• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Analisis 5.1.1. Uji Validitas

Pengujian terhadap kuisioner dilakukan dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian kuesioner dilakukan kepada 30 responden pada Universitas Terbuka. Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan.

Instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur.

Variabel Kepemimpinan Transformasional (X1) ke semua indikator atau sebanyak 21 item valid. Variabel Kualitas Kehidupan Kerja (X2) ke semua indikator atau sebanyak 44 item valid, dan juga untuk variabel Perilaku Ekstra Peran (Y) ke semua indikator atau sebanyak 20 item valid karena hasil uji validitas ketiganya pada seluruh pertanyaan adalah lebih besar dari r Tabel pada selang kepercayaan 95%

yaitu 0.361 (rTabel pada n = 30 dan α = 0.05). Hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 3.

5.1.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat kekonsistenan pengukuran dari suatu responden ke responden yang lain atau dapat dikatakan sejauh mana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda intrepretasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut.

Teknik Alpha Cronbach digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen.

Dalam teknik ini instrument diuji cobakan pada 30 responden dan dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 17.00 for Windows.

Uji signifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0.05, artinya instrumen dapat dikatakan reliabel bila nilai alpha lebih besar dari r kritis product moment atau lebih besar dari 0.60.

(2)

Dari hasil uji reliabilitas diperoleh Cronbach’s Alpha untuk masing-masing variabel X1, X2, dan Y menunjukkan nilai alpha lebih besar dari r kritis product moment atau lebih besar dari 0.60. Nilai tersebut berarti bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sangat reliabel. Nilai hasil reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Laten Cronbach's Alpha

Keterangan Kepemimpinan Transformasional 0,743 Reliabel Kualitas Kehidupan Kerja (QWL) 0.745 Reliabel Perilaku Ekstra Peran (OCB) 0.734 Reliabel Sumber : pengolahan data primer – SPSS 17.00, 2011

5.2. Analisis Indikasi Awal

Setiap jawaban responden ditabulasikan dan dibuat distribusi frekuensinya Respon pernyataan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok. Dimana SS artinya

“Sangat Setuju dan S artinya”Setuju. Kelompok pertama, respon SS ditambah S bila lebih 90% dikelompokkan sangat positif (SS+S>90%). Kelompok kedua, respon SS ditambah S diantara 80-90% dikelompokkan positif (SS+S Antara 80-90%) dan kelompok ketiga, respon SS ditambah S kurang dari 80% dikelompokkan menjadi yang sedang(SS+S <80%). Lampiran 1 merupakan kuesioner yang diberikan kepada responden yaitu staf administrasi UT. Hasil tabulasi dari daftar distribusi frekuensi ketiga variabel yaitu kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran dapat dilihat pada Lampiran 4.

5.2.1 Kepemimpinan Transformasional

Hasil penelitian memberikan indikasi bahwa secara umum kepemimpinan transformasional telah dirasakan oleh karyawan secara positif. Karyawan merasakan bahwa menjunjung nilai kejujuran sangat penting di dalam melakukan pekerjaan.Tindakan pemimpin dengan memberi contoh dan teladan kepada karyawan adalah sebagai perwujudan adanya dukungan atas kerja karyawan.

(3)

Namun masih ada hal yang dirasakan kurang oleh responden. Dari pendapat terhadap kepemimpinan transformasional yang merasa sedang atau kurang dari 80%

ditunjukkan oleh item pertanyaan khususnya mengenai perhatian individu. Tabel 7 memberikan gambaran respon positif untuk kepemimpinan transformasional.

Tabel 7. Respon positif untuk variabel kepemimpinan transformasional

KELOMPOK RESPON PERSENTASE

1. SANGAT POSITIF (SS+S> 90%)

X1.1.1 Rektor selalu menekankan pentingnya kejujuran dalam melaksanakan pekerjaan

93.6 X1.1.2 Rektor mampu mendorong karyawan untuk bekerja

sama dengan baik dalam tim di lingkungan pekerjaan 91.3 X1.1.4 Rektor selalu mempertimbangkan konsekuensi moral

dan etis dari setiap keputusan yang dibuat

93.2 X1.1.6 Rektor memberikan penghargaan/pujian kepada

karyawan yang mampu memenuhi target pekerjaan 92.7 X1.3.2 Rektor membebaskan karyawan untuk berimprovisasi

dalam menyelesaikan pekerjaan 91.4 X1.3.6 Rektor mampu menumbuhkan kebanggaan karyawan

untuk mencapai prestasi terbaik

94.5 X1.4.2 Rektor memberikan keyakinan kepada karyawan

bahwa tujuan akan dicapai dengan kerja sama yang 92.8 X1.4.3 Rektor mampu menciptakan semangat dan optimisme

dalam kerja tim

97.2 X1.4.4 Rektor selalu mencari perspektif yang berbeda saat

memecahkan masalah 90.9

2. POSITIF (SS+S Antara 80-90%)

X1.1.3 Rektor memiliki wibawa di hadapan karyawan 88.6 X1.1.5 Kehadiran Rektor mampu memberikan semangat kerja

kepada bawahan 80.6

X1.1.7 Rektor mampu memberikan teladan kepada 86.8 X1.2.2 Rektor berusaha membantu untuk mengembangkan

kekuatan/kemampuan karyawan 87.2 X1.2.4 Rektor memberikan perhatian kepada karyawan

yang memiliki kemampuan unggul 87.7 X1.3.1 Rektor sering memberikan motivasi kepada karyawan

pada saat rapat atau pertemuan

86.4 X1.3.3 Rektor memberikan apresiasi kepada karyawan yang

memiliki ide-ide kreatif

88.2 X.1.3.4 Rektor selalu berusaha melihat masalah dari sudut

yang berbeda 81.9

(4)

Lanjutan Tabel 7.

KELOMPOK RESPON PERSENTASE

POSITIF (SS+S Antara 80-90%)

X1.3.5 Rektor menyarankan cara-cara baru dalam menyelesaikan pekerjaan

88.2 X1.4.1 Rektor memberikan contoh penyelesaian pekerjaan

yang baik kepada karyawan (pas 90%) 90.0 3. SEDANG (SS+S <80%)

X1.2.1 Rektor berusaha untuk mengenal nama-nama para karyawan

75.0 X1.2.3 Rektor selalu menyediakan waktu bagi karyawan untuk

berdiskusi tentang pekerjaan di luar jam kerja 74.1 Sumber : Tabel Distribusi Frekuensi Yang diolah, 2011

(SS=Sangat, S=Setuju, S=Setuju)

Dari 21 pertanyaan mengenai kepemimpinan transformasional, secara umum respon terhadap kepemimpinan transformasional adalah positif. Respon sangat positif ditunjukkan pada indikator kharisma dengan nilai presentase di atas 90%. Indikasi yang sangat positif yaitu karyawan menilai pimpinan mampu menciptakan semangat dan optimisme dalam kerja tim.

Di sisi lain, karyawan masih beranggapan pimpinan kurang memberikan perhatian secara individu, seperti pada P8, sebesar 23.6%. Bila perhatian itu dimaksudkan mengenal nama-nama karyawan secara individu, maka hal itu dapat dimengerti karena jumlah karyawan yang banyak. Bila melihat dari hasil distribusi frekuensi (Lampiran 3) tidak ada respon yang negatif persepsi karyawan terhadap kepemimpinan transformasional. Responden yang menyatakan respon negatif ditunjukkan oleh nilai yang berkisar pada 40% ke bawah.

