• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN BERAT JENIS, KUAT TEKAN, DAN DAYA ABSORPSI AIR CLC STYROFOAM DENGAN LIMESTONE SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN NOVELIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBANDINGAN BERAT JENIS, KUAT TEKAN, DAN DAYA ABSORPSI AIR CLC STYROFOAM DENGAN LIMESTONE SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN NOVELIA"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN BERAT JENIS, KUAT TEKAN, DAN DAYA ABSORPSI AIR CLC STYROFOAM DENGAN LIMESTONE

SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN

TUGAS AKHIR

diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana S1 pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

NOVELIA 170404087

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Perbandingan Berat Jenis, Kuat Tekan, dan Daya Absorpsi Air CLC Styrofoam dengan Limestone sebagai Substitusi Semen” tepat pada waktunya.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik “Perbandingan Berat Jenis, Kuat Tekan, dan Daya Absorpsi Air CLC Styrofoam dengan Limestone sebagai Substitusi Semen”

Dengan rendah hati penulis memohon maaf apabila dalam penulisan Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan dalam penulisan maupun perhitungan.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:

1. Ibu Rahmi Karolina, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Dr. Ir. M. Ridwan Anas, S.T., M.T. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Muhammad Aswin, S.T., M.T. selaku Koordinator KBK Struktur

(5)

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. M. Agung Handana, ST., MT. selaku Dosen Penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Bapak Ir. Torang Sitorus, M.T. selaku Dosen Penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

7. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Ir. Torang Sitorus, M.T. selaku Kepala Laboratorium Beton Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin pengunaan fasilitas Laboratorium Beton Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara dalam kegiatan penelitian dan pengujian Tugas Akhir ini.

9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

10. Orang tua saya, Bapak Tok Kim Tjui dan Ibu Ross yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi dan materi kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini.

11. Teruntuk teman-teman yang selalu bersama saya dan mendukung saya serta sering memberi motivasi dari semester 1 hingga saat ini, yang selalu bersama saat senang dan susah, Asa Squad: Ridho Maghriza, M. Wahyu Alwi Srg., Mega Eka Pratiwi Butar-Butar, Anisa Nurfadilah, Eunike Bethanyanta Kaban, Pretty Amanda Aryatnie, Agnes Teresa Simanjuntak, dan Felicia.

12. Teruntuk teman 1 tim beton ringan CLC styrofoam, Adi Dharma Sunarko, Pretty Amanda Aryatnie, dan Anggreny Angelia Napitupulu.

13. Teruntuk semua teman seangkatan 2017 yang selalu memberikan bantuan, dukungan dan semangat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

14. Asisten Laboratorium Beton Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

15. Seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

(6)

Mengingat adanya keterbatasan yang dimiliki penulis, maka penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Penulis,

Novelia 170404087

(7)

LEMBAR ASISTENSI TUGAS AKHIR

Nama : Novelia

NIM : 170404087

Judul TA : Perbandingan Berat Jenis, Kuat Tekan, dan Daya Absorpsi Air CLC Styrofoam dengan Limestone sebagai Substitusi Semen

Nama Pembimbing : Ir. Rahmi Karolina, ST., MT.

No. Tanggal Keterangan Ttd / Paraf

1. 05/10/2020

- Perbaiki latar belakang

- Perbaiki cara penulisan pengutipan

2. 23/10/2020 - Tambahkan literatur / penelitian terdahulu

3. 09/11/2020

- Perbarui peraturan yang digunakan

- Tambahkan teori beton ringan agar lebih rinci

4. 18/11/2020

- Tambahkan sumber yang jelas dari mana tabel dan gambar diambil

5. 20/11/2020 - Rincikan metode pengujian yang dilakukan

6. 15/12/2020 - Tabel diketik ulang, dan jangan di screen shot

(8)

- Perbaiki penulisan yang salah ketik

No. Tanggal Keterangan Ttd / Paraf

7. 21/12/2020

- Perbaiki dan detailkan table hasil pengujian

- Tambahkan deskripsi untuk kode sampel

8. 19/01/2021

- Perbaiki grafik hasil pengujian, gunakan grafik batang agar lebih mudah melihat kenaikan dan penurunan hasilnya

9. 25/01/2021 - Perbaiki kesimpulan dan saran

10. 5/02/2021 - ACC Semhas

11 17/04/2021

- Menambahkan keterangan setelah grafik, perbaikan untuk italic Bahasa Inggris/Latin

12 21/04/2021 - ACC Naskah Sidang

(9)
(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

LEMBAR ASISTENSI TUGAS ASKHIR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Siatematika Penulisan ... 4

1.7 Jadwal Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Beton ... 6

2.2 Pengelompokkan Beton ... 6

2.3 Beton Ringan ... 9

2.4 Beton Ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete) ... 10

2.4.1 Kelebihan Beton Ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete) ... 11

2.4.2 Kekurangan Beton Ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete) ... 11

2.5 Material Penyusun Beton Ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete) ... 12

2.5.1 Semen ... 12

2.5.1.1 Kehalusan ... 13

2.5.1.2 Kekuatan ... 13

2.5.2 Pasir ... 13

2.5.3 Air ... 18

2.5.4 Limestone (Kapur Tohor) ... 19

(11)

2.5.5 Styrofoam ... 19

2.5.6 Zat Aditif / Bahan Tambahan ... 20

2.5.6.1 Foaming Agent ... 21

2.6 Pengujian ... 22

2.6.1 Berat Jenis ... 22

2.6.2 Kuat Tekan (Compressive Strength) ... 22

2.6.3 Daya Absorpsi ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Umum ... 24

3.2 Flowchart Penelitian ... 25

3.3 Lokasi Penelitian ... 26

3.4 Bahan Penyusun Beton CLC (Cellular Lightweight Concrete) ... 26

3.5 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton ... 27

3.5.1 Analisa Ayakan Pasir (ASTM C. 136 – 84a, SNI 03-1968) ... 27

3.5.2 Berat Isi Pasir (ASTM C. 136 – 71, SNI 03-4804-1998) ... 28

3.5.3 Berat Jenis dan Absorpsi Pasir (ASTM C. 127 & 128) ... 29

3.5.4 Kadar Lumpur Pasir (ASTM C. 117, SNI 03-4428-1997) ... 32

3.5.5 Colorimetric Test (ASTM C. 40 – 84 C 1990, SNI 2816 - 2014) ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Perencanaan Mix Design Beton CLC (Cellular Lightweight Concrete) ... 35

4.1.1 Penggunaan Styrofoam ... 35

4.1.2 Penggunaan Limestone ... 36

4.1.3 Perencanaan Variasi Mix Design Beton Ringan CLC ... 37

4.2 Pengujian Beton CLC (Cellular Lightweight Concrete) ... 39

4.2.1 Pengujian Berat Jenis ... 39

4.2.2 Pengujian Kuat Tekan... 42

4.2.3 Pengujian Absorpsi ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... xiii

(12)

LAMPIRAN ... xviii

(13)

DAFTAR TABEL BAB I

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian... 5 BAB II

Tabel 2.1 Pengelompokkan beton berdasarkan Departemen PU (Puslitbang

Prasarana Transportasi, Divisi 7-2018) ... 7 Tabel 2.2 Batasan gradasi untuk agregat halus berdasarkan ASTM C33-74a ... 17 BAB III

BAB IV

Tabel 4.1 Komposisi mix design berdasarkan acuan jurnal penelitian terdahulu .. 35 Tabel 4.2 Perencanaan campuran mix design untuk ukuran 1 silinder dengan

diameter 15 cm dan tinggi 30 cm ... 37 Tabel 4.3 Data hasil pengujian berat jenis dengan benda uji silinder pada umur 28

hari... 39 Tabel 4.4 Data hasil pengujian kuat tekan dengan benda uji silinder pada umur 28

hari... 42 Tabel 4.5 Data hasil pengujian absorpsi dengan benda uji silinder pada umur 28

hari... 45 BAB V

(14)

DAFTAR GAMBAR BAB I

BAB II

Gambar 2.1. Pengelompokkan beton berdasarkan tegangan pra-layan ... 10

Gambar 2.2. Proses katalisasi dari styrene menjadi polystyrene ... 20

BAB III Gambar 3.1 Flowchart penelitian ... 25

BAB IV Gambar 4.1 Grafik Rekapitulasi Pengujian Berat Jenis ... 41

Gambar 4.2 Grafik Rekapitulasi Pengujian Kuat Tekan ... 44

Gambar 4.3 Grafik Rekapitulasi Pengujian Daya Absorpsi ... 47

Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Berat Jenis dan Kuat Tekan ... 48 BAB V

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN

LAMPIRAN II DATA PENGUJIAN

LAMPIRAN III DOKUMENTASI PENGUJIAN

(16)

DAFTAR NOTASI Bj : berat jenis

w : berat benda uji V : volume benda uji 𝑓𝑐 : kuat tekan

P : gaya tekan maksimum A : luas penampang benda uji

W1 : berat kering sampel setelah dioven 24 jam W2 : berat sampel setelah direndam 24 jam

(17)

ABSTRAK

Untuk memproduksi beton, identik dengan pemakaian semen. Serta dewasa ini, banyak sampah atau barang yang tidak terpakai lagi menumpuk sehingga memberikan dampak terhadap lingkungan, salah satunya adalah mencemari lingkungan sekitar.

