• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas antioksidan dengan metode spektrofotometri visibel menggunakan deoksiribosa dan penentuan kadar flavonoid total fraksi etil asetat buah ketapang [Terminilia catappa L.].

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji aktivitas antioksidan dengan metode spektrofotometri visibel menggunakan deoksiribosa dan penentuan kadar flavonoid total fraksi etil asetat buah ketapang [Terminilia catappa L.]."

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Antioksidan adalah senyawa yang menghambat reaksi radikal bebas dalam tubuh, akibatnya kerusakan sel dan jaringan dapat dicegah. Ketapang merupakan salah satu tanaman, dimana buahnya memiliki kadar senyawa fenolik dan flavonoid yang digunakan untuk obat sakit kepala, pencahar, rematik, dan lepra.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat buah ketapang serta menentukan kadar flavonoid total. Nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil dinyatakan dalam persen penangkapan (% scavenging) dan nilai penangkapan efektif (effective scavenging) radikal hidroksil sebesar 50% (ES50).

Metode penangkapan radikal hidroksil yang digunakan adalah metode spektrofotometri visibel menggunakan deoksiribosa. Prinsip metode ini adalah degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil, membentuk malondialdehid (MDA) dalam suasana asam dan adanya asam tiobarbiturat (TBA) menghasilkan kromogen MDA-TBA berwarna merah muda yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 532 nm.

Data kromatografi berupa hRf dan warna bercak sebelum dan sesudah ditambah pereaksi (uap amonia dan besi (III) klorida), diamati dengan sinar tampak maupun dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm. Kadar flavonoid total dihitung menggunakan persamaan regresi linear kurva baku kuersetin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat buah ketapang memiliki aktivitas penangkapan radikal hidroksil dengan ES50 sebesar

69,39µg/mL. Kadar flavonoid total fraksi etil asetat buah ketapang adalah 3,302 %b/b ekivalen kuersetin.

(2)

ABSTRACT

Antioxidant is a compound which habbits free radical reaction inside the body, so it prevents body cells and tissues damage. Ketapang is one of plants, which its fruit contents phenolic and flavonoid compounds, used for treating headache, laksantia, gout, and leprosy.

This research aimed to find out the antioxidant activity of the ethyl acetate fraction of ketapang fruit, and also to determine the total consentrations of flavonoid. The activity value of hydroxyl radical scavenging activity is state in percent (%) scavenging and hydroxyl radical effective scavenging value is in 50% (ES50).

The hydroxyl radical scavenging method that is spectrophotometry visible method used deoxyribose. The principle of this method is the deoxyribose degradation by the hydroxyl radical, forms the malondialdehyde (MDA) in acid condition, and also by the existence of thiobarbituric acid (TBA) produces the pink chromogent which has 532 nm for the length of the maximum wave, after the absorbance is measured.

The chromatography data is the form of hRf and spots colour on before and after being added with reagent (ammonia vapor and iron (III) chloride), is being observed by the normal beam or even UV lights on 254 nm and 366 nm. The total contents of flavonoid is analyzed using the regretion linear equation quercetin.

The result of the research indicates that the ethyl acetate fraction of ketapang fruit has 93.39 % μg/ml for ES50 the activity of hydroxyl radical

scavenging. The total flavonoid consentrations of ethyl acetate fraction from ketapang fruit is 3.302 % b/b equivalent quercetin.

(3)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL MENGGUNAKAN DEOKSIRIBOSA DAN PENENTUAN KADAR FLAVONOID TOTAL

FRAKSI ETIL ASETAT BUAH KETAPANG (Terminalia catappa L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh : Yovita Dwi Arini NIM : 038114128

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Allah Bapa yang senantiasa

mendampingi, membimbing, memberikan berkat, anugerah, kasih dan

pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode Spektrofotometri Visibel Menggunakan Deoksiribosa Dan Penentuan Kadar Flavonoid Total Fraksi Etil Asetat Buah Ketapang (Terminalia catappa L.) disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

2. Bapak Dr. C.J. Soegihardjo, Apt selaku Dosen Pembimbing yang dengan

sabar telah bersedia membimbing, mengoreksi, memberi masukan,

bantuan dan saran mulai dari awal persiapan hingga akhir penyusunan

skripsi ini. Bahan-bahan yang bapak berikan sungguh berguna.

3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku Dosen Penguji yang bersedia

berdiskusi, menguji, memberikan saran, kritik selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang bersedia

berdiskusi, menguji, memberikan saran, masukan, kritik selama

(9)

5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mendukung, memotivasi, membantu dan memberikan

pengarahan selama kuliah.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Terima kasih atas pengalaman, ilmu, dan

pengetahuannya.

7. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Sarwanto, Mas Kunto, Mas Parlan, terima

kasih atas kerja sama, bantuan, dan pendampingan selama penulis

“ngelab” di lantai tiga dan empat. Untuk Mas Andri, Mas Heru, Mas

Parjiman, Mas Kayat, Mas Yuwono, Pak Musrifin, Pak Iswandi dan Mas

Ottok, terima kasih atas peminjaman alat, kerja sama dan sapa ramahnya.

8. My sisters and brothers yang selalu menanyakan ’kapan selesai, kapan

wisuda?’, yang merupakan motivator untuk maju dan terus berusaha.

9. Teman-teman seperjalan hidup empat tahun ini, yanti ’nduke’, rachel

’ndut’, nopha ’nyet2’, tatik ’item’, mbak dias, mbak pepi, mbak sisca,

mbak estri, rita, tutu, vira. Cerita, tawa, kebersamaan dan kekompakan

yang akan selalu kurindukan.

10.Kelas C angkatan 2003 (kami menyebutnya Che_mistry), rasanya tak

habis-habis aku bercerita tentang semua yang kita lakukan empat tahun ini.

Canda, cerita, tugas, praktikum, ”dolan”, dan lainnya, pasti akan buat aku

kangen. Terima kasih buat persahabatan, kebersamaan, perhatian, doa,

(10)

11.Anggara Eka Nugraha, yang selalu memberi motivasi, bantuan, kritik,

saran, semangat ketika penulis sedang putus asa. Terima kasih buat

sayang, perhatian, doa, waktu, dukungan, dan pendampingannya serta

karya-karyanya yang sungguh ’cantik’.

12.Adik-adik angkatan baik yang menemani penulis saat ”ngelab”, sehingga

suasana di laboratorium lebih hidup dan ramai maupun yang selalu

menyapa penulis sehingga penulis termotivasi dan bersemangat kembali.

13.Mas Prasojo, yang mau memberikan ilmu tentang mekanisme reaksi dan

mas Ardian yang membantu memastikan metode yang digunakan.

14.Pak Yahya di UGM yang memberi ijin dan bersedia memetik ketapang

untuk penulis.

Serta untuk semua pribadi yang membantu penulis dalam banyak hal untuk

menyelesaikan skripsi ini, dan terima kasih untuk semuanya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai

pihak. Akhirnya besar harapan penulis semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu farmasi

Yogyakarta, Januari 2008

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI... xvii

ABSTRACT... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 4

C. Manfaat Penelitian... 4

D. Keaslian Penelitian... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA... 6

(13)

1. Nama tanaman ... 6

2. Sistematika tanaman ... 7

3. Kandungan kimia ... 7

4. Kegunaan dan khasiat ... 7

B. Flavonoid... 8

1. Kerangka dasar dan pengertian flavonoid ... 8

2. Penyebaran flavonoid ... 9

3. Penggolongan dan sifat flavonoid ... 10

4. Penyarian flavonoid ... 12

5. Deteksi dan identifikasi flavonoid ... 16

6. Kegunaan flavonoid ... 16

C. Antioksidan ... 16

1. Radikal bebas ... 16

2. Definisi dan aktivitas antioksidan ... 18

3. Penggolongan antioksidan ... 18

4. Metode pengujian daya antioksidan ... 22

D. Deoksiribosa ... 24

E. Metode Penyarian ... 26

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 29

G. Spektrofotometri UV-Vis ... 32

H. Keterangan Empirik ... 38

(14)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... ... 40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….. ... 40

B. Variabel - Variabel Penelitian ………40

1. Variabel bebas... 40

2. Variabel tergantung ... 40

3. Variabel pengacau ... 40

C. Definisi Operasional ………... 41

1. Uji aktivitas antioksidan ... 41

2. Fraksi etil asetat ... 41

3. Kadar senyawa flavonoid total ... 41

4. buah ketapang ... 41

D. Bahan Penelitian ... 42

E. Alat Penelitian ... 42

F. Tata Cara Penelitian ... 43

1. Determinasi tanaman... 43

2. Pengumpulan bahan ... 43

3. Pembuatan ekstrak etanol buah ketapang ... 43

4. Pembuatan fraksi etil asetat buah ketapang ... 44

5. Uji kualitatif kandungan flavonoid dengan metode KLT ... 44

6. Pembuatan buffer fosfat ... 44

7. Pembuatan pereaksi ... 45

(15)

9. Uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi etil

asetat buah ketapang ... 48

10. Penentuan kadar flavonoid total ... 49

G. Analisis Hasil ... 50

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 51

B. Hasil Pengumpulan Bahan ... 51

C. Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Ketapang... 52

D. Hasil Pembuatan Fraksi Etil Asetat Buah Ketapang... 57

E. Hasil Uji Kualitaif Flavonoid dengan metode KLT ... 58

F. Optimasi Metode ... 61

1. Penentuan waktu operasi ... 61

2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ... 66

G. Hasil Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil dengan Metode Deoksiribosa ... 68

H. Penentuan Kadar Senyawa Flavonoid Total ... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN... 85

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Warna bercak beberapa flavonoid setelah disemprot dengan

pereaksi besi (III) klorida ... 13

Tabel II. Penafsiran warna bercak dari segi struktur flavonoid ... 15

Tabel III. Beberapa macam ROS dan antioksidan yang menetralkan... 17

Tabel IV. Absorbansi kromogen MDA-TBA pada penambahan fraksi etil

asetat buah ketapang dengan berbagai konsentrasi... 69

Tabel V. Persen scavenging fraksi etil asetat buah ketapang ... 71

Tabel VI. Kadar kuersetin dan absorbansinya setelah direaksikan dengan

aluminium klorida dalam suasana basa ... 76

Tabel VII. Kadar flavonoid total fraksi etil asetat dihitung sebagai %b/b

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid ... 9

Gambar 2. Kerangka tipe-tipe flavonoid ... 11

Gambar 3. Pembentukan struktur kuinoid flavonoid karena uap ammonia . 13 Gambar 4. Reaksi pembentukan kompleks flavonoid (flavon, 5-OH flavon, flavonol) dengan pereaksi aluminium klorida ... 14

Gambar 5. Senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan ... 21

Gambar 6. Struktur kimia beberapa antioksidan sintetik ... 21

Gambar 7. Struktur deoksiribosa ... 24

Gambar 8. Tingkat energi elektronik ... 34

Gambar 9. Struktur rutin ... 58

Ganbar 10. Kromatogram uji kualitatif flavonoid pada fraksi etil asetat dengan fase diam: selulosa, fase gerak: butanol-asam asetat-air (4:1:5) v/v, deteksi: uap amonia ... 59

Gambar 11. Kromatogram uji kualitatif flavonoid pada fraksi etil asetat dengan fase diam: selulosa, fase gerak: n-butanol-asam asetat-air (4:1:5) v/v, deteksi: pereaksi semprot besi (III) klorida ... 60

Gambar 12. Kurva hubungan waktu (menit) dengan absorbansi kromogen MDA-TBA... 62

Gambar 13. Reaksi pembentukan gugus enol pada TBA ... 63

Gambar 14. Reaksi pembentukan MDA ... 64

(18)

Gambar 16. Struktur kromogen MDA-TBA ... 66

Gambar 17. Kurva hubungan panjang gelombang (nm) dengan absorbansi kromogen MDA-TBA... 67

Gambar 18. Kurva hubungan antara penambahan konsentrasi fraksi etil asetat buah ketapang dengan absorbansi kromogen MDA-TBA 70 Gambar 19. Kurva hubungan kenaikan konsentrasi fraksi etil asetat dengan % Scavenging ... 71

Gambar 20. Mekanisme penangkapan radikal hidroksil oleh flavonoid dan efek resonansi yang terjadi pada flavonoid... 73

Gambar 21. Reaksi kopling radikal fenoksil... 74

Gambar 22. Reaksi yang terjadi dalam penetapan kadar flavonoid ... 75

Gambar 23. Kurva kadar kuersetin dan absorbansinya setelah direaksikan dengan aluminium klorida dalam suasana basa ... 76

Gambar 23. Pohon ketapang ... 94

Gambar 24. Buah ketapang ... 94

Gambar 25. Daun ketapang ... 94

Gambar 26. Bunga ketapang ... 94

Gambar 27. Ekstrak kental buah ketapang ... 95

Gambar 29. Fraksi etil asetat buah ketapang ... 95

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tabel nilai koefisien korelasi (r) ... 85

Lampiran 2. Perhitungan rendemen ... 85

Lampiran 3. Gambar kromatogram uji kualitatif flavonoid... 86

Lampiran 4. Contoh perhitungan % scavenging fraksi etil asetat buah ketapang ... 86

Lampiran 5. Perhitungan nilai ES50 fraksi etil asetat ... 87

Lampiran 6. Contoh perhitungan kadar flavonoid fraksi etil asetat ... 87

Lampiran 7.Perhitungan A (1%, 1 cm) ... 88

Lampiran 8. Foto-foto ... 94

Lampiran 9. Surat determinasi ... 96

Lampiran 10. Sertifikat analisis deoksiribosa ... 97

Lampiran 11. Sertifikat analisis rutin... 98

Lampiran 12. Sertifikat analisis kuersetin... 99

(20)

INTISARI

Antioksidan adalah senyawa yang menghambat reaksi radikal bebas dalam tubuh, akibatnya kerusakan sel dan jaringan dapat dicegah. Ketapang merupakan salah satu tanaman, dimana buahnya memiliki kadar senyawa fenolik dan flavonoid yang digunakan untuk obat sakit kepala, pencahar, rematik, dan lepra.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat buah ketapang serta menentukan kadar flavonoid total. Nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil dinyatakan dalam persen penangkapan (% scavenging) dan nilai penangkapan efektif (effective scavenging) radikal hidroksil sebesar 50% (ES50).

Metode penangkapan radikal hidroksil yang digunakan adalah metode spektrofotometri visibel menggunakan deoksiribosa. Prinsip metode ini adalah degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil, membentuk malondialdehid (MDA) dalam suasana asam dan adanya asam tiobarbiturat (TBA) menghasilkan kromogen MDA-TBA berwarna merah muda yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 532 nm.

Data kromatografi berupa hRf dan warna bercak sebelum dan sesudah ditambah pereaksi (uap amonia dan besi (III) klorida), diamati dengan sinar tampak maupun dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm. Kadar flavonoid total dihitung menggunakan persamaan regresi linear kurva baku kuersetin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat buah ketapang memiliki aktivitas penangkapan radikal hidroksil dengan ES50 sebesar 69,39µg/mL. Kadar flavonoid total fraksi etil asetat buah ketapang adalah 3,302 %b/b ekivalen kuersetin.

(21)

ABSTRACT

Antioxidant is a compound which habbits free radical reaction inside the body, so it prevents body cells and tissues damage. Ketapang is one of plants, which its fruit contents phenolic and flavonoid compounds, used for treating headache, laksantia, gout, and leprosy.

This research aimed to find out the antioxidant activity of the ethyl acetate fraction of ketapang fruit, and also to determine the total consentrations of flavonoid. The activity value of hydroxyl radical scavenging activity is state in percent (%) scavenging and hydroxyl radical effective scavenging value is in 50% (ES50).

The hydroxyl radical scavenging method that is spectrophotometry visible method used deoxyribose. The principle of this method is the deoxyribose degradation by the hydroxyl radical, forms the malondialdehyde (MDA) in acid condition, and also by the existence of thiobarbituric acid (TBA) produces the pink chromogent which has 532 nm for the length of the maximum wave, after the absorbance is measured.

The chromatography data is the form of hRf and spots colour on before and after being added with reagent (ammonia vapor and iron (III) chloride), is being observed by the normal beam or even UV lights on 254 nm and 366 nm. The total contents of flavonoid is analyzed using the regretion linear equation quercetin.

The result of the research indicates that the ethyl acetate fraction of ketapang fruit has 93.39 % μg/ml for ES50 the activity of hydroxyl radical scavenging. The total flavonoid consentrations of ethyl acetate fraction from ketapang fruit is 3.302 % b/b equivalent quercetin.