5.2.2. Kualitas Kehidupan Kerja (Quality of Work Life)

Karyawan merasa puas dengan kualitas kehidupan kerjanya. Penerapan indikator QWL seperti partisipasi karyawan, pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, kompensasi yang layak dan kebanggaan menunjukkan indikasi positif. Pada konstruk first order kebanggaan, jawaban responden memberikan indikasi bahwa karyawan merasakan ikut memiliki

(5)

UT karena sarana dan prasarana yang lengkap. Sarana olahraga yang lengkap dan fasilitas kesehatan juga disediakan. Fasilitas kesehatan tidak hanya disediakan bagi karyawan itu sendiri, namun berlaku juga untuk istri/suami beserta anak. Untuk menjaga kesehatan karyawan disediakan sarana olahraga. Sebanyak 95.4% responden menyatakan bahwa program kebugaran sudah baik. Untuk menunjang kelancaraan dan mobilitas karyawan dalam bekerja, disediakan mobil jemputan yang menjemput dan mengantar karyawan dari rumah dan ke kantor. Sarana kerja seperti komputer tersedia untuk masing-masing orang. Hal ini lah yang membuat karyawan merasa bangga bekerja di UT.

Namun ada indikasi yang menyiratkan karyawan belum puas oleh pengembangan pendidikan lanjutnya, yaitu pada konstruk first order pengembangan karir. Mereka merasa bahwa untuk melanjutkan pendidikan masih belum merata yang ditunjukkan dengan jawaban responden sebesar 74.5% . Tabel 8 menunjukkan respon dari variabel kualitas kehidupan kerja dari sangat positif hingga yang sedang.

Tabel 8. Respon positif untuk variabel kualitas kehidupan kerja

KELOMPOK RESPON PERSENTASE

1. SANGAT POSITIF (SS+S> 90%)

X2.1.2 Saya memiliki jiwa kerjasama yang baik dalam tim di

lingkungan pekerjaan 93.6

X2.1.5 Pengalaman yang saya miliki sangat mendukung partisipasi kerja

94.1 X2.2.2 Saya selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja saya agar

mendapatkan penilaian yang tinggi 90.4

X2.3.1 Teman kerja saya bersikap kooperatif 92.3

X2.3.2 Hubungan saya dengan rekan kerja diluar pekerjaan

berjalan baik 96.0

X2.3.3 Saya selalu berpikir positif terhadap orang lain dalam lingkungan kerja saya

98.6 X2.3.4 Saya menggunakan telepon, fax dan internet dengan

efisien

95.0 X2.5.1 Saya merasa bangga bisa bekerja di UT 96.4 X2.5.2 Saya puas dengan pencapaian prestasi UT di tingkat

nasional maupun Internasional 90.4

X2.5.3 UT selalu berperan aktif dalam program sosial kemasyarakatan

92.7

X2.5.4 Hubungan dengan rekan kerja berjalan harmonis 94.1 X2.5.5 Sarana dan prasarana yang lengkap membuat saya merasa

ikut memiliki UT

95.9

(6)

Lanjutan Tabel 8.

KELOMPOK RESPON PERSENTASE

SANGAT POSITIF (SS+S> 90%)

X2.8.3 Program kebugaran dan sarana olahraga sudah baik 95.4 X2.8.4 Faktor kesehatan sangat menentukan produktiviyas saya

dalam bekerja

97.3

X2.8.5 Saya selalu berusaha menerapkan pola hidup sehat 93.6 2. POSITIF (SS+S Antara 80-90%)

X2.1.2 Saya selalu berusaha untuk berpartisipasi memberikan pendapat berdasarkan fakta yang saya ketahui dalam setiap rapat

86.9

X2.1.3 Tingkat pendidikan saya sangat mendukung partisipasi kerja

86.9 X2.1.4 Saya selalu berusaha mempelajari hal-hal baru yang

berkaitan dengan pekerjaan saya 89.1 X2.2.1 Setiap karyawan mendapatkan kesempatan yang sama

untuk mendapatkan pelatihan dari lembaga 83.7 X.2.2.2 Pekerjaan saya, memberi peluang untuk berkembang

dengan menggunakan keahlian yang saya miliki

83.2 X2.2.4 Saya puas dengan metode penilaian kinerja karyawan yang

diterapkan di lembaga 80.4

X2.4.1 Di lingkungan kerja saya, potensi kecelakaan kerja rendah 87.7 X2.4.2 Saya puas dengan program kesehatan dan keselamatan

kerja (K3) di lembaga ini 82.7

X2.4.5 Menurut saya prosedur keamanan kerja yang ada sudah baik

87.3 X2.6.1 Gaji yang saya terima sudah memenuhi kebutuhan hidup

saya saat ini 84.5

X2.6.2 Saya puas dengan sistem remunerasi di lembaga ini 84.1 X2.6.3 Kompensasi yang saya terima sudah sesuai dengan beban

kerja saya saat ini 82.7

X2.6.4 Saya puas dengan sistem tunjangan kesejahteraan yang diberikan

89.5 X2.6.5 Kompensasi yang diberikan membuat semangat kerja saya

meningkat 89.1

X.2.7.1 Di lingkungan kerja tidak pernah terjadi kehilangan barang

berharga milik pribadi 82.3

X2..8.1 Fasilitas kesehatan yang ada sudah cukup baik dan lengkap 80.4 Menurut saya program rekreasi yang diselenggarakan sudah cukup baik

88.6 X2.9.4 Setiap konflik yang terjadi di lingkungan kerja selalu

diselesaikan dengan baik 83.4

3. SEDANG (SS+S <80%)

X2.2.3 Setiap karyawan mendapatkan kesempatan yang sama

untuk melanjutkan pendidikan 75.5

X2.4.3 Saya tidak pernah merasa khawatir terjadi kecelakaan karena sarana keselamatan kerja lengkap 75.0

(7)

Lanjutan Tabel 8.

KELOMPOK RESPON PERSENTASE

SEDANG (SS+S <80%)

X2.4.4 Pekerjaan saya menuntut kehati-hatian fisik dalam bekerja 63.4 X2.7.2 Di lingkungan kantor tidak pernah terjadi kehilangan

barang berharga milik lembaga

70.0

X2.7.3 Saya puas dengan sistem pension 75.7

X2.9.1 Menurut pendapat saya, Rektor selalu terbuka dalam menyelesaikan konflik yang ada di dalam lingkungan kerja 73.6 X2.9.3 Saya dapat menyampaikan keluhan mengenai kondisi kerja

yang ada kepada pimpinan unit saya setiap saat 76.8 X2.9.2 Proses dalam penyampaian keluhan sudah diatur dengan

baik

77.3 Sumber : Tabel Distribusi Frekuensi Yang diolah, 2011

(SS=Sangat, S=Setuju, S=Setuju)

5.2.3. Perilaku Ekstra Peran (Organizational Citizenship Behavior).

Hasil distribusi frekuensi dari perilaku ekstra peran atau OCB pada umumnya positif. Pada umumnya karyawan memiliki keinginan untuk membantu rekan kerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang ditunjukkan jumlah jawaban responden sebesar 92.8%. Konstruk first order altruism menunjukkan respon yang positif.

Respon positif dan sangat positif memberikan indikasi yang baik mengenai perilaku ekstra peran karyawan UT. Hal ini berarti bahwa kesadaran karyawan tentang berperilaku yang baik akan menunjang kemajuan unit dan organisasi. Dari Tabel 9, sebanyak 75.5% responden memberikan respon sedang menyangkut kemampuan mereka untuk mentolerir ketidaknyamanan di kantor. Ketidaknyamanan bisa berasal dari rekan kerja yang tidak dapat bekerja sama dalam tim kerja yang ada atau suasana kerja yang tidak kondusif. Tabel 9 memberikan indikasi awal dari perilaku ekstra peran.