Beton juga memiliki salah satu kelemahan yaitu berat jenisnya cukup tinggi sehingga beban mati pada suatu struktur menjadi besar. Beberapa cara dapat dipakai untuk mengurangi berat jenis beton, seperti tidak menggunakan agregat halus, penggunaan agregat ringan, dan membuat pori – pori udara pada beton. Cara – cara tersebut akan menghasilkan beton dengan berat jenis yang lebih kecil daripada beton normal, sehingga disebut beton ringan, dimana beton ringan memiliki berat jenis kurang dari 1900 kg/m3 (SNI 03-2847-2002).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penambahan variasi limbah styrofoam serta penambahan variasi limestone pada campuran beton Cellullar Lightweight Concrete (CLC) terhadap berat jenis, kuat tekan, dan daya air.

Berdasarkan data yang didapatkan, berat jenis optimum adalah sampel dengan variasi A1-10 (kandungan semen 100% dengan variasi styrofoam 10%) dengan berat jenis 668,082 kg/m3. Untuk kuat tekan optimum adalah sampel dengan variasi A3-0 (kandungan semen 80% + limestone 20% dengan variasi styrofoam 0%) dengan kuat tekan 27,77 MPa. Sedangkan untuk daya absorpsi optimum adalah sampel dengan variasi A3-30 (kandungan semen 80% + limestone 20% dengan variasi styrofoam 30%) dengan daya absorpsi 17,187%.

Kata kunci: beton CLC (Cellular Lightweight Concrete), limestone, berat jenis, kuat tekan, daya absorpsi

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kreativitas manusia, maka berkembang pula teknologi dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang konstruksi. Bidang konstruksi dewasa ini banyak memperkenalkan teknologi baru yang efisien dari segi waktu dan pelaksanaan yang tentunya dapat menekan biaya pelaksanaan serta dilakukan pengalihan terhadap material yang digunakan.

Untuk memproduksi beton, identik dengan pemakaian semen. Serta dewasa ini, banyak sampah atau barang yang tidak terpakai lagi menumpuk sehingga memberikan dampak terhadap lingkungan, salah satunya adalah mencemari lingkungan sekitar. Beton juga memiliki salah satu kelemahan yaitu berat jenisnya cukup tinggi sehingga beban mati pada suatu struktur menjadi besar.

Beberapa cara dapat dipakai untuk mengurangi berat jenis beton, seperti tidak menggunakan agregat halus, penggunaan agregat ringan, dan membuat pori – pori udara pada beton. Cara – cara tersebut akan menghasilkan beton dengan berat jenis yang lebih kecil daripada beton normal, sehingga disebut beton ringan.

Pada penelitian kali ini, dimanfaatkanlah barang atau bahan sisa yang tidak terpakai lagi untuk menggantikan penggunaan material, mengurangi pencemaran lingkungan, serta dengan adanya perkembangan teknologi, saat ini masyarakat telah mengembangkan metode pembuatan beton ringan (lightweight concrete brick) yang ramah lingkungan. Beton ringan memiliki berat jenis kurang dari 1900 kg/m3 (SNI 03-2847-2002). Untuk medapatkan berat jenis tersebut, maka digunakanlah material yang memiliki berat jenis yang rendah.

Salah satu material yang digunakan adalah styrofoam sebagai bahan pembuatan beton ringan tersebut. Dan jenis beton ringan yang dibuat adalah beton ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete), dimana dalam proses pengeringannya hanya dikeringkan di udara.

(19)

Beton ringan sendiri mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1995, dan mulai digunakan secara umum pada tahun 2009.

Sebelum dibuat menjadi bata ringan berukuran 60 cm x 20 cm x 10 cm, terlebih dahulu akan dibuat dengan benda uji silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, untuk dilakukan pengujian terhadap kuat tekan serta pengujian lainnya terlebih dahulu.

Untuk material, digunakan semen Portland (PCC), dengan bahan utama semen adalah kapur tohor (CaO). Oleh karena itu, kapur tohor (limestone) dapat digunakan sebagai bahan substitusi semen. Kemudian, digunakan juga styrofoam sebagai substitusi pasir, air, serta foaming agent.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah langkah penting untuk membatasi masalah yang akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan penelitian.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaruh variasi styrofoam terhadap perbandingan berat jenis CLC styrofoam berbahan portland cement dan dengan substitusi limestone?

2. Bagaimanakah pengaruh variasi styrofoam terhadap perbandingan kuat tekan CLC styrofoam berbahan portland cement dan dengan substitusi limestone?

3. Bagaimanakah pengaruh variasi styrofoam terhadap perbandingan daya absorpsi air CLC styrofoam berbahan portland cement dan dengan substitusi limestone?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh variasi styrofoam terhadap perbandingan berat jenis CLC styrofoam berbahan portland cement dan dengan substitusi limestone.

(20)

2. Mengetahui pengaruh variasi styrofoam terhadap perbandingan kuat tekan CLC styrofoam berbahan portland cement dan dengan substitusi limestone.

3. Mengetahui pengaruh variasi styrofoam terhadap perbandingan daya absorpsi air CLC styrofoam berbahan portland cement dan dengan substitusi limestone.

1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini tentunya banyak parameter yang berkaitan dan perlu dilakukan betonsan masalah yang hanya dilakukan dalam tugas akhir ini.

Adapun betonsan masalah tersebut antara lain:

1. Semen yang digunakan adalah semen portland (PCC), serta menggunakan kapur tohor (limestone) sebagai substitusi semen.

2. Benda uji yang digunakan adalah silinder diameter 15 cm, tinggi 30 cm.

3. Variasi styrofoam yang digunakan adalah 0%, 10%, 20%, dan 30%, serta variasi limestone yang digunakan adalah 0%, 10% dan 20%.

4. Pengujian: berat jenis, kuat tekan, dan daya absorpsi terhadap variasi styrofoam pada CLC styrofoam berbahan portland cement (semen PCC) dan dengan substitusi limestone.

5. Pengujian berat jenis, kuat tekan, dan daya absorpsi air dilakukan pada umur 28 hari.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain:

1. Mengetahui pengaruh variasi styrofoam terhadap perbandingan berat jenis CLC styrofoam berbahan portland cement dan dengan substitusi limestone.

2. Mengetahui pengaruh variasi styrofoam terhadap perbandingan kuat tekan CLC styrofoam berbahan portland cement dan dengan substitusi limestone.

(21)

3. Mengetahui pengaruh variasi styrofoam terhadap perbandingan daya absorpsi air CLC styrofoam berbahan portland cement dan dengan substitusi limestone.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini disusun per bab. Pada setiap bab terdiri dari beberapa bagian yang diuraikan secara rinci. Adapun sistematika penulisan pada masing-masing bab dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini, dibahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan dalam tugas akhir yang digunakan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini, dibahas tentang uraian dari literatur atau referensi yang menjadi acuan dalam penulisan tugas akhir.

BAB III Metodologi Penelitian

Pada bab ini, dibahas tentang tahapan-tahapan penelitian yang meliputi peralatan, pembuatan benda uji, pengujian serta metode analisis data yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini, dibahas tentang analisis data dari hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengujian berat jenis, kuat tekan, dan daya absorpsi dari beton CLC.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini, berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh penulis dari hasil penelitian yang telah diperoleh dari bab sebelumnya.

