian.

2.5.3 Anak Usia 7-12 Tahun

Berdasarkan pemaparan di atas, masa usia 7-12 tahun merupakan usia di mana anak sudah termotivasi untuk belajar dan dapat mengerti hal-hal secara sistematis, sehingga proses pembelajaran dapat dilakukan.

2.6 Tinjauan yang Akan Dirancang 2.6.1 Tinjauan dari Segi Tema dan Ide

Buku cerita ini akan mengangkat tema peribahasa Indonesia di mana akan menggunakan fabel (cerita binatang) sebagai pendekatannya. Tema keseluruhan dari fabel ini adalah persahabatan, di mana di dalam cerita ini akan diselipkan edukasi berupa peribahasa beserta artinya. Penggunaan fabel sebagai pendekatan

(30)

Universitas Kristen Petra

36

adalah dikarenakan agar target audience lebih tertarik dan antusias dalam membaca buku ini dan dapat lebih mengembangkan imajinasi mereka.

2.6.2 Tinjauan dari Aspek Dasar Filosofis

Berbahasa merupakan kegiatan manusia setiap saat dalam berhubungan dengan orang lain yang dimulai ketika manusia itu melihat dunia. Sehingga kegiatan yang paling banyak dilakukan manusia ketika berhubungan dengan orang lain adalah berbahasa, atau dalam bahasa masyarakat awam adalah bertutur kata. Ini diwujudkan dalam bentuk berbahasa secara formal maupun non formal.

Dalam tataran formal misalnya bahasa dalam berpidato, presentasi produk, presentasi ilmiah, berdiplomasi dan lain-lain. Sedangkan berbahasa dalam bentuk non formal bisa dalam bentuk bercanda, ngerumpi, atau sekedar ngobrol-ngobrol (chatting). Dalam perkembangannya bahasa menjadi ciri dari sebuah kebudayaan.

Minimal menjadi pembeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain dari sisi penggunaan bahasanya (Bahasa dan Budaya, par. 1-2). Berkaitan dengan hal ini, dapat dikatakan bahwa peribahasa Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia.

Peribahasa Indonesia mengukir dinamika interaksi bangsa Indonesia. Bagi masyarakat yang hidup sezaman dengan kelahirannya, peribahasa merupakan alat untuk memotret gejala sosial dan alam, dan, dengan caranya yang sentimental dan romantis, mengkomunikasikan ide atas peristiwa-peristiwa sinkronik sehingga menjadi transmisi dan pembelajaran kearifan. Ketika zaman berganti, peribahasa menjadi memori dan cermin bagi generasi pelanjutnya. Peribahasa ini mengkomunikasikan perasaan dan cita-cita pendahulu, dan, sebagaimana warisan, mengalami tawar-menawar dalam bentuk pemaknaan diakronik sesuai dengan kondisi zaman yang baru (Sudarsono, par. 3). Dengan kata lain, peribahasa itu memiliki kandungan nilai pendidikan dalam bidang budi pekerti, di mana peribahasa memiliki nilai moral tertentu yang terkandung di dalamnya.

Di sisi lain, peribahasa Indonesia merupakan bagian dari kurikulum pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di bangku sekolah, sehingga pembelajaran peribahasa Indonesia ini tidak hanya sebagai bagian dari pembelajaran budaya dan moral, namun juga dapat menjadi pembelajaran di

(31)

Universitas Kristen Petra

37 dalam pelajaran bahasa Indonesia.

2.6.3 Tinjauan Buku Cerita sebagai Media Pembelajaran

Berdasarkan Faizah (2009), cerita bergambar sebagai media grafis yang dipergunakan dalam proses pembelajaran, memiliki pengertian praktis, yaitu dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan-gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata-kata dan gambar. Secara lebih spesifik, cerita bergambar disebut sebagai komik. Komik dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita, dalam urutan yang erat yang dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca.

Buku cerita bergambar memuat pesan melalui ilustrasi dan teks tertulis.

Kedua elemen ini merupakan elemen penting pada cerita. Buku-buku ini memuat berbagai tema yang sering didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari-hari anak. Karakter dalam buku ini dapat berupa manusia dan binatang. Kualitas manusia, karakter, dan kebutuhan, ditampilkan dalam komik sehingga anak-anak dapat memahami dan menghubungkan dengan pengalaman pribadinya. (Faizah)

Cerita bergambar dapat mendorong bagi anak terhadap kecintaan membaca, sebagimana yang diungkapkan oleh Liz Rothlein dan Anita Meyer Meinbach (1991), “picture books encourage an appreciation and love for reading as they allow children to participate in the literate community.” Menurut Sheu Hsiu-Chih (2008: 51), fungsi gambar dalam cerita setidaknya memiliki dua fungsi, yakni memberikan pemahaman yang menyeluruh/ lengkap (comprehension) dan memberikan rangsangan imajinasi. (Faizah)

Selain fungsi umum tersebut, menurut Sadiman, dkk. (2008), secara khusus grafis berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan dan diabaikan bila tidak digrafiskan. Dengan menambah visual pada pelajaran berarti menaikkan ingatan dari 14% ke 38%. Penelitian ini juga menunjukkan perbaikan sampai 200% ketika kosakata diajarkan dengan menggunakan alat visual. Bahkan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan konsep berkurang sampai 40%

ketika visual digunakan untuk menambah prestasi verbal. Sebuah gambar

(32)

Universitas Kristen Petra

38

barangkali tidak bernilai ribuan kata, namun tiga kali lebih efektif daripada hanya kata-kata saja. (Faizah)

Menurut Davis (1997:1), cerita bergambar sebagai suatu alat pendidikan sangat menarik untuk digunakan disebabkan karena: (a) built in desire to learn through comics; (b) easy accessibility in daily newspaper and bookstand; (c) the novel and ingenious way in which this au- thentic medium depicts real-life language and very facet of people and society"; and (d) the variety of visual and linguistic element and codes tahet appeal to student with different learning style.