(8)

Tabel 9 Respon positif untuk variabel perilaku ekstra peran

KELOMPOK RESPON PERSENTASE

1. SANGAT POSITIF (SS+S> 90%)

Y.1.1 Saya selalu berusaha membantu orang lain yang memiliki beban kerja berlebihan 92.8 Y1.1 Saya merasa mendapatkan sebuah pelajaran atau

pengalaman dengan membantu pekerjaan rekan kerja 95.9 Y1.1 Saya akan menyelesaikan tugas sebelum waktu yang

telah ditentukan

94.5 Y1.1 Saya akan menolong karyawan baru untuk mengenali

lingkungan kerja yang baru 93.6

Y2.1 Saya tidak pernah berlama-lama ketika makan siang 92.3 Y2.2 Saya tidak pernah memperpanjang waktu istirahat 90.4 Y.2.3 Saya sering datang tepat waktu ke tempat kerja 90 Y3.2 Saya akan mendukung setiap kebijakan yang

dikeluarkan oleh tempat kerja saya 92.8 Y3.3 Saya akan selalu berusaha menyelesaikan tugas

sebelum tenggat waktu 96.8

Y3.5 Saya selalu bersedia untuk bekerja sama dengan orang lain, agar pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik

96.4 Y3.6 Saya selalu berkonsultasi dengan atasan dan rekan kerja

jika terdapat masalah di kantor 98.2 Y4.1 Bila ada informasi baru, saya selalu

memberitahukannya kepada rekan kerja saya 94.1 Y4.2 Saya menghadiri setiap pertemuan informal dan formal

di kantor bila diundang

90.5 Y4.3 Saya suka mencari informasi yang berguna untuk

memajukan organisasi kami 92.3

Y5.1 Saya merasa suka memakai seragam/baju yang diberikan lembaga/UT

91.8 Y5.2 Saya akan mengingatkan rekan kerja saya, jika ia

melanggar peraturan di kantor 91.8 2. POSITIF (SS+S Antara 80-90%)

Y.3.4 Saya tidak akan merasa kecewa bila saran/masukan saya tidak diterima oleh rekan kerja 89.5 3. SEDANG ((SS+S <80%)

Y1.4 Saya akan membantu mengerjakan tugas dari rekan

kerja yang absen 78.6

Y1.6 Saya akan membantu training karyawan baru walaupun tidak diperlukan

78.1 Y2.3 Saya dipuji oleh atasan karena kerja saya cepat 72.3 Y5.3 Saya adalah tipe orang yang dapat mentolerir

ketidaknyaman di kantor

75.5 Sumber : Tabel Distribusi Frekuensi Yang diolah, 2011

(SS=Sangat, S=Setuju, S=Setuju)

(9)

Dari hasil wawancara lanjutan memberikan gambaran bahwa pada dasarnya karyawan memiliki nilai OCB, namun pada prakteknya kadangkala masih membutuhkan penjelasan tentang manfaat OCB bagi organisasi. OCB tidak saja untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kemajuan unit kerja dan tim kerja.

5.3. Karakteristik Responden

Data penelitian yang disajikan bisa berupa deskriptif. Data deskriptif yang diperoleh adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh sebagai tambahan dalam memahami hasil penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah karyawan atau staf administrasi Universitas Terbuka sejumlah 220 karyawan. Responden diperinci berdasarkan jenis kelamin, usia, status, pendidikan terakhir, golongan, dan masa kerja. Persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan dan masa kerja dapat dilihat pada Gambar 9 pada halaman selanjutnya. Rekapitulasi data responden dapat dilihat pada Lampiran 5.

(10)

Gambar 9. Persentase Karakteristik Responden

5.3.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Perbedaan jenis kelamin seringkali menunjukkan kemampuan kondisi bekerja karyawan. Untuk pekerjaan yang menuntut kekuatan fisik lebih banyak didominasi oleh pria, dan wanita menduduki posisi yang tidak dominan. Gambar 9 menunjukkan

(11)

karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin. Responden sebagian besar adalah pria sebanyak 126 orang (57%) dan wanita 94 orang (43%).

Untuk melihat hubungan jenis kelamin dengan kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran dapat melalui pengolahan oneway anova. Pada hasil pengolahan Oneway Anova terlihat bahwa rata- rata (Mean) persepsi kepemimpinan transformasional, tingkat kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran antara pria dan wanita dimana diuji pada taraf signifikansi 0,05 dengan hasil yang diperoleh sebesar 0.099, 0.138, dan 0.374 (Lampiran 6). Hal ini berarti tidak ada beda persepsi jenis kelamin terhadap ketiga variabel tersebut.

Hasil pengolahan descriptive (Lampiran 7) bahwa rata-rata (Mean) kepemimpinan transformasional tidak berbeda antara wanita dengan pria, yaitu rataan wanita sebesar 3.39 dan pria sebesar 3.50. Sedangkan rata-rata (Mean) kualitas kehidupan kerja wanita adalah 3.50 dan pria adalah 3.42, sedangkan rata-rata (Mean) perilaku ekstra peran pria dan wanita adalah sebesar 3.36 dan 3.42.

5.3.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia seseorang dapat memberikan dampak pada tanggung jawab yang diembannya. Seseorang yang berusia lebih dewasa pada suatu lingkungan kerja akan bertindak secara hati-hati terutama bila menyangkut pengambilan keputusan dan lebih bertanggung jawab. Namun kondisi fisik karyawan yang berusia lebih muda akan memberikan keuntungan tersendiri bila beban kerjanya menuntut kondisi fisik yang prima. Karyawan yang berusia tua dapat membantu memberi petunjuk karena lebih berpengalaman dibandingkan karyawan muda. Gambar 9 pada halaman sebelumnya menunjukkan karakteristik reponden berdasarkan usia.

Sebagian besar responden berusia antara 40-49 atau sebanyak 98 orang (44,5%). Karyawan yang berusia antara 20-29 tahun sebanyak 4,09%. Responden yang berusia antara 20-29 tahun merupakan karyawan baru di Universitas Terbuka.

Pada hasil pengolahan Oneway Anova rata-rata (Mean) persepsi kepemimpinan transformasional, tingkat kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran antara pria dan wanita dimana diuji pada taraf signifikansi 0,05 dengan hasil yang diperoleh

(12)

sebesar sebesar 0.230, 0.288 dan 0.072. Oleh karena probabilitas > 0.05 dengan demikian tidak ada beda diantara ketiga variabel tersebut diantara kelompok usia (Lampiran 6).

Pada Lampiran 7 Descriptives, rata-rata (Mean), perilaku ekstra peran terbesar berada pada kelompok usia 20-29 thn, yaitu sebesar 3.55. Untuk rentang usia 30-39 thn rataannya 3.24, pada usia 40-49 thn sebesar 3.40, dan 50-60 thn rataannya 3.43.

5.3.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang dipandang mampu mempengaruhi sikap, pengambilan keputusan serta kemampuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan secara lebih efektif dan efisien. Dalam hal ini peneliti membatasi hanya pada pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden.

Berdasarkan tingkat pendidikan, responden dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu : Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah atas (SMA), Diploma, Sarjana, Pascasarjana. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan Diploma, yaitu sebesar 34% dari 220 responden, kemudian diikuti dengan responden yang berpendidikan SMA sebanyak 29%, Pascasarjana sebanyak 22% dan Sarjana sebanyak 12 % (Gambar 9).

Hubungan tingkat pendidikan terhadap kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran maka dilakukan uji Anova (Lampiran 6), bahwa didapatkan hasil bahwa p - value signifikansi di atas 0.05.

Dengan demikian karakteristik tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh yang nyata berbeda terhadap ketiga variabel tersebut.

5.3.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan

Responden pada penelitian ini terbagi menjadi beberapa golongan yang masing-masing golongan memiliki perbedaan tugas dan pekerjaan. Gambar 9 pada halaman sebelumnya menunjukkan frekuensi yang muncul pada setiap golongan.

Sebagian besar responden berada pada golongan III, mulai dari IIIA hingga IIID. Hal ini sesuai dengan tingkat pendidikan responden, yaitu Diploma, namun ada juga responden tingkat pendidikan Sarjana yang berada pada golongan III.

(13)

Pada hasil pengolahan Oneway Anova rata-rata (Mean) persepsi kepemimpinan transformasional, tingkat kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran antara pria dan wanita dimana diuji pada taraf signifikansi 0,05 dengan hasil yang diperoleh sebesar 0.764, 0.437, dan 0.591. Oleh karena probabilitas > 0.05 hal ini menunjukkan bahwa tidak ada beda persepsi berdasarkan golongan terhadap ketiga variabel (Lampiran 6). Hasil pengolahan Descriptives menunjukkan Mean untuk masing-masing golongan, yang tertinggi pada golongan I yaitu 3.50 (Lampiran 7). Sedangkan pada Tabel Deskriptif memperlihatkan rata-rata terbesar (Mean) berada pada golongan IV, yaitu 3.41.