(22)

1.7 Jadwal Penelitian

No Jenis Kegiatan

September Oktober November Desember Januari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Studi

literatur

2

Persiapan bahan dan

alat

3

Pengujian material dan

bahan 4 Pembuatan

benda uji 5 Perawatan

benda uji 6 Pengujian di

laboratorium

7

Analisis dan pengolahan

data 8 Pembuatan

laporan

9

Publikasi seminar

hasil

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton

Menurut SNI 2847:2013, beton adalah campuran semen Portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture). Seiring dengan penambahan umur, beton akan semakin mengeras dan akan mencapai kekuatan rencana (𝑓𝑐) pada usia 28 hari.

Beton memliki daya kuat tekan yang baik oleh karena itu beton banyak dipakai atau dipergunakan untuk pemilihan jenis struktur terutama struktur bangunan, jembatan dan jalan.

Beton yang baik, adalah beton yang setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian pula halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi oleh mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar menentukan kualitas beton. Semen adalah unsur kunci dalam beton, meskipun jumlahnya hanya 7%

sampai 15% dari campuran. (Nugraha, Paul. 2007)

Kekuatan, keawetan, dan sifat beton sangat bergantung pada sifat bahan dasar, rasio perbandingan bahan – bahannya, cara pengerjaan, pengadukan, pemasangan adukan beton, serta perawatan beton selama proses pengerasannya (Tjokrodimuljo, 1996).

2.2 Pengelompokkan Beton

Pengelompokan beton pada dasarnya berkembang dari waktu ke waktu, dan menyesuaikan pula dengan kebutuhan di tiap negara atau instansi yang berkepentingan. Di Indonesia pada umumnya pengelompokan dan peraturan beton mengikuti standar yang berlaku di Amerika Serikat (ACI).

1. Berdasarkan berat satuan (SNI 03-2847-2002)

• Beton ringan: berat satuan < 1.900 kg/m³

• Beton normal: berat satuan 2.200 kg/m³ – 2.500 kg/m³

• Beton berat: berat satuan > 2.500 kg/m³

(24)

SNI tidak menggolongkan beton berat, namun pada umumnya beton dengan berat satuan di atas 2.500 kg/m³ dikategorikan beton berat, walaupun ada yang menerapkan nilai 3.200 kg/m³ sebagai batas bawah beton berat.

Beton yang berat satuannya berada di antara kategori di atas pada umumnya tidak efektif perbandingan berat sendiri dan kekuatannya, walaupun tidak ada larangan untuk membuat beton dengan berat satuan di antara 1.900 kg/m³ - 2.200 kg/m³.

2. Berdasarkan kuat tekan (SNI 03-6468-2000, ACI 318, ACI 363R-92) dari benda uji silinder (diameter 15 cm, tinggi 30 cm)

• Beton mutu rendah (low strength concrete): 𝑓𝑐 < 20 MPa

• Beton mutu sedang (medium strength concrete): 𝑓𝑐 = 21 MPa – 40 MPa

• Beton mutu tinggi (high strength concrete): 𝑓𝑐 > 41 MPa 3. Berdasarkan pembuatan

• Beton cast in-situ, yaitu beton yang dicor di tempat, dengan cetakan atau acuan yang dipasang di lokasi elemen struktur pada bangunan atau gedung atau infrastruktur.

• Beton pre-cast, yaitu beton yang dicor di lokasi pabrikasi khusus, dan kemudian diangkut dan dirangkai untuk dipasang di lokasi elemen struktur pada bangunan atau gedung atau infrastruktur.

4. Berdasarkan Departemen PU (Puslitbang Prasarana Transportasi, Divisi 7- 2018)

Tabel 2.1. Pengelompokkan beton berdasarkan Departemen PU (Puslitbang Prasarana Transportasi, Divisi 7-2018)

Jenis Beton 𝑓𝑐 (MPa) Uraian

Mutu tinggi 𝑓𝑐 ≥ 45

Umumnya digunakan untuk beton pratekan seperti tiang pancang beton pratekan, gelagar beton pratekan, pelat beton

(25)

pratekan, diafragma pratekan, dan sejenisnya.

Mutu sedang 20 ≤ 𝑓𝑐 < 45

Umumnya digunakan untuk beton bertulang seperti pelat lantai jembatan, gelagar beton bertulang, diafragma non pratekan, kereb beton pracetak, gorong-gorong beton bertulang, bangunan bawah jembatan, perkerasan beton semen.

Mutu rendah

15 ≤ 𝑓𝑐 < 20

Umumnya digunakan untuk struktur beton tanpa tulangan seperti beton siklop, dan trotoar

𝑓𝑐 < 15

Digunakan sebagai lantai kerja, penim bunan kembali dengan beton

Sumber:

http://sibima.pu.go.id/pluginfile.php/8053/mod_resource/content/2/SPESI FIKASI%20UMUM%202018%20-%20DIVISI%207%20STRUKTUR.pdf

5. Berdasarkan lingkungan

Beton di lingkungan khusus pada umumnya dikelompokkan berdasarkan kondisi yang mengancam ketahanan konstruksi beton bertulang:

• beton di lingkungan korosif, karena pengaruh sulfat, klorida, garam alkali, dsb

• beton di lingkungan basah non korosif

• beton di lingkungan yang terpapar cuaca

• beton di lingkungan yang terlindung dari cuaca

Pada umumnya diperlukan perlakuan, bahan atau persyaratan desain dan pelaksanaan yang khusus untuk lingkungan yang berpotensi mengancam ketahanan atau keawetan konstruksi.

(26)

6. Berdasarkan Tegangan Pra-Layan

• Beton konvensional, adalah beton normal yang tidak mengalami tegangan pra layan

• Beton pre-stressed, adalah beton yang diberikan tegangan pra-layan pada saat pembuatannya, dengan sistem pre-stressing

• Beton post- tensioned, adalah beton yang diberikan tegangan pra-layan pada saat pembuatannya, dengan sistem post-tensioning.

Pemberian tegangan pra-layan pada umumnya dirancang untuk memberikan gaya berlawanan dengan gaya layan, sehingga pada saat konstruksi beton bertulang tersebut memikul beban, secara praktis mengurangi beban kerja.

Beton jenis atau kelompok ini harus didesain, dilaksanakan dan diawasi oleh Konsultan dan Kontraktor Spesialis yang berpengalaman.

Gambar 2.1. Pengelompokkan beton berdasarkan tegangan pra-layan Sumber: https://lauwtjunnji.weebly.com/pengelompokan-beton.html 2.3 Beton Ringan

Menurut SNI 03-0349-1989, beton ringan adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk beton yang terbuat dari bahan utama semen portland, air

(27)

dan agregat, yang dipergunakan untuk pasangan dinding. Pada beton ringan proses penguatan ikatan antar agregat terjadi saat proses hidrasi semen, sangat dipengaruhi oleh perbandingan air.

Beton ringan adalah beton berpori yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan dari pada beton pada umumnya. Berat jenisnya antara 600 - 1600 kg/m3 dengan kekuatannya tergantung pada komposisi campuran (mix design).

(Ngabdurrochman, 2009)

Ada dua jenis beton ringan yang beredar yaitu: Aerated Concrete (AAC) dan Cellular Lightweight Concrete (CLC). Keduanya didasarkan pada gagasan yang sama yaitu menambahkan gelembung udara ke dalam mortar akan mengurangi berat beton yang dihasilkan secara drastis. Perbedaan beton beton ringan AAC dengan CLC dari segi proses pengeringan yaitu AAC mengalami pengeringan dalam oven autoklaf bertekanan tinggi sedangkan beton beton ringan jenis CLC yang mengalami proses pengeringan alami. CLC sering disebut juga sebagai Non-Autoclaved Aerated Concrete (NAAC).

Dalam penelitian ini, dilakukan dengan metode Cellular Lightweight Concrete (CLC).

2.4 Beton Ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete)

Beton ringan celullar lightweight concrete (CLC) adalah beton selular (berpori) yang mengalami proses curing secara alamiah. Dalam prosesnya menggunakan busa organik yang sangat stabil, dan tidak ada reaksi kimia ketika proses pencampuran adonan. Busa organik ini berfungsi sebagai media untuk membungkus udara. Komposisi bata ringan CLC terdiri dari pasir, semen, air, dan busa yang dihasilkan dari campuran antara air dan foaming agent dengan komposisi tertentu.