(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Oksigen merupakan atom yang sangat reaktif dan dapat berubah menjadi

suatu molekul perusak yang sering disebut ‘radikal bebas’. Radikal bebas dapat

menyerang sel-sel tubuh yang sehat dan menyebabkan sel-sel tersebut kehilangan

fungsi dan strukturnya. Radikal bebas yang sangat reaktif ini akan mencuri

(menangkap atau mengambil) elektron dari senyawa lain seperti protein, lipid dan

DNA untuk menetralkan diri. Radikal bebas yang masuk dalam tubuh akan

menyerang selaput lipid yang melindungi sel, kemudian merusak protein, enzim

dan inti sel dimana DNA dibentuk (Kumalaningsih, 2007). Kerusakan sel yang

disebabkan radikal bebas menjadi kontributor utama dalam penuaan dan penyakit

degeneratif seperti kanker, penyakit kardiovaskular, katarak, penurunan sistem

imun dan kerusakan otak (Percival, 1998).

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan bentuk yang terdiri dari

radikal yang sangat reaktif, molekulnya mengandung oksigen dan merupakan

radikal bebas yang umum dihasilkan dalam sistem biologi. ROS juga dapat

dihasilkan oleh sumber eksogen seperti komponen makanan dan radiasi

ultraviolet. Beberapa macam ROS: radikal superoksid (O2•-), anion peroksid

(HOO-), radikal hidroksil (•OH), radikal peroksil (ROO•), radikal peroksinitrit

(O=NOO•-), radikal oksida nitrit (NO•), oksigen singlet (O•), radikal hipoklorid

(23)

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat reaksi

berantai radikal bebas dalam tubuh manusia dan dapat memberikan elektronnya

kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu fungsinya (Kumalaningsih, 2007).

Antioksidan merupakan first line dalam pertahanan terhadap kerusakan yang

disebabkan oleh radikal bebas karena berfungsi menstabilkan atau mendeaktivasi

radikal bebas sebelum menyerang sel (Percival, 1998).

Ketapang merupakan tanaman pelindung yang biasa ditanam di daerah

pantai sebagai peneduh, memperindah pantai dan produsen edible nuts

(kacang-kacangan), karena bijinya dapat dimakan. Banyak tumbuh didaerah tropis dan

subtropis. Mudah beradaptasi dengan tanah tempat tumbuh dan kadar garam,

cepat tumbuh dan perawatannya minimal sehingga mudah dibudidayakan

(Thomson, 2006). Ketapang merupakan tanaman yang memiliki kandungan

fenolik, yaitu tanin dan flavonoid. Buahnya digunakan untuk obat sakit kepala,

leprosy (lepra), rematik, mual saat perjalanan, laksantia (pencahar) (Anonim,

2006a). Daun tanaman ketapang memiliki kegunaan sebagai antikanker dan

antioksidan sebaik sifat anticlastogenic (pencegah pemutusan ikatan) (Anonim,

2006b). Dalam beberapa penelitian buah ketapang mempunyai efek sebagai anti

HIV, anti asmathik, anti katarak, antidiabetik, xanthin oxidase inhibitor, aldose

reductase inhibitor. Kombinasi dari daun dan batang tanaman ketapang memiliki

aktivitas antikanker-antioksidan (Nagappa, Thakurdesai, Venkat Rao, Singh,

2006). Kemungkinan dalam buah ketapang memiliki aktivitas yang sama atau

(24)

Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus

hidroksi yang tidak tersubstitusi atau suatu gula. Oleh karena itu, umumnya

flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,

etil asetat, dimetilsulfoksida, dimetilformamid, dan air (Markham, 1988).

Aktivitas antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan adanya

gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. Beberapa tahun belakangan ini

diteliti kemampuan flavonoid sebagai antioksidan untuk merubah atau mereduksi

radikal bebas dan juga sebagai antiradikal bebas (Giorgio, 2000).

Etil asetat merupakan pelarut yang paling baik untuk aglikon flavonoid

dan dianjurkan untuk digunakan dalam proses pemurnian (Robinson, 1995).

Glikosida dan beberapa aglikon flavonoid larut dalam etil asetat (Mabry,

Markham, and Thomas, 1970). Aktivitas antioksidan daun ketapang dalam fraksi

etil asetat lebih tinggi dibandingkan pentana atau diklorometana (Chyau, Tsai, Ko,

and Mau, 2002). Dalam penelitian tentang antioksidan herba ketul (Bidens pilosa

L.), didapatkan fraksi etil asetat memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang

paling tinggi dibandingkan rutin, fraksi klorofom dan ekstrak metanoliknya

(Nusarini, 2007; Wiyatsih, 2007).

Metode pengujian yang dipilih adalah metode deoksiribosa. Metode ini

menggunakan deoksiribosa sebagai model biomolekul dari gula DNA yang

terdapat dalam tubuh sehingga secara tidak langsung memberikan gambaran

reaksi radikal hidroksil dalam tubuh. Selain itu, metode ini relatif sederhana dan

mudah. Adanya aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi etil asetat buah

(25)

absorbansi larutan kontrol (tanpa sampel) dan larutan dengan sampel dibagi

absorbansi kontrol dikalikan 100%. Nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil

dapat dinyatakan dalam aktivitas penangkapan efektif 50% radikal hidroksil atau

effective scavenging 50% (ES50). Semakin kecil nilai ES50 maka sampel tersebut mempunyai nilai keefektifan sebagai penangkap radikal hidroksil (sebagai

antioksidan) yang lebih baik

B. Permasalahan

1. Apakah fraksi etil asetat buah ketapang mempunyai aktivitas antioksidan

melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa?

2. Berapa besar kadar flavonoid total fraksi etil asetat buah ketapang?

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi penelitian

lebih lanjut maupun masyarakat luas mengenai potensi buah ketapang

sebagai antioksidan alami.

2. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada

perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi, khususnya tentang

(26)

D. Keaslian Penelitian

Penelitian terhadap buah ketapang sejauh ini belum banyak dilakukan

terutama penelitian terhadap kadar flavonoid total serta uji aktivitas antioksidan

dengan metode deoksiribosa. Adapun penelitian yang telah dilakukan adalah

aktivitas antidiabetes buah ketapang (Nagappa, et.al, 2006)

E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat buah ketapang melalui uji

penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa.

(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Ketapang 1. Nama tanaman

Nama latin : Terminalia catappa L. Sinonim : Phytolacca javanica Osbeck.

Terminalia mauritiana Blanco.

Terminalia moluccana Lamk.

Terminalia procera Roxb. (Thomson and Evans, 2006)

Nama daerah: Sumatera: beowa, kilaulu, geutapang, ketapang, hatapang, katapang, lahapang, katafa, ketapas, ketapieng. Jawa: katapang, ketapang.

Nusatenggara: katapang, klihi. Sulawesi: tarisei, salrise, talisei, kanaunggang,

katapang, atapang, lisa. Maluku: wewa, wew, sadina, sarina, saliha, sertalo,

kayane, sirisa, sarisa, sarisalo, lisa, tasi, klis, klais, kris, ngusu, id. Irian: ruge

(Anonim, 1989).

Common Name: Tropical Almond, India Almond, Umbrella Tree, Badam

Amandier De Cayenne, Wild Almond, Hulu Kwang, Sea Almond, Bengal Almond,

Singapore Almond, Malabar Almond, Tropical Almond, Alite, ‘Autara’a, ‘Aua,

‘Auari’iroa, Kamani Haole, Kamani‘ula, False Kamani, Kauariki, Kaukauariki,

Taraire, Ma’i’i, Koa’i’i, Ta’ie, Natapoa, Talie, Talise, Tavola, Tivi, Telie.

(28)

2. Sistematika tanaman

Klasifikasi tanaman ketapang dalam sistematika tumbuhan.

Regnum : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Familia : Combretaceae

Genus : Terminalia

Species : Terminalia catappa L.

(http://www.naturia.per.sg/buloh/plants/sea_almond.htm)

3. Kandungan kimia

Daun mengandung beberapa flavonoid (seperti kaemferol dan kuersetin),

beberapa tanin (seperti punicalin, punicalagin, atau tercatin), saponin, dan

fitosterol (Anonim, 2006b).

Buah mengandung cyanidin-3-glucoside, corilagin, ellagic-acid, asam

galat, pentosa, brevifolin-carboxyclic-acid eugenic acid, flavonoid, tanin, dan β

-karoten (Nagappa et al., 2006).