5.3.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

Masa kerja seorang karyawan umumnya akan berkaitan dengan tingkat loyalitasnya. Masa kerja yang tinggi akan memberikan banyak pengalaman kepada karyawan serta mampu menterjemahkan visi dan misi organisasi dengan lebih baik.

Sebagian besar responden memiliki masa kerja lebih dari 20 tahun. Karyawan senior memiliki masa kerja selama 49 tahun, dan hanya 9,1% yang telah bekerja kurang dari 6 tahun. Terlihat pada Gambar 9 merupakan karakteristik responden berdasarkan masa kerja.

Pada hasil pengolahan Oneway Anova rata-rata (Mean) persepsi kepemimpinan transformasional, tingkat kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran antara pria dan wanita dimana diuji pada taraf signifikansi 0,05 dengan hasil yang diperoleh sebesar 0.187, 0.353 dan 0.466 (Lampiran 6). Hasil pengolahan Descriptives menunjukkan Mean untuk masa kerja 6 - 10 tahun sebesar 3.55.

(Lampiran 7).

5.4. Hasil Analisis Partial Least Square (PLS): Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kualitas kehidupan Kerja terhadap Perilaku Ekstra Peran Karyawan

Metode analisis yang dilakukan untuk mengetahui bentuk dan besarnya pengaruh konstruk laten independen (endogen) yaitu perilaku ekstra peran terhadap konstruk laten dependen (eksogen) yaitu kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja adalah menggunakan Partial Least Square (PLS) yang diolah dengan

(14)

SmartPLS 2.0. Model hubungan ketiga variabel laten tersebut dengan indikator- indikatornya dapat dilihat pada Gambar 10.

Konstruk yang digunakan dalam penelitian merupakan konstruk dengan multidimensi. Konstruk terdiri dari dua jenjang konstruk yaitu konstruk first order dan konstruk second order. Variabel utama dalam pengamatan adalah second order.

Sedangkan Konstruk first order merupakan variabel penegas dari konstruk second order. Pada penelitian ini konstruk second order meliputi penerapan Kepemimpinan Transformasional, Kualitas Kehidupan Kerja (Quality of Work Life), dan Perilaku Ekstra Peran (Organizational Citizenship Behavior) yang kemudian akan dipertegas oleh beberapa konstruk first order. Sedangkan konstruk first order dipertegas dengan beberapa indikator.

Setelah model dibentuk dengan menggunakan SmartPLS, dilakukan pengujian kelayakan model. Pengujian kelayakan model dilakukan terhadap outer model dan inner model. Evaluasi outer model dilakukan untuk mengevaluasi hubungan indikator dengan konstruk first order. Sedangkan evaluasi inner model dilakukan untuk mengevaluasi hubungan konstruk first order terhadap konstruk second order dan mengevaluasi hubungan antar konstruk second order.

(15)

Gambar10. Model Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Perilaku Ekstra Peran (sumber : hasil data primer yang diolah smartPLS, 2011)

(16)

5.4.1. Evaluasi Outer Model Pada Konstruk First Order dengan Indikator Pada Setiap Konstruk Second Order

Pada penelitian ini, bentuk hubungan multidimensi antara konstruk second order, konstruk fisrt order, dan indikator-indikatornya terbentuk menjadi hubungan reflektif. Setelah model dibentuk dengan menggunakan SmartPLS, dilakukan pengujian kelayakan model. Gambar 10 dapat dilihat bahwa ada beberapa indikator yg memiliki nilai factor loading rendah maka indikator harus di drop dengan tujuan memperoleh kelayakan model. Indikator yang memiliki nilai faktor loading di bawah 0.5 dapat dilihat pada Tabel 10. Untuk konstruk first order pada indikator berbagi pengalaman, dilakukan pengedropan. Karena setelah drop pertama kali Y3.6 nilainya menjadi turun dari 0.538 menjadi 0.494. Oleh sebab itu dilakukan analisis PLS kembali dan menghasilkan Gambar 11 (pada halaman selanjutnya).

Tabel 10. Indikator-indikator yang harus drop Konstruk

Second Order

Konstruk First

Order Indikator

Kepemimpinan transformasional

Kharisma X1.1.1 Menekankan kejujuran dalam bekerja Memotivasi

secara Intelektual

X1.3.2 improvisasi dalam bekerja

X1.3.6 Menumbuhkan rasa untuk mencapai prestasi terbaik

Memberi Inspirasi X1.4.4 Perspektif berbeda Kualitas

Kehidupan Kerja

Keselamatan Kerja

X2.4.4 Prosedur keamanan bekerja

Keamanan Kerja X2.7.4 kehilangan pekerjaan

Kesehatan Kerja X2.8.5 Menerapkan pola hidup sehat Perilaku Ekstra

Peran Conscientiousness Y3.6 Berbagi pengalaman Y3.7 Berkonsultasi dengan atasan

Menurut Ghozaly (2006) bahwa untuk evaluasi outer model-refleksi dilakukan berdasarkan 3 (tiga) kriteria yaitu convergent validity, discriminant validity, dan composite reliability. Model yang sudah tergambar perlu di eksekusi/run lagi, untuk menghasilkan loading faktor baru seperti terlihat pada Gambar 11.

(17)

Gambar11. Model Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Perilaku Ekstra Peran setelah beberapa indikator didrop (sumber : hasil data primer yang diolah smartPLS, 2011)

(18)

5.4.1.1. Convergent Validity (Reliabilitas Indikator)

Convergent validity dari measurement model dengan indikator refleksif dapat dilihat dari nilai loading factor yang merefleksikan kekuatan interelasi antara konstruk first order dengan indikator-indikatornya. Dari korelasi antara score item/indikator dengan score konstruknya setelah di drop, maka factor loading untuk first order sudah memenuhi convergent validity yaitu nilainya semua diatas 0,50 (Gambar 11). Nilai convergent validity digunakan untuk mengukur tingkat refleksi interelasi indikator terhadap konstruk first order.

Berdasarkan hasil analisis, pada Tabel 11 menunjukkan indikator-indikator yang memberikan nilai interelasi terbesar dan terendah dalam menggambarkan konstruk first ordernya.

Tabel 11. Nilai Refleksi Interelasi Indikator terhadap konstruk. First Order

Cons. Second

Order Cons. First Order

Indikator

Nilai Refleksi Interelasi

tertinggi

Nilai Refleksi Interelasi

Terendah Kepemimpinan

Transformasional

Kharisma X1.1.7 X1.1.2

Perhatian Individu X1.2.3 X1.2.4 Memotivasi secara

Intelektual

X1.3.4 X1.3.3 Memberi Inspirasi X1.4.1 X1.4.3

Kualitas

Kehidupan Kerja

Partisipasi karyawan X2.1.4 X2.1.1 Pengembangan karir X2.2.3 X2.2.5

Komunikasi X2.3.3 X2.3.1

Keselamatan kerja X2.4.3 X2.4.5

Kebanggaan X2.5.1 X2.5.3

Kompensasi yang layak X2.6.2 X2.6.5 Keamanan kerja X2.7.2 X2.7.3 Kesehatan kerja X2.8.3 X2.8.2 Penyelesaian konflik X2.9.2 X2.9.1 Perilaku Ekstra

Peran

Altruism Y1.4 Y1.1

Civic virtue Y2.2 Y2.1

Conscientiousness Y3.3 Y3.1

Courtesy Y4.2 Y4.3

Sportmanship Y5.1 Y5.3

sumber : hasil data primer yang diolah smartPLS, 2011

5.4.1.2.Discriminant validity

(19)

Discriminant validity dari model pengukuran dengan indikator refleksif dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka hal itu menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya.

Pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa nilai korelasi konstruk kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja (QWL) dan perilaku ekstra peran (OCB) dengan masing-masing indikatornya lebih tinggi dibanding nilai korelasi antar konstruk lainnya, hal ini berarti seluruh konstruk memiliki discriminat validity yang tinggi.

5.4.1.3.Composite Reliability

Pengujian selanjutnya adalah composite reliability dari blok indikator yang mengukur konstruk. Suatu konstruk dikatakan reliable jika nilai composite reliability di atas 0.60 (Ghozali, 2006). Berdasarkan hasil analisis PLS menunjukkan bahwa nilai ρc pada semua outer model diatas 0.6 (Lampiran 8).

Hal ini menunjukkan bahwa outer model pada penelitian memiliki kestabilan dan konsistensi internal indikator yang baik.

5.4.2. Evaluasi Model struktural atau Inner Model

Menilai inner model adalah mengevaluasi hubungan antar variabel laten sebagai pengujian hipotesis. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk variabel endogen dan membandingkan thitung dengan tTabel (tTabel

pada tingkat kepercayaan 95% adalah 1.96). Hipotesis akan diterima jika thitung

lebih besar dari tTabel. Analisis path Coefficients dapat dilihat pada Lampiran 10.

Penelitian ini memiliki 2 (dua) konstruk laten eksogen yaitu konstruk kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja. Sedangkan konstruk laten endogen pada penelitian ini adalah perilaku ekstra peran. Pengujian kelayakan inner model menurut Ghozaly (2006) berdasarkan dua kriteria yaitu berdasarkan R-square pada konstruk second order untuk mengidentifikasi kategori model dan path coefisien untuk pengujian hipotesis.

Konstruk laten yang digunakan dalam penelitian merupakan konstruk dengan multidimensi. Konstruk laten terdiri dari dua jenjang konstruk yaitu konstruk first order dan konstruk second order. Pengujian inner model dilakukan

(20)

dengan dua tahap yaitu evaluasi model antara konstruk first order dengan konstruk second order dan evaluasi model antar konstruk second order. Evaluasi inner model antar konstruk second order adalah untuk mengevaluasi pengaruh antar konstruk laten dan pengujian hipotesis. Sedangkan evaluasi inner model antara konstruk first order dengan konstruk second order bertujuan untuk melihat seberapa besar tingkat reflektif konstruk first order dalam menggambarkan konstruk second order.

5.4.2.1. Evaluasi Inner Model Antara First Order dengan Second Order Analisis model inner – reflective dilakukan antara konstruk first order dengan konstruk second order. Pada penelitian ini, konstruk second order terdiri dari sistem kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja, dan perilaku ekstra peran yang direfleksikan melalui beberapa konstruk first order.

Berikut penjelasan mengenai tingkat reflektif konstruk first order terhadap konstruk second order:

a. Kepemimpinan transformasional direfleksikan melalui konstruk first order yaitu kharisma, perhatian individu, memotivasi secara intelektual, dan memberi inspirasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kharisma memiliki tingkat refleksi interelasi terbesar dalam menggambarkan kepemimpinan transformasional dengan nilai loading factor sebesar 0.888. Selanjutnya diikuti oleh perhatian individu (0.884), memberi inspirasi (0.814), memotivasi secara intelektual (0.784).

Data di atas menunjukkan bahwa karyawan merasakan adanya bentuk kepemimpinan transformasional dari pemimpin yang ditunjukkan oleh faktor- faktor disebut di atas.

b. Kualitas kehidupan kerja direfleksikan melalui konstruk first order partisipasi karyawan, pengembangan karir, komunikasi, keselamatan kerja, kebanggaan, kompensasi yang layak, keamanan kerja, kesehatan kerja, penyelesaian konflik.

Hasil penelitian untuk konstruk second order ini menunjukkan bahwa kebanggaan memiliki tingkat refleksi interelasi terbesar dengan nilai loading faktor 0.748. selanjutnya diikuti oleh pengembangan karir (0.672), keselamatan kerja (0.668), kompensasi (0.649), komunikasi (0.645), penyelesaian konflik (0.615), partisipasi (0.608), keamanan kerja (0.580), dan kesehatan kerja

(21)

(0.528). Hasil ini mengindikasikan bahwa organisasi sebenarnya telah melaksanakan hal-hal yang tercantum dalam dimensi kualitas kehidupan kerja.

Penyediaan kesempatan yang sama dalam pendidikan lanjut membuat karyawan merasakan adanya kebutuhan akan pengenbangan karir yang jelas di dalam organisasi.

c. Perilaku ekstra peran direfleksikan melalui konstruk first order Altruisme, Civic virtue, Conscientiousness, Courtesy, dan Sportmanship. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Conscientiousness memiliki tingkat refleksi interelasi terbesar dalam menggambarkan perilaku ekstra peran yang dibuktikan dengan nilai loading factor sebesar 0.821 diikuti oleh Altruisme sebesar 0.819, Civic virtue sebesar 0.758, Courtesy sebesar 0.738 dan Sportmanship 0.564. Hasil ini dapat diartikan bahwa karyawan mampu melaksanakan peran di luar peran pekerjaan wajibnya atau disebut sebagai perilaku ekstra peran. Perilaku tersebut tidak saja dilakukan untuk kepentingan pribadi, melainkan juga demi kemajuan bersama unit kerja.

5.4.2.2. Evaluasi Inner Model Antar Second Order

Lampiran overview lengkap (Lampiran 8) menunjukkan bahwa R-Square kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja terhadap perilaku ekstra peran (OCB) sebesar 0.3707. Artinya variabilitas konstruk OCB yang dapat dijelaskan oleh variabilitas kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja sebesar 37%, sedangkan 63% dijelaskan oleh variabel lain di luar yang diteliti. R-Square dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. R-Square kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja dan perilaku ekstra peran

AVE Composite Reliability R Square

KEPEMIMPINAN 0.2445 0.8699 0

OCB 0.21 0.8518 0.3707 QWL 0.1537 0.8805 0.55 Sumber : pengolahan data primer – Algoritma smartPLS, 2011

Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja dipengaruhi secara positif oleh kepemimpinan transformasional. R-Square pada kualitas kehidupan kerja sebesar 0.55. Artinya, kontribusi penerapan kepemimpinan transformasional terhadap kualitas kehidupan kerja karyawan sebesar 55% dan sisanya sebesar 45% dipengaruhi oleh faktor lain antara lain

(22)

Menurut Ghozali (2006) bahwa Hasil R-Square sebesar 0.67, 0.33 dan 0.19 untuk konstruk laten endogen dalam model struktural, masing-masing mengindikasikan bahwa model “baik”, ”moderat”, dan “lemah”. Berdasarkan teori tersebut dan nilai R-Square pada konstruk laten menunjukkan bahwa kategori model yang diterangkan termasuk ke dalam model yang moderat.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat analisis bootstraping pada path coefficients, yaitu dengan membandingkan nilai thitung dengan tTabel. Jika nilai T hitung lebih besar dibandingkan dengan t Tabel sebesar 1.96 maka perumusan hipotesis diterima. Hasil analisis path coefficients dapat dilihat pada Lampiran 10.

Hipotesis 1: Terdapat Pengaruh Signifikan Kepemimpinan Transformasional

terhadap Perilaku Ekstra Peran (OCB)

Pada Lampiran 10 dan Gambar 11 (pada halaman sebelumnya) diperoleh bahwa koefisien parameter antara Kepemimpinan Transformasional dengan OCB sebesar 0.2261menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan transformasional berpengaruh secara positif terhadap perilaku ekstra peran (OCB). Artinya penerapan kepemimpinan transformasional tidak diikuti peningkatan perilaku ekstra peran yang berarti.

Hasil analisis path coefficients menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku ekstra peran. Hal ini dapat dilihat dari nilai T Statistik (T hitung) sebesar 1.2022 lebih kecil dari tTabel ( 1.96) pada selang kepecayaan 95% . Maka pengujian hipotesis ditolak.