CLC memiliki densitas antara 400 kg/m3 hingga 1800 kg/m3. Namun untuk pekerjaan struktur, densitas CLC yang baik untuk digunakan berkisar antara 1200 kg/m3 hingga 1400 kg/m3.

(28)

2.4.1 Kelebihan Beton Ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete)

1. Memiliki bentuk yang presisi tinggi dan seragam dalam jumlah yang banyak.

2. Tidak memerlukan siar yang banyak untuk perekat.

3. Pemasangannya lebih cepat sehingga menghemat biaya pelaksanaan.

4. Lebih ringan sehingga memperkecil beban struktur 5. Kuat tekan tinggi

6. Pengangkutan ke lokasi proyek lebih mudah.

7. Tidak menggunakan pasir untuk pekerjaan plesteran dan perekat sehingga area proyek lebih bersih

8. Lebih kedap suara

9. Tidak membutuhkan plesteran yang tebal

2.4.2 Kekurangan Beton Ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete) 1. Membutuhkan perekat khusus yaitu dengan semen instan yang sudah

tersedia banyak dipasar

2. Membutuhkan tenaga pemasang yang sudah berpengalaman memasang bata ringan

3. Pada pekerjaan yang membutuhkan pemotongan bata, dapat menyisakan bata yang terbuang

4. Jika terkena air proses pengeringannya lama

5. Harga bata ringan lebih mahal dibanding dengan yang biasa 6. Hanya di toko besar atau distributor yang menyediakan 7. Pembeliannya harus dengan jumlah yang banyak.

8. Harus menggunakan roskam bergerigi untuk menempelkan semen mortar

9. Bata ringan dengan kualitas rendah dapat menyebabkan air rembes sehingga bisa merusak cat.

(29)

2.5 Material Penyusun Beton Ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete) 2.5.1 Semen

Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Penambahan air pada mineral ini akan menghasilkan suatu pasta yang apabila mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu.

Semen portland di Indonesia (PUBI-1982) diklasifikasikan menjadi 5 jenis sebagai berikut:

i. Jenis I, yaitu semen portland yang digunakan untuk pekerjaan teknik sipil pada umumnya dan tidak memerlukan persyaratn-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis portland yang lain.

ii. Jenis II, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya mempunyai ketahanan terhadap sulfat dan kalor hidrasinya lebih kecil dari jenis I (kalor hidrasi sedang). Semen ini biasanya digunakan untuk pekerjaan beton yang bervolume besar.

Kandungan C3S kurang dari 50% dan kandungan C3A kurang dari 8%.

iii. Jenis III, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya mempunyai kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.

Biasanya kandungan C3S-nya maksimum.

iv. Jenis IV, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi yang rendah, hampir sama dengan jenis II.

Antara satu merek dengan merek yang lain dapat berbeda dalam:

a. Kehalusan butir – butir semen b. Komposisi kimia

c. Perkembangan kekuatan

d. Jumlah gypsum yang ditambahkan

(30)

2.5.1.1 Kehalusan

Dengan mengubah kehalusan (fineness) dari semen maka kecepatan hidrasi semen dapat diubah. Dengan butiran partikel yang semakin halus maka reaksi hidrasi akan semakin cepat, karena hidrasi dimulai dari permukaan butir. Pada umumnya butir semen portland berukuran lebih kecil dari 45 mikron (325 Mesh), atau sebesar 320 m2/kg, menurut uji kehalusan Blaine.

2.5.1.2 Kekuatan

Kekuatan (strength) semen diuji dengan menggunakan pasir standar, yaitu pasir kuarsa dari Bangka (dengan kadar SiO2, minimal 95% dan diameter 1,2 - 0,6 mm 8 bagian berat dan diameter 0,6 – 0,42 mm 1 bagian berat). Dibentuk benda uji dengan ukuran 5 x 5 x 5 cm dan diuji kuat tekannya.

2.5.2 Pasir

Pasir (sand) adalah suatu bahan bangunan yang diperoleh dari hasil penggalian lapisan tanah pembentuk kerak bumi (soil) yang berbentuk butiran, bersifat lepas tidak tersementasi, bersifat tidak kohesif (tidak saling berikatan) dan merupakan hasil letusan gunung berapi atau pelapukan dari batuan yang telah ada akibat pengaruh cuaca. (Suseno, 2010)

Pasir adalah adalah salah satu bahan material yang berbentuk butiran.

Butiran pada pasir, umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter.

Pasir dapat diklasifikasikan berdasarkan:

1. Jenis Pasir Berdasarkan Sumbernya

• Pasir Sungai

Dapat diperoleh dari dasar sungai atau tepi sungai, fisik pasir ini terdiri dari butiran halus bulat, jenis pasir sungai adalah pasir jenis halus yang warnanya putih keabu-abuan, penggunaan Ini pasir ini

(31)

dapat digunakan secara luas untuk semua tujuan kegiatan konstruksi seperti plesteran dan beton.

• Pasir laut

Jenis pasir ini dapat diperoleh dari pantai laut. Jenis pasir ini terdiri dari butiran bulat, tipe pasirm ini juga merupakan pasir jenis halus yang memiliki warna laut berwarna coklat muda, untuk penggunaan jenis pasir ini biasanya tidak digunakan untuk pekerjaan konstruksi, karena memiliki garam yang menarik uap air dari atmosfer dan menyebabkan kelembaban, yang mengharus dicuci bersih sebelum digunakan dalam konstruksi.

• Pasir buatan

Ini biasa dijadikan alternatif yang efektif untuk pasir sungai. Ini diproduksi dengan menghancurkan batu basal atau granit. Ini dinilai dengan baik dan jenis pasir kasar.

2. Jenis Pasir Berdasarkan Saringan /Ayakan

• Pasir halus

Pasir yang melewati saringan 1,5875 mm disebut pasir halus, untuk tujuan terutama plesteran.

• Pasir kasar

Pasir yang melewati saringan 3,175 mm disebut pasir kasar, untuk pekerjaan masonry.

• Pasir kerikil

Pasir yang melewati 7,62 mm saringan disebut pasir kerikil, umumnya menggunakan jenis pasir ini dalam beton.

3. Jenis Pasir Berdasarkan Tujuan Penggunaannya

• Pasir Bata

Pasir ini digunakan untuk pekerjaan batu bata. Modulus terbaik dari pasir ini harus 1,2 hingga 1,5 dan tidak boleh mengandung lebih dari 4% lanau.

• Pasir Plaster

(32)

Digunakan untuk pekerjaan plesteran. Modulus terbaik tidak boleh lebih dari 1,5 dan kandungan lumpur seharusnya tidak lebih dari 4% pada jenis pasir ini.

• Pasir Beton

Untuk tujuan concrete, biasanya menggunakan pasir kasar.

Modulus terbaik dari pasir ini harus 2,5 hingga 3,5 dan tidak boleh mengandung lebih dari 4% lanau.

4. Jenis Pasir Berdasarkan Ukuran Butiranya

• Pasir Sangat Halus

Jika ukuran butir pasir antara 0,0625 mm hingga 0,125 mm maka itu disebut pasir sangat halus.

• Pasir Halus

Ukuran butir pasir jenis ini adalah antara 0,125 mm hingga 0,25 mm

• Pasir Sedang

Jika ukuran butir pasir antara 0,25 mm hingga 0,50 mm itu adalah pasir sedang.

• Pasir Kasar

Jenis ukuran butir pasir ini antara 0,50 mm hingga 1,0 mm

• Pasir Sangat Kasar

Ukuran butir dari jenis pasir ini adalah antara 1,0 mm hingga 2,0 mm.

Pasir yang sering digunakan di Indonesia:

• Pasir Silika/pasir bangka/ pasir silika Lampung/ pasir kuarsa/ pasir silika Tuban

Pasir Silika Adalah Jenis Pasir yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan manusia. Sebagai contoh pasir silika bisa digunakan untuk bahan baku kaca, keramik bahkan untuk saringan filter air.

• Pasir Ottawa

(33)

Jenis pasir yang sering digunakan untuk test sand cone, pasir Ottawa ini berasal dari ottawa, kanada maka sering disebut pasir Ottawa.