Pernyataan tersebut bermakna bahwa alasan cerita bergambar dijadikan sebagai alat pendidikan yang menarik adalah: (a) mendorong semangat belajar; (b) mudah didapatkan di koran dan toko buku; (c) berisi cerita tentang kehidupan sehari-hari;

dan (d) memberikan gaya belajar yang bervariasi. (Faizah)

Hurlock (1978) mengemukakan bahwa anak-anak usia sekolah menyukai cerita bergambar karena beberapa hal di antaranya: (1) anak memperoleh kesempatan yang baik untuk mendapat wawasan mengenal masalah pribadi dan sosialnya. Hal ini akan membantu memecahkan masalahnya; (2) menarik imajinasi anak dan rasa ingin tahu tentang masalah supranatural; (3) memberi anak pelarian sementara hiruk pikuk hidup sehari-hari; (4) mudah dibaca, bahkan anak yang kurang mampu membaca dapat memahami arti dari gambarnya; (5) tidak mahal dan juga ditayangkan di televisi sehingga semua anak mengenalnya;

(6) mendorong anak untuk membaca yang tidak banyak diberikan buku lain; (7) memberi sesuatu yang diharapkan (bila berbentuk serial); (8) tokoh sering melakukan atau mengatakan hal-hal yang tidak berani dilakukan sendiri oleh anak-anak, walaupun mereka ingin melakukannya, ini memberikan kegembiraan;

(9) tokohnya dalam cerita sering kuat, berani, dan berwajah tampan, jadi memberikan tokoh pahlawan bagi anak untuk mengidentifikasikannya; (10) gambar dalam cerita bergambar berwarna-warni dan cukup sederhana untuk dimengerti anak-anak. (Faizah)

Para siswa pada sekolah dasar memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap gambar visual, dan juga terhadap cerita. Ketertarikan tersebut sangat penting bagi ketercapaian tujuan pembelajaran sebagaimana yang disampaikan oleh Cris F.

berikut: The most efficient way to learn is through doing something you love.

(33)

Universitas Kristen Petra

39

People tend to learn & remember information better if they are having fun while learning and simply just can’t get enough of it. Remember learning the alphabet song? I imagine you can still recall that song today. That’s because you had fun learning it. Your brain has a special place for such learning—long term memory.

(Faizah)

Menurutnya, untuk mencapai hasil belajar yang paling efisien adalah dengan menyukai yang dipelajari atau daya tarik pembelajaran itu. Orang cenderung belajar dan mengingat informasi lebih baik jika mereka menyukai (tertarik) pada saat mereka belajar dari apa yang mereka pelajari dan sederhana saja itu tak akan pernah cukup (sehingga mereka cenderung untuk mengulangi/meningkatkan minat belajar). Daya tarik terhadap proses belajar terbukti berpengaruh positif untuk mencapai hasil belajar yang efektif. Oleh karena itu, dalam pembuatan cerita bergambar perlu diupayakan kemampuannya dalam menarik perhatian siswa sebagai pembelajar. (Faizah, 2)

2.7 Analisis Data Lapangan

Data lapangan yang diperoleh merupakan hasil observasi, pembagian kuesioner dan wawancara di lapangan. Hal yang digali berupa mengenai pembelajaran peribahasa Indonesia di sekolah dan seputar buku cerita ilustrasi.

2.7.1 Analisis Profil Pembaca a. Anak-anak:

1. Usia 7-12 tahun, jenjang pendidikan Sekolah Dasar 2. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan

3. Status ekonomi sosial menengah ke atas 4. Memiliki semangat belajar yang tinggi 5. Bertempat tinggal di Surabaya

b. Orang tua:

1. Orang tua anak usia 7-12 tahun

2. Diutamakan ibu karena ibu lebih terlibat dalam perkembangan pendidikan anaknya

3. Mengerti seluk beluk perkembangan pendidikan anak di sekolah

Referensi

Dokumen terkait

(5) the efforts of the regulatory agencies in improving the performance of such madrasas coaching, motivation, the opportunity to continue their education, incentives, and

Sedangkan 22,22% responden menjawab sering dan selalu untuk stres yang berkaitan dengan pengelolaan kelas, relasi dengan rekan kerja, koreksi ujian siswa,

Bab ketiga adalah berisi tentang pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kranji kecamatan Paciran kabupaten, yang meliputi praktik bilas

sebanyak 2 lembar, Fotocopy kartu mahasiswa/surat keterangan dari tempat pendidikan, Surat pengantar RT/RW tempat tinggal di Kota Semarang, dan Surat pernyataan jaminan

Bagi teman-teman serta umat Buddha khususnya yang berprofesi sebagai Dhammaduta atau guru, penulis menyarankan agar semua Dhammaduta berupaya untuk meningkatkan

Helsinki merupakan harapan baru bagi masyarakat Aceh pasca konflik berkepanjangan, sehingga masyarakat Aceh Tamiang khususnya memberi harapan pada Partai Aceh dengan

Kesalahan perhitungan nilai karena perubahan format Form Pemasukan Nilai ini bukan merupakan tanggung jawab Direktorat Administrasi Pendidikan dan Direktorat KSI IPB.. Nilai yang