Hipotesis 2: Terdapat Pengaruh Signifikan Kepemimpinan Transformasional

terhadap Kualitas Kehidupan Kerja (QWL)

Pada Lampiran 10 dan Gambar 11 (pada halaman sebelumnya) diperoleh bahwa koefisien parameter antara Kepemimpinan Transformasional dengan QWL

(23)

sebesar 0.7416, menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan transformasional berpengaruh secara positif terhadap kualitas kehidupan kerja (QWL).

Pengujian hipotesis kedua diterima karena pada hasil analisis diperoleh bahwa thitung = 11.0152 lebih besar dibanding tTabel = 1.96 (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan transformasional di UT berpengaruh positif secara signifikan terhadap kualitas kehidupan kerja karyawan.

Hipotesis 3: Terdapat Pengaruh Signifikan Kualitas Kehidupan Kerja (QWL) terhadap Perilaku Ekstra Peran (OCB).

Pada Lampiran 10 dan Gambar 11 (pada halaman sebelumnya) diperoleh bahwa koefisien parameter antara QWL terhadap OCB sebesar 0.4219  yang berarti bahwa Kualitas Kehidupan Kerja berpengaruh positif terhadap Perilaku Ekstra Peran (OCB). Hal ini berarti semakin baik kulitas kehidupan kerja atau QWL di dalam organisasi, perilaku ekstra peran karyawan akan meningkat.

Pengujian hipotesis satu diterima karena pada hasil analisis diperoleh bahwa thitung = 2.2617 lebih besar dibanding tTabel = 1.96 (Tabel Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa Kualitas Kehidupan kerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap Perilaku Ekstra Peran.

5.5. Pembahasan Hasil Penelitian

Secara keseluruhan kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh pimpinan mampu mendorong karyawan bekerja lebih efektif. Hal lain yang ditemukan adalah karyawan merasa telah berperilaku di luar kewajiban atau tugas semata yang disebut dengan perilaku ekstra peran. Namun dalam penelitian ini diperoleh temuan bahwa kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku ekstra peran.

Penelitian ini mendukung hasil temuan penelitian dari Pareke (2004), bahwa OCB tidak saja dipengaruhi oleh kepemimpinan transformasional, tetapi ada konstruk lain yang juga mempengaruhinya. Motivasi kerja, kepuasan kerja, komitmen organisasional adalah konstruk yang mendorong seseorang memperlihatkan OCB di dalam pekerjaannya. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kaihatu dan Rini (2007), yang menghasilkan kesimpulan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh signifikan terhadap OCB dengan dimediasi oleh kualitas kehidupan kerja.

(24)

Selain kepemimpinan transformasional, OCB sendiri merupakan variabel yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya budaya lokal dimana praktek OCB itu dilakukan. Dalam penelitian ini, yang dimaksud adalah konteks global dan lokal. Budaya kolektif dan individualis menjadi faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dari OCB. Budaya timur yang menganut kolektif tentu akan berbeda hasilnya bila diukur dengan konstruk budaya individual. Penelitian mengenai OCB dalam konteks barat lebih banyak daripada budaya lokal, sehingga konstruk pertanyaan masih mengadopsi budaya individual.

Pada konteks penelitian yaitu di UT, perilaku keanggotaan organisasi tidak dapat dipaksakan, tetapi mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan produktifitas. Jika staf administrasi memiliki OCB di UT, maka pimpinan akan menurunkan perilaku untuk mengendalikan stafnya. Sebaliknya, jika karyawan tidak atau kurang menunjukkan perilaku ekstra peran, maka pekerjaan pimpinan akan bertambah salah satunya adalah memperbaiki perilaku stafnya untuk berperilaku lebih baik. Perilaku ekstra peran tersebut tidak akan mempengaruhi karyawan dari segi financial secara langsung, dan tidak mendapat sanksi jika tidak melakukan, namun pimpinan akan melihat sikap yang baik dari mereka melalui OCB sehingga hal itu akan memberikan nilai positif dari pimpinan terhadap karyawan. Hal tersebut bisa saja memberi dampak pada penambahan tugas dan tanggung jawab yang secara tidak langsung akan berhubungan dengan financial karyawan.

Dalam penelitian ini, faktor ketidaktahuan karyawan atas perilaku ekstra peran dapat menjadi sebab mengapa kepemimpinan transformasional tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap OCB. Bila dikaitkan antara gaya kepemimpinan transformasional dan perilaku karyawan, berikut ini pendapat dari Podsakoff et al (2000), Bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik di dalam organisasi.

Dari hasil penelitian terungkap bahwa karyawan akan bekerja dengan baik karena telah memahami tanggung jawab yang diembannya. Dari hasil analisis kuesioner juga diperoleh gambaran bahwa pimpinan mampu menunjukkan

(25)

kharisma di hadapan seluruh karyawan. Pimpinan juga mampu memotivasi dan menginspirasi orang dengan membantu anggota kelompok untuk melihat pentingnya sebuah tugas.

Secara nyata ditunjukkan oleh pimpinan dengan memberi teladan dalam melaksanakan pekerja secara efisien dan efektif. Walaupun oleh sebagian karyawan hal itu dianggap sebagai perfeksionis, namun sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Bass dan Avilio bahwa kepemimpinan transformasional memberikan keuntungan yaitu karyawan lebih kreatif, lebih tahan terhadap stres, lebih fleksibel, dan lebih terbuka terhadap perubahan.

Hal itu sesuai dengan pedoman untuk kepemimpinan transformasional menurut Yukl (2001), diantaranya :

• Menyatakan visi yang jelas dan menarik

• Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai

• Bertindak secara rahasia dan optimistis

• Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut

• Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai- nilai penting

• Memimpin dengan memberikan contoh

• Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu Dampak yang bisa terlihat di organisasi jika pemimpin menunjukkan perilaku kepemimpinan transformasional adalah adanya transformasi atau perubahan organisasi itu sendiri. Perubahan yang cepat atau drastis terjadi pada tiga faktor, yaitu struktur organisasi, proses manajemen, dan kultur organisasi. Di UT telah melakukan perombakan struktur demi efisiensi pekerjaan. Misalnya adalah penggabungan 2 unit atau lebih, contohnya unit P2M2, studio, pusat Komputer, dan pusat pengujian menjadi satu unit yaitu LPBAUSI (Lembaga Pengembangan Bahan Ajar, Ujian, dan Sistem Informasi).

Said (2006) menjelaskan bahwa perubahan akan terjadi pada bagian terdekat, jadi jika kepemimpinan transformasional diterapkan di perguruan tinggi (misalnya rektor) maka faktor terdekat bisa jadi Purek I,II,III dan IV serta pejabat struktural akan mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah transformasinya perilaku karyawan organisasi dalam berfikir dan beraktifitas. Bila

(26)

kepemimpinan transformasional tinggi, dapat dilihat dari salah satu indikator seperti komitmen karyawan. Bila persepsi karyawan terhadap kepemimpinan transformasional tinggi, maka karyawan akan memiliki komitmen yang kuat, sebaliknya bila kepemimpinan transformasional rendah komitmen mereka bisa berubah menjadi rendah.

Pada penelitian ini, altruism dinyatakan dengan pernyataan 67 (Y1).

Walaupun banyak yang menjawab setuju dengan respon positif, namun ada 20%

tidak setuju. Dengan wawancara lanjutan, diketahui ada persepsi yang berbeda mengenai perilaku altruisme. Karyawan memandang beragam, namun pada intinya bahwa karyawan akan membantu rekan kerja yang tidak masuk kerja bila alasannya adalah bukan karena faktor kesengajaan, seperti bolos kerja. Alasan yang setuju adalah hal ini bagus karena untuk menjamin kelangsungan dan kelancaran pekerjaan, bersifat urgent. atau juga karena merupakan tugas dari atasan, maksudnya pelimpahan tugas karena sesuatu hal sudah mendapat ijin atasan. Sedangkan alasan tidak terlalu setuju karena bila masih bisa ditunda hingga rekan kerja masuk, maka hal itu tidak perlu dilakukan, dan alasan tidak berani membuka file rekan kerja.