• Pasir Merah

Pasir merah atau suka disebut Pasir Jebrod kalau di daerah Sukabumi atau Cianjur karena pasirnya diambil dari daerah Jebrod Cianjur. Pasir Jebrod biasanya digunakan untuk bahan Cor karena memiliki ciri lebih kasar dan batuannya agak lebih besar.

• Pasir Elod

Ciri ciri dari pasir elod ini adalah apabila dikepal dia akan menggumpal dan tidak akan puyar kembali. Pasir ini masih ada campuran tanahnya dan warnanya hitam. Jenis pasir ini tidak bagus untuk bangunan. Pasir ini biasanya hanya untuk campuran pasir beton agar bisa digunakan untuk plesteran dinding, atau untuk campuran pembuatan batako.

• Pasir Pasang

Yaitu pasir yang tidak jauh beda dengan pasir jenis elod lebih halus dari pasir beton. Ciri-cirinya apabila dikepal akan menggumpal dan tidak akan kembali ke semula. Pasir pasang biasanya digunakan untuk campuran pasir beton agar tidak terlalu kasar sehingga bisa dipakai untuk plesteran dinding.

• Pasir Beton

Yaitu pasir yang warnanya hitam dan butirannya cukup halus, namun apabila dikepal dengan tangan tidak menggumpal dan akan puyar kembali. Pasir ini baik sekali untuk pengecoran, plesteran dinding, pondasi, pemasangan bata dan batu.

• Pasir Sungai

Adalah pasir yang diperoleh dari sungai yang merupakan hasil gigisan batu-batuan yang keras dan tajam, pasir jenis ini butirannya cukup baik (antara 0,063 mm – 5 mm) sehingga merupakan adukan yang baik untuk pekerjaan pasangan. Biasanya pasir ini hanya untuk bahan campuaran saja.

(34)

Kualitas pasir yang digunakan untuk campuran adukan beton harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam PBI-1971/NI-2, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pasir harus terdiri dari butir-butir yang bersih dari bahan-bahan organik, rumput dan bahan kimia lainnya.

b. Harus terdiri dari butiran yang tajam, keras dan bersifat kekal, artinya tidak dapat dihancurkan dengan jari dan pengaruh cuaca. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (berdasarkan berat kering).

c. Tidak boleh mengandung bahan organic terlalu banyak.

d. Pasir laut tidak boleh digunakan dalam sebuah konstruksi karena mengandung kadar garam terlalu tinggi.

e. Harus terdiri dari butiran yang bervariasi dan bila diayak dengan ayakan 150 maka harus memenuhi syarat:

- Sisa butiran diatas ayakan 4 mm, minimal 2% dari berat.

- Sisa butiran diatas ayakan 1 mm, minimal 10% dari berat.

- Sisa butiran diatas ayakan 0,25 mm berkisar antara 80% sampai 90% dari berat.

Sesuai dengan ASTM C33-74a. Batasan gradasi untuk agregat halus dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2. Batasan gradasi untuk agregat halus berdasarkan ASTM C33- 74a

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan

9,5 mm (3/8 in) 100

4,75 mm (No. 4) 95 – 100

2,36 mm (No. 8) 80 – 100

1,19 mm (No 16) 50 – 85

0,6 mm (No. 30) 25 – 60

0,3 mm (No. 50) 10 – 30

0,15 mm (No.100) 2 – 10

Sumber: ASTM C33-74a

(35)

2.5.3 Air

Air yang digunakan minimal memenuhi syarat sebagai air minum yaitu tawar, tidak berbau, bila dihembuskan dengan udara tidak keruh dan lain-lain, tetapi tidak berarti air yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai air minum.

Penggunaan air untuk beton sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut ini (Tjokrodimulyo, 2007):

• Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2 gr/ltr.

• Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik) lebih dari 15 gr/ltr.

• Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/ltr.

Menurut SK SNI 03-2847-2002, air yang digunakan untuk campuran beton harus telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak seperti air yang mengandung oli, asam, garam, bahan organik atau bahan-bahan lainnya yang akan merugikan beton atau tulangan.

2. Air yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat dimana air tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.

3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali telah memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum, harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.

(36)

2.5.4 Limestone (Kapur Tohor)

Kapur tohor dihasilkan dari batu gamping yang dikalsinasikan, yaitu dipanaskan dalam dapur pada suhu 6000C - 9000C. Proses pengolahan batu gamping menjadi kapur tohor dengan teknologi modern menggunakan tungku atau dapur putar (kiln) dan bahan bakar batu bara.

Kapur tohor adalah bahan penting dalam pembuatan semen.

Komposisi dan jenis kapur yang digunakan akan mempengaruhi hasil semen yang dihasilkan.

2.5.5 Styrofoam

Styrofoam atau plastik busa masih tergolong salah satu jenis plastik.

Styrofoam berbahan dasar dari polystyrene yang termasuk bahan polimer sintetis. Polistirena ditemukan sekitar tahun 1930, proses pembuatannya menggunakan polimerasi adisi dengan tekanan menggunakan proses peniupan. Stirena dapat diperoleh dari sumber alam yaitu petroleum.

Stirena merupakan cairan yang tidak berwarna menyerupai minyak dengan bau seperti benzena dan memiliki rumus kimia C6H5CH=CH2 atau ditulis sebagai C8H8.

Gambar 2.2. Proses katalisasi dari styrene menjadi polystyrene Sumber: https://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1517- 70762019000300330

Polystyrene sendiri dihasilkan dari styrene, yang mempunyai gugus phenyl (enam cincin karbon) yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dan molekul. Penggabungan acak benzena mencegah molekul membentuk garis yang sangat lurus sebagai hasilnya polyester mempunyai bentuk yang tidak tetap, transparan dan dalam berbagai

(37)

bentuk plastik. Polystyrene merupakan bahan baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu namun bersifat agak rapuh dan lunak pada suhu dibawah 1000C.

Menurut Sulcan dan Endang, sifat dari styrofoam yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh menjadi alasan penggunaan seng dan senyawa butadiene dalam proses pembuatannya.

Hal ini menyebabkan polystyrene kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zat plasticizer seperti dioktil ptalat (DOP) dan butil hidroksi toluene (BHT).

2.5.6 Zat Aditif / Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah suatu bahan berupa bubukan atau cairan, yang dibubuhkan ke dalam campuran beton selama pengadukan dalam jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya.

a. bahan tambahan tipe A adalah suatu bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran untuk menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang ditetapkan;

b. bahan tambahan tipe B adalah suatu bahan tambahan yang digunakan untuk memperlambat waktu pengikatan beton;

c. bahan tambahan tipe C adalah suatu bahan tambahan yang digunakan untuk mempercepat waktu pengikatan dan menambah kekuatan awal beton;

d. bahan tambahan tipe D adalah suatu bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi campuran untuk menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang ditetapkan dan juga untuk memperlambat waktu pengikatan beton;

e. bahan tambahan tipe E adalah suatu bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran untuk menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang telah diterapkan dan juga untuk mempercepat waktu pengikatan serta menambah kekuatan awal beton;

(38)

f. bahan tambahan tipe F adalah suatu bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran sebesar 12% atau lebih, untuk menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang telah ditetapkan;

g. bahan tambahan tipe G adalah suatu bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran sebesar 12% atau lebih, untuk menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang telah ditetapkan dan juga untuk memperlambat waktu pengikatan beton

2.5.6.1 Foaming Agent

Foaming agent adalah suatu larutan pekat dari bahan sulfaktan, dimana apabila hendak digunakan harus dilarutkan dengan air.

Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen. Dengan demikian akan terjadi banyak pori-pori udara di dalam bata.

Ada 2 macam foaming agent yaitu:

1. Bahan sintetis dengan kepadatan diatas 1000 kg/m3

Foaming agent berbahan dasar sintetis memiliki kepadatan sekitar 40 kg/m3 dan dapat mengembang sekitar 25 kali.

Foaming agent jenis ini sangat stabil untuk bata dengan kepadatan diatas 1000 kg/m3. Foaming agent ini dapat bertahan hingga 16 bulan dalam keadaan tertutup.

2. Bahan protein dengan kepadatan 400-1600 kg/m3

Foaming agent berbahan dasar protein yang didapat dari bahan-bahan alami memiliki berat sekitar 80 kg/m3 dan dapat menggembang sekitar 12,5 kali. Foaming agent ini relatif lebih stabil dan memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan foaming agent sintetis. Tetapi foaming agent ini hanya dapat bertahan hingga 12 bulan dalan keadaan terbuka.