4. Kegunaan dan khasiat a. Daun

Daun mengandung senyawa untuk mencegah kanker dan antioksidan

sebaik sifat anticlastogenic (Anonim, 2006b). Sebagai obat rematik,

anti-inflamasi, mengatasi masalah mata, luka baru, mencegah pendarahan setelah

(29)

mengobati penyakit hati (hepatitis), daun muda sebagai pencahar, obat penyakit

kulit (dermatitis), scabies (Anonim, 2006a; Lin, Hsu, Lin, and Hsu, 2001).

b. Buah

Buahnya digunakan untuk obat sakit kepala, leprosy (lepra), mual saat

perjalanan, laksantia (pencahar), rematik dan dapat juga dikonsumsi langsung

(Anonim, 2006a). Dalam beberapa penelitian buah ketapang mempunyai efek

sebagai anti HIV, anti asmathik, anti katarak, antidiabetik, Xanthin oxidase

inhibitor, aldose reductase inhibitor, berpotensi untuk treatment DB (Nagappa

et al., 2006).

c. Batang

Batangnya digunakan untuk obat mulut dan tenggorokan, sakit perut dan

diare, demam, disentri (Anonim, 2006a).

d. Kombinasi

Daun dan batang telah dilaporkan mempunyai aktivitas sebagai

antikanker-antioksidan, anti-HIV reverse transcriptase, hepatoprotektif,

antiinflamasi, hepatitis dan aphrodisiac (Nagappa et al., 2006). Buah, batang

dan daun untuk mengobati disentri (Asia Tenggara), rematik (Indonesia, India).

Buah dan batang untuk mengobati batuk (Samoa) dan asma (Mexico).

(http://www.naturia.per.sg/buloh/plants/sea_almond.htm

B. Flavonoid 1. Kerangka dasar dan pengertian flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang strukturnya merupakan

(30)

dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya, kerangka karbon terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzen tersubstitusi) disambungkan dengan

rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).

C

C C

Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid (Robinson, 1995)

Aktivitas antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan

adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. Ketika

senyawa-senyawa ini bereaksi dengan radikal bebas, mereka membentuk radikal baru yang

distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik. Dengan demikian fase propagasi

yang meliputi reaksi radikal berantai dapat dihambat (Cuvelier, Richards, and

Besset, 1991).

2. Penyebaran flavonoid

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau, kecuali untuk

golongan algae. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan

termasuk daun, akar, kulit, kayu, tepung sari, bunga, buah dan biji. Hanya sedikit

saja catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan (Harborne, 1987).

Penyebaran flavonoid pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu

Angiospermae (Markham, 1988). Penyebaran flavonoid sebagai salah satu

senyawa aktif tumbuhan sering diakibatkan oleh lingkungan tempat tumbuh yang

(31)

tempat tumbuh yang berbeda, karena pertumbuhan suatu tanaman dipengaruhi

oleh tinggi tempat, keadaan tanah dan cuaca. Senyawa ini dalam jaringan

tumbuhan lazimnya ditemukan sebagai campuran dari berbagai turunannya dan

jarang ditemukan sebagai senyawa tunggal (Harborne, 1987).

Flavonoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon

flavonoid, mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk

kombinasi glikosida. Karena alasan itu maka dalam menganalisis flavonoid

biasanya lebih baik ekstrak tumbuhan dihidrolisis terlebih dahulu untuk

mendapatkan bentuk flavonoid sebagai aglikon sebelum memperhatikan

kerumitan glikosida yang mungkin terdapat dalam ekstrak asal (Harborne, 1987).

3. Penggolongan dan sifat flavonoid

Penggolongan flavonoid berdasarkan pada substituen cincin heterosiklik

yang mengandung oksigen dan perbedaan distribusi gugus hidroksil pada atom

C3. Perbedaan di bagian atom C3 menentukan sifat, khasiat dan golongan flavonoid, yaitu flavon, flavanon, flavonol, flavanolnol, isoflavon, auron, dan

khalkon (Markham, 1988).

Flavonoid merupakan fitokimia tumbuhan yang tidak dapat disintesis oleh

manusia. Senyawa ini mempunyai efek positif terhadap kesehatan manusia.

Flavonoid sering merupakan senyawa pereduksi yang baik, karena menghambat

banyak reaksi oksidasi, baik secara enzimatis maupun non enzimatis. Flavonoid

bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksil dan superoksida, dan

dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak

(32)

OH

Gambar 2. Kerangka tipe-tipe flavonoid (Bors, Michel, and Stettmainer, 2005)

4. Penyarian flavonoid

Penyarian flavonoid dari dalam simplisia tumbuhan dapat dilakukan

(33)

kelarutan flavonoid yang diekstraksi. Kelarutan flavonoid berbeda-beda sesuai

golongan dan substitusinya (Robinson, 1995). Pelarut yang kurang polar

digunakan untuk mengekstraksi aglikon flavonoid, sedangkan pelarut yang lebih

polar digunakan untuk glikosida flavonoid atau antosianin. Flavonoid merupakan

senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi yang tidak

tersubstitusi atau suatu gula. Oleh karena itu, umumnya flavonoid cukup larut

dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, etil asetat,

dimetilsulfoksida, dimetilformamid, dan air (Markham, 1988).

Penyarian flavonoid dari tumbuhan didasarkan polaritas kandungan yang

akan disari dan asal bahan (dari mana substansi tersebut berasal). Flavonoid yang

berasal dari vakuola sel umumnya bersifat hidrofilik sehingga penyarian dapat

dilakukan dengan air atau pelarut-pelarut alkoholik. Jika flavonoid terdapat pada

kloroplas, pelarut yang dipergunakan untuk penyarian adalah pelarut-pelarut non

polar sebelum dilakukan penyarian dengan alkohol. Bahan segar dapat diekstraksi

dengan alkohol 96%. Bahan kering dan berkayu dapat menggunakan campuran

alkohol dengan air, hal ini disesuaikan glikosida flavonoidnya (Harborne, 1987).

5. Deteksi dan identifikasi flavonoid

Senyawa flavonoid merupakan senyawa fenolik, oleh karena itu dapat

memberikan reaksi dengan pereaksi untuk fenol antara lain membentuk warna

khas dengan besi (III) klorida (FeCl3), aluminium klorida (AlCl3), larutan asam

sulfanilat terdiasotasi, sitroborat, vanilin HCl dan senyawa asam sulfat pekat

(Harborne, 1987). Flavonoid dapat dideteksi dengan ammonia, jika tidak

(34)

pembentukan garam dan struktur kuinoid pada cincin B. Reaksi ini memberi

warna spesifik untuk masing-masing golongan. Flavon dan flavonol akan

memberikan warna kuning, antosian berwarna lembayung biru. Flavanon tidak

berwarna namun akan menjadi merah bila dipanaskan. Flavanolol akan berwarna

coklat hingga jingga, dan adanya khalkon atau auron akan menimbulkan warna

merah mendadak dalam suasana asam (Robinson, 1995).

Tabel I. Warna bercak beberapa flavonoid setelah disemprot dengan pereaksi besi (III) klorida (Mabry, Markham, and Thomas, 1970)

Tipe Flavonoid Warna Bercak

Naringenin

Abu-abu dan biru tua

Deodarin (Dihidroflavonol) Ungu intensif

Dihidrokhalkon Merah

Flavanon Hijau-coklat

Flavonoid akan membentuk kompleks jika direaksikan dengan pereaksi

sitroborat atau dengan pereaksi aluminium klorida. Kompleks yang terbentuk

berwarna kuning (Mabry, et.al., 1970).

O

(35)

O

Gambar 4. Reaksi pembentukan kompleks flavonoid (flavon, 5-OH flavon, flavonol) dengan pereaksi AlCl3

(36)

Warna Bercak Dengan Sinar UV

Jenis Flavonoid yang mungkin Sinar UV tanpa

NH3 Sinar UV dengan NH3

Lembayung Gelap

Kuning, hijau-kuning atau hijau

a. Biasanya 5-OH flavon atau dihidroflavon (tersulih pada 3-H dan mempunyai 4’-OH) b. Kadang-kadang 5-OH flavonon dan

4’-OH khalkon tanpa 4’-OH pada cincin B

Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan warna

a. Biasanya flavon atau flavonol tersulih pada 3-O mempunyai 5-OH tetapi tanpa 4’-OH bebas

b.beberapa 6- tatau 8-OH flavon dan flavonol tersulih pada 3-O serta mengandung 5-OH

c. Isoflavon, dihidroflavonol, biflavonil dan beberapa flavanon yang mengandung 5-OH

d. Khalkon yang mengandung 2’- dan atau 6’-OH tetapi tidak mengandung 2- atau 4-OH bebas

Biru muda Beberapa 5-OH flavanon

Merah atau jingga Khalkon yang mengandung 2- dan atau 4-OH bebas

Fluorosensi biru muda

Fluorosensi hijau-kuning atau kuning-biru

a. Flavon dan flavanon yang tak mengandung 5-OH, misal 5-OH glikosid b. Flavonol tanpa 5-OH bebnas tetapi

tersulih pada 3-OH Perubahan warna sedikit

atau tanpa perubahan warna

Isoflavon yang mengandung 5-OH bebas

Fluorosensi biru muda Isoflavon yang mengandung 5-OH bebas Tak Nampak Fluorosensi biru muda Isoflavon tanpa 5-OH bebas