Untuk P69 (Y1) yaitu dinyatakan dengan membantu training rekan kerja walaupun tidak diperlukan, responden menjawab setuju sebesar 69.5%. Tetapi respon yang tidak setuju sebesar 20%. Rata-rata responden menjawab akan membantu training walau tidak diperlukan. Sedangkan kekurang setujuan responden disebabkan persepsi bahwa seseorang yang membantu training haruslah karyawan yang paham dengan bidang kerjanya atau ahli di bidangnya.

Selain itu, alasannya harus jelas misalnya berapa lama training itu berlangsung, serta memahami bidang kerjanya. Bila sesuai dengan pekerjaan responden maka akan sukarela membantu karyawan baru.

Sportmanship atau sikap sportif dan positif dinyatakan oleh P73 (Y3). Pada umumnya respon karyawan adalah positif yang terlihat dari besarnya prosentase setuju yaitu 61.8%. Tetapi sebagian responden tidak setuju dengan pernyataan ini.

Mereka memang mendapat pujian dari atasan langsung bila pekerjaannya selesai sebelum waktunya atau lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Tetapi menurut sebagian responden bentuk pujian tersebut tidak akan mempengaruhi output

(27)

mereka. Hal ini disebabkan tidak ada imbalan atau reward bila mereka menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari jadwal. Tidak semua karyawan merasa bahwa memang harus ada imbalan atas sesuatu pekerjaan yang memang seharusnya dikerjakan. Responden merasa bila pekerjaannya selesai sebelum waktunya akan mendapat perhatian pimpinan, misalnya dipuji atasan, namun hal ini tidak terkait dengan reward (materi). Artinya tidak semua pekerjaan diukur dengan besaran materi.

Pada P85 (Y5) merujuk pada Courtesy, responden menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut sebesar 60%, tetapi 21% menyatakan tidak setuju.

Menurut pencarian fakta lebih lanjut melalui wawancara kepada beberapa responden, sebagian menjawab bahwa mereka dapat mentolerir ketidaknyamanan di kantor, hal ini tergantung suasana hati. Karena yang harus ditolerir adalah hal- hal yang sama, maka dibutuhkan kesabaran yang lebih banyak. Dalam kasus ini lebih pada faktor individu atau rekan kerja yang menyebabkan tidak nyaman di lingkungan kerja. Ketidaknyamanan bukan disebabkan oleh lingkungan fisik semata.

Penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kontribusi kepemimpinan transformasional sebesar 60%

terhadap kualitas kehidupan kerja. Sedangkan kualitas kehidupan kerja juga mempengaruhi OCB sebesar 19%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kaihatu dan Rini (2007), bahwa kepemimpinan transformasional merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada penciptaan kualitas kehidupan kerja atau Quality of Work Life (QWL). Semakin tinggi pimpinan menunjukkan peran dalam kepemimpinan transformasional maka kualitas kehidupan kerja akan meningkat.

Indikator-indikator dari kualitas kehidupan kerja yang banyak mendapat perhatian responden adalah pengembangan karir, termasuk di dalamnya pelatihan dan pengembangan karir. Khusus pada point pelatihan, responden merasa kurang mendapat kesempatan yang sama. Namun dari hasil pendalaman informasi melalui wawancara kepada responden, ternyata faktanya adalah bahwa mereka merasa kurang mendapat pelatihan dibandingkan dengan staf akademik.

(28)

Dari hasil pengumpulan informasi lebih lanjut diperoleh pula adanya responden masih merasa kurangnya perhatian kepada mereka dalam hal kesempatan yang sama melanjutkan pendidikan bagi staf administrasi. Karyawan merasa seperti tidak diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Namun data yang diperoleh peneliti dari Pusat pengembangan SDM, karyawan diberikan kebebasan untuk melanjutkan pendidikannya. Namun untuk saat ini atau sejak 2 tahun terakhir memang ada beberapa persyaratan yang harus ditempuh staf administrasi bila ingin melanjutkan pendidikannya. Salah satunya adalah lolos Tes Potensi Akademik (TPA), dengan skor tertentu.

Kualitas kehidupan kerja memiliki pengaruh yang positif secara signifikan terhadap Perilaku Ekstra Peran karyawan. Penerapan indikator QWL seperti partisipasi karyawan, pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, kompensasi yang layak dan kebanggaan, berpengaruh kepada perilaku ekstra peran. Sebuah lingkungan kerja yang berorientasi QWL memiliki ciri-ciri seperti, kondisi kerja yang aman, sehat, nyaman, waktu kerja yang luwes, adanya relasi dan hubungan yang baik diantara rekan kerja dan atasan, dan juga fasilitas kerja yang mendukung (Riady, 2007). Di UT beberapa hal yang disebutkan telah dirasakan oleh karyawan.

Hal ini sejalan dengan pendapat wibowo 2009, bahwa lingkungan dengan quality of work life tinggi ditandai oleh karakteristik, salah satunya yaitu pekerja mendapatkan informasi lengkap tentang pengembangan dalam organisasi. Poin ini sejalan dengan indikator dari perilaku ekstra peran, yaitu Courtesy, karyawan mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan dalam organisasi. Hasil akhir dari perilaku tersebut diharapkan dapat mempengaruhi keefektifan organisasi serta dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik (Podsakoffet al. 2000).

5.6. Implikasi Manajerial

Dalam konteks pendidikan jarak jauh sebagaimana keberadaan UT, dimana operasionalisasinya mencakup skala nasional dan global, menuntut adanya perubahan dan ruang bagi pemimpin transformasional sebagai agen perubahan untuk mengedepankan visi yang kuat kepada karyawan. Dalam rangka menuju

(29)

keberhasilan, pendidikan jarak jauh harus dengan jelas merumuskan perubahan tersebut. Hal ini merupakan tantangan bagi pemimpin transformasional tidak saja di UT, namun juga di seluruh institusi pendidikan jarak jauh (distance education).

Langkah tersebut dilakukan untuk memotivasi karyawan (Bainbridge, 2011).

Dari hasil pembahasan di atas, terangkum beberapa hal mengenai kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja serta perilaku ekstra peran.

1. Kepemimpinan transformasional.

Kepemimpinan transformasional telah diterapkan di UT yang secara tersirat melalui berbagai indikatornya. Kepemimpinan transformasional bersumber pada ide ‘perubahan’. Kepemimpinan trasformasional dilakukan dengan cara menunjukkan kepada tim apa yang bisa mereka capai dengan sebuah

‘perubahan’. Karena ditekankan bahwa segala sesuatu penuh dengan ketidakpastian dan perubahan. Oleh karena itu tim yang tidak bisa berubah akan kalah Getol (2010). Seorang pemimpin transformasional akan lebih perhatian pada perubahan, perbaikan dan peningkatan kualitas dan kemampuan SDMnya sehingga akan berdampak langsung kepada prestrasi karyawan. Dari hasil penelitian dan wawancara, menunjukkan bahwa kehadiran pimpinan mampu memberi semangat dan memberi dukungan pada pencapaian pekerjaan yang sistematis serta efektif.

2. Kualitas Kehidupan Kerja

Dalam rangka mencapai efektifitas sumber daya manusia, dibutuhkan suasana kerja yang mendukung karyawan. Kenyamanan serta kebutuhan akan lingkungan kerja dapat diperoleh bila kualitas kehidupan kerja pun baik. Pada prakteknya dimensi-dimensi dari kualitas kehidupan kerja telah dilaksanakan di dalam organisasi. Namun ada beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian pimpinan, salah satunya adalah sosialisasi pendidikan lanjut.