(39)

2.6 Pengujian

2.6.1 Berat Jenis

Berat jenis adalah pengukuran berat setiap satuan volume benda.

Semakin tinggi berat jenis suatu benda maka semakin berat pula berat setiap volumenya. Semakin besar berat jenis suatu benda, maka semakin rendah porositasnya (Maria, 2009 dalam Menezes A., 2011).

Untuk menghitung besarnya berat jenis dipergunakan persamaan matematis berikut:

𝐵𝑗 = 𝑤 𝑉 Dimana:

Bj = berat jenis (gram/cm3) w = berat benda uji (gram) V = volume benda uji (cm3) 2.6.2 Kuat Tekan (Compressive Strength)

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.

Untuk mengetahui kekuatan tekan beton ringan dilakukan pemeriksaan kuat tekan (SNI 1974:2011). Pada mesin uji tekan benda yang akan diuji diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Untuk menghitung besarnya kuat tekan digunakan persamaan matematis berikut:

𝑓𝑐= 𝑃 𝐴 Dimana:

𝑓𝑐= kuat tekan (N/mm2) P = gaya tekan maksimum (N) A = luas penampang benda uji (mm2)

(40)

2.6.3 Daya Absorpsi

Penyerapan air (absorpsi) adalah perbandingan berat air yang dapat diserap pori terhadap berat kering beton, dan dinyatakan dalam persen (SNI 03–6433–2000). Persentase penyerapan air dirumuskan sebagai berikut:

𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 𝑤2 − 𝑤1

𝑤1 𝑋 100%

Dimana:

W1 = berat kering sampel setelah dioven 24 jam (gram) W2 = berat sampel setelah direndam 24 jam (gram)

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Umum

Metode Penelitian merupakan tahapan, proses, urutan atupun alur kerja untuk mendapatkan tujuan dari penelitian yang dilaksanakan. Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. Faktor yang diteliti adalah pengaruh penggunaan variasi Styrofoam dan variasi limestone terhadap berat jenis, kuat tekan, dan daya absorpsi air beton ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete).

Penelitian akan dilakukan menurut tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi Masalah

2. Melakukan Studi Literatur dan Pengumpulan Data 3. Penyediaan Bahan

4. Pengujian Bahan di Laboratorium Rekayasa Bahan FT. USU

5. Pembuatan Benda Uji Silinder beton ringan CLC untuk pengujian terhadap berat jenis, kuat tekan, dan daya absorpsi air

6. Pengujian sampel di Laboratorium Terpadu FMIPA USU.

a) Berat Jenis b) Kuat Tekan

c) Daya Absorpsi Air

7. Analisis Data dan Pembahasan 8. Kesimpulan dan Saran

9. Selesai

(42)

3.2 Flowchart Penelitian

Gambar 3.1 Flowchart penelitian

SELESAI MULAI

DASAR TEORI

PERUMUSAN MASALAH

PERSIAPAN BENDA UJI

PEMBUATAN BENDA UJI BETON UKURAN ϕ15 CM, TINGGI 30 CM

SEMEN 100%, VARIASI STYROFOAM 0%,

10%, 20%, 30%

SEMEN 80% + KAPUR TOHOR 20%, VARIASI

STYROFOAM 0%, 10%, 20%, 30%

UJI BERAT

JENIS

UJI BERAT

JENIS UJI

KUAT TEKAN

UJI KUAT TEKAN UJI

ABSOR PSI

UJI ABSOR

PSI

ANALISIS DATA

KESIMPULAN DAN SARAN SEMEN 90% + KAPUR TOHOR 10%, VARIASI

STYROFOAM 0%, 10%, 20%, 30%

UJI BERAT

JENIS

UJI KUAT TEKAN

UJI ABSOR

PSI

(43)

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Workshop Mitra Jalan Karya Kasih no. 35AB.

3.4 Bahan Penyusun Beton CLC (Cellular Lightweight Concrete)

Bahan penyusun beton CLC pada penelitian ini adalah terdiri dari semen portland, pasir, dan air. Biasanya terdapat bahan campuran tambahan yang bervariasi untuk memperoleh sifat-sifat beton porous yang diinginkan, namun dalam penelitian ini tidak digunakan bahan campuran atau bahan tambahan lainnya. Adapun bahan-bahan penyusun beton porous yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Semen Portland

Semen portland yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semen Padang dengan kemasan 50 kg.

2. Agregat Halus

Agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini adalah agregat halus yang berasal dari Binjai.

3. Air

Air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Laboratorium Beton.

4. Limestone

Limestone yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PT Wongso Sukses Mandiri.

5. Styrofoam

Styrofoam yang digunakan dalam penelitian ini berasa dari Styrofoam daur ulang.

6. Foaming Agent

Foaming agent yang digunakan berupa dalam penelitian ini berasal dari PT Bataris Anugerah Sejahtera.

(44)

3.5 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton CLC

3.5.1 Analisa Ayakan Pasir (ASTM C. 136 – 84a) a. Tujuan Penelitian

1. Menentukan gradasi / distribusi perbutiran pasir 2. Mengetahui fineness modulus (kehalusan) pasir b. Peralatan

1. Timbangan

2. Shieve shaker machine 3. Sample splitter

4. 1 set ayakan c. Bahan

1. Pasir kering oven 1000 gram d. Prosedur Percobaan

1. Ambil pasir yang telah kering oven (110 ± 5)0C.

2. Sediakan pasir sebanyak 2 sampel masing - masing sebanyak 1000 gr dengan menggunakan sampel splitter.

3. Susun ayakan berturut - turut dari atas ke bawah : 9.52 , 4.76 , 2.38 , 1.19 , 0.6 , 0.3 , 0.15 mm dan pan.

4. Tempatkan susunan ayakan tersebut diatas shieve shaker machine.

5. Masukkan sampel I pada ayakan yang paling atas lalu ditutup rapat.

6. Mesin dihidupkan selama 5 ( lima ) menit.

7. Timbang sampel yang tertahan pada masing - masing ayakan.

8. Lakukan percobaan diatas untuk sample II.

e. Rumus

1. Untuk berat yang tertahan ( tertinggal ) pada ayakan : 𝐵 =𝑃

𝑄 𝑥 100%

Dimana: B = % berat tertahan pada ayakan

(45)

P = Berat agregat pada ayakan Q = Berat total sampel

2. Untuk berat yang lolos ( melewati ) ayakan : 𝐵′ =𝑃′

𝑄′ 𝑥 100%

Dimana: B’ = % berat lolos saringan

P’ = Berat kumulatif agregat yang tertahan Q’ = Berat total sampel

f. Hasil Percobaan

Fineness Modulus = 2,282%

3.5.2 Berat Isi Pasir (ASTM C. 136 – 71, SNI 03-4804-1998) a. Tujuan Penelitian

1. Menentukan berat isi agregat halus (pasir) b. Peralatan

1. Timbangan dengan tingkat kepekaan 0.1 % dari berat sample 2. Bejana besi

3. Batang perojok 4. Termometer 5. Sekop kecil c. Bahan

1. Pasir ≤ saringan ϕ 4.75 mm kering oven suhu 110 ± 5o C 2. Air

d. Prosedur Percobaan 1. Cara Merojok

i. Bejana besi ditimbang dan kemudian diisi dengan pasir sampai 1/3 bagian tinggi bejana tersebut, lalu dirojok sebanyak 25 kali secara merata pada permukaannya.

ii. Pasir ditambah lagi hingga mencapai 2/3 tinggi bejana dan dirojok 25 kali secara merata pada permukaannya, kemudian

(46)

bejana diisi pasir sampai penuh dan dirojok 25 kali secara merata lalu permukaannya diratakan. Dalam perojokan untuk setiap lapis tidak boleh menembus lapisan bawahnya.

iii. Timbang bejana + pasir.

iv. Pasir dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu diisi air hingga penuh, timbang berat bejana + air dan diukur suhu air didalam bejana.

v. Percobaan dilakukan untuk 2 (dua) sampel.