Kuning redup dan

kuning, atau fluorosensi jinga

Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan warna

Flavonol yang mengandung 3-OH bebas dan mempunyai atau tak mempunyai 5-OH bebas (kadang-kadang berasal dari dihidroflavon)

Fluorosensi kuning Merah atau jingga Auron yang mengandung 4’-OH bebas dan beberapa 2- atau 4-OH khalkon

Hijau-Kuning,

Hijau-biru, atau hijau

Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan warna

a. Auron yang tak mengandung 4’-OH bebas dan flavanon tanpa 5-OH bebas b.Flavonol yang mengandung 2-OH bebas

dan disertai atau tanpa 5-OH bebas Merah jingga redup

atau merah senduduk Biru

Antosianidin 3,5-diglikosid

Merah jambu atau fluorosensi kuning Biru

(37)

6. Kegunaan flavonoid

Flavonoid dalam tanaman bertindak sebagai tabir surya alami, melindungi

terhadap kerusakan sinar ultraviolet, karena berada pada permukaan atau sel

epidermis daun hijau (Bors et al., 2007). Cuvelier et al. (2005) menyatakan bahwa

ketika flavonoid bereaksi dengan radikal bebas, akan terbentuk radikal baru yang

distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik. Dengan demikian fase propagasi

yang meliputi reaksi berantai radikal dihambat. Aktivitas antioksidan yang

dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan adanya gugus hidroksi fenolik

dalam struktur molekulnya. Selanjutnya, Hudson (dalam Achmad, 1990)

menyatakan bahwa aktivitas tersebut ditentukan oleh gugus –OH ganda (gugus

fenolik), terutama dengan gugus C=O pada posisi C-3 dengan gugus –OH pada

posisi C-2 atau pada posisi C-5. Sistem gugus fungsi demikian memungkinkan

terbentuknya kompleks dengan logam.

Flavonoid merupakan senyawa penangkap radikal superoksida yang kuat

dan dapat bereaksi dengan radikal peroksi menyebabkan terminasi reaksi berantai

pada autooksidasi lemak tak jenuh ganda. Selain itu dapat berfungsi sebagai

penangkap radikal –OH yang merupakan radikal bebas yang reaktif (Buhler and

Miranda, 2007).

C. Antioksidan 1. Radikal bebas

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak

stabil (mempunyai satu elektron atau lebih yang tidak berpasangan), sehingga

(38)

jaringan. Radikal bebas yang terbentuk cenderung untuk mengadakan reaksi

berantai yang bila terjadi dalam tubuh dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan

yang serius. Senyawa radikal tersebut timbul akibat berbagai proses kimia

kompleks dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses oksidasi atau

pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernafas; metabolisme sel, 90%

ROS digunakan sel untuk transpor elektron oleh mitokondria; peradangan, terjadi

fagositosis oleh sel darah putih, karena mekanisme terbunuhnya virus dan bakteri

serta denaturasi protein asing (antigen); metabolisme xenobiotik (zat asing yang

berasal dari luar tubuh, seperti obat, toksikan); atau ketika tubuh terpapar polusi

lingkungan (Percival, 1998).

Tabel III. Beberapa macam ROS dan antioksidan yang menetralkan (Percival, 1998)

ROS Neutrazilizing Antioxidants

Radikal Hidroksil Vitamin C, gluthatione, flavonoid, liopic acid

Radikal Superoksid Vitamin C, gluthatione, flavonoid, SOD

Peroksida Hidrogen Vitamin C, gluthatione, flavonoid, beta karoten, vitamin E, lipoic acid

Peroksida Lipid Vitamin E, beta karoten, ubiquinone, flavonoid, gluthatione peroxidase

Radikal bebas dan oksidan mempunyai sifat yang mirip. Aktivitas kedua

senyawa ini sering menimbulkan akibat yang sama meskipun melalui proses yang

berbeda. Oksidan merupakan senyawa penerima elektron (elektron acceptor),

yaitu senyawa-senyawa yang dapat menarik elektron (Syahbana dan Bahalwan,

(39)

2. Definisi dan aktivitas antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi yang

diperantarai oleh oksigen. Oksidasi memegang peranan penting dalam pertahanan

tubuh terhadap penyakit. Hal tersebut disebabkan senyawa antioksidan dapat

mencegah pengaruh buruk yang disebabkan oleh senyawa-senyawa radikal bebas.

(Percival, 1998).

Menurut Halliwel dan Auroma (1993) antioksidan memiliki aktivitas

dengan cara sebagai berikut.

(a).Menurunkan konsentrasi oksigen,

(b).mencegah inisisasi rantai pertama dengan menangkap radikal penyerang

yang pertama kali dalam reaksi seperti radikal hidroksil,

(c).mengikat ion logam dalam bentuk yang tidak akan menurunkan spesies

penginisiasi seperti radikal hidroksil dan tidak medekomposisi peroksida

lipid menjadi radikal peroksi atau alkoksi,

(d).mendekomposisi peroksida dengan mengubah menjadi produk non radikal

seperti alkohol, dan

(e).memecah rantai pada radikal intermediet seperti radikal peroksi dan

alkoksi yang ditangkap untuk mencegah abstraksi hidrogen selanjutnya.

3. Penggolongan antioksidan

Manusia mempunyai sistem antioksidan yang mampu melindungi tubuh

dari radikal bebas. Sistem antioksidan ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu

kelompok enzimatik dan non-enzimatik. Antioksidan enzimatik terdiri dari

(40)

non-enzimatik terdiri dari vitamin E, A, provitamin A (beta karoten), dan vitamin

C. Antioksidan enzimatik secara alamiah dihasilkan oleh tubuh sedangkan

antioksidan non-enzimatik diperoleh dari luar tubuh (Fouad, 2005). Antioksidan

sintetik seperti BHA (butyl hydroxy anisol), PG (propil galat), TBHQ (tert-butyl

hydroquinone) dapat meningkatkan karsinogenisitas. Sebagai contoh BHA,

merupakan inhibitor lipid peroksidasi yang poten, tetapi ketika dikonsumsi

berlebihan menyebabkan kanker, karena terjadi kerusakan oksidatif pada DNA

sehingga memicu terjadinya mutasi. Hal ini menyebabkan penelitian eksplorasi

antioksidan yang berasal dari bahan alami seperti buah, sayuran dan tanaman

mengalami peningkatan (Amarowicz, Naczk, dan Fereiodon, 2000).

Sistem pertahanan internal tubuh terhadap radikal bebas adalah

antioksidan. Dari asal terbentuknya antioksidan dapat dibedakan menjadi dua

yaitu intraseluler dan ekstrasesuler. Dari sini antioksidan dapat dikelompokkan

menjadi tiga golongan sebagai berikut.

a. Antioksidan primer, yaitu antioksidan yang dapat menghalangi

pembentukan radikal bebas baru dan mengubah radikal bebas yang ada menjadi

molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat

bereaksi. Contoh golongan ini adalah enzim SOD (Superoksid Dismutase),

Glutation Peroksidase, protein pengikat metal seperti ferritin dan ceruroplasmin.

b. Antioksidan sekunder atau penangkap radikal (radical scavenger)

adalah antioksidan yang menekan terjadinya reaksi rantai baik pada awal

(41)

antioksidan ekstraseluler yang kebanyakan berasal dari makanan seperti vitamin

E, vitamin C, β-karoten, asam urat, bilirubin, dan albumin.

c. Antioksidan tersier adalah antioksidan yang memperbaiki

kerusakan-kerusakan sel dan jaringan karena radikal bebas. Contoh: enzim yang

memperbaiki DNA pada inti sel yaitu metionin sulfoksidan reduktase yang

berguna untuk mencegah penyakit kanker (Niki et al.cit Ariyanto, 2006)

Menurut Percival (1998), proteksi antioksidan dapat berasal dari dalam

maupun luar tubuh dimana secara sinergis dan interaktif menetralkan radikal

bebas. Yang termasuk didalamnya antara lain:

a. nutrient-derived antioxidant biasa disebut dietary antioxidant, misalnya asam

askorbat (vitamin C), tokoferol (vitamin E) dan tokotrienol, karotenoid, dan

komponen lain yang membunyai bobot molekul rendah seperti glutation dan

lipoic acid (thiol dan biothiol). Vitamin C berfungsi dalam menetralkan ROS

dalam fase air sebelum reaksi peroksidasi awal. Vitamin E berfungsi dalam

memutus reaksi berantai karena melindungi membran asam lemak dari

peroksidasi lipid. β-karoten dan karotenoid lain berfungsi untuk memberikan

proteksi antioksidan pada jaringan yang kaya lipid;

b. antioxidant enzymes, seperti superoksid dismutase, gluthation peroksidase,

gluthation reductase, lipoic acid (thiol dan biothiol) yang mengkatalis reaksi

pemadaman (quenching) radikal bebas. Merupakan pertahanan endogen yang

membantu melindungi kerusakan sel dari radikal bebas. Aktivitas katalitiknya

akan meningkat jika ada mikronutrient seperti selenium, besi, tembaga, zinc

(42)

c. metal binding protein, seperti ferritin, laktoferin, albumin, ceruroplasmin yang

mengikat besi, tembaga dan logam pro-oksidan, yang berfungsi mengkatalisis

reaksi oksidasi;

d. beberapa phytonutrient antioksidan dalam berbagai makanan seperti senyawa

fenolik, flavonoid.