Walaupun kesempatan untuk hal tersebut sangat terbuka bagi seluruh karyawan, namun karyawan belum memahami adanya peraturan baru tentang hal tersebut. Maka diperlukan bentuk sosialisasi atas peraturan atau informasi yang jelas kepada seluruh karyawan agar tidak terjadi salah persepsi mengenai hal tersebut.

(30)

3. Perilaku Ekstra Peran

Pada umumnya karyawan mampu menunjukkan perilaku ekstra perannya di dalam usaha membangun kerja sama yang baik dalam tim. Hal ini diGambarkan secara jelas dalam perilaku mereka yang bersedia membantu rekan kerja bila mengalami kesulitan atau memiliki beban kerja berlebih.

Mereka melakukan hal itu untuk meningkatkan efektifitas kerja tim dan kemajuan unit. Saling berbagi pengalaman dan informasi kepada rekan kerja merupakan perilaku di luar ekstra peran.

Persaingan global dan era keterbukaan saat ini menjadikan organisasi harus memiliki sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas. Globalisasi menuntut organisasi untuk cepat dalam menangkap peluang yang ada. Universitas Terbuka sebagai organisasi pendidikan yang beroperasi di seluruh Indonesia dan global membutuhkan dukungan sumber daya manusia yang efektif melalui tim kerja yang mampu bergerak luwes. Melalui kepemimpinan yang mampu memberikan nilai tambah, pemimpin dapat mentransformasikan berbagai ide perubahan ke arah positif. Kepemimpinan transformasional tersebut akan memotivasi karyawan untuk mencapai keberhasilan sesuai visi organisasi.

5.7. Implikasi Kebijakan

Kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif terhadap kualitas kehidupan kerja melalui empat faktor kepemimpinan transformasional, yaitu karisma, perhatian individu, memotivasi secara intelektual, dan memberi aspirasi. Seorang pemimpin yang menunjukkan karismanya mengimplikasikan perubahan radikal dalam strategi dan budaya organisasi. Pada banyak penelitian tentang karisma pemimpin didapat suatu kesimpulan bahwa pemimpin yang berkarisma tidak perlu mencapai perubahan besar dalam organisasi (Yukl, 2010). Penelitian tersebut menemukan bahwa perubahan yang berhasil biasanya dihasilkan dari proses kepemimpinan transformasional, bukan dari tindakan seorang pemimpin yang karismatik.

Bila ditarik kesimpulan dari hasil penelitian ini, karisma memiliki pengaruh tinggi terhadap kualitas kehidupan kerja karena karisma berperan dalam pembentukan image atau citra diri pemimpin. Karisma yang muncul mampu memberikan kenyamanan karyawan dalam bekerja, menciptakan suasana

(31)

lingkungan kerja yang baik. Bentuk kepemimpinan seorang pemimpin bukan semata ditujukan bagi pembentukan citra diri, namun sebagai perwujudan karakter pribadi yang dituangkan dalam proses pemimpin sebuah organisasi. Bagi sebuah organisasi yang menuju kearah perubahan, tentunya lebih baik bila keempat elemen dari kepemimpinan transformasional tersebut dapat diwujudkan oleh pemimpin.

Selain itu hal yang paling dapat dirasakan oleh karyawan adalah perhatian kepada bawahan. Artinya kepemimpinan transformasional akan lebih menunjukkan pengaruh signifikan terhadap perilaku ekstra peran bila pimpinan memberikan penilaian positif atas diri karyawan bila mereka melakukan tindakan di luar peran dan tugas semata. Walaupun hal itu tidak berkorelasi langsung secara financial namun bila karyawan mengetahui manfaat dari nilai positif diharapkan akan lebih banyak karyawan yang bekerja tidak semata berdasarkan perannya.

Pemimpin perlu memperhatikan faktor-faktor kualitas kehidupan kerja quality of work life (QWL). Kepuasan atas kualitas kehidupan kerja menurut Cascio (2006) terdiri dari partisipasi karyawan, pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, keamanan kerja, kompensasi yang layak, dan kebanggaan. Walaupun konsep kualitas kehidupan kerja tidak dipahami, namun dalam pelaksanaannya karyawan telah merasakan ke sembilan faktor tersebut dalam lingkungan kerja.

Berkaitan dengan kurang puasnya karyawan terhadap pendidikan lanjut, UT dapat membuka kesempatan belajar yang lebih luas kepada staf administrasi.

Staf dapat diarahkan untuk mencari beasiswa di luar UT. Dengan informasi beasiswa dari luar UT yang banyak, maka staf dapat memiliki kesempatan yang lebih besar untuk studi lanjut.

Produktifitas karyawan tidak semata diukur dari hasil atau output pekerjaan semata, namun dari perilaku yang mampu menunjukkan peran yang lebih dari tugas pokoknya atau disebut juga perilaku ekstra peran. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan dapat melakukan peran tersebut melalui 5 faktor, yaitu altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy dan sportsmanship.

(32)

Karakteristik pekerjaan yang sangat beragam di UT memungkinkan karyawan untuk saling berinteraksi di antara unit. Bentuk interaksi yaitu saling memberikan bantuan kepada rekan kerja. Perilaku ekstra peran yang dilakukan antara lain menolong rekan kerja yang berlebihan tugas. Perilaku ini dapat membantu mengefisienkan penggunaan sumberdaya organisasional untuk tujuan- tujuan produktif.

Agar dalam kehidupan kerja dapat tercipta lingkungan kerja yang kondusif, serta mampu mendorong karyawan untuk lebih berperan secara extra role sebaiknya pemimpin lebih menunjukkan perhatian kepada individu atau tim yang terlibat dalam suatu pekerjaan. Perhatian dari pimpinan akan mendorong produktifitas yang baik dari karyawan dan produktifitas keryawan secara tidak langsung akan tercipta dari suatu perilaku ekstra peran (Podsakoff et al. 2000).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekstra peran.

2. Kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kualitas kehidupan kerja.

3. Kualitas kehidupan kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku ekstra peran.

6.2. Saran

Berikut ini saran yang dapat diberikan:

1. Bagi pimpinan di UT dapat mempertahankan kepemimpinan transformasional dan memberikan pemahaman tentang perilaku ekstra peran sehingga mereka dapat lebih menunjukkan sikap saling membantu.

2. UT hendaknya melakukan peninjauan kembali terhadap penerapan QWL selama ini, salah satunya pada indikator pelatihan dan pendidikan dengan

Gambar

Tabel 7.  Respon positif untuk variabel kepemimpinan transformasional
Gambar 9. Persentase Karakteristik Responden
Tabel 11. Nilai Refleksi Interelasi Indikator terhadap konstruk. First Order

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Biologi Sel (2011), pada kebanyakan tumbuhan dan hewan respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob, namun demikian dapat saja terjadi respirasi aerob

Jadi, konsumen yang menjadi sasaran dari retailing adalah konsumen akhir yang membeli produk untuk dikonsumsi sendiri, tidak jauh berbeda dengan pendapat Kotler (2007; 592)

Perseroan mengajukan usul kepada RUPST untuk menyetujui Laporan Tahunan Perseroan Tahun 2020 termasuk didalamnya Laporan Pengawasan Dewan Komisaris, Laporan Direksi mengenai

Hasil uji mutu hedonik Nata de banana skin pada tabel 4.3 dapat dilihat penilaian terhadap aroma yang diberikan oleh panelis yaitu 2,3-4,7 (berbau menyengat hingga

Kemiringan Silang Kontrol Perataan Cat adalah sistem terpadu sepenuhnya, yang dipasang di pabrik guna mempermudah operator Anda menjaga kemiringan silang yang diinginkan

Bak MSD II ditujukan untuk tambang yang telah digali dan disesuaikan agar sesuai dengan aplikasi pertambangan khusus Anda berdasarkan evaluasi lokasi tambang. MSD II adalah

Alat ukur baku meliputi, penggaris, neraca timbangan (kg), gelas ukur, meteran dan sebagainya. Sedangkan, alat ukur tidak baku meliputi, stick eskrim, timbangan buatan,

Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa hipotesis penelitian (Ha) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara kematangan emosi dan