2. Cara Menyiram

i. Bejana besi ditimbang dan kemudian diisi pasir dengan cara menyiram dengan sekop setinggi ± 5 cm dari bagian atas bejana sampai bejana tersebut penuh lalu ratakan

permukaannya.

ii. Timbang bejana + pasir.

iii. Pasir dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu diisi dengan air hingga penuh, timbang berat bejana + air dan diukur suhu air didalam bejana.

iv. Percobaan dilakukan untuk 2 (dua) sampel.

e. Rumus

Berat Isi Pasir = M

V

dimana: M = Berat pasir (kg)

V = Volume / berat isi air pada suhu tertentu f. Hasil Percobaan

Berat isi dengan cara merojok = 1565,383 kg/m3 Berat isi dengan cara menyiram = 1441,506 kg/m3 3.5.3 Berat Jenis dan Absorpsi Pasir (ASTM C. 127 & 128)

a. Tujuan Penelitian

1. Menentukan berat jenis kering, berat jenis semu, berat jenis SSD pasir

2. Menentukan penyerapan (absorpsi) pasir

(47)

b. Peralatan 1. Mould

2. Batang perojok 3. Oven

4. Piknometer 5. Timbangan 6. Pan

c. Bahan 1. Pasir 2. Air

d. Prosedur Percobaan

1. Sediakan pasir secukupnya

2. Rendam pasir tersebut dalam suatu wadah dengan air selama 24 jam.

3. Pasir tersebut dianginkan hingga tercapai kondisi kering permukaan.

4. Untuk menetukan pasir dalam kondisi SSD adalah sebagai berikut:

masukkan pasir kedalam mould 1/3 tinggi, lalu rojok 25 kali, kemudian isi pasir hingga ketinggian 2/3 tinggi, dirojok 25 kali.

Demikian seterusnya diisi hingga penuh dan dirojok 25 kali.

Setelah itu mould diangkat secara perlahan, dan apabila pasir runtuh pada bagian tepi atasnya (tidak keseluruhan) berarti pasir dalam keadaan SSD.

5. Sediakan pasir yang telah mencapai kondisi SSD dalam dua bagian, masing - masing seberat 500 gram. Bagian yang pertama dimasukkan ke dalam oven dan di keringkan selama 24 jam.

Bagian yang lain di masukkan ke dalam piknometer kemudian di isi dengan air kemudian di guncang berulang - ulang dengan tujuan agar udara yang ada dalam pasir keluar, ini ditandai dengan keluarnya buih dalam pasir. Buih yang keluar tersebut di

(48)

buang dengan cara mengisi piknometer dengan air, sampai melimpah dari leher piknometer tersebut. Pengisian air dilakukan secara perlahan - lahan. Setelah udara tidak ada lagi, atur agar air sampai hingga batas air.

6. Timbang berat piknometer + pasir + air.

7. Buang isi piknometer lalu isi dengan air bersih hingga batas air max.

8. Timbang berat piknometer + air, dan catat hasilnya.

9. Untuk pasir yang telah di ovenkan, setelah kering dilakukan penimbangan.

10. Ulangi percobaan di atas untuk sampel kedua.

e. Rumus

Berat jenis kering = 𝐴

𝐵+500−𝐶

Berat jenis SSD = 500

𝐵+500−𝐶

Berat jenis Semu = 𝐴

𝐵+𝐴−𝐶

Absopsi = 500−𝐴

𝐴

Dimana : A = berat pasir dalam keadaan kering (gr ) B = berat piknometer berisi air ( gr )

C = berat piknometer berisi air dan pasir (gr) Dimana: Berat Jenis Kering < BJ SSD < BJ semu f. Hasil Percobaan

Berat jenis kering rata – rata = 2,415 gram/cm3 Berat jenis SSD rata – rata = 2,56 gram/cm3 Berat jenis sem rata – rata = 2,84 gram/cm3 Absorpsi rata – rata = 12.53 gram/cm3

(49)

3.5.4 Kadar Lumpur Pasir (ASTM C. 117, SNI 03-4428-1997) a. Tujuan Penelitian

1. Menentukan persentase kadar lumpur pada pasir b. Peralatan

1. Ayakan No. 200 2. Oven

3. Timbangan 4. Pan

c. Bahan

1. Pasir kering oven 2. Kerikil kering oven 3. Air

d. Prosedur Percobaan

1. Sediakan 2 ( dua ) sampel pasir sebanyak masing - masing 500 gram dalam keadaan kering oven.

2. Tuang pasir kedalam ayakan no. 200 dan di siram dengan air melalui keran sambil digoyang - goyang.

3. Pada saat pencucian, pasir harus di remas - remas sehingga air yang keluar melalui ayakan terlihat jernih dan bersih.

4. Air yang masih ada di pan bersama pasir, disedot dengan alat penghisap air.

5. Usahakan pasir di dalam pan tidak tumpah keluar.

6. Sampel di dalam pan dikeringkan dalam oven selama 24 jam.

7. Setelah 24 jam, sampel yang ada di dalam pan diangkat kemudian ditimbang dan hasilnya di catat. Persentase selisih antara berat mula - mula dan berat kering setelah pencucian adalah kadar lumpur yang terkandung dalam material.

8. Lakukan percobaan untuk sampel dua.

e. Rumus

Perhitungan untuk kadar lumpur adalah sebagai berikut:

(50)

𝐾𝐿 =𝐵𝑀 − 𝐵𝐾 𝐵𝑀

Dimana: KL = Kadar lumpur agregat dalam persen BM = Berat sampel mula - mula

BK = Berat sampel setelah dikeringkan selama 24 jam Persyaratan

Menurut PBI’71 kadar lumpur yang terkandung dalam pasir yang telah dicuci dengan ayakan No.200 kadar lumpur tidak boleh lebih dari 5% berat agregat.

f. Hasil Percobaan

Kadar lumpur pasir = 4,5%

3.5.5 Colorimetric Test (ASTM C. 40 – 84 C 1990, SNI 2816 - 2014) a. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat kandungan bahan organik dalam agregat halus

b. Peralatan

1. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet kapasitas 350 ml

2. Gelas ukur kapasitas 500 - 1000 ml

3. Timbangan dengan tingkat kepekaan 1,0 gr 4. Sendok pengaduk

5. Standard warna gardner (organic plate) 6. Mistar

c. Bahan

1. Pasir kering oven lolos ayakan Ѳ4,75 mm 2. NaOH padat

3. Air aquadest d. Prosedur Percobaan

(51)

1. Sediakan pasir secukupnya dengan menggunakan sampel spliter sehingga terbagi menjadi seperempat bagian.

2. Sampel dimasukkan ke dalam botol gelas setinggi kurang lebih

± 3 cm dari dasar botol.

3. Sediakan larutan NAOH 3% dengan cara mencampurkan 12 gram kristal NAOH ± 388 ml aquadest di gelas ukur, masukkan larutan tersebut sampai tinggi larutan lebih kurang 2 cm dari permukaan pasir (tinggi pasir + larutan ± 5 cm).

4. Larutan diaduk dengan sendok pengaduk selama 7 menit.

5. Botol gelas ditutup rapat - rapat dengan penutup karet dan diguncang - guncang pada arah mendatar selama 8 menit.

6. Campuran dibiarkan selama 24 jam.

7. Bandingkan perubahan warna yang terjadi setelah 24 jam dengan standar warna gardner.

e. Hasil Percobaan

Warna standar gradner: lebih gelap no. 5

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perencanaan Mix Design Beton CLC (Cellular Lightweight Concrete) Perencanaan mix design beton cellular lightweight concrete (CLC) pada tugas akhir ini dibuat berdasarkan acuan jurnal penelitian terdahulu, yaitu

“Karakteristik Kuat Tekan, Kuat Tarik, dan Absorpsi Beton Akibat Penambahan Styrofoam dan Superplasticizer” – 2018, tabel 3.1, yang dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 4.1 Komposisi mix design berdasarkan acuan jurnal penelitian terdahulu

Sumber: table 3.1 Komposisi kebutuhan beton untuk 1 benda uji “Karakteristik Kuat Tekan, Kuat Tarik, dan Absorpsi Beton Akibat Penambahan Styrofoam dan Superplasticizer”

4.1.1 Penggunaan Styrofoam

Pada penelitian ini, styrofoam digunakan sebagai substitusi pasir terhadap volume beton sendiri. Variasi yang digunakan adalah 0%, 10%, 20% dan 30%, dengan cara perhitungannya adalah sebagai berikut.

ms = ρs x V dimana:

ms = massa styrofoam ρs = berat isi styrofoam

= 0,013 g/cm3 = 13000 g/m3

V = volume silinder diameter 15 cm dan tinggi 30 cm

= 1

4 π 152 . 30

(53)