Gambar 6. Stuktur kimia beberapa antioksidan sintetik Gambar 5. Senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan

C

(Pokorni, Yanishilieva, and Gordon,2001)

OH

4-metoksi-2-tert-butil fenol

(2-BHA) 2,6-di-tert-butil-p-hidroksitoluen(BHT)

(43)

4. Metode pengujian daya antioksidan

Terdapat beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan baik secara

kualitatif maupun secara kuantitatif. Uji kualitatif untuk mengetahui apakah suatu

senyawa memiliki aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode

kromatografi baik kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas. Metode ini

dapat untuk memisahkan campuran antioksidan yang kompleks sekalipun.

Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi dapat dibedakan menjadi empat

kelompok, yaitu :

(a).senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna ketika tereduksi (kalium

permanganat, ferri-sianida, ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat);

(b).senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa fenol, seperti senyawa

diazo, pereaksi diazo, magnesium sulfat, aldehid aromatik-anisaldehid,

vanillin dan pereaksi Gibbs yang membentuk indofenol (akan membentuk

garam berwarna dalam kondisi basa);

(c).radikal bebas stabil yang menerima radikal hidrogen dari antioksidan

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil);

(d).senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi yang berwarna

(palladium klorida dan pentadium klorida) (Davidek, 1997).

Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan secara spektrofotometri.

Beberapa uji kuantitatif untuk mengetahui aktivitas suatu antioksidan antara lain:

(1). pengujian panangkapan radikal (radical scavenging test),

dilakukan dengan cara mengukur penangkapan radikal sintetik dalam

(44)

sintetik yang sering digunakan adalah DPPH (2,2’- difenil-1-pikril

hidrazil) dan ABTS (2,2’-azinobis (3-etil benzotiazolin-asam sulfonat)).

Dasarnya adalah kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal

DPPH. DPPH memberikan warna violet pada panjang gelombang 517 nm.

Penangkapan radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan

yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan

jumlah elektron yang diambil. Reaksi yang terjadi

DPPH• + AH Æ DPPH-H + A•

DPPH• + R Æ DPPH-R

(1).pengujian amtivitas antioksidan dengan system linoleat tiosianat,

dasar : pengukuran intensitas warna kompleks feritiosianat yang terbentuk

dari reaksi ion feri dengan amonium tiosianat. Ion feri terbentuk dari

oksidasi ion fero oleh peroksida ysng berasal dari oksidasi asam linoleat.

Kompleks feritiosianat yang berwarna merah diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 490 nm. Semakin tinggi absorbansinya (warna merah

yang terbentuk semakin pekat) menunjukkan semakin banyak peroksida

yang teerbentuk. Dengan adanya senyawa yang berperan sebagai

antioksidan intensitas warna ynag terbentuk semakin rendah.

(2).pengujian dengan asam thiobarbiturat,

dasar uji ini adalah reaksi malondialdehid dengan asam thiobarbiturat

menghasilkan kromogen merah muda yang dapat diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 532 nm. Malondialdehid terbentuk dari asam

(45)

rangkap. Adanya senyawa yang bersifat antioksidan akan menghambat

terbentuknya malondialdehid dari asam lemak bebas tidak jenuh.

(3).pengujian dengan sistem β-karoten-linoleat

pengujian ini dilakukan dengan mengamati kecepatan pemucatan warna β

-karoten. Karotenoid dapat meredam oksigen yang reaktif menghasilkan

oksigen yang lebih stabil. Energi dari oksigen tersebut dipindahkan ke

senyawa karotenoid. Energi tersebut dilepaskan melalui interaksi

rotasional dan vibrasional antara karotenoid dengan pelarut untuk

mengembalikan karotenoid ke ground state. Reaksi yang terjadi:

O2 reaktif + karotenoid Æ O2 stabil + karotenoid*

karotenoid* Æ karotenoid + energi termal

D. Deoksiribosa

Deoksiribosa (2-deoksi-D-ribosa) merupakan gula yang mempunyai lima

atom karbon yang merupakan turunan dari suatu gula pentosa, yaitu ribose. Gula

ini merupakan bagian dari DNA.

Gambar 7. Struktur deoksiribosa

HO

O

H H

H OH

H

OH

H

Beberapa produk degradasi deoksiribosa, saat dipanaskan pada pH rendah

terdekomposisi menjadi malondialdehid (MDA), yang dapat terdeteksi dengan

(46)

yang berwarna merah muda. Pembentukan MDA dari deoksiribosa menjadi dasar

uji penangkapan radikal hidroksil (Halliwel dan Gutteridge, 1999).

Proses degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil terjadi melalui

beberapa tahap. Tahap-tahap ini terjadi pada saat campuran reaksi yang terdiri

dari pereaksi Fenton (FeCl3, EDTA, H2O2, vitamin C) dan deoksiribosa

diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Tahap-tahap reaksi tersebut adalah reaksi pembentukan radikal hidroksil dari reaksi fenton dan degradasi

deoksiribosa oleh radikal hidroksil (Halliwel dan Gutteridge, 1999).

Tahap I. Reaksi pembentukan radikal hidroksil. Radikal hidroksil

dihasilkan melalui reaksi Fenton. Dalam reaksi Fenton, vitamin C berfungsi

sebagai reduktor yang mempercepat proses reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Fe2+ akan bereaksi dengan H2O2 dan menghasilkan radikal hidroksil. Penambahan suatu

ligan (EDTA) pada besi dapat meningkatkan konstante kecepatan reaksi antara

Fe2+ dengan H2O2.

Tahap II. Degradasi Deoksiribosa. Radikal hidroksil akan menyerang

deoksiribosa dan mendegradasinya menjadi fragmen-fragmen. Semua posisi pada

struktur gula deoksiribosa memungkinkan untuk diserang oleh radikal hidroksil

membentuk radilkal deoksiribosa melalui reaksi abstraksi hidrogen yang dengan

adanya O2 akan diubah secara cepat menjadi radikal gula peroksil. Selanjutnya terjadi serangkaian reaksi yaitu disproporsionasi, penataan ulang, eliminasi air,

dan pemecahan ikatan C-C menghasilkan produk karbonil yang bervariasi.

Konstante kecepatan reaksi orde dua dari reaksi antara radikal hidroksil dengan

(47)

degradasi deoksiribosa, saat dipanaskan pada pH rendah akan terdekomposisi

menjadi MDA (Halliwell dan Gutteridge, 1999). Adanya MDA dapat dideteksi

dengan mereaksikan campuran tersebut dengan TBA dalam suasana asam.

Molekul MDA dengan TBA membentuk kromogen berwarna merah muda yamg

absorbansinya dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm. Reaksi kopling ini

terjadi antara dua molekul MDA dan satu molekul TBA (Halliwell, Gutteridge,

and Auroma, 1987).

E. Metode Penyarian

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula

berada dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif

dalam cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila

permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas.

Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia, seharusnya makin baik

penyariannya. Menurut Anonim (1995) serbuk harus dapat melewati ayakan 20.

Tetapi dalam pelaksanaannya tidak selalu demikian karena penyarian masih

tergantung juga pada sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan. Cara

penyarian dapat dibedakan menjadi: infundasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian

berkesinambungan (Anonim, 1986).

1. Infundasi

Merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat

kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Sari yang

dihasilkan tidak stabil dan mudah tercemari oleh kapang dan kuman. Oleh karena

(48)

Infundasi dibuat dengan cara menyari simplisia dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit (Anonim, 1986).

2. Maserasi

Cara maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengnan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

sehingga cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel

mengakibatkan pendesakan larutan terpekat dari dalam sel ke luar sel. Peristiwa

tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar

sel dan di dalam sel. Dapat dilakukan modifikasi terhadap teknik maserasi,

misalnya teknik remaserasi. Pada teknik ini, cairan dibagi menjadi dua kemudian

seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah

dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari kedua

(Anonim, 1986).

3. Perkolasi

Merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Cairan penyari akan

mengalir dari atas ke bawah melalui serbuk kemudian cairan akan melarutkan zat

aktif di dalam sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Serbuk simplisia

yang akan diperkolasi dibasahi terlebih dahulu dengan cairan penyari kemudian

dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam alat perkolasi (perkolator) sambil tiap

kali ditekan. Serbuk kemudian ditutup dengan kertas saring dan cairan penyari

(49)

Setelah 24 jam, keran dibuka dan diatur hingga kecepatan tetesannya adalah 1 ml

permenit. Akhir proses perkolasi ditentukan dengan pemeriksaan zat secara

kualitatif pada perkolat terakhir (Anonim, 1986).

4. Penyarian berkesinambungan

Proses ini merupakan gabungan antara proses untuk menghasilkan ekstrak

cair dan proses penguapan. Alat yang digunakan misalnya soxhlet. Pada penyarian

ini, cairan penyari dipanaskan hingga mendidih, kemudian uap penyari akan naik

ke atas kemudian akan menggembun karena didinginkan oleh pendingin balik.

Embun akan turun melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat aktif serbuk

simplisia (Anonim, 1986).

Cairan pelarut yang baik adalah pelarut yang dapat melarutkan zat aktif

dari ekstrak dengan demikian ekstrak bebas dari senyawa lain yang tidak

diinginkan. Faktor pertimbangan dalam pemilihan penyari adalah selektivitas,

kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah

lingkungan dan aman (Anonim, 2000). Menurut Anonim (1986) kriteria cairan

penyari yang baik adalah murah dan mudah didapat, stabil secara fisika dan kimia,

netral, tidak mudah menguap atau terbakar, selektif, tidak mempengaruhi zat

berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan.

Pelarut yang diperbolekan sesuai peraturan yang berlaku adalah air, etanol

dan campuran etanol air, metanol (dan yang segolongan), kloroform, eter, heksan,

aseton (Anonim, 2000). Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap,

(50)

malam, tanin, dan saponin hanya sedikit larut dalam etanol. Campuran etanol dan

air dapat digunakan untuk meningkatkan penyarian (Anonim, 1986).

Separasi dan pemurnian bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang

tidak dikehendaki seoptimal mungkin tanpa mempengaruhi kandungan senyawa

yang diinginkan, sehingga diperoleh ekstrak yang murni. Proses dari tahap ini

adalah pengendapan, pemisahan dua cairan yang tidak saling campur (ekstraksi),

sentrifugasi, dekantasi dan filtrasi (Anonim, 2000).

Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan komponen dari suatu campuran

dengan menggunakan suatu pelarut. Dalam praktek digunakan untuk memisahkan

senyawa organik dari larutan air atau suspensi. Metode ini paling sering

digunakan untuk proses pemisahan. Alat yang digunakan tidak khusus dan rumit.

Jika tidak dinyatakan lain alat yang digunakan untuk pemisahan adalah corong

pisah (Khopkar, 1990).

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi merupakan suatu metode yang sering digunakan untuk

memisahkan dan mendeteksi suatu campuran senyawa berdasarkan proses

fisika-kimia. Salah satu sistem kromatografi yang digunakan adalah kromatografi lapis

tipis yang merupakan pemisahan pada lapisan tipis dengan suatu penyangga.

Lapisan yang memisahkan terdiri atas partikel-partikel- sebagai fase diam yang

ditempatkan pada penyangga yang berupa lempeng gelas, logam, pelat polimer

(51)

bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum. Lapisan ini berfungsi

sebagai permukaan padat yang menyerap (Grittter, Bobbit, and Schwarting, 1991).

Kromatografi lapis tipis adalah metode kromatografi cair yang paling

sederhana dan mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan KLT adalah sampel

yang digunakan sedikit, diperoleh pemisahan senyawa yang amat berbeda (seperti

senyawa organik alam, senyawa organik sintetik, komplek anorganik-organik dan

bahkan ion anorganik), waktu yang dibutuhkan singkat, serta jumlah pelarut yang

digunakan sangat sedikit. KLT dapat digunakan untuk dua tujuan. Pertama, untuk

hasil kuantitatif, kualitatif dan preparatif. Kedua, digunakan untuk menjajaki

sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi

kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Grittter et al., 1991).

Dalam KLT, pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan adsorpsi atau

partisi solut antara fase diam dengan fase gerak yang terjadi secara kompetitif.

Kemampuan fase diam mengadsorpsi sangat bergantung pada topografi gugus

aktif yang terdapat pada masing-masing komponen. Senyawa yang terikat kuat

pada fase diam akan dielusi paling lama dan mempunyai nilai Rf (Retention

factor) yang kecil, sedangkan senyawa yang tidak terikat kuat pada fase diam

akan terelusi lebih dahulu dan mempunyai nilai Rf yang besar. Bercak yang

mempunyai nilai Rf sama kemungkinan merupakan senyawa yang sama. Bilangan

Rf didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak

yang ditempuh oleh garis depan fase pengembang (Markham, 1988).

Hasil elusi sampel oleh fase gerak menghasilkan bercak yang dapat

(52)

yang dihasilkan pada lempeng fase diam masih sulit untuk dideteksi. Masalah

tersebut dapat diatasi dengan menambahkan pereaksi yang mampu memperjelas

bercak, sehingga memudahkan dalam pendeteksian. Senyawa-senyawa yang

sering digunakan untuk pereaksi pendeteksi dalam KLT antara lain amonia,

AlCl3, FeCl3, sitroborat, dan berbagai pereaksi lain yang cukup banyak

macamnya (Mabry et al., 1970).

KLT Densitometri

Merupakan metode penetapan kadar suatu senyawa dengan mengukur

kerapatan bercak senyawa yang bersangkutan, yang terlebih dahulu dipisahkan

dengan cara KLT.

Untuk menetapkan kadar suatu senyawa dengan KLT densitometri, ada

dua cara. Pertama, penotolan dilakukan bersamaan antara senyawa baku dan

senyawa yang bersangkutan, kemudian dielusi. Kadar senyawa bersangkutan

ditentukan dengan membandingkan harga AUC (Area Under Curve) senyawa

dengan baku. Cara kedua yaitu dengan membuat kurva baku hubungan antara

jumlah zat baku dengan AUC (Wardani, 2003). Kurva baku diperoleh dengan

membuat totolan zat baku pada lempeng KLT dengan bermacam-macam

konsentrasi. Bercak yang diperoleh dicari nilai AUCnya, dari kurva baku

diperoleh persamaan Y= bX + a. Dimana Y adalah AUC dan X adalah banyaknya

zat yang ditotolkan (Supardjan, 1987).

Alat TLC scanner memiliki sumber sinar yang dapat digerakkan di atas

bercak-bercak pada lempeng KLT atau lempeng KLT dapat digerakkan menyusuri

(53)

didasarkan atas sinar yang diserap (absorbansi), sinar yang dipantulkan

(reflaktansi), atau sinar yang difluoresensikan. Sinar yang datang sebagian besar

diserap atau dipantulkan. Banyaknya sinar yang diserap sebanding dengan jumlah

zat pada bercak yang terkena sinar (Wardani, 2003).

G. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri visibel adalah salah satu teknik analisis fisika-kimia yang

mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik

pada panjang gelombang 380-780 nm. Spektrofotometri UV-Vis lebih banyak

digunakan untuk analisis kuantitatif daripada kualitatif karena melibatkan energi

elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis (Mulja dan Suharman,

1995).

Bila cahaya jatuh pada suatu senyawa, maka sebagian dari cahaya tersebut

akan diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul. Setiap

senyawa memiliki tingkat energi yang spesifik. Bila cahaya yang mengenai

senyawa memiliki energi yang sama dengan perbedaan energi antara keadaan

tingkat dasar dan energi keadaan tereksitasi, maka elektron-elektron pada keadaan

dasar akan dieksitasi ke tingkat energi eksitasi dan sebagian energi cahaya yang

sesuai dengan panjang gelombang ini diserap. Frekuensi yang diserap setiap

senyawa sangat spesifik karena perbedaan energi antara tingkat dasar dan tingkat

eksitasi setiap senyawa juga spesifik (Sastrohamidjojo, 2001).