= 5301,438 cm3 = 5,301 L

Kebutuhan styrofoam yang digunakan untuk setiap variasi:

- Variasi 0%: -

- Variasi 10%: ms = ρs x 10%V

ms = 13000 x 10%(5,301 x 10-3) = 6,891 g

- Variasi 20%: ms = ρs x 20%V

ms = 13000 x 10%(5,301 x 10-3) = 13,783 g

- Variasi 30%: ms = ρs x 30%V

ms = 13000 x 10%(5,301 x 10-3) = 20,674 g

4.1.2 Penggunaan Limestone

Pada penelitian ini, limestone digunakan sebagai substitusi pasir terhadap massa semen yang digunakan. Variasi yang digunakan adalah 0%, 10%, 20% dan 30%, dengan cara perhitungannya adalah sebagai berikut.

ml = n%.m dimana:

ml = massa limestone

n% = persentase variasi limestone m = massa semen

Kebutuhan limestone yang digunakan untuk setiap variasi:

- Variasi A1 (semen 100% + limestone 0%):

massa limestone = - massa semen = 1,59 kg

- Variasi A2 (semen 90% + limestone 10%):

massa limestone = 10% . 1,59 = 0,159 kg

(54)

massa semen = 90% . 1,59

= 1,431 kg

- Variasi A3 (semen 80% + limestone 20%):

massa limestone = 20% . 1,59 = 0,318 kg massa semen = 80% . 1,59

= 1,272 kg

4.1.3 Perencanaan Variasi Mix Design Beton Ringan CLC

Pada penelitian ini, berdasarkan hasil perhitungan di atas, perencanaan campuran mix design untuk ukuran 1 silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 perencanaan campuran mix design untuk ukuran 1 silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm

Semen (kg)

Limestone (kg)

Pasir (kg)

Styrofoam (g)

Air (L)

Foaming Agent

(g)

A1-0 1,59 - 1,59 - 1,325 2,651

A1-10 1,431 - 1,431 6,891 1,193 2,385

A1-20 1,272 - 1,272 13,783 1,06 2,12

A1-30 1,113 - 1,113 20,674 0,928 1,855

A2-0 1,431 0,159 1,59 - 1,325 2,651

A2-10 1,288 0,143 1,431 6,891 1,193 2,385 A2-20 1,145 0,127 1,272 13,783 1,06 2,12 A2-30 1,002 0,111 1,113 20,674 0,928 1,855

A3-0 1,272 0,318 1,59 - 1,325 2,651

A3-10 1,145 0,286 1,431 6,891 1,193 2,385 A3-20 1,018 0,254 1,272 13,783 1,06 2,12 A3-30 0,891 0,223 1,113 20,674 0,928 1,855 TOTAL 14,598 1,621 16,218 124,044 13,518 27,033 Sumber: Data Primer

(55)

Dengan:

- A1-0: semen 100% + limestone 0%, dengan kadar styrofoam 0%

- A1-10: semen 100% + limestone 0%, dengan kadar styrofoam 10%

- A1-20: semen 100% + limestone 0%, dengan kadar styrofoam 20%

- A1-30: semen 100% + limestone 0%, dengan kadar styrofoam 30%

- A2-0: semen 90% + limestone 10%, dengan kadar styrofoam 0%

- A2-10: semen 90% + limestone 10%, dengan kadar styrofoam 10%

- A2-20: semen 90% + limestone 10%, dengan kadar styrofoam 20%

- A2-30: semen 90% + limestone 10%, dengan kadar styrofoam 30%

- A3-0: semen 80% + limestone 20%, dengan kadar styrofoam 0%

- A3-10: semen 80% + limestone 20%, dengan kadar styrofoam 10%

- A3-20: semen 80% + limestone 20%, dengan kadar styrofoam 20%

- A3-30: semen 80% + limestone 20%, dengan kadar styrofoam 30%

Dengan masing – masing variasi terdiri atas 6 sampel, maka jumlah material yang digunakan adalah:

- Semen: 14,598 x 6 = 87,588 kg - Limestone: 1,621 x 6 = 9,726 kg - Pasir: 16,218 x 6 = 97,308 kg - Styrofoam: 124,044 x 6 = 744,264 g - Air: 13,518 x 6 = 81,108 kg

- Foaming Agent: 27,033 x 6 = 162,198 kg

(56)

4.2 Pengujian Beton CLC (Cellular Lightweight Concrete) 4.2.1 Pengujian Berat Jenis

Hasil pengujian berat jenis dengan benda uji silinder pada umur 28 hari dalam penelitian ini didapat data sebagai berikut:

Tabel 4.3 Data hasil pengujian berat jenis dengan benda uji silinder pada umur 28 hari

No Variasi Kode sampel

Umur (hari)

Berat Jenis (kg/m3)

Berat Jenis Rata-Rata

(kg/m3)

1 A1

A1-0 28

662,232

668,082 667,327

674,687

A1-10 28

595,423

605,3 602,784

617,693

A1-20 28

528,238

546,481 541,260

569,946

A1-30 28

475,584

466,148 452,371

470,488

2 A2

A2-0 28

619,203

616,623 606,558

624,109

A2-10 28

510,498

524,463 538,618

524,275

A2-20 28

514,461

500,558 489,549

497,665

(57)

A2-30 28

401,604

426,83 431,423

447,464

3 A3

A3-0 28

599,953

616,183 613,541

635,055

A3-10 28

582,968

576,866 559,377

588,252

A3-20 28

494,268

493,827 490,116

497,098

A3-30 28

461,618

442,557 439,915

426,138 Sumber: Data Primer

Dengan:

- A1-0: semen 100% + limestone 0%, dengan kadar styrofoam 0%

- A1-10: semen 100% + limestone 0%, dengan kadar styrofoam 10%

- A1-20: semen 100% + limestone 0%, dengan kadar styrofoam 20%

- A1-30: semen 100% + limestone 0%, dengan kadar styrofoam 30%

- A2-0: semen 90% + limestone 10%, dengan kadar styrofoam 0%

- A2-10: semen 90% + limestone 10%, dengan kadar styrofoam 10%

- A2-20: semen 90% + limestone 10%, dengan kadar styrofoam 20%

- A2-30: semen 90% + limestone 10%, dengan kadar styrofoam 30%

- A3-0: semen 80% + limestone 20%, dengan kadar styrofoam 0%

- A3-10: semen 80% + limestone 20%, dengan kadar styrofoam 10%

- A3-20: semen 80% + limestone 20%, dengan kadar styrofoam 20%

- A3-30: semen 80% + limestone 20%, dengan kadar styrofoam 30%

Gambar

Tabel 2.1.  Pengelompokkan beton berdasarkan Departemen PU (Puslitbang  Prasarana Transportasi, Divisi 7-2018)
Gambar 2.1. Pengelompokkan beton berdasarkan tegangan pra-layan  Sumber: https://lauwtjunnji.weebly.com/pengelompokan-beton.html  2.3 Beton Ringan
Tabel 2.2.  Batasan gradasi untuk agregat halus berdasarkan ASTM C33- C33-74a
Gambar 3.1 Flowchart penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang mempengaruhi rasa syukur pada pekerja tunanetra.

Kami akan membayar deposit kerugian perjalanan dan/atau penginapan sehingga had maksimum sebanyak USD 7,500 bagi setiap individu (sub-had tergunapakai bagi Pasangan dan

Menurut Subana (2001:89) menyatakan bahwa, “metode deskriptif adalah menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi

Perbedaan nyata baru terlihat se- telah 16 MSPT, dimana perlakuan P yaitu pemakaian media tanam campuran serat sabut kelapa dengan arang kayu dan pemberian konsentrasi pupuk Gaviota

Sukoharj o, Surakarta Jawa Tengah Rp. Tanj ung

Dalam penulisan ilmiah ini akan dibahas bagaimana membuat program aplikasi untuk pengontrolan stok barang dan pemesanan barang secara online. Dimana dengan menggunakan program

Peraturan Kepala BKPM Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pelimpahan dan Pedoman Penyelenggaraan Dekonsentrasi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Tahun Anggaran 2015

Pada proses penyembunyian data, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa semakin besar ukuran gambar penampung atau semakin kecil pesan rahasia yang akan disisipkan, maka perbedaan