Interaksi antara senyawa yang mempunyai gugus kromofor dengan radiasi

elektromagnetik pada daerah UV-Vis (200-800 nm) akan menghasilkan transisi

(54)

elektromagnetik yang diserap akan sebanding dengan jumlah molekul

penyerapnya, sehingga spectra absorbansi dapat digunakan untuk analisis

kuantitatif. Panjang gelombang cahaya UV-Vis lebih pendek daripada panjang

gelombang radiasi inframerah. Spectrum visibel atau tampak mempunyai

absorbansi antara 400-800 nm, sedangkan spectrum UV mempunyai absorbansi

antara 100-400 nm. Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding

terbalik dengan panjang gelombang radiasi (Fessenden dan Fessenden, 1995).

Bila suatu molekul senyawa organik menyerap sinar UV atau tampak,

maka di dalam molekul tersebut terjadi perpindahan (transisi elektron) dari

berbagai jenis tingkat energi orbital dari molekul tersebut (Sastrohamidjojo,

2001). Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi

antara gelombang cahaya (foton) dan atom/molekul. Proses absorbsi cahaya

UV-Vis berkaitan dengan promosi elektron dari satu orbital molekul dengan tingkat

energi elektronik tertentu ke orbital lain dengan tingkat energi elektronik yang

lebih tinggi.

Secara umum, ada tiga macam distribusi elektron dalam suatu senyawa

organik yaitu orbital pi (π), sigma (σ) dan elektron tidak berpasangan (n). Apabila

radiasi elektromagnetik mengenai molekul, maka akan terjadi eksitasi elektron ke

tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron antibonding

(55)

σ* ( a n t i- bon din g)

π* ( a n t i- bon din g)

n ( n on - bon din g)

σ ( bon din g) π ( bon din g)

e n e r gi

Gambar 8. Tingkat energi elektronik

Macam-macam transisi elektron yang terjadi adalah sebagai berikut.

a. Transisi σ → σ*. Transisi jenis ini terjadi pada orbital ikatan sigma. Energi yang dibutuhkan untuk transisi ini sangat besar, sesuai dengan sinar yang

mempunyai frekuensi pada daerah ultraviolet vakum (<180 nm).

b. Transisi n → σ*. Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (ikatan n).

energi yang diperlukan untuk transisi ini lebih kecil dari transisi σ→σ*, sehingga sinar yang diserap memiliki panjang gelombang lebih besar dari 200 nm.

Pengaruh pelarut pada transisi jenis ini adalah pergesaran puncak absorbansi pada

panjang gelombang yang lebih pendek dalam pelarut yang lebih polar. Pergesaran

ini disebut pergesaran biru atau hipsochromic shift.

c. Transisi n → π* dan π → π*. Untuk memungkinkan terjadinya jenis transisi ini, maka molekul organik harus mempunyai gugus fungsional yang tidak

jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital ikatan π

(56)

analisis karena memiliki absorbansi pada 200-700 nm dan panjang gelombang ini

secara teknis dapat diaplikasikan pada spektofotometer(Sastrohamidjojo, 2001).

Secara sederhana, komponen-komponen spektrofotometer berkas ganda

dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Sumber radiasi

Sumber radiasi yang ideal untuk pengukuran serapan harus menghasilkan

spektrum kontinyu dengan intensitas yang seragam pada keseluruhan kisaran

panjang gelombang. Sumber radiasi cahaya tampak biasanya menggunakan lampu

filament tungsten yang menghasilkan suatu sumber yang berpijar yang

memancarkan radiasi terlihat pada daerah cahaya tampak pada panjang

gelombang 400-700 nm. Sumber radiasi ultraviolet banyak menggunakan lampu

hidrogen dan lampu deuterium, kedua lampu ini menghasilkan radiasi kontinu

pada daerah panjang gelombang 180-350 nm (Sastrohamidjojo, 2001).

b. Monokromator

Ada dua alat untuk mengubah radiasi yang polikromatik menjadi

monokromatik yaitu penyaring dan monokromator. Penyaring dibuat dari benda

khusus yang hanya meneruskan radiasi pada daerah panjang gelombang tertentu

dan menyerap radiasi dari panjang gelombang yang lain. Monokromator

merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan radiasi polikromatik menjadi

panjang gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang tersebut

(57)

c. Tempat cuplikan

Tempat cuplikan biasa disebut sel atau kuvet. Untuk daerah ultraviolet

biasanya menggunakan Quartz atau kuvet dari silica yang dilebur

(Sastrohamidjojo, 2001), sedangkan untuk daerah cahaya tampak biasanya

menggunkan Quartz atau gelas silikat (Skoog, Holler, and Nieman, 1998).

d. Detektor

Fungsi detektor adalah untuk mengubah sinyal radiasi yang diterima

menjadi sinyal elektronik. Persyaratan-persyaratan penting untuk detektor adalah

sensitivitas tinggi, waktu respon pendek, stabilitas panjang dan sinyal elektronik

yang mudah diperjelas. Detektor yang digunakan dalam ultraviolet disebut

detektor fotolistrik (Sastrohamidjojo, 2001).

Analisis spektrofotometer UV-Vis melibatkan pembacaan absorban radiasi

elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan.

Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan dengan

satuan persen. Hubungan antara intensitas radiasi elektromagnetik yang diserap

oleh sistem (I0) dengan intensitas radiasi yang ditransmisikan (It) dapat dijelaskan dengan hukum Lambert-Beer, sebagai berikut :

Dengan T = persen transmitan; I0 = intensitas radiasi yang datang; It = intensitas

radiasi yang diteruskan; ε = daya serap molar (L.mol-1.cm-1); c = konsentrasi (mol/L); b = panjang sel (cm); A = serapan.

c b

Io

It

T

=

=

10

−ε. .

(58)

Jika konsentrasi (c) dalam mol/L dan panjang sel dalam cm, persamaannya

menjadi

A = ε.b.c

Jika konsentrasi (c) dalam g/L, persamaannya menjdi

A = a.b.c

Jika a adalah daya serap, hubungan dengan daya serap molar ditunjukkan

dengan persamaan

ε = a.M

Dimana M adalah bobot molekul.

(Silverstein, 1991)

Daya serap (L/g/cm) adalah absorbansi dari 1 g/L larutan dalam sel dengan

panjang 1 cm. Serapan jenis (A 1%, 1 cm) adalah serapan dari larutan 1 % zat

terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm. Harga serapan jenis pada panjang

gelombang tertentu dalam suatu pelarut merupakan sifat dari zat terlarut (Anonim,

1995). Hubungannya dengan daya serap ditunjukkan dengan persamaan

wt mol cm

A

a= = ε

10 ) 1 %, 1 (

(Clarke, 1986)

Kromofor merupakan group kovalen yang tidak jenuh (unsaturated) yang

bertanggung jawab atas serapan elektron, contoh: C=C, C=O, NO2. auksokrom adalah saturated group yang mempunyai elektron bebas, ketika tertarik oleh

kromofor, panjang gelombang dan intensitas serapan dapat berubah, contoh: -OH,

Gambar

Tabel II.  Penafsiran warna bercak dari segi struktur flavonoid.................... 15
Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid (Robinson, 1995)
Gambar 2. Kerangka tipe-tipe flavonoid (Bors, Michel, and Stettmainer, 2005)
Tabel I. Warna bercak beberapa flavonoid setelah disemprot dengan pereaksi besi (III) klorida (Mabry, Markham, and Thomas, 1970)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun adas dilakukan dengan metode DPPH (1,1- Diphenyl- 2- pycrylhydrazyl ).. Reaksi antara DPPH

PENETAPAN KANDUNGAN FENOLIK TOTAL DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK METANOL DAUN DUDU (Piper sarmentosum

Mengisolasi dan karakterisasi struktur senyawa santon hasil isolasi dari ekstrak etil asetat kulit buah Garcinia mangostana L. Mengetahui aktivitas antioksidan fraksi

Permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang tersebut adalah berapakah nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanol buah anggur

Pemeriksaan potensi aktivitas antioksidan dalam fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari ekstrak metanol buah belimbing manis (Averrhoa carambola) dapat diteliti

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilakukan penelitian tentang pengaruh emulgator pada formulasi krim antioksidan fraksi etil asetat buah jambu biji merah

Penelitian ini diharapkan bahwa fraksi etil asetat dari ekstrak metanol kulit batang Kasturi memiliki kandungan dan kadar flavonoid dan fenolik yang tinggi seperti pada

Uji Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak kental metanol, n-heksana, etil asetat dan beberapa fraksi pilihan hasil dari pemisahan ekstrak etil asetat dengan